Você está na página 1de 10

1 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PBL DENGAN GI TERHADAP METAKOGNISI DAN PRESTASI BELAJAR FISIKA

Alif Fingka Junarnia, Asim, dan Dwi Haryoto Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang Jalan Semarang 5, Malang a email:alfinpink1@yahoo.co.id

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kesadaran dan keterampilan metakognisi siswa, dan prestasi belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran PBL-GI lebih tinggi daripada siswa yang belajar pada model pembelajaran PBL dan terdapat korelasi antara kesadaran maupun keterampilan metakognisi dengan prestasi belajar. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian eksperimen semu (quasi experimental). Rancangan penelitian yang digunakan adalah PretestPosttest Two Group Design dan menggunakan jenis sampel yaitu sampling purposive pada materi fluida statis. Kesadaran metakognisi diukur dengan menggunakan angket (MAI), keterampilan metakognisi diukur melaui menjawab soal essay dengan rubrik (MSI), sedangkan prestasi belajar fisika diukur melalui soal pilihan ganda. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa kesadaran metakognisi, keterampilan metakognisi, dan prestasi belajar Fisika siswa yang belajar dengan model PBL-GI lebih tinggi daripada siswa yang belajar dengan model PBL. Terdapat korelasi antara kesadaran maupun keterampilan metakognisi dengan prestasi belajar. Kata Kunci: model pembelajaran PBL-GI, PBL, kesadaran metakognisi, keterampilan metakognisi, prestasi belajar.

Pada hakikatnya, IPA adalah pembelajaran terdiri atas produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah (Yuliati, 2008:3). Pembelajaran diharapkan menekankan 3 aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa. Sebaiknya dalam pembelajaran untuk menemukan produk ilmiah perlu dikembangkan sikap ilmiah dengan melalui proses atau metode ilmiah. Untuk mempelajari hakikat fisika, sama halnya dengan mempelajari hakikat IPA karena fisika merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari IPA (Koes, 2003:4). Menurut Kodituwakku (2008/2009) According to the constructivist viewpoint, the learner should have a control over his or her own learning because the responsibility is with him in sensitizing with the learning and the student needs cognitive and metacognitive knowledge and skills to do this successfully. Berdasarkan pengamatan awal yang dilaksanakan pada tanggal 1 sampai dengan 10 September 2012 tentang pelaksanaan pembelajaran Fisika di SMA wilayah

2 Ngantang kelas XI IPA melalui wawancara kepada guru diperoleh data sebagai berikut. Prestasi belajar siswa yang mencapai nilai standar ketuntasan minimum (KKM) 70 hanya 60% (sumber daftar nilai sekolah). Di dalam kegiatan pembelajaran, guru cenderung menerapkan model pembelajaran konvensional. Hal ini dibuktikan dengan metode pembelajaran guru yang masih menekankan banyak ceramah, pemberian tugas yang banyak (drill soal) dan tanya jawab. Selain itu, tanpa adanya sintaks yang jelas menyebabkan penerapan kegiatan pembelajaran yang tidak runtut sehingga guru seringkali bingung dan mengulang kembali kegiatan yang pernah dilakukan. Saat pembelajaran fisika berlangsung, siswa kurang mengerti apa yang harus dilakukan dan dipelajarinya sehingga siswa melakukan aktivitas lain di luar pembelajaran dan siwa kesulitan dalam menganalisis sebuah masalah, memahami konsep dan rumus fisika, dan mengerjakan soal masih. Sebenarnya guru telah mengetahui dan menerapkan model pembelajaran dan berusaha semaksimal mungkin untuk membuat siswa mengerti tetapi tidak berpengaruh pada prestasi mereka. Dalam mecapai keberhasilan tentang suatu model pembelajaran yang sesuai dengan materi, maka perlu dipertimbangkan pula bahwa model pembelajaran tersebut dapat melatih metakognisi siswa sehingga prestasi belajar dan cara belajar siswa. Menurut Flavel (Schraw dan Denisson, 1994), metakognisi terdiri atas dua komponen utama yaitu pengetahuan metakognisi dan regulasi metakognisi. Pengetahuan metakognisi mengacu pada pengetahuan tentang kognisi seperti pengetahuan tentang keterampilan (skill) dan strategi kerja yang baik untuk siswa dan bagaimana serta kapan menggunakan keterampilan tersebut. Regulasi metakognisi mengacu pada kegiatan mengontrol pemikiran belajar seseorang seperti merencanakan, memonitor pemahaman dan evaluasi. Metakognitif memiliki peranan penting dalam mengatur dan mengontrol proses kognitif seseorang dalam belajar dan berpikir lebih efektif dan efisien. Untuk meningkatkan keterampilan metakognitif diperlukan adanya kesadaran yang harus

