Você está na página 1de 24

KOMUNIKASI KEPERAWATAN

Feb 17, '10 12:23 AM untuk semuanya

KOMUNIKASI KEPERAWATAN

Oleh: Anes mella Pratama Dini Fitriani Fandiar Nur Isdiaty (0906629233) (0906629302) (0906510810)

Mentari Puspa Yuanna (0906629460) Mustafidz (0906629473)

Ningsih T. Rajagukguk (0906493382) Raisa Minati R. Rosiana (0906564196) (0906629630)

Saras Anindya Nurhafid (0906629656)

Makalah Problem Based Learning Mata Ajar Keperawatan Dewasa I

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Tahun Ajaran 2009/2010

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG Perawat A, laki-laki, umur 24 tahun, suku Jawa, bertugas di ruang rawat inap di salah

satu rumah sakit pemerintah di Jakarta. A baru bertugas sebagai perawat selama tiga bulan. Saat ini A bertugas merawat lima klien post-operasi. Salah satu klien, berinisial Ny.S, baru dua hari dilakukan mastektomi. Setelah sadar, Ny.S menolak berinteraksi dengan perawat A. Setiap kali perawat A datang menghampiri, Ny.S diam, dan sering kali memalingkan wajah. Berdasarkan kejadian tersebut, perawat A melaporkan respon Ny.S kepada kepala ruangan. Kemudian kepala ruangan menganjurkan perawat A untuk melakukan analisa diri, dengan tujuan mengetahui apakah teknik dan sikapnya selama ini telah tepat dalam merawat Ny.S. Kepala ruangan juga meminta perawat A mengidentifikasi bagaimana prinsip-prinsip hubungan antarmanusia yang telah terjadi antara perawat A dan Ny.S. Mengingat A merupakan perawat generalis (ners), kepala ruangan juga mengharapkan perawat A perawat A mengaitkan pengalamannya dengan konsep komunikasi Carl Roger dan komunikasi kesehatan. Esok harinya, perawat A mendiskusikan hasil analisa dirinya kepada kepala ruangan. Kepala ruangan memuji perawat A karena telah melakukan analisa diri secara komprehensif sesuai dengan sarannya. Proses selanjutnya, kepala ruangan meminta perawat A menyusun strategi komunikasi untuk merencanakan interaksi dengan Ny.S di tahap orientasi, kerja, dan terminasi. Selesai menyusun strategi komunikasi, perawat A melakukan interaksi sesuai dengan tahapan komunikasi. Setelah lima hari dirawat oleh perawat A, Ny.S diperbolehkan pulang. Saat dilakukan evaluasi subjektif di terminasi akhir, Ny.S mengungkapkan bahwa dirinya puas telah dirawat dengan baik oleh perawat A. Kemudian hasil evaluasi tersebut dilaporkan kepada kepala ruangan. Kepala ruangan kembali meminta perawat A melakukan analisa diri sehingga pengalaman positif ini dapat dijadikan contoh dalam berinteraksi dengan klien di masa datang.

1.2.

RUMUSAN MASALAH Bagaimana menganilisis komunikasi dalam suatu kasus? Bagaimana hubungan terapeutik antara perawat dan klien? Model struktur dan hambatan komunikasi apakah yang ada pada pemicu?

1.3.

TUJUAN PENULISAN Makalah ini memiliki tujuan, antara lain: (1) mahasiswa mampu mendefinisikan konsep

umum komunikasi, (2) mahasiswa mampu mendefinisikan hubungan terapeutik perawat-klien, (3) mahasiswa dapat mengenal beberapa model struktur komunikasi, dan (4) mahasiswa mampu mendefinisikan hambatan dalam berkomunikasi.

1.4.

METODE PENULISAN Penyusunan makalah ini menggunakan metode penulusuran ilmiah dan mendapatkan

informasi mengenai pemicu dari sumber-sumber terpercaya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP UMUM KOMUNIKASI

