Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
IDENTITAS Data Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Agama Suku bangsa Pendidikan Pekerjaan Penghasilan Keterangan Islam Jawa Hubungan dengan orang tua : Anak kandung Pasien An. NMR 1 tahun Perempuan Ayah Tn. M 38 tahun Laki-laki Ibu Ny. S 34 tahun Perempuan
Jl Rawa roko, Bojong rawa lumbu, Bekasi Islam Jawa SMA Karyawan Islam Jawa SMA Ibu Rumah Tangga -
ANAMNESIS Dilakukan sacara Alloanamnesis kepada ibu pasien pada hari Sabtu tanggal 19 September 2013 Keluhan Utama : Sesak napas sejak 1 hari SMRS Keluhan Tambahan : Demam, kejang, batuk, mual, muntah Riwayat Penyakit Sekarang : Os datang dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari SMRS. Orangtua pasien mengatakan sesak napas yang terjadi secara tiba-tiba tanpa disertai adanya bunyi ngik. Sejak semalam menurut orangtua os, os terlihat gelisah. Selain itu os juga mengalami batuk berdahak, 1
berwarna putih dan mengeluh adanya demam yang terjadi terus menerus sejak 1 minggu yang lalu. Demam sejak 1 mimggu SMRS yang dialami os cukup tinggi dan hanya turun sebentar apabila diberi obat penurun panas saja. Os juga mengalami mual dan muntah, muntahnya lebih dari 5x dalam waktu sehari dan isinya berupa dahak serta liur. Riwayat kejang + 1 x 5 menit, gangguan BAK dan gangguan BAB serta alergi dan asma disangkal orang tua Os. Riwayat Penyakit Dahulu : Penyakit Alergi Cacingan DBD Thypoid Otitis Parotis Umur Penyakit Difteria Diare Kejang Maag Varicela Operasi Umur Penyakit Jantung Ginjal Darah Radang paru Tuberkulosis Morbili Umur -
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama seperti pasien, tidak ada kejang, batuk batuk lama. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran : KEHAMILAN Morbiditas kehamilan Perawatan antenatal KELAHIRAN Tempat kelahiran Penolong persalinan Cara persalinan Masa gestasi Tidak ditemukan kelainan Setiap bulan periksa ke bidan Rumah bersalin Bidan Spontan 9 bulan Berat lahir 3200 g Panjang badan 45 cm Keadaan bayi Lingkar kepala tidak ingat Langsung menangis Nilai apgar tidak tahu Tidak ada kelainan bawaan Kesan : Riwayat kehamilan dan persalinan pasien baik
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan : Pertumbuhan gigi I Psikomotor Tengkurap Duduk Berdiri Berjalan Bicara Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia. Riwayat Makanan Umur (bulan) 0-2 2-4 4-6 6-8 8-10 ASI/PASI + + + + + + + + + + + + Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim : 4 bulan : 6 bulan : 10 bulan : 14 bulan : 12 bulan (normal: 3-4 bulan) (normal: 6 bulan) (normal: 9-12 bulan) (normal: 13 bulan) (normal: 9-12 bulan) : 7 bulan (normal: 5-9 bulan)
Kesan : kebutuhan gizi pasien terpenuhi cukup baik Riwayat Imunisasi : vaksin BCG DPT POLIO CAMPAK HEPATITIS B 1 bln 2 bln Lahir 9 bln Lahir 1 bln 6 bln 4 bln 2 bln 6 bln 4 bln Dasar (umur) Ulangan (umur)
Riwayat Keluarga : Ayah Nama Perkawinan ke Umur Keadaan kesehatan Tn. M Pertama 38 tahun Baik Ibu Ny.S Pertama 34 tahun Baik Anak pertama An. NMR 1 tahun
Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua dalam keadaan baik. Riwayat Perumahan dan Sanitasi : Tinggal dirumah sendiri. Terdapat dua kamar. Ventilasi baik, cahaya matahari cukup, air minum dan air mandi berasal dari air tanah. Kesan : Kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien cukup baik.
PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Tanda Vital Kesadaran GCS Frekuensi nadi Frekuensi pernapasan Suhu tubuh : Somnolen : E2M5V3 : 10 : 130x/menit : 40x/menit : 40,2 oC : tampak sakit berat, pasien gelisah
Kepala Bentuk Rambut Mata : normocephali : rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, RCL +/+, RCTL +/+ Telinga : normotia, membran timpani intak, serumen -/-
Hidung Mulut
: bentuk normal, sekret -, nafas cuping hidung -/: faring hiperemis -, T1-T1 : KGB tidak membesar
: vocal fremitus simetris : sonor di kedua lapang paru : suara napas vesikuler, ronki +/+, wheezing -/-
Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : ictus cordis tidak nampak : ictus cordis teraba pada ICS V garis midclavicula kiri : batas atas batas kanan batas kiri Auskultasi : ICS II garis parasternal kiri : ICS IV garis parasternal kanan : ICS IV garis midclavicula kiri
Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi membesar Perkusi : shifting dullness -, nyeri ketok : ikterik -, petechie : akral hangat, sianosis -, edema : perut datar : bising usus 6x/menit : supel, nyeri tekan -, hepar dan lien tidak teraba
Kulit Ekstremitas
Ptosis
Gerakan mata ke bawah Reflek Cahaya Langsung Reflek Cahaya Tidak Langsung Reflek Akomodatif Strabismus Divergen Diplopia Bentuk Pupil
Nervus IV Troklearis Kanan Gerakan mata ke lateral bawah Strabismus konvergen Diplopia + TVD Kiri + TVD
+ TVD
+ TVD
Ophtalmik Maxilla Mandibula Reflek Kornea Nervus VI Abdusen Kanan Gerakan mata ke lateral Strabismus konvergen Diplopia Nervus VII Fasialis Kanan Fungsi Motorik Mengerutkan dahi Mengangkat alis Memejamkan mata Menyeringai Mengembungkan pipi Mencucukan bibir Reflek Glabella + + + + + + TVD + + + + + TVD Kiri + Kiri + + +
TVD
TVD
TVD
TVD
Nervus VIII Vestibulokoklearis Kanan Mendengar suara berbisik Tes Rinne Tes Weber Tes Swabach Nistagmus Past Pointing TVD TVD TVD TVD Kiri TVD TVD TVD TVD -
Nervus IX dan X Glossofaringeus dan Vagus Kanan Arkus faring Uvula Refleks muntah Tersedak Disartria Daya kecap 1/3 lidah Simetris Simetris TVD TVD TVD TVD Kiri
PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium darah tanggal 13 September 2013 Jenis Pemeriksaan HEMATOLOGI Darah lengkap LED Leukosit Hitung jenis Basofil Eosinofil Batang Segment Limfosit Monosit 0 0 0 83 11 6 % % % % % % <1 1-3 2-6 52-70 20-40 2-8 59 64.000 mm /uL 0-10 5.000 10.000 Hasil Satuan Nilai Normal
Eritrosit Hemoglobin Hematokrit Trombosit KIMIA KLINIK GDS Natrium Kalium Clorida
Rontgen Thorax PA
10
RESUME Anamnesis Seorang anak perempuan, 1 tahun, BB 8 kg datang dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari SMRS. Sesak napas yang terjadi secara tiba-tiba tanpa disertai adanya bunyi ngik danterlihat gelisah. Selain itu os juga mengalami batuk berdahak, berwarna putih dan mengeluh adanya demam yang terjadi terus menerus sejak 2 hari yang lalu. Riwayat kejang + 1 x 5 menit .Os juga mengalami mual dan muntah, muntahnya lebih dari 5x dalam waktu sehari dan isinya berupa dahak serta liur. Pemeriksaan fisik Keadaan umum Tanda Vital Kesadaran Frekuensi nadi Frekuensi pernapasan Suhu tubuh : Somnolen : 130x/menit : 40 x/menit : 40,2oC : tampak sakit sedang, pasien gelisah
Pemeriksaan penunjang Laboratorium darah Jenis Pemeriksaan HEMATOLOGI Darah lengkap LED Leukosit Hitung jenis Basofil Eosinofil Batang Segment Limfosit Monosit Eritrosit 0 0 0 83 11 6 4,68 % % % % % % juta/uL <1 1-3 2-6 52-70 20-40 2-8 4-5 59 64.000 mm /uL 0-10 5.000 10.000 Hasil Satuan Nilai Normal
