Você está na página 1de 25

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akupuntur adalah teknik pengobatan yang digunakan dalam pengobatan tradisional Cina. Jarum-jarum yang sangat tajam digunakan untuk menstimulasi titik-titik tertentu pada tubuh. Titik-titik ini terdapat pada jalur-jalur energi yang disebut "meridian". Pengobatan akupuntur dirancang untuk memperbaiki aliran dan keseimbangan energi sepanjang meridian-meridian ini (Sukerchfish, 2007). Pengobatan tradisional Cina memiliki sejarah lebih dari 2,500 tahun. Pengobatan tradisional ini melihat tubuh manusia sebagai suatu sistim aliran energi. Ketika aliran-aliran energi ini seimbang, maka tubuh tersebut sehat. Para praktisi memeriksa denyut nadi pasien dan mengamati keadaan lidah mereka untuk mendiagnosa ketidakimbangan energi. Dalam pengobatan Cina, denyut nadi dapat diperiksa pada tiga lokasi di masing-masing pergelangan tangan, dan pada tiga kedalaman pada masing-masing lokasi (Sukerchfish, 2007). Sulit untuk menemukan data statistik yang pasti mengenai penggunaan terapi komplementer ini di seluruh dunia, karena sebagian penelitian dan jurnal-jurnal ilmiah

mengenai akupuntur berpusat di Negara aslanya yaitu China. Penelitian mengenai akupuntur menunjukkan manfaat dalam mengobati beberapa jenis rasa sakit dan mual. Hal ini yang mendorong National Institute of Health di AS untuk mengeluarkan pernyataan pada tahun 1997 mendukung manfaat akupuntur untuk beberapa kondisi tertentu. World Health Organization memiliki daftar lebih dari 40 kondisi yang mungkin dapat dibantu dengan akupuntur (Sukerchfish, 2007). Terapi akupuntur dikenal dapat menyembuhkan berbagai penyakit ataupun masalah kesehatan seperti asma, HIV/AIDS, Hepatitis dan juga masalah-masalah kesehatan jiwa seperti depresi pada lansia. Kesehatan jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang yang selaras dengan perkembangan orang lain (Unit Keswarmas RS Grhasia DIY, 2006). Survey Kesehatan RI tahun 2001 menyatakan bahwa gangguan mental pada usia 55 64 tahun mencapai 7,9% sedangkan yang berusia di atas 65 1

tahun mencapai 12,3%. Menurut Soejono dan Setiadji, 2000, Pada tahun 2020 depresi akan menduduki peringkat teratas penyakit yang dialami lanjut usia di negara berkembang termasuk Indonesia. Gangguan depresi pada lanjut usia kurang dipahami sehingga banyak kasus depresi pada lanjut usia yang tidak dikenali (underdiagnosed) dan tidak diobati (undertreated). Depresi pada lanjut usia berhubungan dengan status ekonomi rendah, kematian pasangan, penyakit fisik yang menyertai dan isolasi sosial. Depresi pada lanjut usia sering tampak sebagai gejala somatik. Kondisi depresi cenderung meningkatkan produksi adrenalin dan kortisol yang diketahui dapat menurunkan tingkat kekebalan tubuh sehingga seseorang dengan depresi beresiko mudah terserang penyakit (Dianingtyas, Sarah U, 2008). Hal ini diperparah dengan study aktual mengenai peningkatan jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia yang sama artinya dengan peningkatan jumlah penderita depresi pada lansia. Tahun 1971, jumlah penduduk Indonesia yang dikategorikan lansia masih sekitar 4,5% atau 5,3 juta jiwa, sementara penduduk kategori usia di bawah lima tahun (balita) sebesar 16,1%. Namun pada tahun 2000 jumlah lansia Indonesia meningkat tiga kali lipat, yakni menjadi 14,4 juta orang. Pada 2005 kondisi komposisi penduduk Indonesia telah berubah yang menjadikan penduduk lansia mencapai 7% dan balita 8,2% (Dinas Kominfo Jatim, 2011). Ramalan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), bahwa penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah mencapai angka 11,34% atau tercatat 28,8 juta orang, balitanya tinggal 6,9% yang menyebabkan jumlah penduduk lansia terbesar di dunia (Dinas Kominfo Jatim, 2011). Meningkatnya jumlah lansia, di satu sisi dapat dipandang sebagai aset nasional, namun di sisi lain dapat dipandang sebagai problematika sosial yang memerlukan perhatian khusus. Hal ini disebabkan adanya siklus kehidupan manusia yang terus menerus mengalami proses penuaan secara biologis. Kondisi tersebut menimbulkan berbagai masalah, yaitu menurunnya kemampuan fisik dan mental, keterbatasan berinteraksi sosial, menurunnya produktifitas kerja dan meningkatnya resiko terserang penyakit-penyakit degradatif ataupun masalah-masalah kesehatan jiwa seperti ansietas, harga diri rendah dan depresi. Panti Wredha Wening Wardoyo Ungaran merupakan salah satu institusi pemerintah yang memberikan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia. Berdasarkan studi pendahuluan 2

diketahui jumlah lanjut usia yang tinggal dipanti kurang lebih sekitar 84 orang. Lanjut usia tersebut ditempatkan pada 14 wisma dimana masing-masing wisma disediakan pengasuh. Dari studi pendahuluan tersebut juga didapatkan informasi bahwa banyak lanjut usia (kelayan) yang mengeluh merasa sudah tidak dipedulikan oleh keluarga dan merasa kesepian, terkadang para kelayan juga merasa bosan. Di samping itu beberapa lanjut usia ada kecenderungan menampakkan gejala depresif seperti keluhan tidur terganggu, nafsu makan berkurang dan mengalami keluhan fisik (Dianingtyas, Sarah U, 2008). Belum ada data statistik yang pasti mengenai penggunaan terapi akupuntur dalam mengobati masalah depresi pada lansia, akan tetapi fenomena-fenomena di sekitar kita mengenai manfaat terapi akupuntur dalam mengurangi tingkat depresi pada lansia dapat menjadi acuan sementara. Berdasarkan data yang ada, terapi akupuntur dapat mengatasi tanda-tanda depresi dengan mengalirkan energi ke titik-titik meridian tubuh yang kosong khususnya pada titik-titik di otak yang dapat mengurangi tingkat konsentrasi dan meningkatkan resiko halusinasi atau masalahmasalah jiwa lainnya seperti depresi, khususnya pada lansia yang secara fisiologis sudah mengalami penurunan secara kognitif ataupun fungsional lainnya (Age related changed). Oleh karenanya, terapi akupuntur dipercaya dapat membantu proses penyembuhan depresi pada lansia khususnya pada penurunan tingkat depresi pada lansia.

