Você está na página 1de 43

11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Dan Manfaatnya Dalam Perspektif Al Quran
Laut sebagai lingkungan hidup berbagai biota laut berpotensi untuk
dijadikan sumber pangan yang melimpah. Hal ini tentu menawarkan kesempatan
yang besar kepada manusia untuk dimanfaatkan. Sebenarnya biota laut sebagai
sumber daya hayati yang sudah berabad-abad dimanfaatkan manusia melalui
kegiatan perikanan yang makin hari makin berkembang, baik dilihat dari
wilayahnya maupun intensitas penangkapannya. Laut sebagai sumber makanan
halal, lezat, dan bergizi yang dinyatakan dalam firman Allah surat al-Maidah ayat
96 (Khamdiyah, 2010):

_> >l .,. `>,l .`.!-L !-... >l :!,.ll `> >,l. .,. l !. `..:
!.``> 1. < _ ,l| _:> __
Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut
sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam
perjalanan dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama
kamu dalam ihram. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu
akan dikumpulkan.

Dalam ayat ini Allah menerangkan, bahwa Dia menghalalkan bagi orang-
orang mukmin, baik yang berihram maupun tidak, untuk memakan daging buruan
laut termasuk binatang sungai, danau dan sebagainya dan yang diperoleh dengan
mudah (mengail, memancing atau menjaring), misalnya ikan-ikan yang baru mati
dan terapung atau ikan yang terdampar di pantai.

12

Semua itu dikaruniakan Allah sebagai makanan yang lezat bagi mereka dan
bagi orang-orang yang berada dalam perjalanan. Kemudian Allah swt.
menegaskan kembali bahwa Dia mengharamkan bagi orang-orang mukmin
menangkap binatang buruan darat, selama mereka berihram.
Definisi ikan adalah makhluk hidup yang menghabiskan seluruh atau
sebagian dari fase hidupnya didalam air. Ikan merupakan anggota vertebrata
poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air dan bernafas dengan insang.
Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan jumlah
spesies lebih dari 27.000 diseluruh dunia. Ikan dapat dikelompokan berdasarkan
tempat hidupnya, yaitu ikan air tawar dan laut. Perbedaan antara air tawar dan air
laut yang paling nyata adalah faktor salinitas. Salinitas dalam pengertian
sederhana adalah jumlah kandungan garam yang terdapat pada air. Pada air tawar,
jumlah kandungan garam rendah (salinitas rendah) sedangkan pada air laut
kandungan garamnya tinggi (salinitas tinggi) (Anonymous, 2011).
Sumber makanan yang berprotein tinggi terdapat pada lauk pauk, selain itu
juga mengandung vitamin, air dan lemak. Salah satunya adalah yang terdapat pada
ikan. Lemak yang terkandung dalam ikan umumnya adalah asam lemak tak jenuh
yang biasa dikenal dengan omega-3. Asam lemak omega-3 mempunyai arti
khusus dalam ilmu gizi karena mengandung asam lemak yang berhubungan
dengan kesehatan dan kecerdasan. Asam lemak yang berhubungan dengan
kesehatan adalah EPA. Sedangkan asam lemak yang berhubungan dengan
kecerdasan dikenal dengan DHA (Nettleton, 1995).

13

2.2 Asam Lemak
2.2.1 Jenis Asam Lemak
Asam lemak dibagi menjadi asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak tak
jenuh (ALTJ). Asam lemak jenuh tidak memiliki rangkap, sedangkan asam lemak
tak jenuh memiliki ikan rangkap yang dibagi menjadi asam lemak tak jenuh
tunggal (Monounsaturated Fatty Acid/MUFA) yang hanya memiliki satu ikatan
rangkap, dan asam lemak tak jenuh ganda (Polyunsaturated Fatty Acid/PUFA)
yang memiliki dua atau lebih ikatan rangkap (Okuzumi dan Tateo, 2000)
Asam lemak tak jenuh ganda memiliki tiga kelompok penting, yaitu
kelompok -3 (omega-3), -6 (omega-6) dan -9 (omega-9) (yang juga dikenal
dengan nama n-3, n-6 dan n-9). Kelompok -3 dan -6 penting untuk kesehatan
tubuh manusia dan sering disebut sebagai Essential Fatty Acid (EFA) karena tidak
dapat diproduksi di dalam tubuh dan harus didapatkan dari diet (Anonymous,
2011).
Minyak ikan merupakan salah satu sumber asam lemak -3, terdiri dari
campuran trigliserida yang memiliki asam lemak rantai panjang, dan sejumlah
kecil monogliserida, digliserida, asam lemak bebas, dan sterol. Asam lemak yang
menyusun minyak ikan serupa dengan asam lemak yang menyusun beberapa
minyak sayur dan lemak hewani. Perbedaannya terutama pada tingginya jumlah
asam lemak tak jenuh ganda dengan lima atau enam ikatan rangkap pada minyak
ikan. Asam lemak tak jenuh ganda pada minyak ikan terutama berada pada posisi
-3, sedangkan pada minyak sayur sebagai besar berada pada posisi -6 (Lawson,
1994).

14

2.2.2 Sifat Asam Lemak
Panjang rantai karbon atau jumlah atom C dari asam lemak mempengaruhi
bentuk lemak yang disusunnya, yaitu padat atau cair. Kebanyakan asam lemak
memiliki 14-22 atom C. Produk yang mengandung sejumlah besar asam lemak
rantai panjang (14-22 atom C) biasanya berbentuk padat, sedangkan yang banyak
mengandung asam lemak rantai pendek cenderung berbentuk cair. Namun
demikian, ada dua faktor paling penting yang dapat mempengaruhi bentuk dari
suatu asam lemak yaitu; panjang rantai karbon (atom C), dan jumlah dari salah
satu jenis asam lemak (asam lemak jenuh atau asam lemak tak jenuh)
(Lawson,1994).
Minyak dan produk lemak tidak memiliki titik leleh (melting point) yang
jelas karena merupakan campuran dari berbagai jenis asam lemak (missal; oleat,
stearat. Linoleat, dan lain-lain).
Menurut Lawson (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi titik leleh suatu
lemak/minyak adalah:
a. Rata-rata panjang rantai dari asam lemak. Umumnya, asam lemak rantai
panjang memiliki titik leleh yang lebih tinggi.
b. Posisi asam lemak pada atom C gliserol.
c. Jumlah/porsi relatif dari asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Minyak
yang banyak mengandung asam lemak tak jenuh memiliki titik leleh yang
rendah.
d. Cara mendapatkan lemak/minyak tersebut, misalnya adanya proses hidrogenasi
dan winterasasi.

15

Keberadaan ikatann rangkap pada asam lemak tak jenuh menyebabkan
asam lemak ini menjadi lebih reaktif bila dibandingkan dengan asam lemak tak
jenuh. Reaktifitas ini akan semakin meningkat seiring dengan jumlah ikatan
rangkap. Ikatan rangkap menyebabkan asam lemak menjadi tidak stabil dan
mudah bereaksi dengan air, oksigen, hidrogen dan unsur lainnya.
Reaksi dengan air menyebabkan terjadinya hidrolisis menghasilkan asam
lemak bebas. Reaksi hidrolisis dipercepat oleh temperatur tinggi, tekanan dan
kadar air yang terlalu tinggi. Sedangkan reaksi minyak/lemak yang banyak
mengandung ikatan rangkap dengan oksigen dapat menyebabkan terjadinya reaksi
oksidasi menghasilkan radikal bebas dan peroksida. Reaksi oksidasi dapat
meningkat dengan meningkatnya temperatur, terpaparnya minyak pada udara
bebas, cahaya dan kontak dengan bahan yang dapat menyebabkan oksidasi
(disebut prooksidan) (Lawson, 1994).
2.2.3 Asam Lemak -3 (Omega-3)
Asam lemak omega-3 merupakan golongan asam lemak tak jenuh ganda
(Polyunsaturated Fatty Acid/PUFA) yang memiliki ikatan rangkap pada karbon
nomor 3 dihitung dari ujung gugus metil (CH
3
) atau karbon omega () (Estiasih,
2009).
Karena ikatan rangkap terletak pada atom C dari gugus omega ketiga, maka
disebut asam lemak -3. Asam lemak -3 berasal dari beragam jenis ikan semisal
lemuru, tuna, cakalang, kembung, makarel, herring, salem, bonito,dan sebagainya.
Semua jenis ikan ini hidup di permukaan laut. Kandungan asam lemak -3 pada
ikan laut dipengaruhi oleh jenis makanannya (alga atau plankton), musim dan

