Você está na página 1de 14

HAKEKAT BAHASA DALAM HERMENEUTIKA WILHELM DILTHEY Makalah disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Filsafat Bahasa

Dosen Pengampu: Dr. Muhammad Pribadi, M.A.

Oleh: Nur Nissa Nettiyawati 13.2041.0213

KONSENTRASI PENDIDIKAN BAHASA ARAB PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM SEKOLAH PASCASARJANA UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2014

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pembahasan kali ini, kami mencoba menjelaskan mengenai hakekat bahasa dalam hermeneutika Wilhelm Dilthey. Berbicara mengenai hakekat bahasa, kita akan dibawa pada pembahasan mengenai filsafat. Bahasa pada hakikatnya merupakan suatu sistem simbol yang tidak hanya merupakan urutan bunyi-bunyi secara empiris, malainkan memiliki makna yang sifatnya nonempiris. Dari pemaparan di atas, dapat kami jelaskan bahwa bahasa merupakan sistem simbol yang memiliki makna di dalamnya. Selain itu bahasa juga merupakan alat komunikasi antara manusia untuk menuangkan emosi di antara mereka dan untuk meluapkan pikiran manusia dalam kehidupan sehari-hari1. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, bahasa adalah sistem lambing bunyi berartikulasi (yang dihasilkan alat ucap) yang bersifat sewenang-wenang dan konvensional yang dipakai sebagai alat komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pikiran2. Setiap kalimat yang diucapkan dalam menyampaikan keinginannya kadang masih menyimpan makna yang rancu. Hal ini disebabkan pemikiran manusia yang berbeda, dan manusia merupakan makhluk yang berakal yang mana akal manusia selalu berkembang. Dengan begitu perbedaan diantara mereka merupakan suatu yang wajar-wajar saja. Untuk menghadapi masalah tersebut, sebuah pemahaman terhadap makna muncul dari diri manusia. Seiring dengan berkembangnya waktu, pengetahuan mengenai pemahaman terhadap makna menjadi sebuah kajian ilmu pengetahuan. Sering disebut dengan kajian Hermeneutika. Hermeneutika berasal dari bahasa Yunani hermeneuo yang berarti mengungkapkan pikiran-pikiran seseorang dalam kata-kata atau hermeneuein
Prof. Dr. Kaelan, M.S., Filsafat Bahasa Semiotik dan Hermeneutika, Paradigma, Yogyakarta 2009, hlm : 6. 2 Kamus Besar Bahasa Indonesia.
1

yang berarti menafsirkan dan hermeneia yang berarti penafsiran. Kata Yunani tersebut berhubungan dengan dewa Hermes, dewa dalam mitos Yunani yang bertugas untuk menyampaikan berita dari para dewa di gunung Olympus kepada manusia. Sedangkan dalam bahasa Latin, sosok dewa ini lebih dikenal dengan nama Mercurius. Dewa Hermes harus mampu menginterpretasikan atau menyadur (mengolah/mengambil) sebuah pesan ke dalam bahasa yang digunakan dalam pendengarnya3. Manusia menggunakan bahasa untuk menyampaikan tujuannya kepada manusia yang lain. Setiap manusia mampu memahami makna dari kata-kata yang disampaikan. Pemahaman merupakan proses bahasa. Memahami berarti menginterpretasikan sesuatu. Keberadaan hermeneutika dalam bahasa merupakan awal dari pemahaman. Pemahaman terhadap bahasa yang disampaikan dengan meneliti dari teks-teks yang ada. Hermeneutika menjadi sebuah sistem baru muncul jauh setelah ia dipratekkan dalam filologi dan studi-studi kitab suci. untuk memahami sebuah teks misalnya, seseoranng penafsir selalu memahami realitas dengan titik tolak sekarang yang sesuai dengan data historis teks-teks tersebut. Pada pembahasan kami ini akan mencoba mengupas hakekat bahasa dalam hermeneutika. 1.2 Rumusan Masalah Merujuk pada latarbelakang di atas, kami paparkan beberapa rumusan masalah sebagai berikut: 1.2.1 1.2.2 1.2.3 Apa itu bahasa dan hermeneutika? Bagaimana hubungan bahasa dengan hermeneutika? Bagaimana pandangan Wilhelm Dilthey tentang bahasa dalam hermeneutika?

Aat Hidayat, Epistemologi Hans-Georg Gadamer: Menyelami Kedalaman Tradisi, Menuai Kelezatan Maknal.

