Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Kahar 1
oleh
Abdul Kahar, S.T, M.Si.
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS MULAWARNAN
SAMARINDA
2005
HALAMAN PENGESAHAN
DIKTAT BUKU AJAR
1. a. Judul Diktat Buku Ajar : Laju Reaksi Dan Mekanisme Reaksi Kimia
c. Gol. Pangkat dan NIP : III/a, Penata Muda, 132 298 427
e. Jabatan Struktural : -
f. Fakultas/Jurusan : MIPA/Kimia
Mengesahkan,
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa, kita
aktifitas keseharian kita. Dan tak lupa pula kita haturkan salam dan
pertama.
Diktat Buku Ajar ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
semoga bermanfaat.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan ii
Kata Pengantar iii
Daftra Isi iv
DAFTAR PUSTAKA v
BAB I
KONSEP DASAR KINETIKA KIMIA
Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari konsep dasar kinetika kimia, diharapkan mahasiswa mampu:
1. memahami tujuan dan pentingnya kinetika kimia.
2. memahami hubungan termodinamika kimia dengan kinetika kimia.
3. memahami variabel-variabel yang mempengaruhi laju reaksi.
4. memahami definisi: laju reaksi, hukum laju, orde reaksi, konstanta laju
reaksi, reaksi dasar, reaksi kompleks, molekularitas reaksi, mekanisme reaksi,
kompleks teraktivasi, energi aktivasi, dan katalis.
1. Termodinamika Kimia
Termodinamika kimia mempelajari hubungan antara reaktan dan hasil reaksi,
tidak mempelajari bagaimana suatu reaksi tersebut berlangsung dan dengan
kecepatan berapa kesetimbangan reaksi kimia dicapai. Hal ini dipelajari dalam
kinetika kimia, sehingga kinetika kimia merupakan pelengkap bagi termodinamika
kimia.
positif, endoterm
aA + bB → cC + dD ∆H r ………………….. 1.
negatif, eksoterm
∆G O = cGCO + dG DO − aG AO + bG BO = − RT ln K ……………………………..
2.
2. Kinetika Kimia
Dibawah kondisi yang terkendali suatu bahan dirubah menjadi bentuk yang
berbeda dan baru. Ini terjadi oleh penyusunan ulang dan penyebaran ulang zat-zat
yang bereaksi menjadi zat-zat yang baru, dan kita mengatakan bahwa suatu reaksi
kimia telah terjadi. Ilmu kimia mempelajari suatu reaksi mulai dari bentuk,
mekanisme, perubahan energi, dan laju pembentukan produk. Ini adalah hal yang
sangat penting dan kinetika kimia secara khusus mempelajarinya.
Kinetika kimia adalah bagian dari kimia fisika yang mempelajari laju reaksi
dan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi tersebut. Yang pada akhirnya
menghasilkan pemahaman tentang mekanisme reaksi, yaitu analisis tentang suatu
1. Untuk kimia fisika, sebagai jalan untuk memahami lebih dalam sifat dari
sistem reaksi, untuk memahami bagaimana pemutusan ikatan kimia dan
terbentuknya ikatan kimia yang baru, dan untuk memperkirakan energi dan
kestabilan suatu produk.
2. Untuk kimia organik, kinetika kimia sangat penting karena reaksi kimia akan
memberikan petunjuk pada struktur molekul. Suatu sifat yang penting dari
setiap reaksi organik adalah bagaimana pemutusan satu atau lebih ikatan
kimia (pada reaktan) dan pembentukan ikatan kimia yang baru (pada produk).
Kemudian dengan membandingkan struktur pada reaktan dan produk, akan
dapat ditentukan ikatan yang hilang dan ikatan yang terbentuk. Jadi kekuatan
relatif ikatan kimia dan struktur molekul senyawa dapat ditelusuri dengan
kinetika kimia.
3. Untuk teknik kimia, kinetika suatu reaksi harus diketahui jika kita ingin
merancang peralatan untuk menghasilkan reaksi yang baik pada skala
keteknikan.
4. Disamping itu, merupakan teori dasar yang penting dalam proses pembakaran
dan pelarutan serta melengkapi proses perpindahan massa dan perpindahan
panas, dan memberikan masukan pada metode pemecahan masalah penomena
laju dalam studi yang lain.
Dalam mempelajari laju reaksi, ada beberap hal yang perlu diperhatikan
yaitu;
a. Apakah reaksi berlangsung dengan cepat atau lambat?
b. Bagaimana kebergantungan laju reaksi pada konsentrasi?
c. Bagaimana kebergantungan laju reaksi pada temperatur?
d. Apakah reaksi berlangsung dalam satu tahapan atau dalam beberapa tahap?
e. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi laju tiap-tiap tahap?
f. Apa yang terjadi dengan energi yang dilepaskan ketika reaksi berlangsung?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas, maka sebelumnya perlu
dibuat beberapa difinisi.
2.6. Katalis
Berzelius adalah orang yang pertama yang menggunakan istilah katalis pada
tahun 1835. Katalis adalah zat yang mempercepat laju reaksi tanpa mengalami
perubahan swecara kimia pada akhir reaksi. Katalis memberikan jalan lain dengan
energi aktivasi yang lebih kecil. Sedangkan zat yang memperlambat laju reaksi
disebut inhibitor.
Katalis Homogen adalah katalis yang mempunyai fase yang sama dengan
pereaksi (reaktan). Sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang mempunyai
fase yang tidak sama dengan fase pereaksi (reaktan). Pada umumnya katalis
heterogen adalah padatan sedangkan pereaksi terbanyak adalah gas dan ada juga
cairan.
Tipe-tipe intermediate:
1. Radikal bebas : CH 3 •, C 2 H 5 •, I•, H•, CCl 3 •
+
2. Ion –ion dan zat-zat polar: N 3 , Na + , OH - , H 3 O + , CH 3 OH 2 , I -
-
3. Kompleks transisi
4. Molekul-molekul
Contoh:
A →
k
P − rA = k .[ A]
2 A→ P
k
− rA = k .[ A] 2
A+ B →
k
P − rA = k .[ A].[ B ]
A+2B → P
k
− rA = k .[ A].[ B ] 2
A →
k1
P − rA 1 = k1 .[ A] ;
A →
k2
S − rA 2 = k 2 .[ A]
− rA = −rA1 + −rA2
− rA = k1 .[ A] + k 2 .[ A]
k1
A↔ P − rA 1 = k1 .[ A] ; rA 2 = k 2 .[ P]
k2
− rA = −rA1 − rA2
− rA = k1 .[ A] − k 2 .[ P]
k1 0,72.[ A] 2 .[ B ]
2 A + B ↔ A2 B rA2 B =
k2 1 + 2.[ A]
k1
A+ B↔R + S Kc, K
k2
k1 [ R].[ S ]
Kc = = ………………………………………………………. 4.
k 2 [ A].[ B ]
Bila reaksi tidak berada dalam keadaan setimbang, maka persamaan 3 dan 4 tidak
berlaku.
d (intermediate)
= 0 ……………………………………………………..... 5.
dt
Jadi yang teramati hanya reaktan dan produk reaksinya saja, atau terlihat
k1
sebagai reaksi tunggal saja. Sebagai contoh, reaksi non-elementer: A2 + B2 ↔ 2 AB
k2
k1
1. A2 ↔ 2 A *
k2
k3
2. A * + B2 ↔ AB + B *
k4
k5
3. A * + B * ↔ AB
k6
Reaksi Kompleks
Reaksi kompleks adalah suatu kumpulan dari reaksi-reaksi elementer (reaksi
dasar) yang memberikan produk-produk yang diperlukan atau menguraikan tahap-
tahap atau mekanisme terjadinya suatu reaksi.
Contoh:
N 2 O5 ↔ NO2 + NO3 …………………………… (1)
NO2 + NO3 → NO2 + O2 + NO ……………….... (2)
NO + NO3 → 2NO2 ………………………….…. (3)
Molekularitas suatu reaksi adalah jumlah molekul yang ikut dalam reaksi dan
nilainya adalah satu, dua, dan kadang-kadang tiga. Molekularitas hanya berlaku
untuk reaksi-reaksi dasar (reaksi elementer). Misalkan reaksi penguraian N2O5 diatas,
berlangsung dalam tiga tahap. Reaksi tahap (2) adalah reaksi yang lambat dan
disebut sebagai tahap penentu laju reaksi. Reaksi diatas adalah orde kesatu,
molekularitas tahap penentu laju reaksi adalah dua, sehingga disebut reaksi
bimolekular.
