Você está na página 1de 18

NAMA NPM

: AYU BARYANDINA : 1102008277

Kelompok : B-7 SKENARIO 3 BERCAK KULIT YANG BAAL


1. Memahami dan menjelaskan tentang Morbus Hansen 1.1 Definisi Kusta (Hansens disease) didefinisikan sebagai suatu infeksi granulomatosa kronis dengan gejala sisa, disebabkan oleh Mycobacterium leprae (M. leprae) yang terutama menyerang kulit dan saraf. Atau penyakit infeksi kronis yang disebabkan oteh basil Mycobacterium leprae yang bersifat obligat intraselular. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa saluran napas atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat asimptomatik, namun pada sebagian kecil memperlihatkan gejala dan mempunyai kecenderungan untuk menjadi cacat, khususnyapada tangan dan kaki. 1.2 Etiologi M.leprae atau kuman Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia GH Armauer Hansen pada tahun 1673. Kuman ini bersifat tahan asam, berbentuk batang dengan ukuran 1-8?, lebar 0,2-0,5 ?, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat dikultur dalam media buatan. Kuman ini juga dapat mepyebahkan infeksi sistemik pada binatang armadillo.Masa belah diri kuman kusta memerlukan waktu yang sangat lama dibandingkan dengan kuman lain,yaitu 2-21 hari. Oleh karena itu masa tunas menjadi lama, yaitu rata-rata 2 5 tahun. 1.3 Klasifikasi Tujuan klasifikasi. Untuk menentukan rejimen pengobatan, prognosis, dan komplikasi. Untuk perencanaan operasional. misalnya menemukan pasien-pasien yang menular yang mempunyai nilai epidemiologis tinggi sebagai target utama pengobatan.
1|Page

Untuk indentifikasi pasien yang kemungkinan besar akan menderita cacat. Jenis klasifikasi yang umum A. Klasifikasi Internasional: Klasifikasi Madrid (1953) : Indeterminate (I) Tuberkuloid (T) Borderline Dimorphous (B) Lepromatosa (L) B. Klasifikasi untuk kepentingan riset : Klasifikasi Ridley-Jopling (1962). Tuberkuloid (TT) Borderline tuberculoid (BT) Mid-borderline (BB) Borderline lepromatcus (BL) Lepromatosa (LL) C. Klasifikasi untuk kepentingan program kusta: Klasifikasi WHO (1981) dan modifikasi WHO (1988) Pausibasilar (PB) Hanya kusta tipe I, TT dan sebagian besar BT dengan BTA negatif menurut kriteria Ridley dan Jopling atau tipe I danTT menurut klasifikasi Madrid. Multibasilar (MB) Termasuk kusta tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut kriteria Ridley dan Jopling atau B dan L menurut Madrid dan semua tipe kusta dengan BTA positif. Untuk pasien yang sedang dalam pengobatan harus diklasifi-kasikan sebagai berikut :

2|Page

1.

Bila pada mulanya didiagnosis tipe MB, tetap diobati sebagai MB apapun hasil pemeriksaan BTA-nya saat int. Bila awalnya didiagnosis tipe PB, harus dibuat klasifikasi baru berdasarkan gambaran klinis dan hasil BTA saat ini.

2.

1.4 Gambaran Klinis 1. TT : mengenai baik kulit maupun saraf. Lesi kulit bisa satu atau beberapa makula plakat, batas jelas, pada bagian tengah ada central healing. Dapat disertai dengan penebalan saraf perifer yang biasanya teraba, kelemahan otot dan sedikit rasa gatal. Adanya infiltrasi tuberkuloid dan tidak adanya kuman menunjukkan adanya respon imun yang adekuat terhadap kuman. 2. BT : lesi mirip dengan TT berupa makula atau plak, sering disertai lesi satelit di tepinya dan terletak dekat saraf perifer yang menebal. Jumlah lesi satu atau beberapa. Gambaran hipopigmentasi, kulit kering atau skuama tidak sejelas tipe TT. Gangguan saraf tidak seberat TT, biasanya asimetris. 3. BB : disebut juga bentuk dimorfik dan merupakan tipe yang paling tidak stabil. Tipe ini jarang dijumpai. Lesi berbentuk makula infiltrat, permukaan lesi mengkilat, batas tidak tegas, jumlah lesi melebihi BT, cenderung simetris dan bisa didapatkan punchedout. 4. BL : Lesi dimulai dengan makula, awalnya dalam jumlah sedikit dan cepat menyebar ke seluruh badan. Distribusi lesi simetris. Lesi bagian tengah sering tampak normal dengan pinggir dalam infiltrat lebih jelas dibandigkan dengna pinggir luarnya, beberapa plak tampak seperti punched out. Tanda-tanda kerusakan saraf berupa hilangnya sensasi, hipopigmentasi dan berkurangnya keringat. Penebalan saraf dapat teraba pada tempat predileksi. 5. LL : Jumlah lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus, tampak lebih eritem, berkilap dan beratas tidak tegas. Distribusi Isi khas pada wajah mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping telinga, daerah badan yang dingin, lengan, punggung tangan, dan permukaan ekstensor tungkai bawah. Pada stadium lanjut tampak penebalan kulit yang progresif, cuping telinga menebal, garis muka menjadi kasar seperti facies leonina, dapat terjadi deformitas hidung dan pembesaran KGB. Kerusakan saraf yang luas dapat menunjukkan gejala glove and stocking anesthesia. Pada stadium lanjut juga dapat terjadi degenersi hialin atau flbrosis pada seraut perifer yang menyebabkan pengecilan otot tangan dan kaki.