1.3 Tujuan Masalah Dari rumusan masalah di atas, dapat kami fokuskan tujuan dari pembahasan kali ini sebagai berikut: 1.3.1 1.3.2 1.3.3 Mengetahui apa itu bahasa dan hermeneutika. Mengetahui hubungan bahasa dengan hermeneutika. Mengetahui pandangan Wilhelm Dilthey tentang bahasa dalam hermeneutika.

2. PEMBAHASAN

2.1 Bahasa dan hermeneutika 2.1.1 Bahasa

Bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia untuk menuangkan emosi di antara mereka dan untuk meluapkan pikiran manusia dalam kehidupan sehari-hari4. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, bahasa adalah sistem lambing bunyi berartikulasi (yang dihasilkan alat ucap) yang bersifat sewenang-wenang dan konvensional yang dipakai sebagai alat komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pikiran5. Menurut Keraf, memberikan dua pengertian bahasa. Pengertian pertama menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbolsimbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer. Lain halnya menurut Owen, menjelaskan definisi bahasa yaitu language can be defined as a socially shared combinations of those symbols and rule governed combinations of those symbols (bahasa dapat didefenisikan sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem konvensional untuk menyampaikan konsep melalui kegunaan simbol-simbol yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan)6. Pendapat di atas mirip dengan apa yang diungkapkan oleh Tarigan, beliau memberikan dua definisi bahasa. Pertama, bahasa adalah suatu sistem yang sistematis, barang kali juga untuk sistem generatif. Kedua, bahasa adalah seperangkat lambang-lambang mana suka atau simbol-

Prof. Dr. Kaelan, M.S., Filsafat Bahasa Semiotik dan Hermeneutika, Paradigma, Yogyakarta 2009, hlm 6. 5 Kamus Besar Bahasa Indonesia. 6 Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal (Jakarta: Rineka Cipta, 2010) hal 11

simbol arbitrer. Menurut Santoso, bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar. 2.1.2 Hermeneutika

Secara etimologis, kata hermeneutika berasal dari bahasa Yunani, hermeneuein, yang berarti manafsirkan. Dalam mitologi Yunani, kata ini sering dikaitkan dengan seorang dewa yang bernama Hermes, seorang utusan yang mempunyai tugas menyampaikan pesan dari Jupiter untuk manusia. Tugas menyampaikan pesan yang dilakukan Hermes juga sekaligus tugas mengalih bahasakan pesan para dewa ke bahasa manusia. Pengalih bahasaan bisa juga diartikan sebagai menafsirkan bahasa. Dari sinilah istilah hermeneutika diartikan dengan pekerjaan penafsiran atau interpretasi. Hermeneutika dapat didevinisikan secara luas sebagai suatu teori atau filsafat interpretasi makna. Hermeneutika teks. juga merupakan studi

pemahaman,

khususnya

pemahaman

Kajian

hermeneutika

berkembang sebagai sebuah usaha untuk menggambarkan pemahaman teks, lebih spesifik pemahaman historis dan humanistik. Dengan demikian, hermeneutika mencakup dalam dua fokus perhatian yang berbeda dan saling berinteraksi, yaitu; 1) peristiwa pemahaman teks, 2) persoalan yang mengarah mengenai apa pemahaman interpretasi itu7. Awal mula istilah ini digunakan oleh kalangan agamawan. Melihat hermeneutika dapat menyuguhkan makna dalam teks klasik, maka abad ke-17 kalangan gereja menerapkan telaah hermeneutis untuk membongkar makna teks injil. Ketika menemukan kesulitan dalam memahami bahasa dan pesan kitab suci itu, mereka berkesimpulan bahwa kesulitan itu akan membantu pemecahan oleh hermeneutik. Dengan begitu hermeneutik menjadi suatu metode dalam memahami teks kitab suci.
Palmer Richard E., Musnur Hery., Interpretation Theory in Scheimacher, Dilthey, Heidger dan Gadamer, Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005, hlm 8.
7