B. Perumusan Masalah

Terapi akupuntur mungkin sekali berpengaruh terhadap proses penurunan tingkat depresi pada lansia. atas dasar hal itu, maka perumusan masalahnya adalah Seberapa Efektifkah Terapi Akupuntur dalam Menurunkan Tingkat Depresi pada Lansia di Panti Wredha Wening Wardoyo Ungaran. C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektivitas Terapi Akupuntur dalam Penurunan Tingkat depresi pada Lansia. 2. Tujuan Khusus a. Memperkenalkan terapi akupuntur sebagai suatu metode pengobatan komplementer yang didasari oleh teori keseimbangan energi tubuh. b. Memberikan suatu solusi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

penyembuhan depresi pada lansia. D. Manfaat Penelitian 1. Keilmuan Menggali ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan sehingga dapat dikembangkan untuk menekan penyebaran masalah depresi pada lansia 2. Pasien Sebagai salah satu sarana pengobatan yang dapat ditempuh untuk mengobati depresi pada lansia dengan terjangkau dan tanpa efek samping. 3. Masyarakat Sebagai salah satu sarana yang dapat digunakan untuk mencegah depresi pada lanjut usia. 4. Profesi Kesehatan Merupakan salah satu ilmu yang potensial dan dapat dikembangkan oleh tenaga kesehatan sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat luas.

BAB II TELAAH PUSTAKA

A. Akupuntur Istilah akupunktur berasal dari kata acus yang berarti jarum dan punctura yang berarti menusuk atau menembus. Akupunktur merupakan suatu cara pengobatan dengan penusukan titik-titik tertentu di permukaan tubuh untuk mengobati suatu penyakit. Ia merupakan bagian dari Ilmu Pengobatan Cina dan telah dikenal sejak kira-kira empatlima ribu tahun yang lalu. Hal itu diungkapkan dalam buku "The Yellow Emperors Classic of Internal Medicine", suatu ensiklopedi Ilmu Pengobatan Cina yang diterbitkan sekitar tahun 770221 sebelum Masehi. Bahan jarum yang digunakan mula-mula adalah dari batu, kemudian berubah dengan digunakannya bahan dari bambu, tulang, perunggu, dan logam-logam lainnya. Pada saat ini telah dikembangkan berbagai teknik untuk perangsangan titik akupunktur sebagai pengganti jarum, seperti Ultrasound, Laser, dan lain-lain (Dharma, 1987). Cara pengobatan ini berkembang ke Korea, Jepang dan negara-negara lain. Wilhelem ten Rhyne, seorang dokter VOC dalam bukunya mengenai rematik yang diterbitkannya di London pada tahun 1683 mengungkapkan pengobatan rematik dengan akupunktur. Engelbert Kampfer, seorang Jerman, di Jepang mempelajari Ilmu Akupunktur dan menulis tentang akupunktur dalam bukunya yang terbit pada tahun 1712. Di Perancis dan di Inggris akupunktur dikenal pula sejak abad XVIII. Pada abad XX ini akupunktur menarik minat kalangan medis di Amerika Serikat, walaupun sebelumnya telah dikenal dalam kalangan terbatas. Di Indonesia sendiri pada tahun 1963 dibentuk Team Riset Ilmu Pengobatan Tradisional Timur termasuk akupunktur atas instruksi Menteri Kesehatan saat itu, Prof. Dr. Satrio. Dan mulai saat itu pengobatan akupunktur diadakan secara resmi di Rumah Sakit Umum Pusat Jakarta. Menurut dr. Dharma K, seorang ahli akupuntur dari RSCM Jakarta (1987) Di dalam sejarah perkembangan akupunktur dikenal beberapa konsep dasar sebagai berikut: 1. Yin Yang Teori ini menyatakan bahwa segala sesuatu di alam semesta ini dapat dibagi dan mempunyai dua aspek yang saling bertentangan tapi saling membentuk, bagaikan dua sisi 5

mata uang yang paling bertolak belakang tetapi keduanya membentuk suatu kesatuan yang tak terpisahkan. Yang melambangkan sesuatu yang positif, terang, atas, panas, siang, simpatis, ekstrovert, progresif, akut dan sejenisnya. Sedangkan Yin melambangkan sesuatu yang negatif, gelap, bawah, dingin, malam, parasimpatis, introvert, regresif, kronis dan sejenisnya. Penilaian Yin dan Yang tidaklah mutlak. Sesuatu yang bersifat Yang akan menjadi bersifat Yin bila dibandingkan dengan sesuatu yang lebih Yang, dan sebaliknya. Di dalam unsur Yin terdapat Yang, di dalam unsur Yang terdapat Yin, tiada sesuatu yang bersifat Yin mutlak atau Yang mutlak. Yin dan Yang membentuk keseimbangan. Hilangnya keseimbangan antara Yin dan Yang akan menyebabkan timbulnya keadaan abnormal/patologis. 2. Lima Unsur/Lima Fase Teori ini berkembang dari Teori Yin Yang. Dengan menilai sifat-sifat khusus dari suatu benda dan kuat lemahnya unsure Yin dan Yang di dalamnya, maka digolongkanlah bendabenda dalam Lima Unsur atau Lima Fase. Disebut Lima Fase karena melambangkan proses alamiah yang dialami oleh sesuatu benda sejak awal terciptanya sampai termusnah. Kelima unsur/fase tersebut adalah: KayuApiTanahLogam Air. Kelimanya membentuk suatu siklus yang saling berhubungan satu sama lain dan tiap unsur mempunyai hubungan tertentu dengan unsur lainnya secara khusus. Penerapan teori ini dalam pengobatan merupakan suatu hal yang agak kompleks. 3. Ci dan Meridian Yang dimaksud dengan Ci (pada manusia) adalah energi yang terdapat dalam tubuh manusia yang memberikan "kehidupan" pada seluruh bagian tubuh tersebut. Selain itu dikenal pula adanya Ci yang terdapat dalam udara, makanan dan sebagainya. Ci mengalir dalam saluran tertentu dalam tubuh manusia yang tersusun teratur secara membujur dan melintang yang disebut meridian. Terdapat 12 meridian umum, 12 meridian cabang, 8 meridian istimewa dan sebagainya yang kesemuanya membentuk suatu sistem saluran tersendiri dalam tubuh bagaikan jala yang terjalin erat. Dengan adanya sistem meridian ini maka perangsangan titik akupunktur di permukaan tubuh dapat disalurkan ke tempattempat yang dituju. Di dalam ilmu Akupunktur, keadaan sakit terjadi apabila timbul ketidakseimbangan antara Yin dan Yang dalam tubuh. Ketidakseimbangan itu dapat berupa suatu ekses 6