3|Page

1.5 Patogenesis Meskipun cara masuk M. leprae ke dalam tubuh masih belum diketahui dengan pasti, beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang tersering ialah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Pengaruh, M leprae terhadap kulit bergantung pada faktor imunitas seseorang, kemampuan hidup M. leprae pada, suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi yang lama, serta sifat kuman yang avirulens dan nontoksis. M. leprae merupakan parasit obligat intraselular yang terutama terdapat pada sel makrofag di sekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau sel Schwann di jaringan saraf. Bila kuman M. leprae masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan makrofag (berasal dari sel monosit darah, sel mononuklear, histiosit) untuk memfagositnya. Pada kusta tipe LL terjadi kelumpuhan sistem-imunitas, dengan demikian makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga kuman dapat bermultiplikasi dengan bebas, yang kemudian dapat merusak jaringan. Pada kusta tipe TT kemarnpuan fungsi sistem imunitas selular tinggi, sehingga makrofag sanggup menghancurkan kuman.. Sayangnya setelah sernua kuman di fagositosis, makrofag akan berubah menjadi sel epiteloid yang tidak bergerak aktif dan kadangkadang bersatu membentuk sel datia Langhans. Bila infeksi ini tidak segera diatasi akan terjadi reaksi berlebinan dan masa epiteloid akan menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan di sekitarnya. Sel Schwann merupakan sel target untuk pertumbuhan M. leprae, di samping itu sel Schwann berfungsi sebagai demielinisasi dan hanya sedikit fungsinya sebagai fagositosis. Jadi, bila terjadi gangguan imunitas tubuh dalam sel Schwann, kuman dapat bermigrasi dan beraktivasi. Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang progresif. 1.6 Diagnosis Penyakit kusta dapat rnenunjukkan gejala yang mirip dengan banyak penyakit lain. Sebaliknya banyak penyakit lain dapat menunjukkan gejaia yang mirip dengan penyakit kusta. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan untuk mendiagnosis penyakit kusta secara tepat dan rnembedakannya dengan pelbagai penyakit ysng lain agar tidak rnembuat kesalahan yang merugikan pasien. Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada penemuan (tanda kardinal atau tanda utama) yaitu:
4|Page

1. Bercak Kulit yang mati rasa Bercak hipopigmetasi atau eritematosa. mendatar (rnakula) atau meninggi (plak). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa (raba, rasa suhu, dan rasa nyeri). 2. Penebalan saraf tepi dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu : a. gangguan fungsi sensoris (mati rasa) b. gangguan fungsi motoris : paresis atau paralisis c. gangguan fungsi otonorn: kulit kering: retak, edema, pertumbuhsn rambut yang terganggu 3.Ditemukan kuman tahan asam Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulii psda bagian yang aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsi kulit atau saraf. Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukan satu tanda kardinal. Bila tidak atau belum dapat ditemukan, maka kita hanya dapat mengatakan tersangka kusta dan pasien perlu diamati dan diperiksa uiang setelah 3-6 bulan sarnpai diagnosis kusta dapat ditegakkan atau disingkirkan. PEMERIKSAAN PASIEN 1. Anamnesis - Keluhan pasien - Riwayat kontak dengan pasien - Latar belakang keluarga, misalnya keadaan sosial ekonomi. 2. Inspeksi Dengan penerangan yang baik. lesi kulit harus diperhatikan dan juga kerusakan kulit. 3. Palpasi - Kelainan kulit: nodus, infiltrat, jaringan parut, ulkus, khususnya pada tangan dan kaki - Kelainan saraf :
5|Page

