Você está na página 1de 45

SKENARIO A BLOK 10 Tn.

Andi (30 tahun) dibawa ke IGD Rumah sakit dengan keluhan tidak sadar dan kejang sejak 6 jam yang lalu. Keluarga pasien mengatakan bahwa sejak 10 hari yang lalu pasien mengalami demam yang diikuti dengan perasaan menggigil dan berkeringat. Pasien juga mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak nyaman pada perut, serta diare ringan. BAK berwarna seperti kopi. Selama sakit tidak ada keluhan bicara pelo dan tidak ada keluhan anggota gerak yang lemah sesisi. Sebelumnya didapatkan riwayat bepergian ke Papua tiga minggu sebelum sakit. Tidak ada riwayat transfusi darah sebelumnya. Pemeriksaan Fisik: Kesadaran GCS 9, TD: 110/70 mmHg, Nadi 90 x/menit, RR: 24 x/menit, Temperatur: 38,6oC Kepala-leher: pupil isokor, RC (+/+) N, konjungtiva palpebra anemis, sklera ikterik, kaku kuduk (-) Thorax dalam batas normal Abdomen: hepar dan lien tak teraba Ekstremitas: reflek patella (+/+) N, dan reflek Babinsky (-) Pemeriksaan Laboraturium: Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg%, Preparat darah tebal didapatkan delicate ring dan gametosit berbentuk pisang, kepadatan parasit 13.800/uL Preparat darah tipis didapatkan hasil P. Falciparum (+) Pemeriksaan penunjang yang lain belum dikerjakan karena tidak ada fasilitas

A. Klarifikasi Istilah Kejang: kontraksi involunter atau serangkaian kontraksi dari otot-otot volunter Demam: Peningkatan temperatur tubuh diatas normal Menggigil: tubuh gemetar secara involunter Lesu: perasaan lemah dan lelah Nyeri: perasaan sedih, menderita, atau agoni disebabkan oleh rangsangan pada ujungujung saraf khusus Konjungtiva palpebra anemis: pucat pada konjungtiva Sklera ikterik: warna kuning pada daerah sklera Diare: Pengeluaran tinja berair berkali-kali yang tidak normal Transfusi: pemasukan darah lengkap atau komponen darah secara langsung ke dalam aliran darah Kesadaran GCS: kesadaran glasgow coma scale, penilaian tingkat kesadaran secara neurologis Pupil isokor: ukuran pupil kedua mata yang sama Kaku kuduk: perasaan kaku pada leher bagian belakang Refleks patella: kontraksi otot kuadriseps dan ekstensi tungkai bila lutut ditekuk Refleks Babinski: dorsofleksi ibu jari kaki pada perangsangan telapak kaki; terjadi pada lesi yang mengenai traktus piramidalis, walaupun refleks normal pada bayi Gametosit: Bentuk seksual jantan atau betina dari sporozoa tertentu GDS: Gula darah sewaktu, sampel diambil dari plasma vena darah kapiler. Nilai normal berkisar <110 mg/dl atau <6,1 mmol/L. RC: refleks cornea Delicate ring: cincin halus adalah suatu bentuk khusus dari perkembangan P.falcifarum berupa tropozoit immature (muda) B. Identifikasi Masalah 1. Tn. Andi (30 tahun) dibawa ke IGD dengan keluhan tidak sadar dan kejang sejak 6 jam yang lalu (keluhan utama) 2. Sejak 10 hari yang lalu pasien mengalami demam yang diikuti perasaan menggigil dan berkeringat, pasien juga mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak nyaman pada perut, serta diare ringan, BAK berwarna seperti kopi 3. Selama sakit tidak ada keluhan bicara pelo dan tidak ada keluhan anggota gerak yang lemah sesisi

4. Sebelumnya didapatkan riwayat bepergian ke papua tiga minggu sebelum sakit, tidak ada riwayat transfusi darah sebelumnya 5. Pemeriksaan Fisik: a. Kesadaran GCS 9, TD: 110/70 mmHg, Nadi 90 x/menit, RR: 24 x/menit, Temperatur: 38,6oC b. Kepala-leher: pupil isokor, RC (+/+) N, konjungtiva palpebra anemis, sklera ikterik, kaku kuduk (-) c. Thorax dalam batas normal d. Abdomen: hepar dan lien tak teraba e. Ekstremitas: reflek patella (+/+) N, dan reflek Babinsky (-) 6. Pemeriksaan Laboratorium: a. Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg%, b. Preparat darah tebal didapatkan delicate ring dan gametosit berbentuk pisang, kepadatan parasit 13.800/uL c. Preparat darah tipis didapatkan hasil P. Falciparum (+) d. Pemeriksaan penunjang yang lain belum dikerjakan karena tidak ada fasilitas C. Analisis Masalah 1. Tn. Andi (30 tahun) dibawa ke IGD dengan keluhan tidak sadar dan kejang sejak 6 jam yang lalu a. Bagaimana mekanisme tidak sadar dan kejang? Parasit yang sedang tumbuh mengkonsumsi dan menghancurkan protein sel dengan hebatnya terutama hemoglobin yang menyebabkan

terbentuknya pigmen malaria dan hemolisis dari sel darah merah yang terinfeksi. Selain itu juga mengganggu sistem transportasi dari membran sel itu sendiri sehingga terjadi perubahan bentuk menjadi lebih spheris . Ruptur dari sel akan mengeluarkan faktor penting dan toksin seperti glikosifosfotidilnositol dari protein membran parasit, fosfoliopprotein, produk membran sel darah merah, komponen yang sensitif pada protease dengan hemozoin, dan toksin malaria . Toksin ini akan menginduksi terlepasnya sitokin seperti TNF dan IL 1 dari makrofag sehingga terjadi demam. Selain itu sitokin pro inflamasi juga keluar seperti TNF alpha

dan Interferon alpha. Sitokin ini memberikan perlindungan terhadap stadium aseksual parasit . sitokin ini juga dapat menginduksi penambahan dan produksi yang tidak terkontrol dari nitrit oksida. Nitrit
3

Oksida dapat berdifusi kedalam sawar darah otak dan mengganggu fungsi sinaps yang mirip anastesi umum dan konsentrasi etanol yang tinggi yang menurunkan kesadaran

b. Apa saja tingkat kesadaran? Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan tingkat kesadaran dibedakan menjadi: Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya). c. Apa saja jenis kejang? A. Kejang Parsial a.Kejang Parsial Sederhana Kesadaran tidak terganggu; dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini: Tanda-tanda motoriskedutaan pada wajah. Tangan, atau salah satu sisi tubuh umumnya gerakan kejang yang sama.
4

Tanda atau gejala otonomikmuntah berkeringan, muka merah, dilatasi pupil. Gejala somatosensoris atau sensoris khusus-mendengar musik, merasa seakan jatuh dari udara, parestesia. Gejala psikikdejavu, rasa takut, sisi panoramic.

b.Kejang parsial komplesk Terdapat gangguan kesadaran. Walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks. Dapat mencakup otomatisme atau gerakan aromatic mengecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatismetatapan terpaku B.Kejang Umum (Konvulsif atau Non-Konvulsif) a.Kejang Absens Gangguan kewaspadaan dan responsivitas. Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik. Awitan dan khiran cepat, setelah itu kembali waspada dan berkonsentrasi penuh. Umumnya dimulai pada usia antara 4 dan 14 tahun dan sering sembuh dengan sendirinya pada usia 18 tahun. b.Kejang Mioklonik Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi bila patologik, berupa kedutan-kedutan sinkron dari leher, bahu, lengan atas dan kaki. Umumnya berlangusung kurang dari 15 detik dan terjadi didalam kelompok. Kehilangan kesadaran hanya sesaat c.Kejang Tonik-Klonik
5

Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ektremitas, batang tubuh, dan wajah, yang langsung kurang dari 1 menit. Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kebih dan usus. Tidak adan respirasi dan sianosis Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas dan bawah. letargi, konfusi, dan tidur dalam fase postical d. Kejang Atonik: Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk atau jatuh ketanah. d. Apa saja macam-macam penyebab kejang? Macam-macam penyebab kejang: 1) Gangguan vaskular a. Perdarahan akibat petechiase akibat dari anoreksia dan asfiksi yang dapat terjadi di intracerebral atau intraventrikuler b. Perdarahan akibat trauma langsung yaitu berupa perdarahan di subkranial atau subdural c. Trombosis d. Penyakit perdarahan seperti defisiensi vitamin K e. Sindroma hiperviskositas 2) Gangguan metabolisme a. Hipokalsemia b. Hipomagnesimia c. Hipoglikemia d. Amino asiduria e. Hipo- dan hipernatremia f. Hiperbilirubinemia g. Defisiensi dan ketergantungan akan piridoksin 3) Infeksi a. Meningitis

b. Enchepalitis c. Toksoplasma kongenital d. Penyakit cytomegali inclusion 4) Toksik a. Obat convulsion b. Tetanus c. Ensefalopati timbal d. Sigelosis salmonelosis 5) Kelainan kongenital, contoh: Hidrosefali 6) Lain-lain, contoh: Neoplasma 2. Sejak 10 hari yang lalu pasien mengalami demam yang diikuti perasaan menggigil dan berkeringat, pasien juga mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak nyaman pada perut, serta diare ringan, BAK berwarna seperti kopi a. Bagaimana mekanisme demam secara umum? Demam terjadi karena penglepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi. Dewasa ini, diduga bahwa pirogen adalah suatu protein yang identik dengan interleukin-1. Di dalam hipotalamus, zat ini merangsang penglepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan sintesis prostaglandin E2, atau zat yang mirip, untuk membangkitkan reaksi demam. b. Apa saja pola-pola demam? Demam memiliki beberapa pola/jenis tertentu. Pola-pola/jenis-jenis demam diantaranya demam intermiten, demam remiten, demam hektik, demam septik, demam artifisial dan demam yang tidak diketahui sebabnya. Burnside dan McGlynn dalam Adams Diagnosis Fisik ed 17 menjelaskan bahwa: Demam intermiten adalah suatu bentuk demam di mana periode demam (0,3-1,4oC atau 0,5-2,5oF) diselingi dengan periode suhu normal setiap hari. Demam pada malaria merupakan prototipe tipe jenis ini. Lama interval bebas panas dapat menunjukkan jenis plasmodium yang
7

bertanggung jawab. Demam remiten mempunyai pola khas dengan variasi suhu paling sedikit 1,4oC atau 2,5oF setiap hari, tetapi suhu tubih tidak pernah mencapai normal. Bila perbedaannya sangat besar (1,4oC atau 2,5oF) dengan berkeringat dan menggigil yang berulanh disebut dengam demam hektik atau septik. Pola demam seperti ini menunjullan adanya anses atau infeksi lain dengan kuman secaara intermiten memasuki aliran darah. Indikator sensitif untuk demam artifisial, yang disebabkam oleh manipulasi pasien, adalah tidak adanya variasi diurnal pada pola demam remiten atau intermiten. Sembilan puluh persen pola demam remiten atau intermiten mempunyai variasi diurnal; demam hektik sejati tidak. Demam yang tidak diketahui sebabnya (fever of unknown origin=FUO) adalah demam rekuren yang memenuhi tiga kritrtia dan mempunyai arti khusus dalam dunia kedokteran. Istilah ini menggambarkan kenaikan suhu secata rekuren lebih dari 38,3oC (100,9oF) pada beberapa kesempatan selama 3 minggu. Demam tersebut terus menetap tanpa suatu diagnosis setelah pasien rawat jalan tersebut terus menetap tanpa suatu diagnosis setelah pasien rawat jalan tersebut dievaluasi secara mendalam."