Menurut Carl Braathen, hermeneutika adalah ilmu yang merefleksikan bagaimana satu kata atau satu peristiwa di masa dan kondisi yang lalu bisa dipahami dan menjadi bermakna di masa sekarang sekaligus mengandung aturan-aturan metodologis untuk diaplikasikan dalam penafsiran dan asumsi-asumsi metodologis dari aktifitas pemahaman8. Sebagai sebuah metode penafsiran, hermeneutika memperhatikan tiga hal sebagai komponen pokok dalam kegiatan penafsiran yakni teks, konteks, dan kontekstualisasi. Pemahaman lebih lanjut mengenai hermeneutika adalah sebagai berikut: pertama, sebagai teknik praktis pemahaman atau penafsiran, dekat dengan eksegegis, yakni kegiatan memberi pemahaman tentang sesuatu atau kegiatan untuk mengungkapkan makna tentang sesuatu agar dapat dipahami. Kedua, sebagai sebuah metode penafsiran tentang the conditions of possibility sebuah penafsiran. Hal-hal apa yang dibutuhkan atau langkah-langkah bagaimana yang harus dilakukan untuk menghindari pemahaman yang keliru terhadap teks. Ketiga, sebagai penafsiran filsafat. Dalam pemahaman ini, hermeneutika menyoroti secara kritis bagaimana bekerjanya pola pemahaman manusia dan bagaimana hasil pemahaman manusia tersebut diajukan, dibenarkan dan bahkan disanggah9. Objek utama hermeneutika adalah teks dan teks adalah hasil atau produk praktis berbahasa, maka antara hermeneutika dan bahasa akan terjalin hubungan sangat dekat. 2.2 Hubungan Bahasa dengan Hermeneutika Pada hakekatnya bahasa merupakan hal yang paling hakiki dalam kehidupan, karena bahasa membantu manusia untuk menemukan dirinya dalam dunia yang terus berubah ini. Akan tetapi bahasa tidak boleh dipikirkan sebagai hal yang mengalami perubahan. Sebaliknya, bahasa
Mudjia Raharjo., Dasar-dasar Hermeneutika Antara Intensionalisme dan Gadamerian, Jogjakarta: ar-Ruzz Media, 2012, hlm 30. 9 Mudjia Raharjo., Dasar-dasar Hermeneutika Antara Intensionalisme dan Gadamerian, Jogjakarta: ar-Ruzz Media, 2012, hlm 32.
8

harus dipikirkan sebagai sesuatu yang memiliki tujuan di dalam dirinya 10. Manusia sebagai pelaku penggunaan bahasa mempunyai tujuan dalam menyampaikan keinginannya atau tujuannya. Baik itu dengan

menggunakan bahasa ibu atau bahasa umum lainnya. Bahasa memproses sesuatu yang ada di pikiran dan hati yang kemudian dituangkan dengan wujud kata-kata untuk disampaikan kepada pendengar, yang mana pendengar menerima pesan-pesan lewat makna-makna dalam pembicaraan penutur dengan baik11. Dalam berbahasa, seseorang memahami makna yang terkandung, dengan memahami tersebut seseorang akan mampu menangkap keinginan dari orang lain. Keberadaan hermeneutika dalam bahasa merupakan awal dalam pemahaman. Dalam sejarah perkembangan awal hermeneutika yang telah kami singgung sebelumnya, hermeneutika digunakan untuk memahami makna yang terkandung dalam teks-teks kitab suci. kedekatan antara hermeneutika dan bahasa tidak bisa disangkal lagi. Karena dengan hermeneutika sebuah teks agama misalnya akan lebih mudah dipahami oleh umatnya dari pada hanya disodorkan teks aslinya tanpa

mempertimbangkan maknanya. 2.3 Pandangan Wilhelm Dilthey terhadap Hakekat Bahasa Sebelum kita membahas lebih jauh, kita akan sedikit mengupas siapa gerangan Wilhelm Dilthey itu. Dari literatur yang kami dapatkan, ia adalah seorang filosof yang lahir pada tahun 1833 di Biebrich am Rhein. Ia merupakan seorang professor di Universitas Berlin. Perhatiannya dalam bidang filsafat sangat banyak, semisal filsafat sistematis dan juga sejarah filsafat. Sumbangan Dilthey yang sangat besar pada filsafat adalah penyelidikannya tentanng kehidupan. Sehingga tidak mengherankan karya Dilthey disebut sebagai filsafat kehidupan atau Philosophie des Lebens.
10

E. Sumaryono, Hermeneutika Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. 1999 hal Kaelan. Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika. Yogyakarta: Paradigma, 2009,

: 26.
11

hal 22.