hiperfungsi(terlalu kuat) atau defisien (hipofungsi, terlalu lemah). Hal itu dapat disebabkan oleh berbagai penyebab penyakit seperti keadaan cuaca/udara, gangguan emosi, kebiasaan makan minum yang salah, cara hidup yang keliru, trauma dan sebagainya.Dengan pemeriksaan akupunktur dapat ditentukandiagnosis, lokasi kelainan, penyebab penyakit dan dengan demikian dapat pula ditentukan titik-titik dan cara stimulasi yang diperlukan untuk memulihkan keseimbangan yang terganggu itu. Keadaan yang defisien harus diperkuat dengan stimulasi ringan dan keadaan yang ekses harus dilemahkan dengan stimulasi kuat. Terdapat berbagai titik akupunktur yang mempunyai indikasi khusus untuk maksud tersebut, selain dikenal pula titik simtomatik untuk menghilangkan keluhan tertentu. Berbagai penelitian telah dilakukan dalam kalangan kedokteran modern untuk menyelidiki akupunktur dalam berbagai aspeknya(Dharma, 1987). Kini telah diketahui bahwa titik akupunktur mempunyai sifat -sifat yang berbeda dengan daerah kulit di sekitarnya, seperti potensial listrik lebih tinggi, tahanan listrik lebih rendah, daya hantar listrik lebih tinggi, daya hantar gelombang suara lebih tinggi, mempunyai hubungan dengan saraf otonom (titik akupunktur disebut pula zone of autonomic concentration) dan sebagainya. Adanya titik akupunktur dapat diperlihatkan dengan point detector dari alat akupunktur listrik. Namun sampai saat ini belum didapatkan keterangan yang memuaskan mengenai mekanisme kerja akupunktur secara menyeluruh. Berbagai teori telah dikemukakan untuk mencoba menjelaskan hal itu. Antara lain dikemukakan bahwa akupunktur bekerja melalui susunan saraf pusat, susunan saraf otonom, refleks kutaneoviseral/visero-kutaneal, mobilisi pertahanan dan regenerasi jaringan, pelepasan zat-zat neurohumoral, teori stres dan adaptasi, teori Gate Control dan lain-lain. Akhir-akhir ini dikemukakan pula teori adanya perangsangan pelepasan senyawa morfin endogen dalam tubuh sebagai akibat pe- rangsangan titik akupunktur. Hal tersebut menyebabkan ambang rangsang nyeri meninggi dan menimbulkan efek analgesi (Dharma, 1987). Akupunktur telah digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, baik secara tersendiri ataupun bersama cara pengobatan lain. Laporan "The New York State Commision on Acupuncture" (1974) menyatakan bahwa akupunktur telah digunakan untuk analgesi dalam berbagai bidang pembedahan dan untuk mengobati berbagai penyakit. Dinyatakan pula bahwa akupunktur paling efektif untuk pengobatan spasme otot rangka, spasme otot 7

visera seperti dismenore dan diare. Keadaan lain yang seringkali dapat diobati dengan akupunktur adalah neuralgia trigeminal, hipertensi, hipotensi, bronkitis kronis, asma bronkiale, gejala putus obat daripenderita ketagihan obat, sakit kepala (migraine dan tension), artritis (khususnya osteoartritis), insomnia, konstipasi, paralisis (pasca cardiovascular accidents), kelainan dengan komponen fungsional yang menonjol, dan neuralgia post-herpetica, serta tuli neurogenik juga masalah depresi. Dikemukakan pula adanya berbagai efek akupunktur yang menarik. Misalnya peningkatan sel darah putih dalam sirkulasi darah, penurunan kadar kolesterol dan trigliserida, peningkatan gamma globulin, efek normalisasi pada tekanan darah dan denyut jantung, percepatan masa persalinan; yang kesemuanya memerlukan penelitian lebih lanjut(Dharma, 1987). Selanjutnya laporan itu menyatakan pula bahwa apabila akupunktur dilakukan oleh seorang dokter atau akupunkturis yang terlatih dengan baik, dan menguasai anatomi dan neurologi, maka tindakan penusukan akupunktur adalah sangat aman. Terdapat titik-titik yang telarang untuk ditusuk atau harus ditusuk dengan sangat hati-hati. Masalah sterilisasi dan tindakan aseptik pun harus mendapat perhatian untuk mencegah bahaya infeksi. Kontra indikasi akupunktur adalah: kehamilan (dapat menyebabkan abortus pada kehamilan muda), keadaan di mana akupunktur diketahui tidak akan efektif, pasien yang belum diperiksa secara medis dengan teliti, keganasan, infeksi akut/aktif, keadaan yang memerlukan tindakan operatif.

B. Lansia Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua berarti telah melalui tiga tahap kehidupan yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, pendengaran kurang jelas, penglihatan memburuk, gerakan lambat dan figure tubuh yang tidak poporsional (Wachyudi, 2008). Proses penuaan dapat dijelaskan antara lain melalui beberapa teori yaitu teori-teori genetik, radikal bebas, penghubung silang, system imun dan lain-lain. 1. Teori Genetik atau Teori Ikatan Silang (cross-links-theory) 8

Teori genetik, menjelaskan bahwa dengan meningkatnya umur, sebagai contoh kulit, tendon dan pembuluh darah elastisitasnya akan berkurang. Hal ini disebabkan oleh pembentukan reaksi silang antara atau dalam molekul-molekul kolagen (protein fibrous) yang memberikan elastisitas jaringan-jaringan ini. Reaksi silang molekul-molekul biologi penting lainnya juga terjadi pada enzim yang akan mengubah struktur dan bentuk dari molekulmolekul enzim sehingga tidak dapat melaksanakan fungsinya didalam sel integritas struktural organisme vertebrata, termasuk manusia tergantung pada dua macam molekul protein fibrous yaitu kolagen dan elastin. Kolagen besamya hampir sepertiga protein tubuh, didapatkan dalam kulit, tulang dan tendon. Ketika pertarna disentesis oleh sel-sel fibroblast, kolagen ada dalam fragil dan membentuk suatu yang disebut tropokolagen. Kecepatan sintesis kolagen tinggi pada usia muda bersifat "soluble" dan sepanjang kehidupan mengalarni kemunduran sehingga ratio kolagen "insoluble" terhadap kolagen "soluble"meningkat bersarnaan dengan meningkatnya umur. Jadi kolagen "insoluble" kemudian bertambah seiring dengan bertambahnya umur. Dengan meningkatnya umur, jumlah cross-linkages dalam dan antara molekul kolagen meningkat, terutama menjadi kristal dan kaku(Shock,NW, 2006, & Sacher,GA, 2003). 2. Teori Radikal Bebas Di alam bebas dapat terbentuk radikal bebas, jika terjadi radiasi berion, di dalam tubuh jika terjadi fagosit pecah, dan sebagai produk sampingan rantai respirasi dalam mitokhondria. Untuk organisme aerobik, radikal bebas terutama terbentuk pada waktu respirasi (aerob) di dalam mitokhondria, karena 90% oksigen yang diambil tubuh masuk ke dalam mitokhondria. Waktu terjadi proses respirasi tersebut oksigen dilibatkandalam mengubah bahan bakarmen jadi ATP, melalui enzim-enzim respirasidi dalam mitokhondria, maka radikal bebas akan dihasilkan sebagai zat antara. Radikal bebas yang terbentuk tersebut adalah superoksida, radikal hidroksil, dan juga peroksida hidrogen. Radikal bebas bersifat merusak, karena sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh, dalam membrane sel, dan gugus -SH. Tubuh mempunyai kemampuan untuk menangkal radikal bebas, dalam bentuk enzim seperti superoxide dismutase (SOD), enzim katalase dan enzim glutation peroksidase. Pada usia lanjut menurut teori genetik (cross-links theory) akan mengubah struktur dan bentuk rnolekul-molekul enzim sehingga enzim-enzim ini tidak dapat melaksanakan fungsinya 9

