Você está na página 1de 8

Anatomi dan Fisiologi Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah dan

terletak medial dari fibula atau tulang betis, tibia adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung yaitu : Ujung atas yang merupakan permukaan dua dataran permukaan persendian femur dan sendi lutut. Ujung bawah yang membuat sendi dengan tiga tulang, yaitu femur fibula dan talus. Fibula atau tulang betis adalah tulang sebelah lateral tungkai bawah, tulang ini adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung Fungsi Tulang 1) Memberi kekuatan pada kerangka tubuh. 2) Tempat melekatnya otot. 3) Melindungi organ penting. 4) Tempat pembuatan sel darah. 5) Tempat penyimpanan garam mineral. Konsep Fraktur a. Pengertian Fraktur Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma. Patah tulang tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Pendapat lain

menyatakan bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson, M. A, 1992). Fraktur tibia dan fibula yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi, dan gerakan memuntir yang keras. Fraktur kedua tulang ini sering terjadi dalam kaitan satu sama lain : b. Klasifikasi fraktur : Menurut Hardiyani (1998), fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, dan cruris dst). 2). Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari : a). Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang tulang). atau melalui kedua korteks

b). Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang). 3). Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah : a) b) Fraktur kominit (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan). Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan).

c) Fraktur Multipel ( garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur femur dan sebagainya). 4). Berdasarkan posisi fragmen : a) b) Undisplaced (tidak bergeser)/garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser. Displaced (bergeser) / terjadi pergeseran fragmen fraktur

5). Berdasarkan hubungan fraktur dengan dunia luar : a) b) Tertutup Terbuka (adanya perlukaan dikulit).

6). Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma a) b) c) d) e) Garis patah melintang. Oblik / miring. Spiral / melingkari tulang. Kompresi Avulsi / trauma tarikan atau insersi otot pada insersinya. Missal pada patela.

7). Berdasarkan kedudukan tulangnya : a) b) Tidak adanya dislokasi. Adanya dislokasi

8). Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur : a) Tipe Ekstensi

Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam posisi supinasi. b). Tipe Fleksi Trauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam posisi pronasi. (Mansjoer, Arif, et al, 2000) 1. Etiologi

1). Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim. 2). Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh. 3). Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis. Menurut Oswari E, (1993) ; Penyebab Fraktur adalah :

1). Kekerasan langsung Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring. 2). Kekerasan tidak langsung Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan. 3). Kekerasan akibat tarikan otot Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan. 1. Patofisiologis

Fraktur paling sering disebabkan oleh trauma. Hantaman yang keras akibat kecelakaan yang mengenai tulang akan mengakibatkan tulang menjadi patah dan fragmen tulang tidak beraturan atau terjadi discontinuitas di tulang tersebut. Pada fraktur tibia dan fibula lebih sering terjadi dibanding fraktur batang tulang panjang lainnya karena periost yang melapisi tibia agak tipis, terutama pada daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan karena berada langsung di bawah kulit maka sering ditemukan adanya fraktur terbuka. 1. Manifestasi klinis:

1). Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. 2). Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat. 3). Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm

4). Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya. 5). Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera. f. Komplikasi fraktur Komplikasi fraktur menurut Henderson 1995 ) 1). Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring 2). Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. 3). Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.

4). Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat. 5). Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur. 6). Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun. 7). Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil dalam

waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil 8). Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. 9). Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.

10). Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.

g. Pemeriksaan penunjang Radiologi : X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks. Laboratorium : Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah. Penatalaksanaan Fraktur 1). Tujuan pengobatan fraktur: a) Reposisi dengan maksud mengembalikan fragmenfragmen ke posisi anatomi.

b) Imobilisasi atau fiksasi dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen fragmen tulang tersebut setelah direposisi sampai terjadi union. c) d) Penyambungan fraktur (union) Mengembalikan fungsi (rehabilitasi)

2). Prinsip Dasar Penanganan Fraktur a) Revive

Yaitu penilaian cepat untuk mencegah kematian, apabila pernafasan ada hambatan perlu dilakukan therapi ABC (Airway, Breathing, Circulation) agar pernafasan lancar. b) Review

Yaitu berupa pemeriksaan fisik yang meliputi : look feel, novemert dan pemeriksaan fisik ini dilengkapi dengan foto rontgent untuk memastikan adanya fraktur. c) Repair

Yaitu tindakan pembedahan berupa tindakan operatif dan konservatif. Tindakan operatif meliputi : Orif, Oref, menjahit luka dan menjahit pembuluh darah yang robek, sedangkan tindakan berupa pemasangan gips dan traksi. d) Refer dengan hati-hati, sehingga tidak konservatif

Yaitu berupa pemindahan pasien ke tempat lain, yang dilakukan memperparah luka yang diderita. e) Rehabilitation

Yaitu memperbaiki fungsi secara optimal untuk bisa produktif. 3). Penanganan Fraktur Tibia Dan Fibula : a). Imobilisasi fragmen tulang. b). Kontak frgmen tulang minimal. c) Asupan darah yang memadai.

d). Nutrisi yang baik. e). Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang. f). Hormon-hormon pertumbuhan tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik. g). Potensial listrik pada patahan tulang. 4). Proses penyembuhan tulang a) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. b) Stadium Dua-Proliferasi Seluler Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis.

c) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus Selsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik (bersifat

menghasilkan/membentuk tulang), bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. d). Stadium Empat-Konsolidasi Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. e). Stadium Lima-Remodelling Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. 3. Jenis Open Reduction Internal Fixation ( ORIF ) Menurut Apley (1995) terdapat 5 metode fiksasi internal yang digunakan, antara lain: 1. Sekrup kompresi antar fragmen

2. Plat dan sekrup, paling sesuai untuk lengan bawah 3. Paku intermedula, untuk tulang panjang yang lebih besar 4. Paku pengikat sambungan dan sekrup, ideal untuk femur dan tibia 5. Sekrup kompresi dinamis dan plat, ideal untuk ujung proksimal dan distal femur

Você também pode gostar