Você está na página 1de 20

HUKUM AGRARIA PERALIHAN HAK ATAS TANAH

DISUSUN OLEH: Anindya Anugrah (110110110273) Firza Pratama (110110110276) Lulu Nurbany (110110110269) Hafizhah Kurniaputri (110110110291) Sherin Fatima (110110110262) Teguh Septian (110110110264) Galura Wirayudanto (110110110 Raditya Agung (110110110 Mahesa Wong Anabrang (110110110247) Debbie Damayanti (110110110

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah memberikan kelancaran dan kemudahan untuk menyusun makalah kami. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat serta salam kami limpahkan pula kepada junjungan kita nabi besar Muhammad saw., kepada para sahabatnya, dan kita sebagai umatnya sampai akhir zaman. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen kami, Ibu yang senantiasa memberikan pengajaran dalam mata kuliah Hukum Agrariatanpa lelahnya terhadap penulis, khususnya mahasiswa Kelas D Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran tahun ajaran 2011. Makalah ini disusun unuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Agraria. Kami penulis dengan adanya makalah ini mudah-mudahan bisa bermanfaat, dan dapat dijadikan acuan dalam memahami perihal peralihan hak atas tanah. Sesungguhnya tidak ada segala sesuatu yang sempurna di dunia ini, maka makalah ini pun tentu ada kekurangannya. Maka, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar pembuatan makalah berikutnya agar lebih bermanfaat.

Bandung, 20 November 2012

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG B. IDENTIFIKASI MASALAH BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB III PEMBAHASAN BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tanah merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup baik manusia, hewan, atau tumbuh-tumbuhan. Manusia hidup dan tinggal diatas tanah dan memanfaatkan tanah untuk sumber kehidupan dengan menanam tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan makanan. Mengingat begitu pentingnya tanah karena dapat menghasilkan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi orang banyak maka perlu diatur oleh pemerintah. Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3. Negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan UUD 1945 adalah Negara Kesatuan (konstitusional) yang memberikan jaminan dan memberikan perlindungan atas hak-hak warga negara, antara lain hak warga Negara untuk mendapatkan, mempunyai, dan menikmati hak milik. Hak milik atas tanah sebagai salah satu jenis hak milik, sangat penting bagi Negara, bangsa, dan rakyat Indonesia sebagai masyarakat agraris yang sedang membangun ke arah perkembangan industri dan lain-lain. Akan tetapi kepemilikan hak atas tanah itu sendiri dapat dialihkan. Maka kelompok kami disini akan membahas mengenai Peralihan Hak Atas Tanah

B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan hak atas tanah? 2. Apa yang dimaksud dengan peralihan hak atas tanah? 3. Bagaimana dengan peralihan hak atas tanah karena jual beli tanah?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam Hukum Agraria Nasional membagi hak-hak atas tanah dalam dua bentuk, yaitu : 1. Hak-hak atas tanah yang bersifat primer Yaitu hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh seorang atau badan hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat dipindah-tangankan kepada orang lain atau ahli warisnya. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (lebih lanjut disingkat dengan UUPA) terdapat beberapa hak atas tanah yang bersifat primer, yaitu : a. Hak Milik atas tanah; b. Hak Guna Usaha; c. Hak Guna Bangunan; d. Hak Pakai 2. Hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder Yaitu hak-hak atas tanah yang bersifat sementara. Dikatakan bersifat sementara, karena hak-hak tersebut dinikmati dalam waktu terbatas, dan hakhak itu dimiliki oleh orang lain. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 53 UUPA yang mengatur mengenai hak-hak atas tanah yang bersifat sementara, yaitu : a. Hak Gadai; b. Hak Usaha Bagi Hasil; c. Hak Menumpang; d. Hak Menyewa atas Tanah Pertanian. Peralihan hak atas tanah dapat terjadi dikarenakan: 1. Pewarisan tanpa wasiat Menurut hukum perdata, jika pemegang sesuatu hak atas tanah meninggal dunia, hak tersebut karena hukum beralih kepada ahliwarisnya. Peralihan tersebut kepada ahliwaris, yaitu siapa-siapa