Dalam bukunya yang berjudul Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice, Potter dan Perry menjelaskan bahwa komunikasi merupakan elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan yang lain. Komunikasi merupakan proses interpersonal yang melibatkan berbagai jenis komunikasi yaitu komunikasi verbal dan nonverbal dari informasi dan ide. Komunikasi mengacu tidak hanya pada isi, tetapi juga pada perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan hubungan. Kebisuan juga merupakan suatu komunikasi. Seperti misalnya, seorang perawat yang menyimak kesedihan seorang ibu yang ditinggal mati anaknya, seorang suami yang di tinggal mati istrinya dsb. Komunikasi dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan yang diharapkan atau sebaliknya. Semua itu tergantung pada faktor-faktor yang memengaruhi komunikasi. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi komunikasi adalah: perkembangan, persepsi, nilai, latar belakang sosial budaya, emosi, pengetahuan, peran, dan tatanan interaksi. Komunikasi terjadi pada tingkat intrapersonal, interpersonal, dan publik. Tingkat intrapersonal adalah komunikasi yang terjadi dalam diri individu, merupakan model bicara seorang diri yang terjadi secara konstan dan tanpa disadari. Misalnya, seorang perawat yang melihat pasien dengan ekspresi wajah yang kesakitan. Dia akan berpikir, Apakah pasien ini kesakitan? Apa yang harus saya lakukan?. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terjadi antar dua orang atau di dalam kelompok kecil. Komunikasi interpersonal yang sehat, dapat menyelesaikan masalah, berbagi ide, pengambilan keputusan dan perkembangan pribadi. Komunikasi inilah yang dibutuhkan perawat untuk mengetahui kebutuhan klien. Sedangkan komunikasi publik adalah komunikasi dengan sekumpulan orang dalam jumlah besar. Misalnya, seorang dosen yang memberikan penjelasan kepada mahasiswanya di ruang kelas. Menurut Eric Berne, pada setiap manusia terdapat tiga ego states (kenyataan "kepribadian"). Hal ini bukan hanya merupakan suatu peran, melainkan kenyataan-kenyataan psikologis. Ketiga ego states tersebut dikenal dengan nama ego states utama yaitu: anak, dewasa, dan orang tua. Ego states sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mencerminkan dampak perasaan dan pengalaman seseorang terhadap perilakunya.

Dari ketiga ego states utama tersebut dapat diidentifikasi karakteristik khas dari anak, dewasa, orang tua. Jadi melalui transaktional analisis, seseorang menyadari ego state mana yang sebaiknya diungkapkan sebagai suatu stimulus atau respons sehingga komunikasi berjalan lancar secara efektif. a. Anak Ada dua jenis anak: anak alamiah dan anak pemberontak/penurut. Anak alamiah (AA) Ego state anak alamiah atau wajar ini hadir, jika Anda mengatakan pada orang lain tentang diri sendiri atau diri yang mengungkapkan apa yang diinginkan dan butuhkan. Hal ini terungkap melalui kata-kata, nada suara, ekspresi wajah, dan juga tindakan spontan dan kreatif, misalnya ungkapan seperti "Saya takut!", "Hebat", "Saya gembira", atau "Hore". Jadi ada luapan emosi dalam pengungkapannya. Dapat juga muncul suatu emosi negatif seperti, marah, takut atau sedih. Ciri-ciri komunikasi ketika seseorang dalam ego state ini ialah spontanitas. Perlu diingat bahwa ego state ini berorientasi pada diri sendiri (orientasi aku), maksudnya padanya terungkapkan apa yang saya rasakan dan apa yang saya inginkan.

Anak yang menyesuaikan diri (AMD) Jika seseorang berada pada keadaan ego states anak ini, ia memberikan suatu tanggapan atau penyesuaian terhadap pengaruh ego states orang tua yang dimainkan orang lain. Ia dapat melakukan apa yang dikehendaki orang lain (Anak Penurut) atau menolak apa yang dikehendaki orang lain (Anak Pemberontak). Jadi ada 2 jenis: Anak Penurut dan Anak Pemberontak. Pada Anak Penurut (AP1) seseorang tidak mengungkapkan perasaan sebenarnya. Pada nada suara, misalnya ada suatu rengekan, pada ekspresi tampak wajah yang tersinggung, dan pada kata-kata biasanya terungkap kata-kata seperti "mungkin", "saya akan mencoba", "saya tidak yakin". Seringkali ditandai pula dengan penghindaran kontak mata dan suaranya lirih. Pada ego state Anak Pemberontak (AP2), misalnya terungkap gerakan-gerakan yang menunjukkan sikap "saya tidak mau mendengarkan Anda". Kemudian kata-kata yang

dipergunakan misalnya: "tidak", "bukan", "tidak tahu", atau "masa bodoh". Kata-kata tersebut biasanya pendek dan negatif, disertai mimik yang merupakan kemarahan. Beda utama anak alamiah dengan anak penurut atau pemberontak tidak terletak pada orientasinya. Anak Penurut atau Anak Pemberontak ini merupakan reaksi terhadap orang lain, sedangkan Anak Alamiah memiliki sikap spontanitas. Meskipun keduanya berorientasi pada diri sendiri, namun wujudnya jadi berbeda karena perbedaan gambar diri. b. Dewasa Ego state ini mulai dengan kesadaran bahwa data adalah penting dalam komunikasi. Jadi orientasinya ialah fakta atau informasi. Cirinya orang yang sedang berada pada ego states ini ialah tekanan pada nalar, tidak emosional, dan komunikasi dua arah. Kata-katanya biasanya netral, diplomatis, hati-hati, jelas dan tidak tergesa-gesa. Ekspresi wajah tenang, dan nada suaranya datar. Posisi tubuh seringkali tegak tapi santai.

c.