16

daerah penangkapan ikan. Ikan yang ditangkap pada perairan dingin mengandung
asam lemak -3 yang lebih tinggi daripada ikan yang ditangkap di perairan tropis
(Eskin, 2002).
Asam lemak -3 bersifat tidak jenuh oleh karena itu asam lemak ini
berwujud cair pada suhu ruang. Asam lemak ini sangat mudah teroksidasi karena
jumlah ikatan rangkapnya yang banyak sehingga bersifat tidak stabil. Asam lemak
yang termasuk deret asam lemak -3 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Deret Jenis Asam Lemak -3
Nama Trivial Rumus Struktur Posisi Ikatan
Rangkap
-linolenat
Stearidonat
Eicosapantaenoat acid (EPA)
Docosapentaenoat acid (DPA)
Docosaheksaenoat acid
(DHA)
C 18 : 3 -3
C 18 : 4 -3
C 20 : 5 -3
C 22 : 5 -3
C 22 : 6 -3
9, 12, 15
6, 9, 12, 15
5, 8, 11, 14, 17
7, 10, 13, 16, 19
4, 7, 10, 13, 16, 19
Sumber: Nettleton (1955)

Semua jenis asam lemak -3 merupakan asam lemak non-essensial, kecuali
-linilenat. Hal ini karena tubuh manusia dapat mensintesis asam lemak -3 dari
asam linolenat melalui proses desaturasi dan olengasi rantai asam lemak. Namun,
beberapa ahli menggolongkan asam lemak EPA dan DHA sebagai asam lemak
essensial karena meskipun tubuh nerjalan sangat lambat. Hal ini disebabkan enzim
6-desaturase yang merupakan enzim pembatas, dimana asam linoleat dan linolenat
berkompetisi dengan enzim ini. Sementara asam lenoleat merupakan substrat yng
lebih disukai oleh enzim ini, sehingga sintesis EPA dan DHA dari asam linolenat
menjadi terhambat (Estiasih, 2009).

17

Asam lemak -3 utama yang menyusun minyak ikan lemuru adalah jenis
EPA dan DHA yang kadarnya berbeda-beda tergantung jenis, asal, musim dan
proses pengolahannya (Yunizal, 1998).
Tabel 2.2 Profil Asam Lemak dari Minyak Ikan Hasil Samping
Pengalengan
Jenis asam lemak Konsentrasi %
C14 : 0
C16 :0
C16 : 1
C 18 :0
C18 : 1 -9
C18 : 2 -6
C18 : 3 -3
C20 : 0
C20 : 5 -3 EPA
C22 : 1
C22 : 6 -3 DHA
EPA + DHA
15,77
25,46
17,80
-
-
5,29
0,31
-
20,52
-
14,80
35,02
Sumber: Sari, 2005

Asam lemak -3 dalam minyak ikan umumnya berada pada sn-2 dari angka
gliserol, sedangkan mamalia laut biasanya mengandung asam lemak -3 pada
posisi sn-1 dan sn-3. Minyak ikan lemuru mengandung EPA dalam ketiga posisi
tersebut (Estiasih, 2009). Posisi asam lemak -3 tersebut akan sangat
mempengaruhi kestabilannya terhadap oksidasi. Dari hasil penelitian Endo, et al.
(1997) menunjukkan bahwa EPA dan DHA pada posisi sn-2 rantai trigliserida
lebih stabil terhadap oksidasi dibandingkan pada posisi sn-1 atau sn-3.
2.2.3.1 Asam Eikosapentaenoat (EPA)
Asam eikosapentaenoat (EPA) memiliki 20 atom karbon dengan lima
ikatan rangkap (C20 : 5 -3) serta diproduksi dalam tubuh dalam jumlah kecil

18

(Sari, 2005). EPA dalam tubuh sebagian besar ditemukan dalam kolesterol ester,
triasilgliserol, dan fosfolipid (Shahidi, 2008).
HOOC
H
2
C
C
H
2
H
2
C
C
H
H
C
C
H
2
H
C
C
H
H
2
C
C
H
H
C
C
H
2
H
C
C
H
H
2
C
C
H
H
C
C
H
2
CH
3

Gambar 2.1 Struktur Asam Eikosapentaenoat (EPA)

EPA dapat dielongasi menjadi asam dokosapentaenoat yang kemudian
dapat dikonversi menjadi asam dokosaheksaenoat. EPA juga dimetabolisme
menjadi senyawa biologi aktif disebut eikosanoat. Beberapa jenis senyawa
tersebut adalah prostaglandin dan leukotrien yang diproduksi secara lokal sebagai
pengatur aktivitas tubuh yang sangat kuat (Valenzuela and Bernhardi, 2004).
EPA banyak berperan dalam penurunan resiko serangan jantung yang dapat
disebabkan karena penyempitan pembuluh darah pada jantung. Dengan adanya
EPA yang merupakan asam lemak tak jenuh jamak dapat menurunkan kadar LDL
(low density lipoprotein) sehingga menurunkan resiko penyakit jantung (Shahidi,
2008).
2.2.3.2 Asam Dokosaheksaenoat (DHA)
Asam dokosaheksaenoat (DHA) merupakan asam lemak tak jenuh yang
memiliki 22 atom karbon dengan enam ikatan rangkap (C22 : 6 -3). DHA
terbentuk dari asam lemak -linolenat yang mengalami transformasi melalui
reaksi elongasi dan desaturasi (Valenzuela and Bernhardi, 2004).
Meskipun tidak terdapat bukti bahwa DHA dapat dimetabolisme langsung
dari eikosanoid, tetapi asam lemak ini dapat dikonversi kembali menjadi EPA.
Pengkonversian tersebut menyebabkan peran DHA sangat penting untuk menjaga

19

keseimbangan eikosanoid. DHA dalam jaringan banyak diangkut dan
didistribusikan melalui fosfatidilkolin dalam sel darah merah serta akumulasi
DHA banyak tersimpan di organ hati, retina dan otak janin mempunyai kebutuhan
yang spesifik akan asam lemak -3 (Sari,2005).

HOOC
H
2
C
C
H
2
H
C
C
H
H
2
C
C
H
H
C
C
H
2
H
C
C
H
H
2
C
C
H
H
C
C
H
2
H
C
C
H
H
2
C
C
H
H
C
C
H
2
CH
3
Gambar 2.2 Struktur Asam Docosaheksaenoat (DHA)

DHA secara istimewa terdapat pada membran fosfolipid sel otak. DHA
berperan penting dalam otak dan retina pada tiga bulan terakhir kehamilan dan
tahun pertama pertumbuhan. Ketajaman penglihatan menunjukkan perkembangan
pesat pada bayi yang diberi formula makanan kaya DHA dibandingkan bayi yang
diberi formula makanan rendah asam lemak -3 (Eskin, 2002).
2.2.4 Pengaruh Asam Lemak -3 Terhadap Kesehatan
Asam lemak -3 EPA dan DHA yang diketahui sebagai komponen penting
dalam minyak ikan telah banyak diteliti pengaruhnya pada kesehatan terutama
yang berhubungan dengan penyakit kardiovaskular, peradangan dan kanker
(Moffat. et,al, 1993).
Orang yang mengkonsumsi -3 memiliki keping darah (platelet) tidak
mudah pecah atau menggumpal. Asam lemak -3 ini menjadikan dinding
pembuluh darah (endotil) kuat, tidak rapuh dan tidak mudah ditembus oleh zat
yang memecah dinding pembuluh darah. Asam lemak ini bisa menurunkan
parameter biokimia sebagai faktor resiko arteriosklerosis seperti kolesterol, LDL
dan trigliserida. Asam lemak ini juga mampu memperbaiki tekanan darah

20

penderita hipertensi serta semua penyakit yang berhubungan dengan gangguan
pembuluh darah (Supari,1996).
EPA dan DHA adalah asam lemak yang essensial, sehingga harus ada
dalam makanan. EPA dan DHA dapat menjadi non-essensial apabila di dalam
tubuh sudah ada asam -linolenat (ALA) yang banyak dikandung oleh minyak
yang berasal dari tanaman dan biji . dalam tubuh manusia, ALA dapat dikonversi
menjadi EPA dan DHA, namun berjalan sangat lambat. Berturut-turut hanya 15 %
dan 5 % ALA yang dikonversi menjadi EPA dan DHA (Eskin, 2002). Meskipun
EPA dan DHA dapat dikonversi dari ALA, hal ini tidak dapat meningkatkan kadar
EPA dan DHA dalam tubuh (Jasinevcius, 2005)
DHA penting bagi kesehatan manusia karena merupakan salah satu
komponen besar yang menyusun membran otak, syaraf dan retina. Pada membran
ini, DHA menyusun sampai 60 % dari total asam lemak tak jenuh ganda yang
merupakan komponen terbesar dari membran tersebut. Fungsi abnormal dapat
terjadi bila terdapat penipisan pada membran yang disusun oleh EPA dan DHA.
EPA juga penting bagi kesehatan manusia, asam lemak ini dapat dimetabolisme
menjadi substansi biologis aktif yang sering disebut eicosanoids. Eicosanoids
adalah metabolit asam lemak dengan 20 atom C dari fosfolipid yang menyusun
membran sel, berfungsi seperti hormone yang diproduksi sel untuk bekerjasama
dengan sel lain dalam mengatur berbagai fungsi fisiologis dan reaksi biokimia,
seperti pembekuan darah, sekresi pencernaan dan kontraksi kandungan (Piggot,
1990).

