Você está na página 1de 11

ARTIKEL 9 PENGUKURAN KOMPAS, GUMUK PASIR, DAN GEOMORFOLOGI DAERAH JOGJA DAN SEKITARNYA

OLEH: ACHMAD NABIL ZULFAQAR 111.130.144 17

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA 2013

1. 9 PENGUKURAN KOMPAS A. Menentukan arah (Azimuth) Yang dimaksud dengan arah adalah arah lokasi titik yang akan dituju dari titik lokasi dimana kita berdiri. Caranya adalah sebagai berikut : Pegang kompas dengan tangan kiri setinggi pinggang atau dada Cermin (tutup kompas) dibuka 135 dan menghadap kedepan. Bila menggunakan kompas merek Brunton, maka sighting arm dibuka horizontal dan peep sightditegakkan. Putar kompas sedemikian rupa sampai ke titik yang dimaksud tampak dalam cermin dan berimpit dengan ujung jari Sighting arm dan garis hitam cermin. Bila nivo leveling (nivo mata lembu) sudah berada ditengah, baca jarum utara kompas dan catat angka yang ditunjuknya.

B. Mengukur sudut lereng (slope) Besarnya sudut lereng dapat diukur menggunakan kompas dengan cara membaca klinometer. Ketelitian pembacaan sudut lereng dengan kompas Brunton adalah seperempat derajat (15 detik). Caranya adalah sebagai berikut : Buka tutup kompas hingga membentuk sudut 45 . Tangan-tangan penunjuknya dibuka dan ujungnya ditekuk 90 . Pegang kompas dengan tangan yang ditekuk 90 dan pada posisi vertikal. Bidik titik yang dituju melalui lubang peep sight dan sighting window dimana titik tersebut tingginya harus sama dengan mata dan atur dengan menaik turunkan kompas. Gerakkan klinometer dengan memutar pengatur datar yang terdapat dibagian belakang kompas, sehingga gelembung dalam nivo lonjong berada ditengah dapat dilihat melalui cermin. Baca dan catat angka yang ditunjukkan oleh klinometer.

C. Mentukan beda tinggi Caranya adalah sebagai berikut : Baca dan catat besarnya sudut lereng Ukur jarak dari titik kita berdiri ketitik yang kita bidik dengan langkah atau roll meter (50 meter). Beda tinggi didapat dengan rumus : Beda tinggi = jarak x Sin sudut lereng () H = L sin .

D. Mengukur jurus dan kemiringan Mengukur jurus dan kemiringan pada bidang perlapisan, bidang kekar, bidang sesar dan sebagainya dapat dilakukan dengan cara seperti petunjuk dibawah sedangkan mengarahkan jurus/strike dari tempat kita berdiri kesuatu titik yang jauh dapat dilakukan dengan cara : Mengukur jurus/strike Letakkan sisi yang bertuliskan E pada bidang yang diukur Atur nivo mata lembu sampai gelembungnya berada di tengah Baca jarum utaranya

Mengukur kemiringan/dip Letakkan sisi yang bertulis W tegak lurus jurus yang sudah kita ukur (tanda garis yang sudah kita buat). Atur gelembungnya sampai gelembung pada nivo lonjong berada di tengah Baca angka yang ditunjukkan pada skala clino.

Cara menuliskan hasil pembacaan Untuk kompas dengan sistem kuadran misalnya hasil pembacaan jurus 45 kemiringan 25, maka tata cara penulisannya adalah : S 45 W / 25 NW, dimana NW menunjukkan arah kemiringan. Untuk kompas dengan sistem azimuth misalnya hasil pembacaan jurus 50 dan kemiringan 42, maka tata cara penulisannya : N 50 N / 42.

E. Menentukan kemiringan lapisan yang mempunyai sudut 5 Untuk lapisan yang mempunyai sudut kemiringan 5 sukar diukur dengan teliti. Untuk mengatasi hal ini dilakukan prosedur berikut : Putar klinometer sehingga menunjukkan angka nol. Kompas dalam keadaan terbuka penuh, tempelkan W pada bidang perlapisan hingga gelembung pada nivo lonjong berada ditengah. Tandai garis potong antara bidang lapisan dan kompas, ukur jurusnya melalui garis ini. Letakkan kompas tegak lurus garis tersebut, baca kemiringan.

