Você está na página 1de 9

PERAN PSIKOMETRI DALAM MENJAWAB KEBUTUHAN AKAN ALAT TEST MELALUI RISET KOLABORATORI

PAPER Diajukan sebagai persyaratan kuliah Kapita Selekta Psikometri

Oleh RAIMUNDUS R KARSONO 1206297806

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PSIKOLOGI PROGRAM STUDI PSIKOMETRI UNIVERSITAS INDONESIA 2013

Kebutuhan akan Riset Terhadap Alat Ukur Dunia industri tidak akan lepas dari manusia. Selain karena dunia industri memberikan manfaat bagi manusia, juga karena manusialah yang menjalankan mekanisme dunia industri tersebut. Organisasi penggerak dunia industri dikenal dengan nama perusahaan, yang dibangun dengan dasar untuk mencari keuntungan, berusaha mencari cara yang efisien dalam mengelola manusia. Pola pengelolaan manusia pun bergeser, dari yang semula hanya mengelola data pekerja, kini dituntut untuk menjadi strategic business partner bagi pencapaian visi, misi dan intensi strategic sebuah perusahaan. Perusahaan sebagai organisasi juga sudah mulai mengalami pergeseran dalam memandang pekerjanya dari workforce menjadi aset perusahaan. Dengan paradigma ini, maka cara pengelolaannya pun diubah. Beragam teori dan pendekatan disampaikan oleh pakar manajemen SDM. Inti dari pendekatan tersebut adalah untuk mengidentifikasi secara dini dan mengembangkan setiap potensi pekerja di dalam organisasi tersebut. Identifikasi dini ini dilakukan mulai dari tahap rekrutmen, pelatihan dan pengembangan, hingga dalam pengembangan karir lebih lanjut. Corcoran (2005) menyampaikan bahwa dalam pengembangan modal insani ini, ilmu psikometri ikut berperan di dalamnya. Selain membantu perusahaan dalam melakukan proses seleksi, psikometri juga digunakan untuk memberikan nilai tambah bagi pengelolaan SDM terutama dalam menentukan rencana pengembangan individu. Banyak penelitian dilakukan untuk melihat bagaimana hubungan antara hasil aplikasi ilmu psikometri dengan kenyataan di dunia kerja. Di antaranya adalah bahwa potensi kognitif yang diukur tidak berkorelasi signifikan terhadap kinerja dan masih terdapat kecenderungan untuk faking good jika menggunakan skala dengan social desirability yang tinggi. Berdasarkan temuan tersebut, Corcoran menyarankan agar pengguna perlu lebih teliti dalam memilih alat test. Dan di sisi lain, para psikometris perlu melakukan penelitian lebih lanjut tentang bagaimana pola respon dan pola kepribadian yang digambarkan dan konteks yang digambarkan dalam pekerjaan. Rothstein dan Goffin (2006) dalam artikelnya mengemukakan bahwa ada banyak penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan daya prediksi alat ukur (psikometrik) dengan gambaran karakteristik dalam bekerja. Penelitian tersebut termasuk yang terfokus dalam mendeteksi perilaku faking dalam merespon, diantaranya dengan menggunakan bentuk forced-choice item. Penelitian-penelitian mengenai karakteristik individu ini mulai meningkat pesat sejak tahun 1991. Hal tersebut dipicu oleh dipublikasikannya dua meta analisa mengenai validitas personality test dalam proses seleksi (Morgeson dkk., 2007). Peningkatan tersebut dapat
1

dilihat dalam grafik berikut.

Rothstein dan Goffin (2006) menyimpulkan bahwa selain karena adanya sejumlah meta analisa, meningkatnya frekwensi penelitian ini juga karena terjadi peningkatan pengunaan skala kepribadian dalam mengambil keputusan terkait dengan HR. Skala kepribadian yang semakin fokus, membuat membuat pemanfaatannya pun semakin meningkat. HR semakin selektif dan berhati-hati dalam mempertimbangkan kontruk teori dalam memilih skala kepribadian yang digunakan untuk memprediksi kemampuan kerja mereka. Di sisi lain, perkembangan penelitian di bidang administrasi test yang menggunakan media online juga mengakomodasi kebutuhan organisasi di sisi efisiensi waktu dan biaya. Morgenson dkk (2007) lebih lanjut menyimpulkan beberapa hal terkait dengan sejumlah riset mengenai penggunaan personality test dalam seleksi. Kesimpulan ini patut dipertimbangkan oleh psikometris dalam melakukan riset tentang alat ukur. 1. Keberpura-puraan responden dalam tes kepribadian merupakan suatu hal yang harus di persiapkan karena tidak mungkin dihindari. Karena pada kenyataannya dalam hidup manusia sering harus berpura-pura dalam proses beradaptasi dengan lingkungan. 2. Harus disadari, bagaimanapun validitas tes kepribadian dalam memprediksi kinerja tergolong rendah. Oleh karena itu ada banyak alat ukur yang sebaiknya tidak digunakan. Penggunaannya pun sebaiknya digabungkan dengan tes potensi kognitif atau metode yang lain. Gabungan metode tersebut memberikan nilai prediksi yang lebih baik. 3. Pengukuran kepribadian yang disesuaikan dengan kebutuhan organisasi akan memberikan validitas tampang yang lebih baik serta lebih memudahkan dalam menjelaskan manfaat