- pembakaran batubara
- peleburan bijih tambang - sintesa amonia
- pemecahan padatan - oksidasi amonia untuk
Reaksi Heterogen
dengan asam memproduksi asam nitrat
- absorpsi gas-cair disertai - pemecahan (cracking)
denga reaksi crude oil
- reduksi bijih besi - oksidasi SO2 → SO3
menjadi baja dan besi
rA = f (keadaaan sistem)
rA = f ( temperatur, tekanan, konsentrasi)
rA = f (T, P, C)
rA = f ( temperatur, konsentrasi)
rA = f (T, C)
Dalam industri suatu proses perlu dipercepat atau diperlambat. Oleh karena
itu setiap reaksi kimia dalam industri perlu dilangsungkan pada kondisi tertentu agar
produknya dapat diperoleh dalam waktu yang singkat. Jadi dengan mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi suatu reaksi, maka reaksi itu dapat dikendalikan.
Bila laju reaksi didasarkan pada satuan massa padatan dalam sistem cair-
padat maka persamaan lajunya:
Bila laju reaksi didasarkanpada satuan antar permukaan dari 2 sistem cair-cair
atau satuan permukaan dalam sistem gas-padatan, maka persamaan lajunya:
Jika laju reaksi didasarkan pada satuan volume padatan dalam sistem gas-
padat, maka:
Sedangkan laju reaksi yang didasarkan pada satuan volume reaktor dan
apabila berbeda dengan laju reaksi yang didasarkan atas satuan volume fluida, maka
persamaan lajunya:
Pada sistem homogen, volume fluida dalam reaktor seringkali sama dengan
volume reaktor sehingga V dan VR adalah sama.
BAB II
LAJU REAKSI KIMIA
Tujuan Pembelajaran :
Setelah mempelajari laju reaksi kimia, diharapkan mahasiswa mampu:
1. memahami ketergantungan laju reaksi pada konsentrasi dan mengukur
konsentrasi reaktan dan produk reaksi.
2. memahami pengertian laju reaksi sesaat dan laju reaksi rata-rata.
3. memahami penerapan praktis dan penerapan teoritis dari hukum laju.
4. memahami waktu paruh zat dalam reaksi dan hubungannya dengan
konsentrasi awal dan orde reaksi.
5. memahami ketergantungan laju reaksi pada temperatur mengenai: persamaan
Arrhenius dan persamaan Van’t Hoff, keadaan transisi, serta teori tumbukan.
6. memahami penggunaan metode penentuan konstanta laju dan orde reaksi.
Dari definisi tersebut, jika A merupakan produk reaksi maka laju reaksi bertanda
positif (+), sebaliknya jika A sebagai reaktan maka laju reaksi bertanda negatif (-).
Dalam sistem volume konstan pengukuran laju reaksi komponen A menjadi:
N
d A
rA =
1 d NA
=
V = d [A] .............................................................. 1b.
V dt dt dt
N
d A
1 d NA V = d [A]
rA = =
V dt dt dt
PA N P
dimana PA .V = N A .RT → = A → A = [A]
RT V RT
1 d PA
rA = ........................................................................................ 1c.
RT dt
Jadi, laju reaksi untuk setiap komponen dapat dinyatakan dengan perubahan laju
konsentrasi atau tekanan parsialnya.
Alasan lain untuk mempelajari laju reaksi, karena hal ini akan menghasilkan
pemahaman tentang mekanisme reaksi, yaitu analisis tentang reaksi menjadi
rangkaian (tahap-tahap) reaksi dasar.
Hal pertama yang dilakukan dalam analisis kinetika kimia suatu reaksi adalah
menentukan stoikiometri reaksi dan mengenali setiap reaksi samping, sehingga data
dasar tentang kinetika kimia suatu reaksi adalah konsentrasi reaktan dan produk
reaksi pada waktu tertentu yang berbeda setelah reaksi tersebut dimulai. Laju reaksi
dapat ditentukan dengan cara mengikuti perubahan sifat selama terjadinya reaksi.
Dengan menganalisis campuran reaksi dalam selang waktu tertentu, maka
konsentrasi reaktan dan produk reaksi dapat dihitung.
1. Teknik Eksperimen
aA + bB → cC + dD
pada suatu saat tertentu, konsentrasi reaktan A dan B adalah [A] dan [B], dan
konsentrasi produk reaksi C dan D adalah [C] dan [D].
Laju dapat dinyatakan dalam batasan laju pembentukan produk reaksi atau
laju konsumsi reaktan (pereaksi) tertentu. Maka:
1 d [ A] 1 d [ B] 1 d [ C ] 1 d [ D]
= k [ A] [ B ] ………………….. 1d.
l m
− =− = =
a dt b dt c dt d dt
dimana:
a, b, dan c, d adalah Koefisien stoikiometri reaktan dan produk
l dan m adalah Orde reaksi terhadap A dan B.
k adalah konstanta Laju reaksi
1 d [ A] 1 d [ B]
rA = − dan rB = −
a dt b dt
1 d [C ] 1 d [ D]
rC = dan rD =
c dt d dt
1 d[ X ]
rX = ± ........................................................................................... 1e.
x dt
5A + B+6C→3D +3E
1 d [ A] d [ B] 1 d [ C ] 1 d [ D] 1 d [ E ]
− =− =− = =
5 dt dt 6 dt 3 dt 3 dt
[ N 2 O5 ] 2 − [ N 2 O5 ]1 ∆[ N 2 O5 ]
Laju Reaksi rata-rata = − = .......................... 2.
t 2 − t1 ∆t
(2,0 − 2,15)mol / L
Laju reaksi rata-rata = − = 1,5.10 −3 mol / L.s
(100 − 0) s
(1,35 − 1,75)mol / L
maka, Laju Reaksi rata-rata = − = 1,0.10 −3 mol / L.s
(700 − 300) s
Dalam kinetika kimia, konsep laju reaksi yang penting adalah laju sesaat,
yaitu: laju reaksi pada waktu tertentu. Laju sesaat suatu reaksi diperoleh dari alur
(plot) antara perubahan konsentrasi terhadap waktu tertentu, yaitu:
Limit ∆[ N 2 O5 ] d [ N 2 O5 ]
= = ................................................................. 3
∆t → 0 ∆t dt
0 2,15 1,34.10-3
1,5.10-3
Beberapa hal yang yang dapat disimpulkan dari tabel diatas adalah sebagai berikut:
1. Konsentrasi N2O5 berkurang jika waktu bertambah (konsentrasi N2O5 berubah
jika waktu berubah).
2. Laju reaksi berkurang jika waktu bertambah (laju reaksi berubah jika waktu
berubah).
0.25
0.2
Kkonsentrasi N2O5
0.15
A
0.1
0.05
0
0 10 20 30 40 50 60 70
waktu, detik
Jadi pada waktu t1 (s); sesuai dengan titik A, laju reaksi adalah:
d [ N 2 O5 ] y1
− = ....................................................................................... 4.
dt x1
d [ NO2 ] − 2d [ N 2 O5 ] 2 y1
= = dan
dt dt x1
d [O2 ] 1 d [ N 2 O5 ] y
=− = 1
dt 2 dt 2 x1
0.25
β Produk reaksi
0.2
Kkonsentrasi N2O5
0.15
0
0 10 20 30 40 50 60 70
waktu, detik
Dari grafik dapat diketahui, laju reaksi pada waktu t dapat dinyatakan dengan:
Untuk reaktan:
d [Re ak tan]
Laju Reaksi = = tan α
dt
Untuk produk:
d [Pr oduk ]
Laju reaksi = = tan β
dt
Jika [A]0 adalah konsentrasi awal reaktan A pada waktu t = 0, dan x adalah
konsentrasi produk reaksi pada waktu t = t, maka
d ( [ A]0 − x )
Laju reaksi =
dt
a A + b B → Pr oduk
dapat diperoleh bahwa laju reaksi berbanding lurus dengan [A]x dan [B]y, sehingga:
Laju = r = k [ A ] [ B] ……………………………………………………. 5.
x y
[ ][
dengan ; Laju = r = k Br - BrO 3- H + ][ ] 2
.................................................................. 6.
Reaksi tidak harus mempunyai orde bilangan bulat. Contohnya, jika reaksi
mempunyai hukum laju:
r = k [ A] [ B]
0,5
maka reaksi ini mempunyai orde setengah terhadap A dan orde kesatu terhadap B,
dan secara keseluruhan adalah satu setengah.
Jika hukum laju tidak berbentuk [A]x [B]y [C]z …., maka reaksi ini “tidak”
mempunyai orde. Hukum laju yang ditentukan secara eksperimen untuk rekasi fase
gas: H2 + Br2 → 2 HBr, adalah:
k [ H 2 ] [ Br2 ]
1,5
r= .................................................................................... 7.
[ Br2 ] + k' [ HBr]
Terlihat dari hukum laju ini, bahwa reaksi ini mempunyai orde kesatu terhadap H2,
tetapi ordenya terhadap Br2, HBr, dan keseluruhan tidak tertentu (kecuali pada
kondisi yang disederhanakan, seperti jika [Br2] >> k’[HBr]).