Pemeriksaan saraf, termasuk meraba dengan teliti: N. Aurikularis magnus, N. ulnaris, dan N. peroneus. Petugas harus mencatat adanya nyeri tekan dan penebalan saraf. harus diperhatikan raut wajah pasien, apakah kesakitan atau tidak pada waktu saraf diraba. Pemeriksaan saraf harus sistematis, meraba atau palpasi sedemikian rupa jangan sampai menyakiti atau pasien mendapat kesan kurang baik. 2. Mengetahui cara pemeriksaan saraf dan bakteriologis Morbus Hansen 2.1 Pemeriksaan Saraf - Bandingkan saraf bagian kiri dan kanan membesar atau tidak - Pembesaran regular (smooth) atau irregular, bergumpal - Perabaan keras atau kenyal. - Nyeri atau tidak Untuk mendapat kesan saraf mana yang mulai menebal atau sudah menebal dan saraf mana yang masih normal. di.perlukan pengalaman yang banyak. Cara pemeriksaan saraf tepi : a. N. aurikularis magnus : - Pasien disuruh menoleh ke samping-semaksimal mungkin, maka saraf yang terlibat akan terdorong oleh otot di bawahnya sehingga acapkali sudah bisa tertihat bila saraf membesar. Dua jari parneriksa diletakkan di atas persilangan jalannya saraf tersebut dengan arah otot. Bila ada penebalan, maka pada perabaan secara seksama akan menemukan jaringan seperti kabel atau kawat. - Jangan lupa membandingkan yang kiri dan kanan. b. N. ulnaris : - Tangan yang dlperiksa harus santai, sedikit fleksi dan sebaiknya diletakkan di atas satu tangan pemeriksa. - Tangan pemeriksa yang lain meraba lekukan di bawah siku (sulkus nervi ulnaris) dan merasakan, apakah ada penebalan atau tidak.

6|Page

Perlu dibandingkan N. ulnaris kanan dan kiri untuk melihat adanya perbedaan atau tidak. c. N. paroneus lateralis : - Pasien duduk dengan kedua kaki menggantung, diraba di sebelah lateral dari capitclum fibulae, biasanya sedikit ke posterior. - Bila saraf yang dicari tensentuh oleh jari pemeriksa, sering pasien merasakan seperti terkena setrum pada daerah yang dipersarafi oleh saraf tersebut. - Pada keadaan neuritis akut sedikit sentuhan sudah memberikan rasa nyeri yang hebat. 3.1 tes sensoris . Gunakan kapas. jarum. serta tabung reaksi berisi air hangat dan dingin. Rasa raba Sepotong kapas yang dilancipkan ujungnya digunakan untuk memeriksa perasaan rangsang raba dengan menyinggungkannya pada kulit. Pasien yang diperiksa harus duduk pada waktu dilakukan pemeriksaan. Terlebih dahulu petugas menerangkan bahwa bilamana merasa disinggung bagian tubuhnya dengan kapas. ia harus rnenunjukkan kulit yang disinggung dengan jari telunjuknya dan dikerjakan dengan mata terbuka. Bilamana hal ini telah jelas, maka ia diminta menutup rnatanya, kalau perlu matanya ditiutup dengan sepotong kain/karton. Lesi di kulit dan bagian kulit lain yang dicurigai, perlu diperiksa sensibilitasnya. Harus diperiksa sensibilitas kulit yang sehat dan kulit yang tersangka diserang kusta. Bercak-bercak di kulit harus diperiksa pada bagian tengahnya, jangan di pinggimya. Rasa nyeri Diperiksa dengan memakai jarum. Petugas menusuk kulit dengan ujung jarum yang tajam dan dengan pangkal tangkainya yang tumpul dan pasien harus mengatakan tusukan mana yang tajam dan mana yang tumpul. Rasa suhu - dilakukan dengan mempergunakan 2 tabung reaksi, yang 1 berisi air panas (sebaiknya 40C) yang lainnya air dingin (sebaiknya sekitar 20C).

7|Page

- mata pasien ditutup atau menoleh ke tempat lain, lalu bergantian kedua tabung tersebut ditempelkan pada daerah kulit yang dicurigai. - sebelumnya dilakukan tes kontrol pada daerah kulit yang normal, untuk memastikan bahwa orang yang diperiksa dapat membedakan panas dan dingin. - bila pada daerah yang dicurigai tersebut beberapa kali pasien salah menyebutkan rasa pada tabung yang ditempelkan, maka dapat disirnpulkan bahwa sensasi suhu di daerah terssbut terganggu. 3.2 Tes otonom Berdasarkan adanya gangguan berkeringat di makula anestesi pada penyakit kusta, pemeriksaan lesi kulit dapat dilengkapi dengan tes anhidrosis 1. Tes dengan pinsil tinta (tes Gunawan) Pinsil tinta digariskan mulai dari bagian tengah lesi yang dicurigai terus sampai ke daerah kulit normal. 2. Tes pilocarpin - daerah kulit pada rnakula dan perbatasannya disuntik dengan pilocarpin subkutan. - setelah beberapa menit tampak daerah kuiit normal berkeringat, sedangkan daerah lesi tetap koring. 3.3 Tes motoris Voluntary muscle test (VMT) Cara memeriksa 1. Mula-mula periksa gerakan, perhatikan apakah pasien dapat merakukan dengan baik dan tanpa bantuan. 2. Kemudian perksa ketahanannya kerjakan ini hanya jika gerakannya sempuma atau mendekati dan lakukanlah perlahan, jangan dikejutkan/sekaligus (tiba-tiba). Jangan paksa sampai berubah posisi, amati apakah kekuatan menahan penderita normal, berkurang atau nol. 3. Bandingkan selalu kaki dan tangan kanan pasien dengan yang sebelah kiri. 2.2 Pemeriksaan Bakteriologis
8|Page

Pemeriksaan hapusan sayatan kulit (bakterioskopis) memiliki kegunaan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Membantu menentukan diagnosis penyakit Membantu menentukan klasifikasi (tipe) penyakit kusta sebelum pengobatan Membantu menilai respons pengobatan pada pasien MB Menentukan end point pengobatan pada pasien MB Menentukan prognosis Memperkirakan kepentingan epidemiologis dari pasien-pasien dan menentukan prioritas pengobatan, pemeriksaan kontak dsb.

