Você está na página 1de 16

BAB I PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG MASALAH Alpukat (Perseae Americana Mill ) berasal dari Amerika Tengah, sekarang

banyak tumbuh didaerah tropis dan subtropis yang banyak curah hujannya, alpukat juga dapat tumbuh ditanah berpasir granit, dekomposit, selain itu alpukat juga toleran terhadap keasaman dan kebasaan tanah. Buah alpukat merupakan buah yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, buah ini mempunyai rasa enak. Daging buah alpukat dapat digunakan sebagai bahan pangan dalam masakan atau makanan, selain itu buah alpukat juga memiliki manfaat yang beraneka ragam. Selain bisa digunakan untuk makanan buah segar, daging buah alpukat juga dapat dimanfaatkan untuk bahan dasar kosmetik, juga mempunyai daya anti bakteri terhadap Stapiloccocus (Baga kallie.1997, Mono Rahardjo, 2006). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sediaan krim nutrisi dengan ekstrak buah alpukat (Perseae americana Mill) dalam berbagai konsentrasi (2,5%, 5% dan 7,5%) mempunyai aktivitas untuk melembabkan, dan menghaluskan kulit kering, serta aman untuk digunakan (Riska Indryani, 2005). Bagian lainnya yang dapat dimanfaatkan adalah daunnya yang muda, sebagai obat tradisional. Daging buah dari alpukat dapat digunakan untuk mengobati sariawan, dan melembabkan kulit kering, selama ini alpukat banyak dimanfaatkan daging buahnya saja, sedangkan bagian bijinya belum banyak dimanfaatkan untuk kosmetika. Dalam biji alpukat kering bila diperas menghasilkan minyak alpukat bewarna putih agak hijau, mengandung 77 % gliserida dan 11 % asam linoleat yang memiliki nilai tambah yang lebih baik. Gliserin diharapkan dapat bermanfaat sebagai emolient bagi kulit juga bermanfaat pada pembuatan sabun yang akan dibuat yaitu sebagai wetting agent (Baga kallie.1997, Mono Rahardjo, 2006). Sabun dibedakan menjadi dua macam yaitu sabun padat (batangan) dan sabun cair. Sabun padat (batangan) opaque, sabun translucent dan sabun transparan, perbedaan pada masing-masing sabun ini terdapat pada tingkat transparansinya, sabun opaque memiliki tampilan yang tidak transparan, sabun translucent agak transparan, sementara sabun transparan sesuai dengan penyebutannya memiliki tampilan yang transparan. Secara umum sabun transparan dibuat dengan cara melarutkan sediaan minyak dan basa untuk membuat stok sabun yang selanjutnya dilarutkan dengan
1

etanol untuk membentuk larutan yang jernih. Sabun transparan seringkali juga disebut sebagai sabun gliserin karena ditambahkan 10-15 % gliserin, yang menghasilkan busa lebih lembut dikulit dan penampakannya lebih berkilau dibandingkan sabun lain (Hambali, Mira, 2005). Dalam penelitian ini akan dipelajari pengaruh peningkatan konsentrasi ekstrak etanol biji alpukat (Perseae americana Mill) terhadap formulasi sabun padat transparan.

1.2

RUMUSAN MASALAH Bedasarkan latar belakang diatas maka dapat diuraikan perumusan masalah

sebagai berikut : 1. Apakah peningkatan konsentrasi ekstrak biji alpukat dapat meningkatkan kekerasan. 2. Apakah peningkatan konsentrasi ekstrak biji alpukat dapat meningkatkan tingkat kelembaban dan kesan kesat.

1.3

TUJUAN Mencari konsentrasi ekstrak biji alpukat yang dapat memberikan kekerasan

ketransparanan, kelembaban, kelembutan, dan kesan kesat yang terbaik dan sesuai dengan standar SNI terhadap formulasi sabun padat transparan.

1.4

MANFAAT

1. Memperoleh formula sabun padat transparan ekstrak biji alpukat yang terbaik
ditinjau dari tingkat kekerasan, kelembaban dan juga fungsinya sebagai emolient.

