Você está na página 1de 3

A. PRODUCTION 1. Jumlah pekerja produksi sebanyak 250 orang dengan kapasitas produksi 100 unit remote per hari.

Unit remote terdiri dari 3 (tiga) tipe produk yaitu Standar, Super, dan Premium. Pekerja produksi dibagi dengan komposisi 13 : 6 : 6 yakni dengan rincian sebagai berikut : o Sebanyak 130 orang ditempatkan untuk memproduksi tipe remote Standar o 60 orang pekerja ditempatkan produksi tipe remote Super o Sedangkan 60 orang pekerja lainnya memproduksi tipe remote Premium Komposisi pekerja terhadap tipe tersebut terindikasi dilakukan secara konstan alias tidak adanya job rotation, karena pihak Ronggolawe tidak pernah melakukan Job Analysis dalam proses produksi.

2. Jumlah hari kerja periode Januari September yaitu 212 hari. Kapasitas produksi perhari dari 250 pekerja yaitu 100 unit remote perhari. Jumlah produksi satu periode (Januari September) adalah sebesar 20.778 unit, dengan jumlah per tipenya yakni tipe Standar sebanyak 10.653 unit, tipe Super sebanyak 5.230 unit, dan tipe Premium yaitu 4.895 unit.

Jumlah pekerja 250 orang dan kemampuan produksinya sebanyak 100 unit perhari, pada periode Januari September ada 212 hari kerja. Sehingga seharusnya jika produksi dilakukan secara maksimal maka akan menghasilkan unit sebanyak 21.200 (212 hari X 100 unit perhari). Namun menurut laporan Aktual Produksi Ronggolawe yaitu sebanyak 20.778 unit diproduksi selama periode tersebut. Hal ini menyebabkan adanya selisih antara kemampuan produksi dengan kapasitas produksi yakni sebanyak 422 unit. Jadi, produksi hanya terpenuhi sebesar 98% saja. Jumlah ini kemungkinan diklasifikasikan sebagai barang yang di-scrap (dibuang), memang tidak dapat dipastikan apakah benar barang tersebut masuk ke barang discrap tersebut karena ketiadaannya laporan PCB di-scrap (mengakibatkan tidak efisien komponen yang dipakai bebas diminta oleh orang produksi, tidak ada

pencatatan). Hal ini bisa mengakibatkan timbulnya indikasi ada komponen yang hilang selama proses penggudangan hingga produksi.

3. Selisih produksi tadi tidak seluruhnya negatif atau kurang, pada Bulan Maret ada kelebihan produksi sebesar 24 unit. Hal ini dimaksudkan untuk menutupi kekurangan unit diproduksi pada bulan sebelumnya (Februari) dan diharapkan akan terus ditingkatkan Jumlah selisih unit hasil produksi tiap bulan maupun satu periode, masih tergolong bisa ditolerir mengingat kebijakan perusahaan menetapkan kegagalan produksi sampai dengan maksimal 15%.

4. Kalkulasi HPP per unit yang diberikan oleh Ronggolawe sepenuhnya sudah mewakili berapa besar biaya produksi yang diperlukan dalam satu unit remote. Biaya produksi tersebut terdiri dari Raw Materials, Labor, dan Overhead. Namun ada hal yang perlu menjadi perhatian khusus bagi perusahaan yaitu besarnya Upah Kerja (Labor). Menurut perhitungan buku HPP/Unit jumlah upah kerja satu periode adalah sebesar Rp1.590.000.000,00 sedangkan pada buku Overhead besarnya upah kerja satu periode adalah Rp4.725.000.000,00. Terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara keduanya. Pada buku Overhead, itu asumsinya mereka menghitung berdasarkan perhitungan fisik alias Persediaan awal-Persediaan Akhir = Barang keluar/Dipakai (karena tidak adanya catatan barang masuk dan keluar dari gudang). Sedangkan buku HPP menghitung Labor berdasarkan berapa sebenarnya barang diproduksi. Kemungkinan juga definisi Labor bagi Ronggolawe harus diubah tidak hanya direct labor namun ada juga indirect labor. Karena hal ini mengindikasikan adanya tenaga kerja tak langsung yang dipekerjakan dalam proses produksi.

Keraguan akan definisi ini tidak akan muncul jika Ronggolawe membuat struktur organisasi dan job description secara tertulis. Kalaupun misalnya, hanya ada Tenaga Kerja Langsung, maka selisih perhitungan Upah Kerja pada HPP dan Upah Kerja pada buku Overhead perlu dipertanyakan. Ronggolawe juga sangat perlu membuat

sistem pengawasan yang mendalam terhadap bagian produksi karena banyak terjadi indikasi kecurangan yang dilakukan oleh orang-orang produksi Ronggolawe.

5. Kondisi : Karena proses produksi harus terus berjalan, supervisor memerintahkan untuk memproduksi terlebih dahulu produk yang bahan bakunya tersedia di lokasi pabrik, walaupun belum waktunya diproses. Kriteria : Jadwal produksi disusun berdasarkan rencana penjualan, yang secara ketat menghubungkan rencana pengiriman barang dengan jadwal produksi setiap jenis produk. Penyebab : Tidak ada mekanisme penyesuaian (cross check) program antara bagian produksi, pembelian bahan baku dan pemeliharaan fasilitas produksi untuk mencegah terjadinya keterlambatan produksi. Akibat : Adanya keterlambatan penerimaan barang mengakibatkan kurangnya stok minimum yang ada di gudang.

Você também pode gostar