dimiliki siswa dalam proses berpikirnya (Sugiarto, 2013:21). Menurut Corebima, mengukur kesadaran metakognisi sama baiknya dengan mengukur keterampilan metakognisi. Kesadaran metakognisi dapat diketahui melalui MAI (Metacognitive Awareness Inventory) yang dikembangkan oleh Schraw and Dennison (1994). Menurut Tsoi, Goh, san Chia (Aunurrahman, 2011:151), model investigasi kelompok secara filosofis beranjak dari paradigma konstruktivis, dimana siswa-siswa

3 saling berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbagai informasi dan secara kolaboratif untuk menginvestigasi suatu masalah, merencanakan, mempresentasikan serta mengevaluasi kegiatan mereka. Menurut Joyce (2009:15) bahwa pembelajaran konstruktivis berhubungan dengan metakognisi. Sehingga model pembelajaran PBL maupun GI dapat melatih metakognisi siswa dalam belajar. Sebenarnya, model pembelajaran investigasi kelompok (GI) hampir sama dengan pembelajaran berbasis masalah (PBL), perbedaan dua model ini terletak pada pembentukan kelompok (Arends, 2008). Berdasarkan model PBL, bahwa pembentukan kelompok berdasarkan minat yang sama sehingga kelompok cenderung homogen. Sedangkan pembentukan kelompok menurut model GI haruslah heterogen, yaitu dalam satu kelompok terdapat anak yang memiliki prestasi tinggi sampai rendah. Selain itu, model-model pembelajaran lain mungkin akan cocok untuk pengajaran akademik yang berbasis penelitian, namun seorang guru agaknya harus lebih memilih investigasi kelompok karena terdapat proses pengasuhan dan pengarahan (Joyce, 2009:323). Dengan demikian, bahwa penggabungan dua model pembelajaran PBL-GI menjadi lebih efektif dalam melatih dan mengembangkan metakognisi siswa sehingga kemampuan siswa untuk mengerjakan dan menyelesaikan tugas-tugas akademik serta dapat meningkatkan kesuksesan akademik (Danial, 2010:10). Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah mengetahui mengetahui kesadaran dan keterampilan metakognisi siswa, dan prestasi belajar Fisika siswa dengan menggunakan model pembelajaran PBL-GI lebih tinggi daripada siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran PBL dan terdapat korelasi antara kesadaran maupun keterampilan metakognisi dengan prestasi belajar Fisika.

METODE Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian yang digunakan adalah quasi experimental yang dilaksanakan di SMAN 1 Ngantang. Rancangan penelitian eksperimen ini adalah Pretest-Posttest Two Group Design yang ditunjukkan pada Tabel 1. Teknik sampel yang dipakai adalah nonprobability sampling dengan jenis sampling purposive.

Tabel 1. Rancangan Penelitian KE OE 1 XE OE 2

4
KK OK 1 XK OK 2

Sumber: (Sugiyono, 2011:110)

Keterangan:
KE KK OE1 XE XK OE2 OK1 OK2 : Kelas eksperimen yaitu model pembelajaran PBL-GI : Kelas kontrol yaitu model pembelajaran PBL : Pretest kesadaran, keterampilan metakognisi, dan prestasi belajar pada kelas PBL-GI : perlakuan model PBL-GI pada kelas eksperimen : perlakuan model PBL pada kelas kontrol : Posttest kesadaran, keterampilan metakognisi, dan prestasi belajar pada kelas PBL-GI : Pretest kesadaran, keterampilan metakognisi, dan prestasi belajar pada kelas PBL : Posttest kesadaran, keterampilan metakognisi, dan prestasi belajar pada kelas PBL