2. Memanfaatkan penggunaan minyak nabati yang sangat berlimpah dipasaran. 3. Memberikan informasi lain tentang bagian buah yang belum biasa
dimanfaatkan.

1.5

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman alpukat merupakan tanaman buah. Tanaman alpukat berasal dari

daratan rendah dan dataran tinggi Amerika Tengah dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke 18. Secara resmi antara tahun 1920-1930 Indonesia telah
2

meneliti 20 varietas alpukat dari Amerika Tengah dan Amerika Serikat untuk memperoleh varietas unggul untuk meningkatkan kesehatan gizi, khususnya di daerah dataran tinggi. Adapun klasifikasi ALPUKAT / AVOCADO ( Perseae americana Mill) yaitu : Kingdom Sub-kingdom Divisi Sub-divisi Kelas Bangsa Keluarga Marga Spesies Plantae Tracheobionta Spermatophyta Angiospermae Dicotyledoneae Ranales Lauraceae Persea Perseae americana Mill

Tanaman alpukat berupa pohon dengan ketinggian 3-10 m, ranting tegak dan berambut lurus, daun berdesakan diujung ranting, bentuk bulat telur atau corong, awalnya berbulu pada kedua belah permukaannya dan lama-kelamaan menjadi licin. Bunga alpukat berupa malai dan terletak di dekat ujung ranting, bunganya sangat banyak berdiameter 1-1,5 cm, bewarna kekuningan, berbulu halus dan benang sari dalam 4 karangan, buah alpukat berbentuk bola lampu sampai bulat telur, bewarna hijau kekuningan berbintik ungu, gandul/halus, dan harum, biji berbentuk bola dan hanya terdapat satu biji dalam 1 buah (Materia Medika Indonesia, 1996). Kandungan kimia tanaman alpukat dapat dilihat dari sifat kimiawi dan efek farmakologis yaitu: daun berasa pahit, kelat, peluruh kencing, biji anti radang, menghilangkan sakit, dan rematik. Kandungan kimia : buah dan daun mengandung saponin, alkaloida, dan flavonoida, buah juga mengandung tanin dan daun mengandung polifenol, quersetin dan gula alkohol. Buah alpukat mengandung minyak sekitar 8-18% yang banyak digunakan untuk campuran kosmetik, fitosterol, seperti beta-sitosterol yang dapat menurunkan kadar gula dalam darah dan kolesterol, dalam minyak alpukat terkandung lemak jenuh 14%, lemak tak jenuh 75%, kadar air < 0,2%, vitamin A 90 IU/100 gram sebagai retinol, vitamin E 11,2 mg. Biji alpukat mengandung 77 % gliserida dan 11% asam linoleat.

Biji alpukat bila diperas menghasilkan minyak alpukat bewarna putih agak hijau, mengandung 77 % gliserida dan 11 % asam linoleat yang memiliki nilai tambah yang lebih baik, banyak digunakan untuk obat gosok, kosmetik dan sabun. Minyak alpukat karena sifat-sifatnya memiliki prospek menggantikan vaselin yang saat ini banyak digunakan (Baga kallie.Moehd,1997). Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang terdapat pada simplisia. Simplisia mengandung senyawa aktif yang berbeda-beda dan mempunyai struktur kimia yang berbeda-beda, sehingga metode didalam penarikan senyawa aktif didalam simplisia harus memperhatikan faktor seperti : udara, suhu, cahaya, logam berat (Anonim, 2000). Pada umumnya penyarian akan bertambah baik bila permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan cairan penyari makin luas (Anonim, 2000). Makin halus serbuk simplisia seharusnya makin baik penyariannya. Tetapi dalam pelaksanaannya tergantung pada sifat fisik dan sifat kimia simplisia yang bersangkutan, serbuk yang terlalu halus dapat mempersulit penyaringan karena butirbutir halus membentuk suspensi yang sulit dipisahkan dengan penyaringan serta serbuk yang terlalu halus menyebabkan banyak dinding sel yang pecah, sehingga zat yang tidak diinginkan pun ikut kedalam hasil penyarian (Anonim, 1986). Pembasahan serbuk dilakukan pada penyarian. Dimaksudkan memberikan kesempatan sebesarbesarnya kepada cairan penyari memasuki pori-pori dalam simplisia sehingga mempermudah penyarian selanjutnya. Menurut SNI (Standar Nasional Indonesia), sabun mandi adalah senyawa natrium dan kalium dengan asam lemak dari minyak nabati dan atau lemak hewani berbentuk padat, lunak atau cair, berbusa digunakan sebagai pembersih, dengan menambahkan zat pewangi dan bahan lainnya yang tidak membahayakan kesehatan (SNI, 1994). Sabun yang biasa digunakan dibuat melalui reaksi saponifikasi dari minyak dan lemak dengan NaOH atau KOH. Sabun yang dibuat menggunakan NaOH disebut sabun keras sementara sabun yang dibuat menggunakan KOH dikenal sebagai sabun lembut atau sabun lembek, sabun mandi biasanya termasuk jenis sabun keras (Mitsui,T.1997). Tiga elemen penting dalam mekanisme kerja sabun adalah tempat susbstratnya berasal (kulit manusia, pakaian, alat gelas dan perkakas lainya), jenis kotoran yang akan dibersihkan (padat atau minyak, kepolaran, sifat elektrolit, dan lainya), serta kemampuan membersihkan dari sabun itu sendiri (Rosen, MJ. 1978).
4

