Você está na página 1de 28

HASIL SURVEI ASPEK KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) PADA PEKERJA FOGGING NYAMUK DI PEMUKIMAN PADAT PENDUDUK

BUMI TAMALANREA PERMAI MAKASSAR

I. LATAR BELAKANG Indonesia dikenal sebagai negara paling sering kena wabah Demam Berdarah. Menurut catatan WHO, Indonesia tergolong wilayah dengan kasus wabah dengan frekuensi dan tingkat kematian tinggi, yakni dengan 58065 kasus dan 504 meninggal pada tahun 2011, seperti tercantum dalam Report of The Eighth Meeting of The Global Collaboration for Development of Pesticides For Public Health, yang dirilis oleh WHO pada tahun 2012. Indonesia dikenal sebagai negara pertama yang terkena virus Dengue yaitu pada tahun 1968. Tidak heran jika negeri ini masuk dalam peta versi DengueMap, yang dirilis oleh jaringan kolaborasi antar rumah sakit di dunia.1 Fogging bertujuan untuk mematikan nyamuk dewasa, setidaknya nyamuk yang sudah bisa mengudara. Bukan telur atau jentiknya, yang pada saat yang sama mungkin bersemayam aman di menara air atau genangan air yang tidak bisa ditembus asap. Fogging menjadi opsi terakhir ketika wabah deman berdarah terjadi di satu wilayah. Tindakan kuratif terhadap lingkungan yang banyak nyamuk, yang patut diduga sebagai vector atau pembawa virus yang bisa membuat manusia menderita. Kata WHO: Space spraying of insecticides (fogging) should not be used except in an epidemic situation. Prosedur standar pun diberlakukan, sebelum dan sesudah tindakan fogging, termasuk spesifikasi dan kalibrasi alat penyemprot.1 Kesehatan tenaga kerja dapat mempengaruhi kinerja dan produktivitas dari pekerja itu sendiri. Oleh sebab itu, isu keselamatan dan kesehatan kerja pada saat ini bukan sekedar kewajiban yang harus diperhatikan oleh para pekerja, akan tetapi juga harus dipenuhi oleh sebuah sistem pekerjaan.2 Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia. Pada saat ini keselamatan dan kesehatan kerja bukan semata sebagai kewajiban, akan tetapi sudah menjadi kebutuhan bagi setiap para pekerja dan bagi setiap bentuk kegiatan pekerjaan. Hubungan antara kesehatan dengan produktivitas adalah seorang tenaga kerja yang sakit biasanya kehilangan produktivitasnya secara nyata, bahkan tingkat produktivitasnya sering menjadi nihil sama sekali. 2

Pekerja fogging dalam berbagai kegiatannya mendapatkan berbagai paparan zat-zat yang terkandung dalam bahan fogging yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan kerja. Salah satu bagian pekerja yang khusus bertindak sebagai pekerja fogging adalah mendapatkan ancaman untuk terpapar zat kimia yang mengandung zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan.3 Selain itu, masalah ergonomi juga mendapat perhatian penting pada pekerjapekerja fogging. Faktor ergonomi salah satunya adalah sikap tubuh dalam bekerja, dimana sikap tubuh dalam bekerja sebagai pekerja fogging sering berubahubah,dikarenakan beban yang dibawah. Sikap sedikit menjongkok sampai duduk yang keliru menyebabkan keluhan pada punggung, sebab tekanan pada tulang belakang akan meningkat saat duduk dibanding saat berdiri. Sedangkan bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan terjadi penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki dan hal ini akan bertambah bila berbagai bentuk dan ukuran sepatu yang tidak sesuai. 3-5 II. TUJUAN SURVEI A. Tujuan Umum Tujuan umum survei ini adalah untuk mengetahui aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pekerja fogging pembunuh nyamuk di pemukiman padat penduduk BTP B. Tujuan Khusus 1. Untuk mendapatkan informasi tentang hazard umum pada pekerja fogging pembunuh nyamuk. 2. Untuk mengetahui tentang alat kerja yang digunakan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja fogging pembunuh nyamuk. 3. Untuk mengetahui tentang alat pelindung diri yang digunakan pekerja fogging pembunuh nyamuk. 4. Untuk mengetahui adanya rambu-rambu kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja 5. Untuk mengetahui pemeriksaan kesehatan dan upaya pengobatan yang pernah dilakukan sesuai peraturan (sebelum kerja, berkala, berkala khusus). 6. Untuk mengetahui mengetahui tentang peraturan pimpinan tentang k3 ditempat kerja.

7. Untuk mengetahui keluhan/penyakit yang dialami yang berhubungan dengan pekerjaan pada petugas fogging pembunuh nyamuk. 8. Untuk mengetahui upaya K3 lainnya yang dijalankan misalnya ada penyuluhan/pelatihan dan pengukuran/ pemantauan lingkungan tentang hazard yang pernah dilakukan.

III. TINJAUAN PUSTAKA A. Faktor Hazard yang Dialami Pekerja Fogging pembunuh nyamuk. Penyakit akibat kerja mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pada pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor lainnya dalam berkembangnya suatu penyakit yang memiliki faktor resiko (hazard) yang kompleks. Faktor resiko (hazard) yang dapat berperan sebagai penyebab penyakit pada pekerja fogging dapat terbagi atas beberapa golongan, yakni:(4) Golongan fisik berupa tingkat kebisingan, radiasi, suhu yang ekstrim, dan vibrasi dari alat yang ada di tempat kerja. Golongan kimiawi yang terdiri atas semua bahan kimia baik dalam bentuk debu, uap, gas, ataupun larutan yang terdapat pada lingkungan tempat kerja. Golongan biologik berupa penularan bakteri, virus, jamur, maupun parasit melalui bahan-bahan penyemprotan yang mengandung mikroorganisme ataupun penularan dari lingkungan tempat kerja. Golongan fisiologik (ergonomik) berupa desain tempat kerja dan beban kerja. Golongan psikososial meliputi stres psikis akibat tekanan mandor atau pemilik perusahaan/instansi, monotoni kerja, tuntutan pekerjaan yang harus selesai memenuhi target yang telah ditentukan, dan sebagainya. Pada survei ini, kita akan meninjau aspek kimiawi yang dikaitkan dengan paparan debu dan zat-zat kimia yang terkandung dalam bahan penyemprotan fogging sebagai bahan utama yang digunakan para pekerja fogging selama menjalani pekerjaannya. Berikut tabel tentang zat kimia yang terkandung pada bahan fogging

nyamuk/insektisida:

Tabel 1. zat kimia yang terkandung pada bahan fogging nyamuk/insektisida 1

Klasifikasi bahaya bahan aktif atau Active Ingredient (Ai) pada standar WHO adalah: Class II, moderately hazardous; class III, slightly hazardous; class U, unlikely to pose an acute hazard in normal use. Itulah mengapa dosis insectisida pada fogging termasuk faktor yang tertuang dalam standar prosedur. Selain bertujuan mematikan nyamuk secara efektif jangan sampai mereka malah kebal- dosis insektisida perlu dikendalikan agar tidak berdampak negatif pada kesehatan manusia dan lingkungannya.1 Dalam program pemberantasan DBD, racun serangga yang digunakan untuk fogging adalah golongan organophosporester

insectisida seperti malathion, sumithion, fenithrothion, perslin dan lain-lain. Paling banyak dan sering digunakan adalah malathion. Dosis yang dipakai untuk malathion murni adalah 438 gr/hektar. Namun untuk pelaksanaan fogging dengan fog machine malathion harus diencerkan dengan penambahan solar atau minyak tanah sehingga menjadi larutan dengan konsentrasi 4-5%.6 Cara pembuatan larutan tersebut dapat dilakukan dengan cara:6

1) 2)

1 liter malathion 96% EC + 19 liter solar = 20 liter malathion 4,8%; atau 1 liter malathion 50% EC + 10 liter solar = 11 liter malathion 4,5 %. Waktu fogging disesuaikan dengan kepadatan/aktivitas puncak dari nyamuk, yaitu jam 09.00 11.00.

Pendapat masyarakat bahwa fogging merupakan cara yang paling tepat untuk mencegah penyebaran penyakit demam berdarah sebenarnya kurang tepat, karena cara ini sesungguhnya hanya bertujuan untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti dewasa. Fogging sangat mencemari lingkungan dan akhirnya mencemari manusia, disamping itu tindakan fogging harganya mahal dan hasilnya tidak begitu signifikan, karena setiap fogging hanya focus dengan radius 100 meter dan membutuhkan 3 liter Pestisida dan 60 liter solar dan akhirnya dengan fogging masyarakat menjadi terlena dan nyamuknya menjadi resisten.6

B. Hubungan Alat yang Digunakan Pekerja Fogging pembunuh nyamuk. Alat bantu kerja yang digunakan oleh pekerja fogging pada umumnya berupa masker, pelindung mata,penutup kepala,sarung tangan,sepatu boot ,dan alat fogging. Alat-alat ini sangat dibutuhkan oleh para pekerja fogging. namun demikian perlu diketahui bahwa dari alat-alat ini pulalah dapat menimbulkan keluhan atau masalah kesehatan para pekerja dalam menjalankan pekerjaannya. Sebagai contoh, masker sangat dibutuhkan untuk melindungi wajah serta pernafasan pekerja dari bahan-bahan berbahaya lainnya. Dalam penggunaannya tidak jarang menimbulkan sesak saat bernafas. Jika para pekerja fogging tidak dapat mengatur jeda istirahat selang beberapa menit, maka lama kelamaan akan timbul kelelahan akibat sesak yang dirasakan oleh pekerja. Contoh yang lain, pelindung mata dapat meringankan pekerja fogging untuk membuka mata saat sedang melakukan penyemprotan.. Jika tidak menggunakan pelindung mata saat menyemprot.maka para pekerja dapat membahayakan matanya terkena paparan zat kimia yang ada didalam alat fogging tersebut. Dan tentunya hal ini akan menimbulkan keluhan dan penyakit di kemudian hari yang akan menurunkan efektivitas dan kinerja para pekerja tersebut. C. Alat Pelindung Diri Alat pelindung diri yang sebaiknya digunakan oleh pekerja fogging adalah penutup wajah, masker, sarung tangan, sepatu boot, penutup kepala, celemek atau

baju lengan panjang, dan celana yang tebal. Alat-alat tersebut ditujukan untuk menghindari paparan zat kimia pada para pekerja agar kesehatan pekerja dapat terjamin dan berdampak pada kualitas kinerja.(5,7)

gambar 1. Alat Pelindung Diri pekerja Fogging1 D. RAMBU-RAMBU KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA Rambu-rambu keselamatan adalah peralatan yang bermanfaat untuk membantu melindungi kesehatan dan keselamatan karyawan dan pengunjung yang sedang berada di tempat kerja. Kegunaan: 1. Menarik perhatian terhadap adanya kesehatan dan keselamatan kerja 2. Menunjukkan adanya potensi bahaya yang mungkin tidak terlihat 3. Menyediakan informasi umum dan memberikan pengarahan. 4. Mengigatkan para karyawan dimana harus menggunakan peralatan perlindungan diri 5. Mengindikasikan dimana peralatan darurat keselamatan berada. 6. Memberikan peringatan waspada terhadap beberapa tindakan yang atau perilaku yang tidak diperbolehkan. Pengelompokan Rambu Kelompok rambu-rambu dibagi dalam tiga bagian yakni :

1. PERINTAH Berupa : Larangan , kewajiban 2. WASPADA Berupa : Bahaya, Peringatan, perhatian 3. INFORMASI Petunjuk Pemasangan Rambu:

Rambu-rambu harus terlihat jelas, ditempatkan pada jarak pandang dan tidak tertutup atau tersembunyi. Kondisikan rambu-rambu dengan penerangan yang baik. Siapapun yang berada di area kerja harus bisa membaca rambu dengan mudah dan mengenali warna keselamatannya.