di dalam sel. Selain secara alamiah radikal bebas itu terbentuk juga secara non alamiah yaitu herbisida, zat beracun, radiasi berion pada penyinaran pengobatan, atau keeelakaan nuklir Chernobyl atau penggunaan born atom di Hirosima dan Nagasaki (Gen, LH, 1993 & Suhana, N., 1993). 3. Teori Penghubung - Silang Teori penghubung silang dikenal sebagai teori glikosil, yaitu ikatan glukosa sederhana ke protein yang merupakan suatu proses tanpa oksigen, menyebabkan berbagai permasalahan. Sekali ikatan glukosa- protein ini terjadi, protein menjadi lemah dan tidak mampu berfungsi secara efisien. Hidup yang lebih panjang atau berumur panjang akan menyebabkan terjadinya pertemuan antara oksigen dan protein juga glukosa sehingga akan dikenal dengan penyakit penghubung silang, antara lain dikenal dengan katarak, dimensia, dan kulit kasar. (Foster DW, 2004). 4. Teori Sistem Imun Secara normal sel-sel imun akan bekerja melawan penyakit seperti melawan protein asing atau jaringan lain yang masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan penyakit. Akan tetapi pada usia lanjut, sel-sel imun mulai melawan sel-sel tubuhnya sendiri. Dengan kata lain sistem imun yang menghasilkan antibodi hilang kemampuannya untuk membedakan antara self dan non self atau foreign proteins. Hal ini dikenal dengan teori autoimmune dari proses penuaanyang berdasarkan bukti klinik (Shock, 2003). Berdasarkan usianya , WHO mengelompokkan usia lanjut menjadi 4 macam meliputi: - Usia pertengahan ( middle age ) 45-59 tahun - Usia lanjut (elderly) 60-70 tahun - Usia lanjut usia (old) 75-90 tahun - Usai tua ( very old) diatas 90 tahun Pada lansia terdapat berbagai perubahan fisik seperti, perubahan neurologis dan sensorik, perubahan visual dan pendengaran. Perubahan-perub ahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan dan interpretasi terhadap maksud komunikasi. Perubahan ini juga menyebabkan lansia mengalami kesulitan komunikasi. Perubahan kognitif juga berpengaruh pada tingkat intelegensia, kemampuan belajar, dan motivasi klien. Selain itu terdapat juga perubahan emosi dan gejala-gejala penolakan seperti (Wachyudi, 2008) : 10

1.Tidak percaya terhadap diagnose, gejala, perkembangan serta keterangan yang diberikan petugas kesehatan 2.Mengubah keterangan yang diberikan sedemikian rupa sehinggaa diterima keliru 3.Menolak membicarakan perawatannya di rumah sakit 4.Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum 5.Menolak nasehat-nasehat Lebih lanjut dikatakan dengan adanya penurunan fungsi kognitif dan psiko motorik pada diri orang lanjut usia maka akan timbul beberapa kepribadian lanjut usia sebagai berikut : (1) Tipe kepribadian Konstruktif, pada tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua (2) Tipe Kepribadian Mandiri , pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power syndrom, apabila pada masa lanjut usia tidak diisi dengan kegiatan yang memberikan otonomi pada dirinya (3) Tipe Kepribadian Tergantung , pada tipe ini sangat dipengaruhi kehidupan keluarga . Apabila kehidupan keluarga harmonis maka pada masa lanjut usia tidak akan timbul gejolak. Akan tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana apalagi jika terus terbawa arus kedukaan (4) Tipe Kepribadian Bermusuhan, pada tipe ini setelah memasuki masa lanjut usia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya. Banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonomi rusak (5) Tipe Kepribadian Kritik Diri, tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya 3. Depresi Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya serta gagasan bunuh diri. Gangguan depresi merupakan gangguan kejiwaan yang cukup sering terjadi. Prevalensi depresi unipolar mendekati 6 % populasi dunia,sedangkan depresi bipolar terjadi pada sekitar 1 % populasi dunia (Virginia A dkk, 2000). 11

Dalam Comprehensive Text Book of Psychiatry disebutkan bahwa terdapat beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya depresi,diantaranya : 1. Jenis kelamin Berdasarkan observasi menyeluruh pada beberapa negara, perbandingan terjadinya depresi uniplar pada wanita dua kali lebih besar daripada pria. Penyebab dari perbedaan ini belum diketahui dengan pasti, namun adanya pengaruh hormonal, stres, kelahiran anak diduga berpengaruh. Pada depresi bipolar perbandingan pria dan wanita sama. 2. Usia Onset terjadinya depresi unipolar sangat bervariasi, mulai dari masa kanak kanak sampai usia senja. Namun sekitar 50% pasien depresi, mulai mengalami gejala depresi pada usia antara 20 50 tahun, dengan angka rata rata pada usia 40 tahun. Onset depresi bipolar terjadi lebih awal rata rata terjadi pada usia 30 tahun. 3. Ras Prevalensi terjadinya gangguan afektif tidak menunjukan perbedaan yang berarti pada ras yang berbeda. Namun terdapat tendensi overdiagnosa skizofrenia pada suku kulit hitam yang menderita gangguan afektif. 4. Status pernikahan Secara umum,depresi unipolar lebih sering terjadi pada seseorang yang tidak mempunyai hubungan interpersonal yang erat, pada seseorang yang bercerai atau berpisah dari keluarga atau pasangannya. Depresi bipolar lebih sering ditemukan pada seseorang yang hidup sendiri atau seseorang yang telah bercerai dibandingkan pada seseorang yang menikah. 5. Faktor sosial, ekonomi dan budaya Tidak didapatkan hubungan yang berarti antara tingkat sosial ekonomi dengan prevalensi depresi unipolar. Pada tingkat sosial ekonomi yang lebih tinggi,prevalensi terjadinya depresi bipolar lebih tinggi.Hal ini mungkin disebabkan oleh penderita dari tingkat sosial ekonomi lebih rendah, tidak mempunyai kesempatan untuk mendatangi psikiater, sehingga tidak terdiagnosa.