Ketentuan untuk lokasi sediaan : a. Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling akttf. b. Kulit muka sebaiknya dihindari karena alasan kosmetik, kecuali tidak ditemukan kelainan kulit di lempat lain. c. Pada pemeriksaan ulangan dilakukan di tempat kelainan kulit yang sama dan bi!a perlu ditambah dengan lesi kulit yang baru timbul. d. Sebaiknya petugas yang mengambil dan memeriksa sediaan hapus dilakukan oleh orang yang berlainan. Hal ini untuk menjaga pengaruh gambaran klinis terhadap hasil pemeriksaan bakterioskopis. e. Tempat yang sering diambil untuk sediaan hapus jaringan bagi pemeriksaan M. leprae adalah : cuping telinga, lengan, punggung, bokong dan paha f. Jumlah pengambilan sediaan apus jaringan kulit harus minimum di laksanakan di tiga tempat, yaitu : cuping telinga kiri, cuping telinga kanan, bercak yang paling aktif. g. Pengambilan sediaan dari selaput lendir hidung sebaiknya dihindarkan karena : - Tidak menyenangkan bagi pasien - Positif palsu karena mikobakterium lain - Tidak pernah ditemukan M.leprae pada selaput lendir hidung, apabila sediaan hapus kulit negatif. - Pada pengobatan. pemenksaan bakterioskopis selaput lender hidung negatif lebih dahulu daripada di kulit. h. Sediaan hapus kulit perlu dilakukan pada: - Semua orang yang dicurigai menderita kusta. - Semua pasien baru yang didiagnosis secara klinis sebagai pasien kusta.
9|Page

- Semua pasien kusta yang diduga kambuh (relaps) atau tersangka kuman kebal (resisten) terhadap obat. - Semua pasien MB tiap setahun sekali. Hasil positif palsu adalah akibat: 1. Presipitasi zat warna. Untuk menegahnya pakai pewanaan yang baru / fresh BTA saprofit Pewarnaan serat, biji-bijian, dsb. Ada goresan pada gelas obyek Kontaminasi akibat menggunakan gelas obyek bekas. Hasil negatif palsu adalah akibat: 1. Preparasi yang tidak adekuat seperti pulasan yang terlalu tipis/tebal, pemanasan berlebihan saat fiksasi, atau fiksasi yang kurang baik. 2. Cara pewarnaan yang salah seperti pewamaan karbol fuhsin yang terlalu cepat atau berlebihan sampai berbusa, counter staining yang terlalu intensif sehingga gambaran kuman kabur. 3. Pembacaan yang tidak adekuat, pemeriksaan tidak beraturan atau terburu-buru sehingga hanya sedikit lapang pandang yang diperiksa. Kesalahan administrasi adalah akibat: 1. Kesalahan pelabelan, nomor, atau identifikasi pasien 2. Kesalahan laporan. 7. Biopsi kulit Biopsi kulit merupakan salah satu teknik untuk mendukung klasifikasi tipe kusta berdasarkan kriteria Rodley-Jopling. Pada lesi kulit pasien yang dicurigai dilakukan anestesi lokal kemudian dibuat irisan kulit yang juga melibatkan kulit normal untuk meiihat adanya perubahan patologis pada jaringan yang terinfeksi M. leprae.

10 | P a g e

Diagnosis Banding Lesi kulit Makula hipopigmentasi : leukoderma, vitiligo, tinea versikolor, pitiriasis alba, morfea dan parut

Plak eritem : tinea koporis, lupus vulgaris, lupus eritematosus, granuloma anulare, sifilis sekunder, sarkoidosis, leukemia kutis dan mikosis fungoides. Ulkus : ulkus diabetik, ulkus kalosum, frambusia, penyakit Raynad & Buerger Anestesi Neuropati perifer, neuropati diabetik, amiloidosis saraf, trauma, siringomieli. Kusta dijuluki the greatest imitator karena memiliki banyak diagnosis banding dengan penyakit kulit lainnya, antara lain dermatofitosis, tinea versikolor, ptiriasis rosea, ptiriasis alba, dermatitis seboroika, psoriasis, neurofibromatosis, granuloma anulare, xantomatosis, skleroderma, leukemia kutis, tuberkulosis kutis verukosa dan birth mark. REAKSI KUSTA Reaksi kusta : suatu keadaan gejala dan tanda radang akut lesi penderita kusta yang terjadi dalam perjalanan penyakitnya, yang diduga disebabkan hipersensitivitas akut terhadap Ag basil yang menimbulkan gangguan keseimbangan imunitas yang telah ada. Ada dua tipe reaksi berdasarkan hipersensitivitas yang menyebabkannya ; 1. Tipe I 2. Tipe 2 : disebabkan oleh hipersensitivitas seluler : disebabkan oleh hipersensitivitas humoral

