Você está na página 1de 13

Pengaruh Pemberian Topikal Low Molecular Weight Hyaluronate pada Epitelialisasi Luka Superfisial Tikus Putih yang dirawat

dengan Membran Amnion Freeze-Dried


Hartono Kartawijaya*, M.Sjaifuddin Noer**
Departemen / SMF Ilmu Bedah Plastik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr.Soetomo Surabaya

Abstrak
Backgrounds Partial/superficial thickness wounds frequently seen in clinical practice, whereas in major burns lead to the devastating effects. Various wound dressing had been proposed with various success, but fresh amnion (FA) as a biological dressing remained superior by its cost, availability, easy to apply and growth-factors contained with enhancement of wound healing properties. Recent concern about the risk of disease transmission clearly abrupt clinical use of FA worldwide. The freeze-drying method for amnion preservation was mostly acceptable and became standard method in Dr.Soetomo Biomaterial Centre and Tissue Bank Surabaya with sterile condition granted by Gamma irradiation. Unfortunately, several research had shown no superiority of freeze-dried amnion (FD) compared with other modalities. These due to significant decreased amount of growth factors. Recently revealed that FA contain of High Molecular Weight Hyaluronate which contibuted to wound healing by its natural degradation into Low Molecular Weight. Addition of Low Molecular Weight Hyaluronate (LMWHA) were expected to enhance wound healing by FD. Methods Twenty four Wistar rats (Rattus norvegicus) were wounded superficially on the back torso in 3 locations of each. One was covered with fresh amnion (FA Group), one covered with freeze-dried amnion (FD Group), the other covered with freeze-dried amnion + LMWHA 1% (HA Group). Samples collected randomly at day 1,3,5 and 7 with 6 rats sacrified at once. Histological changes were observed for the amount of epithelial layer, epithelial thickness and maturation. Data were distributive analyzed by Kolmogorov-Smirnov and colleration analyzed by Anova and Kruskal-Wallis test. Results No epithelization demonstrated at day 1 in all groups. HA group had epithelization rate more inferior than FA group in day 3, but showed superiority in day 5 and 7 (p<0,05). HA group had epithelization rate more superior than FD group in day 3,5 and 7 (p<0,05). FA group had epithelizaion rate more superior than FD group in day 3 and 7 (p<0,05) but not in day 5 (p>0,05). FA group showed better in epithelial maturation compared in two other groups but theres not significant (p>0,05).

Keywords : LMWHA, Fresh amnion, Freeze-dried amnion, growth factors, enhance wound healing

PENDAHULUAN Luka superfisial yang tidak mencapai seluruh ketebalan dermis (Tredget EE et al,2006; Young DM, 2006 ) sering dijumpai dalam perawatan kasus bedah, terutama pada luka excoriasi, luka bakar derajat II superfisial dan luka pada donor Split Thickness Skin Graft. Luka superfisial ini diharapkan mampu mengalami epitelialisasi pada periode waktu hingga 10-14 hari (Young DM, 2006). Perawatan luka donor Split Thickness Skin Graft menjadi amat penting pada kasus keterbatasan tersedianya donor untuk menutup kulit yang terbuka pada luka bakar yang luas. Hal ini diharapkan bahwa kulit donor yang telah mengalami epitelialisasi dapat menjadi sumber donor baru untuk penutupan (Young DM, 2006). Pada perawatan luka bakar derajat II superfisial juga diharapkan epitelialisasi terjadi secepat mungkin untuk menghindari komplikasi infeksi baik lokal maupun sistemik dan segera menghentikan proses hipermetabolisme yang terus berlangsung (Young DM, 2006; Heimbach DM et al, 2006). Ada beberapa macam perawatan luka superfisial yang telah dikenal diantaranya menggunakan tulle atau kassa paraffin (Saputro ID et al, 2001; Young DM, 2006), wound dressing yang
1

mengandung hemicellulose ataupun Calcium Alginate (Donoqhue,1997; Padmani RD et al,2008), synthetic polymer sheet dressing seperti Tegaderm atau Biobrane (Knipe C et al, 2006), dan membran amnion (Gruss JS et al, 1978; Talmi YP et al, 1990; Saputro ID et al, 2001; Gajiwala K et al, 2003; Singh R et al,2007).Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kassa paraffin adalah yang paling inferior dalam memacu epitelialisasi, dapat menyebabkan trauma pada epithel yang baru terbentuk pada saat melepas balutan dan kurang nyaman pada pasien karena nyeri saat mengganti balutan (Saputro ID et al, 2001; Padmani RD et al, 2008). Calcium Alginate dikatakan memacu kecepatan epitelialisasi pada luka superfisial melebihi hemicellulose dan tulle namun setara dengan amnion yang telah diawetkan (Padmani RD et al, 2008). Amnion yang diawetkan dikatakan memiliki kemampuan mempercepat epitelialisasi pada luka superfisial melebihi kassa paraffin (Saputro ID et al, 2001; Dali R et al, 2001; Padmani RD et al, 2008). Amnion segar dikatakan jauh memiliki kelebihan dikarenakan sifat biological dressing yang memiliki efek anti-bakterial, mengurangi nyeri dan mengandung growth factor yang memacu penyembuhan luka (Gruss JS et al, 1978; Talmi YP et al, 1990; Koizumi et al, 2000; Noer MS, 2001; Wolbank S et al, 2009). Membran amnion telah lama digunakan pada perawatan kasus luka superfisial di pelbagai bidang termasuk pada kasus-kasus di bidang Bedah Plastik di RSU Dr.Soetomo Surabaya. Membran amnion tersebut diproduksi oleh Pusat Biomaterial/Bank Jaringan RSU Dr.Soetomo Surabaya. Jenis membran amnion yang digunakan adalah membran amnion yang diawetkan (preservasi) secara freeze-dried. Hal ini dikarenakan membran amnion segar yang memenuhi syarat bebas

