Você está na página 1de 29

Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Akut (GGA)

Pengertian Gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba yang biasanya, tapi tidak seluruhnya, dan bersifat reversibel, selain itu ginjal tidak dapat lagi menjalankan fungsinya sebagai organ pembuangan, ginjal secara relatif mendadak tidak dapat lagi memproduksi cairan urine yang merupakan cairan yang mengandung zat-zat yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh dan harus dikeluarkan dari tubuh. Gagal ginjal akut biasanya disertai oliguria (pengeluaran kemih <400ml). Secara umum, penyakit gagal ginjal adalah penyakit akhir dari serangkaian penyakit yang menyerang traktus urinarius. Etiologi Diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok : 1. Prarenal (hipoperfusi ginjal) atau sirkulasi : Terjadi akibat kurangnya perfusi ginjal dan perbaikan dapat terjadi dengan cepat setelah kelainan tersebut diperbaiki misalnya hipovolemia atau hipotensi, penurunan curah jantung dan peningkatan viskositas darah. Kondisi klinis yang umum adalah status penipisan volume misalnya karena kekurangan cairan mendadak (dehidrasi) seperti pada pasien muntaber yang berat atau kehilangan darah yang banyak, vasodilatasi (sepsi dan anafilaksis), gangguan fungsi jantung (infark miokardium, gagal jantung kongestif, syok kardiogenik). 2. Pasca renal atau obstruksi : Terjadi akibat obstruksi aliran urin, misalnya obstruksi pada kandung kemih, uretra, kedua ureter, tumor, BPH, striktur uretra dan bekuan darah. 3. Intrarenal atau parenkimal : Akibat penyakit pada ginjal atau pembuluhnya. Terdapat kelainan histologi dan kesembuhan tidak terjadi dengan segera pada perbaikan faktor pra renal atau obstruksi, misalnya nekrosis tubular akut, nekrosis kortikal akut, penyakit glomelurus akut, obstruksi vascular akut dan nefrektomi. Penyebabnya adalah akibat dari kerusakan struktur glomelurus atau tubulus ginjal. Kondisi seperti rasa terbakat, cedera akibat benturan, infeksi, agen nefrotoksik, adanya hemoglobin dan mioglobin akibat cedera terbakar mengakibatkan toksik renal atau iskemia atau keduanya. Transfusi terus menerus dan pemakaian obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID).

Manifestasi Klinis Pasien Gagal Ginjal Akut tampak sangat menderita dan letargi disertai mual persisten, muntah, dan diare. Kulit dan membran mukosa kering akibat dehidrasi, dan napas mungkin berbau urin (fetor uremik). Manifestasi sistem saraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang. Berikut kelainannya: 1. Perubahan Pengeluaran Urin : Pengeluaran urin sedikit, mengandung darah, dan gravitas spesifiknya rendah (1.010 sedangkan nilai normalnya 1.015-1.025). 2. Peningkatan BUN dan kadar kreatinin : Terdapat peningkatan yang tetap dalam BUN, dan laju peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein),

3.

4.

5.

6.

perfusi renal, dan masukan protein. Serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit. Hiperkalemia : Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomelurus tidak mampu mengekskresikan kalium. Katabolisme protein menghasilkan pelepasan kalium seluler kedalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkaimea berat. Hiperkalemia menyababkan distrimia dan henti jantung. Asidosis metabolik : Pasien oliguri akut tidak dapat mengeliminasi muatan metabolik seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolis normal. Selain itu mekanisme buffer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukan dengan adanya penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah. Sehingga, asidosis metabolik progresif menyertai gagal ginjal. Abnormalitas Ca++ dan PO4- : Peningkatan konsentrasi serum fosfat mungkin terjadi dan serum kalsium akan menurun sebagai respon terhadap penurunan absorpsi kalsium di usus dan sebagai mekanisme kompensasi terhadap peningkatan kadar serum fosfat. Anemia : Anemia yang menyertai GGA merupakan akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI. Adanya bentuk eritropoetin (epogen) yang sekarang banyak tersedia menyebabkan anemia tidak lagi menjadi masalah utama dibanding sebelumnya.

Patofisiologi Gagal ginjal akut adalah hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi tubular dan glomerular. Dimanifestasikan dengan anuria, oliguria, atau volumen urin normal. Anuria, (kurang dari 50 ml urin perhari) dan normal pengeluaran urin tidak seperti oliguria. Oliguria (urin kurang dari 400 ml per hari) adalah situasi klinis yang umum dijumpai pada GGA. Disamping volumen urin yang disekresikan, pasien GGA mengalami peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum dan retensi produk sampah merabolik lain yang normalnya disekresikan oleh ginjal. Beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan penurunan aliran darah ginjal dan GFR baik pada percobaan dengan manusia maupun hewan. Hal pertama yang terjadi adalah adanya masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glomelurus. Masalah lain yaitu akibat dari kerusakan struktur glomelurus atau tubulus ginjal. Kondisi seperti rasa terbakar, cedera akibat benturan, dan infeksi serta agens nefrotoksik dapat menyebabkan nekrosis tubulus akut (ATN) dan berhentinya fungsi renal. Selanjutnya adalah obstruksi tubulus menyatakan bahwa ATN mengakibatkan deskuamasi sel tubulus nekrotik dan vahan protein lainnya, yang kemuadian membentuk silinder-silinder dan menyumbat lumen tubulus. Pembengkakan seluler akibat iskemia awal, juga ikut menyokong terjadinya obstruksi dan memperberat iskemia. Tekanan intra tubulus meningkat, sehingga tekanan filtrasi glomelurus menurun. Obstruksi tubulus dapat merupakan faktor penting pada ARF yang disebabkan oleh logam berat, etilen glikol, isquemia berkepanjangan. Hiptesis kebocoran tubulus menyatakan bahwa filtrasi glomelurus terus berlangsung normal tetapi cairan tubulus bocor keluar dari lumen melalui selsel tubulus yang rusak dan masuk kedalam sirkulasi peritubular. Kerusakan membran basalis dapat terlihat pada ATN yang berat, yang merupakan dasar anatomik mekanisme ini.

Referensi Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Salekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius Price, Sylvia. A., dan Loraine. M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit Vol.2. Jakarta : EGC Santosa, Budi. 2005-2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. NANDA 2005-2006. Prima Medika Smelzert, Suzanne. C., dan Breda. G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol.2. Jakarta : EGC

B. TINJAUAN TEORI 1. Pengertian Gagal ginjal akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba yang biasanya, tidak dapat seluruhnya, reversibel (Arief Mansjoer, 1999). Gagal ginjal akut merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan mendadak (dalam beberapa jam bahkan beberapa hari) laju filtrasi glomerolus (LFG), disertai akumulasi nitrogen sisa metabolisme (ureum dan kreatinin) ( Sarwono, 2001). Gagal ginjal akut (acute renal failure, ARF) merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan fungsi ginjal yang menurun secara cepat (biasanya hitungan dalam beberapa hari) yang menyebabkan azotemia yang berkembang cepat. Laju filtrasi glomerolus (LFG) yang menurun dengan cepat menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat sebanyak 0,5 mg/ dl/ hari dan kadar nitrogen urea darah sebanyak 10 mg/ dl/ hari dalam beberapa hari (Medicastore, 2008). 2. Etiologi Tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut adalah: a. Kondisi prerenal (hipoperfusi ginjal) Kondisi prerenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glomerulus. Kondisi klinis yang umum adalah status penipisan volume (hemoragi atau kehilangan cairan melalui saluran gastrointestinal), vasodilatasi (sepsis atau anafilaksis), dan gangguan fungsi jantung (infark miokardium, gagal jantung kongestif, atau syok kardiogenik) b. Penyebab intrarenal (kerusakan actual jaringan ginjal) Penyebab intrarenal gagal ginjal akut adalah akibat dari kerusakan struktur glomerulus atau tubulus ginjal. Kondisi seperti rasa terbakar, cedera akibat benturan, dan infeksi serta agen nefrotoksik dapat menyebabkan nekrosis tubulus akut (ATN) dan berhentinya fungsi renal. Cedera akibat terbakar dan benturan menyebabkan pembebasan hemoglobin dan mioglobin (protein yang dilepaskan dari otot ketika cedera), sehingga terjadi toksik renal, iskemik atau keduanya. Reaksi tranfusi yang parah juga menyebabkan gagal intrarenal, hemoglobin dilepaskan melalui mekanisme hemolisis melewati membran glomerulus dan terkonsentrasi di tubulus ginjal menjadi faktor pencetus terbentuknya hemoglobin. Penyebab lain adalah pemakaian obat-obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), terutama pada pasien lansia. Medikasi ini mengganggu prostaglandin yang secara normal melindungi aliran darah renal, menyebabkan iskemia ginjal. c. Pasca renal

Pascarenal yang biasanya menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi di bagian distal ginjal. Tekanan di tubulus ginjal meningkat, akhirnya laju filtrasi glomerulus meningkat. Meskipun patogenesis pasti dari gagal ginjal akut dan oligoria belum diketahui, namun terdapat masalah mendasar yang menjadi penyebab. Beberapa factor mungkin reversible jika diidentifikasi dan ditangani secara tepat sebelum fungsi ginjal terganggu. Beberapa kondisi yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal: (1) hipovolemia; (2) hipotensi; (3) penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif; (4) obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah, atau batu ginjal dan (5) obstrusi vena atau arteri bilateral ginjal. ( Sarwono, 2001). Kegagalan Prarenal: Pengurangan aliran darah ginjal adalah yang paling biasa menyebabkan ARF. Aliran darah ginjal berkurangan dan oleh itu ARF prarenal, boleh berlaku dalam mana-mana keadaan berikut: a. Hipovolemia (sebagaimana yang berlaku dalam gastroenteritis. Luka terbakar, dan dalam pendarahan), b. Kegagalan Kardiovaskular (sebagaimana dalam kegagalan jantung kongestif, infarksi miokardium akut, dan dalam embolisme pulmonari), c. Renjatan septikaemik d. Penyempitan anteriolar ginjal (disebabkan oleh pembedahan, anestesia, sindrom hepatorenal, dan perencat prostaglandin). Kegagalan postrenal: Ini berlaku kira-kira dalam 10% semua kes ARF, dan boleh disebabkan oleh: a. Struktur ureteral b. Penyumbatan leher pundi-pundi (sebagaimana yang dilihat dalam pembesaran prostatik, dan dengan penggunaan pengubatan antikolinergik) c. Penyumbatan ureterik bilateral (disebabkan oleh abtu, bekuan darah, atau fibrosis retroperitoneum), atau d. Penyumbatan intrarenal (disebabkan oleh asid oksalik, asid urik, atau sulfonamida) Penyakit ginjal intrinsik: Pertempatan patologi anatomik primer mungkin sama ada dalam: a. Glomeruli (sebagaimana dalam glomerulonefritis akut) b. Vaskulatur ginjal (misalnya trombosis, embolisme, aneurisme, vaskulitis, sindrom uremia hemolisis, dan pembekuan intravaskular 22 tersebar). c. Interstitum ginjal (sebagaimana dalam nefritis intersititial akut) d. Tubuh ginjal (sebagaimana dalam nekrosis tubul akut) (Shaukat, 2009). 3. Tahapan Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut; periode awal, periode oliguria, periode diuresis dan periode perbaikan. Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria. Periode oliguria (volume urin kurang dari 400 ml/24 jam) disertai peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang biasanya diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat dan kation intraseluler-kalium dan magnesium).

Jumlah urin minimal yang diperlukan untuk membersihkan produk sampah normal tubuh adalah 400 ml. Pada tahap ini gejala uremik untuk pertamakalinya muncul, dan kondisi yang mengancam jiwa seperti hiperkalemia terjadi. Pada banyak pasien hal ini dapat merupakan penurunan fungsi ginjal disertai kenaikan retensi nitrogen namun pasien masih mengekskresaikan urin sebanyak 2 liter atau lebih setiap hari. Hal ini merupakan bentuk nonoligurik dari gagal ginjal dan terjadi terutama setelah antibiotic nefrotoksik diberikan kepada pasien, dapat juga terjadi pada kopndisi terbakar, cedera traumtaik dan penggunaan anestesi halogen. Pada tahap ketiga, periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah urin secara bertahap, disertai tanda perbaikan glomerulus. Nilai laboratorium berhenti meningkat dan akhirnya menurun. Meskipun haluran urin mencapai kadar normal atau meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Tanda uremik mungkin masih ada, sehingga penatalaksanaan medis dan keperawatan masih diperlukan. Periode penyembuhan merupakan tanda perbaikanfungsi ginjal dan berlangsung selama 3 sampai 12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali normal. Meskipun terdapat reduksi laju filtrasi glomerulus permanent sekitar 1% samapi 3%, tetapi hal ini secar klinis tidak signifikan. (Medicastore, 2008). 4. Patofisiologi Tiga faktor menentukan kadar penurunan glomerulus (GFR): a. Imbangan tekanan merentasi dinding kapilari glomerulus, yang bergantung kepada: Tekanan hidrostatik glomerulus Tekanan onkotik ruang Bowan Tekanan hidrostatik ruang Bowan b. Kadar aliran plasma melalui glomeruli c. Ketelapan dan jumlah kawasan permukaan kapilari glomerulus. Pengurangan GFR boleh dilihat kepada: a. Tekanan hidrostatik glomerulus kurang (misalnya renjatan hipovolemia). b. Tekanan hidrostatik ruang Bowan naik (misalnya penyumbatan tubul, penyumbatan leher pundipundi. c. Tekanan onkotik plasma naik (seperti dehidrasi, kes-kes meloma berganda). d. Ketelapan dan/atau kawasan permukaan penurasan kurang (seperti glomerulonefritis). Pengurangan mengejut GFR disebabkan oleh salah satu yang di atas boleh mengakibatkan ARF (Shaukat, 2009). 5. Manifestasi Klinik Gagal ginjal akut (GGA /ARF) biasanya ditandai dengan : a. Meningkatnya urea darah dan kreatinin serum semasa pengawasan bersiri b. Berkurangnya pengeluaran air kencing c. Ciri-ciri kelebihan cairan, seperti feriferal dan oedema pulmonari d. Hiperkalemia, asidosis dan anemia e. Kadang-kadang mungkin terdapat gejala dan ciri-ciri perikarditis Manakala oliguria (isipadu kecing <400 mls/24J) adalah biasa, ARF bukan

oligurik pula didapati bertambah dan lebih kerap, terutamanya bagi pesakit yang mengalami luka terbakar teruk dan bagi pesakit yang cedera ginjal disebabkan oleh agen nefrotoksik (Shaukat, 2009). 6. Komplikasi : - Infeksi : pneumonia, septikemia, infeksi nosokomial. - Gangguan elektrolit : uremia, hiperkalemia, hiponatremia, asidosis metabolik. - Neurologi : kejang uremik, flap, tremor, koma, iritabilitas neuromuskular, gangguan kesadaran. - Gastrointestinal : nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum, perdarahan GIT. - Hematologi : hipertensi, anemia, diatesishemoragik. - Jantung : Payah jantung, edema paru, aritmia, efusi perikardium. ( Sarwono, 2001). 7. Pemeriksaan Penunjang a. Radiologi : ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat komplikasi yang terjadi. Foto polos abdomen : untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu atau obstruksi). Dehidrasi dapat memperburuk keadaan ginjal, oleh karena itu penderita diharapkan tidak puasa. USG : untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal. IVP (Intra Vena Pielografi) : untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini beresiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu. Misal : DM, usia lanjut, dan nefropati asam urat. Renogram : untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan. Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang reversibel. b. EKG : untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia). c. Biopsi ginjal d. Pemeriksaan laboratorium yang umumnya menunjang kemungkinan adanya GGA : Darah: ureum, kreatinin, elektrolit serta osmolaritas Urin: ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas dan berat jenis.Laju Endap Darah (LED) : meninggi oleh karena adanya anemia dan albuminemia. Ureum dan kreatinin : meninggi. Hiponatremia umumnya karena kelebihan cairan Peninggian gula darah akibat gangguan metabolisme karbihidrat pada gagal ginjal. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang menurun, HCO3 menurun, PCO2 menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal. (Medicastore, 2008). 8. Penatalaksanaan Sangat dipengaruhi oleh penyebab / penyakit primer. Penyebab prerenal perlu sekali dievaluasi, misalnya dehidrasi, penurunan tekanan darah, CVP< 3cm, syok, KU jelek. a. Tindakan awal Terhadap faktor prerenal - Koreksi faktor prerenal

- Koreksi cairan dengan darah, plasma atau NaCl fisiologik atau ringer 30 60 menit produksi urin tak naik - Manitol 0,5-1 gr/kg BB IV selama 30 menit dalam larutan 25 % (sampai 25 gr) - Furosemid 2 mg/kg BB IV 2 jam tidak berhasil (urin tetap 200-250 cc/m2/hr) - Furosemid lagi tak berhasil - Masuk ke tindakan oliguria Fase oliguria: 1. Pemantauan ketat - Timbang BB tiap hari - Perhitungan ketat cairan: masukan vs haluaran - Tanda-tanda vital - Lab: Hct, Na+, CL-, Ca+, fosfat, asam urat, kreatinin, Pa CO2, BUN (tiap hari) 2. Tanggulangi komplikasi 3. Diet - kalau dapat oral: kaya KH dan lemak - batasi protein: 0,5-1 gr/kg BB/hari, dengan protein berkualitas tinggi - lebih aman intravena 4. Cairan Jumlah cairan 2/3 kebutuhan sensible maupun insensible (sisanya akan terpenuhi dari air hasil metabolisme) Pada udara kering kurang dari 400 ml/m2/hari. 5. Hiperkalemia 6. Monitor EKG Ion exchange resin 1 gr/kg BB kalau perlu dialysis peritoneal akut. b. Fase nonoliguria Fase ini biasanya ringan dan berlangsung beberapa hari: volume urin sedikit meningkat, BJ urin rendah. Awasi ketat Na+ dan K+ c. Dialisis akut Indikasi pada asidosis yang berkepanjangan, hipermagnesemia, hiperkalemia, keadaan klinik makin mundur, uremia. Peritoneal dialysis dapat diterima dengan baik bila hanya beberapa kali saja dialisis diperlukan. Penatalaksanaan : 1. Penatalaksanaan konservatif: Pengaturan diet protein, kalium, natrium, cairan 2. Terapi simptomatik : Suplemen alkali, transfuse, obat-obat local&sistemik, anti hipertensi 3. Terapi pengganti : HD, CAPD, transplantasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian ARF dan CRF 1. Pengertian ARF a. Acut Renal Failure / ARF adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik yang ditandai dengan pengurangan tiba tiba Glomerular Filtration Rate (GFR) dan perubahan kemampuan fungsional ginjal untuk mempertahankan eksresi air yang cukup untuk kesimbangan didalam tubuh. b. Acut Renal Failure / ARF adalah penurunan tiba tiba faal ginjal pada indifidu dengan ginjal sehat seluruhnya dengan atau tanpa oliguria dan berakibat azotermia progresif disertai kenaikan ureum dan kreatinin darah. c. Acut Renal Failure / ARF adalah sindrome klinis akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi yang nyata dan cepat serta terjadinya azotermia (Davidson 1984)

a.

Gagal Ginjal Kronik (CRF) adalah suatu keadaan dimana fungsi filtrasi glomerulus menurun. Jika ginjal tidak dapat mempertahankan lingkungan internal, konsistensi kehidupan yang dimulai dengan penurunan fungsi glomerulus.

b. Gagal Ginjal Kronik (CRF) adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Proses penyakit ini menyebabkan kerusakan pada nefron dan digantikan dengan jaringan parut sehingga menyebabkan tubuh tidak mampu mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit serta metabolik dan dapat menyebabkan suatu keadaan yang memburuk

pada fungsi ginjal yang ditandai dengan berkurangnya output urine yang berlangsung lama dan menahun serta adanya peningkatan ureum dan kreatinin dalam darah. c. Gagal Ginjal Kronik dapat pula diartikan suatu sindrom yang terdiri atas anemia, asidosis, neuropati dan kelemahan umum yang sering kali disertai hipertensi dan edema.

B.

Etiologi 1. Etiologi Acut Renal Railure (ARF) Tiga kategori utama kondisi penyebab ARF adalah

a.

Pra Renal Dimana aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glomerulus. Kondisi klinis yang umum adalah :

Penurunan volume vaskuler Kehilangan darah / plasma : perdarahan luka bakar Kehilangan cairan ekstraseluler : muntah, diare

Kenaikan kapasitas kapiler Sepsis Blokade ganglion Reaksi anafilaksis

Penurunan curah jantung / kegagalan pompa jantung Renjatan kardiogenik Payah jantung kongestif Dysritmia Emboli paru

Infark jantung

b. Intra Renal Akibat dari kerusakan struktur glomerulus atau tubulus distal. Kondisi seperti terbakar, udema akibat benturan dan infeksi serta agen nefrotik dapat menyebabkan nekrosi tubulus akut (ATN) dan berhentinya fungsi renal. Reaksi tranfusi yang parah juga gagal intra renal, hemoglobin dilepaskan melalui mekanisme hemolisis melewati membran glomerulus dan terkonsentrasi ditubulus distal menjadi faktor terbentuknya hemoglobin. Faktor penyebab adalah : pemakaian obat obatan anti inflamasi, non steroid terutama pada pasien lansia. c. Pasca Renal Penyebab gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi dibagian distal ginjal, tekanan ditubulus distal menurun akhirnya laju filtrasi glomerulus meningkat. Beberapa kondisi berikut yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal : Hipovolemia Hipotensi Penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif Obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah atau ginjal Obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal Jika kondisi ini ditangani dan diperbaiki sebelum ginjal rusak secara permanen, peningkatan BUN, oliguria dan tanda tanda lain yang berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat ditangani.

2. Etiologi Gagal Ginjal Kronik (CRF) Penyebab gagal ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat dibagi dalam 2 kelompok : a. Penyakit parenkim ginjal

Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik, Tbc ginjal Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal, Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progresif, Gout, DM. b. Penyakit ginjal obstruktif : Pembesaran prostat, Batu saluran kemih, Refluks ureter, Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan Infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk Obstruksi saluran kemih Destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama

Scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal


D. Perjalanan klinis Perjalanan dari gagal ginjal akut / Acut Renal Failure dibagi dalam 3 stadium : 1. Stadium Oliguria Volume urine < 400 ml / 24 jam disertai dengan peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang biasanya dieksresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat dan kation intra seluler kalium dam magnesium ). Jumlah urine minimal yang diperlukan untuk membersihkan produk sampah normal tubuh adalah 400 ml. Pada tahap ini gejala uremik untuk pertama kalinya dan kondisi yang mengancam jiwa seperti kalemia.

2. Stadiun Diuresis Pasien menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Nilai laboratorium berhenti meningkat dan akhirnya menurun. Meskipun kadar haluaran untuk mencapai kadar normal atau meningkat , fungsi renal masih dianggap normal. Tanda uremik mungkin masih ada sehingga penatalaksanaan medis dan keperawatan masih diperlukan. Pasien harus dipantau dengan ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini. Jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat. 3. Stadium Penyembuhan Merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama 3 sampai 12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali normal, meskipun terdapat reduksi laju filtrasi glomerulus permanen sekitar 1 % - 3 %, tapi hal ini secara klinis tidak signifikan

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 atadium 1. Stadium I Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % - 75 %). Tahap inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti. 2. Stadium III

Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat dalam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat mengganggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ke tahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan, kecuali bila penderita mengalami stres akibat infeksi, gagal jantung atau dehidrasi. Pada stadium ini pula mengalami gejala nokturia (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala gejala timbul sebagai respon terhadap stres dan perubahan makanan dan minuman yang tiba tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatiakn gejala ini. Gejala pengeluaran kemih waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700 ml atau penderita terbangun untuk berkemih beberapa kali pada waktu malam hari. Dalam keadaan normal perbandingan jumlah kemih siang hari dan malam hari adalah 3 : 1 atau 4 : 1. Sudah tentu nokturia kadang kadang terjadi juga sebagai respon terhadap kegelisahan atau minum yang berlebihan. Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter / hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5 % - 25 % . Faal ginjal jelas

sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, terjadi kelebihan, aktifitas penderita mulai terganggu. 3. Stadium III Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %) Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak dapat melakukan tugas sehari hari sebagaimana mestinya. Gejala gejala yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang., sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/ hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang tubulus ginjal, kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.

E.

Manifestasi klinis

1. Acut renal failure a. Haluaran urine sedikit

b. c. d. e. f. g. h. i. j. 2. a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m.

Mengandung darah Peningkatan BUN dan kreatinin Anemia Hiperkalemia Asidosis metabolik Anemia Udema Anoreksia, nause, vomitus Turgor kulit jelek, gatal gatal pada kulit Kronik Renal Failure Gangguan pernafasan Udema Hipertensi Anoreksia, nausea, vomitus Ulserasi lambung Stomatitis Proteinuria Hematuria Letargi, apatis, penurunan konsentrasi Anemia Perdarahan Turgor kulit jelek, gatal gatal pada kulit Distrofi renal

n. o.

Hiperkalemia Asidosis metabolik

D.

Test diagnostik

1. Urine : Volume Warna Sedimen Berat jenis Kreatinin Protein

2. Darah : - BUN / kreatinin - Hitung darah lengkap - Sel darah merah - Natrium serum - Kalium - Magnesium fosfat - Protein - Osmolaritas serum 3. KUB foto : Menunjukkan ukuran ginjal/ ureter / kandung kemih dan adanya obstruksi 4. Pielografi intravena

Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter 5. Pielografi retrograd Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel 6. Arteriogram ginjal Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, massa. 7. Sistouretrogram berkemih Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter, retensi. 8. Ultrasono ginjal Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas. 9. Biopsi ginjal Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologis 10. Endoskopi ginjal nefroskopi Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal ; keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif 11. EKG Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda tanda perikarditis. 12. Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan Menunjukkan demineralisasi., kalsifikasi

E.

Penatalaksanaan

1. Dialisis

Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki abnormalitas biokimia ; menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas ; menghilangkan kecenderungan perdarahan ; dan membantu penyembuhan luka. 2. Penanganan hiperkalemia Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkain pemeriksaan kadar elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema. Sorbitol sering diberikan bersama dengan Kayexalate untuk menginduksi tipe diare (menginduksi kehilangan cairan disaluran gastrointestinal). Jika enema retensi diberikan (kolon merupakan rempat utama untuk pertukaran kalium), kateter rektal yang memiliki balon dapat diresepkan untuk memfasilitasi retensi jika diperlukan. Pasien yang kadar kaliumnya tinggi dan meningkat memerlukan dialisis, peritoneal dialisis, atau hemofiltrasi dengan segera. Glukosa, insulin atau kalsium glukonat secara intra vena dapat digunakan sebagai tindakan darurat sementara untuk menangani hiperkalemia. Natrium bicarbonat dapat diberikan untuk menaikkan ph plasma, menyebabkan kalium bergerak kedalam sel sehingga kadar kalium pasien menurun. Semua produk kalium eksternal dihilangkan atau dikurangi. 3. Mempertahankan keseimbangan cairan

Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan stats klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantian cairan. Cairan yang hilang melalui kulit dan paru dan hilang sebagai akibat dari proses metabolisme normal juga dipertimbangkan dalam penatalaksanaan cairan. Pasien ditimbang berat badan setiap hari dan dapat diperkirakan turun 0,2 sampai 0,5 kg setiap hari jika keseimbangan nitrogen negatif (masukan kalori yang diterima kurang dari kebutuhan). Jika pasien kehilangan berat badan atau mengalami hipertensi, maka diduga adanya etrensi cairan. Kelebihan cairan dapat dideteksi melalui temuan klinis seperti dyspnoe, takikardia, dan distensi vena leher. Paru paru di auskultasi akan adanya tanda tanda krekels basah. Karena edema pulmuner dapat diakibatkan karena pemberian cairan perenteral yang berlebihan, maka kewaspadaaan penggunaannya harus ditingkatkan untuk mencegah kelebihan caiaran. Terjadinya edema diseluruh tubuh dikaji dengan pemeriksaan area prasakaral dan pratibial beberapa kali dalam sehari. 4. Pertimbangan nutrisional Diet protein dibatasi sampai 1 g/ kg selama fase oliguri untuk menurunkan pemecahan protein dan mencegah akumulasi produk akhir toksik. Kebutuhan kalori dipenuhi dengan pemberian diit tinggi karbohidrat, karena karbohidrat memiliki efek terhadap protein yang luas (pada diit tinggi karbohidrat, protein tidak dipakai untuk memenuhi kebutuhan energi tetapi dibagi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan). Makanan dan cairan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, buah, jeruk, kopi) dibatasi. Masukan kalium biasanya dibatasi sampai 2 gr/ hari. 5. Cairan IV dan diuretik

Aliran darah ke ginjal yang adekuat pada banyak pasien dapat dipertahankan melalui cairan intra vena dan medikasi. Manitol, furosemid, atau asam ektrakrinik dapat diresepkan untuk mengawali diuresis dan mencegah atau mengurangi gagal ginjal berikutnya. Jika gagal ginjal akut disebabkan oleh hipovolemia akibat hipoproteinemia, infus albumin dapat diresepkan. Syok dan infeksi dapat ditangani, jika ada. 6. Koreksi asidosis dan peningkatan kadar fosfat Jika asidosis berat terjadi, gas darah arteri harus dipantau, tindakan ventilasi yang tepat harus dilakukan jika terjadi masalah pernafasan. Pasien memerlukan terapi natrium karbonat atau dialisis. Peningkatan serum fosfat pasien dapat dikendalikan dengan agens pengikat fosfat (aluminium hidroksida); agens ini membantu mencegah peningkatan serum fosfat dengan menurunkan absorbsi fosfat disaluran intestinal. 7. Pemantauan lanjut sampai fase pemulihan Fase oligurik gagal ginjal akut berlangsung dari 10 sampai 20 hari dan diikuti fase diuretik, dimana haluaran urin mulai meningkat, menunjukkan bahwa fungsi ginjal telah membaik.

Evaluasi kima darah dilakukan untuk menentukan jumlah natrim, kalium da caiarn yang diperlukanselama pengkajian terhadap hidrasi lebih dan hidrasi kurang. Setelah fase diuretik, pasien diberikan diit tinggi protein, tinggi kalori dan dorong untuk melakukan aktifitas secara bertahap.

BAB III TINJAUAN KASUS

kajian 1. Biodata klien dan penanggung jawab 2. Keluhan utama

3. Riwayat kesehatan sekarang dan lalu 4. Riwayat keluarga 5. Riwayat psikososial 6. Riwayat spritual 7. Pemeriksaan fisik 8. Review of sistem a. Pernafasan

b. Kardiovascular c. Pencernaan

d. Sistem saraf e. f. Muculoskeletal Integumen

g. Endokrin h. Perkemihan i. Reproduksi 9. Aktifitas sehari hari

B.

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pasien dengan gagal ginjal akut (ARF) 1. Peningkatan volume cairan tubuh B/D penurunan fungsi ginjal Intervensi : a. Kaji keadaan edema

Rasional : Edeme menunjukkan perpindahan cairan karena jaringan rapuh sehingga mudah distensi oleh akumulasi caiaran walaupun minimal , sehingga berat badan dapat meningkat sampai 4,5 kg b. Kontrol intake dan out put tiap 24 jam Rasional : Untuk mengetahui fungsi ginjal, kebutuhan penggantia caiarn dan penurunan kelebihan resiko cairan. c. Timbang Berat badan dengan alat dan waktu yang sama

Rasional : Penimbangan Berat badan setiap hari membantu menentukan keseimbangan dan masukan cauran yang tepat. Penimbangan BB lebih dari 0,5 kg / hari dapat menunjukkan perpindahan kesimbangan cairan. d. Beritahu keluarga agar klien dapat membatasi minum Rasional : Manajemen cairan diukur untuk menggantikan pengeluaran dari semua sumber ditambah perkiraan yang tidak nampak (metabolisme dan diaforesis). Pasien dengan kelebihan cairan yang tidak responsoif terhadap pembatasan cairan dan diuretik memerlukan dialisis.

e.

Penatalaksanaan pemberian obat anti diuretik

Rasional : Obat anti diuretk dapat melebarkan lumen tubular dari debris, menurunkan hiperkalemia dan meningkatkan volume urine adekuat. Exampel : furosemid f. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal

Rasional : Hasil dari pemeriksaan fungsi ginjal dapat memberikan gambaran sejauh mana terjadi kegagalan ginjal. 2. Nutirsi kurang dari kebutuhan tubuh B/D dengan anoreksia, vomitus, a. Observasi status nutrisi klien dan keefektifan diet. nausea.

Rasional : Membantu dalam mengidentufikasi defisiensi dan kebutuhan diet, kondisi fisik umum, gejala uremik dan pembatasan diet mempengaruhi asupan makanan. b. Berikan dorongan higiene oral yang baik sebelum dan setelah makan Rasional : Higiene oral yang tepat mengurangi bau mulut dan rasa tidak enak akibat mikroorganisme, membantu mencegah stomatitis. c. Berikan makanan diit TKRGRP

Rasional : Lemak dan protein tidak digunakan sebagai sumber protein utama, sehingga tidak terjadi penumpukan yang bersifat asam, serta diit rendah garam memungkinkan retensi air kedalam intra vaskular d. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering Rasional : Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik e. Kolaborasi pemberian obat anti emetik

Rasional : Antiemetik dapat menghilangkan mual dan muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral. 3. Actifity intolerance B/D kelemahan Intervensi : a. Kaji kemampuan klien dalam beraktifitas dan pemenuhan kebutuhan ADL Rasional : Memberi panduan dalam penentuan pemberian bantuan dalam pemenuhan ADL. b. Kaji tingkat kelelahan Rasional : Menentukan derajat dan efek ketidakmampuan c. Identifikasi faktor stres / psikologis yang dapat memperberat

Rasional : Mungkin mempunyai efek akumulatif (sepanjang faktor ada masalah dan takut untuk diketahui.

psikologis) yang dpat diturunkan bila

d. Ciptakan lingkungan yang tenang dan periode istirahat tanpa gangguan. Rasional : Menghemat energi untuk aktifitas perawatan diri yang diperlukan e. Bantu aktifiotas perawatan diri yang diperlukan

Rasional : Memungkinkan berlanjutnya aktifitas yang dibutuhkan, memberikan keamanan bagi klien. f. Klolaborasi pemeriksaan laboratorium darah

Rasional : Ketidaksembangan Ca, Mg, K, dan Na, dapat mengganggu fungsi neuromuskuler yang memerluikan peningkatan penggunaan energi. Ht dan HB yang menurun adalah menunjukkan salah satu indikasi terjadinya gangguan fungsi eritropoitin. 4. Kecemasan B/D ketidaktahuan proses penyakit Intrvensi : a. Kaji tingkat kecemasan klien Rasional : Menentukan derajat dan efek dari kecemasan b. Berikan penjelasan yang akurat tentang penyakitnya Rasional : Pasien dapat belajar tentang penyakitnya dan penaganan, dalam rangka memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya. c. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara unutk memahami berbagai perubahan akibat penyakitnya Rasional : Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat penyakit. d. Biarkan pasien dan keluarga mengekspresikan kecemasannya Rasional : Mengurangi beban fikiran yang dapat menurunkan rasa cemas, terbinanya suatu ketertarikan sehingga mempermudah perawat dalam melaksanakan intervensi berikutnya.

e.

Memanfaatkan waktu kunjungan yang fleksibel, yang memungkinkan kehadiran keluarga

Rasional : Mengurangi tingkat kecemasan dengan menghadirkan dukungan anggota keluarga. Diagnosa keperawatan pasien gagal ginjal Kronik (CRF) 1. Resti kerusakan integritas kulit B/D udema dan penimbunan orokrom Intervensi : a. Observasi kulit terhadap perubahan warna , turgor vasculer.

Rasional : Menandakan area sirkulasi buruk / kerusakan yang dapat menimbulkan terjadinya dekubitus b.Observasi area tergantung terhadap edema Rasional : Jaringan edema lebih cenderung rusak/robek c. Ubah posisi sesering Rasional : Untuk menurunkan tekanan edema d. Berikan perawatan kulit (kebersihan) dan pemberian lotion Rasional : Mengurangi gatal dan menghilangkan kering, robekan kulit e. Pertahankan linen kering, bebas keriput Rasional : Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit f. Anjurkan pasien untuk menggunakan kompres lembab dan pertahankan kuku tetap pendek

Rasional : Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan resiko cedera (kulit) g. Anjurkan untuk menggunakan pakaian katun longgar. Rasional : Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit. 2. Gangguan pola nafas B/D adanya dyspnoe Intervensi : a. Obsevasi pola pernafasan pasien

Rasional : Dyspnoe, takikardia, dan pernafasan irreguler dan bunyi gangguan pola nafas b. Kaji warna kulit, kuku dan membran mukosa

ronchi merupakan tanda

Rasional : Pucat menunjukkan vasokontriksi atau anemia dan sianosis berhubungan dengan kongesti atau gagal jantung yang menunjukkan perfusi jaringan tidak adekuat. c. Atur posisi semi fowler

Rasional : Posisi semi fowler memungkinkan organ organ abdomen menjauhi diafragma sehingga ekspansi paru optimal. d. Observasi VS Rasional : Gangguan pertukaran O2 mengakibatkan perubahan pada VS terutama pada BP, HR, dan RR e. Kolaborasi unutk pemberian tambahan oksigen Rasional : Memaksimalkan sediaan O2 untuk kebutuhan miokardium f. Kolaborasi pemeriksaan AGD Rasional : AGD sangat penting untuk mengetahui adanya gangguan pertukaran gas dalam paru.

BAB IV PENUTUP

A.

Kesimpulan Berdasarkan makalah yang kami tulis mengenai askep klien dengan gangguan sistem perkemihan ; ARF dan CRF, kami menemukan berbagai masalah yang timbul dan begitu

kompleks penanganannya, dimana untuk mengatasi masalah tersebut kami mengacu pada berbagai landasan teori. Mengingat penyakit ARF begitu penting ditanggulangi untuk mencegah terjadinya CRF maka pertemuan keluarga dan perawat sangat penting artinya dalam penyelesaian masalah ini. Terdapat banyak diagnosa yang muncul pada penyakit ARF antara lain 1. Peningkatan Volume Cairan Tubuh 2. Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh 3. Activity Intolerance 4. Kecemasan 5. Gangguan Pola Tidur Sedangkan pada penyakit CRF antara lain 1. Gangguan Pola Nafas 2. Resti Kerusakan Integritas kulit ditambah dengan masalah yang ada pada penyakit ARF

Untuk mempertahankan kondisi klien, maka diharapkan perawatan secara komprehensif terhadap kasus GGA dan GGK ini perlu diintensifkan sesuai dengan kaidah proses keperawatan. Perlu ditingkatkan pelayanan yang cepat dan tepat untuk menghindari keadaan yang semakin memburuk dan gangguan psikologis sehingga klien merasa nyaman dengan pelayanan yang diberikan. Untuk mengetahui efektifnya asuhan keperawatan klien dengan GGA dan GGK hendaknya kegiatan evaluasi dilakukan secara terus menerus dengan menggunakan teknik sistem

komunikasi asuhan keperawatan dari petugas, dalam hal ini perawat sesuai dengan jadwal ship jaga yang telah ditentukan.

DAFTAR PUSTAKA

gus T, 1998, Upaya Mempertahankan Kualitas Hidup Penderita CRF Dengan Terapi Kedokteran UNHAS, Makassar.

Pengganti, Fakultas

runner dan Sudarth, 2002 , Keperawatan Medikal Bedah Vol 2 Edisi 8, EGC Jakarta Hudak dan Gallo, 1996, Keperawatan Kritis Edisi IV Buku II EGC, Jakarta.

inda Jual C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan (terjemahan), EGC Jakarta.

Marlynn E. Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan), EGC Jakarta.

urnawan Junadi, 1992, Kapita Selekta Kedokteran Edisi II, Media Aesculapius FK-UI Jakarta. Soeparman, Sarwono W, 1990, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, FK-UI, Jakarta. Sylvia A. Price, 1995, Patofisiologi Edisi IV Buku II, EGC, Jakarta.

Você também pode gostar