F. Mengukur kedudukan bidang Mengukur kedudukan bidang dapat dilakukan dengan cara menentukan arah dan besarnya kemiringan. Caranya adalah sebagai berukut : Letakkan kompas dalam posisi horizontal pada bidang yang diukur yaitu dengan menempelkan sisi yang bertanda S dan baca angka yang ditunjukkan jarum utara, maka kita dapatkan arah daripada kemiringan bidang perlapisan tersebut. Ukur besar sudut kemiringan bidang tersebut. Catat angka pembacaan yang kita amati, misalnya 30 N 42 E Artinya sudut kemiringan sebesar 30 miring kearah N 45 E Jurus daripada bidang dapat diketahui dengan jalan menarik garis tegak lurus pada arah kemiringan.

G. Mengukur ketebalan lapisan dan menentukan kedalaman pemboran Untuk mengukur ketebalan dengan kompas geologi dibutuhksn alat bantu yang disebut Jacob staff. Dan dengan teknik ini kita sekaligus dapat merencanakan total kedalaman pemboran yang kita inginkan. Caranya adalah : Ukur besarnya sudut kemiringan (dip) lapisan Pegang kompas dan ketengahkan gelembung clino dengan sudut klinometer = dip dari perlapisan. Atur posisi berdiri kita tepat pada batas bawah (floor) lapisan yang akan diukur. Dan arahkan kompas mengikuti sudut kemiringan lapisan pada batas atas (roof)

lapisan tersebut. Bila lapisan tersebut tebalnya melebihi tinggi kita, maka pengukuran dilakukan beberapa kali. Untuk mengetahui ketebalan yang kita ukur adalah =tinggi mata kita dari tanah x cos (dip). Untuk lapisan yang sangat tebal maka tebalnya harus dikalikan dengan berapa banyak kita melakukan pengukuran. Sedang untuk mengetahui kedalaman pemboran pada titik yang kita tentukan adalah kedalaman pada titik yang kita arahkan = kelipatan dari tinggi mata kita sampai ketitik yang dimaksud. H. Mengukur Struktur Garis yang mempunyai trend Adapun yang termasuk struktur garis ini adalah : gores garis pada bidang sesar, Arah arus pembentukan struktur sediment dan garis sumbu lipatan. Caranya adalah sebagai berikut : Tempelkan alat bantu (buku lapangan atau clipboard) pada posisi tegak dan sejajar dengan arah struktur garis yang akan diukur. Tempelkan sisi W atau E kompas pada posisi kanan atau kiri alat bantu dengan visir kompas mengarah ke penunjaman struktur garis tersebut. Levelkan kompas (nivo mata sapi dalam keadaan horizontal), maka harga yang ditunjuk oleh jarum utara kompas adalah harga arah penunjuknya (trend). I. Mengukur Struktur Garis yang tidak memiliki trend Adapun yang termaksud struktur garis ini adalah umumnya berupa arah-arah kelurusan, seperti : arah arah liniasi fragmen breksiasi, arah kelurusan sungai, arah kelurusan gawir sesar dan lain sebagainya. Dalam hal ini yang diukur hanya arah kelurusan (bearing) saja. Caranya adalah sebagai berikut : Arahkan visir kompas sejajar dengan unsur-unsur kelurusan struktur garis yang akan diukur, misalnya sumbu memanjang fragmen breksiasi. Levelkan kompas (nivo mata sapi dalam keadaan horizontal), maka harga yang ditunjuk oleh jarum utara kompas adalah harga arah bearingnya.

2. GUMUK PASIR Gumuk pasir adalah gundukan bukit atau igir dari pasir yang terhembus angin. Gumuk pasir dapat dijumpai pada daerah yang memiliki pasir sebagai material utama, kecepatan angin tinggi untuk mengikis dan mengangkut butir-butir berukuran pasir, dan permukaan tanah untuk tempat pengendapan pasir, biasanya terbentuk di daerah arid (kering).Gumuk pasir cenderung terbentuk dengan penampang tidak simetri. Jika tidak ada stabilisasi oleh vegetasi gumuk pasir cenderung bergeser ke arah angina berhembus, hal ini karena butir-butir pasir terhembus dari depan ke belakang gumuk. Gerakan gumuk pasir pada umumnya kurang dari 30 meter pertahun.

Bentuk gumuk pasir bermacam-macam tergantung pada faktor-faktor jumlah dan ukuran butir pasir, kekuatan dan arah angin, dan keadaan vegetasi. Bentuk gumuk pasir pokok yang perlu dikenal adalah dan bentuk melintang (transverse), sabit

(barchan), parabola (parabolic),

memanjang

(longitudinal dune).