Kehidupan yang ia maksud bukan pada arti biologis saja, melainkan seluruh kehidupan manusiawi yang dialami oleh manusia dengan segala kompleksitasnya yang amat kaya. Kehidupan itu sendiri dari banyak sekali kehidupan individual dan bersama-sama membentuk kehidupan umat manusia sebagai realitas sosial dan historis12. Dilthey merupakan pemikir yang menentukan jalannya sendiri. Namun demikian konsep filosofisnya merupakan sintesa pemikiran tradisi empiris Inggris dan Perancis, filsafat transendental dari masa pasca Kantian dari Jerman, romantisme dan gerakan pergolakan pimikiran dalam bidang sejarah. Pemikiran tentang filsafat hidup Dilthey dapat mengungkapkan apresiasi yang mendalam tentang kekayaan dan keragaman hidup13. Menurut Dilthey bahwa hidup adalah objek yang sebenarnya bahkan satu-satunya objek dalam filsafat. Sebagai seorang empirisis Dilthey menolak setiap bentuk transendentalisme, seperti Ding an sich, dunia ide sebagaimana dikemukakan plato dimana hudup hanya sebagai sekedar fenomena. Dilthey menolak adanya titik tolakpemikiran yang bersifat mutlak. Demikian juga dia menganggap bahwa doktrin positivism bahwa pengalaman adalah sekedar kesan indera, merupakan suatu prinsip yang mempersempit pengetahuan. Maka Dilthey tidak hanya puas untuk menyelidiki kenyataan-kenyataan kongkret individual, melainkan berusaha untuk menyusun suatu pandangan yang komprehensif tentang realitas14. Dilthey memandang bahwa hermeneutika memiliki tugas dalam melengkapi teori pembuktian validitas universal interpretasi agar mutu sejarah tidak tercemari oleh pandangan-pandangan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

12 13

Bertens, Filsafat Barat dalam abad XX, Jakarta: Gramedia, 1981, hal: 88 Kaelan. Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika. Yogyakarta: Paradigma, 2009, Poespoprodjo, Interpretasi, Bandung: Remadja Karya, 1987, hal: 49

hal : 269

14

Sebelum interpretasi yang sesungguhnya dapat dimulai, maka dituntut adanya suatu latar belakang pengetahuan. Pengetahuan tersebut harus bersifat gramatikal kebahasaan serta bersifat sejarah maksudnya agar kita mempunyai alat dalam mempertimbangkan karya, yang ada mengenai lingkungan munculnya karya dan bahasa yang dipakai dalam karya tersebut. Dengan pengetahuan tersebut kita mendekati tugas interpretasi. Interpretasi nampaknya niscaya berupa suatu proses yang melingkar, yaitu setiap bagian dan suatu karya sastra misalnya dapat ditangkap lewat keseluruhannya. Kemudian sebaliknya keseluruhannya hanya dapat ditangkap lewat bagian-bagiannya. Setiap bagian suatu karya sastra hanya dapat mempunyai arti yang tidak terbatas. Setiap kata selain istilah-istilah teknik tertentu, senantiasa lebih dari satu. Ekuivokasi kata atau arti bermacam ragam yang ditimbulkan kata dapat memberi berbagai macam kemungkinan15. Sebuah kamus dapat bercerita tentang ruang lingkup kemungkinan arti, tetapi di dalam ruang lingkup tersebut arti suatu kata dapat bergerak dengan bebas, Dilthey menyebut sebagai pasti secara tidak pasti. Arti suatu kata didalam suatu kesempatan tertentu ditentukan arti

fungsionalnya oleh sesuatu konteks. Demikian juga keadaannya dengan kata, juga kalimat, paragraph, bab dan seluruh bagian structural dari suatu karya. Interpretasi yang setepatnya dari masing-masing bagian dari keseluruhan tersebut bergantung pada struktur logis keseluruhan serta maksud tujuannya yang dapat bersifat ilmiah, polemis, oratoris dan seterusnya. Selanjutnya keseluruhan terdiri atas bagian-bagian dan dapat dipahami dengan hanya membaca keseluruhannya secara berturut-turut dan membangun menjadi suatu gambaran yang bersifat saling bertautan (koheren). Dengan demikian kita dihadapkan pada suatu lingkaran logis.
15

Kaelan. Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika. Yogyakarta: Paradigma, 2009,

hal : 271

10

Lingkaran yang sama juga dijumpai manakala kita mencoba memahami pengaruh-pengaruhnya yang dialami oleh pengarang atas suatu karyanya. Kita dapat memahami situasi apa yang terdapat dibenaknya hanya jikalau kita telah mengetahui apa yang sudah dipikirkan. Lingkaran tersebut secara logis berpautan, tidak terpecahkan, akan tetapi dalam praktek kita dapat memecahkan setiap saat kita