dari Hepatitis, HIV dan Syphilis tidak dapat diperoleh setiap saat, sehingga lebih praktis bila menggunakan membran amnion yang diawetkan. Teknik preservasi freeze-dried ini telah mengacu pada standar internasional termasuk dalam sterilitasnya (Ferdiansyah, 2001). Harga membran amnion yang telah diawetkan ini pun relatif terjangkau. Membran amnion yang telah diawetkan secara freeze-dried memang praktis digunakan dan mudah didistribusikan tanpa memerlukan medium & suhu penyimpanan tertentu, akan tetapi ternyata pula bahwa kadar Growth Factor yang ada didalamnya juga mengalami penurunan yang cukup signifikan (Koizumi et al, 2000; Wolbank et al, 2009; Thomasen H et al, 2009; SriSubekti E et al, 2009; Ihsan M, 2009; Pasaribu IA et al, 2009). Hal ini yang menyebabkan membran amnion yang diawetkan hanya memiliki efektifitas sebagai biological dressing saja dengan sifat mekanik menghambat evaporasi luka dan sebagai barrier bakteri patogen dan setara dengan synthetic polymer sheet atau transparant dressing (Pruitt BA et al, 1984; Kumar P, 2008). Penelitian oleh Padmani RD et al (2008) menunjukkan bahwa amnion tidak lebih unggul dalam memacu epitelialisasi dibandingkan Calcium Alginate yang tidak memiliki unsur Growth Factor apapun. Asam Hialuronik (Hialuronan atau Hialuronat) merupakan komponen glikosaminoglikan dalam matriks ekstraseluler yang berperan dalam proses penyembuhan luka dan dihasilkan oleh sel fibroblas (Jenkins RH et al, 2005). Kandungan Hialuronat ini juga ditemukan dalam jumlah besar pada membran amnion segar yang terbukti membuat membran amnion memiliki sifat anti-inflamasi dan sekaligus modulasi angiogenesis. Kadar Hialuronat ini jauh menurun pada
2

membran amnion yang dipreservasi (Shay E et al, 2009). Hialuronat terdiri dari dua kelompok yakni High Molecular Weight Hyaluronate atau Hialuronat Makromolekul (HAM) dan hasil degradasinya yang berupa Low Molecular Weight Hyaluronate (Hialuronat LMW), dimana pada tipe LMW terbukti memacu angiogenesis, mitosis dan migrasi sel keratinosit , fibroblas dan sel endothel (Hamann KJ et al, 1995; Fraser JRE et al, 1997; West DC et al, 2001; Gomes JAP et al, 2004). Hialuronat LMW juga terbukti memacu produksi Growth Factor oleh makrofag dan memodulasi respon inflamasi pada proses penyembuhan luka. Beberapa penelitian menunjukkan Hialuronat LMW mempercepat proses epitelialisasi dibandingkan kontrol (King SR et al, 1991; Chung JH et al, 1999; West DC et al, 2001) Aplikasi membran amnion freezedried dan Hialuronat LMW pada luka superfisial diharapkan mampu saling menunjang dalam proses penyembuhan luka dan mempercepat proses epitelialisasi setara dengan membran amnion segar METODE DAN MATERIAL PENELITIAN Material Amnion freeze-dried adalah membran amnion yang diproduksi oleh Pusat Biomaterial / Bank Jaringan RSU Dr.Soetomo Surabaya yang berasal dari placenta manusia yang telah memenuhi syarat dan dipreservasi secara freezedrying dan teknik sterilisasi dengan sinar menurut standar yang ditetapkan oleh American Association of Tissue Bank (AATB). Amnion Segar adalah membran amnion yang didapat langsung dari placenta manusia dalam keadaan segar belum diawetkan dan memenuhi syarat

yakni placenta normal tidak berwarna meconium dan telah melalui tahapan standar oleh Bank Jaringan RSUD Dr.Soetomo Surabaya yakni pencucian dengan larutan Na Hipoklorit 0,05% dan NaCl 0,9% dan penyimpanan dalam suhu 4C. Low Molecular Weight Hyaluronate adalah Hialuronat berupa Natrium Hialuronat dengan bentuk larutan steril jernih tidak berwarna dalam PBS (Phosphat Buffered Saline 0,9%) dengan konsentrasi 1 % dan memiliki ukuran berat molekul dibawah 500 kDa. Low Molecular Weight Hyaluronate ini diproduksi oleh Bioland Ltd. Songjeong, Korea. Desain Eksperimental Hewan Coba Dipilih 24 tikus jantan Rattus norvegicus strain Wistar sehat berusia 40-60 hari dengan berat 200-300 gram secara acak. Dilakukan pemberikan nomor 1 24 secara acak. Tikus diinjeksi dengan Ketamine HCl 20-40 mg per kg berat badan intra muskuler. Masing-masing tikus dicukur bulunya pada bagian punggung, dibuat disain 3 luka berbentuk bujur sangkar masing-masing berukuran 1,5 x 1,5 cm yakni 2 pada punggung kanan masing-masing terpisah sejauh 2 cm dan 1 pada punggung kiri dengan spidol. Setelah desinfeksi dengan sol. Betadin 10% dibuat luka superfisial dengan cara eksisi tangensial memakai memakai pisau Humby kecil sehingga luka berbentuk bujur sangkar pada ketiga disain. Luka kemudian di kompres dengan larutan adrenalin dalam saline konsentrasi 1 : 200000 U selama 2 menit untuk menghentikan proses perdarahan berupa oozing yang terjadi. Luka pada punggung kanan ditutup yang satu memakai amnion freeze-dried sedangkan yang lainnya dengan amnion segar. Luka pada punggung kiri diolesi dengan larutan Low Molecular Weight Hyaluronate 1% pada luka dan kemudian
3