Orang tua

Di dalam ego states orang tua terdapat 2 jenis, yaitu orang tua yang membimbing (OTB) dan orang tua yang mengkritik (OTK). Kedua jenis ego state orang tua ini terorientsi pada lawan bicara atau pada orang lain, artinya ia memberikan respon yang menurutnya tepat terhadap stimulus yang diterima dari orang lain. Respon yang diberikan itu bisa positif atau negatif, dalam arti bisa merupakan bimbingan atau kritikan. Orang tua pembimbing (OTB) Pada saat ego states Orang Tua Pembimbing kita cenderung mau mengerti atau memahami orang lain. Lebih dari itu ego state Orang Tua Pembimbing bisa memberikan penilaian yang tegas, bahkan menentukan batas-batas antara yang benar dan salah. Orang Tua Pembimbing mengungkapkan "Anda OK". Biasanya ditandai dengan nada suara yang lembut, gerakan tubuh yang gemulai dan penuh perhatian. Kata-kata yang dipakai mengungkapan "tindakan-tindakan", misalnya "Berjalanlah, anda akan selamat", atau "istirahatlah sebentar supaya Anda segar kembali". Orang Tua Pengkritik (OTK)

Orang Tua Pengkritik cenderung menyampaikan pesan "jangan", dan lebih bersifat pengungkapan pendapat atau opini (bukan perbuatan), misalnya "Kamu brengsek". Jadi sikapnya ialah "kamu tidak OK". Nada suara cenderung keras, kasar. Gerakan badan cenderung menggurui, misalnya menunjuk orang dengan tangan. Kata-kata yang biasa dipakai: harus, jangan, selalu, keterlaluan, tolol, goblok. Secara umum dapat dikatakan bahwa anak pemberontak atau anak penurut mendorong orang menjawab dengan Orang Tua Pengkritik (walaupun mungkin saja anak penurut merangsang respons orang tua pembimbing). Jadi Orang Tua Pengkritik dapat merangsang respons Anak Pemberontak atau Anak Penurut.

2.2 HUBUNGAN TERAPEUTIK PERAWAT-KLIEN Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan agar terjalinnya komunikasi yang efektif dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien dan termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Sedangkan hubungan terapeutik antara perawat-klien adalah hubungan kerjasama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik (Stuart dan Sundeen, 1987, h.103). Ada dua persyaratan dasar agar komunikasi menjadi efektif (Stuart dan Sundeen, 1998, h.33), yaitu semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri penerima pesan dan komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan sebelum memberikan saran, informasi maupun masukan.

2.2.1

Tujuan dan Fungsi Komunikasi Terapeutik Tujuan komunikasi terapeutik antara lain:

1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan. 2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya. 3. Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dengan pasien. Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku pasien dan membantu pasien dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan. Sedangkan pada tahap preventif kegunaanya adalah mencegah adanya tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri pasien.

2.2.2 1.

Komponen Terapeutik Sikap dan Teknik Komunikasi Terapeutik Sedangkan menurut Kozier dkk, 1991, ada beberapa teknik dalam komunikasi

terapeutik , antara lain: 1. Attentive Listening (mendengarkan dengan penuh perhatian). 2. Paraphrasing (Pernyataan ulang). 3. Mengklarifikasi. 4. Menggunakan pernyataan dan pertanyaan terbuka, dengan contoh kalimatnya adalah saya ingin mendengar tentang atau ceritakan pada saya tentang. 5. Fokus 6. Being specific, tentative dan informative. 7. Dengan sentuhan. 8. Diam. 9. Providing general leads, dengan pengertian bahwa seorang perawat menganjurkan kliennya untuk bercerita dan pada waktu yang sama memilih topik percakapan. Contoh : klien : Saya merasa senang kemarin, perawat: Maukah Anda menceritakannya padaku? atau Apakah kejadian itu membantu Anda mengekspresikan perasaan anda?. 10. Summarizing (Meringkas). merupakan poin utama setelah sesi percakapan dan diskusi terjadi. Teknik ini merupakan tahap awal untuk pelaksanaan asuhan yang akan datang.

Egan (dikutip dari Keliat, 1992, halaman 16-17) mengidentifikasi lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik, antara lain: 1. Berhadapan. 2. Mempertahankan kontak mata. 3. Membungkuk kearah klien. 4. Mempertahankan sikap terbuka dengan tidak melipat kaki atau tangan 5. Tetap relaks.

2. Analisa diri Analisa diri perawat sangat diperlukan oleh seorang perawat agar dapat memakai dirinya secara terapeutik untuk menolong klien tanpa merusak integritas diri. Analisa diri perawat mencakup antara lain: a. Kesadaran diri Cara meningkatkan kesadaran diri antara lain mempelajari diri sendiri, membuka diri, dan belajar dari orang lain (menerima umpan balik). Peningkatan kesadaran diri (Joharis Diketahui oleh: -Diri sendiri -Orang lain Diketahui oleh: -Diri sendiri Tidak diketahui oleh siapapun Diketahui: Orang lain Window)

b. Klarifikasi nilai. c. Eksplorasi perasaan d. Role model Seorang perawat yang dapat menjadi role model adalah puas akan hidupnya, tidak didominasi oleh konflik dan stress, mampu mengembangkan kemampuan, dan adaptif. e. Altruisme.