c. Bagaimana mekanisme dari keluhan: i. Menggigil Plasmodium melepaskan belasan merozoit kedalam sirkulasi darah. Merozoit yang dilepaskan akan masuk ke dalam sel res di limpa, lalu akan mengalami fagositosis dan filtrasi. Merozoit yang lolos akan menginvasi eritrosit yang selanjutnya parasit akan berkembang biak secara seksual didalam eritrosit. Parasit didalam sel darah merah akan mengalami stadium matur. Eritrosit parasit stadium matur akan mengalami penonjolan membentuk knob dengan hrp1, sebagai komponen utama bila eritrosit parasit mengalami merogoni akan merangsang TNF alfa dan IL1. Akan terbawa aliran darah sampai ke endotel hypothalamus. Sehingga keluaralah prostaglandin yang akan memicu aktivasi siklik AMP hipotalamus yang menyebabkan peningkatan set point hipotalamus sehingga menghasilkan demam atau panas. Perbedaan suhu luar
8

dengan dalam tubuh menyebabkan tubuh beradaptasi dengan cara menggerakkan otot tubuh dan terjadilah menggigil. ii. Berkeringat Ketika faktor-faktor yang menyebabkan suhu tubuh meninggi (demam) yang diakibatkan infeksi eritrosit oleh plasmodium berhasil dihilangkan, set point hipotalamus akan langsung menurunkan levelnya sehingga suhu di hipotalamus lebih rendah dari suhu tubuh. Saat itu terjadi, tubuh akan terasa panas, sehingga bagian hipotalamus yang aktif pada suhu panas yaitu hipotalamus anterior akan mengurangi produksi panas dengan menurunkan aktivitas otot rangka dan mendorong pengeluaran panas dengan menumbulkan vasodilatasi kulit. Vasodilatasi terjadi membuat tubuh akan memerah, sehingga fase ini disebut fase merah merona. Apabila vasodilatasi kulit sudah maksimum tetapi gagal untuk mengurangi kelebihan panas tubuh, maka kelenjar keringat akan aktif sehingga mekanisme berkeringat terjadi. Hal ini membuat panas tubuh keluar dengan cara evaporasi. iii. Lesu Keluhan berupa lesu lemah adalah tanda bahwa tn. Andi mengalami gejalan malaria berat. Terpaparnya infeksi Plasmodium O2 yang di angkut iv. Nyeri kepala Infeksi Plasmodium melepaskan toksin malaria (GPI) lesu pecahnya RBC sedikit

mengaktivasi makrofag menskresikan IL12 mengaktivasi sel Th mensekresikan IL 3 mengaktivasi sel mast menskresikan PAF mengaktivasi faktor Hagemann sintesis bradikinin merangsang serabut saraf (di otak) nyeri SAKIT KEPALA

v. Nyeri pada tulang dan sendi

Mekanisme nyeri dimulai dari stimulus nociceptor oleh stimulus noxious pada jaringan, yang kemudian akan mengakibatkan stimulasi nocereceptor di mana di sini stimulus noxious tersebut akan diubah menjadi potensial aksi. Proses ini disebut transduksi atau aktivasi reseptor. Selanjutnya potensial aksi tersebut akan ditransmisikan menuju neuron susunan saraf pusat yang berhubungan dengan nyeri. Tahap pertama transmisi adalah konduksi impuls dari neuron aferen primer ke kornu dorsalis medulla spinalis, pada kornu dorsalis ini neuron aferen primer bersinap dengan neuron susunan saraf pusat. Dari sini jaringan neuron tersebut akan naik ke atas medulla spinalis menuju batang otak dan thalamus selanjutnya terjadi hubungan timbal balik antara thalamus dan pusat-pusat yang lebih tinggi di otak yang mengurusi respon persepsi dan afektif yang berhubungan dengan nyeri. Terdapat proses modulasi sinyal yang mampu

mempengaruhi proses nyeri tersebut tempat modulasi sinyal yang paling diketahui adalah pada kornu dorsalis medulla spinalis. Setelah itu, timbullah persepsi di mana pesan nyeri menuju ke otak dan menghasilkan pengalaman yang tidak menyenangkan. Stimulasi mosiceptor ini merupakan akibat dari pembebasan berbagai mediator biokimiawi selama proses inflamasi terjadi. Selain nyeri karena inflamasi, nyeri pada sendi dapat pula disebabkan karena adanya osteofit, bakteri, dan adanya fibrilasi tulang rawan.

vi. Rasa tidak nyaman pada perut Pada infeksi Plasmodium falciparum, muncul prominensa atau tonjolan membran pada permukaan eritrosit 12-15 jam setelah invasi parasit pada eritrosit. "Gumpalan-gumpalan" ini

membentuk protein pelekat membran eritrosit strain spesifik dengan berat molekul yang besar, varian secara antigenic (PfEMP1) yang berperan dalam penempelan dengan reseptor pada endothel vena dan kapiler - proses yang dikenal dengan Cytoadherence. Dengan demikian, eritrosit yang terinfeksi
10

menempel dan pada akhirnya menghalangi permukaan dalam (obstruksi) vena dan kapiler. Keadaan ini dapat terjadi pada semua pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan suplai darah yang tidak adekuat ke daerah yang diperdarahi oleh pembuluh darah bersangkutan. Iskemia akan menyebabkan terbentuknya produk akhir metabolik yang asam, seperti bradikinin, enzim proteolitik, atau bahan lain yang merangsang ujung serabut saraf nyeri. Apabila obstruksi ini terjadi pada organ intraabdomen, maka akan timbul rasa nyeri atau rasa tidak nyaman pada abdomen/perut. vii. BAK berwarna seperti kopi BAK berwarna seperti kopi (merah kehitaman) merupakan manifestasi klinik dari hemoglobinuria yang diakibatkan oleh parasit (dalam skenario P. Falsiparum). Parasit ini

mengakibatkan perubahan dari struktur antigen sel darah merah, yang merangsang dibentuknya antibodi terhadap sel darah merah tersebut.hal ini dapat memicu lisisnya sel darah merah. Meningkatnya pelepasan sel darah merah ke sirkulasi

menyebabkan terjadinya hemoglobinuria sehingga warna urin menjadi merah kehitaman, bahkan cenderung hitam. d. Apa jenis-jenis diare? (ringan?berat?) Gejala diare dapat dibagi menjadi gejala ringan dan gejala berat. Gejala berat mungkin merupakan tanda penyakit yang lebih serius. Gejala diare ringan meliputi:

Perut kembung atau kram Tinja cair Sering merasa ingin buang air besar Mual dan muntah

Gejala diare berat meliputi:


Semua yang terdapat pada gejala ringan, dan Darah, lendir, atau makanan tidak tercerna dalam tinja Penurunan berat badan Demam

11

Jika gejala diare yang muncul adalah gejala ringan, cukup diobati dengan obat anti diare dan minum oralit sebanyak 6-8 gelas sehari untuk mengganti cairan yang hilang. Segera hubungi dokter jika diare dan demam, yang berlangsung lebih dari 24 jam, juga jika disertai muntah ketika minum, yang mengakibatkan anda tidak dapat mengganti cairan tubuh yang hilang.

3.

Selama sakit tidak ada keluhan bicara pelo dan tidak ada keluhan anggota gerak yang lemah sesisi a. Apa interpretasi dari tidak adanya keluhan bicara pelo dan tidak ada keluhan anggota gerak yang lemah? Tidak adanya bicara pelo dan keluhan anggota badan yang lemah menyingkirkan kemungkinan bahwa Tn. Andi terserang stroke. Mengingat di scenario dituliskan bahwa Tn. Andi kejang dan tidak sadarkan diri.

4.

Sebelumnya didapatkan riwayat bepergian ke papua tiga minggu sebelum sakit, tidak ada riwayat transfusi darah sebelumnya a. Bagaimana hubungan dari keluhan yang dialami Tn. Andi dengan riwayat bepergian ke papua 3 minggu sebelum sakit? Papua adalah daerah endemis malaria yang dipengaruhi oleh cuaca, iklim, dan keadaan lingkungan serta social budaya yang mendukung proses penyebaran malaria melalui vector nyamuk anopheles. Bagi para wisatawan yang berkunjung ke daerah ini memiliki kemungkinan yang cukup tinggi untuk bisa terjangkit penyakit malaria sehingga perlu persiapan khusus sebelum kepergiannya ke daerah endemis. Tuan Andi mungkin adalah salah satu dari wisatawan yang terjangkit malaria di daerah endemis malaria, dilihat dari keluhan-keluhannya yang mengarah kepada diagnosis Malaria akibat parasit Plasmodium Falciparum. b. Apa hubungan tidak adanya riwayat transfusi darah dengan penyakit yang diderita Tn. Andi? Transfusi darah adalah jalur yang ideal bagi penularan penyebab infeksi tertentu dari donor kepada pasien. Bila sebelumnya Tn. Andi pernah menerima transfusi darah, maka ada kemungkinan bahwa penyakit yang diderita Tn. Andi berasal dari darah yang diterimanya. Tapi, karena Tn.

12

Andi belum pernah menerima, berarti transfusi darah bukanlah factor penyebab. c. Mengapa gejala muncul setelah 3 minggu pulang dari papua? Dari data Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas) tahun 2007, didapatkan hampir seluruh propinsi di Indonesia merupakan daerah endemis pertumbuhan vektor penyebab penyakit Malaria. Dari 33 propinsi, propinsi Papua Barat merupakan propinsi dengan nilai proporsi tertinggi daerah endemis perkembangbiakan vektor penyakit Malaria. Disusul propinsi Papua lalu propinsi Nusa Tenggara Timur. Penyakit timbul setelah tiga minggu dikarenakan parasit membutuhkan masa inkubasi dimana plasmodium falciparum dengan masa inkubasi 7-14 hari, plasmodium vivax dengan masa inkubasi 8-14 hari, plasmodium oval dengan masa inkubasi 8-14 hari, dan plasmodium malaria dengan masa inkubasi 7-30 hari.