Secara umum prinsip pembuatan sabun ada dua macam (Mitsui 1997) : 1. Reaksi saponifikasi, yaitu reaksi antara minyak atau lemak dengan alkali kuat menghasilkan gliserol dan asam lemak (sabun). 2. Reaksi netralisasi, yaitu minyak dan lemak sebelumnya dipecah menjadi asam lemak dan gliserol, lalu asam lemak dinetralkan melalui reaksi dengan larutan alkali kuat menghasilkan sabun. Metode pembuatan sabun ada beberapa cara, antara lain sebagai berikut : a. Metode Panas (full boiled) Secara umum proses ini melibatkan reaksi saponifikasi dengan menggunakan panas yang menghasilkan sabun dan membebaskan gliserol. Tahap selanjutnya dilakukan pemisahan dengan penambahan garam (salting out), kemudian akan terbentuk 2 lapisan yaitu bagian atas merupakan lapisan sabun yang tidak larut didalam air garam dan lapisan bawah mengandung gliserol, sedikit alkali dan pengotor-pengotor dalam fase air (Soap making methods, 2008 ). b. Metode Dingin Cara ini merupakan cara yang paling mudah untuk dilakukan dan tanpa disertai pemanasan. Namun cara ini hanya dapat dilakukan terhadap minyak yang pada suhu kamar memang sudah berbentuk cair. Minyak dicampurkan dengan larutan alkali disertai pengandukan terus menerus hingga reaksi saponifikasi selesai. Larutan akan menjadi sangat menebal dan kental. Selanjutnya dapat ditambahkan pewarna, pewangi dan zat tambahan lain. Berbeda dengan fully-boiled process, gliserol yang terbentuk tidak dipisahkan. Ini menjadi suatu nilai tambah tersendiri kerena gliserol merupakan humektan yang dapat memberikan kelembaban. Lapisan gliserol akan tertinggal pada kulit sehingga melembabkan kulit. Proses pembuatan sabun secara dingin dikenal menghasilkan kualitas sabun yang tahan lama. Sabun dari minyak kelapa dapat dibuat dengan proses ini (Srivasta,SB,1974).

a. Metode Semi-Panas (semi boiled)