Beberapa reaksi mempunyai orde kenol, dan karenanya mempunyai laju yang
tidak begantung pada konsentrasi reaktan (selama masih ada sejumlah reaktan).
r = k .......................................................................................................... 8.
hal ini berarti bahwa perubahan konsentrasi tidak berpengaruh pada laju reaksi.
Pernyataan ini menunjukkan adanya tiga masalah:
a. kita harus mencari cara untuk menentukan hukum laju, dan
mendapatkan konstanta laju dari data eksperimen.
b. kita harus mencari cara untuk menyusun mekanisme reaksi yang
konsisten dengan hukum laju.
c. kita harus menjelaskan tentang nilai konstanta laju dan
ketergantungan konstanta ini pada temperatur.
d [ A]
− = k ……………………………………………………………… 9.
dt
[ A] t
− ∫
[ A ]0
d [ A] = ∫ k .dt
0
diperoleh:
[A] = [A]0 - k.t ......................................................................................... 10a.
atau:
[A]0 - [A]
k= ………………………………………………………….. 10b.
t
A → Produk
adalah:
d[ A ]
- = k[ A ] ………………………………………………………....... 11a.
dt
d[ A ]
− = k dt
[ A]
yang dapat diintegrasikan secara langsung. Karena pada awalnya, pada t = 0, →
konsentrasi reaktan A adalah [A]0, dan pada t = t, → konsentrasi A adalah [A], dapat
dituliskan:
[ A] t
d [ A]
− ∫
[ A ]O
[ A] ∫0
= k .dt
dan diperoleh:
[ A] [ A]0
− ln = k .t atau ln = k .t ......................................................... 11b.
[ A]O [ A]
[ A] = [ A]O .e -k.t ......................................................................................... 11c
Kedua persamaan ini (11b dan 11c) merupakan versi dari Hukum Laju
Terintegrasi, yaitu bentuk integrasi dari persamaan laju reaksi.
[ A]0
Persamaan 11b menunjukkan bahwa jika ln dialurkan terhadap t, maka
[ A]
reaksi orde kesatu akan menghasilkan garis lurus. Dimana jika grafik tersebut berupa
garis lurus maka membuktikan bahwa reaksi ini adalah orde kesatu dan harga k dapat
diperoleh dari kemiringannya (yang sama dengan –k). Persamaan 11c menunjukkan
bahwa dalam reaksi orde kesatu, konsentrasi reaktan berkurang secara eksponensial
terhadap waktu, dengan laju yang ditentukan oleh k.
2 A → Pr oduk
[ A] t
d [ A]
− ∫ 2
= ∫ k .dt
[ A ]0 [ A] 0
diperoleh:
1 1
− = k .t ...................................................................................... 13a.
[ A] [ A]0
2. Bentuk 2
Misalkan, reaktan A dan B, dengan konsentrasi awal berturut-turut adalah
[A]0 dan [B]0.Dan bila [A]0 ≠ [B]0, dengan reaksi:
A + B → Produk
Jadi:
Pada t = 0 [A]0 [B]0 0
Pada t = t [A] [B] x
Maka persamaan hukum lajunya adalah:
dx
= k .[ A].[ B ] ...................................................................................... 14.
dt
x t
dx
∫0 [ A].[ B] = ∫0 k .dt
diperoleh:
1 [ A].[ B ]0
ln = k .t ............................................................... 15.
[ A]0 − [ B ]0 [ A]0 .[ B ]
Dimana:
[A] = [A]0 - x
[B] = [B]0 - x
x adalah konsentrasi produk pada waktu t.
1. Bentuk 1
Laju reaksi berbanding langsung dengan pangkat tiga konsentrasi dari suatu
reaktan. Suatu reaksi umum:
Jika konsentrasi awal A,B, dan C berturut-turut adalah [A]0, [B]0, dan [C]0.
Dan bila [A]0 = [B]0 = [C]0, maka persamaan reaksi diatas menjadi:
3 A → Pr oduk
Jadi:
Pada t = 0 [A]0 0
Pada t =t [A] x
Sehingga persamaan laju reaksinya adalah:
dx
= k .[ A]3 ............................................................................................ 17.
dt
x t
dx
∫0 [ A]3 = k ∫0 dt
diperoleh:
1 1
2
− 2
= k .t .............................................................................. 18a.
2[ A] 2[ A]0
atau:
1 1 1
........................................................................... 18b.
k= 2
− 2
2t [ A] [ A]0
dimana :
[A] = [A]0 – x
[A]0 adalah konsentrasi awal reaktan A pada waktu t = 0
x adalah konsentrasi produk reaksi pada waktu t
1 1
2k .t = −
[A] [ A]O 2
2
1 1
2
= 2
+ 2k .t ............................................................................... 19.
[ A] [ A]O
Persamaan ini sama dengan persamaan Regresi Linier bentuk y = a + bx, sehingga
1
jika kita memplotkan antara terhadap waktu t, maka akan diperoleh garis lurus
[ A] 2
1
dengan perpotongan pada 2 dan kemiringan 2k.
[ A]O
2. Bentuk 2
Laju reaksi sebanding dengan kuadrat konsentrasi dari reaktan pertama dan
pangkat satu dari reaktan kedua.
Bila [A]0 = [B]0 ≠ [C]0, maka persamaan reaksi umum diatas akan menjadi:
2 A + C → Produk
jadi
Pada t = 0 [A]0 [C]0 0
Pada t = t [A] [C] x
Sehingga persamaan laju reaksinya adalah:
dx
= k .[ A] 2 [C ] ...................................................................................... 20.
dt
x t
dx
∫0 [ A]2 [C ] = k ∫0 dt
diperoleh:
1 1 1 1 ([ A]O − x).[C ]O
− + ln = k .t
([C ]O − [ A]O ) ([ A]O − x) [ A]O ([C ]O − [ A]O ) 2
[A]O .([C]O - x)
................................................................................................................. 21.
dimana:
[A] = [A]0 - x
[C] = [C]0 – x
[C]0 adalah konsentrasi awal reaktan C pada waktu t = 0
x adalah konsentrasi produk reaksi pada waktu t
3. Bentuk 3
Laju sebanding dengan hasil kali konsentrasi dari ketiga reaktan.
Bila [A]0 ≠ [B]0 ≠ [C]0, maka persamaan reaksi umum diatas akan menjadi:
A + B + C → Produk
Jadi
Pada t = 0 [A]0 [B]0 [C]0 0
Pada t = t [A] [B] [C] x
Sehingga persamaan laju reaksinya adalah:
dx
= k .[ A][ B ][C ] ……………………………………………………. 22.
dt
x t
dx
−∫ = k ∫ dt
0
[ A][ B ][C ] 0
diperoleh:
1 [ A]
[ B ]0 −[ C ]0
ln 0
([ A]0 − [ B ]0 )([ B ]0 − [C ]0 )([C ]0 − [ A]0 ) ([ A]0 − x)
[ B]0
[ C ]0 −[ A ]0
[C ]0
[ A ]0 −[ B ]0
= k .t ........................................ 23.
([ B ]0 − x) ([C ]0 − x)
dimana:
[A] = [A]O - x
[B] = [B]O - x
[C] = [C]O – x
[A]O, [B]O, dan [C]O berturut-turut adalah konsentrasi awal reaktan A, B, dan
C pada waktu t = 0
x adalah konsentrasi produk reaksi pada waktu t.
dan orde reaksi tersebut adalah satu jika air dalam keadaan berlebih.
2 n −1 − 1
t1 / 2 = n −1 …………………………………………………… 24.
(n − 1).[ A]0 .k
0,693
t1 / 2 = ............................................................................................... 25.
k
Yakni waktu paruh tidak tergantung pada konsentrasi untuk reaksi orde kesatu.
Kenaikan laju reaksi ini dapat dijelaskan dengan gerak molekulnya. Dengan
kenaikan temperatur gerakan molekul semakin meningkat, sehingga kemungkinan
terjadinya tabrakan antar molekul juga meningkat.
Energi kinetik molekul-molekul tidak sama. Ada yang besar dan ada yang
kecil. Karena itu pada temperatur tertentu ada molekul-molekul yang bertabrakan
secara efektif dan ada yang bertabrakan secara tidak efektif. Dengan kata lain, ada
tabrakan yang menghasilkan reaksi dan ada tabrakan yang tidak menghasilkan reaksi.
mempunyai energi kinetik yang cukup tinggi itu menyebabkan reaksi kimia juga
makin banyak terjadi. Ini berati bahwa laju reaksi kimia semakin tinggi.
Persamaaan Arrhenius
Pengamatan empiris menemukan bahwa banyak reaksi mempunyai konstanta
laju yang mentaati persamaan Arrhenius:
atau:
EA
ln k = ln A − …………………………………………………….... 26b.