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah instrumen observasi yang berupa lembar wawancara, instrumen perlakuan yang terdiri atas RPP, LKS dan lembar observasi pembelajaran, kemudian instrumen pengukuran yang terdiri atas angket kesadaran metakognisi, tes essay untuk mengukur keterampilan metakognisi, dan tes multiple choice untuk mengukur prestasi belajar siswa. Data yang diperoleh pada penelitian ini akan dianalisis menggunakan statistik parametris. Hipotesis tentang kesadaran, keterampilan, dan prestasi belajar manakah yang lebih tinggi antara model PBL-GI dan PBL akan dianalisis menggunakan uji-t, sedangkan hipotesis tentang korelasi antara kesadaran atau keterampilan metakognisi terhadap prestasi belajar menggunakan uji regresi.

HASIL Data yang diperoleh pada penelitian ini terdiri atas pretest dan posttest kesadaran metakognisi, pretest dan posttest keterampilan metakognisi, serta pretest dan posttest prestasi belajar. Berikut ini disajikan ringkasan data penelitian pada Tabel 2.

Tabel 2. Ringkasan Data Pretest dan Posttest pada model PBL-GI dan PBL. Variabel Terikat Model Nilai rata-rata Standar Varians

5
Deviasi 8,10 10,28 8,33 13,88 12,47 14,77 9,83 13,24 13,55 13,78 6,48 5,89

Kesadaran Metakognisi

Pretest Posttest Pretest Posttest Pretest

Keterampilan Metakognisi

Prestasi Belajar Posttest

PBL-GI PBL PBL-GI PBL PBL-GI PBL PBL-GI PBL PBL-GI PBL PBL-GI PBL

50,00 51,38 74,00 65,96 30,00 29,00 87,00 68,00 43,00 55,00 85,00 79,00

65,61 105,72 69,42 192,48 155,49 218,17 96,67 175,21 183,5 189,87 42,05 34,76

Uji prasyarat analisis data dilakukan sebagai penentu uji hipotesis. Adapun uji prasyarat yang akan dilakukan meliputi uji normalitas dengan uji chi-square dan uji homogenitas dengan uji-F. Untuk menguji hipotesis korelasi maka diperlukan uji prasyarat lainnya yaitu uji linearitas dengan uji ANOVA Regresi Linear. Telah didapatkan bahwa semua data yang diperoleh normal dan antara kelas PBL-GI dan PBL mempunyai varians yang homogen, terdapat hubungan linear antara kesadaran metakognisi dan prestasi belajar, serta terdapat hubungan linear antara keterampilan metakognisi dan prestasi belajar. Sehingga dapat dilanjutkan dengan uji hipotesis. Uji hipotesis dengan menggunakan uji-t didapatkan bahwa kesadaran dan keterampilan metakognisi serta prestasi belajar pada kelas PBL-GI lebih tinggi daripada kelas PBL. Selain itu, uji korelasi dengan menggunakan uji regresi didapatkan bahwa ada hubungan antara kesadaran metakognisi dengan prestasi belajar dan antara keterampilan metakognisi dengan prestasi belajar. Kemudian dapat diketahui besar pengaruhnya dan diperoleh bahwa kesadaran metakognisi maupun keterampilan metakognisi memiliki arti yang signifikan dengan prestasi belajar.

PEMBAHASAN Regulasi metakognitif terdiri dari sub kemampuan sebagai berikut. Pada tahap planning, siswa pada model PBL-GI mampu merencanakan aktivitas belajar, menentukan tujuan, dan mengalokasikan waktu dan sumber belajarnya dibandingkan siswa pada model PBL. Kelemahan siswa pada model PBL ini yaitu sebagian besar siswa belum mampu mempertimbangkan banyak cara untuk menyelesaikan masalah, hanya ada satu hingga dua kelompok yang mampu berfikir kreatif untuk menyelesaikan masalah. Selanjutnya information management strategies, dimana kemampuan strategi