Teknik ini merupakan modifikasi dari cara dingin. Perbedaannya hanya terletak pada pengggunaan panas pada temperatur70-80C. Cara ini

memungkinkan pembuatan sabun dengan menggunakan lemak bertitik leleh lebih tinggi (Soap making methods, 2008). 1.6 KERANGKA KONSEP Buah alpukat (Perseae Americana Mill) merupakan buah yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan dalam masakan atau makanan. Selain itu daging buah alpukat banyak juga dimanfaatkan untuk bahan dasar kosmetik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sediaan krim nutrisi dengan ekstrak buah alpukat dalam berbagai konsentrasi (2.5%, 5%, dan 7.5%) mempunyai aktifitas untuk melembabkan dan menghaluskan kulit kering serta aman digunakan. Selama ini hanya daging buah alpukat saja yang banyak digunakan sedangkan bagian bijinya belum banyak dimanfaatkan. Dalam biji alpukat kering bila diperas menghasilkan minyak alpukat bewarna putih agak hijau mengandung 77 % gliserida dan 11% linolerik yang memiliki nilai tambah yang baik untuk melembabkan kulit, selain alpukat juga mengandung antioksidan. Pemanfaatan biji buah alpukat belum banyak dibuat dalam bentuk sediaan formula. Pada penelitian ini dibuat sabun padat transparan karena sabun padat transparan merupakan sabun mandi dengan tampilan yang transparan, menghasilkan busa lebih lembut di kulit dan penampakannya lebih berkilau dan lebih menarik dibandingkan jenis sabun lainnya. Komponen utama pembuatan sabun padat transparan adalah gliserin, sukrosa dan alkohol. Gliserin dan sukrosa berfungsi sebagai humektan dan emolien, selain sebagai pembentuk ketransparanan juga dapat membuat kulit menjadi lebih lembut. Sedangkan sukrosa unsur yang juga digunakan sebagai pelarut dalam sabun padat transparan. Sabun padat transparan ekstrak biji buah alpukat dibuat dengan berbagai peningkatan konsentrasi ekstrak biji buah alpukat, 2.5% untuk formula I, 5% untuk formula II, 7.5% untuk formula III dan 10% untuk formula IV. Peningkatan konsentrasi dimaksudkan untuk mencari konsentrasi yang tepat untuk memenuhi syarat standar SNI serta dapat melembabkan dan memberikan kesan kesat pada kulit. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode pembuatan sabun padat transparan semi panas. Metode ini dipilih karena pada umumnya pembuatan sabun dengan menggunakan minyak lemak bertitik leleh tinggi dibuat melalui proses semi panas. Selain itu metode semi panas dipilih karena pada proses ini tidak dilakukan pemisahan gliserol, seperti pada metode panas. Gliserol digunakan sebagi pembentuk ketransparanan, dan dapat melembabkan kulit.
6

BAB II METODELOGI PENELITIAN 2.1 ALAT Alat alat yang digunakan dalam penelitian ini : Timbanagan analitik, oven, rotary evaporator, termometer, penangas air, cetakan sabun, penetrometer dan alat- alat gelas.

2.2

BAHAN Adapun bahan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

ekstrak biji buah alpukat, etanol 96%, minyak kelapa, minyak jarak, asam stearat, natrium hidroksida, gliserin, gula, dinatrium edetat, BHT dan air suling.

2.3

CARA KERJA a. Pengumpulan dan Penyiapan Simplisia Bahan yang digunakan adalah biji buah alpukat (Persea americana Mill). Buah alpukat dikumpulkan, lalu dibersihkan dari kotoran, dan dipisahkan dari kulit dan dagingnya, kemudian bijinya diambil, dicuci bersih dirajang lalu dikeringkan dalam oven dengan suhu 400C-500C kemudian dihaluskan dengan blender. b. Determinasi Simplisia Biji buah alpukat yang matang terlebih dahulu dideterminasi. Determinasi dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, pusat penelitian biologi. Hebarium Bogoriensse kota Bogor.

c.

Metode Ekstraksi Sejumlah serbuk biji buah alpukat diekstraksi dengan cara maserasi

menggunakan pelarut etanol 96%. Maserasi dilakukan dengan cara didiamkan 24 jam, dilakukan berulang kali hingga larutan jernih dengan pengaduk menggunakan stirer sampai terekstraksi sempurna. Kemudian filtrat dipekatkan dengan rotary evaporator.

d. Penapisan Fitokimia

1. Alkaloid
Sebanyak 500 mg serbuk simplisia ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air, kemudian dipanaskan dipenangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang didapat diambil 3 tetes dan di letakkan ke kaca arloji. Pada masing-masing filtrat ditambahkan 2 tetes pereaksi bouchardt LP, pereaksi mayer LP dan dragendroff. Hasil positif dengan peraksi bourchard ditunjukkan dengan terbentuknya endapan warna coklat sampai hitam dan dengan pereaksi mayer LP terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning yang larut dalam metanol P. Dragendrof LP terbentuk warna merah bata. Jika pada kedua percobaan tidak terjadi endapan, maka serbuk tidak mengandung alkaloid.(Anonim, 1996).