21

2.3 Minyak Ikan
Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak,
berwujud cair pada suhu kamar (25 C), dan lebih banyak mengandung asam
lemak tidak jenuh sehingga mudah mengalami oksidasi. Minyak yang berbentuk
padat biasa disebut dengan lemak. Minyak dapat bersumber dari tanaman,
misalnya minyak zaitun, minyak jagung, minyak kelapa, dan minyak bunga
matahari. Minyak dapat juga bersumber dari hewan, misalnya minyak ikan sardin,
minyak ikan paus dan lain-lain (Ketaren, 2005).
Minyak dalam ikan terdapat dalam daging yang berwarna merah maupun
putih. Kebanyakan daging yang berwarna merah mengandung minyak lebih tinggi
dibandingkan daging putih. Selain dalam daging, minyak juga terdapat dalam
bagian tubuh ikan yang lain terutama hati dengan kadar yang beragam. Minyak
ikan ini merupakan komponen lemak dalam jaringan tubuh ikan yang telah
diekstraksi dalam bentuk minyak (Estiasih, 2009).
Minyak ikan merupakan hasil ekstraksi lipid yang dikandung dalam ikan
dan bersifat tidak larut dalam air. Minyak atau lemak merupakan campuran dari
ester asam lemak dan gliserol yang kemudian membentuk gliserida (Muchtadi,
1991).
Komposisi minyak ikan berbeda dengan minyak nabati dan lemak hewan
darat. Minyak ikan pada umumnya mempunyai komposisi asam lemak dengan
rantai karbon yang panjang dan ikatan rangkap yang banyak. Perbedaan lainnya
adalah terletak pada posisi ikatan rangkap asam lemaknya, dimana asam lemak
pada minyak ikan mengandung asam lemak berkonfigurasi omega-3, sedangkan

22

pada tumbuhan dan hewan darat sedikit mengandung asam lemak omega-3
(Savitri, 1997).
Asam lemak ikan pada prinsipnya terdiri dari tiga tipe yaitu asam lemak
jenuh, asam lemak tak jenuh dengan satu ikatan rangkap dan asam lemak tak
jenuh dengan ikatan rangkap dua atau lebih. (Savitri, 1997).
Sebagian besar asam lemak yang terdapat pada hewan laut adalah asam
lemak tak jenuh. Asam lemak jenuhnya hanya 20 - 30 % dari total asam lemak.
Pada umumnya kandungan asam lemak jenuh pada minyak ikan terdiri dari asam
palmitat (C
16
H
20
O
2
) dan asam stearat (C
18
H
36
O
2
) (Stansby et al, 1990).
Komponen lemak lain yang terkandung di dalam minyak ikan adalah lilin
ester, plasmalogen netral dan fosfolipid serta sejumlah kecil komponen non lemak
atau disebut juga fraksi tak tersabunkan, antara lain vitamin sterol, hidrokarbon
dan pigmen dimana komponen-komponen ini banyak dijumpai pada minyak hati
ikan-ikan bertulang rawan (Ackman, 1982).
Kualitas minyak ikan yang dihasilkan pada proses pemurnian tergantung
pada cara penyimpanan dan penanganan minyak sebelum dimurnikan. Kualitas
minyak tergantung pula pada proses pengolahannya, minyak ikan yang berasal
dari pengalengan dan penepungan mempunyai asam lemak bebas (FFA) berkisar
antara 4 - 20 % serta berbau busuk (off odor) (Murtini et al.,1996).
2.3.1 Sifat Fisika Dan Kimia Minyak Ikan
a. Sifat Fisik
1) Warna

23

Zat warna dalam minyak terdiri dari 2 golongan, yaitu zat warna alamiah,
dan warna hasil degenarasi zat warna alamiah.
a) Zat Warna Alamiah
Zat warna ini terdapat secara alamiah di dalam bahan yang mengandung
minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna
tersebut antara lain dan karoten, xantol, klorofil, dan antosianin (Ketaren,
2005).
b) Warna Akibat Oksidasi dan Degradasi Komponen Kimia Yang Terdapat
Dalam Minyak
1) Warna gelap
Disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E).
2) Warna coklat
Pigmen coklat biasanya hanya terdapat pada minyak atau lemak yang berasal
dari bahan yang telah rusak atau memar.
3) Warna kuning
Timbulnya warna kuning dalam minyak terutama terjadi dalam minyak atau
lemak tidak jenuh.
2) Kelarutan
Minyak dan lemak tidak larut dalam air, kecuali minyak jarak (castor oil).
Minyak dan lemak hanya sedikit larut dalam alkohol, tetapi akan larut sempurna
dalam etil eter, karbon disulfida, dan pelarut-pelarut halogen. Asam-asam lemak
yang berantai pendek dapat larut dalam air, semakin panjang rantai asam-asam
lemak maka kelarutannya dalam air semakin berkurang (Ketaren, 2005).

24

3) Titik Cair
Pengukuran titik cair minyak atau lemak, suatu cara yang lazim digunakan
dalam penentuan atau pengenalan komponen-komponen organik murni.
Polymorphism pada minyak atau lemak adalah salah satu keadaan di mana
terdapat lebih dari satu bentuk kristal. Polymorphism sering dijumpai pada
beberapa komponen yang mempunyai rantai karbon panjang, dan pemisahan
kristal tersebut sangat sukar (Ketaren, 2005).
4) Titik Didih
Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin meningkat dengan
bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut (Ketaren, 2005).
5) Berat Jenis
Berat jenis dari minyak ikan lebih kecil dari berat jenis air. Berat jenis dari
minyak dan lemak biasanya ditentukan pada temperatur 25
0
C, akan tetapi dalam
hal ini dianggap penting juga untuk diukur pada temperatur 40
0
C atau 60
0
C untuk
lemak yang titik cairnya tinggi (Ketaren, 2005).
6) Indeks Bias
Indek bias adalah derajat penyimpanan dari cahaya yang dilewatkan pada
suatu medium yang cerah.
7) Titik Asap, Titik Nyala dan Titik Api
Pada saat minyak atau lemak dipanaskan, pada suhu tertentu akan timbul
asap tipis kebiruan. Suhu saat terbentuknya asap tipis kebiruan ini disebut sebagai
titik asap (smoke point). Bila pemanasan diteruskan akan tercapai titik nyala (flash
point), yaitu suhu saat minyak mulai terbakar. Selanjutnya bila pemanasan

25

diteruskan akan tercapai titik api (fire point), yaitu suhu dimana minyak telah
terbakar secara terus menerus (Winarno, 2004).
8) Titik Kekeruhan
Titik kekeruhan ini ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran
minyak atau lemak dengan pelarut lemak, seperti diketahui minyak atau lemak
kekeruhannya terbatas. Temperatur pada waktu mulai terjadi kekeruhan, dikenal
sebagai titik kekeruhan (Turbidity Point) (Ketaren, 2005).
b. Sifat Kimia
1) Oksidasi
Oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen
dengan lemak atau minyak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan
bau tengik pada lemak atau minyak.
2) Hidrolisis
Dalam reaksi hidrolisis, lemak dan minyak akan diubah menjadi asam-asam
lemak bebas dan gliserol. Reaksi ini mengakibatkan kerusakan lemak dan minyak.
Hal ini terjadi disebabkan adanya sejumlah air dalam lemak dan minyak tersebut.
3) Hidrogenasi
Proses hidrogenasi bertujuan untuk menjernihkan ikatan dari rantai karbon
asam lemak atau minyak Setelah proses hidrogenasi selesai, minyak didinginkan
dan katalisator dipisahkan dengan disaring. Hasilnya adalah minyak yang bersifat
plastis atau keras, tergantung pada derajat kejenuhan.
4) Penyabunan

26

Reaksi ini dilakukan dengan penambahan sejumlah larutan basa kepada
trigliserida. Bila reaksi penyabunan telah selesai, maka lapisan air yang
mengandung gliserol dapat dipisahkan dengan cara penyulingan.
5) Esterifikasi
Proses esterifikasi bertujuan untuk merubah asam-asam lemak bebas dari
trigliserida, menjadi bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui
reaksi kimia yang disebut interifikasi serta penukaran ester (transesterifikasi).
2.4 Mutu Minyak Ikan
Setiap minyak ikan mempunyai warna alami, cita rasa dan aroma amis yang
khas. Mutu minyak ikan hasil kasar dan ciri fisik minyak ikan kasar dari IFOMA
(International Fish and Oil Manufacturers Association) dapat dilihat pada Tabel
berikut (Young, 1986):
Tabel 2.3 Panduan Mutu Minyak Ikan Kasar dan Ciri Fisik Minyak Ikan Kasar
dari IFOMA (International Fish and Oil Manufacturers Association).
Komponen Kadar Komponen Kadar
Panduan Mutu Ciri fisik
Air dan Kotoran, % 0,5-1 Kalor Spesifik, Kal/g 0,50-0,55
Asam lemak bebas, %
oleat
1-7
biasanya
2-5
Heat Fusion, kal/g Sekitar 54
Bilangan Peroksida,
mek/kg
3-20 Nilai kalori, kal/g Sekitar 9,5
Bilangan anisidin 4-60 Titik leleh tajam (slip
melting point)
10-15
Bilangan totoks 10-60 Titik asap,
0
C 0,50-0,55
Bilangan iodin Trigliserida Sekitar 360
Ikan capelin 95-150 Asam lemak bebas Sekitar 220
Ikan Haring 115-160 Titik didih,
0
C Lebih dari
250
Ikan
Menhaden
120-200 Bobot jenis
Suhu 15
0
C
Suhu 30
0
C
Suhu 45
0
C