Manifestasi / gambaran klinis reaksi kusta: REAKSI TIPE 1 Organ yang diserang Kulit Reaksi ringan Lesi kulit yang telah ada dan menjadi eritematosa. Reaksi berat Lesi yang telah ada menjadi eritematosa, timbul lesi baru yang kadang-kadang disertai panas dan malaise Membesar, nyeri, fungsi terganggu, berlangsung lebih dari 6 minggu.
11 | P a g e

Saraf

Membesar, tidak nyeri fungsi tidak terganggu, berlangsung kurang dari

Kulit dan saraf bersama-sama

6 rainggu. Lesi yang telah ada menjadi lebih eritematosa, nyeri pada saraf berlangsung kurang dari 6 minggu.

Lesi kulit yang eritematosa disertai ulserasi atau edem pada tangan / kaki. Saraf membesar, nyeri, dan fungsinya terganggu, Berlangsung sampai 6 minggu atau lebih.

REAKSI TIPE 2 Organ yang diserang Kulit Reaksi ringan Timbul sedikit nodus yang beberapa diantaranya terjadi ulserasi. Disertai demam ringan dan malaise. Saraf membesar tetapi nyeri dan fungsinya tidak terganggu. Tidak ada gangguan Lunak, tidak nyeri. Gejalanya seperti diatas. Reaksi berat Banyak nodus yang nyeri dan mengalami ulserasi disertai demam tinggi dan malaise. Saraf membesar, nyeri, dan fungsinya terganggu. Nyeri, penumnan visus, dan merah di sekitar limbus. Lunak, nyeri, dan membesar. Gejalacya seperti tersebut diatas disertai keadaan sakit yang keras dan nyeri yang sangat.

Saraf Mata Testis Kulit, saraf mata, dan testis bersama-sama

tersebut

3. Menjelaskan penatalaksanaan Morbus hansen 3.1 Penatalaksanaan Dapson/DDS (4,4 diaminodifenil sulfon) Obat ini bersifat bakteristatik, dosis adalah 1-2 mg/kgBB setiap hari. Efek samping yang mungkin timbul antara lain nyeri kepala, erupsi obat, anemia hemolitik, leukopenia, insomnia, neuropatia perifer, sindrom DDS, nekrolisis epidermal toksik, hepatitis, hipoalbuminemia, dan methemoglobinemia. Rifampisin Obat ini bersifat bakterisidal kuat. Dengan dosis 10 mg/kgBB, diberikan setiap bulan. Tidak boleh diberikan monoterapi, karena memperbesar kemungkinan terjadi resistensi. Efek samping yang harus diperhatikan adalah hepatotoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal, flu like syndrom, dan erupsi kulit. Klofazimin/Lamprene
12 | P a g e

Mempunyai efek bakteriostatik setara dengan dapson. Di samping itu obat ini juga mempunyai efek antiinflamasi sehingga berguna untuk pengobatan reaksi kusta, khususnya ENL. Dosis untuk kusta ialah 50 mg setiap hari, atau 100 mg selang sehari, atau 3100 mg setiap minggu. Selain itu dosis bulanan 300 mg diberikan setiap bulan untuk mengurangi reaksi tipe 1 dan 2. Efek sampingnya menyebabkan pigmentasi kulit, gangguan gastrointestinal (nyeri abdomen, nausea, diare, anoreksia, dan vomitus), dapat juga tertimbun di hati. Perubahan warna akan menghilang setelah obat dihentikan. Ofloksasin Ofloksasin merupakan turunan fluorokuinolon yang paling aktif terhadap Mycobacterium leprae in vitro. Dosis optimal harian adalah 400 mg. Dosis tunggal yang diberikan dalam 22 dosis akan membunuh kuman M.leprae hidup sebesar 99,99%. Efek sampingnya adalah mual, diare, dan gangguan saluran cerna lainnya, berbagai gangguan susunan saraf pusat termasuk insomnia, nyeri kepala, dizziness, nervousness dan halusinasi. Walaupun demikian hal ini jarang ditemukan dan biasanya tidak membutuhkan penghentian pemakaian obat. Penggunaan pada anak, remaja, wanita hamil, dan menyusui harus secara hati-hati, karena pada hewan muda kuinolon menyebabkan atropati. Minosiklin Termasuk dalam kelompok tetrasiklin yang mempunyai efek bakterisidal, tetapi lebih rendah daripada rifampisin. Dosis standar harian 100 mg. Efek sampingnya adalah pewarnaan gigi bayi dan anak-anak, kadang-kadang mengenai kulit dan membran mukosa, berbagai simtom saluran cerna dan susuna saraf pusat, termasuk dizziness dan unsteadiness. Oleh sebab itu tidak dianjurkan untuk anak-anak atau selama kehamilan. Klaritromisin Merupakan kelompok antibiotic makrolid dan mempunyai aktivitas bakterisidal terhadap M.leprae pada tikus dan manusia. Pada penderita kusta lepromatosa, dosis harian 500mg dapat membunuh 99% kuman hidup dalam 28 hari dan lebih dari 99,9% dalam 56 hari. Efek sampingnya adalah nausea, vomitus dan diare yang terbukti sering ditemukan bila obat ini diberikan dengan dosis 2000 mg. Skema Regimen MDT WHO Tabel 1. Obat dan dosis regimen MDT-PB OBAT Rifampisin Dapson swakelola DEWASA BB<35 kg 450 mg/bln (diawasi) 50mg/hari(1-2mg/kgBB/hari)