Pencahayaan juga harus cukup membuat bahaya yang akan ditonjolkan menjadi terlihat dengan jelas. Siapapun yang ada di area kerja harus memiliki waktu yang cukup untuk membaca pesan yang disampaikan dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk menjaga keselamatan.

Posisikan rambu-rambu yang berhubungan bersebelahan, tetapi jangan menempatkan lebih dari empat rambu dalam area yang sama. Pisahkan rambu-rambu yang tidak berhubungan. Pastikan bahwa rambu-rambu pengarah terlihat dari semua arah. Termasuk panah arah pada rambu keluar disaat arah tidak jelas atau membinggungkan. Rambu arah arus ditempatkan secara berurutan sehingga rute yang dilalui selalu jelas.

Rambu-rambu yang di atap harus berjarak 2.2 meter dari lantai. Adapun jenis rambu dapat berupa :

1. Rambu dengan SimboL 2. Rambu dengan Simbol dan Tulisan 3. Rambu berupa pesan dalam bentuk Tulisan

E. Pemeriksaan Kesehatan dan Upaya Pengobatan Pekerja Di Tempat Kerja Pekerja yang mana mempunyai potensi untuk terpapar chemical hazard pada pekerja fogging sebaiknya dipantau dalam suatu surveilens kesehatan yang sistematis

dalam rangka mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja yaitu pencegahan akibat kronis dan akut yang dapat terjadi karena pekerjaan fogging. Tujuan dari tinjauan ini yaiutu untuk mengidentifikasi efek biologis dan reversibel sehingga paparan yang diterima dapat dikurangi bahkan dihilangkan sebelum pekerja mendapatkan efek yang irreversibel. Kejadian dari penyakit akibat paparan ini atau keadaan lain yang berakibat pada kesehatan sebaiknya dilakukan peninjauan ulang dari ukuran preventif (sebagai contoh: kontrol permesinan, kelengkapan peralatan perseorangan).8 Untuk deteksi dan kontrol dari efek kesehatan dari pekerja fogging maka sebaiknya dilakukan langkah sebagai berikut:8 -

sebelum dipekerjakan sebagai petugas fogging secara periodik selama masa tugas saat terjadi paparan saat diberhentikan atau dipindahtugaskan

Informasi ini seharusnya dikumpulkan dan dianalisa secara sistematik agar dapat dilakukan deteksi dini dari pola penyakit pada pekerja atau kelompok pekerja.8

F. Keluhan/ Penyakit Pada Pekerja Fogging Karena terdapat berbagai jenis insektisida dan ada berbagai cara masuk insektisida kedalam tubuh maka keracunan insektisida dapat terjadi dengan berbagai cara. Keadaan-keadaan yang perlu segera mendapatkan perhatian pada kemungkinan keracunan insektisida adalah (Djojosumarto, 2008) Insektisida dalam bentuk gas merupakan insektisida yang paling berbahaya bagi pernafasan, sedangkan yang berbentuk cairan sangat berbahaya bagi kulit, karena dapat masuk ke dalam jaringan tubuh melalui ruang pori kulit. Menurut World Health Organization (WHO), paling tidak 20.000 orang per tahun, mati akibat keracunan insektisida.9 Insektisida masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara sedikit demi sedikit dan mengakibatkan keracunan kronis. Bisa pula berakibat racun akut bila jumlah insektisida yang masuk ke tubuh manusia dalam jumlah yang cukup.9

1. Keracunan Kronis Pemaparan kadar rendah dalam jangka panjang atau pemaparan dalam waktu yang singkat dengan akibat kronis. Keracunan kronis dapat ditemukan dalam bentuk kelainan syaraf dan perilaku (bersifat neuro toksik) atau mutagenitas. Selain itu ada beberapa dampak kronis keracunan insektisida, antara lain:9 a. Pada syaraf Gangguan otak dan syaraf yang paling sering terjadi akibat terpapar insektisida selama bertahun-tahun adalah masalah pada ingatan, sulit berkonsentrasi, perubahan kepribadian, kelumpuhan, bahkan kehilangan kesadaran dan koma.9 b. Pada Hati (Liver) Hati adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menetralkan bahan-bahan kimia beracun, maka hati itu sendiri sering kali dirusak oleh insektisida apabila terpapar selama bertahun-tahun. Hal ini dapat menyebabkan Hepatitis9

c. Pada Pencernaan Muntah-muntah, sakit perut dan diare adalah gejala umum dari keracunan insektisida. Banyak orang-orang yang dalam pekerjaannya berhubungan langsung dengan insektisida selama bertahun-tahun, mengalami masalah sulit makan. Orang yang menelan insektisida ( baik sengaja atau tidak) efeknya sangat buruk pada perut dan tubuh secara umum. Insektisida merusak langsung melalui dinding-dinding perut.9 d. Pada Sistem Kekebalan Beberapa jenis insektisida telah diketahui dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh manusia dengan cara yang lebih berbahaya. Beberapa jenis insektisida dapat melemahkan kemampuan tubuh untuk menahan dan melawan infeksi. Ini berarti tubuh menjadi lebih mudah terkena infeksi, atau jika telah terjadi infeksi penyakit ini menjadi lebih serius dan makin sulit untuk disembuhkan.9 e. Pada Sistem Hormon. Hormon adalah bahan kimia yang diproduksi oleh organ-organ seperti otak, tiroid, paratiroid, ginjal, adrenalin, testis dan ovarium untuk mengontrol fungsi-fungsi tubuh yang penting. Beberapa insektisida mempengaruhi hormon reproduksi yang dapat menyebabkan penurunan produksi sperma pada pria atau pertumbuhan telur yang tidak normal pada wanita. Beberapa insektisida dapat menyebabkan pelebaran tiroid yang akhirnya dapat berlanjut menjadi kanker tiroid.9