dan tujuan pengukuran bagi kandidat maupun organisasi. Untuk bisa menghasilkan tes yang sesuai dengan kebutuhan memerlukan riset yang lebih jauh terutama dalam menentukan kriteria/domain terkait dengan kebutuhan. Peran Lembaga Profesi dalam Riset Alat Ukur Riset tentang alat ukur ini selain dilakukan oleh akademisi/peneliti, juga banyak dilakukan oleh lembaga swasta yang memang merupakan provider alat ukur. Masing-masing punya tujuan dan maksud yang berbeda-beda. Namun ada pula praktisi dan akademisi bekerja sama dalam melakukan riset ini. Upaya ini dilakukan oleh kesadaran masing-masing pihak untuk meningkatkan akurasi dan ketepatan hasil. Hal yang menarik dilakukan oleh komite test dan testing Belanda (COTAN-Dutch Committee on Test & Testing). Komite ini mengajak anggotanya untuk menumbuhkembangkan ilmu psikometrik dalam penyusunan alat test dan penelitian (Sijtsma, 2012). Apa yang dilakukan oleh COTAN adalah memberikan pembelajaran mengenai teori psikometri moderen tanpa mempertanyakan/menyebutkan keunggulannya. Hal ini mereka lakukan sebagai langkah awal mengingat banyak peneliti yang belum paham tentang kelebihan teori moderen dibandingkan dengan Classical Test Theory (CTT). COTAN juga memberi pemahaman kepada para peneliti dan penyusun alat ukur mengenai kekeliruan pemahaman tentang psikometri yang beredar di kalangan penyusun alat ukur dan psikolog. COTAN juga mendiskusikan kemungkinan penyebab kesalahpahaman tersebut. Peneliti tidak memahami apa yang dimaksud oleh psikometris, sehingga mereka mengabaikan saran tersebut dan bertahan pada apa yang mereka pahami sekalipun ternyata konsep tersebut sudah dibantah. COTAN mendapat pencerahan bahwa sangatlah penting untuk mempublikasikan gagasan mereka dalam bahasa yang sederhana dan mudah diterima. Di lain sisi, kampanye yang dilakukan COTAN mendapatkan tanggapan positif. Institusi pemerintah sering meminta hasil komite untuk mereka gunakan. Berdasarkan diskusi tersebut COTAN berkesimpulan bahwa bagaimanapun perlu mengarahkan agar proses penyusunan alat ukur harus berdasarkan teori. Di sinilah kriteria penilaian COTAN terhadap teori dasar tes dan validitas konstruk. Ini juga merupakan salah satu area di mana psikometri dapat memberikan tangan membantu psikologi, sebelum masuk ke dalam aplikasi teori modern. Bagaimana dengan yang terjadi di Indonesia? Dalam sebuah diskusi informal melalui media sosial, moderator mengangkat topik kebocoran alat test psikologis di masyarakat umum. Para psikolog beranggapan bahwa alat test adalah senjata mereka. Tetapi di sisi lain

alat test yang baru memiliki hak cipta yang untuk memilikinya membutuhkan biaya yang tidak murah. Hal ini bukan menjadi masalah bagi psikolog yang berafiliasi pada perusahaan penyedia alat test atau organisasi yang memiliki kemampuan untuk mendapatkan hak cipta atas alat ukur tersebut. Tetapi bagi psikolog atau organisasi yang tidak mampu untuk mendapatkan hak cipta, kemudian mengatasinya dengan kembali menggunakan alat test yang sudah ada sekalipun alat tersebut diisyukan bocor. Atau, lebih jelek lagi, melakukan pembajakan terhadap alat ukur berbayar tersebut. Cara seperti ini membuat alat ukur tersebut menjadi bocor, di mana kebocoran tersebut justru dilakukan oleh psikolog itu sendiri.