5.

Pemeriksaan Fisik: Kesadaran GCS 9, TD: 110/70 mmHg, Nadi 90 x/menit, RR: 24 x/menit, Temperatur: 38,6oC Kepala-leher: pupil isokor, RC (+/+) N, konjungtiva palpebra anemis, sklera ikterik, kaku kuduk (-) Thorax dalam batas normal Abdomen: hepar dan lien tak teraba Ekstremitas: reflek patella (+/+) N, dan reflek Babinsky (-)

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari hasil pemeriksaan fisik yang abnormal dari Tn. Andi? Temperatur:38,6oC merupakan tanda bahwa tuan Andi sedang mengalami febris atau demam. Karena suhu tubuh normal adalah berkisar antara 36 - 37,2C Konjungtiva palpebra anemis merupakan tanda bahwa tuan Andi mengalami anemia yang merupakan komplikasi dari penyakit malaria yang diderita olehnya. Anemia yang terjadi pada tuan Andi akibat dari destruksi eritrosit yang terinfeksi oleh skizon dari plasmodium. Sklera Ikterik manandakan adanya peningkatan dari pigmen bilirubin.
13

6.

Pemeriksaan Laboratorium: Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg%, Preparat darah tebal didapatkan delicate ring dan gametosit berbentuk pisang, kepadatan parasit 13.800/uL Preparat darah tipis didapatkan hasil P. Falciparum (+) Pemeriksaan penunjang yang lain belum dikerjakan karena tidak ada fasilitas a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari hasil pemeriksaan laboratorium yang abnormal dari Tn. Andi? Hb 4,6 mg/dl Kadar Hb normal Laki-laki : 13,8 - 18 Wanita : 12,1 15,1 Menunjukkan bahwa Hb Tn. Andi jauh di bawah normal. Hal ini dikarenakan, pada kasus malaria falciparum terdapat hemolisis eritrosit secara berlebihan akibat adanya parasit P. Falciparum. Oleh karena itu Hb Tn. Andi ikut turun Preparat darah tebal didapatkan delicate ring dan gametosit berbentuk pisang, kepadatan parasit 13.800/uL Delicate ring adalah bentuk tropozoit dari P. falciparum, dan bentuk pisang adalah bentuk gametosit dari P. falciparum. Kepadatan parasit adalah banyaknya parasit dalam uL darah, hal ini 13.800/uL menunjukkan bahwa parasit tidak terlalu banyak di dalam darah

14

D. Keterkaitan antar masalah


Tn. Andi (30 thn) pergi ke papua

3 minggu setelah pulang mengalami demam, menggigil, berkeringat, lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak nyaman pada perut, diare ringan, BAK berwarna seperti kopi

Setelah 10 hari sakit mengalami kejang selama 6 jam disertai kehilangan kesadaran

Melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium

Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan plasmodium falciparum

E. Learning Issue a. Malaria i. Definisi dan etiologi ii. Patogenesis iii. Manifestasi klinik iv. Diagnosis v. Tata Laksana vi. Resistensi vii. Komplikasi viii. Prognosis b. Plasmodium i. Sejarah dan hospes
15

ii. Morfologi dan identifikasi iii. Daur hidup iv. Patogenesis, patologi, dan temuan klinis v. Diagnosis F. Sintesis MALARIA a. Definisi Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles dengan gambaran penyakit berupa demam yang sering periodic, anemia, pembesaran limpa, dan berbagai kumpulan gelaja oleh karena pengaruhnya pada beberapa organ misalnya otak, hati, dan ginj`al. b. Etiologi Plasmodium adalah parasit yang termasuk vilum Protozoa, kelas Sporozoa. Terdapat empat spesies Plasmodium pada manusia yaitu: Plasmodium Vivax, menimbulkan malaria vivax (malaria tertian ringan), Plasmodium Falciparum menimbukan malaria Falsiparum (malaria tertian berat) Plasmodium malariae menimbulka malaria kuartana dan Plasmodium Ovale menimbulkan malaria ovale Keempat spesies plasmodium tersebut dapat dibedakan morfologinya dengan membandingkan bentuk skizon, bentuk tropozoit, bentuk gametosit yang terdapat di dalam darah perifer maupun bentuk pre-eritrositik dari skizon yang terdapat di dalam parenkim hati. c. Patogenesis Terjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia dapat terjadi melalui dua cara yaitu : a. Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit malaria b. Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia, misalnya melalui transfuse darah, suntikan, atau pada bayi yang baru lahir melalui plasenta ibu yang terinfeksi (congenital). Sporozoit malaria dilepaskan ke dalam darah dan dalam beberapa menit akan menempel dan menginvasi sel hati dengan cara berikatan dengan reseptor hepatosit pada protein plasma thrombospondin dan properdin, yang terletak di basolateral
16

permukaan hepatosit. Di dalam sel hati, parasit malaria bermultiplikasi. Setelah sel hati pecah, merozoit (aseksual, bentuk darah haploid) sebanyak 30,000 (P. falciparum, sedangkan 20,000 untuk P. Malariae) untuk keluar. Setelah dilepaskan, merozoit P.falciparum berikatan oleh parasit molekul seperti lektin dengan protein sialic pada molekul glycophorin di permukaan sel darah merah. ( Merozoit P. vivax berikatan dengan antigen Duffy pada sel darah merah oleh lektin). Setelah masuk ke dalam sel darah merah, parasit akan bereplikasi di dalam membran vakuola digestive dan akan mengeluarkan beberapa enzim protease dari organel spesial yang disebut rhoptry. Enzim protease ini berfungsi untuk menghidrolisis hemoglobin. Setelah sel pecah, merozoit keluar dan mulai menginfeksi sel darah merah yang lain, dan beberapa merozoit lainnya berkembang menjadi gametosit yang menginfeksi nyamuk saat menghisap darah manusia. Selama parasit malaria matang di dalam sel darah merah, ia mengubah bentuknya dari stadium ring menjadi schizont dan mensekresi protein yang membentuk benjolan 100 nm di permukaan sel darah merah yang disebut knob. Protein malaria yang ada di permukaan knob disebut sequestrin. Sequestrin ini berikatan dengan sel endotelial oleh ICAM-1, yang merupakan reseptor thrombospondin, dan glycophorin CD46 yang dapat menyebabkan sel darah merah yang terinfeksi sel darah merah terbuang dari sirkulasi. Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit , inang dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan

permeabilitas pembuluh darah. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan menyebabkan anemia. Beratnya anemia tidak sebanding dengan parasitemia, hal ini menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Diduga terdapat toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit. Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hiperplasi dari retikulum disertai peningkatan makrofag.

17

Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur dan biomolekuler sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme transpor membran sel, penurunan deformabilitas, pembentukan knob, ekspresi varian non antigen di permukaan sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan rosetting, peranan sitokin dan NO (Nitrik Oksida) 8. Menurut pendapat ahli lain patogenesis malaria berat atau malaria falciparum dipengaruhi oleh faktor parasit dan faktor penjamu (host). Yang termasuk ke dalam faktor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit dan virulensi parasit. Sedangkan yang termasuk ke dalam faktor penjamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal, genetik, usia, status nutrisi, dan status imunologi. Parasit dalam eritrosit (EP) secara garis besar mengalami 2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam I dan stadium matur pada 24 jam ke II. Permukaan EP stadium cincin akan menampilkan antign RESA (Ring-erythrocyte surgace antigen) yang menghilang setelah parasit masuk stadium matur. Permukaan membran EP stadium matur akan mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan Histidin Rich Protein-1 (HRP-1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut mengalami merogoni, akan dilepaskan toksin malaria berupa GP1 yaitu glikosilfosfatidilinositol yang merangsang pelepasan TNF- dan IL-1 dari makrofag. d. Diagnosis Diagnoasis pasti dari penyakit malaria adalah dengan menemukan parasit dalam darah yang diperiksa menggunakan mikroskop. Diagnosis labolatorium dilakukan dengan cara:

Diagnosis menggunakan mikroskop cahaya, sediaan darah diwarnai dengan giemsa. Bila pemeriksaan pertama negatip,diperiksa ulang setiap 6 jam selama 3 hr berturut-turut. bial dalam 3hari didapat hasil yang teteap negatif maka akan dapat menyingkirkan diagnosis malaria. Jumlah parasit dalam pemeriksaan dapat dihitung perlapangan pandang. + ++ = 1-10 parasit perlapangan pandang = 1-100 parasit per 100 lapangna pandang

18

+++ = 1-10 parasit per 1 lapangan panjang ++++ = >10 per satu lapangan pandang Teknik mikroskopis yang lain adalah. Teknik ini contohnya adalah teknik quantitive buffy coat (QBC) berdasarkan kemampuan akridin (acridine orange) memulas asam nukleat yang berada dalam sel. Darah dari unjung penderita dikumpulakan dalam tabung mikrohematokrit yang berisi zat warna jingga akridin dan anti koagulan. Kemudian tabung tersebut disentrifugasi pada 12.000 x g selama 5 menit. Parasit yang berfluoresensi dengan pemeriksaan mikroskop fluoresen merupakan hasil dari salah satu usaha ini, tetapi cara ini tak dapat digunakan secara luas seperti sediaan darah tebal dan sediaan darah tipis. Selain iti terdapat juga teknik Kwatomo yang merupakan modifikasi dari teknik QBC Metode Tanpa Menggunakan mikroskop