Sekitar 0,91
Sekitar 0,90
Sekitar 0,92
Ikan sardin 160-200 Viskositas

27

Suhu 20
0
C
Suhu 50
0
C
Suhu 90
0
C
60-90
20-30
Sekitar 10
Ikan anchovy 180-200
Ikan jack
macerel
160-190
Ikan lele laut 150-190
Warna, standar
gardner
<14
Besi, ppm 0,5-7,0
Tembaga, ppm <0,3
Fosforus, ppm 5-100
(Young, 1986)
2.5 Pemurnian Minyak Ikan
Proses pengalengan dan penepungan ikan menghasilkan hasil samping
berupa minyak. Menurut hasil penelitian Savitri (1997) rendemen minyak yang
diperoleh dari proses pengalengan ikan lemuru adalah sebesar 5 % (b/b).
Pengalengan 1 ton ikan lemuru akan diperoleh kurang lebih hasil samping berupa
minyak ikan lemuru sebanyak 50 kg. Minyak ikan yang diperoleh dari hasil
pengalengan tersebut berwarna kuning dan berbau khas minyak ikan.
Tujuan utama dari pemurnian minyak ikan adalah untuk menghilangkan
kotoran, lendir, rasa dan bau yang tidak disukai, warna yang tidak menarik dan
memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan dalam
industri pangan atau pakan (Ketaren, 2005).
Tahapan-tahapan pemurnian minyak ikan meliputi proses penghilangan
gum (degumming), prosespenghilangan asam lemak bebas (refining) dengan
metode netralisasi dan proses pemucatan (bleaching) (Estiasih, 2009).

28

a. Proses Penghilangan Gum (Degumming)
Deguming merupakan proses pemisahan getah dan lendir yang terdiri dari
fosfatida, protein, residu karbohidrat, air, dan resin tanpa mengurangi jumlah
asam lemak bebas dalam minyak. Bahan kimia yang biasa digunakan pada tahap
degumming yaitu larutan garam dan asam lemah seperti asam fosfat (Ketaren,
2005).
Prinsip degumming adalah hidrasi fosfatida dan komponen pengotor
berlendir. Hidrasi dilakukan dengan menambahkan air. Pada proses hidrasi,
fosfatida dan gum tidak larut dalam minyak. Adanya fosfatida dalam minyak
menyebabkan minyak berubah warna menjadi coklat ketika dipanaskan.
Degumming umumnya dilakukan pada minyak nabati. Minyak atau lemak hewani
jarang melalui proses degumming karena kadar fosfatida biasanya rendah.
Degumming dilakukan dengan menambahkan air sejumlah 75 % dari kadar
fosfatida dalam minyak yang umumnya berkisar 1-1,5 %. Suhu yang digunakan
pada proses degumming tidak terlalu tinggi, sekitar 50-80
0
C. Pada prinsipnya
suhu yang digunakan adalah suhu disaat viskositas minyak cukup rendah untuk
memudahkan fosfatida terhidrasi. Setelah proses hidrasi selesai, fosfatida dan gum
yang terhidrasi dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifugasi (Estiasih, 2009).
b. Proses Penghilangan Asam Lemak Bebas (Netralisasi)
Asam lemak bebas merupakan pengotor dalam minyak ikan yang harus
dihilangkan. Asam lemak bebas memiliki kestabilitasan yang rendah terhadap
oksidasi sehingga keberadaannya dapat meningkatkan kerentanan minyak ikan
terhadap oksidasi (asam lemak bebas mudah teroksidasi). Produk hasil oksidasi

29

yang terbentuk akan mempengaruhi citarasa dan aroma. Metode yang dapat
digunakan untuk menghilangkan asam lemak bebas dari minyak ikan, salah
satunya adalah metode netralisasi (metode pemurnian alkali). Metode netralisasi
ini didasarkan pada prinsip netralisasi asam-basa (Estiasih, 2009).
Netralisasi merupakan proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari
minyak atau lemak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau
pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun. Netralisasi dengan kaustik soda
(NaOH) banyak dilakukan dalam skala industri, karena lebih efisien dan lebih
murah dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Kaustik soda membantu
dalam mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lendir dalam
minyak. Reaksi antara asam lemak bebas dengan NaOH adalah sebagai berikut
(Ketaren, 2005):
RCOOH + NaOH RCOONa + H
2
O
Asam lemak sabun
Selanjutnya sabun yang terbentuk dipisahkan melalui proses sentrifus dan
pencucian dengan air. Selama proses pemurnian tersebut, bahan-bahan minor
seperti fosfatida, protein, karbohidrat, lilin, dan gum juga dapat terpisahkan.
Umumnya NaOH yang digunakan dalam pemurnian minyak berupa larutan NaOH
7 % sampai 25 %. Volume larutan NaOH yang ditambahkan sangat tergantung
pada jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak kasar. Untuk itu
sebelumnya dilakukan pengukuran bilangan asam lemak terhadap minyak kasar
tersebut, dengan cara melakukan titrasi minyak dengan larutan NaOH sampai
mencapai pH netral. Jumlah larutan NaOH yang diperlukan dalam analisis ini

30

dijadikan patokan untuk digunakan dalam proses pemurnian minyak (Anjarsari,
2010).
Konsentrasi dari alkali yang digunakan tergantung dari jumlah asam lemak
bebas atau derajat keasaman minyak. Makin besar jumlah asam lemak bebas,
makin besar pula konsentrasi alkali yang digunakan.
c. Proses Pemucatan (Bleaching)
Pemucatan atau bleaching merupakan proses untuk memperbaiki warna
minyak. Ada dua metode pemucatan, yaitu metode adsorpsi dengan adsorben dan
metode pemucatan kimiawi. Metode pemucatan dengan adsorben adalah proses
adsorpsi komponen-komponen pigmen dan pengotor dalam minyak dengan
menggunakan tanah pemucat (bleaching earth) atau adsorben sintetik seperti
silika. Metode pemucatan kimiawi merupakan metode penghilangan warna
dengan cara mengoksidasi warna pigmen dalam minyak menjadi senyawa yang
tidak berwarna. Efek merugikan pada pemucatan secara kimiawi adalah selain
mengoksidasi pigmen, minyak juga dapat teroksidasi (Estiasih, 2009).
2.6 Kelor (Moringa oleifera. Lamk) Sebagai Karbon Aktif
| < _l! >' _.l _> _>' _. ,.l _>: ,.l _. _>l `>l: <
_.! >. __
Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-
buahan. dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang
mati dari yang hidup. (yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, Maka
Mengapa kamu masih berpaling (Q.S.Al-Anam : 95).


Ayat tersebut dengan jelas menyatakan bahwa tumbuhan yang telah
matipun dapat dimanfaatkan kembali untuk sesuatu yang lebih berguna. Biji kelor

31

yang sudah tua dan kering memiliki manfaat sebagai bibit pohon kelor, namun
Allah tidak menciptakan segala sesuatunya dengan sia-sia sebagaimana biji kelor
yang sudah tua dan kering dapat dimanfaatkan lagi sebagai adsorben yang mampu
meningkatkan kualitas minyak ikan.
Tumbuhan adalah makhluk yang dapat membuat makanannya sendiri.
Tumbuhan tidak seperti manusia dan hewan, tumbuhan tidak dapat bergerak bebas
layaknya manusia dan hewan. Keterbatasan gerak ini diimbangi dengan
kepemilikan sistem yang membuatnya dapat memproduksi makanannya sendiri.
Kemajuan ilmu pengetahuan telah dapat membuktikan kemahaesaan
Allah. Kandungan dalam tumbuhan misalnya senyawaan oksigen yang sangat
diperlukan oleh manusia untuk bernafas dan sejumlah besar jenis hewan yang
berkaitan erat sekali dengan zat hijau daun. Atom karbon, hidrogen, oksigen dan
nitrogen yang terkandung dalam tumbuhan. Tumbuhan kelor dapat dimanfaatkan
begitu muncul dan manfaatnya berlangsung terus menerus sebagai makanan yang
mempunyai nilai gizi tinggi, bahkan biji dari buah kelor dapat dijadikan sebagai
sumber karbon yang melimpah.
Kelor (Moringa oleifera. Lamk) atau Marongghi (Madura) dikenal sebagai
jenis tanaman sayuran yang sudah dibudidayakan. Daunnya majemuk, menyirip
ganda, dan berpinak daun membundar kecil-kecil, sedangkan bunganya berwarna
putih kekuningan. Pohon kelor sering digunakan sebagai pendukung tanaman lada
atau sirih (Winarno, 2004). Klasifikasi tanaman kelor adalah:
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Dillenildae
Ordo : Capparidales

32

Familia : Moringa oleiferaceae
Spesies : Moringa oleifera Lamk.
Pohon kelor (Drumstick tree: Inggris) termasuk jenis tumbuhan perdu yang
memiliki ketinggian pohon antara 7 12 m. Batang kayunya lunak dan getas
(mudah patah) dan cabangnya jarang, tetapi mempunyai akar yang kuat. Pohon
kelor berbunga dan berganti daun sepanjang tahun, tumbuh dengan cepat, dan
tahan terhadap musim kering (kemarau).