Secara global gumuk pasir merupakan bentuk lahan bentukan asal proses angin (aeolian). Bentuklahan bentukan asal proses ini dapat berkembang dengan baik apabila terpenuhi persyaratan sebagai berikut : Tersedia material berukuran pasir halus hingga kasar dalam jumlah yang banyak. Adanya periode kering yang panjang dan tegas. Adanya angin yang mampu mengangkut dan mengendapkan bahan pasir tersebut. Gerakan angin tidak banyak terhalang oleh vegetasi maupun obyek lain.

Gumuk Pasir Tipe Barchan (barchanoid dunes)

Gumuk pasir ini bentuknya menyerupai bulan sabit dan terbentuk pada daerah yang tidak memiliki barrier. Besarnya kemiringan lereng daerah yang menghadap angin lebih landai dibandingkan dengan kemiringan lereng daerah yang membelakangi angin, sehingga apabila dibuat penampang melintang tidak simetri. Ketinggian gumuk pasir barchan umumnya antara 5 15 meter. Gumuk pasir ini merupakan perkembangan, karena proses eolin tersebut terhalangi oleh adanya beberapa tumbuhan, sehingga terbentuk gumuk pasir seperti ini dan daerah yang menghadap angin lebih landai dibandingkan dengan kemiringan lereng daerah yang membelakangi angin.

Gumuk Pasir Melintang (transverse dune)

Gumuk pasir ini terbentuk di daerah yang tidak berpenghalang dan banyak cadangan pasirnya. Bentuk gumuk pasir melintang menyerupai ombak dan tegak lurus terhadap arah angin. Awalnya, gumuk pasir ini mungkin hanya beberapa saja, kemudian karena proses

eolin yang terus menerus maka terbentuklah bagian yang lain dan menjadi sebuah koloni. Gumuk pasir ini akan berkembang menjadi bulan sabit apabila pasokan pasirnya berkurang. Gumuk Pasir Parabolik

Gumuk pasir ini hampir sama dengan gumuk pasir barchan akan tetapi yang membedakan adalah arah angin. Gumuk pasir parabolik arahnya berhadapan dengan datangnya angin. Awalnya, mungkin gumuk pasir ini berbentuk sebuah bukit dan melintang, tetapi karena pasokan pasirnya berkurang maka gumuk pasir ini terus tergerus oleh angin sehingga membentuk sabit dengan bagian yang menghadap ke arah angin curam. Gumuk Pasir Memanjang (linear dune)

Gumuk pasir memanjang adalah gumuk pasir yang berbentuk lurus dan sejajar satu sama lain. Arah dari gumuk pasir tersebut searah dengan gerakan angin. Gumuk pasir ini berkembang karena berubahnya arah angin dan terdapatnya celah diantara bentukan gumuk

pasir awal, sehingga celah yang ada terus menerus mengalami erosi sehingga menjadi lebih lebar dan memanjang. 3. GEOMORFOLOGI DAERAH JOGJA DAN SEKITARNYA

Dilihat dari satuan fisiografis dan geologis Daerah Istimewa Yogyakarta, secara keseluruhan mempunyai kondisi geomorfologi yang beraneka ragam, antara lain : Satuan Gunung Merapi Satuan Gunung Api Merapi yang terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga dataran fluvial gunung api yang meliputi daerah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian Kabupaten Bantul termasuk bentang lahan vulkanik. Daerah kerucut dan lereng gunung api merupakan daerah hutan lindung dan sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. Satuan wilayah ini terletak pada zone utara di Kabupaten Sleman. Gunung Merapi yang mempunyai karakteristik khusus, menjadi daya tarik untuk dapat dijadikan sebagai obyek studi kegunungapian dan pariwisata. Namun demikian, kawasan ini rawan bencana alam. Satuan Pegunungan Selatan Satuan Pegunungan Selatan yang terletak di Kabupaten Gunungkidul, atau dikenal sebagai Pegunungan Seribu merupakan wilayah perbukitan batu gamping (limestone) yang kritis, tandus dan selalu kekurangan air dengan bagian tengah terdapat dataran (Wonosari Basin). Wilayah ini merupakan bentang lahan solusional, dengan bahan batuan induk batu gamping, mempunyai karakteristik lapisan tanahnya dangkal dan vegetasi penutupnya relatif jarang. Sebagai akibat proses pengangkatan, kawasan batugamping yang berkembang di bagian paling selatan dari Pegunungan Selatan, khususnya di wilayah Gunungkidul, Wonogiri, dan Pacitan, berkembang menjadi topografi karst dengan sistem drainase bawah tanahnya (subterranean drainage). Sementara itu, kenampakan platonya pun pada akhirnya berubah menjadi bukit-bukit kecil berbentuk kerucut (conical hillocks) yang dikenal dengan Gunung Sewu. Di sisi selatannya, hantaman gelombang Samudera Hindia terus-menerus membentuk lereng-lereng terjal (cliff), yang di beberapa tempat diselingi oleh teluk-