Altruisme mengandung pengertian memperhatikan kebutuhan orang lain lebih dari apa yang kita pikirkan untuk diri sendiri. f. Etik dan tanggung jawab.

3. Prinsip HAM Ada 4 hal yang harus diperhatikan dalam membangun prinsip Hubungan Antar Manusia (HAM), yaitu: 1. Landasan daya tarik manusia Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi landasan daya tarik manusia: Kedekatan geografis. Kemiripan (similarity). Situasi. 2. Karakteristik hubungan Karakteristik yang dimilki dalam suatu hubungan di antaranya: Konteks, meliputi penegasan (konfirmasi) dan diskonfirmasi, sikap mendukung dan sikap bertahan. Waktu. Pemilikan bersama atas informasi. Kepercayaan. Afeksi dan kontrol.

3. Siklus suatu hubungan Beirkut ini merupakan siklus di dalam suatu hubungan: Menuju perpisahan a. Pembedaan.

b. Pembatasan. c. Stagnansi.

d. Penghindaran. e. Pemutusan .

4. Pemeliharan hubungan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan suatu hubungan, yaitu: Positivitas Keterbukaan Jaminan Jaringan Tugas

2.2.3

Strategi Komunikasi

Dalam hubungan perawat-klien terdiri dari 3 fase, yaitu: fase orientasi, fase kerja, dan fase terminasi (Purnomo,1994): Fase orientasi terdiri dari: 1. 2. 3. Pengenalan. Persetujuan komunikasi. Program orientasi yang meliputi: (penentuan batas hubungan, pengidentifikasian masalah, mengkaji tingkat kecemasan diri sendiri dan pasien, mengkaji apa yang diharapkan). Fase kerja: 1. Meningkatkan interaksi sosial dengan cara: i. kecemasan. ii. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik sebagai cara Meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi

pemecahan dan dalam mengembangkan hubungan kerja sama. 2. Meningkatkan faktor fungsional komunikasi terapeutik melalui: i. ii. Melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah Meningkatkan komunikasi pasien dan mengurangi ketergantungan

pasien pada perawat iii. Mempertahankan tujuan yang telah disepakati dan mengambil

tindakan berdasarkan masalah yang ada

Fase terminasi: 1. Fase persiapan mental untuk membuat perencanaan tentang kesimpulan pengobatan yang telah didapatkan dan mempertahankan hubungan yang sudah dijalin. 2. Mengantisipasi masalah yang akan timbul pada fase ini karena pasien mungkin menjadi tergantung pada perawat. 3. Memungkinkan ingatan pasien pada pengalaman perpisahan sebelumnya sehingga pasien merasa sunyi, menolak, dan depresi. Diskusikan perasaan-perasaan tentang terminasi. Terminasi dibagi menjadi terminasi sementara dan terminasi akhir. Terminasi sementara Mengandung pengertian akhir dari tiap pertemuan perawat dan pasien. Pada terminasi sementara perawat akan bertemu lagi dengan pasien pada waktu yang telah ditentukan. Misalnya: 1 atau 2 jam berikutnya. Terminasi akhir Terminasi akhir terjadi jika pasien akan pulang dari rumah sakit atau saudara selesai praktik di rumah sakit.

2.2.4

Analisis Proses Interaksi

API merupakan alat kerja yang dipakai perawatat (mahasiswa) untuk memahami interaksi yang terjadi antara perawat dan klien. Tujuan API ini antara lain: Meningkatkan kemampuan mendengar. Meniingkatkan kemampuan berkomunikasi. Member dasar belajar, artinya berupa alat untuk mengkaji kemampuan perawat (mahasiswa) dalam berinteraksi dengan klien dan data bagi pembimbing untuk member arahan. Meningkatkan kepekaan perawat terhadap kebutuhan klien, serta mempermudah perkembangan dan perubahan pendekatan perawat Membantu perawat merencanakan tindakan keperawatan

Pencatatam dan pelaporan merupakan alat komunikasi antar tim keperawatan dan tim kesehatan lainnya. Ada tiga macam catatan yang telah dikenal, antara lain catatan perkembangan (proses keperawatan), catatan hubungan perawat-klien, dan catatan resume. Catatan hubungan perawat-klien adalah resume interaksi yang terjadi selama perawat berhubungan secara individual dengan klien, kelompok klien, dan pada terapi modalitas keperawatan. Catatan hubungan klien yang secara verbaldapat berupa video tape atau tape recording, catatan secara garis besar, dan catatan interaksi. Dalam API semestinya ada: 1. Komunikasi verbal dan non-verbal antara perawat-klien 2. Analisa dan identifikasi perasaan perawat serta kemungkinan komunikasi yang dapat dilakukan oleh perawat 3. Analisa dan identifikasi persepsi perawat terhadap emosi dan komunikasi klien 4. Analisa makna dan rasional dari komunikasi 5. Kesan atau evaluasi terhadap efektivitas dari komunikasi berdasarkan data 1 sampai dengan 4 6. Rencana lanjutan tindakan keperawatan