1. rapid antigen detection test (RDT), dasarnya adalah immunochomatography pada kertas nitro cellulose. Dengan cara ini berbagai protein parasit yang spesifik dapat dideteksi dalam darah dari ujung jari penderita. 2. Metode yang mengguakan deteksi berdasarkan asam nukleat dapat dibag ke dalam dua golongan, ysitu hibridasi DNA atau RNA berlabel yang sensitivitasnya dapat ditingkatkan menggunakan PCR. 3. Tes serologi Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibodi baru terbentuk setelah beberapa hari parasitemia. Titer >1:200 dianggap sebagai infeksi baru, dan tes >1:20 dinyatakan positif. e. Tata Laksana Penanganan malaria berat yang cepat dan benar akan menyelamatkan penderita dari kematian. Untuk itu diperlukan pengetahuan yang luas tentang manifestasi malaria berat, evaluasi fungsi organ yang terlibat, deteksi parasit dengan cepat
19

serta langkah-langkah tindakan dan pengobatan. Penanganan Malaria berat secara garis besar terdiri dari 3 komponen, yaitu 9:13.16.19.20 A. Tindakan Umum Sebelum diagnosa dapat dipastikan melalui pemeriksaan darah malaria, beberapa tindakan perlu dilakukan pada penderita dengan dugaan malaria berat berupa tindakan perawatan di ICU yaitu: Pertahankan fungsi vital: sirkulasi, kebutuhan oksigen, cairan dan nutrisi Hindarkan trauma: dekubitus, jatuh dari tempat tidur Hati-hati komplikasi: kateterisasi, defekasi, edema paru karena over hidrasi Monitoring; temperatur, nadi, tensi, dan respirasi tiap jam. Perhatikan timbulnya ikterus dan perdarahan. Monitoring: ukuran dan reaksi pupil, kejang dan tonus otot. Baringkan /posisi tidur sesuai dengan kebutuhan Pertahankan sirkulasi: bila hipotensi lakukan posisi trendelenburg, perhatikan warna dan temperatur kulit Cegah hiperpireksi Pemberian cairan: oral, sonde, infus, maksimal 1500 ml bila tidak ada dehidrasi Diet: porsi kecil dan sering, cukup kalori, karbihidrat dan garam Perhatiksn kebersihan mulut Perhatikan diuresis dan defekasi, aseptic kateterisasi Kebersihan kulit: mandikan tiap hari dan keringkan Perawatan mata: hindarkan trauma, tutup dengan kain/ gaas lembab Perawatan anak: hati-hati aspirasi, hisap lendir sesering mungkin, letakkan posisi kepala sedikit rendah, posisi dirubah cukup sering dan pemberian cairan dan obat harus hati-hati. B. 1. Pengobatan Untuk Parasit Malaria Pemberian Obat Anti Malaria (OAM) Setelah diagnosa malaria ditegakkan biasanya dijumpai Plasmodium falciparum sebagai penyebab malaria berat. Penggunaan OAM pada malaria berat berbeda dengan malaria biasa karena pada malaria berat diperlukan daya membunuh parasit secara cepat dan bertahan cukup lama di darah. Oleh karenanya sering dipilih pemakaian obat per parenteral. Karena meningkatnya resistensi klorokuin maka WHO tahun 2006 merekomendasikan pengobatan malaria dengan menggunakan obat ACT (Artemisin base Combination Therapy) sebagai lini pertama pengobatan malaria, baik malaria tanpa komplikasi atau malaria berat.5 a. Derivat Artemisinin
20

Merupakan pilihan pertama untuk pengobatan malaria berat, mengingat keberhasilan selama ini dan mulai didapatkannya kasus malaria falsiparum yang resisten terhadap klorokuin. Sejak tahun 2006 WHO merekomendasikan terapi Artemisin sebagai lini pertama untuk terapi malaria berat.11.22 Golongan artemisin yang dipakai untuk pengobatan malaria berat Tabel 1. Dosis obat anti malaria pada malaria berat OBAT ANTIMALARIA DOSIS Derivat Artemisinin Artesunate: 2,4 mg/kg ( Loading dose ) IV, selanjutnya 1,2 mg/kg setelah 12 jam, kemudian 1,2 mg/kg/hari selama 6 hari, jika pasien dapat makan, obat dapat diberikan oral Artemether: 3,2 mg/kg ( Loading dose ) IM pada hari I selanjutnya 1,6 mg/kg/hari (biasanya diberikan 160 mg dilanjutkan dengan 80 mg) sampai pasien dapat makan, obat dapat diberikan oral dengan kombinasi Artesunat dan Amodiaquin selama 3 hari. Arteether: 150 mg sekali sehari intramuskular untuk 3 hari. Loading dose: Kina dihidrokhlorida 20 mg / kg BB diencerkan dalam 10 ml/kg BB (2mg/ml) dektrose 5% atau dalam infuse dektrose dalam 4 jam. Dosis Maintenen : Kina dihidrokhlorida 10 mg /kgBB diencerkan dalam 10 ml/kg BB (1mg/ml ) dektrose 5 % ,pada orang dewasa dosis dapat diulang tiap 8 jam dan pada anakanak tiap 2 jam, diulang tiap 12 jam, sampai pasien dapat makan. Kina oral: Kina sulfat 10 mg /kg, tiap 8 jam sampai 7 hari.

KINA

b.

Kina (kina HCI/dihidro-klorida/kinin Antipirin) Kina merupakan obat anti malaria yang sangat efektif untuk semua jenis plasmodium dan efektif sebagai schizontocidal maupun gametocidal. Dipilih sebagai obat utama untuk malaria berat karena masih berefek kuat terhadap P. falciparum yang resisten terhadap klorokuin, dapat diberikan dengan cepat dan cukup aman. 1. Dosis loading tidak dianjurkan untuk penderita yang telah mendapat kina atau meflokuin 24 jam sebelumnya, penderita usia lanjut atau penderita dengan pemanjangan QT interval / aritmia.
21

2. Kina dapat diberikan secara intramuskuler bila melalui infus tidak memungkinkan. Dosis loading 20 mg/Kg BB diberikan i.m terbagi pada 2 tempat suntikan, kemudian diikuti dengan dosis 10 mg/Kg BB tiap 8 jam sampai penderita dapat minum per oral. 3. Pemberian kina dapat diikuti dengan terjadinya hipoglikemi karenanya perlu diperiksa gula darah 8-12 jam 4. Pemberian dosis diatas tidak berbahaya bagi wanita hamil. 5. Bila pemberian sudah 48 jam dan belum ada perbaikan, atau gangguan fungsi hepar/ginjal belum membaik, dosis dapat diturunkan setengahnya c. Kinidin Bila kina tidak tersedia maka isomernya yaitu kinidin cukup aman dan efektif. Dosis loading 15mg basa/kg BB dalam 250 cc cairan isotonik diberikan dalam 4 jam, diteruskan dengan 7,5mg basa/kg BB dalam 4 jam tiap 8 jam, dilanjutkan per oral setelah sadar, kinidin efektif bila sudah terjadi resistensi terhadap kina, kinidin lebih toksik terhadap jantung dibandingkan kina. Klorokuin Klorokuin masih merupakan OAM yang efektif terhadap P. falciparum yang sensitif terhadap klorokuin. Keuntungannya tidak menyebabkan hipoglikemi dan tidak mengganggu kehamilan. Dosis loading : klorokuin 10 mg basa/Kg BB dalam 500 ml cairan isotonis dalam 8 jam diulang 3 x. Bila cara per infus tidak memungkinkan dapat diberikan secara i.m atau subkutan dengan cara 3,5mg/Kg BB klorokuin basa tiap 6 jam, dan 2,5 mg/Kg BB klorokuin tiap 4 jam. Injeksi kombinasi sulfadoksin-pirimetamim (fansidar) Ampul 2 ml : 200 mg S-D + 10 mg pirimetamin Ampul 2,5 ml : 500 mg S-D + 25 mg pirimetamin Exchange transfusion (transfusi ganti) Tindakan exchange transfusion dapat mengurangi parasitemi dari 43% menjadi 1%. Penelitian MILLER melaporakan kegunaan terapi untuk menurunkan parasitemia pada malaria berat. Tindakan ini berguna mengeluarkan eritrosit yang berparasit, menurunkan toksin parasit, serta memperbaiki anemia. Indikasi Tranfusi tukar (Rekomendasi CDC) :4 1. Parasitemia >30 % tanpa komplikasi berat 2. Parasitemia > 10 % disertai komplikasi berat 3. Parasitemia >10% dengan gagal pengobatan.
22

d.

e. 1) 2) 2.

Komplikasi tranfusi tukar 20 1. Overload cairan. 2. Demam, reaksi alergi 3. Kelainan metabolic (hipokalsemia) 4. Penyebaran infeksi. C. 1. a. Pengobatan Komplikasi Pengobatan malaria serebral Pemberian steroid pada malaria serebral, justru memperpanjang lamanya koma dan menimbulkan banyak efek samping seperti pneumoni dan perdarahan gastro intestinal b. Heparin, dextran, cyclosporine, epineprine dan hiperimunglobulin tidak terbukti berpengaruh dengan mortalitas. c. Anti TNF, pentoxifillin, desferioxamin, prostasiklin, asetilsistein merupakan obat-obatan yang pernah dicoba untuk malaria serebral d. Anti-Konvulsan (diazepam 10 mg i.v) Pengobatan Pada Gagal Ginjal Akut a. Cairan Bila terjadi oliguri infus N.Salin untuk rehidrasi sesuai perhitungan kebutuhan cairan, kalau produksi urin < 400 ml/24 jam, diberikan furosemid 40-80 mg. bila tak ada produksi urin (gagal ginjal) maka kebutuhan cairan dihitung dari jumlah urin +500 ml cairan/24 jam b. Protein Kebutuhan protein dibatasi 20gram/hari (bila kreatinin meningkat) dan kebutuhan kalori diberikan dengan diet karbohidrat 200 gram/hari c. Diuretika Setelah rehidrasi bila tak ada produksi urin, diberikan furosemid 40 mg. setelah 23 jam tak ada urin (kurang dari 60cc/jam) diberikan furosemid lagi 80 mg, ditunggu 3-4 jam, dan bila perlu furosemid 100- 250 mg dapat diberikan i.v pelan. d. Dopamin Bila diuretika gagal memperbaiki fungsi ginjal dan terjadi hipotensi, dopamin dapat diberikan dengan dosis 2,5-5,0 ugr/kg/menit. Penelitian di Thailand pemberian dopamin dikombinasikan dengan furosemide mencegah memburuknya fungsi ginjal dan memperpendek lamanya gagal ginjal akut pada penderita dengan kreatinin <5mg%. Pada kasus dengan kreatinin > 5mg% tidak bermanfaat. e. Dialis dini Bila kreatinin makin meningkat atau gagal dengan pengobatan diuretika dialisis harus segera dilakukan. Indikasi dialisis secara klinis dijumpai gejala uremia, adanya tanda overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia.
23

f. Tindakan terhadap hiperkalemi (serum kalium >5,5 meg/L Diberikan regular insulin 10 unit i.v/ i.m bersama-sama 50 ml dekstrose 40% dan monitor gula darah dan serum kalium. Pilihan lain dapat diberikan 10-20 ml 10% i.v pelan-pelan. g. Hipokalemi Hipokalemi terjadi 40% dari penderita malaria serebral. Bila kalium 3.0-3,5 meq/L diberikan KCL perinfus25 meq, kalium 2.0-2,9 meq/L diberikan KCL perinfus 50 meq. h. Hiponatremi Hiponatremi dapat menyebabkan penurunan kesadaran. Pada malariaserebral, hiponatremi terjadi karena kehilangan elektrolit lewat muntah dan diare ataupun kemungkinan sindroma abnormalitas hormon anti diuretik (SAHAD). i. Asidosis Asidosis (pH <7,15 ) merupakan komplikasi akhir dari malaria berat dan sering bersamaan dengan kegagalan fungsi ginjal. Pengobatannya dengan pemberian bikarbonat. 2. Tindakan terhadap malaria biliosa Penanganan malaria biliosa/malaria dengan ikterik tidak ada yang spesifik, tindakan yang diberikan adalah sebagai berikut : a. Pemberian kina dosis awal 20 mg/kg boleh diberikan bila 24 sebelumnya tidak memakai kina. Bila setelah 48 jam keadaan umum belum membaik, dosis kinin diturunkan setengahnya. b. Bila ikterik disebabkan karena intravaskuler hemolisis, kina dihentikan dan diganti klorokuin dengan dosis 5mg/kg BB. c. Bila anoreksi berat berikan 10% glukose Iv, untuk mencegah hipoglikemia. d. Pada hiperbilirubinemia berat sebaiknya dihindarkan suntikan intra muskuler karena bahaya perdarahan/hematom/DIC. e. Vitamin K dapat diberikan 10mg/hari i/v selama 3 hari untuk memperbaiki faktor koagulasi. f. Hati-hati dengan obat yang mengganggu fungsi hati seperti parasetamol, tetrasiklin g. Pada ikterik berat dapat diberikan colesteramin Bila pengobatan malaria diberikan dengan adekuat maka penurunan bilirubin akan terjadi dengan cepat pada hari ke 3 dapat turun lebih dri 50% 3. Hipoglikemia Periksa kadar gula darah secara cepat pada setiap penderita malaria berat. Bila kadar gula darah kurang dari 40mg% maka : a. Beri 50ml dekstrose 40% i.v dianjutkan dengan b. Glukosa 10% per infus 4-6 jam c. Monitor gula darah tiap 4-6 jam

24

d.