ditutup dengan amnion freeze-dried. Pada ketiganya luka yang telah tertutup tersebut kemudian ditutup dengan kassa tebal yang difiksasi dengan jahitan menggunakan silk 4/0 pada punggung tikus. Semua tikus diberikan injeksi Penicillin Procain intra muskuler 100mg/kgBB sebanyak satu kali dan Asam Mefenamat sirup dengan dosis 27 mg/hari setelah sadar baik selama 3 hari. Tikus dipelihara pada kandangnya masing-masing yang berukuran sama pada ruangan yang sama dan diberi makanan dengan jenis dan jumlah yang sama menurut standar AAALAC (Association for Assessment and Accreditation for Laboratory Animal Care). Luka diamati hari ke-1, ke-3, ke-5 dan ke-7 paska cedera secara histopatologis dimana setiap pengamatan dipilih 6 ekor tikus secara acak dan setelah dikorbankan lalu diambil jaringan lukanya kira-kira hingga 0,5 cm di luar tepi luka mengikutsertakan jaringan sehat untuk pemeriksan histopatologis. Bahan jaringan luka dilipat dengan kertas saring. Diberi kode dan difiksasi dengan larutan formalin 10%. Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan pewarnaan rutin Hematoxyline-Eosin oleh Bagian Patologi Anatomi. Analisa Statistik Data Parameter yang diuji adalah Tebal epitel, Jumlah lapisan sel epitel dan Maturitas epidermis antara ketiga kelompok pada satuan waktu yang sama dan berbeda yakni hari ke-1, ke-3, ke-5 dan ke-7. Hasil pengukuran Tebal epitel dan Jumlah lapisan sel epitel akan dilakukan uji distribusi dengan tes Kolmogorov-Smirnov dilanjutkan analisis dengan uji statistik Anova jika data berdistribusi normal, dan Kruskal-Wallis jika data tidak berdistribusi normal. Hasil pengukuran Maturitas epidermis akan dilakukan analisis dengan uji statistik Kruskal-Wallis. Tingkat

kemaknaan pada penelitian digunakan adalah sebesar 0,05. HASIL Jumlah Lapisan Epitel
15 10

yang

Amnion Segar

Amnion Freezedried 0 Amnion Hari Hari Hari Hari freezeke-1 ke-3 ke-5 ke-7 dried + HA Gambar 1. Jumlah rata-rata Lapisan Epitel yang terbentuk antara kelompok perlakuan pada berbagai waktu pengamatan 5

Jumlah lapisan epitel yang terbentuk pada pengamatan hari ke-3 pada kelompok amnion segar (5,000,60 lapisan sel) dan amnion freeze-dried + LMWHA (4,890,62 lapisan sel) lebih unggul dibandingkan pada kelompok amnion freeze-dried dengan jumlah lapisan lebih sedikit yakni 3,440,27 lapisan sel (p<0,0001). Pada kelompok amnion segar tidak berbeda bermakna dengan kelompok amnion freeze-dried + LMWHA ( p>0,05). Pada pengamatan hari ke-5 kelompok amnion freeze-dried + LMWHA memiliki jumlah lapisan sel epitel yang lebih banyak namun tidak berbeda bermakna yakni 6,500,35 lapisan sel dibandingkan kelompok amnion segar (5,830,35) dan kelompok amnion freezedried ( 5,890,66) dengan nilai p=0,051. Sedangkan antara kelompok amnion segar dan kelompok amnion freeze-dried juga tidak berbeda bermakna ( p>0,05) sehingga pada pengamatan hari ke-5 dari ketiga kelompok tidak dijumpai perbedaan jumlah lapisan sel secara bermakna. Pada pengamatan hari ke-7 kelompok amnion freeze-dried + LMWHA memiliki jumlah lapisan sel epitel
4

10,500,51 yang jauh mengungguli kelompok amnion segar (8,331,46) dan kelompok amnion freeze-dried (7,610,44) dengan p<0,0001. Sementara antara kelompok amnion segar dan amnion freeze-dried tidak berbeda bermakna (Gbr.1; Tabel 1).
Tabel 1. Perbedaan jumlah lapisan epitel pada pengamatan hari ke-3, 5 dan 7 antar kelompok perlakuan
Jumlah lapisan epitel Hari ke 3 5 7 Kelompok Amnion segar 5,000,60a 5,830,35a 8,331,46a Amnion Freezedried 3,440,27b 5,890,66a 7,610,44a Amnion Freezedried + LMWHA 4,890,62a 6,500,35b 10,500,51b Harga p

Tebal Lapisan Epitel

1.5 1

Amnion Segar

Amnion Freezedried 0 Amnion Hari Hari Hari Hari freezeke-1 ke-3 ke-5 ke-7 dried + HA Gambar 2. Tebal rata-rata Lapisan Epitel yang terbentuk antara kelompok perlakuan pada berbagai waktu pengamatan 0.5

<0,0001 0,051 <0,0001

Tabel 2. Perbedaan jumlah lapisan epitel pada tiap kelompok perlakuan antar waktu pengamatan hari ke-3,5 dan 7
Jumlah lapisan epitel Hari ke 3 5 7 Kelompok Amnion segar 5,000,60a 5,830,35a 8,331,46a Amnion Freezedried 3,440,27b 5,890,66a 7,610,44a Amnion Freezedried + LMWHA 4,890,62a 6,500,35b 10,500,51b Harga p <0,0001 0,051 <0,0001

Pertambahan jumlah lapisan epitel yang terbentuk pada kelompok amnion segar pada hari ke-3 (5,000,60) dan pada hari ke-5 (5,830,35) tidak berbeda bermakna namun justru berbeda bermakna dengan hari ke-7 (8,331,46) dengan p<0,0001. Pada kelompok amnion freeze-dried pertambahan jumlah lapisan sel epitel berbeda bermakna pada tiap waktu pengamatan yakni pada hari ke-3 (3,440,27), hari ke-5 (5,890,66) dan hari ke-7 (7,610,44) dengan p<0,0001. Hal yang sama juga terjadi pada kelompok amnion freeze-dried + LMWHA dimana hari ke-3 (4,890,62) berbeda bermakna dengan hari ke-5 (6,500,35) dan juga berbeda bermakna dengan hari ke-7 (10,500,51) dengan p<0,0001 (Gbr.1; Tabel 2).