IPIP Sebagai Collaboratory Research Skala Kepribadian Jika kita bertanya lebih lanjut mengenai Salah satu penyebab menurunnya riset di bidang personality assessment di antaranya karena kurangnya konsensus ilmiah yang masuk akal tentang taksonomi ciri kepribadian (Goldberg dkk., 2006). Di sisi lain, riset ini banyak dilakukan oleh lembaga swasta yang mengkomersialkan alat test yang mereka kembangkan. Tetapi tidak semua lembaga tersebut mempublikasikan konsep dan hasil penelitian mereka. Goldberg dkk. melihat bahwa kurangnya progress tersebut merupakan bagian dari strategi lembaga swasta sebagai untuk mempertahankan bisnis mereka. Pada tahun 1996, diperkenalkanlah domain publik yang berisi kumpulan item untuk penyusunan skala kepribadian, dengan nama International Personality Item Pool (IPIP), di tengah keraguan akan manfaatnya. Setelah sepuluh tahu kemudian, IPIP bisa bertahan sesuai konsep awal dan bisa menjadi alternatif yang layak selain personality test yang bersifat komersial. Sekalipun demikian, IPIP masih membutuhkan perbaikan lebih lanjut. Berkembangnya popularitas IPIP di mata peneliti disebabkan antara lain: (1) bebas biaya; (2) item-itemnya dapat diperoleh melalui internet; (3) terdapat lebih dari 2000 item yang semuanya dapat diperiksa; (4) kunci untuk melakukan penyekoran disediakan; dan (5) semua item dapat disajikan sesuai dengan kehendak peneliti termasuk jika mau merubah, menterjemahkan, mengganti kata-katanya dan disajikan kembali melalui internet tanpa harus meminta ijin pada siapapun. Kehadiran IPIP ini dianggap sebagai obat bagi para periset untuk mengembangkan alat test secara mandiri. IPIP memang mendedikasikan diri sebagai wahana kolaboratori internasional untuk mengembangkan dan secara berkelanjutan memperbaiki skala

kepribadian, yang karena sudah dibuka ke dalam ranah publik, bisa digunakan untuk kepentingan penelitian dan komersial. Kolabolatori sendiri didefinisikan sebagai sistem yang didukung komputer yang memberi kesempatan kepada ilmuwan untuk bekerja dengan ilmuwan lain, fasilitas dan database tanpa dibatasi oleh lokasi geografi. IPIP berprinsip bahwa peneliti tidak bisa mengakses beragam kriteria pengukuran kepribadian seorang diri, tetapi dengan komunitas internasional dia bisa mengakses beragam hal. Dengan demikian, progress dalam ilmu pengukuran kepribadian dapat dicapai. Saat ini, web IPIP menyajikan 3 informasi utama yaitu: (a) karakteristik psikometris dari skala yang ada, dan akan terus ditambah sengan skala-skala baru; (b) kunci untuk skoring pada skala yang sudah ada; dan (c) keseluruhan item yang akan terus ditambah dengan item baru. IPIP juga akan menjadi tempat ditampungnya laporan-laporan dalam bentuk karya ilmiah yang menggunakan item-item yang disediakan oleh IPIP. Di masa mendatang, IPIP akan menyediakan data kasar untuk dianalisa ulang dan menjadi forum diskusi baik terkait dengan ilmu psikometri maupun hasil penelitian. Di lain pihak, IPIP belum bisa menyediakan norma, karena IPIP berpandangan bahwa apa yang dimaksud dengan norma yang ada sekarang ini cenderung salah kaprah. Pengguna IPIP dipersilahkan untuk mengembangkan norma masing-masing berdasarkan sampel yang mereka miliki. Sedemikian terbukanya IPIP memunculkan sejumlah kekhawatiran mengenai penyalahgunaan skala kepribadian oleh orang-orang yang tidak berkepentingan. Dalam situs IPIP, pada halaman pertama sudah ada peringatan mengenai penggunaan item bagi pencari kerja yang percaya bahwa item dalam IPIP membatu mereka untuk berbuat curang saat mengerjakan personality test ketika mengikuti proses seleksi dan penempatan. Kepada mereka disampaikan tujuan dari alat test untuk tujuan seleksi adalah mencari kecocokan antara karakteristik individu dan pekerjaan, sehingga kecurangan akan mencelakai diri sendiri. Kepada mereka juga disampaikan bahwa pada sejumlah alat ukur terdapat item yang didesain untuk mendeteksi kecurangan. Informasi lain yang disampaikan bahwa tidak ada bukti bahwa mereka yang menggunakan IPIP untuk mencari tahu mengenai test kepribadian akan diterima bekerja. Di sisi lain, kebebasan yang diberikan kepada peneliti juga dikhawatirkan justru akan membuat perpecahan elemen dalam pengukuran kepribadian, bukannya semakin terfokusnya penelitian atas kepribadian sebagaimana yang diharapkan pada awalnya. Sebagai contoh