BB>35 kg 600 mg/bln (diawasi) 100 mg/hari


13 | P a g e

Tabel 2. Obat dan dosis regimen MDT-MB OBAT Rifampisin Klofazimin Dapson swakelola DEWASA BB<35 kg 450 mg/bln (diawasi) 300 mg/bln diawasi dan diteruskan 50 mg/hari swakelola 50mg/hari(1-2mg/kgBB/hari) Tabel 3. Obat dan dosis regimen MDT WHO untuk anak OBAT PB < 10 tahun BB < 50kg 300 mg/bln 25 mg/hr MB 10 th 14 th < 10 th BB < 50 kg 300 mg/bln 100 mg/bln dilanjutkan 50 mg, 2x/mgg 25 mg/hr Lamanya pengobatan kusta tipe PB adalah 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan. Pengobatan kusta tipe MB adalah sudah sebesar 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan. Minimum 6 bulan untuk PB dan minimum 24 bulan untuk MB maka dinyatakan RFT (Release From Treatment). Sebagai standar pengobatan, WHO Expert Committee pada tahun 1998 telah memperpendek masa pengobatan untuk kasus MB menjadi 12 dosis dalam 12-18 bulan, sedangkan pengobatan untuk kasus PB dengan lesi kulit 2-5 buah tetap 6 dosis dalam 6-9 bulan. Bagi kasus PB dengan lesi tunggal pengobatan adalah Rifampisin 600 mg ditambah dengan Ofloksasin 400 mg dan Minosiklin 100 mg (ROM) dosis tunggal. Kalau susunan MDT tersebut tidak dapat dilaksanakan karena pelbagai alasan, WHO Expert Committee pada tahun 1998 mempunyai rejimen untuk situasi khusus. Penderita MB yang resisten dengan rifampisin biasanya akan resisten pula dengan DDS sehingga hanya bias mendapat klofazimin. Untuk itu pengobatannya dengan klofazimin 50 mg, ofloksasin 400 mg dan minosiklin 100 mg setiap hari selama 6 bulan, diteruskan klofazimin 50 mg ditambah ofkloksasin 400 mg atau minosiklin 100 mg setiap hari selama 18 bulan.

BB>35 kg 600 mg/bln (diawasi) 100 mg/hari

10 th -14 th

Rifampisin Klofazimin

450 mg/bln 50 mg/hr

450 mg/bln 150 mg/bln dilanjutkan 50 mg/hr 50 mg/hr

14 | P a g e

Bagi penderita MB yang menolak klofazimin, diberikan rifampisin 600 mg ditambah dengan ofloksasin 400 mg dan minosiklin 100 mg dosis tunggal setiap bulan selama 24 bulan. Penghentian pemberian obat lazim disebut Release From Treatment (RFT). Setelah RFT dilanjutkan dengan tindak lanjut tanpa pengobatan secara klinis dan bakterioskopis minimal setiap tahun selama 5 tahun. Bila bakterioskopis tetap negatif dan klinis tidak ada keaktifan baru, maka dinyatakan bebas dari pengamatan atau disebut Release From Control (RFC). Pengobatan ENL Obat yang paling sering dipakai adalah tablet kortikosteroid, antara lain prednisone. Dosisnya bergantung pada berat ringannya reaksi, biasanya 15-30 mg/hari dan dosisnya diturunkan bertahap. Klofazimin juga dapat dipakai sebagai anti ENL, tetapi dengan dosis yang lebih tinggi. Dosisnya antara 200-300mg/hari. Khasiatnya lebih lambat daripada kortikosteroid dan dapat dipakai untuk melepaskan ketergantungan kortikosteroid. Pengobatan reaksi reversal Bila reaksi ini tidak disertai neuritis akut, maka tidak perlu diberi obat tambahan. Bila ada neuritis akut, obat pilihan pertama adalah kortikosteroid yang dosisnya disesuaikan dengan berat ringannya neuritis. Biasanya diberikan prednisone 40-60 mg/hari yang dosisnya diturunkan secara bertahap. Anggota gerak yang terkena neuritis akut harus diistirahatkan. Analgesik dan sedatif kalau diperlukan dapat diberikan. 3.2 Komplikasi Komplikasi imunologis: reaksi reversal (gejala klinisnya ialah umumnya sebagian atau seluruh lesi yang telah ada bertambah aktif atau timbul lesi baru dalam waktu yang relatif singkat) dan reaksi eritema nodosum leprosum (fenomena kompleks imun akibat reaksi antara antigen M.leprae + antibodi + komplemen kompleks imun). Komplikasi neurologis : ulkus, claw hand, drop hand, drop foot, kontraktur, mutilasi, absorbs Pada mata, hidung, laring, dan testis : Reaksi: nyeri saraf, eritema nodosum leprosum, iridosiklitis, teno-sinovitis Kerusakan saraf sensoris, saraf motoris dan saraf otonom Kerusakan mata pada kusta juga dapat primer dan skunder. Primer mengakibatkan alopesia pada alis mata dan bulu mata, juga dapat mendesak jaringan mata lainnya. Skunder