Tebal lapisan epitel yang terbentuk pada pengamatan hari ke-3 pada kelompok amnion segar lebih unggul dibandingkan kelompok amnion freeze-dried dan amnion freeze-dried + LMWHA. Pada kelompok amnion segar tebal lapisan epitel yang terbentuk adalah 0,520,1 mikrometer, berbeda bermakna dengan kelompok amnion freeze-dried + LMWHA dengan ketebalan 0,370,09 mikrometer dan kelompok amnion freee-dried dengan ketebalan 0,360,1 mikrometer (p=0,022). Ketebalan lapisan epitel antara kedua kelompok amnion freeze-dried dan amnion freeze-dried + LMWHA tidak berbeda bermakna (p>0,05) (Gbr.2; Tabel 3).
Tabel 3. Perbedaan tebal lapisan epitel pada pengamatan hari ke-3, 5 dan 7 antar kelompok perlakuan (satuan mikrometer)
Tebal lapisan epitel Hari ke 3 5 7 Kelompok Amnion segar 0,520,1a 0,530,14 0,840,25a Amnion Freezedried 0,360,1b 0,590,11 0,610,03b Amnion Freezedried + LMWHA 0,370,09b 0,630,12 1,010,11a Harga p 0,022 0,385 0,002

Pada pengamatan hari ke-5 kelompok amnion freeze-dried + LMWHA memiliki lapisan sel epitel yang lebih tebal namun tidak berbeda bermakna yakni 0,630,12 mikrometer dibandingkan kelompok amnion segar (0,530,14
5

mikrometer) dan kelompok amnion freezedried (0,590,11 mikrometer) dengan nilai p=0,385. Sedangkan antara kelompok amnion segar dan kelompok amnion freeze-dried juga tidak berbeda bermakna (p>0,05) sehingga pada pengamatan hari ke-5 dari ketiga kelompok tidak dijumpai perbedaan tebal lapisan sel yang terbentuk secara bermakna. Pada pengamatan hari ke-7 kelompok amnion freeze-dried + LMWHA memiliki ketebalan lapisan sel epitel (1,010,11 mikrometer) yang mengungguli kelompok amnion segar (0,840,25 mikrometer) dan kelompok amnion freezedried (0,610,03 mikrometer). Secara statistik ketebalan sel epitel antara kelompok amnion segar dan amnion freeze-dried + LMWHA tidak berbeda bermakna. Namun ketebalan sel epitel antara kedua kelompok ini justru berbeda bermakna dengan kelompok amnion freeze-dried dengan p=0,002. Pertambahan tebal lapisan epitel yang terbentuk pada kelompok amnion segar pada hari ke-3 (0,520,1 mikrometer) dan pada hari ke-5 (0,530,14 mikrometer) tidak berbeda bermakna namun justru berbeda bermakna dengan hari ke-7 (0,840,25 mikrometer) dengan p=0,008. Pada kelompok amnion freezedried pertambahan jumlah lapisan sel epitel berbeda bermakna pada pengamatan pada hari ke-3 (0,360,1 mikrometer) dan hari ke-5 (0,590,11 mikrometer) dengan p<0,0001. Sementara antara hari ke-5 dan hari ke-7 (0,630,12 mikrometer) tidak berbeda bermakna dengan p>0,05. Pada kelompok amnion freeze-dried + LMWHA ketebalan sel epitel yang terbentuk antara waktu pengamatan berbeda bermakna, dimana hari ke-3 (0,370,09 mikrometer) berbeda bermakna dengan hari ke-5 (0,630,12 mikrometer) dan juga berbeda bermakna dengan hari ke-7 (1,010,11

mikrometer) dengan p<0,0001 (Gbr.2; Tabel 4).


Tabel 4. Perbedaan tebal lapisan epitel pada tiap kelompok perlakuan antar waktu pengamatan hari ke-3,5 dan 7 (satuan mikrometer)
Tebal lapisan epitel Hari ke Amnion segar Amnion Freezedried Amnion Freezedried + LMWHA Waktu pengamatan hari ke 3 0,520,1a 0,360,1a 0,370,09a 5 0,530,14
a

7 0,840,25b 0,630,12b

Harga p 0,008 <0,0001

0,590,11b 0,630,12b

1,010,11c <0,0001

Maturitas epitel Pada hari pertama tidak dijumpai sel epitel sehingga tidak ada maturitas epitel yang dapat diamati. Pada hari ke-3 pada kelompok amnion segar dijumpai 50% (3 subyek) sudah mengalami maturitas lanjut, sementara pada dua kelompok lain belum dijumpai maturitas lanjut. Pada kelompok amnion freeze-dried + LMWHA dijumpai maturitas awal lebih banyak yakni 83,3% dibandingkan kelompok amnion freezedried (66,7%) dan kelompok amnion segar (33,3%).
Tabel 5. Perbedaan maturitas lapisan epitel antar kelompok perlakuan pada waktu pengamatan hari ke-1,3,5 dan 7
Tebal lapisan epitel Hari ke Amnion segar Amnion Freezedried Amnion Freezedried + LMWHA Waktu pengamatan hari ke 3 0,520,1a 0,360,1
a

5 0,530,14
a

7 0,840,25b 0,630,12
b

Harga p 0,008 <0,0001

0,590,11

0,370,09a

0,630,12b

1,010,11c <0,0001

Namun perbedaan ini secara statistik tidak bermakna. Pada hari ke-5 maturitas lanjut dijumpai pada 100% kelompok amnion segar, sementara pada kelompok amnion
6

freeze-dried dan amnion freeze-dried + LMWHA lebih kecil (66,7% dan 83,3%) meskipun perbedaan tersebut tidak signifikan. Pada hari ke-7 seluruh kelompok sudah mengalami maturitas lanjut (Tabel 5). PEMBAHASAN Penggunaan amnion segar sebagai penutup luka yang bernilai lebih dari sekedar penutup luka biologis sudah tidak diragukan lagi. Adanya growth factor yang terkandung didalamnya diyakini memberi fasilitasi lebih pada epitelialisasi dan penyembuhan luka (Koizumi et al, 2000; Wolbank et al, 2009). Dalam perkembangan selanjutnya penggunaan amnion segar untuk aplikasi klinis praktis ternyata menemui banyak hambatan. Mulai dengan ketersediaan donor amnion segar yang memenuhi syarat tertentu hingga pada penelitian terbaru tentang kemungkinan penularan infeksi yang tidak dapat dihindarkan oleh karena sifat biologis amnion segar tersebut. Sejak itulah berkembang teknik dan penelitian untuk mempreservasi amnion segar tersebut sehingga mudah disimpan dan dapat dipakai sewaktu-waktu dengan jaminan sterilitas yang memenuhi standar. Pertanyaan timbul ketika amnion tersebut diaplikasikan secara klinis dalam keadaan yang tidak segar atau dalam kondisi preservasi. Perlakuan selama preservasi ternyata terbukti merusak lapisan sel epitel membran amnion dan menurunkan kandungan bermacam substrat penting dan growth factor didalamnya (Koizumi et al ,2000; Ihsan M, 2009; Effendi R, 2009; Cooper et al, 2005; Wolbank et al, 2009) . Penelitian oleh Shay et al (2009) bahwa terdapat kandungan Hialuronat makromolekul dalam jumlah tinggi (hingga 6000 kDa) pada amnion segar