yang

termasuk

ahliwaris,

berapa

bagian

masing-masing

dan

bagaimana cara pembagiannya,diatur oleh Hukum Waris almarhum pemegang hak yang bersangkutan, bukan oleh Hukum Tanah. Hukum Tanah memberikan ketentuan mengenai penguasaan tanah yang berasal dari warisan dan hal-hal mengenai pemberian surat tanda bukti pemilikannya oleh para ahliwaris. Menurut ketentuan Pasal 61 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan yang diajukan dalam waktu enam bulan sejak tanggal meninggalnya pewaris, tidak dipungut biaya pendaftaran. 2. Pemindahan hak Berbeda dengan beralihnya hak atas tanah karena pewarisan tanpa wasiat yang terjadi karena hukum dengan meninggalnya pemegang hak,dalam perbuatan hukum pemindahan hak, hak atas tanah yang bersangkutan sengaja dialihkan kepada pihak lain. Bentuk pemindahan haknya bisa dikarenakan : a. Jual-Beli, b. Tukar-menukar, c. Hibah, d. Pemberian menurut adat, e. Pemasukan dalam perusahaan atau inbreng dan f. Hibah-wasiat atau legaat

BAB III PEMBAHASAN

2.1. Hak Atas Tanah dan Peralihan Hak Atas Tanah Tanah merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup baik manusia, hewan, atau tumbuh-tumbuhan. Manusia hidup dan tinggal diatas tanah dan memanfaatkan tanah untuk sumber kehidupan dengan menanam tumbuhtumbuhan yang menghasilkan makanan. Mengingat begitu pentingnya tanah karena dapat menghasilkan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi orang banyak maka perlu diatur oleh pemerintah. Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3 berbunyi : Bumi dan air dan kekayaan alam y ang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, sudah semestinya pemanfaatan fungsi bumi dan air, dan dan kekayaan yang terkandung di dalamnya adalah ditujukan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Hak menguasai dari Negara memberi wewenang untuk : 1) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,

persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. 2) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa. 3) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dengan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Berdasarkan hak menguasai oleh Negara sebagaimana di atas dan mengingat begitu pentingnya tanah bagi manusia, maka penguasaan atas tanah diatur UUPA ( Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang pokok-pokok agraria ) yang kemudian ditentukan macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orangorang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain

serta badan hukum. Hak-hak Atas Tanah dimaksud memberi kewenangan untuk mempergunakan tanah, bumi dan air serta ruang angkasa yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan

penggunaan tanah itu sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Selain Hak-hak Atas Tanah juga ditentukan Hak-hak atas air dan ruang angkasa. Dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria Pasal 16 ayat 1 menyebutkan : (1) Hak hak atas tanah ialah a. Hak Milik, b. Hak Guna Usaha, c. Hak Guna Bangunan, d. Hak Pakai, e. Hak Sewa, f. Hak Membuka Tanah, g. Hak Memungut Hasil Hutan, h. Hak hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang undang serta hak hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53 . Saat ini tanah bagi masyarakat merupakan harta kekayaan yang memiliki nilai jual yang tinggi karena fungsinya sebagai sumber kehidupan masyarakat, sehingga setiap jengkal tanah dipertahankan hinnga akhir hayat. Saat ini pembangunan di segala bidang terus dilakukan oleh Bangsa Indonesia. Dengan demikian fungsi tanahpun mengalami perkembangan sehingga kebutuhan masyarakat akan hak atas tanah juga terus mengalami perkembangan. Jumlah tanah yang tetap dan kebutuhan akan tanah yang semakin meningkat karena pertumbuhan penduduk di Indonesia yang sangat tinggi membuat tidak seimbangnya antara persediaan tanah dengan kebutuhan tanah itu dapat memicu timbulnya berbagai macam permasalahan. Kegiatan pembangunan yang memerlukan tanah sebagai media dengan dilaksanakan oleh pemerintah melalui pembebasan tanah serta pertumbuhan

penduduk yang sangat tinggi di Indonesia membuat tingginya kegiatan peralihan hak atas tanah. Pemegang hak atas tanah saat ini bukanlah pemegang hak atas tanah yang pertama. Akibatnya baik pemerintah maupun masyarakat ketika membutuhkan sebidang tanah untuk memenuhi