15 | P a g e

dapat membuat paralisis N.Orbikularis palpebrarum sebagian atau seluruhnya dan lagoftalmus. Kemudian keduanya bergabung akhirnya dapat mengakibatkan kebutaan. Infiltrasi granuloma ke dalam adneksa kulit yang terdiri atas kelenjar keringat, kelenjar palit, dan folikel rambut dapat mengakibatkan kulit kering dan alopesia. Pada tipe lepromatosa dapat timbul ginekomastia akibat gangguan keseimbangan hormonal dan oleh karena infiltrasi granuloma pada tubulus seminiferus testis. 3.3 Pencegahan Dulu perubahan bentuk anggota tubuh akibat lepra menyebabkan penderitanya diasingkan dan diisolasi. Pengobatan dini bisa mencegah atau memperbaiki kelainan bentuk, tetapi penderita cenderung mengalami masalah psikis dan sosial. Tidak perlu dilakukan isolasi. Lepra hanya menular jika terdapat dalam bentuk lepromatosa yang tidak diobati dan itupun tidak mudah ditularkan kepada orang lain. selain itu, sebagian besar secara alami memiliki kekebalan terhadap lepra dan hanya orang yang tinggal serumah dalam jangka waktu yang lama yang memiliki resiko tertular. Dokter dan perawat yang mengobati penderita lepra tampaknya tidak memiliki resiko tertular. Hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk penyakit kusta. Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh bentuknya, lebih besar kemungkinan menimbulkan penularan dibandingkan dengan yang tidak utuh. Jadi faktor pengobatan adalah amat penting dimana kusta dapat dihancurkan, sehingga penularan dapat dicegah. Disini letak salah satu peranan penyuluhan kesehatan kepada penderita untuk menganjurkan kepada penderita untuk berobat secara teratur. Pengobatan kepada penderita kusta adalah merupakan salah satu cara pemutusan mata rantai penularan. Kuman kusta diluar tubuh manusia dapat hidup 24-48 jam dan ada yang berpendapat sampai 7 hari, ini tergantung dari suhu dan cuaca diluar tubuh manusia tersebut. Makin panas cuaca makin cepatlah kuman kusta mati. Jadi dalam hal ini pentingnya sinar matahari masuk ke dalam rumah dan hindarkan terjadinya tempat-tempat yang lembab. Ada beberapa obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta. Tetapi kita tidak dapat menyembuhkan kasus-kasus kusta kecuali masyarakat mengetahui ada obat penyembuh kusta, dan mereka datang ke Puskesmas untuk diobati. Dengan demikian penting sekali agar petugas kusta memberikan penyuluhan kusta kepada setiap orang, materi penyuluhan kusta kepada setiap orang, materi penyuluhan berisikan pengajaran bahwa : a. Ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta b. Sekurang-kurangnya 80 % dari semua orang tidak mungkin terkena kusta c. Enam dari tujuh kasus kusta tidaklah menular pada orang lain d. Kasus-kasus menular tidak akan menular setelah diobati kira-kira 6 bulan secara teratur e. Diagnosa dan pengobatan dini dapat mencegah sebagian besar cacat fisik Cara terbaik untuk melakukan pencegahan cacat atau prevention of disabilities (POD) adalah dengan melaksanakan diagnosis dini kusta, pemberian pengobatan MDT yang cepat dan tepat. Selanjutnya dengan mengenali gejala dan tanda reaksi kusta yang disertai gangguan saraf
16 | P a g e