membawa pada rasa ingin tahu peneliti untuk mengkaji lebih jauh manfaat kombinasi Hialuronat tipe low molecular weight (LMW) secara topikal dan amnion yang dipreservasi freeze-dried secara klinis terhadap epitelialisasi luka superfisial dengan pembanding amnion segar dan amnion freeze-dried pada individu tikus putih. Pemilihan hialuronat LMW untuk dikombinasikan dengan amnion freezedried pada penelitian ini karena mengacu pada studi literatur bahwa justru hialuronat LMW yang merupakan degradasi dari Hialuronat makromolekul yang terbukti pada penelitian invitro memacu epitelialisasi secara langsung pada sel epitel kulit (keratinosit) melalui reseptor CD44 dan RHAMM, maupun secara tidak langsung melalui peningkatan produksi beberapa growth factor oleh makrofag yang terdapat pada bed luka. Pada pengamatan hari pertama nampak belum dijumpai adanya pembentukan epitel pada semua kelompok. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian (Papakonstantinou E et al,1998; West DC et al,2001; Philips GO et al,2002) bahwa efek inisial Hialuronat LMW yang memacu angiogenesis pada matriks dermal itu sendiri mulai terdeteksi pada hari ke-2 sejak pemberian dan berlangsung hingga delapan hari setelahnya. Pada kelompok amnion segar adanya kandungan Hialuronat makromolekul justru pada fase awal menghambat proliferasi sel epitel, endotel dan makrofag ditandai oleh tingginya kadar TIMP. Hal ini menurunkan (memoderasi) fase radang akut yang terjadi dimana dominasi sel radang PMN lebih nampak dibanding sel radang mononuklear (Shay et al,2009; Koh J et al,2005). Adanya kandungan growth factor terutama Epithelial Growth factor (EGF), Keratinocyte Growth factor (KGF), dan Hepatocyte Growth factor (HGF) yang terkandung secara inert menurut Koizumi
7

etal(2001) dipercaya memacu epitelialisasi secara langsung tanpa diperantarai oleh makrofag meskipun belum tampak pada hari pertama. Pada pengamatan hari ke-3 pembentukan sel epitel mulai dapat diamati pada semua kelompok. Pada kelompok amnion segar tampak jumlah lapisan sel epitel (5,000,60) dan ketebalan lapisan epitel (0,520,1) lebih unggul bermakna dibandingkan kelompok amnion freeze-dried ( jumlah lapisan sel 3,440,27, ketebalan 0,360,1). Pada kelompok kombinasi amnion freeze-dried dan Hialuronat LMW jumlah lapisan sel tidak berbeda bermakna (4,890,62 vs 5,000,60) dengan kelompok amnion segar namun ketebalan lapisan lebih unggul pada kelompok amnion segar (0,370,09 vs 0,520,1). Hal ini disebabkan hialuronat makromolekul yang terdapat pada amnion segar pada umumnya bersifat sebagai molekul pengisi ruang (space filling molecules) pada matriks interstitial dermis dan sel-sel epitel (Sakai et al,2000). Hialuronat memiliki kemampuan mengikat air yang tinggi dan berperan sebagai shockabsorbents terhadap trauma dari luar, disamping itu kemampuan memperbaiki hemidesmosom dan desmosom pada ruang interstitial yang mulai tampak pada hari ke-3 (ChungJH et al, 1998; Plopper G, 2008). Hal ini menyebabkan ketebalan lapisan epitel pada kelompok amnion segar lebih nyata. Peningkatan kadar hialuronat makromolekul ini akan mencapai puncak pada hari ke-3 atau ke-4 dan berangsurangsur menurun oleh karena proses degradasi (Asari A et al, 1996; West DC et al,2001). Mitosis sel epitel basal yang terjadi pada kelompok amnion segar lebih disebabkan adanya pengaruh langsung growth factor yang terkandung inert di dalamnya. EGF dan TGF terbukti memacu proliferasi dan diferensiasi sel epitel, meningkatkan ketebalan lapisan

epitel dan maturasinya (Seppanen SP et al,2003). Pada kelompok amnion freezedried pengaruh growth factor terhadap mitosis lebih kecil dikarenakan menurunnya kadar growth factor akibat preservasi. Sedangkan pada kelompok kombinasi amnion freeze-dried + hialuronat LMW mitosis yang terjadi disebabkan efek kombinasi antara growth factor yang kadarnya menurun dan efek langsung hialuronat LMW pada reseptor CD44 dan RHAMM pada sel epitel dan endotel. Penambahan hialuronat LMW pada hari ke-3 terbukti memacu mitosis sel keratinosit melebihi aplikasi tunggal amnion freeze-dried dan menyerupai epitelialisasi pada amnion segar meskipun dengan ketebalan lapisan sel yang berbeda bermakna. Pada pengamatan hari ke-5 tampak bahwa perubahan ketebalan maupun jumlah lapisan sel epitel yang terbentuk pada kelompok amnion segar tidak berbeda bermakna dengan hari ke-3 (jumlah lapisan sel : 5,830,35 vs 5,000,60 ; tebal lapisan : 0,530,14 vs 0,520,1). Pada kelompok kombinasi amnion freeze-dried + hialuronat LMW justru terjadi peningkatan ketebalan maupun jumlah lapisan sel epitel secara bermakna dibandingkan hari ke-3 ( jumlah lapisan sel : 6,500,35 vs 4,890,62 ; tebal lapisan : 0,630,12 vs 0,370,09). Demikian juga pada kelompok amnion freeze-dried ( jumlah lapisan sel : 5,890,66 vs 3,440,27 ; tebal lapisan : 0,590,11 vs 0,360,1). Perbandingan jumlah lapisan epitel pada ketiga kelompok menunjukkan bahwa pada hari ke-5 kelompok kombinasi amnion freezedried + hialuronat LMW lebih unggul secara signifikan dibandingkan kedua kelompok yang lain (6,500,35 vs 5,890,66 vs 5,830,35) sementara perbandingan tebal lapisan epitel pada kelompok kombinasi amnion freeze-dried
8