teluk yang sebagian terhubung dengan wilayah pedalaman melalui lembah-lembah kering. Di sisi utaranya, perbukitan kerucut Gunung Sewu berbatasan dengan dua buah ledok (basins), yaitu Ledok Wonosari di bagian barat dan Ledok Baturetno di bagian timur. Ledok Wonosari hingga kini masih mempertahankan pola drainase aslinya di aliran Sungai Oyo, yang mengalir menembus tebing-tebing tinggi di ujung barat. Ledok Baturetno di daerah Wonogiri, yang semula merupakan daerah hulu dari sebuah sungai yang mengalir ke selatan, sebagaimana ditunjukkan melalui Lembah Giritontro yang membelah Gunung Sewu ke arah Samudera Hindia, akhirnya berubah menjadi anak sungai bagi Bengawan Solo yang hingga saat ini mengalir ke utara. Di sisi utara kedua ledok terdapat punggungan-punggungan tinggi dengan sisasisa planasinya yang tetap dipertahankan. Batas utara dari punggungan tersebut berupa tebing curam (steep escarpment), memanjang mulai daerah Parangtritis ke utara, di selatan Prambanan berbelok ke arah timur hingga Wonogiri. Di sebelah utaranya membentang dataran rendah, di mana lipatan batuan yang lebih tua turun cukup dalam, tertutup oleh kipas-kipas fluvio-volkanik muda dari beberapa gunung api Satuan Pegunungan Kulon Progo Satuan Pegunungan Kulon Progo, yang terletak di Kabupaten Kulon Progo bagian utara merupakan bentang lahan struktural denudasional dengan topografi berbukit yang mempunyai kendala lereng yang curam dan potensi air tanahnya kecil. Stratigrafis yang paling tua di daerah Pegunungan Kulon Progo dikenal dengan Formasi nanggula, kemudian secara tidak selaras diatasnya diendapkan batuan-batuan dari Formasi Jonggaran dan Formasi Sentolo, yang menurut Van Bemmmelen (1949), kedua formasi terakhir ini mempunyai umur yang sama, keduanya hanya berbeda faises. Formasi Nanggulan merupakan formasi yang paling tua di daerah pegunungan Kulon Progo, penyusun batuan dari formasi ini menurut Wartono Raharjo (1977) terdiri dari Batupasir dengan sisipan Lignit, Napal pasiran, Batulempung dengan konkresi Limonit, sisipan Napa dan Batugamping, Batupasir dan Tuf serta kaya akan fosil foraminifera dan Moluska. Litologi dari Formasi Jonggrangan ini tersingkap

baik di sekitar desa Jonggrangan, bagian bawah dari formasi ini terdiri dari Konglomerat yang ditumpangi oleh Napal tufan dan Batupasir gampingan dengan sisipan Lignit. Batuan ini semakin ke atas berubah menjadi Batugamping koral (Wartono rahardjo, dkk, 1977). Litologi penyusun Formasi Sentolo ini di bagian bawah, terdiri dari Aglomerat dan Napal, semakin ke atas berubah menjadi Batugamping berlapis dengan fasies neritik. Batugamping koral dijumpai secara lokal, menunjukkan umur yang sama dengan formasi Jonggrangan, tetapi di beberapa tempat umur Formasi Sentolo adalah lebih muda (Harsono Pringgoprawiro, 1968: 9). Satuan Dataran Rendah Satuan Dataran Rendah merupakan bentang lahan fluvial yang didominasi oleh dataran aluvial, membentang di bagian selatan Daerah Istimewa Yogyakarta mulai dari Kabupaten Kulon Progo sampai dengan Kabupaten Bantul yang berbatasan dengan Pegunungan Seribu. Wilayah ini merupakan daerah yang subur. Bentang Lahan lainnya yang belum didayagunakan secara ptimal adalah bentang lahan marin dan eolin yang merupakan satuan wilayah pantai, yang terbentang dari Kulon Progo sampai Bantul. Khusus di Parangtritis Bantul yang terkenal dengan gumuk pasir menjadi laboratorium alam studi geografi.

Você também pode gostar