2. Keracunan Akut. Keracunan akut terjadi apabila efek keracunan insektisida langsung pada saat dilakukan aplikasi atau seketika setelah aplikasi insektisida.9 1. Efek akut lokal. Bila efeknya hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkena kontak langsung dengan insektisida biasanya bersifat iritasi mata, hidung, tenggorokan dan kulit.9 2. Efek akut sistemik. Terjadi apabila insektisida masuk kedalam tubuh manusia dan mengganggu sistem tubuh. Darah akan membawa insektisida keseluruh bagian tubuh menyebabkan bergeraknya syaraf-syaraf otot secara tidak sadar dengan gerakan halus maupun kasar dan pengeluaran air mata serta pengeluaran air ludah secara berlebihan, pernafasan menjadi lemah/cepat (tidak normal).9

G. Upaya

Pelaksanaan

K3

dengan

Penyuluhan,

Pelatihan,

Pengukuran/Pemantauan Lingkungan Tentang Hazard Sebagai pekerja fogging, yang selalu terpapar dengan gas aerosol dan tumpahan cairan bahan fogging, disertai dengan melakukan gerakan berulang-ulang dan menggunakan tenaga yang besar, maka seyogyanya setiap pekerja mengetahui dan mendapat penyuluhan mengenai pengetahuan akan bahaya zat-zat yang terkandung dalam aerosol fogging terhadap kesehatan dan pelatihan dalam mengelola aktifitas fisik yang dilakukan berulang-ulang sehingga membuat nyaman dalam bekerja, dapat mengenal gejala dan tanda penyakit yang dapat timbul akibat pekerjaannya, serta bagaimana cara mencegah keluhan-keluhan yang dapat ditimbulkan oleh profesinya sebagai pekerja fogging dalam bagian dari kesehatan dan keselamatan pekerja itu sendiri.9 H. PERATURAN TENTANG K3 DI TEMPAT KERJA Dalam hal ini pihak pemerintah Departemen Kesehatan sebagai lembaga yang bertanggungjawab terhadap kesehatan masyarakat, membuat berbagai peraturan, petunjuk teknis dan pedoman K3 di Tempat Kerja serta menjalin kerjasama lintas program maupun lintas sektor terkait dalam pembinaannya.UU Keselamatan Kerja yang digunakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, menjamin suatu proses produksi berjalan teratur dan sesuai rencana, dan

mengatur agar proses produksi berjalan teratur dan sesuai rencana, dan mengatur agar proses produksi tidak merugikan semua pihak. Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dalam melakukan pekerjaannya untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional. UU Keselamatan Kerja yang berlaku di Indonesia sekarang adalah UU Keselamatan Kerja (UUKK) No. 1 tahun 1970. Undang-undang ini merupakan undang-undang pokok yang memuat aturan-aturan dasar atau ketentuanketentuan umum tentang keselamatan kerja di segala macam tempat kerja yang berada di wilayah kekuasaan hukum NKRI.Dasar hukum UU No. 1 tahun 1970 adalah UUD 1945 pasal 27 (2) dan UU No. 14 tahun 1969. Pasal 27 (2) menyatakan bahwa: Tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ini berarti setiap warga negara berhak hidup layak dengan pekerjaan yang upahnya cukup dan tidak menimbulkan kecelakaan/ penyakit. UU No. 14 tahun 1969 menyebutkan bahwa tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksana dari pembangunan

IV. BAHAN DAN CARA Adapun bahan yang digunakan adalah : 1. Kuisioner 2. Check list 3. Kamera Digital Sedangkan cara yang digunakan adalah walk through survey. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode walk through survey. Dalam kedokteran okupasi, teknik Walk through survey yang paling penting adalah mengenali occupational health hazards, yang merupakan suatu langkah dasar yang pertamatama harus dilakukan dalam upaya program kesehatan lingkungan kerja (K3). Untuk melakukan survei ini, dapat dimulai dengan mengetahui tentang manejemen perencanaan yang benar, berdiskusi tentang tujuan melakukan survey, dan menerima keluhan-keluhan baru yang relevan.(10) Walk through survey atau survey jalan sepintas merupakan teknik utama yang penting untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi potensi bahaya di lingkungan kerja yang dapat memberikan efek atau gangguan pada kesehatan pekerja yang terpajan.

Walk Through survey adalah survei untuk mendapatkan informasi yang relatif sederhana tapi cukup lengkap dalam waktu yang relatif singkat sehingga diperlukan upaya pengumpulan data untuk kepentingan penilaian secara umum dan analisa sederhana.(10) Sebelum melakukan walk through survey perlu diperhatikan masalah kerahasiaan perusahaan (trade secrecy) dan konfidensialitas pekerja. Sebelum melakukan pemotretan perlu dimintakan ijin terlebih dahulu kepada pimpinan perusahaan. Ada dua alasan untuk melarang pemotretan : Pertama trade secrecy dan kedua adalah safety.(10) Keuntungan dari melakukan survey ini termasuk: (10) 1. Memperoleh satu pandangan umum tentang seluruh operasional 2. Dapat mengidentifikasi kunci dari kebahayaan di area tempat kerja 3. Mengakses keefektifitasan terhadap metode kontrol pada tempat Tujuan dari survei ini sendiri adalah agar sebagai seorang pakar kesehatan lingkungan kerja kita dapat: (10) 1. Memahami proses produksi, denah tempat kerja dan lingkungannya secara umum 2. Mendengarkan pandangan pekerja dan pengawas tentang K3. 3. Memahami pekerjaan dan tugas-tugas pekerja 4. Mengantisipasi dan mengenal potensi bahaya yang ada dan mungkin akan timbul 5. Menginventarisir upaya-upaya K3 yang telah dilakukan mencakup kebijakan K3, upaya pengendalian, pemenuhan peraturan perundangan dan sebagainya. Di walk through survey, penulis mencari tahu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja. Faktor-faktor bahaya/hazard mulai dari:(10) 1. Faktor fisik seperti bising, getaran, suhu yang ekstrim 2. Faktor kimia seperti debu, asap, serat, gas, cairan 3. Faktor biologi seperti bakteri, jamur, virus 4. Faktor ergonomi seperti sikap tubuh, pergerakan, angkat benda berat, dan lainlain 5. Faktor psikososial seperti interaksi dengan rekan kerja, tekanan kerja. Secara umum survei ini bermula pada pengenalan akan fasilitas manajemen pada lingkungan kerja itu dan diskusi tentang tujuan survei tersebut sebab