+hialuronat LMW lebih unggul dibandingkan kedua kelompok lain namun tidak signifikan (0,630,12 vs 0,590,11 vs 0,530,14). Pada kelompok amnion segar tampak bahwa kadar hialuronat makromolekul yang telah mencapai puncak melakukan inhibisi pada aktivitas proliferasi sel basal keratinosit dan makrofag melalui TIMP sehingga penambahan jumlah sel epitel menurun dan mulai terjadi degradasi hialuronat makromolekul untuk menjadi molekul yang lebih kecil (low molecular weight) yang siap untuk melakukan aktivasi lanjutan pada sel epitel, endotel dan fibroblas (West DC et al,2001; Jenkins RH et al,2005; Koh J et al,2003). Sementara pada kelompok kombinasi amnion freezedried + hialuronat LMW telah terjadi aktivasi sejak lebih awal dimana justru degradasi hialuronat makromolekul yang ada pada luka terjadi lebih ekstensif akibat penambahan hialuronat LMW dan terjadi penurunan kadar TIMP (West DC et al,2001; Philips GO et al,2002). Pada pengamatan hari ke-7 nampak bahwa jumlah lapisan epitel yang terbentuk bertambah secara bermakna pada semua kelompok dibandingkan pada hari ke-5. Namun dari kelompok kombinasi amnion freeze-dried + hialuronat LMW jumlah lapisan sel yang terbentuk lebih banyak secara signifikan dibandingkan kedua kelompok lain (10,500,51 vs 7,610,44 vs 8,331,46). Pertambahan ketebalan lapisan epitel yang terbentuk pada hari ke-7 juga berbeda bermakna dibandingkan pada hari ke-5 kecuali pada kelompok amnion freeze-dried. Ketebalan lapisan epitel yang terbentuk pada kelompok kombinasi amnion freeze-dried tidak berbeda signifikan dibandingkan kelompok amnion segar (1,010,11 vs 0,840,25) namun berbeda signifikan dengan ketebalan lapisan epitel pada kelompok amnion freeze-dried

(0,610,03). Secara keseluruhan pada kelompok kombinasi amnion freeze-dried + hialuronat LMW proses epitelialisasi baik dalam pertambahan jumlah lapisan epitel maupun ketebalan lapisan epitel berjalan secara curvilienar. Sementara pada kelompok amnion segar dan amnion freeze-dried terdapat fase plateau. Pada kelompok amnion segar terjadi antara hari ke-3 dan ke-5 dimana terjadi efek inhibisi pada sel keratinosit, endotel dan makrofag akibat hialuronat makromolekul melalui TIMP yang mencapai puncak pada hari ke3 dan ke-4 dan kemudian terdegradasi secara bertahap menjadi bentuk LMW yang mengubah efek inhibisi menjadi aktivasi kembali sel keratinosit, fibroblas dan makrofag disertai penurunan kadar TIMP secara drastis. Aktivasi LMW dikatakan secara spesifik memperbaiki struktur hemidesmosom dan desmosom pada matriks interseluler sel keratinosit lebih dini (Chung JH et al, 1998; Asari A et al,1996). Struktur hemidesmosom dan desmosom pada lapisan epitel ini terbukti membentuk integritas struktur sel epitel yang saling berikatan kuat dan menjaga lapisan epitel yang terbentuk tahan terhadap trauma (Plopper G, 2008). Pada kelompok amnion freeze-dried fase plateau terjadi pada penambahan tebal epitel antara hari ke-5 dan ke-7. Hal ini dapat dipahami karena minimnya kadar hialuronat yang ada pada amnion freeze-dried sehingga lebih terbatas kemampuan pembentukan struktur matriks interseluler yang kaya desmosom dan hemidesmosom dan kemampuan mengikat air di ruang interstitial. Maturitas epitel yang nampak pada pengamatan hari ke-3 menunjukkan bahwa kelompok amnion segar lebih unggul dimana 50% sudah mencapai maturitas lanjut dengan lebih dari satu lapis keratin yang terbentuk, sementara pada kelompok amnion freeze-dried dan kelompok
9

kombinasi amnion freeze-dried+ hialuronat LMW hanya terbentuk maturitas awal dan immatur. Maturitas epitel yang lanjut pada hari ke-5 pada kelompok amnion segar mencapai 100% , sementara hanya didapatkan 83,3% pada kelompok kombinasi amnion freeze-dried + hialuronat LMW dan 66,7% pada kelompok amnion freeze-dried. Maturitas lanjut dijumpai 100% pada semua kelompok pada pengamatan hari ke-7. Maturitas lanjut yang ditandai lapisan keratin yang lebih dari selapis menunjukkan bahwa lapisan epitel yang terbentuk lebih tahan terhadap trauma (Gawkrodger DJ, 2003; Sterry W et al, 2006). Meskipun perbedaan antara kelompok tidak signifikan, kecenderungan percepatan diferensiasi dan maturitas sel epitel pada kelompok amnion segar patut diduga akibat kerja growth factor terutama EGF dan TGF yang terkandung dalam amnion segar yang bekerja langsung pada sel keratinosit sejak awal karena profil demikian tidak dijumpai pada kelompok amnion freeze-dried meskipun dengan penambahan hialuronat LMW.

Amniotic Epithelial Cell after Transplantation Into Volunteers, Lancet,7,p.1003-1005 Andonovska D, Dzokic G, Spasevska L, Trajkovska T, Popovska K & Todorov I. 2008, The Advantages of the Application of Amnion Membrane in the treatment of Burns, Sec Biol Med Sci, 1, p.183198 Arya KS, Aggarwal M & Chander J. 2009, Comparative evaluation of Amniotic Membrane Transplantation with conventional medical treatment vs conventional medical treatment alone in Suppurative Keratitis. J Ophtalmol Vis Sci,6,p.25 Asari A, Morita M, Sekiguchi T, Okamura K, Horie K, Miyauchi S. 1996, Hyaluronan, CD44 and Fibronectin in rabbit corneal epithelial wound healing. Jpn J Ophtalmol, 40(1), p.18-25 Brown TJ, Alcorn D & Fraser RE. 1999, Absorption of Hyaluronan applied to the surface of intact skin. J Invest Dermatol, 113, p.740-746 Camenish TD & McDonald JA. 2000, Hyaluronan: is Bigger Better? Am J Respir.Cell Mol.Biol,23, p.431-433 Chung JH, Kim WK, Lee JS, Pae YS & Kim HJ. 1998, Effect of Topical Na-Hyaluronan on Hemidesmosome Formation in n-heptanol induced corneal injury. Journal of Ophtalmic Research, 30 ,p.96-100 Chung JH, Park YK & Paek SM. 1999, Effect of Na-Hyaluronan on Stromal and Endothelial Healing in Experimental Corneal Alkali Wound. J Ophthalmic Res, 31, p.432-439 Cooper LJ, Kinoshita S & German M. 2005, An Investigation into Compilation of Amniotic Membrane used for Ocular Surface Reconstruction. Cornea, 24, p.722-729 Dali R & Noer MS. 2001, Perbandingan Pemakaian Amnion dan Tulle pada Epitelialisasi Luka Superfisial. Penelitian Eksperimental Laboratoris. Lab/SMF.Bedah Plastik RSUD Dr.Soetomo ,Surabaya. Donoqhue JM. 1997, Calcium alginate dressings promote healing of split skin graft donor sites. Acta Chir Plast, 32(2), p.53-55