12

Depresi lebih sering ditemukan pada penduduk pedesaan dibandingkan penduduk perkotaan. Depresi dapat disebabkan oleh faktor yang berasal dari dalam diri seseorang (faktor internal) maupun faktor yang berasal dari lingkungan (faktor eksternal). Tentu saja kombinasi kedua faktor tersebut sering ditemukan pada seorang penderita depresi. 1. Faktor Internal Faktor dalam diri seseorang, yang dapat menyebabkan depresi diantaranya faktor biologis dan faktor genetika. Faktor biologis yang dapat menyebabkan depresi berupa amino biogenik, pengaturan neuroendokrin, gangguan tidur, dan beberapa substansi neurokimia. Norepinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan afektif. Pada episode depresif ditemukan kekacauan regulasi norepinefrin dan serotonin di jaringan otak. Gangguan pengaturan neuroendokrin juga diduga dapat menyebabkan depresi. Ketidaknormalan dalam sistem limbik hipotalamus pituitari adrenal paling sering menyebabkan gangguan pengaturan endokrin. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya depresi pada wanita hamil, maupun menopause. Ganguan tidur juga dapat menyebabkan depresi. Kelainan yang paling sering ditemukan adalah penurunan REM (Rapid Eye Movement) laten. Sering juga ditemukan terbangun pada dini hari, dan ketidakmampuan untuk tidur dalam jangka waktu lama disertai dengan sering terbangun pada malam hari. Neurotransmiter asam amino seperti GABA, peptida neuroaktif seperti vasopresin, dan zat opioid endogen juga berperan dalam patofisiologi ganggunan depresi. Selain faktor biologis,faktor genetika juga berperan kuat dalam gangguan depresi. Terdapat fakta bahwa hampir seluruh penderita depresi memiliki keluarga yang menderita gangguan afektif. Faktor herediter berperan lebih kuat pada depresi bipolar dibanding depresi unipolar. 2. Faktor Eksternal Faktor dari luar yang dapat menyebabkan depresi diantaranya sebuah peristiwa dalam kehidupan yang berat, stres lingkungan, faktor kepribadian 13

premorbid, dan faktor psikoanalitik. Beberapa klinisi berpendapat bahwa krisis dalam kehidupan merupakan penyebab utama depresi, sementara klinisi lain berpendapat bahwa krisis kehidupan hanya menentukan onset timbulnya gangguan depresif. Faktor kepribadian premorbid bukan merupakan penentu utama gangguan depresi. Setiap individu dengan kepribadian apapun, mempunyai kemungkinan menderita gangguan depresi.Namun pada individu dengan tipe kepribadian oral dependent, obsesif kompulsif dan histerikal mempunyai resiko lebih tinggi menderita gangguan depresi. Peristiwa traumatik kehidupan dan lingkungan sosial dengan suasana yang menegangkan dapat menjadi kausa gangguan depresi. Sejumlah data yang kuat menunjukkan kehilangan orangtua sebelum usia 11 tahun dan kehilangan pasangan hidup harmoni dapat memacu serangan awal gangguan depresi. Depresi merupakan sindroma klinik dimana alam perasaan, alam pikir dan tingkah laku motorik seseorang mengalami penurunan. Ketiga hal tersebut disebut sebagai Trias Depresi. Secara khas di dalam ketiga alam tersebut terjadi penurunan,paling tidak terjadi pengurangan. Yang paling menonjol adalah pengurungan atau penurunan dalam alam perasaan,yang tampak dalam bentuk perasaan sedih. Trias Depresi merupakan gejala dasar dari gangguan depresi,yang terdiri dari : 1. Penurunan alam perasaan Hal ini dapat terlihat dari air muka yang sedih, tidak peduli terhadap dirinya, mudah menangis, sulit tidur dan hilangnya nafsu makan. 2. Penurunan alam pikiran Hal ini tampak dalam kesulitan berpikir, sikap acuh tak acuh, dan sulit memusatkan perhatian. 3. Penurunan alam tingkah laku Berupa kelambatan psikomotor, gerakan menjadi lambat dan tak bersemangat. Selain hal yang disebutkan diatas, depresi dapat disertai gejala gejala seperti perasaan mudah tersinggung, hilangnya rasa senang, tidak ada ketertariak terhadap hal 14

yang sebelumnya disukai, makan terlalu banyak atau terlalu sedikit, gelisah yang berlebihan, dan gangguan tidur seperti sulit masuk kedalam fase tidur, sering terbangun dan sulit kembali ke dalam fase tidur, serta bangun terlalu cepat dipagi hari. Selain jenis depresi unipolar dan depresi bipolar,terdapat jenis jenis depresi lainnya seperti depresi terselubung, depresi neurotik, depresi organik, depresi endogen, depresi skizoafektif, depresi somatogenik, dan depresi kelelahan. Pada bagian ini akan dibahas secara ringkas tentang jenis lain dari depresi. 1. Depresi terselubung Depresi terselubung merupakan salah satu jenis depresi, merupakan sebuah fenomena dengan gambaran klinik yang mengarah atau paling tidak sugestif dan mungkin bahwa gangguan tersebut adalah depresi. Secara tentatif memang depresif, namun secara klinik gejalanya membingungkan karena yang muncul adalah gejala somatik. Gangguan badani yang sering timbul dapat berupa :

Sakit kepala yang menahun, seperti rasa tertekan, disertai rasa terbakar di daerah kepala.

Nyeri di daerah muka dan daerah leher (kuduk) Rasa gatal serta tercekik pada daerah saluran nafas atas. Mulut kering, perut kembung, sebah, sembelit, kadang diare. Gangguan dalam irama tidur disertai dengan keluar keringat, terutama pada malam hari.

Rasa sakit di daerah perut dan sakit yang tidak jenis kelainannya pada daerah kandung kemih. Dalam perjalanan penyakitnya,depresi terselubung diawali dengan gejala fisik

yang sedemikian menonjol dan sama sekali tidak menunjukan tanda tanda bahwa gangguan tersebut merupakan bagian dari gejala depresi. Namun bila gejala depresi semakin berat,gejala gejala badaniyah akan semakin berkurang dan gejala alam perasaan akan semakin menonjol. 2. Depresi neurotik Penyebab utama dari depresi neurosis ini berasal dan berkaitan dengan kehilangan objek cinta,yaitu suatu pengalaman traumatis karena kehilangan suatu objek yang dicintai, tidak hanya berupa objek dalam bentuk nyata (fisik), juga dalam bentuk objek 15