2. Steroid / Terpenoid
Sebanyak 3 gram serbuk simplisia disari dengan 30 ml campuran 7 bagian volume etanol (95%) P dan 3 bagian air lalu dimaserasi selama 10 menit, dinginkan dan disaring. Kemudian 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air dan 25 ml timbal asetat 0.4 M, dikocok dan didiamkan selama 5 menit dan disaring. Filtrat disari 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian volume kloroform P dan 2 bagian volume isopropanolol P. Hasil penyaringan dikumpulkan, ditambahkan natrium sulfat anhidrat P, disaring dan diuapkan pada suhu tidak lebih dari 500C. Sisa dilarutkan dengan 2 ml metanol dan larutan yang diperoleh disebut larutan percobaan. Larutan percobaan sebanyak 0.1 ml diuapkan sampai kering diatas penangas air, kemudian ditambahkan pereaksi Lieberman-Bouchardt yaitu 5 ml asam asetat anhidrat P dan 10 tetes asam sulfat P. Hasil Positif steroid/triterpenoid ditandai dengan terbentuknya warna hijau. (Harbone, 1996).

3. Saponin
Sebanyak 500 mg serbuk simplisia ditambahkan 10 ml air panas dan didinginkan, kemudian disaring. Filtrat yang di dapat dimasukkan kedalam tabung reaksi dan dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Bila
8

terbentuk buih yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 sampai 10 cm dan dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak hilang maka serbuk simplisia mengandung saponin.

4. Flavonoid
Sebanyak 2 gram serbuk simplisia ditambahkan 100 ml air panas didihkan selama 15 menit, disaring dengan kertas saring diperoleh filtrat yang digunakan sebagai larutan percobaan Sebanyak 1 ml larutan percobaan diuapkan sampai kering, sisa dilarutkan dalam 2 ml etanol 95 % P dan ditambahkan 500 mg serbuk seng P serta 2 ml asam klorida 2 N, diamkan selama 1 menit tambahkan 10 tetes asam klorida pekat P. jika dalam waktu 2 sampai 5 menit terjadi warna merah intensif, menunjukkan adanya flavonoid (glikosida 3-flavonol).

5. Tanin
Sebanyak 500 mg serbuk simplisia diekstraksi dengan etanol diuapkan sampai kering diatas penangas air, sisa dilarutkan dengan 20 ml air panas dan didinginkan. Setelah itu ditambahkan 10 tetes natrium klorida 10 % dan disaring. Larutan yang diperoleh disebut larutan percobaan. Pelarut percobaan ditambahkan 3 tetes larutan besi (III) klorida perubahan warna menjadi biru hitam atau hijau coklat menunjukkan adanya tanin.

6. Gula
Sebanyak 0,1 ml larutan percobaan diuapkan diatas penangas air. Sisanya ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi molish LP, kemudian ditambahkan melalui dinding 2 ml asam sulfat P. cincin warna ungu yang terbentuk pada batas cairan menunjukkan adanya ikatan gula. e. Pembuatan sabun padat transparan dengan ekstrak etanol biji buah alpukat 1. Asam stearat dilebur dalam minyak kelapa, minyak jarak dan BHT (yang telah dilarutkan dalam minyak) pada suhu 600C-800C, hingga lebur. 2. Ditambahkan lartan NaOH 30 % pada suhu 600 C-800 C, diaduk sampai terbentuk massa yang homogen dan kalis.
9

3. Ditambahkan gula dan natrium edetat (yang sudah larut dalam air) Ditambahkan gliserin, diaduk homogen. 4. Ditambahkan ekstrak etanol biji alpukat (yang telah dilarutkan dalam etanol) pada suhu 600C-800C, diaduk sampai terbentuk massa yang transparan dan homogen. 5. Ditambahkan parfum pada suhu 50-600 C, diaduk sampai terbentuk massa yang transparan. 6. Campuran dituangkan dalam cetakan, didiamkan sampai mengeras kemudian sabun dikeluarkan dari cetakan dan dilakukan evaluasi.