Kesimpulan
Perawatan luka superfisial pada tikus putih dengan kombinasi amnion freeze-dried dan topikal hialuronat low molecular weight memberikan kecepatan epitelialisasi yang lebih unggul dibandingkan dengan perawatan tunggal dengan amnion freezedried pada hari ke-3, ke-5 dan ke-7. Sementara dibandingkan amnion segar memberikan kecepatan epitelialisasi sedikit inferior pada hari ke-3, namun unggul pada hari ke-5 dan ke-7.
Daftar Pustaka Akle CA, Adinolfi M, Welsh KI, Leibowitz S & McColl I. 1981, Immunogenicity of Human

10

Effendi R. 2009, Perbedaan Kadar EGF pada Membran Amnion Tanpa Preservasi dan dengan Kriopresevasi. Koleksi Literatur Pusat Biomaterial / Bank Jaringan RSUD Dr.Soetomo, Surabaya. Ferdiansyah. 2001, Standard produksi Biomaterial. In The 1st Indonesia Tissue Bank Scientific Meeting and Workshop on Biomaterial Application, Surabaya, p.19-24 Fraser JRE, Laurent TC & Laurent UBG. 1997, Hyaluronan : its nature, distribution, functions & turnover. Journal of Internal Medicine, 242, p.2733 Gajiwala K, Gajiwala AL. 2003, Use of Banked Tissue in Plastic Surgery. Cell Tissue Banking, 4, p.141-146 Gariboldi S, Pallazo M & Zanobbio L. 2008, Low Molecular Weight Hyaluronic Acid increases the Self-Defense of Skin Epithelium by Induction of Beta-Defensin 2 via TLR2 and TLR4. J Immunology,181, p.2103-2110 Gawkrodger DJ. 2003, Dermatology. Churchill Livingstone, England, p.2-5 Gomes JAP, Amankwah R, Richards AP & Dua HS. 2004, Sodium Hyaluronate (Hyaluronic Acid) promotes migration of Human Corneal Epithelial Cells in vitro. British Journal of Ophtalmology, 88, p.821-825 Gruss JS & Jirsch WD. 1978, Human Amniotic Membrane : a Versatile Wound Dressing. Canadian Med Ass J, 118, p.1237-1246 Guneri EA, Tekin S, Osman Y, Esra O, Kemal ET & Omer A. 2003, The Effects of Hyaluronic Acid , Epidermal Growth Factor and Mitomycin in an experimental model of Acute Tympanic Membrane Perforation. Journal of Otology & Neurology, 24, p.371-376 Hamann KJ, Dowling TL, Neeley SP, Grant JA & Leff AR. 1995, Hyaluronic Acid enhances cell proliferation during eosinopoiesis through the CD44 surface antigen. Journal of Immunology,154, p.4073-4080 Hartanto D. 2004, Daya guna klinis membran amnion sebagai bahan bridge pada penutupan perforasi membran timpani permanen secara konservatif. Program PascaSarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Heimbach DM & Bozarth J. 2006, Acute Burn Nutrition In : Burn Surgery : Reconstruction and Rehabilitation. 1sted. Elsevier , Philadelpia USA, p.77 Hermawan D. 2009, Perbedaan Kadar TGF 2 Aktif dan Total pada Membran Amnion Segar dan dengan Kriopreservasi. Koleksi Literatur Pusat Biomaterial / Bank Jaringan RSUD Dr.Soetomo, Surabaya. Ihsan M. 2009, Perbedaan Kadar EGF pada Membran Amnion Segar dan Membran Amnion Kering Beku (Freeze-Dried), Koleksi Literatur Pusat Biomaterial / Bank Jaringan RSUD Dr.Soetomo, Surabaya. Jenkins RH, Williams JD & Steadman R. 2005, Fibroblasts Transformed to a Wound Healing Phenotype Accumulate a Hyaluronan-Rich Extracellular Matrix Through Reduced Degradation. European Cells and Materials,10,p.69-71 King SR & Hickerson WL. 1991, Beneficial actions of Exogenous Hyaluronic Acid on Wound Healing. Surgery,109,p.76-84 Knipe C, Gabehart K, Zieger M & Sood R. 2006, Acute Nursing Management In : Burn Surgery : Reconstruction and Rehabilitation. 1sted. Elsevier, Philadelpia USA, p.102 Koizumi N, Inatomi T, Sotozono C, Fullwood NJ, Quantock AJ & Kinoshita S. 2000, Growth Factors mRNA and protein in preserved human amniotic membrane. J Current Eye Research, 20(3),p.173177 Koh J, In Y, Kim K, Oh W, Wee W, Lee J, et al. 2005, The anti-angiogenic effect of Transplanted Amnion Membrane on Alkali burn Models. J Invest Ophtalmol Vis Sci, 46, p.12-17 Kumar P. 2008, Classification of Skin Substitute. Burns, 34, p.148-149 Lo V & Pope E. 2009, Amniotic Membrane use in Dermatology. Int J Dermatol, 48, p.935-940 Ludwik K & Branski. 2008, Amnion in the treatment of Pediatric Partial Thickness Facial Burns. Burns, 34 ,p.393-399