RT
Dari persamaan 26b terlihat, bahwa untuk banyak reaksi jika kita
1
memplotkan antara ln k terhadap akan menghasilakan garis lurus, dengan
T
E
perpotongan ln A dan kemiringan − A .
R
Gam bar 2.3 Grafik Arrhenius antara ln k terhadap 1/T
ln k
1/T
EA EA
ln k1 = ln A − dan ln k 2 = ln A −
RT1 RT2
EA E
ln k 2 − ln k1 = − + A
RT2 RT1
k2 E A 1 1
ln = − ………………………………………………….. 27.
k1 R T1 T2
Energi Aktivasi
Energi aktivasi adalah energi minimum yang harus dimiliki oleh molekul-
molekul pereaksi (reaktan) agar menghasilkan terjadinya reaksi jika saling
bertabrakan. Dalam persamaan Arrhenius:
Untuk reaksi yang molekul pereaksinya mempunyai banyak ikatan yang perlu
diputuskan maka energi aktivasinya besar, sedangkan jika hanya sedikit ikatan yang
perlu diputuskan maka energi aktivasinya kecil. Untuk reaksi tanpa pemutusan
ikatan, misalnya: H + + OH − → H 2 O , energi aktivasinya sama dengan nol.
2.2. Termodinamika
k1
Suatu reaksi: A ↔ R
k2
d (ln k ) ∆H r
= ……………………………………………………….. 28.
dt RT 2
[ R ] k1
Karena K = Kc = = , maka:
[ A] k 2
d (ln k1 ) d (ln k 2 ) ∆H r
− = .................................................................... 29.
dt dt RT 2
d (ln k1 ) E d (ln k 2 ) E
= 1 2 dan = 22
dt RT dt RT
d (ln k ) E
=
dt RT 2
E
ln k = −
RT 2
4π .k .T
Z AA = σ A .n A
2 2
MA
N2 4π .k .T
Z AA = σ A .
2
[ A] 2 …………………………………………… 31.
10 6 MA
Dimana:
ZAA = jumlah tumbukan A dengan A per detik per cm3.
σ = diameter sebuah molekul, cm
MA = berat molekul
N = bilangan Avogadro : 6,023.1023 molekul/mol
[A] = konsentrasi A, mol/L
N .[ A]
nA = , jumlah mol A/cm3.
10 3
R
k = konstanta Bolzmann = = 1,3.10 −16 erg / K
N
2
σA + σB 1 1
Z AB = .n A .n B . 8π .k .T +
2 MA MB
2
σA + σB N
2
1 1
Z AB = . 6 . 8π .k .T + .[ A].[ B ] ......................... 32.
2 10 MA MB
− rA = k .[ A].[ B ]
Fraksi Tumbukan yg melibatkan
− rA = ( Laju Tumbukan, mol/L.dt ).
energi minimum, E
3
10 −EA / RT
− rA = Z AB . .e .......................................................................... 33a.
N
k
2
σA + σB N 1 1 − E A / RT
ZA = . 3 . 8π .k .T + .e .[ A].[ B] .............. 33b
2 10 M A M B
A
.
Jadi, dari persamaan ini ternyata ketergantungan konstanta laju reaksi pada
temperatur dapat dinyatakan dengan: k ≈ T 1 / 2 .e − E A / RT
E2 (≈∆H2*) E2 (≈∆H2*)
(selalu positif) (selalu positif)
Energi
E1 (≈∆H1*) E1 (≈∆H1*)
Energi
(selalu positif) (selalu positif)
Endotermik
Eksoterm ik
Dimana:
R
k = konstanta Bolztmann : = 1,3.10 −16 erg / K
N
h = konstanta Plack : 6,63.10-27 erg.s.
A + B → k1
AB ∗
AB ∗ →
k2
A+ B
∗
AB → Pr oduk
k3
Maka;
k1 [ AB ∗ ]
K c∗ = =
k 2 [ A].[ B ]
[A].[B] = K*c[AB*]
[AB*] = K*c.[A].[B] =
k.T
k3 =
h
sehingga:
Laju Peruraian
rAB ( kedepan ) = .( Konsentrasi Kompleks Teraktivasi ) .
Kompleks teraktivasi
k .T
rAB = [ AB*]
h
k .T ∗
rAB = .K c .[ A].[ B] …………………………………………………. 34.
h
K C∗
∆G* = ∆H * −T .∆S * = − R.T ln o ................................................... 35a.
K∗
C
0
dimana: K C∗ = rasio konsentrasi pada keadaan standar
k.T ∆S / R −∆H */ RT ∗ 0
rAB (kedepan) = .e .e .K C .[ A].[ B ] ............................................ 36.
h
Secara teoritis ∆S* dan ∆H*, berubah secara perlahan terhadap temperatur.
Dari bentuk diatas e ∆S */ R adalah sangat tidak sensitif terhadap temperatur daripada
dua bentuk yang lain, sehingga bentuk tersebut menjadi konstan.
Untuk reaksi ke depan (→) dan reaksi ke belakang (←) dari persamaan mula-
mula didapat:
k 2 ≈ T .e − ∆H 2 */ RT .................................................................................... 37b.
Dimana: ∆H 1∗ − ∆H 2∗ = ∆H r
Selanjutnya kita lihat hubungan antara ∆H* dab Energi aktivasi Arrhenius,
yang secara umum kita menggunakan analogi dari termodinamika. Untuk cairan dan
padatan: E = ∆H ∗ − RT
Untuk gas:
E = ∆H ∗ − ( Molecularity − 1).R.T
dari teori ini; maka E − ∆H ∗ = − RT , dimana -R.T sangat kecil, sehingga ∆H* = E.
Jadi, teori keadaan transisi menduga bahwa : k ≈ T .e − E A / RT
d [ R1 ]
− = k .[ R1 ]l [ R2 ] m ………………………………………………. 38a.
dt
Atau
d [ R1 ]
log − = log k + l. log .[ R1 ] + m. log .[ R2 ] …………………….. 38b.
dt
d [ BrO3− ]
− = r = k .[ H + ]l .[ BrO3− ] m .[ H 2 O2 ] n
dt
atau ;
harga l, m, dan n dapat dihitung dengan memakai persamaan diatas dengan memilih
data sedemikian rupa, sehingga [H+] atau [BrO3-] atau [H2O2] bervariasi dan dua
lainnya dibuat konstan.
Contoh:
Misalkan kita ingin menentukan orde reaksi terhadap [BrO3-] = m, maka:
Dari data eksperimen 1 dan 2, diperoleh:
19
log
m= 9 = 1,08 ≈ 1
0,001174
log
0,00587
18
log
l= 9 =1
0,24
log
0,12
jadi:
Persamaan Laju reaksinya adalah:
d [ BrO3− ]
− = r = k .[ H + ].[ BrO3− ].[ H 2 O2 ]
dt
R
k= + -
[H ] [BrO 3 ] [H 2 O 2 ]
9.10 − 7 M.s -1
k= = 0,0426 M -2 .s -1
(0,1 M ).(0,00587 M ).(0,036 M )
demikian juga untuk harga k yang lainnya dapat dihitung, dan rata-rata dapat
diperoleh atau dapat juga menggunakan metode grafik.
Contoh perhitungan;
Data berikut diperoleh dalam reaksi atom bromin dengan Cl2O. Hitung orde
reaksi berkenaan dengan atom bromin dan Cl2O.
Waktu (μ s) 0 40 70 100
[Cl2O].103,
24,4 19,70 17,85 16,56
mol/m3
[Br].103,
12,2 7,50 5,65 4,36
mol/m3
Misalkan n1 dan n2 orde reaksi berkenaan dengan Cl2O dan atom bromin.
Harga k dihitung untuk kombinasi n1 dan n2 yang berbeda dari data diatas. Jelas
bahwa untuk n1 = n2 = 1, harga k yang diperoleh adalah konstan.
Harga k
n1 = 0, n2 = 0 0,118.10-3 0,062.10-3 0,050.10-3
n1 = 1, n2 = 0 5,34 3,29 2,33
n1 = 0, n2 = 1 1,206 0,944 0,861
n1 = 2, n2 = 0 2,5.105 2,33.105 2,0.105
n1 = 0, n2 = 2 1,27.105 1,47.105 1,70.105
n1 = 1, n2 = 1 5,40.105 5,30.105 5,30.105
tidak, kemiringan dari plot antara t1/2 terhadap log [A]0, memberikan harga orde
reaksi seperti dalam persamaan 24:
2 n −1 − 1
t1 / 2 = n −1 ………………………………………………… 24.
(n − 1).[ A]0 .k
Akan menjadi:
2 n −1 − 1
log t1 / 2 = log - (n - 1) log [A]0 ……………………………… 39.
(n − 1).k
Contoh perhitungan:
Data berikut dicatat dalam peluluhan radikal ClO. Hitung orde reaksi
tersebut.