2.4

TEKNIK ANALISA DATA Uji penerimaan ( uji kesukaan / uji hedonic dan organoleptis ) Dalam uji hedonic panelis diminta tanggapan pribadinya tentang

kesukaannya terhadap kelembutan sabun dan kesan kesat sabun yang diberikan dengan membandingkan formula 1 dengan konsentrasi (2,5%), formula 2 dengan konsentrasi (5%), formula 3 dengan konsentrasi (7,5%), dan formula 4 dengan konsentrasi (10%) dan menanyakan tingkat kesukaan mereka terhadap formula sabun yang diberikan. Dalam uji penerimaan ini, diberi informasi dahulu kepada para panelis tentang cara pengisian kuisoner sebelum dan selama uji berlangsung. Data yang telah didapat diuji secara stastistik dengan menggunakan uji kruskal wallis Hipotesis Ho= tidak ada perbedaan antara kelima formula H1= ada perbedaan antara kelima formula Jika asymp Sig > alfa, maka Ho ditolak, artinya tidak ada perbedaan antara kelima formula. Jika asymp Sig <, maka Ho diterima artinya ada perbedaan antara kelima formula (Santoso. Singgih. 2007).

10

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1

HASIL PENELITIAN 1. Pengumpulan dan Penyiapan Simplisia Biji buah alpukat basah : 6,75 kg Biji buah alpukat kering : 3,53 kg Serbuk simplisia biji buah alpukat, berupa serbuk halus,warna coklat, rasa pahit dan berbau khas. 2. Hasil determinasi tumbuhan Dari hasil determinasi yang dilakukan di Herbarium Bogoriense, Jawa Barat dengan nama Perseae americana Mill. Famili Auraceae, yang tidak lain adalah nama lain dari alpukat. 3. Hasil perolehan ekstrak Ekstak etanol 96 % cair : 3,53 kg Ekstrak etanol 96 % pekat : 673 mg Pemerian pekat biji buah alpukat berupa cairan kental, rasa pahit, berbau khas. 4. Hasil penapisan fitokimia Tabel 4.1 hasil penapisan fitokimia

No 1 2 3 4 5 6

Identifikasi

Reagen

Hasil Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif

Alkaloid Mayer dan dragendrof Steroid/ triterpenoid Liberman-bouchardt Saponin HCl Flavonoid Serbuk seng + HCl pekat Tanin NaCl gula Molish 5. Hasil evaluasi sabun padat ekstrak biji buah alpukat Tabel 5.1 hasil evaluasi sabun

Formula sabun

pH sabun

Jumlah asam lemak (%) 66,75 80,55 83,54 85,55

I II III IV

9,5 9,4 9,6 9,3

Asam lemak tidak tersabunkan (%) 9,3 9,5 9,6 9,56

Asam lemak bebas (%) 0,041 0,082 0,1 0,082

Kekerasan sabun (mm/5s) 4 5 6 7

11

3.2

PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuat sabun padat transparan sesuai