tidak nyata, seperti jabatan, kedudukan, prestasi, dan hal lain yang berkaitan dengan harga diri. Gambaran utama tampak dalam alam perasaan (mood) yang telah muncul dan berjalan dalam kurun waktu yang menahun dan telah tampil secara kronik. Ditandai dengan hilangnya rasa senang,dalam hampir semua aktivitas dan juga waktu senggang. Disertai dengan berbagai gambaran penyerta walaupun tidak sehebat dan seberat gambaran utamanya. Dinyatakan bahwa gambaran utama tersebut telah berjalan selama 2 tahun. Dengan demikian diagnosa depresi neurosis dapat ditegakkan,khususnya untuk mereka yang telah dewasa. Untuk anak anak diagnosa yang sama dapat ditegakkan bila gejala telah berlangsung paling sedikit satu tahun. 3. Depresi endogen Depresi endogen ini merupakan suatu depresi yang diturunkan. Faktor keturunan bukan satu satunya penyebab, karena beberapa faktor lain dapat memprepisitasi munculnya penyakit ini, seperti trauma fisik dan trauma psikis. Depresi endogen dapat juga disebut sebagai depresi involusional yang umumnya dialami oleh mereka yang lanjut usia, sekitar usia 60 65 tahun. 4. Depresi skizoafektif Depresi skizofrenia merupakan bentuk gangguan yang mirip dengan skizofrenia, namun gejala yang muncul tidak memenuhi syarat untuk dikelompokan kedalam gangguan skizofrenia. Kondisi semacam ini ditemukan dalam suatu nuansa psikosis. Namun nuansa itu sendiri tertutup oleh munculnya gejala depresi. Keadaan ini juga dapat ditemukan dalam keadaan post remissive exhaustion syndrome. 5. Depresi somatogenik Depresi somatogenik merupakan suatu bentuk depresi yang kelihatannya tidak memperlihatkan suatu ciri khas dalam hal depresinya, namun penyebabnya adalah depresi. Gangguan atau gejalanya dalam bentuk kelainan alat tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan pada hal hal yang berhubungan dengan ketergantungan pada obat obatan atau zat. Pada umumnya keadaan seperti ini ditemukan pada pasien pasien dengan ketergantungan alkohol atau karena suatu penyakit fisik yang berlangsung secara kronis. Depresi jenis ini juga dapat digolongkan dalam bentuk depresi terselubung. 16

6. Depresi kelelahan Bentuk depresi ini manifestasinya mungkin akan terjadi pada beberapa tahun kemudian,yang berasal dari ketegangan yang cukup lama. Ketegangan ini berhubungan dengan harga diri. Tanda utama yang muncul dalam depresi jenis ini adalah hipersensitivitas, seperti perasaan mudah tersinggung dan sering merasa lelah dengan alasan yang tidak jelas. 7. Depresi simptomatik Istilah simptomatik ingin menunjukan bahwa depresi yang terjadi berkaitan atau berhubungan dengan gangguan mental emosional atau penyakit organik lain. Gambaran gejala depresi makin memperberat penyakit organik yang dialami dan keadaan ini sering disalahartikan sebagai memberatnya penyakit utama. Keadaan ini sering dijumpai pada penderita penyakit kardiovaskular, yang dalam kenyataannya penyakit kardiovaskuler yang berat akan menimbulkan suatu perasaan depresif. Penatalaksaan gangguan depresi meliputi perawatan di rumah sakit, terapi psikososial, dan farmakoterapi. Pengambilan keputusan apakah seorang pasien depresi harus mendapatkan perawatan dirumah sakit atau dapat menjalani rawat jalan merupakan hal yang paling kritis. Indikasi dilakukannya rawat inap pada pasien depresi adalah perlu dilakukannya prosedur diagnostik, ada resiko melakukan pembunuhan, berkurangnya kemampuan untuk mengurus keperluan primer diri sendiri (sandang, pangan, dan papan). Adanya riwayat gejala depresi yang dialami berkembang secara cepat, selain itu tidak adanya lingkungan yang dapat mendukung pasien. Depresi ringan mungkin aman menjalani rawat jalan,bila psikiater secara rutin mengevaluasi perkembangan pasien. Gejala berkurangnya kemampuan pertimbangan, penurunan berat badan, dan insomnia harus minimal. Lingkungan pasien yang dapat memberi dukungan harus kuat, namun tidak turut campur maupun menjauhi pasien. Pasien dengan gangguan depresi seringnya tidak mempunyai keinginan untuk berobat secara sukarela, sehingga keluarga pasien harus berkomitmen.Pasien dengan gangguan depresif, biasanya tidak mampu mengambil keputusan, karena mereka mengalami keterlambatan berpikir, dan perasaan putus asa.

17

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi merupakan pengobatan yang paling efektif. Penelitian terbaru menyatakan bahwa terapi kognitif atau terapi interpersonal dapat bekerja seefektif farmakoterapi. Ditemukan juga bahwa efek terapi ini berlangsung lama dalam mencegah kekambuhan. Terapi interpersonal dan kognitif telah berkembang secara spesifik sebagai terapi depresi. Psikoanalisa yang berorientasi kepada tilikan berdasarkan psikoterapi, terapi tingkah laku, dan terapi keluarga dapat juga digunakan untuk mengatasi depresi. Pemilihan terapi yang tepat berdasarkan kepada keadaan pasien dan pengalaman psikiater. Beberapa terapi tingkah laku telah dikembangkan untuk mengatasi depresi. Program terapi ini adalah struktur yang tinggi dan dalam waktu yang cukup singkat. Fokus pada terapi ini terletak pada pencapaian tujuan tertentu. Terapi keluarga bukan merupakan terapi primer untuk penderita depresi, namun pada beberapa keadaan seperti depresi yang terjadi karena masalah pernikahan dan fungsinya dalam keluarga, terapi jenis ini dapat merupakan pilihan yang tepat. Selain terapi yang bersifat psikologis, gangguan depresi juga perlu diatasi dengan antidepresan. Terdapat berbagai jenis antidepresan yang dapat digunakan dalam mengatasi gangguan depresi. Pemilihan preparat yang akan digunakan, didasarkan kepada keadaan masing masing pasien. Mekanisme kerja obat golongan antidepresan berdasarka kepada hipotesis bahwa gangguan depresi disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa aminergik neurotransmiter (noradrenaline, serotonin, dan dopamin) pada sinaps neuron di SSP (khususnya sistem limbik). Secara garis besar mekanisme obat antidepresan adalah menghambat reuptake aminergik neurotransmiter dan menghambat penghancuran oleh enzim Monoamine oxidase (MAO), sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergik neurotransmiter pada sinaps neuron di SSP. Anti depresan yang paling sering digunakan adalah amitriptilin. Dapat dikatakan bahwa amitriptilin adalah prototipe obat antidepresan. Secara umum digolongkan menjadi beberapa kelas,yaitu : 1) Antidepresan Trisisklik Yang termasuk golongan ini adalah Amitriptilin, Imipramin, Clomipramin, Tianeptin, dan Opiramol. 2) Antidepresan Tetrasiklik 18