[ClO]0.103,
8,7 8,44 7,44 7,39 7,13
(mol/m-3)
t1/2, (m dtk) 4,8 4,9 5,4 5,5 5,8
log [ClO]0* 0,94 0,926 0,892 0,869 0,853
log t1/2 0,681 0,690 0,732 0,74 0,763
* dengan mengabaikan faktor sejenis 10-3
Data menunjukkan bahwa waktu paruh tidak bebas dari konsentrasi awal
radikal ClO. Plot log [ClO] terhadap log t1/2 adalah suatu garis lurus (gambar
dibawah) dan kemiringan -1.
Gam bar 2.5 Plot log t 1/2 te r hadap log [ClO]0
0.77
0.75
log t 1/2
0.73
0.71
0.69
0.67
0.853 0.869 0.892 0.926 0.94
log [ClO]0
kesetimbangan yang lama, dan umumnya mengikuti kinetika orde I. persamaan yang
menggambarkan perilaku tersebut adalah:
Dimana ∆[Ci] dan ∆[Ci]0 adalah perpindahan konsentrasi dari posisi kesetimbangan
pada waktu t dan t = 0, τ adalah waktu relaksasi. Bentuk diferensial dapat diperoleh
dengan mendiferensiasi terhadap t, dengan persamaan:
d∆[Ci ] 1
= ∆[Ci ]0 .e −i / τ − .…………………………………………. 41a.
dt τ
atau
d ( ∆[Ci ]0 ) 1
− = ∆[Ci ] ...……………………….……………………. 41b.
dt τ
sehingga menjadi:
atau:
ln( [ A]1 − [ A] 2 ) = −k .t + ln [ A]O .(1 − e − k .∆t ) ............................................ 42b.
Maka jika kita memplotkan antara ln ([A]1 – [A]2) terhadap t akan memberikan garis
lurus dengan kemiringan k
Contoh Soal
1. Tuliskan persamaan-persamaan laju reaksi diferensial dari reaksi-reaksi dibawah
ini.
a. 2 H 2 + O2 → 2 H 2 O
b. 2 NOCl → 2 NO + Cl 2
c. NO + O3 → NO2 + O2
Jawab:
d[H 2 ] 2d [O2 ] d [ H 2 O]
a. Laju reaksi = − =− =
dt dt dt
d [ NOCl ] d [ NO ] 2d [Cl 2 ]
b. Laju reaksi = − = =
dt dt dt
d [ NO] d [O3 ] d [ NO2 ] d [O2 ]
c. Laju reaksi = − =− = =
dt dt dt dt
CH 4 ( g ) + 2O2 ( g ) → CO2 ( g ) + 2 H 2 O( g )
jika metana terbakar dengan laju 0,15 mol/L.s. Hitung laju pembentukan CO2 dan
H2O.
Jawab:
Laju pembentukan CO2:
0,15 mol CH 4 1 mol CO2
rCO2 = x = 0,15 mol CO 2 /L.s.
L.s 1 mol CH 4
Laju pembentukan H2O:
0,15 mol CH 4 2 mol H 2 O
rH 2O = x = 0,30 mol CO2 / L.s
L.s 1 mol CH 4
3. Variasi tekanan parsial azometana terhadap waktu pada temperatur 600K, dengan
hasil dibawah ini. Buktikan bahwa dekomposisi:
Jawab:
Laju reaksi orde I adalah sebagai berikut:
[ A]0
ln = k .t ........................................................................................... 11b.
[ A]
[ P]0
Persamaan ini dapat menjadi ln = k .t . Jadi jika mengalurkan antara
[ P]
[ P]0
ln terhadap t maka akan diperoleh grafik berupa garis lurus yang
[ P]
membuktikan bahwa reaksi berorde kesatu dengan kemiringan k.
1.5
1.25
1
ln Po/P
0.75
0.5
0.25
0
0
1000 2000 3000 4000
Waktu, s
6,2.10 -4 60 s
k= x = 0,0372 /menit
s 1 menit
[ A]0 [ A]0
ln = 0,0372 /menit x 20 menit = 0,744 , maka nilai = 2,104
[ A] [ A]
Konsentrasi yg tertinggal
% yang tertinggal = x 100 %
Konsentrasi awal
1
x 100 %
= [A]0
[A]
1
= x 100 % = 47,52 %
2,104
Jadi % Hidrogen Peroksida yang terurai adalah = 100 % - 47,52 % = 52,48 %
Jadi:
Pada t = 0 [A]0 0
Pada t = t [A] x
x adalah konsentrasi produk reaksi pada waktu t.
Karena 25% reaktan dipakai dalam 25 menit, maka [A] setelah 25 menit akan
menjadi, [A] = [A]0 – x
= 2.104 mol/L. – (2.104 mol/L x 25%) = 1,5.104 mol/L
Dengan mensubstitusi harga [A] = 1,5.104 mol/L dan [A]0 = 2.104 mol/L
[ A]0
Dan t = 25 menit ke dalam persamaan ln = k .t , maka akan diperoleh:
[ A]
( 2.10 4 ) 1
ln 4
x = k ⇒ k = 0,0115 /menit
(1,5.10 ) 25 menit
jadi setelah 50 menit, maka konsentrasi A adalah:
[ A] = [ A]O .e -k.t ⇒ [A] = (2.10 4 ).e (- 0,0115 x 50)
⇒ [A] = 11248,8 mol/L
338,1 4,87.10-3
2.5 4
-6
-7.5
ln k
-9
-10.5
-12
1/T.10-3,K-1
E A − 5,33 − (−11,47)
dari grafik diatas slope = − = = −12039,22
R ( 2,96 − 3,47).10 −3
− E A = −12039,22 x R
E A = 12039,22 x 0,0821 L.atm/mol.K
E A = 988,42 L.atm/K
Jadi untuk menentukan harga A, dari suatu titik pada grafik diperoleh:
988,42 L.atm./K
ln A = - 11,47 +
0,0821 L.atm/mol.K x 288,1 K
ln A = 30,318 (inv. → ln)
jadi harga A = 1,469.1013 /detik
7. Gunakan teori tumbukan untuk menentukan laju reaksi spesifik dari reaksi
dekomposisi (penguraian) hidrogen iodida pada 321,4OC, 2 HI → H 2 + I 2 .
Anggaplah bahwa diameter partikel yang bertumbukan, σ = 3,5 Å (3,5.10-8 cm),
dimana Energi aktivasi yang telah ditentukan secara eksperimen adalah 44.000
kal/mol. Tentukan berapa besar faktor praeksponensial dan konstanta lajunya.
Jawab:
MA = MB = MHI = 128,0 g/gmol
σA = σB = 3,5.10-8 cm
EA = 44.000 kal/gmol
T = 321,3OC = 594,6 K
R =1,987 kal/gmol.K
N = bilangan Avogadro = 6,023.1023 molekul/gmol
R 1,987 kal/gmol.K
K= = = 3,28739.10 - 24 kal/K
N 6,023.10 23 molekul/gmol
Dari persamaan 33b, diperoleh:
k
2
σA + σB N 1 1 − E A / RT
ZA = . 3 . 8π .k .T + .e .[ A].[ B] ,
2 10 M M
A B
A
2
σA + σB N 1 1
A = . 3 . 8π .k .T + , maka dengan memasukkan
2 10 M
A M B
A = 2,042.10-5
-44.000
Jadi k = 2,042.10 - 5.e 1,987 x 594,6
k = 1,2.10-21
Jawab:
a. Peluruhan RA mengikuti hukum laju reaksi orde I:
0,693 0,693
t1 / 2 = →k=
k t1 / 2
0,693
k = 24 hari x 24 jam x 60 menit x 60 detik
1 hari 1 jam 1 menit
-7
k = 3,342.10 /detik
b. 80% thorium meluruh, jumlah awal thorium [A]0.
Latihan Soal
1. Suatu reaksi fase gas; 2 A (g) → 2 B (g) + C , berlangsung secara internal dan
isokhoris. Jika hanya terdapat A saja, maka data-data percobaannya adalah
sebagai berikut:
t, menit 0 10 20 30 40 50
Pt, atm 2,0 2,162 2,308 2,4 2,471 2,526
3. Di dalam suatu reaktor, zat cair A berubah 50% dalam waktu 22,5 menit.
Tentukanlah berapa waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan 75% zat cair A
yang berubah, jika zat cair tersebut terurai dengan mengikuti:
a. Reaksi orde 1?
b. Reaksi orde 2?
c. Reaksi orde 3?
A+B→C
5 Bila konsentrasi N2O5 dalam larutan CCl4 pada 45OC adalah 0,5 M. Harga
konstanta k = 6,22x10-4 s-1. Berapa konsentrasi setelah 1,5 jam bila:
d. Penguraian mengikuti reaksi orde 1?
e. Penguraian mengikuti reaksi orde 2?