kebutuhannya memerlukan kepastian mengenai siapa sebenarnya pemilik bidang tanah tersebut. Untuk memperoleh suatu hak atas tanah, tiap-tiap orang atau individu dapat memperoleh hak atas tanah dengan memohonkan tanah yang dapat berstatus Tanah Negara atau Tanah Hak Pengelolaan di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Apabila tanah yang dimohonkan sudah bersertipikat maka dilakukan peralihan hak atas tanah. Peralihan hak atas tanah merupakan suatu perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak dari satu pihak ke pihak lain. Salah satu contoh dari peralihan hak atas tanah adalah melalui Hibah. Hibah yaitu suatu persetujuan dalam mana suatu pihak berdasarkan atas kemurahan hati, perjanjian dalam hidupnya memberikan hak milik atas suatu barang kepada pihak kedua secara percuma dan yang tidak dapat ditarik kembali, sedangkan pihak kedua menerima baik penghibahan ini. Salah satu contoh hak atas tanah yang dapat dialihkan melalui hibah adalah Hak Milik. Hak Milik yaitu hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat bahwa hak itu mempunyai fungsi sosial. Apabila sudah dilakukan peralihan hak atas tanah maka harus segera didaftarkan tanahnya di Kantor Pertanahan atau yang biasa disebut dengan pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah yang dimaksud adalah pemeliharaan data pendaftaran tanah yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran tanah, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah, dan sertipikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian. Perubahan data yuridis bisa mengenai haknya, yaitu berakhir jangka waktu berlakunya, dibatalkan, dicabut atau dibebani hak lain. Perubahan juga bisa mengenai pemegang haknya, yaitu jika terjadi pewarisan, pemindahan hak/peralihan hak, atau penggantian nama. Dengan pendaftaran peralihan hak atas tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota maka masyarakat yang melakukan pendaftaran tanah tersebut akan

mendapat jaminan kepastian hukum mengenai pemilik tanah setelah diadakannya kegiatan peralihan hak atas tanah tersebut yang akan diperoleh dengan Sertipikat baru dengan data yuridis yang baru/nama pemilik hak yang baru. Jaminan kepastian hukum yang dimaksud disini adalah : 1) Kepastian hukum mengenai orang atau badan hukum yang menjadi pemilik hak atas tanah. Kepastian mengenai siapa yang memiliki sebidang tanah atau subyek hak. 2) Kepastian hukum bidang tanah yang dimilikinya. Hal ini menyangkut letak, batas, dan luas bidang tanah atau obyek hak. 3) Kepastian hukum mengenai hak atas tanah. Peralihan hak atas tanah, yang dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang. Dengan demikian berarti setiap peralihan hak milik atas tanah, yang dilakukan dalam bentuk jual beli, tukar menukar atau hibah harus dibuat di hadapan PPAT. Jual beli, tukar menukar atau hibah ini dalam konsepsi hukum adat adalah suatu perbuatan hukum yang bersifat terang dan tunai. Dengan terang dimaksudkan bahwa perbuatan hukum tersebut harus dibuat di hadapan pejabat yang berwenang yang menyaksikan dilaksanakan atau dibuatnya perbuatan hukum tersebut. Sedangkan dengan tunai diartikan bahwa dengan selesainya perbuatan hukum dihadapan PPAT berarti pula selesainya tindakan hukum yang dilakukan dengan segala akibat hukumnya. Ini berarti perbuatan hukum tersebut tidak dapat dibatalkan kembali, kecuali terdapat cacat cela secara substansi mengenai hak atas tanah (hak milik) yang dialihkan tersebut, atau cacat mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak atas bidang tanah tersebut. Dengan demikian berarti, agar peralihan hak atas tanah, dan khususnya hak milik atas tanah tersebut dapat terselenggara secara benar, maka seorang PPAT yang akan membuat peralihan hak atas tanah harus memastikan kebenaran mengenai hak atas tanah (hak milik) tersebut, dan

mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak dari mereka yang akan mengalihkan dan menerima pengalihan hak atas tanah tersebut.