Bila perlu obat yang menekankan produksi insulin seperti, glukagon atau somatostatin analog 50 mg subkutan. 4. Penanganan blackwater fever a. Istirahat di tempat tidur, karena hemolisis memudahkan terjadinya kegagalan jantung. b. Menghentikan muntah dan sedakan. c. Transfusi darah bila Hb < 6 gr% atau hitung eritrosit < 2 juta/mm. d. Kina tidak dianjurkan pada blackwater fever dengan G-6PD defisiensi. e. Monitor produksi urin, ureum dan kreatinin. Bila ureum lebih besar 200 mg% dipertimbangkan dialisis. 5. Penanganan Malaria Algid Tujuan dalam penangan malaria algid dengan syok yaitu memperbaiki gangguan hemodinamik, dengan cairan atau dopamin. 6. Penanganan Edema Paru Edema paru merupakan komplikasi yang fatal, oleh karenanya pada malaria berat sebaiknya dilakukan penanganan mencegah terjadinya edema paru: a. Pemberian cairan dibatasi, sebaiknya menggunakan monitoring dengan CVP. Pemberian cairan melebihi 1500 ml menyebabkan edema paru. b. Bila anemi (HB<5gr%) transfusi darah diberikan perlahan-lahan. c. Mengurangi beban jantung kanan dengan diuretika. d. Dapat dicoba pemberian vasodilator (nitro-prussid) atau nitro-gliserin e. Perbaiki hipoksia dengan memberikan oksigen konsentrasi tinggi. 7. Penanganan anemi Bila anemi kurang dari 5gr% atau hematokrit kurang dari 15% diberikan transfusi darah whole blood atau packed cells. 8. Penanganan terhadap infeksi sekunder/sepsis Infeksi sekunder yang sering terjadi yaitu pneumonia karena aspirasi, sepsis yang berasal dari infeksi paru, infeksi saluran kencing karena pemasangan kateter. Antibiotika yang dianjurkan sebelum diperoleh hasil kultur ialah kombinasi ampisilin dan gentamisin, atau sefalosporin generasi ke III. f. Resistensi Dalam Harisson's Priciples of Internal Medicine dinyatakan bahwa resistensi terhadap malaria terjadi pada penderita penyakit sickle cell, ovalocytosis, thallasemia, dan defisiensi glucosa-6-phosphate dehydrogenase (G6PD). Penyakitpenyakit ini melindungi penderitanya dari kematian karena malaria falciparum. Sebagai contoh, HbA/S heterozigot (sifat sickle cell) memiliki penurunan resiko
25

kematian sebesar 6 kali lipat akibat malaria falciparum berat. Penurunan resiko ini kemungkinan memiliki hubungan dengan pertumbuhan parasit yang tidak baik akibat rendahnya tekanan oksigen. Pembelahan parasit pada HbA/E heterozigot berkurang pada kepadatan parasit yang tinggi. Di melanesia, anak-anak dengan thalasseia alfa tampaknya lebih sering mengalami malaria (baik vivax maupun falciparum) pada awal kehidupan, dan pola infeksi ini sepertinya melindungi penderita dari penyakit yang berat. Di ovalocytosis melanesian, eritrosit yang kaku menghambat invasi merozoit, dan menciptakan lingkungan intraeritrositik yang buruk. Mekanisme pertahanan tubuh non-spesifik menghentikan perkembangan infeksi dan respons imun spesifik yang mengikutinya mengendalikan infeksI. Lamakelamaan, pemaparan terhadap jenis parasit dalam jumlah yang cukup, mengatur perlindungan terhadap parasitemia tingkat tinggi dan penyakit tetapi tidak terhadap infeksi. Sebgai hasilnya, terjadi infeksi tanpa penyakit (premunition), asimtomatik parasitemia umum terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak yang tinggal di wilayah dengan transmisi yang sering dan stabil. Individu yang telah kebal terhadap malaria mengalami peningkatan polyclonal di level serum IgM, IgG, dan IgA. Pertahan tubuh seperti ini akan menurun ketika orang tersebut keluar dari daerah endemik selama beberapa bulan atau lebih lama . g. Komplikasi Infeksi pada manusia di mulai saat nyamuk anopheles betina memasukkan sporozoit plasmodium dari kelenjar air liurnya saat menghisap darah. Bentuk mikroskopik motil parasit malaria di bawa ke hepar dengan cepat melalui aliran darah. Di hepar mereka akan menginvasi sel parenchym hepar san memulai fase reproduksi aseksual (intrahepatik atau preerythrocytic schizogony or merogony). Dengan pembelahan ini 10.000 sporozoit dapat menjadi >30.000 merozoit. Sel hepar yang terinfeksi dan membesar, lama-kelamaan akam pecah san melepaskam merozoit yang motil ke aliran darah. Parasit ini akan menginfeksi eritrosit dan membelah enam sampai dua puluh kali lipat dalam 48-72 jam. Ketika densitas parasit mencapai ~ 50 uL darah, tahap simtomatik infeksi mulai muncul. Setelah masuk ke aliran darah, merozoit segera menginvasi eritrosit dan menjadi trophozoites. Penempelannya diperantarai oleh reseptor permukaan. Pada akhir dari 48 jam siklus intraeritrositik, parasit telah mengkonsumsi hampir semua
26

hemoglogin dan tumbuh memenuhi sebagian besar eritrosit. Pada tahap ini parasit dikenal sebagai schizont. Pembelahan inti multipel telah terjadi (schizogony atau merogony), dan eritrosit pecah melepaskan 6-30 merozoit, masing-masing berpotensi mengulang siklus lagi atau melanjutkan perkembangan menjadi gametosit. Penyakit malari pada manusia disebabkan oleh efek langsung dari invasi dan penghancuran eritrosit oleh parasit aseksual dan reaksi imun penderita. Pertahanan non-spesifik merupakan respon imun penderita yang pertama teraktivasi. Splenic immunologic dan fitrative clearance functions meningkat pada malaria, dan pembuangan baik eritrosit yang terinfeksi maupun yang normal dipercepat. Sel yang memiliki parasit lolos dari penghancuran di limpa pada tahap schizont, pecah. Material yang di keluarkan memicu aktivasi makrofag dan melepaskan sel proinflamatory mononuclear-membentuk cytokine, yang

menyebabkan dan efek-efek pathologi lainnya. Setelah menginasi eritrosit, parasit malaria yang berkiembang secara progresif memakan dan memecah protein intraseluler, terutama hemoglobin. Heme yang berpotenso racun di detiksifikasi dengan polimerisasi menjadi hemozoin (pigmen malaria). Parasit juga mempengaruhi membran eritrosit dengan mengubah properti transpotnya, pemaparan terhadap antigen cryptic permukaan, dan memasukan parasit baru-membentuk protein. Eritrosit menjadi berbentuk lebih iregular, lebih antigenik, dan lebih sulit berubah bentuk. Pada infeksi Plasmodium falciparum, muncul prominensa atau tonjolan membran pada permukaan eritrosit 12-15 jam setelah invasi parasit pada eritrosit. "Gumpalan-gumpalan" ini membentuk protein pelekat membran eritrosit strain spesifik dengan berat molekul yang besar, varian secara antigenic (PfEMP1) yang berperan dalam penempelan dengan reseptor pada endothel vena dan kapiler proses yang dikenal dengan Cytoadherence. Dengan demikian, eritrosit yang terinfeksi menempel dan pada akhirnya menghalangi permukaan dalam (obstruksi) vena dan kapiler. Hal ini akan menyebabkan suplai darah yang tidak adekuat ke daerah yang diperdarahi oleh pembuluh darah bersangkutan. Beberapa reseptor vaskuler telah diidentifikasi, yaitu itercellular adhesion moelcule (ICAM-1), yang kemungkinan merupakan reseptor terpenting di otak. Pada tahap ini eritrosit yang
27

terinfeksi P. falciparum akan memblokir vena dan kapiler. Pada tahap yang sama, Eritrosit yang terinfeksi dapat melekat pula dengan eritrosit lain yang tidak terinfeksi (membentuk rosette), maupun dengan yang telah terinfeksi pula (agglutinatinasi). Proses cytoadherence, rosetting, dan agglutinasi merupakan pathogenesis penting dalam malaria falciparum. Hal ini berujung pada sequestrasi eritrosit yang memiliki parasit dewasa pada organ-organ vital, terutama pada otak, tempat di mana mereka menghambat aliran microcirculatory dan metabolisme. Keadaan ini dapat menyebabkan berkurangnya aliran oksigen dan nutrisi ke otak yang dapat menyebabkan keadaan acidosis akibat dari proses metabolisme anaerob. Keadaan acidosis ini akan mengganggu aktivitas penghantaran sinyal saraf atau potensial aksi saraf. Apabila terjadi di otak, hal ini dapat menyebabkan kejang dan kehilangan kesadaran. Komplikasi Penyakit Malaria (Malaria Berat) Malaria Serebral Merupakan komplikasi paling berbahaya. Ditandai dengan penurunan kesadaran (apatis, disorientasi, somnolen, stupor, sopor, koma) yang dapat terjadi secara perlahan dalam beberapa hari atau mendadak dalam waktu hanya 1-2 jam, sering disertai kejang. Penilaian penurunan kesadaran ini dievaluasi berdasarkan GCS. Diperberat karena gangguan metabolisme, seperti asidosis, hipoglikemi, gangguan ini dapat terjadi karena beberapa proses patologis. Diduga terjadi sumbatan kapiler pembuluh darah otak sehingga terjadi anoksia otak. Sumbatan karena eritrosit berparasit sulit melalui kapiler karena proses sitoadherensi dan sekuestrasiparasit. Tetapi pada penelitian Warrell, menyatakan bahwa tidak ada perubahan cerebral blood flow, cerebro vascular resistence, atau cerebral metabolic rate for oxygen pada pasien koma dibanding pasien yang telah pulih kesadarannya. Kadar laktat pada cairan serebrospinal (CSS) meningkat pada malaria serebral yaitu >2.2 mmol/L (1.96 mg/dL) dan dapat dijadikan indikator prognostik: bila kadar laktat >6 mmol/L memiliki prognosa yang fatal.