pemahaman yang jelas tentang manejemen pekerja-pekerja serta hubungannya dengan fasilitas di lingkungan pekerja tersebut sangat penting.(10) Sebelum survei, terlebih dahulu ada lobi dengan manajemen perusahan tentang rencana survei guna menerangkan maksud dan tujuan survei sehingga kita dapat memperoleh dukungan atas pelaksanaan survei tersebut. Setelah itu dapat dilakukan diskusi untuk mendapatkan informasi riwayat singkat tentang industri atau rumah sakit tersebut dan proses yang terlibat dalamnya seperti denah perusahaan, bagaimana pengaturan dan populasi pekerja, kebijakan perusahan atau rumah sakit tentang K3, tanyakan pula pandangan atau pemahaman pimpinan dan pekerja tentang K3, gambaran penerapan K3 yang dilakukan di lingkungan pekerja tersebut serta diskusi menyeluruh tentang masalah-masalah yang pernah timbul di lingkungan kerja tersebut.(11) Kunjungan ke lapangan sebaiknya ditemani petugas setempat. Survei tersebut harus dimulai dari awal proses atau tempat penyimpanan bahan baku atau bahan mentah yang akan digunakan dalam kegiatan industri. Buatkan dalam daftar periksa mengenai bahan baku selama proses dengan melihat potensi misalnya label peringatan tentang komposisi bahan bakunya, debu yang beterbangan, uap atau gas yang tercium, sumber panas radiasi, temperatur dan kelembaban, kebisingan, dan radiasi penerangan.(10,11) Dari sisi pekerja sendiri, pada setiap survei akan proses fogging, pakar kesehatan lingkungan kerja harus mengobservasi juga prosedur penanganan bahan yang digunakan dan segala tindakan proteksi diri yang harus digunakan oleh pekerja. Kemudian meninjau fasilitas yang menunjang kesejahteraan pekerja sendiri seperti kelengkapan obat-obatan, kondisi sanitasi lingkungan, penyediaan air minum, tempat sampah dan penerangan, letak sumber bahaya, pola paparannya, serta alat pengendalian sumber bahaya dan letak alat alat keselamatnnya.(10) Jumlah pekerja pada setiap tingkat proses fogging juga harus diperhatikan dengan data-data yang relevan mengenai jenis kelamin, etnik, ataupun umur yang mungkin akan memberi efek sensivitas terhadap bahan kimia di lingkungan kerja tersebut. Jika ada kesempatan pakar kesehatan lingkungan kerja harus berdiskusi dengan para pekerja secara langsung untuk menerangkan tata cara bekerja misalnya menyangkut sebab akibat jika tidak menggunakan alat proteksi diri agar pekerja dapat mengetahui dan mencegah terjadinya bahaya.(10,11)

Survei diakhiri dengan klarifikasi semua informasi yang telah diperoleh dengan menjelaskan potensi bahaya yang ditemukan, laporan hasil pengamatan, evaluasi dan berikan saran-saran atau rekomendasi untuk perbaikan.(10)

BAB III METODE SURVEY

1. BAHAN DAN CARA 1: Kamera digital, untuk mengambil gambar kegiatan 2: Check List, sebagai bahan untuk mengontrol tindakan yang akan dilakukan, yaitu dengan melihat, mengecek, dan mendata berdasarkan check list. 3: Kuisioner, sebagai alat penelitian, dengan cara menyebarkan atau mendata sampel yang akan diambil untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja petugas registrasi pasien. Cara melakukan survey: Metode walk thrrough survey. Walk Through survey adalah survei untuk mendapatkan informasi yang relatif sederhana tapi cukup lengkap dalam waktu yang relatif singkat sehingga diperlukan upaya pengumpulan data untuk kepentingan penilaian secara umum dan analisa sederhana.

2. JADWAL Waktu pelaksanaan yaitu 15-20 Juli 2013 dengan agenda sebagai berikut. No. 1. Tanggal 15 Juli 2013 Kegiatan - Melapor ke bagian IKM - Pengarahan kegiatan - Membuat intisari tentang walkthrough survey 2. 3. 4. 5. 6. 16 Juli 2013 17 Juli 2013 18 Juli 2013 19 Juli 2013 20 Juli 2013 - Pembuatan Proposal - Pelaksanaan kegiatan penelitian - Pelaksanaan kegiatan penelitian - Pembuatan laporan hasil penelitian - Presentasi laporan hasil penelitian

3. Hasil Survey 1. Hazard Lingkungan Kerja


No. A. 1. B. Hazard Faktor Kebisingan alat fogging Faktor Pencahayaan di luar ruangan di dalam ruangan Faktor Temperatur alat fogging Faktor Tekanan alat fogging Faktor Vibrasi alat fogging Faktor Kimia aerosol cair aerosol sudah menjadi gas Faktor Biologi Lingkungan Kerja (bakteri, parasit) Hygene Kurang Faktor Ergonomi berdiri terlalu lama dengan alat fogging Sering membungkuk mengambil alat fogging Gerakan lengan yg berulang2 Faktor Psikososial Jadwal kerja Hubungan kerja Beban Kerja Gaji
acceptable Ya Tdk

Ket.

