Dengan sentuhan yang tepat industri lidah buaya akan memberikan keuntungan ganda, seperti memberi nilai tambah, membuka lapangan kerja, memberikan kesejahteraan petani, menciptakan pangsa pasar baru bagi raw material lidah buaya dan ujung-ujungnya memberikan kontribusi pendapatan asli daerah.
Lidah buaya merupakan komoditas unggulan andalan Kalimantan Barat yang memiliki keunggulan komparatif, terutama di Kota Pontianak (Siatan) dan Kabupaten Pontianak (Rasau Jaya). Tumbuh dengan baik pada lahan gambut. Di Kota Pontianak saja berpotensi 1.100 ha dari 450.000 ha, jadi sangat potensial. Peluang pengembangan tanaman ini ke kabupaten lain, yang agroekosistemnya sama lahan gambut, sangat besar. Lidah buaya mulai diusahakan sekitar tahun 1980. Perkembangannya mendapat sambutan dari masyarakat yang dibuktikan dengan meningkatnya luas tanam dan produksi selama 6 tahun (1996-2001) rata-rata peningkatan luas tanam sebesar 43,08%. Ini mengindikasikan bahwa motivasi petani untuk membudidayakan lidah buaya cukup tinggi, sekaligus mengilustrasikan bahwa usahatani lidah buaya memberikan intensif yang cukup baik.
Potensi
Produk olahan lidah buaya adalah minuman lidah buaya (paling terkenal). Namun sudah dimulai adanya produk olahan berupa selai lidah buaya, teh lidah buaya, dodol lidah buaya, rendang daun lidah buaya, sop lidah buaya, cake multi gizi lidah buaya. Sayangnya, walaupun Kalbar sentra lidah buaya, tetapi belum ada perusahaan egroindustri di Kalimantan Barat. Tetapi industri-industri pengolahan lidah buaya sudah banyak berkembang di luar Kalimantan Barat yang mengolah lidah buaya menjadi makanan, minuman kesehatan, masker, hand body, shampoo, penguat rambut, sunsilk, vaseline, shampoo biokos, hairtonic, dan masih banyak yang lainnya.
Masalah mendasar dalam sistem agribisnis lidah buaya di Kalimantan Barat adalah pemasaran. Hal ini diindikasikan oleh kecilnya lidah buaya segar yang dapat di pasarkan, yaitu 6,85% dari total potensi produksi. Sedangkan sisanya ditunda panen. Untuk membuka pangsa pasar baru bagi lidah buaya segar dapat ditempuh dua cara, yaitu mendorong masuknya eksportir baru untuk menambah pangsa pasar di luar negeri, dan mendorong masuknya investor untuk membangun industri pengolahan lidah buaya (pangsa pasarlokal). Lokomotif dalam suatu sistem agribisnis adalah dunia usaha, karena mereka mempunyai instink bisnis tinggi, dan profesionalisme dalam aktifitas bisnis. Pangsa pasar riil yang dinikmati petani masih sangat terbatas, akan tetapi potensi pangsa pasar lidah buaya yang belum tergali baik di dalam negeri maupun di luar negeri cukup potensial. Permintaan lidah buaya di Kalimantan Barat cukup baik, mencakup beberapa segmen pasar, yaitu permintaan untuk konsumsi rumah tangga, restoran, salon kecantikan, industri minuman kemasan dan ekspor (Malysia, Taiwan dan Hongkong). Bahkan untuk memenuhi kebutuhan lidah buaya segar secara kontinyu, perlu dilakukan pengembangan lidah buaya ini ke kabupaten lain di Kalimantan Barat, terutama pada lahan gambut dengan kedalaman 0,5-2 meter. Kemampuan ekspor lidah buaya rata-rata per bulan adalah 48,94 ton. Jumlah tersebut masih jauh lebih kecil dibanding kemampuan produksi (supply) yaitu 742,60 ton/bulan (tahun 2001). Permintaan luar Kalimantan Barat hanya 6,59% dari total produksi, sedangkan permintaan lokal hanya 0,26%, sisanya 93,15% ditunda panen. Trend pasar global menunjukkan bahwa pasar produk herbal (salah satunya lidah buaya) telah mencapai US $ 5,8 billion (tahun 1999) di Amerika, sedangkan di Eropa pasar produk herbal meningkat dari US $ 7 billion (1996) menjadi US $ 8 billion (1998). Menurut Nutrition Business Journal (1999) diperkirakan pasar produk herbal mencapai 17,49 billion di Amerika dan Eropa. Ada beberapa spesifikasi daun lidah buaya yang diinginkan oleh pasar luar negeri antara lain: Bobot daun lebih dari 1 kg Lebar daun lebih dari 10 cm Bentuk daun helai rata, tidak cekung Ketebalan daging lebih dari 2 cm (dalam Negeri), lebih dari 3 cm (luar negeri) Kekerasan daging keras (relatif) Serat lembut dan tidak berwarna Dalam rangka otonomi daerah, Pemda Kalimantan Barat harus berperan sebagai dinamisator, regulator, dan inisiator. Pemerintah daerah harus memberi kontribusi berupa infrastruktur, perkreditan, kebijakan, transportasi dan komunikasi informasi dan penyuluhan, serta penelitian dan pengembangan. Di samping itu Pemda harus mampu mendorong masyarakat untuk berperan sebagai distributor saprodi, suplier pupuk organik (peternak ayam, petani tambak, peternak babi), petani, investor, pedagang lokal, dan eksportir. Dalam waktu dekat Pemda perlu mengadakan regulasi agar ada kejelasan pihak- pihak yang terlibat dalam pengembangan agribisnis lidah buaya. Harus dirumuskan siapa saja pelaku-pelaku agribisnis lidah buaya pada masing-masing sub sistem agribisnis. Selanjutnya ada koordinasi yang sinergis antara pelaku-pelaku tersebut sehingga ada kesepahaman gerak langkah dalam pengembangan selanjutnya. Koordinasi harus dilakukan secara keseluruhan, tidak terbatas pada pelaku-pelaku yang berhubungan dengan komoditas lidah buaya secara langsung, akan tetapi juga pihak-pihak yang terkait secara tidak langsung, seperti peternak ayam, petani tambak, peternak babi, perusahaan Saw Mill. Dalam pengembangan agribisnis lidah buaya harus didorong terciptanya aktifitas usaha yang mengarah pada homeindustri/industri baik pada sub sistem off farm hulu, sub sistem on farm, maupun sub sistem off farm hilir.
Adanya homeindustri/industri pada berbagai sub sistem, maka bangunan sistem agribisnis akan semakin kokoh. Industri hilir yang perlu dikembangkan adalah usaha pembuatan bahan-bahan organik seperti abu, kompos, bokhasi, fermentasi ikan, dll. Industri on farm misalnya usahatani pola kemitraan atau model inti plasma. Sedangkan industri hulu, misalnya industri pengolahan lidah buaya seperti powdering, gel, minuman, makanan, kosmetik, dll.
I r. A k h m a d M u s y a f a k , M P Staf Peneliti pada BPTP Kalimantan Barat (Dimuat pada Tabloid Sinar Tani, 8 Januari 2003)