6 siswa mengelola informasi berkenaan dengan proses belajar yang dilakukan. Pada kemampuan ini, siswa pada model PBL-GI maupun PBL dapat mengelola informasi dengan baik, hanya saja siswa masih kurang dalam membuat contoh-contoh sendiri agar informasi itu lebih jelas. Selain penjelasan di atas, pada tiga tahap selanjutnyalah yang membuat kesadaran siswa pada model PBL-GI lebih tinggi daripada siswa pada model PBL. Pada tahap comprehension monitoring, yaitu kemampuan dalam memonitor proses belajarnya dan hal-hal yang berhubungan dengan proses tersebut atau menilai pembelajaran diri sendiri atau menilai strategi belajar yang digunakan. Setelah siswa berdiskusi dengan teman yang lain, siswa melakukan debugging strategies atau merevisi, yaitu strategi yang digunakan untuk membetulkan tindakan-tindakan yang salah dalam belajar. Siswa pada model PBL-GI melakukan dua strategi ini sebelum mereka mempresentasikan hasil diskusi sehingga tanggung jawab mereka terhadap laporan lebih tinggi daripada siswa pada model PBL yang hanya melaporkan hasil investigasi mereka. Selain itu, siswa pada model PBL-GI lebih dulu berinteraksi dengan siswa dalam kelompoknya yang memiliki varian jawaban yang lebih banyak sehingga dalam kelompok itu perlu melakukan strategi ini untuk menemukan jawaban yang sesuai dengan konsep yang benar tanpa bantuan guru. Pada tahap terakhir yaitu evaluation, siswa telah mampu untuk mengevaluasi efektivitas strategi belajarnya, apakah ia akan mengubah strateginya, menyerah pada keadaan, atau mengakhiri kegiatan tersebut. Maka dari itu, kesadaran metakognisi siswa yang menggunakan model PBL-GI lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan model PBL. Hal ini sesuai dengan ungkapan Joyce (2009) yang mengungkapkan bahwa model pembelajaran konstruktivistik dan kooperatif dapat meningkatkan metakognisi siswa. Keterampilan metakognisi siswa tercermin pada hasil karya siswa dalam menyusun laporan penyelidikan kelompok, saat mempresentasikan dan mendiskusikan hasil investigasi mereka di kelas, serta hasil tes atau evaluasi akhir penguasaan konsep setelah proses pembelajaran. Keterampilan metakognisi yang nampak dari cara siswa menjawab soal dan melibatkan beberapa aktivitas yaitu pengetahuan awal yang membantu siswa menjawab soal, langkah yang akan dilakukan, bagaimana siswa melakukan tugas, kesadaran akan kebenaran jawaban, informasi penting yang diingat, sebarapa baik langkah yang dilakukan dan alternatif cara penyelesaian. Aktivitas metakognisi ini

7 lebih terlatih dengan menggunakan model PBL-GI dimana sebelum penyajian hasil karya, masing-masing kelompok harus mensintesis dan mengevaluasi hasil praktikum maupun teori untuk dipresentasikan. Menurut Blakey 1990 (Corebima) strategi metakognisi dapat membantu siswa belajar bagaimana belajar dan mengembangkan proses berpikir berkesinambungan ini dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Melalui mengerjakan soal essay, siswa menjawab materi berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki sehingga dapat memaparkan jawaban secara runtut dan secara logis. Jawaban tidak hanya jawaban secara singkat, tetapi siswa harus menyertakan alasan-alasan yang sesuai dengan materi dan permasalahan yang ada serta semua dipastikan benar dan mendukung jawaban pertanyaan. Siswa pada model PBL banyak yang tidak mencantumkan alasan atau alasan yang dikemukakan kurang tepat. Hal ini dipengaruhi karena siswa tidak terbiasa mengemukakan alasan secara tertulis dan urutan paparan jawaban yang kurang runtut. Maka dari itu, keterampilan metakognisi siswa yang menggunakan model PBLGI lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan model PBL. Pengaruh PBLGI terhadap keterampilan metakognisi menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang berdasarkan penyelidikan atau pembelajaran yang berbasis konstruktivistik dapat menumbuhkan dan mengembangkan proses mengetahui dan proses berpikir mereka yang dikenal dengan istilah metakognisi (Arends;2008). Temuan ini juga didukung oleh Muhiddin (2012) bahwa strategi integrasi PBL dengan pembelajaran kooperatif berpotensi meningkatkan keterampilan metakognisi, keterampilan berpikir kritis, pemahaman konsep, dan retensi mahasiswa dibandingkan dengan strategi PBL. Prestasi belajar meningkat karena karakteristik model PBL-GI maupun PBL menyajikan permasalahan yang merupakan titik awal proses pembelajaran. Siswa belajar karena tidak disuruh guru melainkan siswa belajar karena ingin mengetahui alasan atau menganalisis suatu permasalahan berdasarkan konsep fisika sehingga siswa merasa belajar fisika itu bermanfaat. Prestasi belajar siswa pada model PBL-GI lebih tinggi dikarenakan masalah yang disajikan kepada siswa tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari tetapi juga secara akademik. Masalah yang disajikan tidak hanya untuk mencari alasan tetapi juga mencari kuantitas dari suatu besaran. Sehingga siswa dapat terlatih kemampuan kognitifnya mulai tahap mengingat, menjelaskan, penerapan hingga proses menganalisis tentang konsep yang telah dipelajari. Minimal, siswa pada model