C. D. E. F 1. 2. G 1. 2. H 1 2 3 I 1. 2. 3. 4.

2. Alat Bantu Kerja


No. 1. alat fogging Alat Bantu Kerja
acceptable Ya Tdk

Ket.

3. Alat Pelindung Diri


No. 1. 2. 3. 4. 5. 6 Alat Pelindung Diri Masker khusus Sarung tangan (glove) Baju pelindung tahan cairan Sepatu (boot) Pelindung kepala (helm) kacamata pelindung
acceptable ya tidak

Ket.

4. Pemeriksaan Kesehatan dan Upaya Pengobatan Bila Sakit


No. 1. 2. 3. 4. 5. Pem. Kesehatan dan Upaya Pengobatan Pem. kesehatan awal Pem. kesehatan berkala Pem. kesehatan berkala khusus Mendapat pengobatan Beli obat/vitamin sendiri
dilakukan ya tidak

Ket.

5. Keluhan/ Penyakit Pada Pekerja Fogging


No. 1 2 3 2. 4 5 6 Keluhan/Penyakit gangguan sistem muskuloskleletal (nyeri oto, nyeri sendi, keram-keram) gangguan sistem pernafasan (batuk, ISPA, kanker paru) gangguan saraf (kelemahan, lumpuh, keram, gangguan kepribadian) gangguan sistem hepatobilier (penyakit kuning, nyeri perut kanan atas) gangguan sistem pencernaan (sakit perut, muntah, diare) gangguan sistem imun (lebih sering sakit demam, flu atau infeksi lain) gangguan sitem hormon (kanker tiroid, gondok, gangguan menelan lain)
ada gangguan ya tidak

Ket.

6. Rambu-Rambu tentang K3 ditempat kerja


no 1 2 3 4 Rambu-rambu tentang penggunaan APD
acceptable ya tidak

Ket.

Peraturan Berhubungan dengan pekerjaan Terdapat petugas K3 Rambu-rambu tentang penggunaan APD

7. upaya K3 lainnya
no 1 2 3 4 5 upaya yang dilakukan
acceptable ya tidak

Ket.

Penyuluhan: Pelatihan: Pemantauan hazard/pengukuran Rambu-rambu bahaya Rambu-rambu evakuasi

8. peraturan pimpinan tentang k3 ditempat kerja.


no 1 2 3 4 upaya yang dilakukan
acceptable

Ket.

perauturan pimpinan tentang k3 pengetahuan tentang k3 oleh pimpinanan menjalankan aturan tentang k3 dari pimpinan pengetahuan tentang Rambu-rambu tentang penggunaan APD

4. PEMBAHASAN 1. Hazard Lingkungan Kerja a) Faktor Fisik: i. Faktor Fisik kebisingan pada pekerja fogging Hazard fisik kebisingan disebabkan oleh alat fogging yang digunakan oleh pekerja fogging. Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging rawan akan hazard fisik kebisingan akibat alat fogging yang digunakan sebab alat yang digunakan mengeluarkan suara yang teramat kerasa dan berlangsung cukup lama yaitu selama proses fogging (2-3 jam) bunyi tidak dihalng jika berpindah rumah namun hanya dikecilkan namun tetap menganggu pendengaran. ii. Faktor Fisik pencahayaan pada pekerja fogging Hazard fisik pencahayaan dipengaruhi oleh lingkungan kerja oleh pekerja fogging itu sendiri di luar dan di dalam ruangan. Dari hasil survey didapatkan bahwa pekerja fogging cukup aman dari hazard fisik pencahayaan yaitu cahaya yang terlau terang atau terlalu redup sebab waktu kerja dipagi hari dimana matahari belum terik dan di dalam rungan warga yng disemprot rumahnya menyalakan lampu rumah.

iii.

Faktor Fisik temperatur pada pekerja fogging Hazard fisik temperatur dipengaruhi oleh alat fogging yang digunakan

oleh pekerja fogging itu sendiri. Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging rawan akan hazard fisik temperatur akibat alat fogging yang digunakan sebab alat yang digunakan mengeluarkan panas yang cukup tinggi dibagian mesin dan juga di ujung pipa yang mengeluarkan panas. Panas langsung dari mesin masih cukup tersalur sebab pakian pelindung pekerja fogging tidak hanya dan hanya bermodalkan pakaian biasa. Begitu juga panas tidak langsung dari ujung piupa pengeluaran dan uap fogging masih menjadi hazard karena temperatur yang tinggi dan berlangsung cukup lama. iv. Faktor Fisik vibrasi pada pekerja fogging

Hazard fisik vibrasi dipengaruhi oleh alat fogging yang digunakan oleh pekerja fogging itu sendiri. Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging rawan akan hazard fisik vibrasi akibat alat fogging yang digunakan sebab alat yang digunakan menimbulkan getaran yang kencang dan dirasakan cukup mengganggu oleh pekerja dan posisinya yang menempel pada pinggang dan ditopang oleh tangan yang sama selama bekerja. v. Faktor Fisik tekanan pada pekerja fogging

Hazard fisik tekanan pada pekerja fogging dipengaruhi oleh alat fogging yang digunakan oleh pekerja fogging itu sendiri. Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging rawan akan hazard fisik tekanan akibat alat fogging yang digunakan sebab alat yang digunakan cukup berat dan hanya ditopang oleh salah satu sisi tubuh dalam waktu yang cukup lama .

b) Faktor Kimia pada pekerja fogging Hazard Kimia dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan sebagai bahan utma fogging yaitu cairan aerosol dan bensin dan gas aerosol yang tersemprot selama bekerja. Dari hasil survey didasapatkan bahwa pekerja fogging sangat rawan terhadap hazard kimia cair dan gas. Hazard kimia cair oleh cairan aerosol disebabkan pengisian bahan baku aerosol dan bahan bakar bensin ke dalam tangki yang dilakukan secara langsung tanpa mengenakan sarung tangan. Begitu juga hazard gas aerosol disebabkan karena gas/uap fogging yang tersemprot dalam jumlah sangat banyak,

berlangsung selama bekerja dan lama menghilang namun pekerja hanya menggunakan masker biasa bukan masker khusus untuk gas beracun.

