Você está na página 1de 1

Ada Indikasi Pelanggaran Tata Ruang

January 13, 2014 at 4:18am

JAKARTA, KOMPAS (130114) Pemindahan sebagian penerbangan dari Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, ke Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, berpotensi melanggar Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta, terutama Bab VIII tentang Kawasan Khusus. Ada indikasi pengoperasian Bandara Halim sebagai bandara komersial melanggar Perda Tata Ruang. Dalam aturan itu, Halim ditetapkan menjadi kawasan khusus sebagai kawasan pertahanan dan keamanan, kata pengamat perkotaan Yayat Supriyatna, Minggu (12/1). Berdasarkan penetapan statusnya di Perda Tata Ruang itu, kawasan Halim dimaksudkan sebagai kawasan bagi kepentingan pemeliharaan dan pertahanan negara berdasarkan geostrategi nasional serta diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, dan daerah uji coba sistem pertahanan atau industri persenjataan. Jika mengacu pada ketentuan itu, tambah Yayat, Kementerian Perhubungan telah melanggar Perda Tata Ruang dan tidak melakukan koordinasi dengan Pemprov DKI Jakarta terkait perubahan peruntukan. Pemberi izin dapat diberi sanksi sesuai ketentuan karena mengubah fungsi ruang. Belum koordinasi Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Tata Ruang Provinsi DKI Jakarta Gamal Sinurat mengakui belum ada koordinasi terkait penggunaan Bandara Halim untuk penerbangan komersial. Setiap pemanfaatan ruang, apalagi menyangkut kepentingan publik, semestinya berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Selanjutnya perlu di lihat pemanfaatan ruang itu, sudah sesuai dengan RTRW atau belum, kata Gamal. Mengacu pada dokumen tata ruang, seharusnya kawasan Bandara Halim diperlakukan secara khusus. Sebab, kawasan Halim ditetapkan sebagai kawasan khusus, sesuai Pasal 111 Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang RTRW. Kedudukan Halim sama dengan kawasan Medan Merdeka, Tanjung Priok, Gelora Bung Karno, Mabes TNI Cilangkap, Marinir Cilandak, Kopassus Cijantung, Kementerian Pertahanan dan Keamanan, serta kawasan militer lainnya. Status kawasan halim sebagai kawasan khusus kembali diperjelas dalam Perda Rencana Detail Tata Ruang, yang disahkan Desember 2013. Menurut Gamal, koordinasi pemanfaatan ruang di sana diperlukan agar bisa mendukung penggunaan Bandara Halim untuk penerbangan komersial. Akses menuju dan dari Halim, misalnya, harus ditingkatkan kualitasnya, salah satunya dengan melebarkan jalan di sana. Tergesa-gesa Di luar persoalan tersebut, pemerhati penerbangan Alvin Lie mengatakan, pelaksanaan pengalihan penerbangan terlalu tergesa-gesa. Perencanaan memang sudah ada. Namun, belum siap semuanya, pengalihan sudah diberlakukan, kata Alvin. Sebagai contoh, lanjut Alvin, yang adalah pemegang lisensi private pilot, sejauh ini belum ada fasilitas aerobridge atau garbarata. Juga sampai saat ini belum ada kejelasan apakah sudah ada analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), termasuk dampak terhadap pergerakan lalu lintas sekitar kawasan dan menjelang kawasan Halim. Selain kapasitas (yang hanya empat sampai enam penerbangan per jam), di Halim potensi terjadi penutupan airspace untuk pergerakan pesawat VVIP, yakni kepala negara dan tamu negara, juga besar. Di sisi lain, pemindahan 10 persen pergerakan penerbangan ke Halim tidak memberi pengaruh secara signifikan untuk mengurangi kepadatan di bandara awal (Soekarno-Hatta). Saat ini, Bandara Soekarno-Hatta melayani 1.100 pergerakan pesawat setiap hari. Kapasitas di Bandara SoekarnoHatta hanya 22 juta penerbangan per tahun. Sementara pada 2013 sudah mencapai 60 juta penerbangan per tahun. (PIN/NDY/NEL)

Você também pode gostar