11
8,6 24,4 15
g/dL % ribu/uL
Rontgen thorax PA Kesan : Bronkopneumonia Duplex RENCANA PEMERIKSAAN TAMBAHAN 1. Pemeriksaan darah lengkap 2. Analisa gas darah 3. Elektrolit darah 4. Glukosa darah sewaktu DIAGNOSIS KERJA 1. Distress Respirasi 2. Bronchopneumonia 3. Hiperpirexia 4. SIRS curiga Sepsis DIAGNOSIS BANDING 1. Bronkiolitis PENATALAKSANAAN Non medikamentosa 1. Bed rest 2. Edukasi kepada orangtua tentang penyakit yang diderita
12
Medikamentosa 1. O2 2 L/m 2. IVFD KAEN 3A 6 tpm 3. Ceftriaxon 2 x 1gr / IV 4. Sanmol drip 6 x 90 mg 5. Sibital 2 x 25 mg IV 6. Aminofilin 3 x 30 mg IV 7. Ranitidin 2 x 1/2 Amp 8. Dexamethasone 3 x 4mg / IV 9. Ambroxol syrup 3 x 2cc 10. Inhalasi ventolin dlm Nacl /4 jam PROGNOSIS Ad vitam : Dubia ad malam
FOLLOW-UP IGD Sesak napas sejak1 hari SMRS S Bunyi ngik (-) Gelisah (+) Batuk (+) berdahak, berwarna putih Demam (+) Muntah (+), lebih dari 5x, isi makanan O KU : TSB dan gelisah Kesadaran : somnolen Nadi 120x/menit Napas 40x/menit Suhu 40,2oC Thorax KU : TSB Kesadaran : somnolen Nadi 100x/menit Napas 26x/menit Suhu 37,4oC Thorax KU : TSB Kesadaran : soporocomatis Nadi 100x/menit Napas 26x/menit Suhu 36,9oC Thorax PICU - 1 Sesak berkurang Batuk (+) Muntah (-) NGT hitam PICU - 2 Batuk (+) Pusing (-) Mual-muntah (-) Makan (+) NGT Hitam
13
o o o
o o o
o o o
Bronkopneumonia Sepsis IVFD Kaen 3A 10 tpm Ceftriaxon 1 x 900mg Sanmol drip 6 x 90 mg iv Ranitidin 2 x Amp Inhalasi/8 jam
Bronkopneumonia Sepsis IVFD Kaen 3A 10 tpm Ceftriaxon 1 x 900mg Sanmol drip 6 x 90 mg iv Ranitidin 2 x Amp Inhalasi/8 jam
Inhalasi/8 jam
ANALISA KASUS Diagnosis 1. Anamnesis : a. Sesak napas sejak 1 hari SMRS b. Batuk berdahak sejak 1 minggu SMRS c. Demam tinggi sejak 1 minggu SMRS 2. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum : tampak sakit berat, pasien gelisah b. Tanda Vital I. Kesadaran: Somnolen II. GCS III. nadi IV. pernafasan V. Suhu : E2M5V3 : 10 : 130x/menit : 40x/menit : 40,2 oC
14
c. Paru I. Inspeksi: pergerakan dinding dada simetris, retraksi suprasternal +, retraksi sub costae + II. Palpasi III. Perkusi 3. Auskultasi 4. Pemeriksaan Panunjang a. Laboratorium b. Rontgen Thorx : Bronkhopneumonia duplex Kimia Klinik Analisa Gas darah pH PCO2 PO2 O2 saturasi HCO3 TCO2 BE ecf BE Blood Std HCO3 GDS Na K Cl 13/9/2013 7.36 27.4 170.1 98.1 15.2 15.9 -9.8 -7.7 18.1 136 137 4 101 14/9/2013 7.32 43.9 83.6 93.7 22.1 23.8 - 4.7 - 3.4 21.5 Nila i Normal 7.3 7.45 35 - 45 83 108 95- 98 22 26 23 27 2-3 2-3 22 - 26 : vocal fremitus simetris : sonor di kedua lapang paru : suara napas vesikuler, ronki +/+,
15
II.1
DEFINISI Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini
menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.7
Gambar 1. Bronkopneumonia
II.2
EPIDEMIOLOGI Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang
tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (PK) atau di dalam rumah sakit/ pusat perawatan (pneumonia nosokomial/ PN). 8 Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10%. Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%.
16
Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.6
II.3
ETIOLOGI Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan tindakan
yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung : a. b. c. d. e. f. Usia Status imunologis Status lingkungan Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara) Status imunisasi Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi). 4
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.