(a) (b)
Gambar 2.3 (a) Biji dan Polong Buah Kelor Kering dan (b) Pohon Kelor
(Sumber: Neonkcahyana, 2011)

Buah kelor berbentuk polong segitiga memanjang sekitar 30-50 cm, yang
biasa disebut klentang (Jawa). Berisi 15-25 biji, coklat kehitaman, bulat, bersayap
tiga, dan berwarna hitam. Sementara getahnya yang telah berubah warna menjadi
cokelat disebut blendok (Jawa). Di dalam buah kelor ini terdapat banyak biji yang
nantinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengembangbiakannya. Disamping
menggunakan biji, pengembangbiakannya juga dapat dilakukan dengan
menggunakan setek batang. Biji kelor mengandung mustard oil (minyak Ben,
minyak Moringa), mengandung trigliserida asam lemak behen (C
22
H
44
O
2
) yang

33

dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan sabun, bahan iluminasi, lubrikan
jam tangan, bahan campuran untuk pembuatan kosmetik, parfum (Heli, 2011).
Tanaman kelor mengandung gizi yang tinggi dan sangat bermanfaat untuk
perbaikan gizi. Terbukti bahwa kelor telah berhasil mencegah wabah kekurangan
gizi di beberapa negara di Afrika dan menyelamatkan banyak nyawa anak-anak
dan ibu-ibu hamil. Dilihat dari nilai gizinya yang tinggi, kelor adalah tanaman
berkhasiat sejati (miracle tree), artinya tanaman ini bisa dimanfaatkan dari akar,
batang, buah dan daun (Heli, 2011).
Tabel 2.4 Kandungan Biji Kelor
Komponen (mg)
Air (%) 86,9
Kalori 26
Protein 2,5
Lemak 0,1
Karbohidrat 8,5
Abu 2,0
Serat 4,8
Mineral 2,0
Ca 30
Mg 24
P 110
K 259
Cu 3,1
Fe 5,3
S 137
Oxalic acid 10
Vitamin A, B
Carotene
0,11
Vitamin B Choline 423
(Muharto, 2004 dalam Mujizah, 2010)

Warhust, et.al. (1996) meneliti tentang kemampuan biji kelor sebagai
karbon aktif melalui proses pirolisis satu tahap dengan aliran nitrogen. Penelitian

34

ini menghasilkan metode yang lebih murah yaitu biji kelor dipanaskan dan dialiri
gas nitrogen pada 750
0
C selama 30 menit dan 120 menit, dan pada 800
0
C selama
30 menit.
Tabel 2.5 Luas Permukaan Spesifik dari Karbon dengan Menggunakan Metode
Giles dan Nakhwa, dan Metode Langmuir.
Adsorbat Karbon
Luas permukaan spesifik (m
-2
g
-1
)
Giles and
Nakhwa
Langmuir
Phenol
750
0
C/ 30 menit 534 694
750
0
C/ 120 menit 597 776
800
0
C/ 30 menit 625 786
4- Nitrophenol
750
0
C/ 30 menit 506 620
750
0
C/ 120 menit 601 751
800
0
C/ 30 menit 664 749
Methylene blue
750
0
C/ 30 menit 94 139
750
0
C/ 120 menit 188 312
800
0
C/ 30 menit 211 334
( Warhurst, et.al., 1996)

Dari tabel 2.6 terlihat bahwa karbon aktif biji kelor yang dipanaskan
dengan suhu 800
0
C selama 30 menit mempunyai luas permukaan karbon paling
tinggi, sedangkan luas permukaan karbon yang terendah pada suhu 750
0
C selama
30 menit.
Mujizah (2010) melakukan penelitian tentang pengaruh konsentrasi NaCl
sebagai bahan pengaktif terhadap kemampuan adsorpsi karbon aktif biji kelor.
Variasi konsentrasi NaCl yang diteliti adalah 15 %, 20 %, 25 %, 30 %, 35 %, dan
40 %.


35

Tabel 2.6 Hasil Karakterisasi Karbon Aktif Biji Kelor
Konsentrasi
NaCl
Kadar Iodin
(mg/g)
Kadar abu
(%)
Kadar air (%) Berat jenis
TAF DAF TAF DAF TAF DAF TAF DAF
15 % 190 266 1,8 1,3 3,3 3 1,0575 1,0242
20 % 368 444 3,3 3,2 2,7 1,9 0,9951 0,9894
25 % 418 545 4,1 3,9 2,1 1,7 0,9660 0,9486
30 % 571 646 6,1 5,8 1,6 1 0,9117 0,8904
35 % 164 291 9,5 9 3,4 3,1 1,0845 1,0716
40 % 50 88 10,1 9,9 3,8 1,5 1,1892 1,1469
(Mujizah, 2010)
Keterangan :
TAF = Tanpa Aktivasi Fisika
DAF = Dengan Aktivasi Fisika

Dari tabel 2.6 terlihat bahwa karbon aktif kulit dan biji kelor dengan NaCl
30 % mempunyai angka iodin tertinggi. Penelitian tentang pemanfaatan karbon
aktif biji kelor dilakukan oleh Yulianti (2009) dan Heli (2011). Yulianti (2009)
melakukan penelitian pemanfaatan karbon aktif biji kelor untuk mengolah minyak
goreng bekas dengan parameter angka peroksida dan asam lemak bebas (FFA).
Karbon aktif biji kelor (Moringa oliefera. Lamk) yang digunakan adalah proses
pirolisis satu tahap menggunakan gas nitrogen, variasi suhu aktivasi yang yaitu
650
0
C, 700
0
C dan 750
0
C selama 2 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemanfaatan karbon aktif ketiga fariasi suhu tersebut dalam proses bleaching
minyak goreng bekas, menurunkan kadar asam lemak bebas (FFA) dan angka
peroksida menyak goreng bekas hingga sesuai SNI minyak goreng. Besarnya
penurunan angka peroksida dan asam lemak bebas (FFA) masing-masing variasi
suhu tidak berbeda signifikan, akan tetapi suhu 650
0
C adalah suhu terbaik yang
mampu menurunka asam lemak bebas dan angka perosida paling besar, yakni

36

dengan besar penurunan asam lemak bebas 5,56 % dan angka periksida sebesar
63,13 %.
Heli (2011) melakukan penelitian pemanfaatan karbon aktif biji kelor dan
serbuk gergaji untuk pengolahan minyak ikan hasil samping samping industri
pengalengan dengan parameter angka peroksida dan asam lemak bebas (FFA).
Karbon aktif biji kelor (Moringa oleifera., Lamk) dan serbuk gergaji yang
digunakan adalah hasil aktivasi dengan NaCl 30 % dan proses pirolisis satu tahap
menggunakan gas nitrogen, serta suhu aktivasi yang digunakan adalah 800
0
C
selama 30 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karbon aktif biji kelor
dapat menurunkan asam lemak bebas dari minyak ikan sebesar 93,34 % dan angka
peroksida sebesar 87,78 %.
2.7 Karbon Aktif
Karbon aktif merupakan material yang berbentuk butiran atau bubuk yang
mengandung karbon, yang diberi perlakuan khusus sehingga memiliki luas
permukaan pori yang sangat besar (Danarto, 2009). Karbon yang dioilah lebih
lanjut pada suhu tinggi akan menghasilkan karbon dengan pori-pori terbuka
sehingga dapat digunakan sebagai adsorben yang baik (Pari, 2002). Unsur utama
bahan dasar pembuatan karbon aktif harus mengandung beberapa hal yaitu
rendahnya kandungan zat volatil, kandungan unsur karbon tinggi, memiliki
porositas kecil, dan memiliki kemampuan yang cukup untuk pengikisannya
(Jankowska, 1991).
Struktuk karbon aktif terdiri dari atom karbon yang tersusun paralel dari
lapisan heksagonal yang menyerupai struktur grafit, yang terbentuk pada orbital

37

sp
2
setiap karbon berikatan dengan tiga karbon yang lain dengan ikatan sigma (),
pada orbital p
z
terdiri dari satu elektron dari delokalisasi ikatan pi . perbedaan
pada permukaan lapisan dihubungkan oleh ikatan Van der waals (Roque, 2007).

Gambar 2.4 Struktur Permukaan Karbon Aktif (Bansal dan Meenakshi, 2005)

Gambar 2.5 Struktur Grafit Berbentuk Lapisan
Dalam setiap lapisan, setiap atom karbon terikat secara kovalen kepada 3
atom karbon lainnya, dalam suatu susunan berbentuk heksagonal. Garfit
merupakan alotrop karbon paling stabil dalam suhu kamar. Oleh karena itu dalam
termodinamika, grafit biasa digunakan sebagai acuan untuk menentukan
perubahan entalpi standar pembentukan senyawa-senyawa karbon. Bentuk dari
kristal grafit adalah heksagonal. Garis putus-putus diatas merupakan gaya van der
waals yang ditimbulkan sebagai akibat adanya satu elektron bebas pada setiap
atom karbon yang berikatan.

38

2.8 Pembuatan karbon aktif
Pembuatan karbon aktif berlangsung 3 tahap yaitu proses dehidrasi, proses
karbonisasi dan proses aktivasi (Juliandri dan Yulianah, 2008)
2.8.1 Proses dehidrasi
Proses dehidrasi dilakukan dengan memanaskan bahan baku sampai suhu
105
0
C selama 24 jam dengan tujuan untuk menguapkan seluruh kandungan air
pada bahan baku, kemudian diukur kadar air.
2.8.2 Proses karbonisasi
Proses karbonisasi adalah peristiwa pirolisis (pembakaran) bahan dengan
udara terbatas dari bahan mengandung karbon. Prinsip dasar proses karbonisasi
adalah pemanasan. Bahan dasar dipanaskan dengan temperatur yang bervariasi
sampai 1300
0
C. Material organik didekomposisi dengan menyisakan karbon dan
komponen volatil yang lain diuapkan. Pada proses ini pembentukan struktur pori
dimulai. Tujuan utama dalam proses ini adalah untuk menghasilkan butiran yang
mempunyai daya serap dan struktur yang rapi. Sifat-sifat karbon yang dihasilkan
dari proses karbonisasi ini ditentukan dari bahan dasarnya. Beberapa parameter
yang biasa digunakan untuk menetukan kondisi karbonisasi yang sesuai yaitu
temperatur akhir yang dicapai, waktu karbonisasi, laju peningkatan temperatur,
medium dari proses karbonisasi (Jankowska, 1991).
Temperatur akhir proses memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap
struktur dari butiran. Reaktivitas dari hasil karbonisasi yang didapatkan setelah
pirolisis pada temperatur 300
0
C lebih rendah dari temperatur 600
0
C dikarenakan
penurunan jumlah karbonnya (Jankowska, 1991).

39

Jika temperatur dinaikkan dengan pembentukan sebagian besar zat volatil
terjadi dalam waktu singkat dan hasilnya biasanya terbentuk pori yang berukuran
lebih besar. Dekomposisi termal dari reaksi samping hasil pirolisis juga
dipengaruhi oleh medium, jika gas dan uap yang dihasilkan selama pirolisis
dipisahkan dengan cepat oleh gas netral maka akan didapatkan hasil karbonisasi
yang kecil (Jankowska, 1991).
2.8.3 Proses aktivasi
Aktivasi adalah suatu perlakuan terhadap adsorben yang bertujuan untuk
memperbesar pori yaitu dengan cara memecah ikatan hidrokarbon atau
mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga adsorben mengalami
perubahan sifat, baik fisik maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah
besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Produk dari hasil karbonisasi tidak
dapat diaplikasikan sebagai adsorben, karena struktur porosnya tidak berkembang
tanpa adanya tambahan aktivasi. Prinsip dasar dari metode aktivasi terdiri dari
perawatan dengan gas pengoksidasi pada temperatur tinggi. Proses aktivasi
menghasilkan karbon oksida yang tersebar dalam permukaan karbon karena
adanya reaksi antara karbon dengan zat pengoksidasi (Kinoshita, 1998).
Secara umum metode aktivasi yang digunakan adalah aktivasi kimia dan
aktivasi fisika (Prawira, 2008).
a. Aktivasi fisika
Aktivasi fisika dapat mengubah material yang telah dikarbonisasi dalam
sebuah produk yang memiliki luas permukaan yang besar dan struktur pori.
Tujuan dari proses ini adalah mempertinggi volume, memperluas diameter pori

40

yang terbentuk selama karbonisasi dan dapat menimbulkan pori yang baru.
Aktivasi fisika merupakan proses aktivasi yang dilakukan dengan mengalirkan gas
ke dalam reaktor pada suhu tinggi (800
0
C-1000
0
C). Reaktor yang sering
digunakan untuk proses aktivasi fisika dalam pembuatan karbon aktif adalah
Fluidazed bed reaktor. Fluidazed bed reaktor adalah alat yang digunakan untuk
pembakaran dengan suhu tinggi disertai dengan aliran gas. Keuntungan
menggunakan Fluidazed bed reaktor adalah efisiensinya yang tinggi karena
memberikan panas yang tinggi di dalam reaktor dan memudahkan terjadinya
reaksi, gas pengaktif akan cepat bereaksi dengan bahan karbon sehingga limbah
gas atau senyawa volatil akan cepat terevaporasi, serta Fluidazed bed reaktor
dapat digunakan untuk meproses bahan karbon dalam bentuk serbuk (Basu, 2006).
Metode aktivasi secara fisika antara lain dapat dilakukan dengan
menggunakan uap air, gas karbondioksida, oksigen, dan nitrogen. Gas-gas
tersebut berfungsi untuk mengembangkan struktur rongga yang ada pada arang
sehingga memperluas permukaannya, menghilangkan konstituen yang mudah
menguap dan membuang produksi tar atau hidrokarbon-hidrokarbon pengotor
pada arang (Swiatkowski, 1998). Penggunaan gas nitrogen selama proses aktivasi
karena gas nitrogen merupakan gas yang inert sehingga pembakaran karbon
menjadi abu dan oksidasi oleh pemanasan lebih lanjut dapat dikurangi, selain itu
dengan aktivasi gas akan mengembangkan struktur rongga yang ada pada arang
sehingga memperluas permukaan (Sugiharto, 1987).

41

b. Aktivasi kimia
aktivasi kimia biasanya menggunakan bahan-bahan pengaktif seperti
(H
3
PO
4
, ZnCl
2
, CaCl
2
, K
2
S, HCl, NaCl, Na
2
CO
3
). Bahan-bahan pengaktif tersebut
berfungsi untuk mendegradasi atau menghidrasi molekul organik selama proses
karbonisasi, membatasi pembentukan tar, membantu dekomposisi senyawa
organik pada aktivasi senyawa selanjutnya, dehidrasi air yang terjebak dalam
rongga-rongga karbon, membantu menghilangkan endapan hidrokarbon yang
dihasilkan saat proses karbonisasi dan melindungi permukaan karbon sehingga
kemungkinan terjadinya oksidasi dapat dikurangi (Manocha, 2003).
Kerugian penggunaan bahan-bahan mineral sebagai pengaktif terletak pada
proses pencucian bahan-bahan mineral tersebut, kadang-kadang sulit dihilangkan
lagi dengan pencucian. Sedangkan keuntungan penggunaan bahan-bahan mineral
sebagai pengaktif adalah waktu aktivasi yang relatif pendek, karbon aktif yang
dihasilkan lebih banyak dan daya adsorpsi terhadap suatu adsorbat akan lebih baik
(Jankowska, 1991).