c) Faktor Biologi pada pekerja fogging Hazard biologi di pengaruhi oleh lingkungan kerja dan ada tidaknya bahaya infeksi bakteri, virus, maupun jamur serta parasit. Dari hasil survey didapatkan bahwa pekerja fogging di BTP akan infeksi bakteri, virus, jamur maupun parasit diakibatkan alat fogging yang digunakan menurut pengakuan pekerja itu sendiri jarang dicuci dan hany disimpan digudang.

d) Faktor Ergonomis pada pekerja fogging Hazard ergonomi dipengaruhi oleh posisi pekerja fogging dipengaruhi oleh gerakan-gerakan selama melakukan fogging. Dari hasil survey didapatkan bahwa pekerja fogging rawan terhadap hazard ergonomi akibat berdiri terlalu lama dengan alat fogging dengan posisi alat fogging pada salah satu sisi terus dan beban yang cukup berat. Pekerja fogging jarang membungkuk karena pekerjaannya langsung dikerjakan sampai selesai. Gerakan lengan berulang juga terjadi saat meyemprotkan alat kesegela arah.

e) Faktor psikososial pada pekerja fogging Hazard psikososial dipengaruhi oleh hubungan antara sesama pekerja fogging dan masyarakatnya. Semua hal yang terdapat dalam hazard psikososial ini berkaitan dengan emosional pekerja fogging, sehingga harus diperhatikan agar tercipta keadaan aman dalam bekerja Dari hasil survey didapatkan bahwa pekerja fogging terhindar dari hazard psikososial karena hanya bekerja sendiri, hubungan baik oleh masyarakat, waktu kerja sedikit, beban kerja tidak banyak namun gaji yang diterima cukup sedikit.

2. Alat yang digunakan Alat yang digunakan pada pekerja fogging yaitu hanya alat fogging. Dari hasil survei, alat yang digunakan kurang acceptable karena sudah tua dan perawtan yang bruk sehingga menimbulkan hazard fisik, biologi dan kimi pada pekerja harusnya bisa diminimalisir atau dihindari.

3. Menggunakan Alat Pelindung Diri Selama Bekerja Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging menggunakan alat pelindung diri yang sangat minim dan tidak memadai saat mengerjakan pekerjaannya. Alat yang digunakan hanya berupa masker selapis disposable yang biasa digunakan dirumah sakit .Alat pelindung diri yang harusnya digunakan berupa sarung tangan, pakaian yang tahan cairan, topi, masker khusus gas beracun, sepatu boot, dan kacamata. Hal ini membuktikan bahwa kesadaran akan penggunaan alat pelindung diri masih kurang.

4. Pemeriksaan Kesehatan dan Upaya pengobatan Bila Sakit Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan pekerja fogging tidak melakukan pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala khusus. Pekerja fogging mendapatkan pengobatan jika terkena penyakit langsung ke puskesmas tempat bekerjanya namun tidak secara spesifik karena diperiksa dan diobatai secara umum saja. Pekerja fogging juga jarang membeli vitamin sendiri namun lebih sering membeli obat sendiri.

5. Keluhan pekerja fogging Selama Melakukan Pekerjaannya Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging jarang mengalami keluhan spesifik tentang keracunan isektisida baik secara akut maupun krosis, mereka lebih cenderung mengalami gangguan muskuloskleletal berupa nyeri lengan dalam bekerja dan juga gangguan pernafasan berupa batuk akibat banyaknya uap/gas dari alat fogging, serta debu yang ada dari sekitar tempat kerja mereka namun hanya memakai masker biasa saja. 6. rambu-rambu kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan pekerja fogging tidak pernah melihat rambu-rambu kesehatan dan keselamatan kerja. Tidak terlihat juga adanya petugas K3.

7. Peraturan Pimpinan/Pemerintah tentang K3 Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan fogging tidak pernah mendengar tentang peraturan dari pimpinan/pemerintah untuk merekea tentang penggunaan alat pelindung diri, mereka bahkan tidak pernah

mendapatkan sosialisasi ataupun pengumuman tentang peraturan dari pemerintah tersebut

8. Upaya K3 lainnya berupa pelatihan, Pengetahuan dan Penyuluhan tentang K3 yang Pernah Didapatkan oleh pekerja fogging. Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging tidak pernah

mendapatkan penyuluhan maupun pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja secara resmi. Penyuluhan akan menambah pengetahuan pekerja fogging khususnya mengenai aspek k3 oleh pekerjaannya. Namun, pekerja fogging yang telah mendapatkan pengetahuan masih sangatlah kurang, sehingga masih banyak keluhan-keluhan selama bekerja menjadi pekerja fogging yang sifatnya diakibatkan oleh ketidaktahuan dan tidak terampil.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 1. Hazard lingkungan Kerja a. Hazard Fisik Hazard fisik kebisingan, temperatur, penchayaan, tekanan dan vibrasi dipengaruhi oleh umumnya alat fogging yang digunakanl oleh pekerja fogging itu sendiri. hazard fisik kebisingan akibat alat fogging yang digunakan sebab alat yang digunakan mengeluarkan suara yang teramat kerasa dan berlangsung cukup lama. Pekerja fogging cukup aman dari hazard fisik pencahayaan yaitu cahaya yang terlau terang atau terlalu redup sebab waktu kerja dipagi hari dimana matahari belum terik dan di dalam rungan warga yng disemprot rumahnya menyalakan lampu rumah. pekerja fogging rawan akan hazard fisik temperatur akibat alat fogging yang digunakan sebab alat yang digunakan mengeluarkan panas yang cukup tinggi dibagian mesin dan juga di ujung pipa yang mengeluarkan panas Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging rawan akan hazard fisik vibrasi akibat alat fogging yang digunakan sebab alat yang digunakan menimbulkan getaran yang kencang dan dirasakan cukup mengganggu Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging rawan akan hazard fisik tekanan akibat alat fogging yang digunakan sebab alat yang digunakan cukup berat dan hanya ditopang oleh salah satu sisi tubuh dalam waktu yang cukup lama .