Gambar 2. E.colli
Gambar 3. Pseudomonas sp
17
Gambar 4. Klebsiella sp
Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber dari data di Negara maju dapat dilihat di tabel 1.4 Tabel 1. Etiologi Pneumonia Usia Lahir - 20 hari Etiologi yang sering Bakteri E.colli Streptococcus grup B Listeria monocytogenes Etiologi yang jarang Bakteri Bakteri anaerob Streptococcus grup D Haemophillus influenza Streptococcus pneumonie Virus CMV HMV 3 miggu 3 bulan Bakteri Clamydia trachomatis Streptococcus pneumonia Virus Adenovirus Influenza Bakteri Bordetella pertusis Haemophillus influenza tipe B Moraxella catharalis Staphylococcus aureus Virus
18
Parainfluenza 1,2,3
CMV
4 bulan 5 tahun
Bakteri Clamydia pneumoniae Mycoplasma pneumonia Streptococcus pneumonia Virus Adenovirus Rinovirus Influenza Parainfluenza
Bakteri Haemophillus influenza tipe B Moraxella catharalis Staphylococcus aureus Neisseria meningitides Virus Varisela Zoster
5 tahun remaja
Bakteri Haemophillus influenza Legionella sp Staphylococcus aureus Virus Adenovirus Epstein-Barr Rinovirus Varisela zoster Influenza Parainfluenza
19
II.4
KLASIFIKASI Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada
umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan. 4 a. Berdasarkan lokasi lesi di paru Pneumonia lobaris Pneumonia lobularis (bronkopneumoni) Pneumonia interstitialis b. Berdasarkan asal infeksi Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia = CAP) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia) c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab Pneumonia bakteri Pneumonia virus Pneumonia mikoplasma Pneumonia jamur d. Berdasarkan karakteristik penyakit Pneumonia tipikal Pneumonia atipikal e. Berdasarkan lama penyakit Pneumonia akut Pneumonia persisten
20
Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan Lingkungan dan Penjamu Tipe Klinis Pneumonia Komunitas Pneumonia Nosokomial Pneumonia Rekurens Pneumonia Aspirasi Pneumonia pada gangguan imun Epidemiologi Sporadis atau endemic; muda atau orang tua Didahului perawatan di RS Terdapat dasar penyakt paru kronik Alkoholik, usia tua Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS
II.5
PATOGENESIS Istilah pneumonia mencangkup setiap keadaan radang paru dimana beberapa atau
seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Jenis pneumonia yang umum adalah pneumonia bakterialis yang paling sering disebabkan oleh pneumokokus. Penyakit ini dimulai dengan infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari darah masuk kedalam alveoli. Dengan demikian, alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. 2 Pada keadaan normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring sampai parenkim paru adalah steril. Saluran napas bawah ini dijaga tetap steril oleh mekanisme pertahanan bersihan mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme pertahanan imunologik yang membatasi invasi mikroorganisme patogen adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobulin lain. 4 Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat.
21
Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.4 Pneumonia viral biasanya berasal dari penyebaran infeksi di sepanjang jalan napas atas yang diikuti oleh kerusakan epitel respiratorius, menyebabkan obstruksi jalan napas akibat bengkak, sekresi abnormal, dan debris seluler. Diameter jalan napas yang kecil pada bayi menyebabkan bayi rentan terhadap infeksi berat. Atelektasis, edema interstisial, dan ventilationperfusion mismatch menyebabkan hipoksemia yang sering disertai obstruksi jalan napas. Infeksi viral pada traktus respiratorius juga dapat meningkatkan risiko terhadap infeksi bakteri sekunder dengan mengganggu mekanisme pertahanan normal pejamu, mengubah sekresi normal, dan memodifikasi flora bakterial.4 Ketika infeksi bakteri terjadi pada parenkim paru, proses patologik bervariasi tergantung organisme yang menginvasi. M. pneumoniae menempel pada epitel respiratorius, menghambat kerja silier, dan menyebabkan destruksi seluler dan memicu respons inflamasi di submukosa. Ketika infeksi berlanjut, debris seluler yang terlepas, sel-sel inflamasi, dan mukus menyebabkan obstruksi jalan napas, dengan penyebaran infeksi terjadi di sepanjang cabangcabang bronkial, seperti pada pneumonia viral. S. pneumoniae menyebabkan edema lokal yang membantu proliferasi mikroorganisme dan penyebarannya ke bagian paru lain, biasanya menghasilkan karakteristik sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru.5,6 Infeksi streptokokus grup A pada saluran napas bawah menyebabkan infeksi yang lebih difus dengan pneumonia interstisial. Pneumonia lobar tidak lazim. Lesi terdiri atas nekrosis mukosa trakeobronkial dengan pembentukan ulkus yang compang-camping dan sejumlah besar eksudat, edema, dan perdarahan terlokalisasi. Proses ini dapat meluas ke sekat interalveolar dan melibatkan fasa limfatika. Pneumonia yang disebabkan S.aureus adalah berat dan infeksi dengan cepat menjelek yang disertai dengan morbiditas yang lama dan mortalitas yang tinggi, kecuali bila diobati lebih awal. Stafilokokus menyebabkan penggabungan bronkopneumoni yang sering unilateral atau lebih mencolok pada satu sisi ditandai adanya daerah nekrosis perdarahan yang luas dan kaverna tidak teratur.1