Sehubungan dengan obyek hak atas tanah yang dipindahkan PPAT harus memeriksa kebenaran dari dokumen-dokumen: a. mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun, sertifikat asli hak yang bersangkutan. Dalam hal serifikat tidak diserahkan atau sertifikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftardaftar yang ada di Kantor Pertanahan; atau b. mengenai bidang tanah yang belum terdaftar: - surat bukti yang membuktikan hak atas tanah yang lama yang belum dikonversi atau surat keterangan Kepala Desa/ Kelurahan yang

menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut dengan itikad baik, dan tidak pernah ada permasalahan yang timbul sehubungan dengan penguasaan tanahnya tersebut; dan - surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertifikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/ Kelurahan; dan dalam hal surat tersebut tidak dapat diserahkan maka PPAT wajib menolak membuat akta pemindahan hak atas tanah tersebut termasuk hak milik atas tanah yang akan dialihkan tersebut.

2.2. Peralihan Hak Atas Tanah karena Jual Beli Tanah Peralihan atau pemindahan hak adalah suatu perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak dari suatu pihak ke pihak lain. Berbeda dengan dialihkannya suatu hak, maka dengan dialihkannya suatu hak menunjukkan adanya suatu perbuatan hukum yang disengaja dilakukan oleh satu pihak dengan maksud memindahkan hak miliknya kepada orang lain. Dengan demikian pemindahannya hak milik tersebut diketahui atau diinginkan oleh pihak yang melakukan perjanjian peralihan hak atas tanah. Secara umum terjadinya peralihan hak atas tanah itu dapat disebabkan oleh berbagai perbuatan hukum antara lain: a. Jual beli

b. Tukar menukar c. Hibah d. Pemasukan dalam perusahaan e. Pembagian hak bersama f. Pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik g. Pemberian hak tanggungan h. Pemberian kuasa pembebanan hak tanggungan Sebelum melakukan peralihan hak atas tanah, antara kedua pihak terlebih dahulu melakukan perjanjian atau kesepakatan mengenai bidang tanah yang akan dialihkan haknya tersebut. Tetapi jika diteliti lebih lanjut, maka jual beli yang dilakukan menurut Hukum Adat bukanlah suatu perjanjian

sebagaimana yang dimaksud dalam rumusan KUHPerdata, melainkan suatu perbuatan hukum yang dimaksudkan untuk menyerahkan tanah yang bersangkutan oleh penjual kepada pembeli, dan bersamaan dengan itu penjual menyerahkan harganya kepada pembeli. Jadi antara pembayaran harga dan penyerahan haknya dilakukan secara bersamaan, dan sejak saat itu pula hak atas tanah yang bersangkutan telah berpindah. Berbeda halnya dengan sistem Hukum Barat, dimana hak milik atas tanahnya tidak dapat langsung berpindah kepada sipembeli selama penyerahan yuridisnya belum dilakukan, karena antara perjanjian jual beli dengan penyerahan yuridisnya (balik nama) dipisahkan secara tegas, jadi misalnya suatu penyetoran sejumlah uang dibank untuk sipenjual belum berarti tanah yang dijual itu otomatis menjadi milik sipembeli. Tetapi sipembeli masih harus melakukan suatu perbuatan hukum lagi yaitu balik nama untuk dikukuhkan sebagai pemilik tanah yang baru. Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam jual beli tanah, yaitu mengenai subyek dan obyek jual beli tanah. Mengenai subyek jual beli tanah adalah para pihak yang bertindak sebagai penjual dan pembeli. Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah calon penjual harus berhak menjual yaitu pemegang sah dari hak atas tanah tersebut, baik itu milik perorangan atau keluarga. Sedangkan mengenai obyek jual beli tanah adalah hak atas tanah yang akan dijual. Didalam jual beli tanah, tujuan membeli hak atas tanah adalah supaya dapat secara sah menguasai dan mempergunakan tanah, tetapi secara hukum yang dibeli atau dijual bukan tanahnya tetapi hak atas tanahnya. Dalam subyek jual beli tanah, ada 4