7. Dalam suatu reaksi gas, waktu paruh reaksi (t1/2) berubah sesuai dengan tekanan
parsial (P) sebagai berikut :
P (mm) : 500 600 800 1000
t1/2 (menit) : 268 223 168 134
Tentukan orde reaksi.
9. Pada reaksi antara atom bromin dan Cl2O, berlangsungnya reaksi diikuti dengan
mengukur konsentrasi radikal ClO. Jika konsentrasi awal dari atom bromin =
12,2.10-6 mol/L dan Cl2O = 24,4.10-6 mol/L. Hitunglah konstanta laju reaksi.
Br + Cl 2 O → BrCl + ClO
t, μ s 10 20 30 40 50 60 70 80 100
ClO.106, 3
1,68 2,74 4,7 5,6 6,19 6,55 7,4 7,8
mol/L ,66
BAB III
MEKANISME REAKSI DAN HUKUM LAJU
Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari mekanisme reaksi dan hukum laju, diharapkan mahasiswa
mampu:
1. memahami mekanisme reaksi berkenaan dengan reaksi dasar dan
penggolongan reaksi dasar menurut molekularitasnya.
2. memahami hukum laju untuk reaksi bimolekul dasar dan reaksi unimolekul.
3. memahami hukum laju keseluruhan yang berasal dari reaksi berturutan dan
tahap penentu reaksi dalam mekanisme reaksi.
4. memahami reaksi melalui pembentukan zat antara (keadaan transisi) dengan:
pendekatan keadaan tunak (tetap), prakeseimbangan, dan mekanisme kerja
enzim (Michaelis-Menten).
Banyak reaksi tidak berlangsung dalam satu tahap reaksi tetapi berlangsung
dalam beberapa tahap untuk menghasilkan produk reaksi. Setiap tahapan reaksi
disebut reaksi elementer (reaksi dasar). Deretan reaksi elementer ini yang disebut
mekanisme reaksi.
Dalam mempelajari reaksi yang berlangsung pada tiap tahap, perlu diketahui
banyaknya (jumlah) molekul reaktan yang bertumbukan untuk membentuk suatu zat
antara (atau kompleks transisi atau intermediate) yang selanjutnya zat antara ini akan
bereaksi membentuk produk. Molekularitas reaksi elementer adalah jumlah molekul
(atau atom atau ion) yang bertumbukan untuk bereaksi. Molekularitas harus
dibedakan dengan orde reaksi; orde merupakan kuantitas empiris, dan diperoleh dari
hukum laju secara eksperimen, sedangkan molekularitas merujuk pada reaksi
elementer yang didalilkan dalam mekanisme reaksi. Reaksi elementer uni-
molekular (kemolekulan satu), dari satu macam reaktan dapat terjadi setelah
sekurang-kurangnya melalui “tahap bimolekular”. Reaksi elementer yang
menyangkut tabrakan antara dua molekul disebut bimolekular. Reaksi termolekular
yang menyangkut tiga molekul bertabrakan serentak sangat jarang.
H + Br2 → HBr + Br
A + B → Produk
persamaan reaksi diatas mempunyai arti bahwa: suatu atom H tertentu menyerang
molekul Br2 tertentu, dan menghasilkan molekul HBr dan atom Br.
d [ A]
− = k .[ A].[ B ] ………………………………………………….. 1.
dt
239
U 23,5
→
menit 239
Np 2,35
hari
→ 239
Pu
A →
k1
B →
k2
C
pada t = 0 [A]0 0 0
pada t = t [A] [B] [C]
Pada setiap saat: [A] + [B] + [C] = [A]0.
Laju dekomposisi uni-molekular A adalah:
d [ A]
− = k1 .[ A] ……………………………………………………….. 2ª
dt
Zat antara B terbentuk dari A (pada laju k1[A]), dan selanjutnya B meluruh
menjadi C (pada laju k2[B]), maka laju pembentukan B:
d [ A]
= k1 .[ A] − k 2 .[ B ] ………………………………………………… 2b.
dt
d [ A]
= k 2 .[ B ] …………………………………………………………. 2c.
dt
Andaikan pada awalnya hanya terdapat A saja, dan konsentrasinya adalah [A]0. Maka
konsentrasi masing-masing pada waktu t adalah:
[ B] =
k1
k 2 − k1
( )
e − k1 .t − e − k2 .t .[ A]0 …………………………………….. 3b.
k .e − k 2 .t − k 2 .e − k1 .t
[C ] = 1 + 1 .[ A]0 ………………………………….. 3c.
k 2 − k1
[B]
[C]
konsentrasi
[A]
w aktu, t
d [i ]
ri = = 0 ; Dengan catatan bahwa pendekatan steady-state hanya hanya
dt
dapat diterapkan untuk jenis-jenis zat yang mempunyai masa hidup pendek atau
sangat reaktif.
o
2N 2 O 5 (g) dalam
CCl → 4 NO 2 (g) + O 2 (g)
4 , 45 C
Tahap reaksi:
N 2 O 5 →
k1
NO 2 + NO ∗3 (1)
NO 2 + NO ∗3 →
k2
N 2O5 (2)
∗ ∗
NO → NO + O 2
3
k3
(3)
∗ ∗
NO + NO → 2 NO 2
3
k4
(4)
Dari penelitian ditemukan bahwa reaksi ini merupakan reaksi orde kesatu
terhadap N2O5, bukan berorde kedua. Jadi kedua molekul N2O5 terdapat disebelah
kiri tersebut bukan suatu tahapan mekanisme reaksi. Sehingga mekanisme reaksi
yang sebenarnya terjadi (dari reaksi penguraian N2O5 tersebut) berlangsung dalam 4
∗ ∗
tahap reaksi. NO 3 dan NO merupakan intermediate yang sangat reaktif. Sehingga
∗ ∗
pendekatan keadaan tetap dapat dilakukan pada N 2 O 5 , NO 3 dan NO . Dengan laju:
d [N 2 O 5 ]
− rN 2O5 = − k 1 .[N 2 O 5 ] . Untuk pembuktian lihat contoh soal no. 1.
dt
2.2. Prakeseimbangan
Suatu reaksi dimana zat antara mencapai keseimbangan dengan reaktan:
k1
A + B ↔ C →
k2
P
k1 '
dimana: A, B : reaktan
C : zat antara
P : produk
Skema reaksi ini disebut prakeseimbangan. Hal ini terjadi bila: laju
pembentukan zat antara dan laju pengurangan (pembentukan) kembali menjadi
reaktan, jauh lebih cepat dari pada laju pembentukan produk. Sehingga terjadi
keseimbangan antara: A + B dan C. Maka kita dapat menuliskan:
k [C]
k 1 [A] [B] ≈ k 1 ' → 1 = → [C] = K [A] [B]
k 1 ' [A] [B]
[C]
K= ......................................................................................... 4.
[A] [B]
k1
Dengan K =
k1 '
d [P] d [P]
= k 2 [C] → = k 2 K [A] [B]
dt dt
d [P]
= k [A] [B] ……………………………………………………. 5.
dt
k 1 .k 2
Hukum laju ini mengikuti reaksi orde kedua, dengan k =
k1 '
Sebagai contoh, oksidasi nitrogen (II) oksida akan membantu bagaimana
asumsi prakeseimbangan membantu menjelaskan sebuah mekanisme reaksi.
d [NO 2 ]
2 NO (g) + O 2 (g)
→
k
2 NO 2 (g) → = k [NO]2 [O 2 ]
dt
Penjelasan yang mungkin adalah reaksi ini merupakan reaksi satu tahap sederhana
antar molekul; berarti reaksi tersebut memerlukan tumbukan antara tiga molekul
secara bersamaan. Hal ini sangat jarang terjadi. Selain itu, ternyata bahwa laju reaksi
berkurang saat temperatur dinaikkan. Ini menunjukkan adanya mekanisme reaksi
yang rumit, karena reaksi sederhana hampir selalu berlangsung lebih cepat pada
temperatur yang lebih tinggi. Mekanisme yang menyebabkan ketergantungan pada
hukum laju dan temperatur adalah prakeseimbangan.
[N 2 O 2 ]
a. 2 NO (g) ↔ N 2 O 2 (g) → K =
[ NO] 2
d [NO 2 ]
b. N 2 O 2 (g) + O 2 (g)
→
k
2 NO 2 (g) → = k 2 [N 2 O 2 ] [O 2 ]
dt
sebagain besar enzim tidak aktif pada temperatur diatas 60OC. Enzim bekerja dengan
efisiensi maksimum pada temperatur 37OC, yaitu pada temperatur badan atau hewan
berdarah panas.
Reaksi enzimatik telah dipelajari oleh Michaelis dan Menten pada tahun
1913. Teori ini didasarkan pada:
1. Enzim dan zat lain yang menyangkut proses biokimia yang disebut substrat
(S) bereaksi dengan membentuk suatu kompleks menurut reaksi orde kesatu
terhadap enzim dan substrat. Kemudian kompleks terurai menjadi enzim dan
substrat atau menghasilkan produk.