peneliti membuat alat test dengan IPIP untuk supaya menyerupai test komersial yang sudah ada dengan maksud meningkatkan pemahaman akan test tersebut. Setelah dilakukan pengujian, ternyata korelasi hasil antara kedua test tersebut tidak terlalu bagus. Dan setelah dikaji lebih lanjut, hasil test tersebut memberikan gambaran faktor baru. Peneliti malah membuat konstruk teori baru. Mungkin terlalu cepat untuk bisa menyimpulkan bahwa IPIP mempercepat kemajuan riset dibidang pengukuran karakteristik kepribadian. Atau terlalu cepat juga untuk menyimpulkan bahwa IPIP disalahgunakan oleh mereka yang tidak memenuhi syarat untuk menggunakan IPIP. Tetapi sebagai tempat interaksi dan kolaborasi, apalagi dengan melihat rencana ke depannya, IPIP telah memberikan wahana yang dinamis bagi para peneliti dan pengembang alat ukur di mana saja selama dia bisa mengakses internet, termasuk di Indonesia.

Tantangan Bagi Psikometris Indonesia Kalangan psikometris Indonesia, ditantang untuk menghadapi isu kebocoran alat test psikologis di Indonesia, dengan melakukan edukasi mengenai teori psikometris moderen sebagaimana yang dilakukan oleh COTAN di Belanda. Selain melakukan edukasi, Psikometris Indonesia juga ditantang untuk melakukan penelitian lanjutan dalam rangka mengembangkan skala kepribadian dengan memanfaatkan peluang sebagaimana diberi oleh IPIP. Dengan demikian, bisa dihasilkan skala kepribadian yang disesuaikan dengan budaya dan kebutuhan psikolog dan institusi, baik swasta maupun pemerintahan dalam rangka mengembangkan SDM di Indonesia. Hal ini bisa dilakukan secara mandiri ataupun melalui wahana kolabolatori dengan peneliti internasional.

Penutup Seluruh situasi yang digambarkan dalam tulisan ini, dirangkum dalam sebuah causal loop diagram (CLD). Kirkwood, (1998) menjelaskan bahwa CLD merupakan suatu penggambaran hubungan sebab akibat yang merepresentasikan struktur sebuah system.

Dalam system hubungan sebab akibat suatu elemen akan mempengaruhi dirinya sendiri secara tidak langsung, yang disebut dengan feedback. Dengan demikian, hubungan tersebut disebut sebagai sebuah loop, tidak sekedar sebuah hubungan linier. Terdapat 2 feedback loop utama dalam CLD, yaitu (1) positive (reinforcing) feedback loop, di mana feedback memperkuat elemen yang di-feedback; dan (2) negative (balancing) feedback loop, di mana umpan balik menyeimbangkan elemen yang difeedback dan untuk bisa sampai pada titik yang
6

dikehendaki tersebut dibutuhkan waktu (delay).

DAFTAR PUSTAKA Corcoran, Catherine. ( August 2005). Psychometric Testing: Can it add value to HR? , Accountancy Ireland, 63-64, ABI/INFORM. Goldberg, Lewis R., Johnson, John A., Eber, Herbert W., Hogan Robert., Ashton, Michael C., Cloninger C. Robert., & Gough, Harrison G. (2006). The International Personality Item Pool and the Future pf Public-Domain Personality Measures. Journal of Research in Personality, Elsevier, 40, 84-96. Kirkwood, Craig W. (1998). System Dynamics Methods: A Quick Introduction. Arizona State University. http://www.public.asu.edu/~kirkwood/sysdyn/SDIntro/SDIntro.htm. Morgeson, F. P., Campion, M. A., Dipboye, R. L., Hollenbeck, J. R., Murphy, K. and Schmitt, N. (2007), Reconsidering The Use Of Personality Tests In Personnel Selection Contexts. Personnel Psychology, 60: 683729. doi: 10.1111/j.1744-6570.2007.00089.x Rothstein, Mitchell G. & Goffin, Richard D. (2006). The use of personality measures in personnel selection: What does current research support? Human Resource Management Review, 16, 155-180, http://dx.doi.org/10.1016/j.hrmr.2006.03.004. Sijtsma, Klaas. (2012). Future of Psychometrics: Ask What Psychometrics Can Do for Psychology. Psychometrika, Springer, 77(1), 4-20.

Você também pode gostar