11

Medleau L, Hnilica KA. 2006. Small Animal Dermatology. 2nd ed. Saunders-Elsevier, Missiouri USA, p.7) Nakamura T, Yoshitani M, Rigby H & Fullwood NJ. 2004, Sterilised, Freeze-Dried Amniotic Membrane : a useful substrate for ocular surface reconstruction. J Invest Ophthalmol Vis Sci,45,9399 Noer MS. 2001, Aplikasi Klinis Biomaterial di Bidang Bedah Plastik In : The 1st Indonesian Tissue Bank Scientific Meeting & Workshop on Biomaterial Application. The Proceedings. Surabaya, p.57-64 OhkawaraY, Tamura G, Iwasaki T & Tanaka A. 2000, Activation and TGF Production in Eosinophils by Hyaluronan. Am J Resp Cell Mol Biol, 23, p.444-451 Ozgenel GY. 2004, The Effect of a Combination of Hyaluronic Acid and Amniotic Membrane on the formation of Peritendinous Adhesion after Flexor Tendon Surgery in Chickens. J Bone Joint Surgery, 86, p.301-307 Padmani RD & Perdanakusuma DS. 2008, Perbandingan Efektifitas Pemakaian Hemicellulose Dressing dengan Calcium Sodium Alginate, Amnion dan Tulle pada Luka Donor Split Thickness Skin Graft. Lab/SMF Ilmu Bedah Plastik RSUD Dr.Soetomo, Surabaya. Papakonstantinou E, Karakiulakis G, Eickelberg O, Perruchoud AP, Block LH & Roth M. 1998, A 340 kDa Hyaluronic Acid secreted by human vascular smooth muscle cells regulates their proliferation and migration. Glycobiology, 8, p.821-830 Pasaribu IA, Hoesin RG & Suhendro G. 2009, Pengaruh Kriopreservasi -80C terhadap Kadar basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) pada Membran Amnion. Koleksi Literatur Pusat Biomaterial / Bank Jaringan RSUD Dr.Soetomo, Surabaya. Philips GO, Kennedy JF & Williams PA. 2002, Hyaluronan. Woodhead Publishing, Cambridge England, p.133-511 Plopper G. 2008. The Extra Cellular Matrix and Cell Adhesion in Cells, 2nd ed,15, Jones and Bartleu Publishers USA, p.1-24

Pruitt BA & Levine NS. 1984, Characteristics and Uses of Biological Dressings and Skin Substitutes. Arch Surg, 119, p.312-322 Rossler A & Szalkay HH. 2003, Hyaluronan fragments : an Information-Carrying System. Horm Metab Res, 35, p.67-68 Sakai S, Yasuda R, Sayo T & Ishikawa O. 2000, Hyaluronan exists in the Normal Stratum Corneum. J Invest Dermatol, 114, p.1184-1187 Saputro ID & Noer MS. 2001, Aplikasi Amnion pada Perawatan Luka Bakar derajat II Superfisial di Lab/SMF.Bedah Plastik RSUD Dr.Soetomo , Karya Akhir Penelitian. Lab/SMF.Bedah Plastik RSUD Dr.Soetomo, Surabaya Seppanen SP, Karvinan S, Torronan K, Hyttinen JMT, Jokela T, Lammi MJ, et al. 2003, EGF upregulates whereas TGF downregulates the Hyaluronan Synthases Has2 and Has3 in Organotypic Keratinocyte Cultures : Correlation with Epidermal Proliferation and Differentiation. J Invest Dermatol, 120,p.1038-1044 Shay E, He H & Zhang S. 2009, Hyaluronan Complex purified from Human Amniotic Membrane Extract inhibits proliferation of Endothelial Cells and Macrophage. J Invest Ophthalmol Vis Sci, 50, p.5560-5562 Singh R, Purohit S & Chacharkar MP. 2007, Microbiological Safety and Clinical Efficacy of Radiation Sterilized Amniotic Membrane for Treatment of Second Degree Burns. Burns, 33, p.505-510 SriSubekti E, Yogiantoro D & Suhendro G. 2009, The Difference of TGF 2 Concentration between Fresh Amniotic Membrane and Freeze-Dried Amniotic Membrane. Koleksi Literatur Pusat Biomaterial / Bank Jaringan RSUD Dr.Soetomo, Surabaya. Sterry W, Paus R & Burgdorf W. 2006, Dermatology. Thieme Verlag, German, p.1-12 Talmi YP, Finkelstein Y & Zohar Y. 1990, Use of Human Amniotic Membrane as a Biological Dressing. Eur J Plast Surg, 13, p.160-162 Tammi RR, Sanna PS, Elina K & Tammi. 2005, Hyaluronan Synthase Induction and Hyaluronan Accumulation in Mouse Epidermis Following Skin Injury, J Invest Dermatol, 124,p.898 905

12

Thomasen H, Pauklin M, Steuhl KP & Meller D. 2009, Comparison of Cryopreseved and FreezeDried Amniotic Membrane for ophthalmologic applications, J Investigative Ophtalmology and Visual Science, 50, p.1792-1795 Tredget EE, Scot PG & Ghahary A. 2006, Dermal Proliferative disorders following thermal injury: the molecular & cellular basis for therapy In : Burn Surgery : Reconstruction and Rehabilitation. 1sted. Elsevier, Philadelpia USA, p.27-43 West DC & Fan TPD. 2001, Low Molecular Weight Hyaluronan Oligosaccharides Promotes Wound Repair. Its size-dependent regulation of angiogenesis In: The New Angiotherapy 1st ed. Humana Press, England, p.177-184 Wolbank S, Hildner F, Redl H, Griensven MV & Gabriel C. 2009, Impact of human amniotic membrane preparation on release of angiogenic factor. J Tissue Engineering and Regenerative medicine, 3, p.651-654 Yoneda M, Yamagata M & Suzuki S. 1988, Hyaluronic Acid modulates proliferation of mouse dermal fibroblast in culture. J Cell Sci, 90, p.265273 Yoneda M, Yamagata M & Suzuki S. 1988, Hyaluronic acid-dependent change in extracellular matrix of mouse dermal fibroblast that is conducive to cell proliferation. J Cell Sci, 90, p.275-286 Young DM. 2006, Burn and Electrical Injury In: Mathes Plastic Surgery Vol.I. 2nd ed. SaundersElsevier, Philadelphia USA, p.817

13

Você também pode gostar