2. Jika laju reaksi adalah maksimum, tidak terdapat enzim bebas, jadi [E] = [ES]
3. Laju reaksi antara enzim dan substrat membentuk kompleks sangat cepat
dibandingkan dengan penguraian kompleks menjadi enzim dan produk.
Maka:
Laju reaksi yang terkatalisa oleh enzim, dengan substrat S yang diubah
menjadi produk P, bergantung pada konsentrasi enzim E, walaupun enzim itu tidak
mengalami perubahan neto. Mekanisme yang diajukan adalah:
k1
E + S ↔ (ES) →
k3
E + Produk
k2
(ES) menyatakan keadaan berikatan antara enzim dan substratnya. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa:
k1 [E] [S]
[ES] = ...................................................................................... 6.
k2 + k3
Misalnya, E0 : konsentrasi enzim total, [E] : konsentrasi enzim, dan [S] : konsentrasi
substrat. Maka: [E] + [ES] = [E]0.
ditataulang menjadi:
k 1 [E]0 [S]
[ES] = ........................................................................... 7b.
k 2 + k 3 + k 1 [S]
k 3 [S]
Laju = k [E]0 → k = …………………………………………. 8.
K M + [S]
k3 + k2
KM = ......................................................................................... 9.
k1
d [P]
Laju = k 3 [E]0 ………………………………………….......…..… 10.
dt
Dan merupakan orde kenol terhadap S. Ini berarti laju itu konstan, karena terdapat S
sangat banyak, sehingga secara efektif konsentrasi S tetap sama, walaupun produk
sedang dibentuk. Selain itu, laju pembentukan produk merupakan suatu maksimum,
dan k 3 [E]0 disebut velositas maksimum enzimolisis; sedangkan k 3 sendiri
merupakan bilangan pembalik maksimum. Jika S yang ada sangat sedikit, sehingga
[S] << KM, maka laju pembentukan produk adalah:
d [P] k 3
= [E]0 [S] …………………………………………………… 11.
dt KM
1 1 K
= + M ..................................................................................... 12.
k k 3 k 3 [S]
Dan selanjutnya jika kita memplotkan antara 1/k terhadap 1/[S] akan diperoleh grafik
garis lurus dan menghasilkan nilai k3 (dari perpotongan pada 1/[S] = 0) dan KM (dari
kemiringan KM / k3). Akan tetapi, grafik itu tidak dapat menghasilkan nilai koefisien
laju individual k1 dan k2 yang tampak dalam KM.
3. Reaksi Unimolekul
Sejumlah reaksi dala fase gas mengikuti kinetika orde kesatu. Dalam reaksi
unimolekular, molekul tunggal mengguncangkan dirinya sendiri atau atomnya
menjadi susunan yang baru; seperti dalam isomerisasi siklopropana menjadi propena:
Masalah dengan hukum laju orde kesatu adalah adanya kemungkinan bahwa
apakah molekul cukup mendapatkan energi untuk bereaksi, akibat dari tumbukannya
dengan molekul lain. Tumbukan merupakan merupakan peristiwa bimolekular
sederhana. Jadi, bagaimana mungkin tumbukan itu menghasilkan hukum laju orde
kesatu? Reaksi fase gas orde kesatu biasanya disebut “reaksi unimolekular” karena
reaksi ini, menyangkut dengan tahap unimolekular dasar, ketika molekul reaktan
berubah menjadi produk.
Mekanisme Lindemann-Hinshelwood
Dalam mekanisme Lindemann-Hinshelwood diandaikan bahwa molekul
reaktan A menjadi tereksitasi penuh energi, karena tumbukan dengan molekul A
lainnya.
d [A*]
A + A →A*+ A → = k1 [A]2 ……………………………….. 13a.
dt
d [A*]
A*+ A → 2A → = - k1 ' [A*][A] ……………………………… 13b.
dt
d [P] d [A*]
A*→ P → = k 3 [A*] → = - k 3 [A*] …………………. 13c.
dt dt
Jika tahap unimolekulcukup lambat untuk menjadi tahap penentu laju, maka
reaksi keseluruhan akan mengikuti kinetika orde kesatu. Kita dapat menerapkan
pendekatan keadaan tetap pada laju pembentukan A* :
d [A*]
= k1 [A]2 - k 2 [A*] [A] - k 3 [A*] = 0 , dan selanjutnya diperoleh:
dt
k [A]2
[A*] = 1
k 3 + k 2 [A]
d [P] k1 k 3 [A]2
= k 3 [A*] = ………………………………………….. 14a.
dt k 3 + k 2 [A]
Pada tahap ini, hukum laju bukan merupakan orde kesatu. Akan tetapi, jika
laju diaktifasi dengan timbukan A*, A jauh labih besar dari laju pengurangan
unimolekul, dalam arti bahwa :
d [P] k k
= k [A] → k = 1 3 …………………………………………. 14b.
dt k2
Persamaan 14b merupakan hukum laju orde kesatu, seperti yang diamati.
Mekanisme Lindemann-Hinshelwood dapat diuji, karena mekanisme ini
meramalkan bahwa dengan pengurangan konsentrasi A (dan karenanya juga tekanan
parsial A), maka reaksi keseluruhan berubah menjadi kinetika od\rde kedua. Jadi,
jika k 2 [A] 〈〈 k 3 ,hukum laju dalam persamaan 14a adalah:
d [P]
= k1 [A]2 ……………………………………………………….. 14c.
dt
Alasan fisik perubahan orde ini adalah: pada tekanan rendah, tahap penentu lajunya
adalah pembentukan bimolekular A*. Jika menuliskan hukum laju dalam persamaan
14a dengan:
d [P] k k [A]
= k [A] → k = 1 3
dt k 3 + k 2 [A]
maka ungkapan untuk konstanta laju efektif dapat ditata ulang menjadi:
1 1 k2
= + .................................................................................15.
k k1 [A] k1 k 3
Jadi, pengujiannya adalah dengan memplotkan antara 1/k terhadap 1/[A], dan
kita mengharapkan hasilnya berupa garis lurus.
Mekanisme Lindemann-Hinshelwood, secara umum sesuai dengan perubahan
orde reaksi unimolekul, tetapi dalam perinciannya tidak sesuai. Salah satu
ketidaksesuaian mekanisme Lindemann-Hinshelwood adalah tidak menyadari bahwa
sebelum reaksi terjadi, mungkin diperlukan eksitasi spesifik molekul itu. Contoh
dalam isomerisasi siklopropana, tahap terpenting adalah pemutusan satu ikatan C-C.
Hal ini terjadi jika ikatan itu sanagt tereksitasi vibrasi.
Contoh Soal
1. Buktikan bahwa reaksi yang diusulkan oleh Ogg (1947) dibawah ini
k1
N 2 O 5 ↔ NO 2 + NO ∗3 (1)
k2
NO ∗3 →
k3
NO ∗ + O 2 (2)
NO ∗ + NO ∗3 →
k4
2 NO 2 (3)
adalah reaksi orde pertama terhadap dekomposisi N2O5, dengan hukum laju:
Jawab:
d [ NO3* ]
Asumsi pendekatan keadaan tetap (steady-state) = rNO* = = 0 dan
3
dt
d [ NO * ]
rNO* = = 0 , selanjutnya dari reaksi diatas diperoleh:
dt
rN 2O5 = k1 [ N 2 O5 ] − k 2 [ NO2 ].[ NO3* ] (a)
k1 .[ N 2 O5 ]
[ N 2 O3* ] = (d)
k 2 .[ NO2 ] + 2.k 3
Selanjutnya persamaan (d) disubstitusi ke persamaan (a), diperoleh:
k 1 .[N 2 O 5 ]
r N 2 O 5 = k 1 [N 2 O 5 ] − k 2 [NO 2 ].
k 2 .[NO 2 ] + 2.k 3
rN 2O5 = k 1 [N 2 O 5 ] → terbukti
0,72.[ A] 2 .[ B ]
dengan hukum laju : rA2 B =
1 + 2.[ A]
Bagaimanakah mekanisme reaksi yang terjadi, dari persamaan reaksi tersebut.
Apabila reaksi yang terjadi terdiri dari intermediate dan dianggap tidak terjadi
reaksi berantai.
Jawab:
Hipotesa I
k1
2 A ↔ A ∗2
k2
k3
A ∗2 + B ↔ A 2 B
k4
A ∗2 →
k2
2A 2.
A ∗2 + B →
k3
A2B 3.