28

Biasanya disertai ikterik, gagal ginjal, hipoglikemia, dan edema paru. Bila terdapat >3 komplikasi organ, maka prognosa kematian >75 %. Gagal Ginjal Akut (GGA) Kelainan fungsi ginjal dapat terjadi prerenal karena dehidrasi (>50%), dan hanya 5-10 % disebabkan oleh nekrosis tubulus akut. Gangguan fungsi ginjal ini oleh karena anoksia yang disebabkan penurunan aliran darah ke ginjal akibat dehidrasi dan sumbatan mikrovaskular akibatsekuestrasi, sitoadherendan rosseting. Apabila berat jenis (BJ) urin <1.01 menunjukkan dugaan nekrosis tubulus akut; sedang urin yang pekat dengan BJ >1.05, rasio urin:darah > 4:1, natrium urin < 20 mmol/L menunjukkan dehidrasi Secara klinis terjadi oligouria atau poliuria. Beberapa faktor risiko terjadinya GGA ialah hiperparasitemia, hipotensi, ikterus, hemoglobinuria. Dialisis merupakan pengobatan yang dapat menurunkan mortalitas. Seperti pada hiperbilirubinemia, anuria dapat berlangsung terus walaupun pemeriksaan parasit sudah negatif Kelainan Hati (Malaria Biliosa) Ikterus sering dijumpai pada infeksi malaria falsiparum, mungkin disebabkan karena sekuestrasidan sitoadheren yang menyebabkan obstruksi mikrovaskular. Ikterik karena hemolitik sering terjadi. Ikterik yang berat karena P. falsiparum sering penderita dewasa hal ini karena hemolisis, kerusakan hepatosit. Terdapat pula hepatomegali, hiperbilirubinemia, penurunan kadar serum albumin dan peningkatan ringan serum transaminase dan 5 nukleotidase. Ganggguan fungsi hati dapat menyebabkan hipoglikemia, asidosis laktat, gangguan metabolisme obat. Edema Paru sering disebut Insufisiensi Paru Sering terjadi pada malaria dewasa. Dapat terjadi oleh karena hiperpermiabilitas kapiler dan atau kelebihan cairan dan mungkin juga karena peningkatan TNF-. Penyebab lain gangguan pernafasan (respiratory distress): 1) Kompensasi

pernafasan dalam keadaan asidosis metabolic;2) Efek langsung dari parasit atau peningkatan tekanan intrakranial pada pusat pernapasan di otak; 3) Infeksi

29

sekunder pada paru-paru; 4) Anemia berat; 5) Kelebihan dosis antikonvulsan (phenobarbital) menekan pusat pernafasan. Hipoglikemia Hipoglikemi sering terjadi pada anak-anak, wanita hamil, dan penderita dewasa dalam pengobatan quinine (setelah 3 jam infus kina). Hipoglikemi terjadi karena: 1) Cadangan glukosa kurang pada penderita starvasi atau

malnutrisi; 2) Gangguan absorbsi glukosa karena berkurangnya aliran darah ke splanchnicus; 3) Meningkatnya metabolisme glukosa di jaringan;4) Pemakaian glukosa oleh parasit; 5) Sitokin akan menggangu

glukoneogenesis; 6)Hiperinsulinemia pada pengobatan quinine. Metabolisme anaerob glukosa akan menyebabkan asidemia dan produksi laktat yang akan memperburuk prognosis malaria berat Haemoglobinuria (Black Water Fever) Merupakan suatu sindrom dengan gejala serangan akut, menggigil, demam, hemolisis intravascular, hemoglobinuria, dan gagal ginjal. Biasanya terjadi pada infeksi P. falciparum yang berulang-ulang pada orang non-imun atau dengan pengobatan kina yang tidak adekuat dan yang bukan disebabkan oleh karena defisiensi G6PD atau kekurangan G6PD yang biasanya karena pemberian primakuin. Malaria Algid Terjadi gagal sirkulasi atau syok, tekanan sistolik <70 mmHg, disertai gambaran klinis keringat dingin, atau perbedaan temperatur kulit-mukosa >1 C, kulit tidak elastis, pucat. Pernapasan dangkal, nadi cepat, tekanan darah turun, sering tekanan sistolik tak terukur dan nadi yang normal. Syok umumnya terjadi karena dehidrasi dan biasanya bersamaan dengan sepsis. Pada kebanyakan kasus didapatkan tekanan darah normal rendah yang disebabkan karena vasodilatasi. Asidosis Asidosis (bikarbonat <15meq) atau asidemia (PH <7.25), pada malaria menunjukkan prognosis buruk. Keadaan ini dapat disebabkan: 1) Perfusi jaringan
30

yang buruk oleh karena hipovolemia yang akan menurunkan pengangkutan oksigen; 2) Produksi laktat oleh parasit; 3) Terbentuknya laktat karena aktifitas sitokin terutama TNF-, pada fase respon akut; 4) Aliran darah ke hati yang berkurang, sehingga mengganggu bersihan laktat; 5) Gangguan fungsi ginjal, sehingga terganggunya ekresi asam. Asidosis metabolik dan gangguan metabolik: pernafasan kussmaul, peningkatan asam laktat, dan pH darah menurun (<7,25) dan penurunan bikarbonat (< 15meq). Keadaan asidosis bisa disertai edema paru, syok gagal ginjal, hipoglikemia. Gangguan lain seperti hipokalsemia, hipofosfatemia, dan hipoalbuminemia. Manifestasi gangguan Gastro-Intestinal Gejala gastrointestinal sering dijumpai pada malaria falsifarum berupa keluhan tak enak diperut, flatulensi, mual, muntah, kolik, diare atau konstipasi. Kadang lebih berat berupa billious remittent fever (gejala gastro-intestinal dengan hepatomegali), ikterik, dan gagal ginjal, malaria disentri, malaria kolera. Hiponatremia Terjadinya hiponatremia disebabkan karena kehilangan cairan dan garam melalui muntah dan mencret ataupun terjadinya sindroma abnormalitas hormon antidiuretik (SAHAD). Gangguan Perdarahan Gangguan perdarahan oleh karena trombositopenia sangat jarang. Perdarahan lebih sering disebabkan oleh Diseminata Intravaskular Coagulasi (DIC). h. Prognosis Prognosa penderita malaria berat tergantung pada: Kecepatan / ketepatan diagnosis dan pengobatan Kegagalan fungsi organ. Semakin sedikit organ vital yang terganggu, semakin baik prognosisnya. Kepadatan parasit. Semakin padat parasitnya, semakin buruk prognosanya Malaria Vivaks Prognosis malaria vivaks biasanya baik, tidak menyebabkan kematian. Bila tidak diberi pengobatan, serangan pertama dapat berlangsung 2 bulan atau lebih. Rata31

rata infeksi malaria vivaks tanpa pengobatan berlangsung 3 tahun, tetapi pada beberapa kasus dapat berlangsung lebih lama, terutama karena relapsnya. Malaria Malariae Tanpa pengobatan, malaria malariae dapat berlangsung sangat lama dan rekurens pernah tercatat 30-50 tahun sesudah infeksi. Malaria ovale Malaria ovale penyakitnya ringan dan dapat sembuh sendriri tanpa pengobatan. Malaria falsiparum Penderita malaria falsiparum berat prognosisnya buruk, sedangkan penderita malaria falsiparum tanpa komplikasinprognosisnya cukup baik bila dilakukan pengobatan dengan segera dan dilakukan observasi hasil pengobatan. PLASMODIUM a. Sejarah dan hospes Sejarah Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Gejala klinis penyakit malaria khas dan mudah dikenal, karena demam yang naik turun dan teratur disertai menggigil. Pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Selain itu ditemukan kelainan limpa, yaitu splenomegali: limpa membesar dan menjadi keras, sehingga dahulu penyakit malaria disebut juga sebagai demam kura. Malaria diduga disebabkan oleh hukuman dewa, karena pada waktu itu ada wabah di sekitar kota Roma. Penyakit ini banyak ditemukan di daerah rawa yang mengeluarkan bau busuk ke sekitarnya, sehingga disebut malaria (mal area= udara buruk = bad air). Pada abad ke-19, Laveran menemukan stadium gametosit berbentuk pisang dalam darah seorang penderita malaria. Kemudian Ross (1897), menemukan bahwa malaria ditularkan oleh nyamuk yang banyak terdapat di sekitar rawa. Hospes Parasit malaria termasuk genus Plasmodium dan pada manusia ditemukan 4 spesies: Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Pada kera ditemukan spesies parasit malaria yang menyerupai Plasmodium manusia, antara lain: Plasmodium cynomologi menyerupai Plasmodium vivax,
32

Plasmodium knowlesi menyerupai Plasmodium falciparum dan Plasmodium malariae, Plasmodium rodhaini pada simpanse di Afrika dan Plasmodium brasilianum pada kera di Amerika Selatan yang menyerupai Plasmodium malariae. Salah satu Plasmodium primata, yaitu P.knowlesi dilaporkan pertama kali di Malaysia (1965) dapat menginfeksi manusia dan menyebabkan gejala klinis, kemudian ditemukan di Muangthai. Walaupunbelum dilaporkan, hal ini kemungkinan dapat ditemukan di Indonesia mengingat geografinya yang serupa dengan negara tersebut. b. Morfologi dan identifikasi Morfologi Plasmodium berbeda-beda tiap spesies. Sitoplasmanya mempunyai bentuk yang tak teratur pada berbagai stadium pertumbuhan dan mengandung kromatin, pigmen serta granula. Pigmen malaria terdiri dari protein yang telah didenaturasi, yaitu hemozoin atau hematin yang merupakan hasil metabolisme antara parasit dengan bahan-bahan dari eritrosit. 1. Plasmodium vivax - Eritrosit yang terinfeksi oleh parasit ini mengalami pembesaran dan pucat karena kekurangan hemoglobin. - Tropozoit muda tampak sebagai cincin dengan inti pada satu sisi. - Tropozoit tua tampak sebagai cincin amuboid akibat penebalan sitoplasma yang tidak merata. - Dalam waktu 36 jam parasit akan mengisi lebih dari setengah sel eritrosit yang membesar. - Proses selanjutnya inti sel parasit akan mengalami pembelahan dan menjadi bentuk schizont yang berisi merozoit berjumlah antara 16 18 buah. - Gametosit mengisi hampir seluruh eritrosit. Mikrogametosit berinti besar dalam pewarnaan Giemsa akan berwarna merah muda sedangkan sitoplasma berwarna biru. Makrogametosit berinti padat berwarna merah letaknya biasanya di pinggir. - Terdapat bintik-bintik merah yang disebut titik Schuffner pada eritrosit yang terinfeksi parasit ini.