2.3

MODEL STRUKTUR KOMUNIKASI Model komunikasi adalah representasi fenomena komunikasi dengan menonjolkan unsur-

unsur terpenting guna memahami suatu proses komunikasi. Model-model dalam komunikasi dapat dibagi menjadi model komunikasi Carl Roger dan model komunikasi kesehatan. 2.3.1 Model Komunikasi Carl Roger Person-Centered Care merupakan model komunikasi yang dikembangkan oleh Carl Roger. Pada konsep ini Carl Roger yang mengedepankan penghargaan diri terhadap setiap individu. Ia percaya bahwa pada dasarnya manusia itu baik, konstruktif dan akan selalu memiliki oreientasi ke depan yang positif. Selain itu, Rogers mengemukakan bahwa individu memiliki kemampuan dalam diri untuk mengerti diri, menentukan hidup, dan menangani masalah masalah psikisnya asalkan konselor menciptakan kondisi yang dapat mempermudah perkembangan individu untuk aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi -potensi psikologis yang unik. Ketika

mencapai usia tertentu (adolensi) seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke psikologis. Dalam model ini, perawat dianjurkan untuk berkomunikasi dengan empati, menghargai, dan membangun. Bagi Roger, empati merupakan proses berkomunikasi dengan klien dimana perawat merasakan apa yang klien rasakan. Lalu dalam berkomunikasi harus menghargai yang harus menerima dan menghargai klien tanpa syarat. Menghargai merupakan proses pendukung komunikasi terhadap klien dalam asuhan dan tidak menghakimi. Dan dalam komunikasi yang membangun, harus secara sungguh-sungguh dan jujur dengan klien. Perawat harus bersungguhsungguh dalam menangani pasien dan tidak menutupi hal-hal yang wajib diketahui klien. Roger percaya bahwa kondisi mental klien dapat ditingkatkan dengan diberikan suasana psikoterapeutik yang sesuai. Pusat dari hal tersebut adalah kedekatan hubungan antara klien dan perawat. Tanda dari metode Roger adalah seorang terapi mencerminkan ucapan klien, yang menyampaikan rasa menghargai dan memiliki keyakinan bahwa klien memiliki kemampuan untuk mengatasi masalahnya. Roger menggambarkan terapi ini dapat membuat klien menjadi lebih mandiri dan kehidupannya lebih terarah. Model komunikasi menurut Carl Rogers. Prinsip-prinsip komunikasi menurut Carl Rogers antara lain: perawat harus mengenali dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya sendiri, serta nilai yang dianut, komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya, dan saling menghargai, perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut pasien, perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental, perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa rasa takut, perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi,

perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan, maupun frustasi,

mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistennya,

memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik,

kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik, mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual, dan gaya hidup,

disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap mengganggu, altruisme mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi, berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia, dan

bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terahdap diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain (Purwanto,1994).

2.3.2 Model Komunikasi Kesehatan Komunikasi Kesehatan merupakan proses penyampaian pesan kesehatan oleh komunikator melalui saluran/media tertentu kepada komunikan dengan tujuan untuk mendorong perilaku manusia secara individual maupun masyarakat agar tercapai kesejahteraan sebagai kekuatan yang mengarah kepada keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental (rohani), dan sosial. Model komunikasi kesehatan berfokus pada komunikasi yang terjadi diberbagai jenis hubungan dalam bidang keperawatan. Komunikasi kesehatan khususnya mengacu pada hubungan antara peserta dalam perawatan kesehatan tentang isu-isu yang berhubungan dengan kesehatan. Bagi individu, Komunikasi kesehatan secara efektif mampu menigkatkan kesadaran terhadap risiko kesehatan, memberikan solusi, mensosialisasikan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengurangi risiko ini, membantu manusia menemukan dukungan dari orang lain dalam situasi, dan mempengaruhi atau memperkuat sikap dengan memberikan motivasi diri.

Komunikasi kesehatan bagi masyarakat, dapat digunakan untuk mempengaruhi agenda publik, mengadvokasi kebijakan dan program, meningkatkan perubahan positif dalam sosial ekonomi dan lingkungan fisik, meningkatkan pemberian kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan, dan mendorong norma-norma sosial yang bermanfaat bagi kesehatan dan kualitas hidup. Komunikasi kesehatan mengilustrasikan tiga faktor utama dalam proses: hubungan, transaksi, dan konteks.