b. Hazard Kimia dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan sebagai bahan utama fogging yaitu cairan aerosol dan bensin, dan gas aerosol yang tersemprot selama bekerja. Dari hasil survey didasapatkan bahwa pekerja fogging sangat rawan terhadap hazard kimia cair dan gas

c. Hazard biologi di pengaruhi oleh lingkungan kerja dan ada tidaknya bahaya infeksi bakteri, virus, maupun jamur serta parasit. Pekerja Fogging rawan akan infeksi bakteri, virus, jamur maupun parasit.

d. Hazard ergonomi dipengaruhi oleh posisi pekerja fogging dipengaruhi oleh gerakan-gerakan selama melakukan fogging. Dari hasil survey didapatkan bahwa pekerja fogging rawan terhadap hazard ergonomi akibat berdiri terlalu lama dengan alat fogging dengan posisi alat fogging pada salah satu sisi terus dan beban yang cukup berat

e. Hazard psikososial dipengaruhi oleh hubungan antara sesama pekerja dan masyarakatnya. bahwa pekerja fogging terhindar dari hazard psikososial karena hanya bekerja sendiri, hubungan baik oleh masyarakat, waktu kerja sedikit, beban kerja tidak banyak namun gaji yang diterima cukup sedikit

2. Alat yang digunakan pada pekerja fogging yaitu hanya alat fogging. Dari hasil survei, alat yang digunakan kurang acceptable karena sudah tua dan perawtan yang bruk sehingga menimbulkan hazard fisik, biologi dan kimi pada pekerja harusnya bisa diminimalisir atau dihindari.

3. Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging menggunakan alat pelindung diri yang sangat minim dan tidak memadai saat mengerjakan pekerjaannya. Alat yang digunakan hanya berupa masker selapis disposable yang biasa digunakan dirumah sakit.

4. Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan pekerja fogging tidak melakukan pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala khusus.

5. Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging jarang mengalami keluhan spesifik tentang keracunan isektisida baik secara akut maupun krosis, mereka lebih cenderung mengalami gangguan muskuloskleletal berupa nyeri lengan dalam bekerja dan juga gangguan pernafasan berupa batuk akibat banyaknya uap/gas dari alat fogging, serta debu yang ada dari sekitar tempat kerja mereka

6. Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan pekerja fogging tidak pernah melihat rambu-rambu kesehatan dan keselamatan kerja. Tidak terlihat juga adanya petugas K3.

7. Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan fogging tidak pernah mendengar tentang peraturan dari pimpinan/pemerintah.

8. Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging tidak pernah mendapatkan penyuluhan maupun pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja secara resmi

B. Saran Menurut survey yang telah dilakukan di tempat kerja pekerja fogging di kompleks perumahan BTP, masih banyak terdapat kekurangan dalam pengetahuan mengenai keselamatan kesehatan kerja pada pekerja fogging di BTP. Sarana dan prasarana yang mendukung untuk meminimalisir adanya keluhan belum tersedia dengan baik dan sesuai dengan standarnya. Perlu dilakukan juga penyuluhan kesehatan dan keselamatan kerja, alat pelindung diri serta peningkatan pengetahuan pada pekerja fogging tentang gangguan kesehatan yang sering terjadi pada pekerja yang mereka jalani untuk meminimalisir terjadinya keluhan-keluhan dan penyakit akibat kerja pada pekerja fogging.

Lampiran Foto

Daftar Pustaka 1. Hermana, B. Awas Fogging. [Online] 2012 [citied 2013 July 16]. Available from: URL: http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/04/13/awasfogging-454648.html 2. [Online] 2008 [citied 2013 July 9]. Available from: URL:

http://repository.usu.ac.id 3. Sutjana I Dewa Putu. Hambatan Dalam Penerapan K3 dan Ergonomi di Perusahaan. [Online] 29 Juli 2006 [citied 2013 July 9]. Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Program Pascasarjana Universitas Udayana. 4. Anonim. Serasikan Alat, Cara dan Lingkungan Kerja. [online] 8 agustus 2008 [citied 2013 July 9]. Available from http://www.unmul.ac.id 5. Noor Fitrihana. Upaya Mengurangi Resiko Muskuloskeletal. [online] [citied 2013 July 9]. Available from URL: http://blog.Lusisusanti.com 6. Firdaus, F. Bahaya dibalik Fogging. 5 Maret 2012. [online] [citied 2013 July 16]. Available from URL: http://infokesdankonsultasismk3.blogspot.com/2012/03/bahaya-di-balikfogging.html 7. Anonim. Musculoskeletal Disorders Prevention Series. Occupational Health and Safety Council of Ontario (OHSCO). Prevention Guidline. 8. United States Department of Labor. Occupational Safety & Helath Administration. Published January, 20 1999. [online] [citied 2013 July 16]. Available from URL: https://www.osha.gov/dts/osta/otm/otm_vi/otm_vi_2.html#6 9. Bima, Estry. Dampak Penggunaan Insektisida bagi Manusia. Maret 2013. [online] [citied 2013 July 16]. Available from URL: http://blogestrybima.blogspot.com/2013/03/v-behaviorurldefaultvmlo_19.html 10. Notoatmojo Soekidjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat.Prinsip-Prinsip Dasar Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. 1996 11. Buraena, S. (t.thn.). Walk Through Survey (Survei Jalan Sepintas). Makassar: RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.

12. Buraena, S. (2004). Program Kesehatan Lingkungan. Dalam Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo. Makassar (hal. 1-5).

Você também pode gostar