Yang termasuk obat golongan ini adalah Maproptiline, Mianserine, dan Amoxapine. 3) Antidepresan MAOI-reversibel Yang termasuk obat golongan ini adalah Moclobemide 4) Antidepresan atypical

Yang termasuk obat golongan ini adalah Trazodone, Tianeptine dan Mirtazapine. 5) Antidepresan SSRI

Yang termasuk obat golongan ini adalah Sertaline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine, dan Citolopram. Pemilihan jenis obat antidepresan disesuaikan dengan toleransi pasien terhadap efek samping dan penyesuaian efek samping terhadap kondisi paisen seperti usia, adanya penyakit tertentu, dan jenis depresi yang diderita. Mengingat profil efek sampingnya, pertama-tama sebaiknya digunakan obat golongan SSRIyang efek sampingnya sangat minimal, spectrum efek antidepresannya luas dan gejala putus obat sangat minimal, serta lethal dose yang tinggi sehingga relatif aman digunakan. Yang menjadi kendala sendiri dalam pengobatan depresi pada lansia adalah efek samping dari obat yang relative tinggi, sehingga terapi akupuntur dengan keahlian terapis dalam menguasai anatomis tubuh serta sterilisasi yang baik dapat mengurangi efek samping yang berbahaya bagi penderita depresi khususnya pada lansia. Dari segi biaya, terapi akupuntur ini juga relative lebih murah daripada pengobatan dengan menggunakan farmakologi atau obatobatan kimia.

19

BAB III METODE PENULISAN

Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis menggunakan metode telaah pustaka dari beberapa jurnal, textbook dan buku-buku ajar terkait terapi akupuntur dan depresi pada lansia. Juga dengan analisa-sintesa terkait teori dan konsep yang relevan di telaah pustaka tersbut. Data-data atau informasi yang didapat dari telaah pustaka tersebut diolah dengan sistematika sebagai berikut : BAB I Pendahuluan Berisi latar belakang gagasan, data-ata aktual seputar permasalahan yang diangkat. Perumusan masalah yang nantinya akan dijawab dalam pembahasan di bab selanjutnya. Tujuan Penulisan dari karya ilmiah ini yang dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Serta manfaat penulisan bagi keilmuan keperawatan, pasien, dan profesi kesehatan. BAB II Telaah Pustaka Berisi konsep dan teori terkait dari variable penulisan karya ilmiah ini yang berasal dari journal, textbook dan buku-buku keperawatan lainnya. Serta berisi uraian singkat pendapat mengenai masalah yang dikaji dalam karya tulis ini serta uraian singkat mengenai solusi yang ditawarkan oleh penulis. BAB III Metode Penulisan Merupakan pemaparan tentang metode-metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini seperti telaah pustaka, analisa-sintesa BAB IV Pembahasan Berisi pembahasan dari konsep dan toeri yang terkait masalah, realisasi di lapangan dan analisa-sintesa terhadap solusi yang ditawarkan penulis dalam upaya menyelesaikan masalah. BAB V Penutup Adalah bagian akhir dari karya tulis ilmiah ini, berisi tentang simpulan dari pembahasan antara masalah, teori dan konsep terkait serta relevansi solusi dengan di lapangannya. Serta ada saran atau rekomendasi bagi profesi kesehatan serta bagi praktisi keperawatan. 20

BAB IV PEMBAHASAN

Terapi akupuntur yang dilakukan untuk mengobati depresi pada lansia cukup efektif. Dari sisi teori dan konsep, akupuntur menerapkan prinsip keseimbangan energi Yin dan Yang di seluruh tubuh, Yin dan Yang membentuk keseimbangan. Hilangnya keseimbangan antara Yin dan Yang akan menyebabkan timbulnya keadaan abnormal/patologis. Ketika penyebaran energi ini tidak seimbang maka dapat berefek pada ekses (hiperfungsi,terlalu kuat) atau defisien hipofungsi, terlalu lemah). Pada gangguan depresi terjadi ketidakseimbangan energi sehingga menimbulkan reaksi defisien dimana mekanisme koping pasien dengan depresi terlalu lemah dan bisa juga disebabkan karena gangguan emosional terlalu tinggi atau harga diri rendah atau menarik diri dimana semuanya merupakan manifestasi klinis dari mekanisme koping yang tidak efektif. Pada depresi terjadi peningkatan hormon kortisol di dalam cairan cerebrospinalis dan darah. Tingginya kadar kortisol berhubungan dengan berat ringannya depresi. Peningkatan hormon kortisol timbul akibat adanya stresor berlebihan yang dapat mengativasi aksis HPA (Hypothalamo Pituitary Adrenal). Adanya stresor yang berlebihan dan dikaitkan dengan beberapa faktor yang dapat menyebabkan depresi pada seseorang akan menimbulkan hiperaktivitas HPA aksis(Tramudya, 2010). Hiperaktivitas HPA aksis akan merangsang sekresi Corticotropin Releasing Hormon (CRH) sehingga CRH juga sangat tinggi pada pasien yang berhadapan dengan stresor. CRH yang tinggi berpengaruh pada hipotalamus dan hipokampus. Pada keadaan normal sekresi CRH akan merangsang hipofisis untuk membentuk Adenocorticotropin Hormon (ACTH). ACTH merangsang kelenjar adrenal untuk membentuk kortisol dan kortisol akan memberikan umpan balik ke hipotalamus dan hipofisis untuk mengurangi sekresi CRH dan ACTH. Namun pada depresi mekanisme umpan balik ini terganggu(Tramudya, 2010). Gangguan umpan balik ini menyebabkan ketidakmampuan kortisol untuk menekan sekresi CRH. Disinhibisi sekresi CRH menyebabkan tingginya kadar CRH dalam cairan cerebrospinalis sehingga semakin mempermudah seseorang untuk menderita depresi apabila berhadapan dengan stresor. Apabila peningkatan kadar kortisol berlangsung lama, kerusakan 21