serta memulai pengobatan dengan kortikosteroid sesegera mungkin. Bila terdapat gangguan sensibilitas, penderita diberi petunjuk sederhana misalnya memakai sepatu untuk melindungi kaki yang telah terkena, memakai sarung tangan bila bekerja dengan benda yang tajam atau panas, dan memakai kacamata untuk melindungi matanya. Selain itu, diajarkan pula cara perawatan kulit sehari-hari. Hal ini dimulai dengan memeriksa ada tidaknya memar, luka atau ulkus. Setelah itu tangan dan kaki direndam, disikat dan diminyaki agar tidak kering dan pecah. 4. Menjaga kulit dan menutup aurat berdasarkan ajaran islam Surat Al-Baqarah 222; .sesungguhnya Allah senang kepada orang yang bertobat, dan senang kepada orang yang membersihkan diri. Serta Surat Al-Muddatstsir 4-5; ..dan bersihkan pakaianmu serta tinggalkan segala perbuatan dosa. Rasulullah S.A.W telah bersabda : "Bahwa anak perempuan apabila telah cukup umurnya, maka mereka tidak boleh dilihat akan dia melainkan mukanya dan kedua telapak tangannya hingga pergelangan" (H.R. Abu Daud) Abu Hurairah radhiyallahu `anhu meriwayatkan bahwa: Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bersabda: "Ada dua golongan yang termasuk ahli neraka, yang belum pernah aku lihat: (1) suatu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, mereka memukuli orang-orang dengan cambuk itu, (2) wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, merayu dan dirayu, kepala mereka bagaikan punuk unta yang miring. Mereka tidak masuk surga dan tidak dapat mencium bau surga padahal harumnya surga itu tercium dari jarak yang sangat jauh." [Hadits riwayat Muslim]. adab Pakaian Muslimah (untuk lelaki dan wanita) yaitu: 1. Menutup aurat AURAT lelaki menurut ahli hukum ialah daripada pusat hingga ke lutut. Aurat wanita pula ialah seluruh anggota badannya, kecuali wajah, tapak tangan dan tapak kakinya. Rasulullah SAW bersabda bermaksud: Paha itu adalah aurat. (Bukhari) 2. Tidak menampakkan tubuh Pakaian Muslimah yang jarang sehingga menampakkan aurat Wanita Muslim tidak memenuhi syarat menutup aurat. Pakaian jarang bukan saja menampak warna kulit, malah boleh merangsang nafsu orang yang melihatnya. Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: Dua golongan ahli neraka yang belum pernah aku lihat ialah, satu golongan memegang cemeti seperti ekor lembu yang digunakan bagi
17 | P a g e

memukul manusia dan satu golongan lagi wanita yang memakai pakaian tetapi telanjang dan meliuk-liukkan badan juga kepalanya seperti bonggol unta yang tunduk. Mereka tidak masuk syurga dan tidak dapat mencium baunya walaupun bau syurga itu dapat dicium daripada jarak yang jauh. (Muslim) 3. Pakaian tidak ketat TUJUANNYA adalah supaya tidak kelihatan bentuk tubuh badan Wanita Muslim 4. Tidak menimbulkan riak RASULULLAH SAW bersabda bermaksud: Sesiapa yang melabuhkan pakaiannya kerana perasaan sombong, Allah SWT tidak akan memandangnya pada hari kiamat. Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda bermaksud: Sesiapa yang memakai pakaian yang berlebihlebihan, maka Allah akan memberikan pakaian kehinaan pada hari akhirat nanti. (Ahmad, Abu Daud, an-Nasaiy dan Ibnu Majah) 5. Lelaki, wanita berbeda MAKSUDNYA pakaian yang khusus untuk lelaki tidak boleh dipakai oleh wanita, begitu juga sebaliknya. Rasulullah SAW mengingatkan hal ini dengan tegas menerusi sabdanya yang bermaksud: Allah mengutuk wanita yang meniru pakaian dan sikap lelaki, dan lelaki yang meniru pakaian dan sikap perempuan. (Bukhari dan Muslim) Baginda juga bersabda bermaksud: Allah melaknat lelaki berpakaian wanita atau Pakaian Murah Muslim dan wanita berpakaian lelaki. ?(Abu Daud dan Al-Hakim). 6. Larangan pakai sutera ISLAM mengharamkan kaum lelaki memakai sutera. Rasulullah SAW bersabda bermaksud: Janganlah kamu memakai sutera, sesungguhnya orang yang memakainya di dunia tidak dapat memakainya di akhirat. (Muttafaq alaih) 7. Melabuhkan pakaian CONTOHNYA seperti tudung yang seharusnya dipakai sesuai kehendak syarak Wanita Muslimah yaitu bagi menutupi kepala dan rambut, tengkuk atau leher dan juga dada. Allah berfirman bermaksud: Wahai Nabi, katakanlah (suruhlah) isteri-isteri dan anak-anak perempuanmu serta Wanita Muslimah beriman, supaya mereka melabuhkan pakaiannya bagi menutup seluruh tubuhnya (semasa mereka keluar); cara yang demikian lebih sesuai untuk mereka dikenal (sebagai perempuan yang baik-baik) maka dengan itu mereka tidak diganggu. Dan (ingatlah) Allah adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. ?(al-Ahzab:59) 8. Memilih warna sesuai Contohnya warna-warna lembut termasuk putih kerana ia nampak bersih dan warna Pakaian Muslim ini sangat disenangi dan sering menjadi pilihan Rasulullah SAW. Baginda bersabda bermaksud: Pakailah Pakaian Muslim Putih kerana ia lebih baik, dan kafankan mayat kamu dengannya (kain putih). (an-Nasaie dan al-Hakim)

18 | P a g e

Você também pode gostar