8 PBL-GI mampu hingga tingkat C3 yaitu applying. Pada siswa yang belajar dengan menggunakan model PBL, masalah yang diberikan berupa fenomena-fenomena secara garis besar tanpa menghitung kuantitas suatu besaran sehingga siswa minimal hanya mampu hingga tahap C2 yaitu understanding. Temuan ini juga pernah diteliti oleh Dewi (2009) bahwa pembelajaran kooperatif model Group Investigation (GI) dengan pendekatan Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan keterampilan kerja ilmiah dan hasil belajar siswa. Keterampilan maupun kesadaran metakognisi sangat berhubungan erat dengan prestasi belajar kognitif. Siswa yang memiliki metakognisi yang tinggi dalam belajar maka prestasi belajar kognitif juga akan tinggi. Hubungan antara metakognisi dan prestasi belajar kognitif dapat dijelaskan bahwa metakognisi mengacu pada proses mental yang diorganisasi secara sistematis, logis, dan refleksi diri sehingga siswa memiliki kemampuan dalam mengakses pengetahuan secara baik. Metakognisi yang tinggi akan membantu siswa untuk menjadi siswa mandiri yang memiliki kemapuan untuk mengatur dirinya sendiri dalam belajar sehingga siswa mampu memahami pengetahuan yang telah ditemukannnya dan ketika mengerjakan soal, siswa mampu menjawab dengan benar. Besar pengaruh kesadaran metakognisi terhadap prestasi belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor lain sehingga besar pengaruhnya tidak mencapai 100% misalnya motivasi dan kesehatan siswa saat mengerjakan. Hal ini juga bisa dikarenakan kecepatan memahami maupun mengerjakan soal prestasi belajar atau soal keterampilan metakognisi masing-masing siswa dengan waktu yang disediakan berbeda meskipun peneliti telah menyesuaikan waktu standar siswa untuk mengerjakan soal. Selain itu, diduga terdapat beberapa siswa yang mempunyai nilai kesadaran maupun keterampilan metakognisi tinggi tetapi nilai prestasinya menurun di sekitar garis kelinearan sehingga mempengaruhi perhitungan statistikanya. Temuan ini pernah diteliti oleh Basith (2010) bahwa ada hubungan keterampilan metakognitif dan hasil belajar pada penerapan strategi pembelajaran jigsaw dengan nilai keterandalan 66,6% dan ada hubungan keterampilan metakognitif dan hasil belajar pada penerapan strategi pembelajaran TPS dengan nilai keterandalan 82,4%. KESIMPULAN DAN SARAN