memahaminya. Secara garis besar, kita memahami pada bagian-bagian, dan dari bagian-bagian itu kita memperoleh kesan yang pertama tentang keseluruhan tersebut. Dalam pengertian inilah kita mendapat suatu pemahaman, kita menangkap struktur atau bentuk dalam suatu karya, makna secara keseluruhan dan signifikansinya dalam setiap bagian. Proses selanjutnya dari hermeneutika adalah bahwa arti suatu karya dapat terungkap secara lebih penuh lewat karya-karya lain si pengarang, dan arti karya-karya lain tersebut dapat dibaca lewat hidup dan watak si pencipta. Dari pengertian inilah dapat diperoleh suatu pemahaman keadaan-keadaannya sewaktu dia masih hidup. Kemudian tulisantulisannya dipahami sebagai suatu kejadian dalam suatu proses sejarah buadaya atau sejarah sosial yang jauh melampaui dirinya dan merupakan suatu bagian besar kisah umat manusia. Dengan demikian terlihat bahwa interpretasi suatu karya dapat berkembang dan meluas sehingga menjadi suatu studi sejarah. Pemahaman pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan dengan apresiasi dan penentuan sehingga interpretasi secara perlahanlahan berkembang menjadi kritik. Sejauh ini proses interpretasi hanya dipahami sebagai suatu proses logis, namun sebenarnya lebih jauh dari itu yaitu proses interpretasi bertumpu pada suatu proyeksi diri kepada orang lain16. Berdasarkan prinsip-prinsip hermeneutika sebagaimana dikemukakan Dilthey tersebut nampak pada kita bahwa bahasa memiliki peranan yang
16

Poespoprodjo, Interpretasi, Bandung: Remadja Karya, 1987, hal: 64.

11

sentral, karena proses dan dimensi hidup manusia tercover oleh bahasa. Kompleksitas kehidupan manusia dapat dipahami dan diinterpretasi melalui kacamata bahasa, yang diungkapkan oleh Dilthey bahwa keseluruhan dapat dipahami melalui bagian-bagiannya, sedangkan bagianbagianya dapat dipahami melalui keseluruhannya17.

17

Sumaryono, Hermeneutika Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. 1999, hal :

35.

12

3. PENUTUP 3.1 Kesimpulan Bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia untuk menuangkan emosi di antara mereka dan untuk meluapkan pikiran manusia dalam kehidupan sehari-hari18. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, bahasa adalah sistem lambing bunyi berartikulasi (yang dihasilkan alat ucap) yang bersifat sewenang-wenang dan konvensional yang dipakai sebagai alat komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pikiran19. Secara etimologis, kata hermeneutika berasal dari bahasa Yunani, hermeneuein, yang berarti manafsirkan. Dalam mitologi Yunani, kata ini sering dikaitkan dengan seorang dewa yang bernama Hermes, seorang utusan yang mempunyai tugas menyampaikan pesan dari Jupiter untuk manusia. Tugas menyampaikan pesan yang dilakukan Hermes juga sekaligus tugas mengalih bahasakan pesan para dewa ke bahasa manusia. Pengalih bahasaan bisa juga diartikan sebagai menafsirkan bahasa. Dari sinilah istilah hermeneutika diartikan dengan pekerjaan penafsiran atau interpretasi. Dilthey memandang bahwa hermeneutika memiliki tugas dalam melengkapi teori pembuktian validitas universal interpretasi agar mutu sejarah tidak tercemari oleh pandangan-pandangan yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan. Sebelum interpretasi yang sesungguhnya dapat dimulai, maka dituntut adanya suatu latar belakang pengetahuan. 3.2 Kritik dan Saran Hasil dari pembahasan ini belumlah lengkap bahkan jauh dari sempurna, dengan begitu kami mengharap kritikan pembaca, khususnya pengampu matakuliah filsafat bahasa. Kami sangat berharap ada masukan untuk memperbaiki makalah ini.
Prof. Dr. Kaelan, M.S., Filsafat Bahasa Semiotik dan Hermeneutika, Paradigma, Yogyakarta 2009, hlm : 6. 19 Kamus Besar Bahasa Indonesia.
18

13

Daftar Pustaka Prof. Dr. Kaelan, M.S., Filsafat Bahasa Semiotik dan Hermeneutika, Paradigma, Yogyakarta 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Aat Hidayat, Epistemologi Hans-Georg Gadamer: Menyelami Kedalaman Tradisi, Menuai Kelezatan Maknal. Prof. Dr. Kaelan, M.S., Filsafat Bahasa Semiotik dan Hermeneutika, Paradigma, Yogyakarta 2009. Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal (Jakarta: Rineka Cipta, 2010). Palmer Richard E., Musnur Hery., Interpretation Theory in Scheimacher, Dilthey, Heidger dan Gadamer, Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005. Mudjia Raharjo., Dasar-dasar Hermeneutika Antara Intensionalisme dan Gadamerian, Jogjakarta: ar-Ruzz Media, 2012. E. Sumaryono, Hermeneutika Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. 1999. Kaelan. Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika. Yogyakarta: Paradigma, 2009.

14

Você também pode gostar