syarat mengenai sahnya suatu pejanjian jual beli hak atas tanah, yaitu: a. syarat sepakat yang mengikat dirinya. Dalam syarat ini berarti kedua pihak sama-sama sepakat untuk mengadakan suatu perjanjian jual beli yang mutlak dibuatkan sustu perjanjian tertulis berupa akta yang harus dibuat dan dihadapan Pejabat khusus yaitu PPAT b. syarat cakap. Untuk mengadakan suatu perjanjian perbuatan hukum dalam hal ini perjanjian jual beli hak atas tanah, maka yang berhak adalah para pihak yang sudah memenuhi syarat dewasa menurut hukum, sehat pikiran dan tidak berada dibawah pengampuan. c. syarat hal tertentu mengenai apa yang diperjanjikan harus dicantumkan dengan jelas dalam akta jual beli, baik itu mengenai luas tanah, letaknya, sertipikat, hak yang melekat demi mengelakkan kemulut hukum dan hak-hak serta kewajiban kedua pihak harus terulan dengan jelas. d. syarat sebab. Didalam pengadaan suatu perjanjian, isi dan tujuan dalam perjanjian itu harus jelas dan berdasarkan atas keinginan kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. Dengan adanya perpindahan hak milik atas tanah, maka pemilik yang baru akan mendapatkan tanah hak miliknya dan wajib mendaftarkannya pada Kantor Pertanahan setempat, yang sebelumnya dibuat dahulu aktanya dihadapan PPAT.Didalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan, peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya (kecuali lelang) hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku. e. Pemindahan Hak dan Penolakan Pendaftaran peralihan Hak Didalam peralihan pemindahan hak adanya pemindahan hak dan penolakan pendaftaran peralihan hak, yaitu : 1. Pemindahan Hak a. Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalm perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku b. Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri, Kepala Kantor pertanahan dapat mendaftarkan pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, yang diantara perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan. (Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 37) 2. Penolakan Pendaftaran Peralihan Hak Dalam Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, diadakan ketentuan yang mewajibkan pendaftaran Kepala Kantor Pertanahan menolak melakukan hak yang

peralihan

atau

pembebanan

dimohon. Penolakan itu harus dilakukan secara tertulis, yang disampaikan kepada yang berkepentingan, dengan menyebut alasanalasannya, disertai pengembalian berkas permohonannya, dengan tembusan kepada PPAT atau Kepala Kantor Lelang yang

bersangkutan. Kepala Kantor Pertanahan wajib menolak melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak, jika salah satu syarat dibawah ini tidak dipenuhi : a. sertipikat atau surat keterangan tentang keadaan hak atas tanah tidak sesuai lagi dengan daftar-daftar yang ada pada Kantor Pertanahan ; b. perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) tidak dibuktikan dengan akta PPAT atau kutipan risalah lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, kecuali dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2); c. dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran peralihan atau pembebanan hak yang bersangkutan tidak lengkap; d. tidak dipenuhi syarat lain yang ditentukan dalam peraturan perundang undangan yang bersangkutan; e. tanah yang bersangkutan merupakan obyek sengketa di Pengadilan; f. perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta PPAT batal atau dibatalkan oleh putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;atau g. perbuatan hukum

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dibatalkan oleh para pihak sebelum didaftar oleh Kantor Pertanahan.

Dasar Hukum untuk memberikan jaminan hukum dalam pendaftaran peralihan hak, diterbitkan dalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku masa pembangunan jangka panjang . Dasar-dasar hukum

Pendaftaran peralihan hak yaitu: 1. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria Yang terdapat pada pasal : a. Pasal 19 ayat (1), (2), (3) dan (4) 1) Ayat (1) Yang berbunyi Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2) Ayat (2) Yang berbunyi Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi : a.pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah b.Pendaftaran hak hak atas tanah dan peralihan hak hak tersebut c.Pemberian surat surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat 3) Ayat (3) Yang berbunyi,Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaranya, menurut pertimbangan Menteri Agraria 4) Ayat (4) Yang berbunyi,Dalam peraturan pemerintah diatur biaya biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termasuk dalam ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu disebabkan dari pembayaran biaya biaya tersebut b. Pasal 20 ayat (1) dan (2) 1) Ayat (1) yang berbunyi,Hak milik adalah turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai atas orang tanah dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 (semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial ) 2) Ayat (2) Yang berbunyi Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain c. Pasal 26 ayat (1) Yang berbunyi Jualbeli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan peraturanperaturan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan peraturan pemerintah