2. Plasmodium falciparum
33

- Hanya ditemukan bentuk tropozoit dan gametosit pada darah tepi, kecuali pada kasus infeksi yang berat. - Schizogoni terjadi di dalam kapiler organ dalam termasuk jantung. - Sedikit schizont di darah tepi, terkait berat ringannya infeksi. - Schizont berisi merozoit berjumlah 16 20 buah. - Eritrosit yang terinfeksi tidak mengalami pembesaran. - Bisa terjadi multiple infeksi dalam eritrosit (ada lebih dari satu parasit dalam eritrosit), bentuk acolle (inti menempel dinding eritrosit) dan spliting (inti parasit terpecah dua). - Gametosit berbentuk pisang, makrogametosit inti kompak (mengumpul) biasanya di tengah sedangkan makrogametosit intinya menyebar. - Sitoplasma eritrosit terdapat terdapat bercak-bercak merah yang tidak teratur disebut titik Maurer.

SIKLUS HIDUP Plasmodium mengalami 2 siklus, yaitu : 1. Siklus aseksual (schizogoni) di dalam tubuh vertebrata (termasuk manusia) 2. Siklus seksual (sporogoni) di dalam tubuh nyamuk. Schizogoni : - Sporozoit infektif dari kelenjar ludah nyamuk Anopheles dimasukkan ke dalam aliran darah hospes vertebrata / manusia. - Dalam 30 menit, sporozoit memasuki sel parenkim hati dan memulai stadium eksoeritrositer. - Dalam sel hati sporozoit berkembang menjadi schizont, kecuali sebagian parasit yang tidak berkembang akan mengalami masa tidur (dormant) dan disebut sebagai hipnosoit yang sewaktu-waktu dapat berkembang menjadi aktif. - Schizont matang dalam sel hati akan membelah dan mengeluarkan merozoit. - Merozoit hati memasuki eritrosit dan mulai berjalan stadium eritrositer. - Merozoit dalam eritrosit berkembang menjadi bentuk tropozoit. - Tropozoit berkembang menjadi schizont, yang bila telah matang akan pecah dan mengeluarkan merozoit. - Sebagian merozoit akan mengalami fagositosis, sebagian lagi akan
34

memasuki eritrosit lain dan mengulang siklus schizogoni, sementara sebagian lainnya lagi akan memasuki eritrosit tetapi tidak membentuk schizont melainkan membentuk gametosit. Sporogoni : - Gametosit dalam eritrosit akan masuk ke tubuh nyamuk bersamaan saat nyamuk menggigit manusia yang terinfeksi Plasmodium. - Mikrogametosit matang akan mengeluarkan filament yang aktif dan bisa membuahi makrogametosit dan menghasilkan zigot. - Dalam waktu 12 24 jam setelah nyamuk menghisap darah, zigot menjadi ookinet yang dapat menembus dinding lambung berkembang menjadi ookista. - Di dalam ookista dibentuk ribuan sporozoit. - Saat ookista pecah, sporozoit keluar dan akan menuju ke seluruh bagian tubuh nyamu termasuk menembus kelenjar liurnya - Bila nyamuk menggigit manusia, sporozoit masuk ke tubuh manusia dan dimulailah siklus schizogoni. c. Daur Hidup Fase Aseksual (di tubuh manusia) Dimulai ketika anopheles betina menggigit manusia dan memasukkan sporozoit yang terdapat dalam air liurnya ke dalam sirkulasi darah manusia. Dalam waktu 30 menit 1 jam, sporozoit masuk kedalam sel parenkhim hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan merozoit. Proses ini disebut intrahepatic schizogony atau pre-erythrocyte schizogony atau skizogoni eksoeritrosit, karena parasit belum masuk kedalm eritrosit (sel darah merah). Lamanya fase ini berbeda-beda untuk tiap spesies plasmodium; butuh waktu 5,5 hari untuk P.falciparum dan 15 hari untuk P.malariae. Pada akhir fase terjadi sporulasi, dimana skizon hati pecah dan banyak mengeluarkan merozoit ke dalam sirkulasi darah. Pada P.vivax dan P.ovale, sebagian sporozoit membentuk hipnozoit dalam hati yang dapat bertahan sampai bertahun-tahun, atau dikenal sebagai sporozoit tidur yang dapat mengakibatkan relaps pada malaria, yaitu kambuhnya penyakit setelah tampak mereda selama periode tertentu.

Fase eritrosit dimulai saat merozoit dalam sirkulasi menyerang sel darah merah melalui reseptor permukaan eritrosit dan membentuk trofozoit.
35

Reseptor pada P.vivax berhubungan dengan faktor antigen Duffy Fya dan Fyb. Oleh karena itu individu dengan golongan darah Duffy negatif tidak terinfeksi malaria vivax. Reseptor P.falciparum diduga merupakan suatu glikoforin, sedangkan pada P.malariae dan P.ovale belum diketahui. Dalam kurang dari 12 jam parasit berubah menjadi bentuk cincin; pada P.falciparum berubah menjadi bentuk stereo-headphones didalam sitoplasma yang intinya mengandung kromatin. Parasit malaria tumbuh dengan mengonsumsi hemoglobin. Bentuk eritrosit yang mengandung parasit menjadi lebih elastis dan berbentuk lonjong. Setelah 36 jam menginvasi eritrosit, parasit berubah menjadi skizon. Setiap skizon yang pecah akan mengeluarkan 6-36 merozoit yang siap menginfeksi eritrosit lain. Siklus aseksual P.falciparum, P.vivax, dan P.ovale adalah 48 jam dan P.malariae adalah 72 jam. Dengan kata lain, proses menjadi trofozoit skizon merozoit. Setelah dua sampai tiga generasi merozoit terbentuk, sebagian berubah menjadi bentuk seksual, gamet jantan dan gamet betina.

Fase Seksual (di tubuh nyamuk) Jika nyamuk anopheles betina mengisap darah manusia yang mengandung parasit malaria, parasit bentuk seksual masuk ke dalam perut nyamuk. Bentuk ini mengalami pematangan menjadi mikrogametosit dan makrogametosit, yang kemudian terjadi pembuahan membentuk zygote (ookinet). Selanjutnya, ookinet menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit,15 dan bermigrasi ke kelenjar air liur nyamuk.1 Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.

36

Gambar 1 : Skema Siklus hidup Plasmodium Malaria d. Patogenesis, patologi dan temuan klinis Plasmodium vivax Masa tunas intrinsic biasanya berlangsung 12-17 hari, tetapi pada beberapa strain P.vivax dapat sampai 6-9 bulan atau mungkin lebih lama. Serangan pertama dimulai dengan sindroma podromal: sakit kepala, nyeri punggung, mual dan malaise umum. Pada relaps sindrom podromal ringan atau tidak ada. Demam tidak teratur pada 2-4 hari pertama, kemudian menjadi intermitten dengan perbedaan yang nyata pada pagi dan sore hari, suhu meninggi kemudian turun menjadi normal. Kurva demam pada permulaa penyakit tidak teratur, disebabkan beberapa kelompok parasit yang masing-masing

mempunyai saat sporulasi sendiri, sehingga demam tidak teratur. Kemudian kurva demam menjadi teratur, yaitu periodisitas 48 jam. Serangan demam terjadi pada siang atau sore hari dan mulai jelas dengan stadium menggigil, panas, berkeringat yang klasik. Suhu badan dapat mencapai 40,60C atau lebih. Mual dan muntah, pusing, mengantuk atau gejala lain akibat iritasi serebral dapat terjadi tetapi hanya berlangsung sementara. Anemia pada serangan pertama biasanya belum jelas atau tidak berat, tetapi pada malaria menahun

37

menjadi lebih jelas. Trombositopenia sering ditemukan dan jumlah trombosit meningkat setelah pemberian obat antimalaria. Limpa pada serangan pertama mulai membesar, dengan konsistensi lembek dan mulai teraba pada minggu kedua.pada malaria menahunlimpa menjadi sangat besar,keras dan kenyal. Trauma kecil dapat menyebabkan rupture limpa, tetapi hal ini jarang terjadi. Pada permulaan serangan pertama, jumlah parasit P.vivax sedikit dalam peredaran darah tepi, tetapi bila demam tersian telah berlangsung, jumlahnya bertambah banyak. Suatu serangan tunggal yang tidak diberi pengobatan, dapat berlangsung beberapa minggu dengan serangan demam berulang. Demam lama kelamaan berkurang dan dapat menghilang sendiri tanpa pengobatan karena system imun penderita. Selanjutnya, setelah periode tertentu, dapat terjadi relaps yang disebabkan oleh hipnozoit yang aktif kembali. Berdasarkan periode terjadinya relaps, P. vivax dibagi atas tropical strain dan temperate strain. Plasmodium vivax tropical strain akan relaps dalam jangka waktu yang pendek dan frekuensi terjadinya relaps lebih sering dibandingkan temperate strain. Sebaliknya, pada temperate strain, relaps terjadi 6-10 bulan setelah permulaan infeksi. Plasmodium malariae Masa inkubasi pada infeksi P.malariae berlangsung 18 hari dan kadang-kadang sampai 30-40 hari. Gambaran klinis pada sserangan pertama mirip dengan P.vivax. serangan demam lebih teratur dan terjadi pada sore hari. Parasit P.malariae cenderung menghinggapi eritrosit yang lebih tua yang jumlahnya hanya 1% dari total eritrosit. Akibatnya, anemia kurang jelas dibandingkan malaria vivax dan penyulit lain agak jarang. Splenomegali dapat mencapai ukuran besar. Parasitemia asimtomatik tidak jarang dan menjadi masalah pada donor darah untuk transfuse. P.malariae merupakan salah satu Plasmodium yang dapat menyebabkan kelainan ginjal, selain P.falciparum. kelainan ginjal yang disebabkan oleh P.malariae biasanya hany abersifat menahun dan progresif dengan gejala lebih berat dan prognosis buruk. Nefrosis pada malaria kuartana sering terdapat pada anak di afrika dan sangat jarang terjadi pada orang non-imun yang terinfeksi P.malariae. gejala klinis bersifat non spesifik, biasanya ditemukan
38