Hubungan (Relationships) Menurut perspektif sistem, model komunikasi kesehatan menggambarkan empat jenis

utama hubungan yang ada dalam pengaturan perawatan kesehatan, yaitu: professional dengan profesional, professional dengan klien, professional dengan profesi penting lainnya, dan klien dengan profesi penting lainnya. Model ini juga menunjukkan bahwa hubungan interpersonal dapat mempengaruhi jenis hubungan yang lain dalam pengaturan perawatan kesehatan. Transaksi Transaksi didasarkan pada interaksi kesehatan yang terjadi diantara peserta dalam proses komunikasi kesehatan. Transaksi kesehatan melibatkan interaksi antar individu tentang informasi yang berhubungan dengan kesehatan. Transaksi kesehatan meliputi perilaku komunikasi verbal dan nonverbal. Kedua jenis komunikasi tersebut sama pentingnya. Transaksi kesehatan dikatakan efektif apabila aspek verbal dan nonverbal dalam pesan yang disampaikan sesuai. Transaksi kesehatan juga mencakup baik isi dan dimensi hubungan dari sebuah pesan. Transaksi kesehatan menangani hal yang berhubungan dengan kesehatan, bagaimana cara klien berusaha untuk mencapai dan menjaga kesehatan selama hidup. Dimensi hubungan transaksi kesehatan mempengaruhi bagaimana isi pesan yang harus ditafsirkan. Didalam model komunikasi kesehatan, kesehatan transaksi ini digambarkan dengan sebuah lingkaran dimana terdapat spiral tanpa akhir yang menggambarkan proses komunikasi yang sedang berlangsung dan sifat transaksional komunikasi kesehatan. Komunikasi kesehatan bukan peristiwa yang statis, tetapi sebuah proses interaktif yang terjadi pada berbagai titik waktu selama hidup seseorang. Hal tersebut mencakup umpan balik yang terus-menerus dan memungkinkan para peserta untuk menyesuaikan kembali komunikasi mereka. Transaksi

kesehatan terus bergerak ke depan dan menoleh ke belakang untuk membuat perubahan dalam pesan.

Konteks Konteks kesehatan memiliki pengaruh yang besar pada komunikasi antara profesional

kesehatan, klien, anggota keluarga, dan lain-lain yang terlibat dalam proses tersebut. Komunikasi kesehatan dapat terjadi pada suatu situasi ke situasi yang lain, di kelompokkelompok kecil, dan di kelompok individu yang lebih besar. Jumlah orang yang melakukan komunikasi dalam konteks tertentu juga mempengaruhi interaksi. Kesatuan elemen-elemen model komunikasi kesehatan, termasuk hubungan, transaksi, dan konteks menyediakan sebuah perspektif sistem komunikasi dalam perawatan kesehatan. Hal itu merupakan keyakinan bahwa seluruh perawatan kesehatan terus meningkat, komunikasi kesehatan bisa lebih baik dan dipahami dari perspektif sistem yang lebih luas.

2.4 HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI 2.4.1 Pengertian Hambatan Komunikasi Hambatan dalam berkomunikasi merupakan segala sesuatu yang menyebabkan komunikasi menjadi tidak efektif sehingga pesan tidak tersampaikan dengan baik. Mengingat komunikasi sangat penting bagi perawat, maka seorang perawat harus dapat berkomunikasi dengan baik dan mampu mengatasi hambatan-hambatan dalam komunikasi karena hambatan-hambatan komunikasi dapat merusak hubungan dengan klien yang di bangun oleh perawat. Hambatan dari pengirim pesan. Hambatan dalam penyandian/symbol. Hambatan media. Hambatan dalam bahasa sandi. Hambatan dari penerima pesan. Hambatan dalam memberikan balikan.

1. Hambatan Fisik

Hambatan fisik dapat mengganggu komunikasi yang efektif, cuaca gangguan alat komunikasi, dan lain lain, misalnya: gangguan kesehatan, gangguan alat komunikasi dan sebagainya. 2. Hambatan Semantik. Kata-kata yang dipergunakan dalam komunikasi kadang-kadang mempunyai arti mendua yang berbeda, tidak jelas atau berbelit-belit antara pemberi pesan dan penerima 3. Hambatan Psikologis Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu komunikasi, misalnya; perbedaan nilai-nilai serta harapan yang berbeda antara pengirim dan penerima pesan. Selain itu, hambatan juga terjadi jika teknik yang secara umum dapat meningkatkan komunikasi efektif digunakan secara tidak tepat. Hambatan-hambatan itu antara lain adalah pemberian pendapat. Jika klien diberi pendapat, klien akan terhalangi untuk mengembangkan solusi dari permasalahan dan menyebabkan keraguan, sehingga memperlambat proses penyembuhan. Hambatan yang kedua yaitu perawat sering memberikan penentraman semu. Penentraman semu akan menghambat proses komunikasi. Sedangkan penentraman yang tulus akan menetapkan harga diri pasien. Hambatan komunikasi yang ketiga adalah perawat bersikap defensif. Defensif adalah respon untuk mengkritik dan menunjukkan bahwa klien tidak memiliki hak untuk memberikan opini. Jika perawat menghindari sikap defensif, klien akan mengungkapkan apa yang menjadi persoalan sehingga masalah bisa segera diatasi. Menyatakan persetujuan dan ketidaksetujuan juga menjadi penghambat komunikasi yang efektif. Ketika klien berbagi masalah dengan perawat, itu bukan untuk mencari persetujuan atau ketidaksetujuan, tetapi untuk mendiskusikan apa yang sedang klien rasakan. Persetujuan yang berlebihan dari perawat akan menghalangi klien untuk bertindak bebas dan mengambil keputusan. Sedangkan ketidak setujuan perawat akan membuat klien merasa ditolak. Klien akan menghindari interaksi dengan perawat lebih lanjut dan akan menghambat proses penyembuhan. Selain hambatan-hambatan tersebut, terdapat hambatan lain yang akan mengganggu komunikasi, yaitu stereotip. Stereotip adalah kepercayaan umum mengenai seseorang. Selain itu,