22
Penderita akit berat yang dirawat di RS Penderita yang mengalami supresi sistem pertahanan tubuh Kontaminasi peralatan RS
Saluran Pernafasan Atas
Proses peradangan
Peningkatan suhu
Eksudat plasma masuk alveoli Gangguan difusi dalam plasma Gangguan pertukaran gas
Septikimia
Edema paru
Diare
Intake kurang
Hiperventilasi Metabolisme anaeraob meningkat Akumulasi asam laktat Fatigue Gangguan pola nafas
Dispneu
Retraksi dada / nafas cuping hidung
Intoleransi aktivitas
23
Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu : 1. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. 2. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
Gambar 1. tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi (netrofil)
3. Stadium III (3 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
Gambar 2. tampak alveolus terisi dengan eksudat dan netrofil 4. Stadium IV (7 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisasisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
25
II.6
GEJALA KLINIS Riwayat klasik dingin menggigil yang disertai dengan demam tinggi, batuk dan nyeri dada.
Anak sangat gelisah, dispnu, pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik, tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung baru dipikirkan kemungkinan pneumonia. Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk dengan nyeri dada.1,3,4,8
II.7
PEMERIKSAAN FISIK
Dalam pemeriksaan fisik ditemukan hal-hal sebagai berikut : Suhu tubuh 38,5o C Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung. Takipneu berdasarkan WHO: Usia < 2 bulan Usia 2-12 bulan Usia 1-5 tahun Usia 6-12 tahun 60 x/menit 50 x/menit 40 x/menit 28 x/menit
Pada palpasi ditemukan fremitus vokal menurun. Pada perkusi lapangan paru redup pada daerah paru yang terkena.
Pada auskultasi dapat terdengar suara pernafasan menurun. Fine crackles (ronki basah halus) yang khas pada anak besar bisa tidak ditemukan pada bayi. Dan kadang terdengar juga suara bronkial.4
26
II.8
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan laboratorium Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam batas normal. Pada
pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 40.000/mm3 dengan predominan PMN. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri secara pasti.1,4 2. C-Reactive Protein (CRP) Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk evaluasi respons terhadap terapi antibiotik.1,4 Pemeriksaan CRP dan prokalsitonin juga dapat menunjang pemeriksaan radiologi untuk mengetahui spesifikasi pneumonia karena pneumokokus dengan nilai CRP 120 mg/l dan prokalsitonin 5 ng/ml. 6 3. Pemeriksaan Mikrobiologis Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat,dan jarang didapatkan hasil yang positif. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring tidak memiliki nilai yang berarti. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.4 4. Pemeriksaan serologis Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Uji serologik IgM dan IgG antara fase akut dan konvalesen pada anak dengan infeksi pneumonia oleh Chlamydia pneumonia dan Mycoplasma pneumonia memiliki hasil yang memuaskan tetapi tidak bermakna pada keadaan pneumonia berat yang memerlukan penanganan yang cepat.4,6 5. Pemeriksaan Roentgenografi Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis utama pneumonia. Tetapi tidak rutin dilakukan pada pneumonia ringan, hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat dan timbul gejala klinis berupa takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara 27
pernafasan. Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan diagnosis.1,4,6 Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari: Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing dan overaeriation. Bila berat terjadi pachy consolidation karena atelektasis. Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut sebagai round pneumonia Bronkopneumoni ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru disertai dengan peningkatan corakan peribronkial. Foto rontgen tidak dapat menentukan jenis infeksi bakteri, atipik, atau virus. Tetapi gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumoni dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri. 4
II.9
dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Tidak ada gejala distress pernafasan, takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan dapat menyingkirkan dugaan pneumonia. Terdapatnya retraksi epigastrik, interkostal, dan suprasternal merupakan indikasi tingkat keparahan. Pada bronkopneumoni, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.4,6
28
Tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, upaya penanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang sederhana. Tujuannya ialah menyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dapat dideteksi, menetapkan klasifikasi penyakit, dan menentukan penatalaksanaan. Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, demam, atau menggigil.