pada anak berumur 5 tahun. Proteinuria dapat ditemukan pada 46% penderita. Semua stadium parasit aseksual terdapat dalam peredaran darah tepi pada waktu yang bersamaan, tetapi parasitemia tidak tinggi, kira-kira 1% sel darah merah yang diinfeksi. Mekanisme rekurens pada malariae disebabkan oleh parasit dari daur eritrosit yang menjadi banyak; stadium aseksual daur eritrosit dapat bertahan didalam badan. Parasit ini dilindungi oleh system pertahanan kekebalan seluler dan humoral manusia. Factor evasi yaitu parasit dapat menghindarkan diri dari pengaruh zat anti dan fagositosis, disamping itu bertahanyya parasit ini tergantung pada variasi antigen yang terus menerus berubah dan menyebabkan rekurens. Plasmodium ovale Gejala klinis malariae ovale mirip dengan malariae vivax. Serangannya sama hebat tetapi penyembuhan sering secara spontan dan relapsnya lebih jarang. Parasit sering tetap berada dalam darah (periode latent) dan mudah ditekan oleh spesies lain yang lebih virulen. P.ovale baru tampak lagi setelah spesies yang lain lenyap. Infeksi campur P.ovale sering terdapat pada orang yang tinggal di daerah tropic afrika endemic malaria. Plasmodium falciparum Masa tunas intrinsic malaria falsiparum berlangsung 9-14 hari. Penyakitnya mulai dengan nyeri kepala, punggung dan ekstrimitas, perasaan dingin , mual, muntah atau diare ringan. Demam mungkin tidak ada atau ringan dan penderita tidak tampak sakit. Diagnosis pada stadium ini tergantung dari anamnesis riwayat bepergian ke daerah endemic malaria. Penyakit berlangsung terus, nyeri kepala, punggung dan ekstremitas lebih hebat dan keadaan umum memburuk. Pada stadium ini penderita tampak gelisah, pikau mental (mental confusion). Demam tidak teratur dan tidak menunjukkan periodisitas yang jelas. Keringat keluar banyak walaupun demamnya tidak tinggi. Nadi dan nafas menjadi cepat. Mual, muntah dan diare menjadi lebih hebat, kadang-kadang batuk oleh karena kelainan paru. Limpa membesar dan lembek pada perabaan. Hati membesar dan tampak ikterus ringan. Kadang-kadang urin ditemukan albumin dan thorak hialin atau thorak granular. Ada anemia ringan dan leucopenia dengan monositosis serta trombositopenia. Bila pada stadium dini penyakit dapat didiagnosis dan

39

diobati dengan baik, maka infeksi dapat segera diatasi. Sebaliknya bila tidak segera ditangani, penderita dapat jatuh ke malaria berat. Perbedaan yang penting antara P. falciparum dan lainnya adalah bahwa P.falciparum dapat memodifikasi permukaan eritrosit yang terinfeksi sehingga stadium aseksual dan gametosit dapat melekat ke endotel kapiler dalam alat dalam dan plasenta. Akibatnya hanya bentuk cincin P.falcifarum yang dapat ditemukan dalam sirkulasi darah tepi. Permukaan eritrosit yang terinfeksi trofozoit dan skizon P.falcifarum akan diliputi dengan tonjolan yang merupakan tempat parasit melekat dengan sel hospes. Bila parasit melekat pada sel endotel, maka parasit tersebut tidak akan dibawa aliran darah ke limpa yang merupakan tempat eliminasi parasit. Reseptor endotel pada hospes sangat bervariasi dan parasit yang berbeda dapat melekat pada berbagai kombinasi reseptor tersebut. Suatu protein yang dikenal sebagai P.falcifarum erythrocyte membrane protein-1 (PfEMP-1) diekspresikan pada permukaan eritrosit yang terinfeksi dikode oleh family gen var yang cukup besar dan sangat bervariasi. Gen ini dikatakan memegang peranan penting dalam pathogenesis P.falcifarum. Pada sebagian besar kasus malaria falsifarum, ikatan antara knob dengan endotel hospes tidak selalu menyebabkan malaria berat. Penyebab infeksi P.falcifarum tanpa komplikasi menjadi malaria berat seperti malaria otak, sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Kemungkinan adalah ekspresi reseptor endotel hospes yang berbeda pada sekuestrasi akan mempengaruhi terjadinya pathogenesis tertentu. Misalnya sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi dalam kapiler plasenta (reseptor CSA= chondroitin sulphate) dapat menyebabkan kelahiran premature, bayi berat badan lahir rendah, bayi lahir mati dan anemia pada ibu hamil. Dalam kapiler otak mungkin yang berperan adalah reseptor ICAM-1 (intercelluller adhesion molecule-1). Apa dan bagaimana perlekatan antara antigen parasit dan reseptor endotel hospes menyebabkan kelainan sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Beberapa mekanisme yang diduga berperan adalah obstruksi aliran darah. Produksi sitokin baik sistemik maupun local. Salah satu antigen malaria yang berasal dari stadium merozoit (MSP-1 dan MSP-2) yaitu GPI

(glycosilphosphatidyl inositol) diduga dapat menginduksi sitokin TNF-alfa yang dihasilkan makrofag. Selanjutnya TNF-alfa akan meningkatkan ekspresi
40

ICAM-1 pada endotel kapiler otak dan diduga peningkatan produksi nitrit oksida secara local dapat menyebabkan malaria otak. Secara garis besar eritrosit yang terinfeksi dapat menimbulkan 3 jenis gangguan yaitu hemodinamik, imunologik, dan metabolic. Gejala klinis malaria yang kompleks merupakan keseluruhan interaksi ketiga gangguan tersebut.

1. perubahan hemodinamik Eritrosit yang terinfeksi parasit akan bersifat mudah melekat. Eritrosit cenderung melekat pada eritrosit di sekitarnya yang tidak terinfeksi, sel trombosit dan endotel kapiler. Hal tersebut akan menyebabkan pembentukan roset dan gumpalan dalam pembuluh darah yang dapat memperlambat mikrosirkulasi. Akibatnya secara klinis dapat terjadi gangguan fungsi ginjal, otak dan syok. Tempat melekat pada permukaan eritrosit yang terinfeksi dikenal sebagai knob yang terdiri atas protein yang dikode oleh genom parasit. Protein ini disebut PfEMP yang sangat bervariasi. Reseptor pada trombosit dan endotel adalah CR1 dan glikosaminoglikan, CD36, PECAM-1/CD31, Eselectin, P-selectin, ICAM-1 dan VCAM-1. Akibatnya pada penderita dapat juga terjadi disseminated intravascular koagulation dan trombositopenia 2. perubahan imunologik Antigen parasit lain yaitu ring infected erythrocyte surface antigen (RESA), protein heat shock dan lainnya akan mengaktifkan sel mononukleus dalam darah yang dapat menimbulkan berbagai respons imun yang berbeda. Misalnya rangkaian glycosylphosphatidylinositol yang bersifat seperti endotoksin akan meningkatkan aktivitas respon Th1 yang berhubungan dengan gagal ginjal akut. Sebaliknya antigen pf332 yang berinteraksi dengan reseptor lain dari monosit akan meningkatkan respons th2 yang berperan dalam pembentukan imunitas terhadap reinfeksi. Hal yang paling penting dari aktivasi monosit adalah pelepasan tumor necrosis factor-alfa (TNF-alfa) yang mempunyai peran dalam pathogenesis malaria akut. Aktivitas Th1 juga akan meningkatkan proliferasi sel B limfosit yang mensintesis IgG2. Hal ini akan mengakibatkan pembentukan autoantibody seperti anticardiolipin,

antiphospolipid dan antisitoplasma neutropjil yang berperan dalam komplikasi mikrovaskuler. Pada aktivasi Th2 terjadi pengeluaran IL-4 yang akan
41

menginduksi proliferasi sel limfosit B untuk menghasilkan IgE dan IgG4. Hal ini terutama bermanifestasi pada malaria selebral dimana terjadi peningkatan IgE. P.falcifarum dapat juga mengaktifkan factor C3 secara langsung melalui jalur alternative pathway yang berperan dalam pathogenesis komplikasi yang berhubungan dengan thrombosis. 3. perubahan metabolic Kelainan metabolic yang berhubungan dengan infeksi plasmodium merupakan konsekuensi dari o o o o gangguan pada membrane eritrosit kebutuhan nutrisi parasit peningkatan gangguan hemodinamik dan imunologik efek pengobatan

e. Diagnosis 1. Pemeriksaan preparat darah tebal dan tipis Diagnosis malaria dapat dibuat apabila ditemukannya stadium tropozoit dengan atau tanpa stadium gametosit.Jumlah parasit yang menyerang juga dapat ditentukan dengan pemeriksaan ini.

42

2.

Q.B.C. (Quantitative Buffy Coat) Menggunkan zat acridine orange pada buffy coat sehingga parasit berwarna fluoresens dibawah sinar ultraviolet

3.

I.R.M.A. (Immunoradiometric assay) Menggunakan label radioaktif pada antigen dan antibodi

4.

Elisa for Ag p. falcliparum(HRP-2 = histidine Rich Protlein-2) Untuk mendeteksi adanya P. falciparum menggunakan tes biokimia

5. 6. 7. 8. 9.

RNA probe DNA Hybridization Rapid Manuel test (P.falciparum)HRP-IIalso available for vivax Indirect fluorescence Assay (IFA) Polymerase Chain Reaction (PCR)

43

G. KERANGKA KONSEP
Tn. Andi (30 thn) memiliki riwayat ke Papua

Infeksi P. falsiparum (invasi RBC)

Hasil pem. Laboratorium P. falsiparum +

P. falsiparum berkembang (jumlah meningkat)

RBC menempel di endothel

Respon imun meningkat

RBC hemolisis

Obstruksi vaskular

PGe2 otak meningkat

PGe2 perifer meningkat

anemia

Heme meningkat

Hipoksia jaringan

Hipoksia otak

Bilirubin meningkat

Hemoglobinuri a

Tidak nyaman Lesu diare

Peningkatan as. laktat

Sakit kepala

demam

Nyeri sendi & tulang

ikterus

Gangguan neurotransmitt er

menggigil

berkeringat

Kejang

Tidak sadar

H. KESIMPULAN Tn. Andi (30 tahun) mengalami kejang dan tidak sadarkan diri yang disertai dengan riwayat sakit kepala, demam, nyeri pada tulang dan sendi, lesu, tidak nyaman pada perut dan diare, serta BAK seperti warna kopi, dikarenakan terserang malaria falsiparum dengan komplikasi malaria serebral yang disebabkan oleh Plasmodium falsiparum.
44

I. DAFTAR PUSTAKA

45

Você também pode gostar