9 Kesadaran metakognisi siswa melalui pembelajaran menggunakan model PBLGI lebih tinggi daripada pembelajaran dengan model PBL. Keterampilan metakognisi siswa melalui pembelajaran menggunakan model PBGI lebih tinggi daripada pembelajaran dengan model PBL. Prestasi belajar siswa melalui pembelajaran menggunakan model PBL-GI lebih tinggi daripada pembelajaran dengan model PBL. Terdapat korelasi antara kesadaran metakognisi atau keterampilan metakognisi siswa dengan prestasi belajar siswa pada model pembelajaran PBL-GI dan model PBL. Kesadaran metakognisi memiliki arti secara signifikan terhadap prestasi belajar dengan besar pengaruh 21,1% pada model PBL-GI. Keterampilan metakognisi memiliki arti secara signifikan terhadap prestasi belajar dengan besar pengaruh 25% pada model PBLGI dan 21% pada model PBL. Berdasarkan temuan dalam penelitian yang telah dilakukan, berikut ini adalah hal-hal yang disarankan. Untuk melatih kemampuan berfikir secara mandiri, maka guru dapat menggunakan model pembelajaran PBLGI karena model ini telah terbukti dapat melatih metakognisi siswa. Selain itu, model pembelajaran PBL-GI ini dapat mengakibatkan prestasi belajar fisika siswa lebih tinggi daripada model PBL. Selain itu, untuk peneliti lain yang akan melakukan penelitian dengan tujuan memperbaiki pembelajaran Fisika, maka penilitian ini dapat dijadikan rujukan atau bahan pertimbangan dan mengembangkan aspek yang belum diteliti dengan memperhatikan hal-hal berikut agar dapat meminimalisir kekurangan-kekurangan dalam penelitian. Misalnya, pengoptimalan pembuatan angket kesadaran metakognisi yang sesuai dengan materi pembelajaran dan mudah dipahami siswa sehingga data kesadaran metakognisi yang diperoleh bisa terukur sesuai dengan kemampuan siswa sesungguhnya.

DAFTAR RUJUKAN Arends. 2008. Learning to Teach (Belajar untuk Belajar). Terjemahan Helly Prajitno Soetjipto & Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Aunurrahman. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Basith, A. 2010. Hubungan keterampilan metakognitif dan hasil belajar matapelajaran IPA pada siswa kelas IV SD dengan strategi pembelajaran jigsaw dan think pair share (TPS). Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Corebima, Metacognitive Skill Measurement Integrated in Achievement Test, (Online), (http://www.recsam.edu.my/cosmed/cosmed09/AbstractsFullPapers2009/Abstra

10 ct/Science%20Parallel%20PDF/Full%20Paper/01.pdf, diakses tanggal 7 September 2012) Danial, M. 2010. Pengaruh Strategi PBL dan Kooperatif GI Terhadap Metakognisi dan Penguasaan Konsep Kimia Dasar Mahasiswa Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Makassar. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Dewi, J. A. 2009. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Group Investigation (GI) dengan Pendekatan Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Keterampilan Kerja Ilmiah dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Malang. Skripsi tidak diterbitkan.Malang: Universitas Negeri Malang. Joyce, B. 2009. Models of Teaching. Terjemahan Achmad Fawaid dan Ateilla Mirza. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kodituwakku, G.. 2008/2009. Metacognitive writing strategies of Sri Lankan secondary school children, (Online), (http://dl.nsf.ac.lk/bitstream/1/6834/2/JSS_31_32_27.pdf, diakses tanggal 21 April 2012). Koes, S. 2003. Strategi Pembelajaran Fisika. Malang: JICA. Muhiddin P. 2012. Pengaruh Integrasi Problem Based Learning dengan Pembelajaran Kooperatif Jigsaw dan Kemampuan Akademik terhadap Metakognisi, Berpikir Kritis, Pemahaman Konsep, dan Retensi Mahasiswa pada Perkuliahan Biologi Dasar di FMIPA Universitas Negeri Makassar. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Schraw G dan R. S. Dennison. 1994. Assessing Metacognitive Awareness. Contemporary Educational Psychology. University of Nebraska at Lincoln. Sugiarto, B. dan Fitaria S. 2013. UNESA Journal of Chemical Education Vol.2 No.1 pp 21-27 Januari 2013, Identifikasi Level Metakognitif Siswa dalam Memecahkan Masalah Materi Perhitungan Kimia. Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Yuliati, L. 2008. Model-Model Pembelajaran Fisika Teori dan Praktik. Malang: LP3 Universitas Negeri Malang.

Você também pode gostar