perwat juga tidak dianjurkan untuk bertanya mengapa?, karena pertanyaan mengapa dapat menyebabkan rasa kebencian, rasa tidak aman, dan tidak percaya. Jika seorang perawat menginginkan informasi tambahan, terdapat cara-cara lain yang lebih efektif menetapkan pertanyaan. Misalnya, daripada bertanya Mengapa Anda tidak latihan hari ini? perawat dapat mengatakan, Anda tidak melakukan latihan Anda. Apakah ada masalah?. Menurut Gordon (1970) hambatan meliputi penilaian, mengirim solusi, dan menghindari kekhawatiran lain. Hambatan dapat mengurangi harga diri dan memicu pembelaan, perlawanan, dan kebencian. Hambatan juga dapat mengakibatkan penarikan, ketergantungan dan perasaan kalah atau tidak mampu, sehingga timbul kemungkinan bahwa klien akan sulit untuk menemukan solusi masalah.

2.4.2

Faktor-Faktor Penghambat Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik dapat mengalami hambatan diantaranya : 1) Pemahaman berbeda; 2) Penafsiran berbeda; 3) Komunikasi yang terjadi satu arah; 4) Kepentingan berbeda; 5) Pemberian jaminan yang tidak mungkin; 6) Bicara hal-hal yang pribadi; 7) Menuntut bukti, penjelasan dan tantangan; 8 ) Mengalihkan topik pembicaran; 9) Memberikan kritik mengenai perasaan pasien; 10) Terlalu banyak bicara; 11) Memperlihatkan sifat jemu dan pesimis.

2.4.3

Model-model Hambatan dalam Hubungan Terapeutik

Hambatan kemajuan hubungan perawat dengan pasien terdiri atas tiga jenis utama yaitu: resistens, transferens, dan kontertransferens.

Resistens adalah upaya pasien untuk tidak meyadari aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Resistens merupakan keengganan alamiah atau penghindaran yang dipelajari untuk mengungkapkan atau bahkan mengalami aspek yang bermasalah pada diri seseorang. Bentuk resistens yang dilihatkan pasien adalah: 1. Supresi dan represi informasi terkait. 2. Intensifikasi gejala. 3. Devaluasi diri dan pandangan keputusasaan tentang masa depan. 4. Dorongan untuk sehat secara tiba-tiba sehingga sehat yang didapatkan tidak optimal. 5. Hambatan intelektual. 6. Perilaku amuk atau tidak rasional. 7. Pembicaraan yang superfisial. 8. Pemahaman intelektual. 9. Muak terhadap normalitas. 10. Reaksi transferens. Transferens adalah respon tidak sadar yang didalamnya pasien pengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh penting dikehidupan masa lalu pasien. Istilah ini merujuk pada sekelompok reaksi yang berupaya mengurangi atau menghilangkan ansietas. Sifat yang paling menonjol dari transferens adalah ketidak tepatan respons pasien dalam hal intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan displacement yang maladaptif. Kontertransferens yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh pasien. Kontertransferens adalah transferen yang diterapkan oleh perawat. Reaksi kontertransferens biasanya berbentuk dari salah satu dari 3 jenis, yaitu reksi mencintai atau perhatian berlebihan, reaksi sangat bermusuhan atau membenci, dan reaksi sangat cemas.

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan pembahasan di atas, jika dikaitkan dengan pemicu adalah Ny S menolak berinteraksi dengan perawat A yang ditunjukkan melalui komunikasi non-verbal (diam, memalingkan muka jika perawat A mendekatinya) menunjukkan adanya hambatan komunikasi disebabkan karena perawat A adalah seorang laki-laki sehingga Ny S merasa malu untuk mengemukakan perasaan dan kondisinya setelah post-operasi mastektomi. Selain itu, hambatan juga terjadi karena sikap perawat A yang segan untuk merawat Ny S karena Ny S seorang wanita. Hal ini juga di dukung karena perawat A masih tiga bulan bekerja. Dan hambatan ini juga terjadi karena teknik komunikasi yang efektif tidak digunakan secara tepat. Hubungan terapeutik antara perawat dan klien digambarkan drngan suatu kondisi yang tidak baik. Egan (dikutip dari Keliat, 1992, halaman 16-17) mengidentifikasi lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik, antara lain: 1. Berhadapan. Klien selalu memalingkan wajahnya apabila perawat A akan memberikan perawatan. 2. Mempertahankan kontak mata. Karena tidak salig berhadapan, maka tidak terjadi kontak mata antara klien dan perawat. 3. Membungkuk kearah klien. Klien tidak memberikan respond an tidak menceritakan apa keluhannya, sehingga sikap ini tidak akan muncul pada perawat. 4. Mempertahankan sikap terbuka dengan tidak melipat kaki atau tangan. 5. Tetap rilaks. Kondisi klien yang tegang karena pasca operasi mastektomi, yang mengakibatkan perawat juga tegang dan tidak rileks dalam merawat klien. Berdasarkan kejadian tersebut, Perawat A melakukan analisa terhadap dirinya, pertama yang di lakukan perawat adalah kesaadaran atas dirinya sendiri. meningkatkan kesadaran diri antara lain mempelajari diri sendiri, membuka diri, dan belajar dari kepala ruangan. Kemudian mengklarifikasi nilai artinya perawat a mampu mengidentifikasi konflik, ketidakpuasan klien,