A 2 B →
k4
A ∗2 + B 4.
d [ A2* ]
Asumsi keadaan tetap (steady-state) = rA* = =0
2
dt
rA* = k 1 .[ A] 2 − k 2 [A *2 ] - k 3 [A *2 ] [B] + k 4 [A 2 B] = 0 , jadi:
2
k 1 [A]2 + k 4 [A 2 B]
[A *2 ] = (a)
k 2 + k 3 [B]
d [ A2 B]
dan rA2 B =
dt
rA2 B = k 3 [A *2 ] [B] - k 4 [A 2 B] (b)
Selanjutnya persamaan (a) disubstitusi ke persamaan (b), dperoleh:
k [A]2 + k 4 [A 2 B]
rA2 B = k 3 1 [B] - k 4 [A 2 B]
k 2 + k 3 [B]
k 3 [B] k 1 [A]2 + k 3 [B] k 4 [A 2 B] - k 4 [A 2 B] ( k 2 + k 3 [B])
rA2 B =
k 2 + k 3 [B]
k 1 k 3 [B] [A]2 - k 2 k 4 [A 2 B]
jadi: rA2 B = (c)
k 2 + k 3 [B]
sehingga, jika k2 <<, maka persamaan (c) menjadi:
k 1 k 3 [B] [A]2
rA2 B = = k 1 [A]2
k 3 [B]
jika k4 <<, maka persamaan (c) menjadi:
k 1 k 3 [B] [A]2
rA2 B = → /k2, diperoleh:
k 2 + k 3 [B]
k 1k 3
[B] [A]2
k 0,72.[ A] 2 .[ B ]
rA2 B = 2 ≠ rA2 B =
k 1 + 2.[ A]
1 + 3 [B]
k2
sehingga kita mengajukan hipotesa II, sebagai berikut:
k1
A + B ↔ AB*
k2
k3
A + AB* ↔ A 2 B
k4
A 2 B →
k4
AB* + A 4
d [ AB * ]
Asumsi keadaan tetap (steady-state) = rAB* = =0
dt
rAB* = k1 .[ A] [B] − k 2 [AB* ] - k 3 [AB* ] [A] + k 4 [A 2 B] = 0 , jadi:
k1.[ A] [B] + k 4 [A 2 B]
[AB* ] = (a)
k 2 + k 3 [A]
d [ A2 B]
dan rA2 B =
dt
rA2 B = k 3 [AB* ] [A] - k 4 [A 2 B] (b)
selanjutnya persamaan (a) disubstitusi ke persamaan (b), diperoleh:
k .[ A] [B] + k 4 [A 2 B]
rA2 B = k 3 [A] 1 - k 4 [A 2 B]
k 2 + k 3 [A]
k 3 [A] k1 .[ A] [B] + k 3 [A] k 4 [A 2 B] - k 4 [A 2 B] ( k 2 + k 3 [A])
rA2 B =
k 2 + k 3 [A]
k 3 k1 .[ A] 2 [B] - k 2 k 4 [A 2 B]
jadi: rA2 B = (c)
k 2 + k 3 [A]
maka, jika k4 <<, maka persamaan (c) menjadi:
k1 k 3 .[ A] 2 [B]
rA2 B = , → /k2, diperoleh:
k 2 + k 3 [A]
k1 k 3
.[ A] 2 [B]
k2 0,72.[ A] 2 .[ B ]
rA2 B = ≅ rA2 B =
k3 1 + 2.[ A]
1+ [A]
k2
k1 k 3 k3
dimana: ~ 0,72 dan ~2
k2 k2
jadi mekanisme reaksi yang terjadi seperti pada hipotesa II.
k1
3. Suatu reaksi prakeseimbangan: A + B ↔ C →
k2
P
k1 '
d [C]
antara C, = 0 ; diperoleh:
dt
k 1 [A] [B] - k 1 ' [C] - k 2 [C] = 0 → k 1 [A] [B] = ( k 1 ' + k 2 ) [C]
k 1 [A] [B]
[C] = (5)
( k1 ' + k 2 )
d [P]
= k 2 [C] (6)
dt
Selanjutnya dengan mensubstitusi persamaan 5 ke persamaan 6, diperoleh:
d [P] k [A] [B] d [P] k1 k 2
= k2 1 → = [A] [B]
dt ( k1 ' + k 2 ) dt ( k1 ' + k 2 )
Latiahan Soal
1. Reaksi : Cl2 + CO → COCl, dianggap berlangsung dengan mekanisme berikut
ini:
Cl 2 ↔ 2Cl ∗ cepat, pada kesetimbangan
k 1 [N 2 O] 2
dengan laju: − rN 2O =
1 + k 2 [N 2 O]
Tentukan suatu mekanisme untuk menjelaskan laju yang diamati.
3. Mekanisme berikut ini diusulkan untuk oksidasi amoniak dengan tambahan ClO;
*
NH 3 + ClO → NH 2 + HCl
*
NH 2 + O 2 → NO + H 2 O
*
NH 2 + O 2 → HNO * + OH
2 HNO * + O 2 → H 2 O + N 2 O
a. Turunkan suatu pernyataan untuk laju pembentukan N2O yang hanya
mengandung konsentrasi O2, NH3, dan ClO konstanta laju reaksinya.
b. Hal-hal apa yang membatasi pernyataan ini; jika
1. k2 >> k3
2. k3 >> k2
c. Jelaskan laju reaksi relatif pembentukan N2O dan H2O dalam kedua hal
diatas (b).
4. Dari hasil penelitin laboratorium menunjukkan bahwa reaksi fase gas thermal
k1
H 2 + Br2 ↔ 2 HBr , mengikuti tahap-tahap mekanisme reaksi sebagai berikut:
k2
Br2 →
k1
2 Br • inisiasi
Br • + H 2 →
k2
HBr + H • propagasi
H • + Br2 →
k3
HBr + Br • propagasi
H • + HBr →
k4
H 2 + Br • inhibisi
Br • + Br • →
k1
Br2 terminasi
d [HBr] d [H] d [Br]
Tuliskan pernyataan untuk , , dan ; dengan asumsi bahwa H
dt dt dt
dan Br sebagai zat antara reaktif. Buktikan bahwa persamaan laju reaksinya dapat
1/ 2
d [HBr] k [H 2 ] [Br2 ]1/2
= 2 k 2 1
dituliskan dalam bentuk : dt k5 k [HBr]
1+ 4
k 3 [Br2 ]
B + C →
k2
P
d [P]
mengikuti orde reaksi ketiga, dengan laju = k [A]2 [B]
dt
N 2 O 4 + CO →
k3
2 CO 2 + 2 NO (lambat)
II. 2 NO 2 → NO 3 + NO
k1
(lambat)
NO 3 + CO →
k2
NO 2 + CO (cepat)
7. Suatu reaksi mempunyai mekanisme berikut:
k1
A+B ↔ C+D
k2
C + B →
k3
E +D
2 D →
k4
F
dimana A dan B adalah reaktan, C dan D adalah zat antara reaktif, E dan F adalah
produk. Jika r2 >> r3 dan dengan menggunakan pendekatan steady-state, carilah:
a. laju reaksi dalam batasan A dan B.
b. orde parsial berkenaan dengan A dan B.
c. orde total dari reaksi tersebut.
CHO →
k2
CO + H
H + CH 3 CHO →
k3
CH 3 CO + H 2
CH 3 + CH 3 CHO →
k4
CH 3 CO + CH 4
CH 3 CO →
k5
CH 3 + CO
2 CH 3 →
k6
C2H6
Jika laju dari tahap pertama diabaikan, maka laju penguraian asetaldehid
mengikuti orde 3/2. Carilah konstanta laju efektif.
R + R 2 →
k2
PB + R' (2)
R' →
k3
PA + R (3)
2 R →
k4
PA + PB (4)
dengan R2, PA, PB adalah hidrokarbon stabil. R dan R’ merupakan radikal bebas.
Tentukanlah ketergantungan laju dekomposisi R2 pada konsentrasi R2.
10. Gunakanlah pendekatan keadaan tunak (tetap), dengan skema reaksi berikut ini,
untuk menghitung konsentrasi atom H dalam reaksi hidrogen/oksigen.
Buktikanlah bahwa pada suatu keadaan, konsentrasi dapat menjadi sangat tinggi.
H 2 + O 2 →
k1
2 OH (1)
OH ⋅ + H 2 →
k2
H 2O + H ⋅ (2)
O 2 + H ⋅ →
k3
OH ⋅ + ⋅ O ⋅ (3)
H 2 + ⋅ O ⋅ →
k4
OH ⋅ + H ⋅ (4)
H ⋅ →
k5
P (5)
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P.W. 1997. Kimia Fisika. Edisi Keempat. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Dogra. S.K dan Dogra. S. 1990. Kimia Fisik dan Soal-Soal. Penerbit Universitas
Indonesia.
Hiskia Achmad. 1992. Struktur Atom, Struktur Molekul & Sistem Periodik.
Penerbit PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Sukardjo. 1989. Kimia Fisika. Edisi kedua. Jilid 1. Bina Akasara. Jakarta
Tony Bird. 1987. Kimia Fisika Untuk Universitas. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta.