Você está na página 1de 2

Adab Berdo’a atau Berdzikir

Berikut ini adalah beberapa hal tersebut:

1. Doa dan dzikir yang paling utama adalah membaca Al-Qur’an. Berkata Syaikh Al-
Abubakar Jazairi : “Al-Qur’an adalah dzikir yang paling utama, karena ia adalah kata-
kata ALLAH SWT dan ia adalah doa & dzikir termulia yang hanya diberikan melalui
lisan para Rasul.” [1]

2. Hendaklah memulai berdoa dengan menghafal doa yang ada di dalam Al-Qur’an dan
hadits-hadits yang shahih. Berkata Syaikhul Islam: “Doa dan dzikir adalah ibadah, dan
syarat ibadah adalah ittiba’ (mengikuti) Nabi SAW, bukan mengikuti hawa nafsu &
bukan pula mengada-ngada membuat sesuatu yang tidak ada contohnya dari nabi SAW
[2].” Lebih lanjut Syaikhul Islam berkata: “Diantara perbuatan tercela ialah orang yang
menggunakan hizib dan wirid yang tidak ada contohnya dari Nabi SAW, sekalipun itu
berasal dari gurunya, sementara ia justru meninggalkan dzikir dan wirid yang diajarkan
oleh Nabinya SAW, yang merupakan hujjah ALLAH SWT atas hamba-hamba-NYA
[3].”

3. Hendaklah orang yang membaca doa/dzikir memahami maknanya dan wajib


melaksanakan hukum ALLAH SWT setelah berdzikir tsb. Berkata Imam Ibnu Qayyim:
“Dzikir yang paling baik adalah doa dan dzikir yang diyakini di dalam hati, diucapkan
dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan, yaitu yang dicontohkan oleh
RasuluLLAH SAW dan orang yang membacanya memahami maknanya dan apa yang
terkandung di dalamnya [4].”

4. Tidak boleh disertai oleh sikap berlebih-lebihan, pamer (riya’), sikap khusyu yang
dibuat-buat dsb. Imam Ibnul Jauzy berkata: “Iblis banyak menyesatkan kebanyakan
orang awam yang menghadiri majlis dzikir.. Aku mengetahui banyak sekali yang hadir
dalam majlis tsb bertahun-tahun mereka mengikuti dzikir, tetapi keadaan dan tingkahlaku
mereka tidak berubah sedikitpun, mereka tetap saja berjual-beli dengan bunga (riba),
menipu dalam bekerja, tidak mengetahui hukum-hukum dalam shalat, melakukan
ghibbah.. Mereka adalah orang-orang yang terjebak tipu-daya syaithan, aku melihat
mereka menyangka bahwa tangisan mereka di majlis dzikir/doa tsb bisa menghapus dosa-
dosa mereka?! Sungguh mereka telah tertipu [5].”

5. Menghindari berkumpul dalam satu suara dengan pimpinan satu orang, atau
menggunakan gaya dan cara ataupun waktu-waktu yang ditentukan tanpa didasari dalil.
Seorang sahabat AbduLLAH bin Mas’ud ra dalam atsar yang shahih pernah melihat suatu
kaum berkumpul di mesjid membuat beberapa kelompok, tiap kelompok ada yang
memimpin dan di tangan mereka ada biji-bijian lalu sang pemimpin berkata:
“Bertakbirlah 100 kali!” maka mereka pun melakukannya, lalu berkata lagi sang
pemimpin: “Bertahlillah 100 kali!” Maka merekapun melakukannya, lalu ia pun berkata
lagi: “Bertasbihlah 100 kali!” Maka mereka pun menurutinya. Lalu Ibnu Mas’ud
mendatanginya dan berkata: “Apa yang kalian lakukan?” Jawab mereka: “Wahai Abu
AbduRRAHMAN, batu-batu kerikil ini kami gunakan untuk menghitung tahlil dan tasbih
kami.” Kata Ibnu Mas’ud: “Celakalah wahai ummat Muhammad, alangkah cepatnya
kerusakan kalian, para sahabat masih banyak yang hidup, pakaian mereka belum lagi
rusak dan bejana mereka belum lagi hancur apakah kalian merasa lebih baik dari agama
mereka?” Maka jawab mereka: “Demi ALLAH, wahai Abu AbduRRAHMAN kami
hanya menginginkan kebaikan.” Jawab Ibnu Mas’ud: “Berapa banyak orang yang
menginginkan kebaikan tapi tidak tahu caranya [6].” Imam Asy-Syatibi berkata bahwa
orang yang mengadakan dzikir berjama’ah dengan satu suara dan berkumpul pada waktu-
waktu tertentu maka semua itu tidak benar dan tidak ada dalilnya [7].

6. Tidak boleh mengeraskan suara ketika berdzikir dan hendaklah dengan suara yang
pelan dan lebih disunnahkan di tempat yang tersembunyi. Dalam Al-Qur’an
diperintahkan kita berdoa dengan suara pelan (QS Al-A’raf, 7/55) dan dalam hadits
shahih disebutkan bahwa salah satu yang akan dinaungi di Hari Qiyamah diantaranya
adalah: “… seorang yang berdzikir kepada ALLAH ketika sendirian lalu berlinangan
airmatanya.. [8]”

7. Tidak boleh berdzikir ketika khatib sedang berkhutbah (bagi laki-laki), saat buang
hajat dan saat berhubungan suami-istri, saat membaca dalam shalat dan saat sangat
mengantuk [9].

8. Hendaklah memulai dan mengakhiri doa dengan hamdalah dan lalu shalawat [10] yang
diajarkan oleh Al-Qur’an atau Sunnah Nabi SAW.

9. Boleh mengangkat kedua tangan [11] tapi tanpa mengusapkannya ke muka [12], saat
ber-istighfar disunnahkan memberi isyarat dengan satu jari [13], saat istisqa’ disunnahkan
mengangkat tangan tinggi-tinggi tetapi dengan membalikkan telapak tangan [14].

10. Tidak benar menentukan batasan-batasan jumlah bilangan tanpa dasar hadits yang
shahih, demikian pula mengambil potongan-potongan ayat atau huruf-huruf dalam Al-
Qur’an, karena jika hal tersebut baik niscaya telah dilakukan oleh Nabi SAW [15].

ALLAHu a’lamu bish Shawab…

REFERENSI:

[1] Aysaru Tafsir, II/28


[2] Majmu Fatawa, XXII/510-511
[3] Ibid, XXII/525
[4] Al-Fawa’id, hal. 247; lih. Juga Fawa’idul Fawa’id oleh Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid, hal. 309
[5] Al-Muntaqa min Talbisu Iblis, Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid, hal. 542
[6] Sunan Ad-Darimi I/68-69, di-shahih-kan oleh Al-Albani dlm Ash-Shahihah, no. 2005
[7] Al-I’tisham, I/318-321
[8] HR Bukhari & Muslim, lih. Riyadhus Shalihin hadits no. 376
[9] Shahih dan Dha’if Kitab Al-Adzkar, hal. 58
[10] Ad-Da’a wa Ad-Dawa’, Ibnul Qayyim hal. 14-21
[11] Shahih Abi Daud, Al-Albani , I/279; Fathul Bari’ XI/143
[12] Demikian pula pendapat Imam An-Nawawi, ulama besar madzhab Syafi’i dalam kitabnya Al-Adzkar
[13] Shahih Muslim, hadits no. 874
[14] HR Bukhari no. & Muslim no. 896
[15] Al-I’tisham, I/318-319

Você também pode gostar