2. Kitab Undang undang Hukum Perdata (KUHPer) Yang terdapat pada buku ke III bab kelima tentang jual beli, pada pasal: a. Pasal 1457 Yang berbunyi jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dengan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan b. Pasal 1458 Yang berbunyi Jual beli itu dianggap telah terjadi antara keduabelah pihak, seketika setelahnya orangorang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar c. Pasal 1459 Yang berbunyi Hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada sipembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurut Pasal 612, 613 dan 616 3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Yang terdapat pada pasal ; a. Pasal 1 ayat (1) Yang berbunyi Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang bidang tanah dan satuan satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang bidang tanah yang sudah ada haknya dan milik atas satuan rumah susun serta hak hak tertentu yang membebaninya b. Pasal 7 ayat (1) Yang berbunyi PPAT sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 6 ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri c. Pasal 26 ayat (2) Yang berbunyi Dalam pelaksanaan pendaftaran tanah, kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT dan jabatan lain yang ditugaskan untuk pelaksanaan kegiatankegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan Peraturan Perundang undangan yang bersangkutan. d. Pasal 23 ayat (2) Yang berbunyi Asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik e. Pasal 37 ayat (1) dan (2) 1) Ayat (1) Yang berbunyi Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jabatan, tukar menukar, hibah, pemasukan

dalam perusahaan dan perubahan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 2) Ayat (2) Yang berbunyi Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri, Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, yang diantara perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan. f. Pasal 39 ayat (1) Yang berbunyi PPAT wajib menolak membuat akta, jika : 1. mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, kepadanya tidak disampaikan sertipikat asli yang

bersangkutan atau sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftardaftar yang ada di Kantor Pertanahan; 2. mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak disampaikan: a) surat bukti hak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) atau surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan, bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat(2); b) surat keterangan yang menyatakan, bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan atau untuk tanah yang terletak didaerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan. 3. salah satu atau para pihak yang akan melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau salah satu saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk bertindak; 4. salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa mutlak, yang pada hakikatnya berisiskan perbuatan hukum pemindahan hak; 5. untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan belum diperoleh izin Pejabat atau Instansi yang berwenang, apabila izin tersebut diperlukan menurut peraturan Perundang-undangan yang berlaku; 6. obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai data fisik dan atau data yuridis, hal mana harus ditanyakan oleh PPAT kepada para pihak sebelum dibuat aktanya; 7. tidak dipenuhi syarat lain atau

dilanggar larangan yang ditentukan dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. g. Pasal 45 Yang berbunyi Kepala Kantor Pertanahan menolak untuk melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak, jika salah satu syarat dibawah ini tidak terpenuhi: 1. sertipikat atau surat keterangan tentang keadaan hak atas tanah tidak sesuai lagi dengan daftar-daftar yang ada pada Kantor Pertanahan; 2. perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) tidak dibuktikan dengan akta PPAT atau kutipan risalah lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, kecuali dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2); 3. dokumen yang diperlukan untik pendaftaran peralihan atau pembebanan hak yang bersangkutan tidak lengkap; 4. tidak dipenuhi syarat lain yang ditentukan dalm peraturan perundangundangan yang bersangkutan; 5. tanah yang bersangkutan merupakan obyek sengketa di Pengadilan; 6. perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta PPAT batal atau dibatalkan oleh putusan Pangadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;atau 7. perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dibatalkan oleh para pihak sebelum didaftar oleh Kantor Pertanahan. h. Pasal 56 yang berbunyi Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah sebagai akibat pemegang hak yang ganti nama dilakukan dengan mencatatnya didalam buku tanah dan sertipikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan berdasarkan bukti nama pemegang hak tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku

BAB IV A.KESIMPULAN
Peralihan hak atas tanah yaitu suatu peristiwa hukum dimana subyek kepemilikan tanah beralih dari seseorang ke orang lain. Dalam transaksi peralihan hak atas tanah menurut PP No. 10/1961 tentang peralihan hak atas tanah aktanya harus dibuat camat, notaris, pejabat lain yang ditugaskan sebagai PPAT.Tugas PPAT ialah

melaksanakan atau melakukan pembuatan akta peralihan hak atas tanah atau penguasa hak atas tanah

B.SARAN

DAFTAR PUSTAKA
Gautama, Sudargo. Tafsiran Undang-Undang Penerbit Alumni. Penerbit Alumni. Jakarta: 1990

Você também pode gostar