hipokampus dapat terjadi. kerusakan hipokampus inilah yang merusak mekanisme umpan balik kortisol terhadap CRH. Semakin tinggi CRH semakin banyak kortisol. Semakin tinggi kadar kortisol semakin memperberat depresi. Hiperkortisolemia akan mendestruksi hipokampus. Kerusakan hipokampus menyebabkan disinhibisi aksis HPA dan seterusnya(Tramudya, 2010). Penusukan pada titik-titik akupunktur akan memicu pengeluaran neurotransmitter dan neurohumoral. Terbukti bahwa penusukan pada titik akupunktur merangsang pengeluaran serotonin dan norepineprin. Mekanisme kerja akupunktur pada depresi berkaitan dengan efek sentral. Penusukan pada titik-titik akupunktur terutama di daerah kepala akan segera meningkatan kadar serotonin dan norepineprin terutama di sistem saraf pusat. Rangsangan penusukan akupunktur akan mengaktifasi hipothalamus pituitari sehingga melepaskan serotonin dan beta endorphin ke dalam darah dan cairan cerebrospinal. Beberapa penelitian eksperimental menunjukkan penusukan akupunktur pada titik Bahui (GV-20) berefek meningkatkan metabolisme glukosa di otak terutama di lobus frontallis, lobus parietalis, lobus oksipitalis, nukleus kaudatus,nukleus formis dan cerebelum. Glukosa dibutuhkan sebagai sumber energi dalam metabolisme otak dan pemeliharaan sel-sel saraf. Lobus frontalis berperan dalam memori, emosi dan kepribadian. Faktor emosi dan kepribadian barkaitan erat dengan depresi(Tramudya, 2010). Titik Sishenchong (EX-HN-1) dan Yintang (EX-HN-3) dipilih untuk memperkuat efek sentral dari titik Bahui (GV-20) sehingga diharapkan akan memperbanyak sekresi neurotransmitter dan neurohumoral pada cairan cerebrospinalis yang diperlukan untuk mengobati depresi. Titik-titik tersebut juga telah terbukti secara klinis efektif untuk mengobati depresi(Tramudya, 2010). Penusukan pada titik Hegu (LI-4) dapat mengaktifkan daerah sensorimotor bilateral, lobus frontalis superior dan temporalis superior, thalamus dan cerebellum serta area asosiasi temporaloksipital. Lobus temporal memiliki fungsi auditori, memori dan pengalaman emosi. Kerusakan pada lobus ini dapat menimbulkan gangguan emosi yang pada akhirnya berpengaruh pada depresi. Secara empiris penusukan titik Hegu ( LI-4) dan Taichong (Liv-4) terbukti dapat meningkatkan endorfin dan enkefalin dalam jumlah signifikan sehingga bermanfaat sebagai penenang. Efek penenang dan euforia dari neurotransmitter tersebut dapat mengurangi hiperaktifasi aksis HPA sehingga dapat menurunkan sekresi kortisol(Tramudya, 2010).

22

Dengan berkurangnya stres melalui sekresi endorphin pada penusukan akupunktur dapat membantu mengatur regulasi kadar kortisol yang tinggi di perifer. Penusukan pada titik akupunktur juga membantu meregulasi sistem homeostasis tubuh terutama yang yang berkaitan dengan aksis HPA sehingga reaksi umpan balik kortisol terhadap hipotalamus dan hipokampus dapat kembali normal. Penusukan pada titik akupunktur juga meregulasi sistem homeostasis sekresi hormonal lain seperti Growth Hormon dan Tyroid Stimulating Hormon (TSH) yang terlibat dalam patogenesis depresi (Tramudya, 2010). Hal lain yang menjadi nilai lebih dari terapi akupuntur dibandingkan dengan obat-obat antidepressan adalah efek samping. Terapi akupuntur yang dilakukan oleh seorang terapis yang handal dan menguasai anatomi tubuh secara baik serta memperhatikan prinsip steril tidak akan memberikan efek samping yang cukup signifikan bagi pasien dengan depresi dan tidak akan menimbulkan ketergantungan, sedangkan hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa obat anti depresan dapat membuat tingkat ketergantungan yang susah untuk disembuhkan

(Tempointeraktif.com, 2009) Hasil penelitian, seiring dengan peningkatan konsumsi obat anti depresi, ternyata secara korelasi regresional jumlah penderita depresi di Amerika juga meningkat pesat. Sehingga memunculkan dugaan obat ini telah mengakibatkan ketergantungan obat bagi para pemakainya, yang tak menyembuhkan, malah semakin meningkatkan depresinya. Akibat penggunaannya yang sudah sering over dosis(Tempointeraktif.com, 2009). Untuk mengetahui pola pasar konsumsi obat antidepresi, peneliti dari Rand Corp pada tahun 2002 mengadakan survei terhadap 700 orang dewasa yang telah menerima resep obat antidepresi. Dari jumlah itu ternyata, 20 persen memang orang yang tengah menderita depresi, sedangkan sekitar 30% lagi ternyata orang yang telah mengalami simpton depresi, atau mungkin ketagihan. Mereka diduga telah mengkonsumsi obat anti depresi ini selama sekian tahun sebelumnya (Tempointeraktif.com, 2009). Dari segi waktu pengobatan, terapi akupuntur relatif lebih singkat daripada obat-obatan antidepresan. Pengobatan depresi dengan akupuntur menghabiskan waktu rata-rata 3-6 bulan dengan intensitas terapi 1-2 kali per minggu tergantung pada tingkat depresi pasien. Sedangkan pada terapi obat-obatan kimiawi membutuhkan waktu yang cukup lama rata-rata 6 bulan-1 tahun atau lebih mengingat resiko ketergantungan pada obat-obatan anti depresan yang cukup tinggi. Dari segi biaya pun tidak jauh berbeda. Terapi akupuntur yang dilakukan 2 kali setiap 23

minggu dengan rincian biaya rata-rata lima puluh ribu rupiah sekali terapi maka selama seminggu membutuhkan biaya sekitar seratus ribu rupiah. Sedangkan pada obat-obatan antidepressan menelan biaya rata-rata lima ribu rupiah per tablet dengan aturan konsumsi ratarata tiga kali sehari, kita hitung saja selama seminggu maka akan menghabiskan biaya lebih mahal lima ribu rupiah daripada terapi akupuntur. Jika dikalkulasi selama sebulan maka dapat menghemat dua puluh ribu rupiah dan jika dikalkulasi selama enam bulan dapat menghemat seratus dua puluh ribu rupiah.

24

BAB V PENUTUP

A. Simpulan Dari pembahasan di bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa terapi akupuntur terbukti efektif dalam mengurangi tingkat depresi pada lansia. Efektivitas tersebut meliputi efektif dari segi efek, efek samping, biaya dan waktu pengobatan jika dibandingkan dengan terapi obat kimiawi atau obat anti depressan. Jika dibandingkan dengan obat antidepressant, terapi akupuntur lebih tepat menyembuhkan titik-titik akupunur tempat asal muasalnya depresi itu dimulai dengan pertimbangan ilmiah tentunya. Selain itu, terapi akupuntur juga tidak menyebabkan ketergantungan seperti obat anti depressant dan lebih hemat dari segi biaya serta waktu pengobatan karena tidak ada indikasi ketergantungan di dalamnya.

B. Saran Dari hasil penulisan karya ilmiah ini penulis dapat memberikan saran kepada masyarakat umum untuk lebih hati-hati dalam memilih obat penatalaksanaan depresi karena sesungguhnya dalam pengobatan depresi tidak harus mutlak dengan mengkonsumsi obat-obatan kimiawi tetapi juga dapat dengan terapi psikososial dan terapi-terapi komplementer yang memiliki efektivitas lebih tinggi dan efek samping yang lebih rendah serta tidak ada indikasi ketergantungan daripada obat-obatan kimiawi.

25

Você também pode gostar