Gambar 2.6 SEM (Scanning Elektron Microscopy) karbon aktif direndam larutan
NaCl pada konsentrasi larutan NaCl yang bebeda: (a) konsentrasi NaCl 0,01
Mol/L, (b) konsentrasi NaCl 0,125 Mol/L, (c) konsentrasi NaCl 0,25 Mol/L, (d)
konsentrasi NaCl 0,5 Mol/L (Yuhan, et.al., 2007)

42

2.9 Karakterisasi Karbon Aktif
Penentuan sifat-sifat karbon aktif yang diperoleh melalui karbonisasi dan
aktivasi kemudian dikarakterisasi dengan menentukan kadar air.
2.9.1 Kadar Air Karbon Aktif
Prinsip dalam penentuan kadar air adalah air menguap pada suhu di atas
100
0
C sehingga tercapai berat konstan selama 2 jam. Berdasarkan standar
industri indonesia karbon aktif yang baik mempunyai kadar air maksimal 15 %
untuk serbuk karbon aktif. Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan asumsi
bahwa dalam karbon aktif tersebut hanya air yang merupakan senyawa mudah
menguap. Pada dasarnya penentuan kadar air adalah dengan menguapkan air dari
karbon aktif dengan pemanasan 150
0
C sampai didapatkan berat konstan
(Jankowska, 1991).
2.10 Adsorpsi
Adsorpsi bisa diartikan sebagai proses penyerapan suatu zat lain yang
hanya terjadi pada permukaan. Proses ini dapat terjadi pada permukaan antara dua
fase seperti cair-cair, gas-cair, gas-padat atau cair-padat. Zat yang diserap disebut
adsorbat sedangkan zat yang menyerap disebut adsorben (Amsden, 1950).
Dalam adsorpsi, adsorben adalah zat yang mempunyai sifat mengikat pada
permukaannya dan sifat ini menonjol pada padatan yang berpori. Beberapa syarat
yang harus dipenuhi oleh adsorben antara lain mempunyai luas permukaan yang
besar, berpori, aktif dan murni, tidak bereaksi dengan adsorbat. Material yang
diserap dapat membentuk lapisan pada permukaan adsorben dengan ketebalan
satu sampai beberapa molekul. Adsorpsi senyawa terlarut oleh adsorben

43

berlangsung terus menerus dan berhenti pada saat sistem mencapai kesetimbangan
yaitu antara konsentrasi yang tinggal dalam larutan dengan konsentrasi yang
diadsorpsi oleh adsorben (Kirk, 1984).
Salah satu adsorben yang sering digunakan adalah karbon aktif yang telah
mengalami proses karbonisasi dan aktivasi untuk memperbesar luas
permukaannya sehingga daya adsorpsinya dapat ditingkakan. Karbon aktif ini
mempunyai struktur berpori dengan celah yang dapat dilewati molekul (Parker,
1993).
Jenis ikatan yang terdapat antara bahan yang diadsorpsi dan adsorbennya,
adsorpsi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu adsorpsi fisik dan adsorpsi kimia. Dua
jenis adsorpsi tersebut dikenal yaitu adsorpsi fisik atau adsorpsi Van der waals
dan adsorpsi kimia atau adsorpsi teraktivasi (Bernasconi, 1995).
Adsorpsi fisik disebabkan oleh interaksi antara adsorben dan adsorbat pada
permukaan yang hanya dipengaruhi oleh gaya tarik Van der wals. Gaya ini
merupakan interaksi dipol-dipol jarak pendek. Perannya penting pada jarak yang
sangat dekat, oleh karena itu gaya ini menurun secara cepat dengan bertambahnya
jarak. Adsorpsi fisik ditandai dengan panas adsorpsi yang rendah yaitu 1000
kalori persepsi mol adsorbat, proses ini bersifat reversible dan kesetimbangan
dapat tercapai dengan cepat (Maron, 1974). Adsorpsi fisik ini biasanya reversible
(dapat balik) karena dapat dilepas kembali dengan adanya bagian adsorben
sehingga adsorbat dapat bergerak dari bagian permukaan ke bagian lain dan
diganti oleh adsorbat lain.

44

Adsorpsi kimia adalah adsorpsi yang melibatkan ikatan valensi sebagai
hasil pemakaian bersama elektron oleh adsorbat dan adsorben. Adsorpsi kimia
berkaitan dengan pembentukan senyawa kimia yang melibatkan adsorben pada
permukaan zat yang diserap. Adsorbat yang teradsorpsi oleh proses kimia
umumnya sangat sulit untuk diregenerasi. Adsorpsi ini biasanya tidak reversibel.
Untuk memisahkan adsorbat dan adsorben harus dipanaskan pada suhu tinggi.
Adsorpsi kimia diiringi dengan perubahan panas yang lebih besar, berkisar antara
2000-100.000 kalori dan mengakibatkan zat teradsorp lebih kuat ke permukaan
adsorben (Maron, 1974).
Beberapa faktor penting yang mempengaruhi adsorpsi antara lain sifat
adsorben, sifat serapan, temperatur, waktu kontak, dan pH (Sawyer, 1987).
a. Sifat Adsorben
Karbon aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori, yang
sebagian besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing-masing berikatan
secara kovalen. Dengan demikian, permukaan arang aktif non-polar. Selain
komposisi dan polaritas, struktur pori juga merupakan faktor yang perlu
diperhatikan. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan, semakin kecil
pori-pori arang aktif, mengakibatkan luas permukaan semakin besar. Dengan
demikian kecepatan adsorpsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi,
dianjurkan agar menggunakan karbon aktif yang telah dihaluskan. Jumlah atau
dosis karbon aktif yang digunakan juga diperhatikan.

45

b. Sifat Serapan
Banyak senyawa aktif yang dapat diadsorpsi oleh karbon aktif, tetapi
kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing-masing senyawa.
Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul
serapan dari struktur yang sama. Adsorpsi juga dipengaruhi oleh fungsi, posisi
gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa serapan.
c. Temperatur
Dalam pemakaian karbon aktif dianjurkan untuk menyelidiki temperatur
pada saat proses berlangsung, karena tidak ada peraturan umum yang biasanya
diberikan mengenai temperatur yang digunakan dalam adsorpsi. Faktor yang
mempengaruhi proses temperatur adsorpsi adalah viskositas dan stabilitas serapa
panas pada senyawa. Jika pemansan tidak mempengaruhi sifat-sifat serapan,
seperti terjadi perubahan warna maupun dekomposisi, maka dilakukan perlakuan
pada titik didihnya. Untuk senyawa volatil, adsorpsi dilakukan pada kamar atau
bila memungkinkan pada temperatur yang lebih kecil.
d. Waktu Kontak
Bila karbon aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk
mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan ditentukan oleh dosis karbon
aktif, pengadukan juga mempengaruhi waktu kontak. Pengadukan dimaksudkan
untuk member kesempatan pada partikel arang aktif untuk bersinanggungan
dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang mempunyai viskositas tinggi,
dibutuhkan waktu singgung yang lebih lama.

46

e. pH
Untuk asam-asam organik adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan,
yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Hal ini disebabkan karena
kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut.
Sebaliknya bila pH asam organik dinaikkan yaitu dengan menambah alkali,
adsorpsi berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.
2.11 Esterifikasi Dan Transesterifikasi pada Minyak Ikan
Esterifikasi merupakan reaksi antara alkohol dengan asam karboksilat
(asam lemak). Esterifikasi bertujuan untuk menurunkan titik didihnya, sehingga
mudah menguap menjadi gas dan dapat mengatur kembali komponen asam-asam
lemak dalam seluruh trigliserida. Jenis perubahan yang terjadi tergantung pada
sifat minyak dan lemak yang asli itu sendiri dan tingkat reaksinya (Bukle, dkk.,
1987).
RCOOH + R'OH RCOOR' + H
2
O
Transeserifikasi adalah suatu reaksi antara ester dan alkohol menghasilkan
ester baru dan alkohol baru. Dimana reaksi transesterifikasi merupakan reaksi
dapat balik, sehingga untuk memperoleh rendemen yang tinggi, kesetimbangan
harus bergeser ke arah sisi ester yang diinginkan (ester hasil) dengan cara
menggunakan salah satu pereaksi berlebih.
Shantha (1992) menyebutkan bahwa pereaksi-pereaksi transesterifikasi
secara umum dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu pereaksi katalis asam dan
basa. Pereaksi katalis asam yang dapat digunakan antara lain HCl dalam metanol,
H
2
SO
4
dalam metanol dan BF
3
dalam metanol. Sedangkan pereaksi katalis basa

47

yang digunakan adalah logam natrium dan kalium dalam bentuk metoksilat dan
etoksilat. Dalam reaksi ini ion logam natrium atau kalium akan menyebabkan
terbentuknya ion enolat yang selanjutnya diikuti dengan pertukaran gugus alkil.
BF
3
dalam metanol dengan konsentrasi 12-15 % yang biasanya digunakan sebagai
katalis esterifikasi asam lemak.
Mudawwamah (2007) menjelaskan bahwa penggunaan katalis BF
3
dalam
metanol merupakan katalis yang efektif untuk mengubah asam lemak dari asil
gliserol menjadi metil ester. Kemudian pada penelitian Nikmah (2011)
menjelaskan katalis asam sulfat merupakan katalis yang homogen, yaitu katalis
yang mempunyai fase sama dengan fase minyak goreng bekas. Hasil yang
diperoleh dari penelitian ini adalah area relatif asam oleat sebesar 57,46 %.
2.12 Analisis Minyak Ikan Dengan Metode Kromatografi Gas-Spektrometri
Massa
2.12.1 Kromatografi Gas
Kromatografi gas adalah suatu proses pemisahan campuran menjadi
komponen-komponennya oleh fase gas yang bergerak melalui suatu lapisan
serapan yang stasioner (Gritter, 1991).
Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen campuran
kimia dalam suatu bahan berdasarkan perbedaan polaritas campuran. Fase gerak
akan membawa campuran sampel menuju kolom. Campuran dalam fase gerak
akan berinteraksi dengan kecepatan yang berbeda dimana interaksi komponen
dengan fase diam dengan waktu yang paling cepat akan keluar pertama dari
kolom dan yang paling lambat akan keluar paling akhir (Gritter, 1991).