ketentuan SNI 06-3532-1994 yang meliputi pH sabun, jumlah asam lemak, asam lemak bebas, lemak bebas tak tersabunkan, dan kekerasan sabun. Dalam penelitian ini metode yang digunakan dalam pembuatan sabun padat transparan adalah metode semi panas. Buah alpukat selama ini paling banyak digunakan hanya daging buahnya saja. Pada penelitian ini biji buah alpukat digunakan sebagai zat aktif pada formula sabun padat transparan. Dalam biji buah alpukat kering bila diperas menghasilkan minyak alpukat bewarna putih agak hijau yang mengandung 77% gliserida dan 11 linolerik yang memiliki nilai tambah yang lebih baik untuk melembabkan kulit. Pemanfaatan biji buah alpukat masih dilakukan secara tradisional, belum banyak dibuat dalam bentuk formula. Sabun padat transparan yang dibuat dalam formula ini dapat digunakan untuk kulit kering, karena mengandung gliserida yang tinggi yang dapat melembabkan kulit kering. Dalam penelitian ini dilakukan determinasi biji buah alpukat terlebih dahulu. Untuk mengetahui asal-usul biji buah alpukat, meliputi genus dan spesies dari biji buah alpukat yang dipakai. Kemudian dilakukan pembuatan serbuk simplisia untuk dibuat ekstrak etanol biji buah alpukat. Serbuk simplisia biji buah alpukat diekstraksi menggunakan pelarut etanol 96% dengan cara maserasi. Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tidak tahan pemanasan. Keuntungan penyarian dengan maserasi adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah digunakan. Etanol 96% digunakan sebagai cairan penyari karena etanol 96% merupakan pelarut yang selektif, tidak toksik, lebih mudah menguap dan mampu mencegah pertumbuhan bakteri dan kapang. Pada penelitian ini dibuat sabun padat transparan dengan konsentrasi ekstrak biji buah alpukat 2.5% untuk formula I, 5% untuk formula II, 7.5% untuk formula III dan 10% untuk formula IV. Tujuan Mencari konsentrasi ekstrak biji alpukat yang terbaik sebagai bahan aktif dalam sabun padat transparan. Pengujian sabun meliputi jumlah asam lemak, jumlah asam lemak bebas, kekerasan sabun. Hasil akhir menunjukan bahwa sabun memenuhi persyaratan standar SNI. Pada formula sabun padat transparan ini digunakan dua minyak yaitu minyak kelapa dan minyak jarak. Minyak kelapa mengandung banyak asam lemak yang membuat sabun menjadi padat dan berbusa. Minyak jarak mempunyai sifat yang
12

jernih dan trasparan sehingga banyak digunakan dalam pembuatan sabun transparan. Bahan lain yang harus ditambahkan pada formula sabun padat transparan adalah gula, gliserin, dan etanol sebagai pembentuk transparasi juga sebagi pelembab dan pelembut, BHT (butil hidroksi toluen) ditambahkan sebagai antiokasidan. Kemudian ditambahkan dengan NaOH agar sabun yang dihasilkan bentuk padatan tidak lembek. Pada proses saponifikasi, asam stearat sebelumnya dilebur dahulu bersamasama dengan minyak kelapa dan minyak jarak. BHT dilarutkan kedalam komponen minyak karena sifat kelarutan BHT yang larut minyak. Larutan NaOH ditambahkan ke dalam komponen minyak pada suhu 700C-800C sedikit demi sedikit agar reaksi berjalan dengan baik hingga terbentuk massa yang homogen dan kalis. Penambahan NaOH pada suhu diatas 800C akan membuat masa jadi tidak homogen dan encer. Pada penambahan gula dan dinatrium edetat kedalam stok sabun sebaiknya dilarutkan terlebih dahulu agar tidak menggumpal. Larutan gula, dinatrium edetat dan gliserin dimasukan satu persatu kedalam stok sabun pada suhu 700C-800C sedikit demi sedikit hingga terbentuk massa yang homogen. Ekstrak biji buah alpukat dimasukan kedalam etanol hingga homogen. Proses pencampuran bahan-bahan tersebut dilakukan diatas penangas air ditambahkan parfum dan didiamkan hingga menjadi keras. Evaluasi Sabun (SNI 06-3532-1994) a. Jumlah Asam Lemak Jumlah asam lemak adalah keseluruhan asam lemak baik asam lemak yang terikat dengan natrium atau asam lemak bebas ditambah asam lemak netral. Prinsip penetapan jumlah asam lemak adalah pemisahan jumlah asam lemak dari ikatan sabun natrium dengan penambahan asam kuat, kemudian mengekstraknya dengan cake yang berisi campuran mikroparafin, asam lemak bebas, lemak netral dan miyak mineral yang mungkin ada. Jumlah asam lemak pada formula sabun B, C dan D lebih dari 70%, artinya sabun masuk kedalam tipe I dan tipe superfat. Menurut ketentuan dalam SNI 06-3532-1994 sabun tipe I dan tipe superfat mempunyai kadar asam lemak lebih dari 70%, sedangkan formula sabun A masuk kedalam tipe II yang mempunyai kadar asam lemak 64-70% ( SNI). Pada pemerikasaan, sabun B, C, dan D mengandung asam lemak lebih besar dari pada sabun A. Hal ini mungkin disebabkan ada sebagian asam lemak yang menguap pada proses pemanasan diatas tangas uap. Namun hasil ini memenuhi syarat standar SNI.