rasa tidak aman, dan keyakinan. Setelah itu mengeksplorasi perasaan. Dan perawat A harus mampu mengembangkan kemampuan, tidak didominasi oleh konflik dan stress, puas akan hidupnya, dan adaptif. Selain itu Perawat A harus lebih mementingkan kebutuhan klien daripada kebutuhan pribadinya (Altruisme). Segala sesuatu tindakan perawatan oleh Perawat A harus memenuhi kode etik dan dapat dipertanggungjawabkan. Perawat A meminta pendapat dari kepala Ruangan, dan kepala ruangan menganjurkan untuk mengaitkan pengalamannya dengan konsep komunikasi Carl Roger dan komunikasi kesehatan. Perawat A baru ingat kalau konsep komunikasi Carl Roger mengedepankan penghargaan diri terhadap individu. Setelah mengingat konsep itu, Perawat A lalu menerapkan cara berkomunikasinya dengan empati, menghargai, dan membangun. Setelah Perawat A mampu menerapkan konsep komunikasi Carl Roger, lalu perawat A menerapkan komunikasi kesehatan yang bertujuan agar kesehatan klien cepat sembuh dan mendapatkan komunikasi yang lebih efektif.

BAB IV PENUTUP

4.1 KESIMPULAN Komunikasi yang sangat sering dilakukan orang-orang pada umumnya ternyata memiliki peranan yang penting dalam praktik keperawatan. Bentuk komunikasi yang terjadi dalam praktik keperawatan disebut komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan agar terjalinnya komunikasi yang efektif dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien dan termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Dalam praktiknya, banyak sekali hambatan yang mungkin akan ditemui dalam hubungan antara perawat dengan klien. Untuk itu setiap perawat harus mampu memahami bagaimana teknik, sikap, dan prinsip-prinsip HAM yang

ada dalam hubungan terapeutik. Jika komunikasi antara perawat dan pasien dilakukan sebaik mungkin, maka hal ini mampu menunjang proses kesembuhan pasien

4.2 SARAN Diharapkan kepada perawat agar mampu melakukan komunikasi yang efektif guna menciptakan kondisi yang memungkinkan klien mengubah dirinya ke arah yang lebih baik dan memiliki motivasi untuk sembuh. Selain itu diharapkan kepada klien turut berperan aktif dalam komunikasi terapeutik agar perawat mengerti apa keinginan dan keluhan klien sehingga dapat menetapkan langkah yang tepat ke depannya

4.3 UCAPAN TERIMA KASIH Makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari pihak lain. Dimulai dari diskusi antar anggota kelompok dalam kelas yang sampai akhirnya kami mendiskusikan kepada Ibu Lestari Sukmarini selaku dosen mata kuliah Keperawatan Dewasa yang selalu memberikan bimbingannya serta penjelasannya dalam kegiatan belajar mengajar dan penyusunan makalah ini. DAFTAR PUSTAKA

Barba, J.(1981). Comunication Nursing Practice. St. Louis Missouri:Mosby Hein, E.C. (1980). Communication in Nursing Practice (second editon). Little, Brown, and Company (Inc). Keliat, B. A. (1992). Hubungan Terapeutik Perawat-Klien. Jakarta: EGC Kozier, B., Erb, Olivieri. (1991). Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice. (4th ed). Canada: Adison-Wesley Publishing Company. Potter&Perry.(2005). Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta:EGC Purwanto, H. (1994). Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Sandra, J.dkk. (1994). Nurse Client Interaction. Missourist Louis: Mosby Sosiawan, Edwie Arief. dwi.dosen.upnyk.ac.id/PSIKOM.12.09.2.doc. (13 Feb. 2010, pkl. 17.03). Stuart, G. W., dan Sundeen, S. J. (1987). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. (3rd ed). St. Louis: The C. V. Mosby Company.

Sundeen, dkk. (1985). Nurse-Client Interaction: Implementing the Nursing Process (third edition). Missouri: C.V Mosby Company. Sosiawan, Edwie Arief. dwi.dosen.upnyk.ac.id/PSIKOM.12.09.2.doc. (13 Feb. 2010, pkl. 17.03).

http://mustaf26.multiply.com/journal/item/6?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem

Você também pode gostar