48

Waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan di dalam
kolom disebut waktu lambat (waktu retensi) yang diukur mulai saat penyuntikan
sampai saat elusi terjadi (Gritter, 1991).
Retensi Relatif merupakan perbandingan dari waktu Retensi komponen-
komponen yang dianalisa terhadap waktu Retensi Standar.

T
R
sampel = t
R1
t
R0

Dimana,
t
R
sampel : waktu relatif sampel terhadap zat standar
t
R1
: waktu retensi terkoreksi
t
R0
: waktu retensi terkoreksi dari zat standar
Dengan cara menghitung retensi relatif, kita dapat mengeliminasikan semua
pengaruh variabel-variabel percobaan. Pada retensi relatif ini hanya tergantung
dari temperatur kolom dan fase diam yan dipakai. Jika seandainya variabel
percobaan berubah, maka waktu retensi dari komponen dan zat standar memang
akan berubah, tetapi untuk jenis kolom yang sama dan pada temperatur percobaan
yang sama, retensi relatif tiap komponen tidak akan berubah. Cara ini merupakan
cara yang dianjurkan untuk identifikasi komponen yang didasarkan pada data
setiap komponen (Day dan Underwood, 2002).
Hasil dari kromatografi gas dinyatakan dengan parameter waktu retensi
(Rt) yaitu waktu yang digunakan untuk mengelusi komponen cuplikan sampai
menghasilkan kromatogram (Sastrohamidjojo, 1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu retensi yaitu:

49

1. Sifat senyawa, semakin sama kepolaran dengan kolom dan makin kurang
keatsiriannya maka akan tertahan lebih lama dikolom dan sebaliknya.
2. Sifat adsorben, semakin sama kepolaran maka senyawa akan semakin lama
tertahan.
3. Konsentrasi adsorben, semakin banyak adsorben maka senyawa semakin lama
tertahan dan sebaliknya.
4. Temperatur kolom, semakin rendah temperatur maka semakin lama tertahan
dan sebaliknya.
5. Aliran gas pembawa, semakin kecil aliran gas maka senyawa semakin lama
tertahan dan sebaliknya.
6. Panjang kolom, semakin panjang kolom akan senyawa lebih lama dan
sebaliknya.
Prinsip kromatografi gas didasarkan atas partisi zat yang hendak dianalisis
antara dua fase yang saling kontak tetapi tidak bercampur. Partisi tercapai melalui
adsorpsi atau absorpsi atau melalui proses keduanya (Roth dan Blaschke, 1991).
Bagian utama dari kromatografi gas adalah gas pembawa, sistem injeksi,
kolom, fase diam, suhu, dan detektor.
a. Gas pembawa
Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain harus inert, murni,
dan mudah diperoleh. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang
dipakai. Keuntungannya adalah karena semua gas ini harus tidak reaktif, dapat
dibeli dalam keadaan murni dan kering yang dapat dikemas dalam tangki

50

bertekanan tinggi. Gas pembawa yang sering dipakai adalah helium (He), argon
(Ar), nitrogen (N), hidrogen (H), dan karbon dioksida (CO
2
) (Gritter, 1991).
b.Sistem injeksi
Cuplikan dimasukkan kedalam ruang suntik melalui gerbang suntik,
biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ruang
suntik harus dipanaskan tersendiri dan terpisah dari kolom, biasanya pada suhu
10-15
0
C lebih tinggi dari suhu maksimum. Jadi seluruh cuplikan diuapkan segera
setelah disuntikkan dan dibawa kekolom (Gritter, 1991).
c. Kolom
Ada dua kolom, yaitu kolom kemas dan kolom kapiler. Kolom kemas
adalah pipa yang terbuat dari logam, kaca atau plastic yang berisi penyangga
padat yang inert. Fase diam, baik terwujud padat maupun cair diserap atau terikat
secara kimia pada permukaan penyangga padat tersebut. Kolom kapiler banyak
digunakan untuk menganalisis komponen minyak atsiri. Hal ini disebabkan oleh
kelebihan kolom tersebut yang memberikan hasil analisis dengan daya pisah
tinggi dan sekaligus memiliki sensivitas yang tinggi. Bahan kolom biasanya dari
gelas baja tahan karat atau silika. Fase cair berupa lapisan film dilapiskan pada
dinding kolom bagian dalam. Secara umum keuntungan penggunaan kolom
kapiler adalah jumlah sampel yang dibutuhkan sedikit sehingga pemisahannya
lebih sempurna (Rohman, 2007).
d.Fase diam
Fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu non polar, sedikit
polar, polar, semi polar dan sangat polar. Berdasarkan sifat minyak atsiri yang

51

nonpolar sampai sedikit polar maka untuk keperluan analisis sebaiknya digunakan
kolom dengan fase diam yang bersifat sedikit polar, misalnya SE-52 dan SE-54
(Rohman, 2007).
e. Suhu
Tekanan uap sangat bergantung pada suhu, maka suhu merupakan faktor
utama dalam kromatografi gas. Pada KG-SM terdapat tiga pengendali suhu yang
berbeda, yaitu: suhu injektor, suhu kolom, dan suhu detektor.
f. Detektor
Detektor peka terhadap komponen-komponen yang terpisahkan di dalam
kolom serta mengubah kepekaannya menjadi sinyal listrik. Kuat lemahnya sinyal
bergantung pada laju aliran massa sampel dan bukan pada konsentrasi sampel gas
penunjang (Khopkar, 2003).
2.12.2 Spektrometri Massa
Spektrometri massa adalah suatu instrumen yang dapat menyeleksi
molekul-molekul gas bermuatan berdasarkan massanya. Spektrum massa
diperoleh dengan mengubah senyawa cuplikan menjadi ion-ion yang bergerak
cepat yang dipisahkan berdasarkan perbandingan massa terhadap muatan (m/e)
(Fessenden, 1992).
Molekul senyawa organik pada spektrometer massa ditembak dengan
berkas elektron dan menghasilkan ion bermuatan positif yang mempunyai energi
tinggi karena lepasnya elektron dari molekul yang dapat dipecah menjadi ion yang
lebih kecil. Spektrum massa merupakan gambar antara limpahan relatif lawan
perbandingan massa/muatan (Sastrohamidjojo, 1985).

52

Spektrometri massa terdiri dari sistem pemasukan cuplikan, ruang pengion
dan percepatan, tabung analisis, pengumpul ion dan penguat, dan pencatat.
Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analis yaitu metode ini
lebih sensitif dan spesifik untuk identifikasi senyawa yang tidak diketahui atau
untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Hal ini desebabkan adanya pola
fragmentasi yang khas sehingga dapat memberikan informasi mengenai bobot
molekul dan rumus molekul. Puncak ion molekul penting dikenali karena
memberikan bobot molekul senyawa yang diperiksa. Puncak paling kuat pada
spektrum, disebut puncak dasar (basic peak) dinyatakan dengan nilai 100 % dan
kekuatan puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya dinyatakan sebagai
persentase puncak dasar tersebut (Sastrohamidjojo, 1985).
Umumnya senyawa-senyawa dengan BM kurang dari 1000 dapat diuapkan,
bisa ditentukan massa molekulnya dengan cara spektroskopi massa. Analisis KG-
SM dengan predikat pemisahan yang high resolution serta SM yang sensitif
sangat diperlukan dalam bidang aplikasi, antara lain bidang lingkungan, arkeologi,
kesehatan, forensik, ilmu antariksa, kimia, biokimia dan lain sebagaianya.
Prinsip kerja Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa (KG-SM) yaitu,
cuplikan diinjeksikan kedalam injektor. Aliran gas dari gas pengangkut akan
membawa cuplikan yang telah teruapkan masuk kedalam kolom. Kolom akan
memisahkan komponen-komponen dari cuplikan. Komponen- komponen tersebut
terelusi sesuai dengan urutan semakin membesarnya nilai koefisien partisi (K),
selanjutnya masuk dalam Spektrofotometer Massa (SM). Pada spektroskopi massa
komponen cuplikan ditembaki dengan bekas elektron dan diubah menjadi ion-oin

53

muatan positif yang bertenaga tinggi (ion-ion molekuler atau ion-ion induk) dan
dapat pecah menjadi ion-ion yang kecil (ion-ion pecahan atau ion-ion induk),
lepasnya elektron dari molekul atau komponen- komponen menghasilkan radikal
kation. Ion-ion molekul, ion-ion pecahan, dan ion-ion radikal pecahan dipisahkan
oleh ion pembelokan dalam medan magnet yang berubah sesuai dengan massa dan
muatannya. Perubahan tersebut menimbulkan arus (arus ion) pada kolektor yang
sebanding dengan limpahan relatifnya, kemudian dicatat sebagai spektra massa
yang merupakan gambaran antara limpahan relatif dengan rasio massa atau
muatan (m/e) (Sastrohamidjojo, 1985).

Você também pode gostar