13

b. Asam Lemak Bebas Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada dalam sampel sabun, asam lemak bebas masih ada pada sabun disebabkan tidak mengalami reaksi penyabunan (SNI). Pada uji pendahuluan, pemerikasaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya kelebihan asam lemak bebas atau alkali bebas. Sabun yang mengandung alkali bebas tidak baik karena dapat mengiritasi kulit, sedangkan makin besar kadar asam lemak bebas maka sabun makin besar kecenderungan berbau tengik. Sampel sabun dididihkan dengan etanol netral, jika indikator fenolftalein menunjukkan warna merah maka yang diperiksa adalah alkali bebas, tetapi jika fenolftelin tidak bewarna maka yang diperiksa adalah kadar asam lemak bebas. Hasil ini menunjukan bahwa jumlah asam lemak pada pembuatan sabun padat transparan memenuhi syarat SNI yaitu < 2,5%. c. Uji Kekerasan Sabun Uji kekerasan bertujuan untuk mengetahui seberapa keras sediaan pada sabun dengan menggunakan alat penetrometer dalam satuan mm / 5 detik. Semakin keras sediaan pada sabun maka semakin kecil nilai kekerasan yang dihasilkan. Sebaliknya semakin lunak sediaan pada sabun maka semakin besar nilai kekerasan yang didapat. Pada ke 4 formula didapat nilai kekerasannya 4 mm untuk formula I, 5 mm untuk formula II, 6 mm untuk formula III, dan 7 mm untuk formula IV. Namun dalam SNI, nilai kekerasan pada sabun tidak diuraikan atau tidak ada nilai standarnya.

14

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

4.1

KESIMPULAN 1. Ekstrak biji buah alpukat dapat dibuat menjadi sabun padat, namun tidak membentuk ketransparanan yang diinginkan dikarenakan warna alami dari ekstrak biji alpukat yang berwarna coklat kehitaman. 2. Peningkatan konsentrasi ekstrak biji alpukat mempengaruhi tingkat kekerasan pada sabun. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak biji buah alpukat kekerasan sabun semakin berkurang. 3. Peningkatan konsentrasi ekstrak biji buah alpukat mempengaruhi kesan kesat, dan kelembutan pada sabun.

4.2

SARAN 1. Mencari konsentrasi yang lebih tepat untuk formula sehingga dapat memenuhi keseluruhan syarat dari SNI. 2. Mencari konsentrasi yang lebih teapat untuk mendapatkan formula sabun transparan dengan warna yang alami.

15

DAFTAR PUSTAKA Pratiwi, Retno, dkk. 2010. Pengambilan Minyak Biji Alpukat (Perseae Americana Mill) Dengan Metode Ekstraksi. Jurnal Teknik Kimia. Vol. 17 No. 2 Tahun 2010 Sari, Indah Tuti, dkk. 2010. Pembuatn Sabun Padat dan Sabun Cair dari Minyak Jarak. Jurnal Teknik Kimia. Vol. 17 No. 1 Tahun 2010 Handayani, Hika Citra. 2009. Pengaruh Peningkatan Konsentrasi Ekstrak Etanol 96% Biji Alpukat (Perseae Americana Mill). Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. Fessenden Ralp J., Fessendent Joan S. 1982. Kimia Organik. Jilid II. Penerbit Erlangga. Hal 409-411 Anonim. 2005. Alpukat / Avokado. Diakses melalui

http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=2&doc=2a1# pada hari Minggu, 29

Desember 2013 pukul 11.45 WIB

16

Você também pode gostar