4
Klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut. Bayi dan anak berusia 2 bulan 5 tahun : Pneumonia berat Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan 50 x/menit, Usia 1-5 tahun 40 x/menit Adanya retraksi Sianosis Anak tidak mau minum Tingkat kesadaran yang menurun dan merintih (pada bayi) Anak harus dirawat dan di terapi dengan antibiotik Pneumonia Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan 50 x/menit, Usia 1-5 tahun 40 x/menit Adanya retraksi Anak perlu di rawat dan berikan terapi antibiotik
Bayi berusia di bawah 2 bulan Pada bayi berusia dibawah 2 bulan, perjalanan penyakit lebih bervariasi. Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut : Pneumonia Bila ada nafas cepat 60 x/menit atau sesak nafas Harus dirawat dan diberikan antibiotik
29
Bukan pneumonia Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatik
II.10
PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan antibiotika Pemberian antibiotika berdasarkan derajat penyakit Pneumonia ringan Amoksisilin 25 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3 hari. Diwilayah resistensi penisilin yang tinggi dosis dapat dinaikan sampai 80-90 mg/kgBB. Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg/kgBB sulfametoksazol 20 mg/kgBB) dibagi dalam 2 dosis sehari selama 5 hari Pneumonia berat Kloramfenikol 25 mg/kgBB setiap 8 jam Seftriakson 50 mg/kgBB i.v setiap 12 jam Ampisilin 50 mg/kgBB i.m sehari empat kali, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB sehari sekali Benzilpenisilin 50.000 U/kgBB setiap 6 jam, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB sehari sekali Pemberian antibiotik diberikan selama 10 hari pada pneumonia tanpa komplikasi, sampai saat ini tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi antibiotik yang optimal
Pemberian antibiotik berdasarkan umur Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) : ampicillin + aminoglikosid amoksisillin-asam klavulanat amoksisillin + aminoglikosid
30
sefalosporin generasi ke-3 Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn) beta laktam amoksisillin amoksisillin-amoksisillin klavulanat golongan sefalosporin kotrimoksazol makrolid (eritromisin) Anak usia sekolah (> 5 thn) amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin) tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
2. Penatalaksaan suportif Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah 60 torr Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena dengan dosis awal 0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg). Selanjutnya periksa ulang analisis gas darah setiap 4-6 jam. Bila analisis gas darah tidak bisa dilakukan maka dosis awal bikarbonat 0,5 x 2-3 mEq x BB (kg). Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).5
31
3. Penatalaksanaan bedah Pada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi pneumotoraks atau pneumomediastinum.7
II.11
PROGNOSIS Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai
kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukan mortalitas yang lebih tinggi.1
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman RE, Vaughan VC. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Bagian II. Edisi 15. EGC, Jakarta: 2000. hal: 883-889. 2. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 2. EGC, Jakarta: 2006. hal 554. 3. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta: 2000. hal 465. 4. Pedoman Diagnosis dan Terapi Kesehatan Anak, UNPAD, Bandung: 2005. 5. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Bandung: 2005. 6. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2010.
7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta: 2005, hal: 804. 8. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 1999. hal: 695705.
33
Pembimbing : dr. Mas Wisnuwardhana, Sp. A Disusun Oleh : Giovanno Rachmanda Maulana 030.08.110
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI PERIODE 26 AGUSTUS 2 NOVEMBER 2013 BEKASI
LEMBAR PENGESAHAN 34
Dengan hormat, Presentasi kasus pada kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi periode 26 Agustus 2013 2 November 2013 dengan judul Bronkopneumonia yang disusun oleh : Nama : Giovanno Rachmanda Maulana NIM : 030.08.110
Telah disetujui dan diterima hasil penyusunannya oleh Yth : Pembimbing : dr Mas Wisnuwardhana, Sp. A
Menyetujui,
35