Você está na página 1de 11

Nama NIM Kelompok Tutor

: Nisrina Ariesta Syaputri : 04111001011 : L2 : dr. Eka Febri

ABORTUS
A. Definisi Abortus adalah kehamilan yang berhenti prosesnya pada umur kehamilan di bawah 20 minggu, atau berat fetus yang lahir 500 gram atau kurang (Chalik, 1998). Sedangkan menurut Liewollyn & Jones (2002) mendefenisikan abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas, dimana masa gestasi belum mencapai 22 minggu dan beratnya kurang dari 500 gram. WHO merekomendasikan viabilitas apabila masa gestasi telah mencapai 22 minggu atau lebih dan berat janin 500 gram atau lebih. Menurut Sarwono Prawirohardjo, abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan dengan batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minnggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

B. Epidemiologi Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 1520% dari semua kehamilan.Kalau dikaji lebih jauh abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 24 minggu setelah konsepsi (Prawirohardjo, 2008). WHO memperkirakan di seluruh dunia, dari 46 juta kelahiran pertahun terdapat 20 juta kejadian abortus. Sekitar 13 % dari jumlah total kematian ibu di seluruh dunia diakibatkan oleh komplikasi abortus, 800 wanita diantaranya meninggal karena komplikasi abortus dan sekurangnya 95 % (19 dari setiap 20 abortus) di antaranya terjadi di negara berkembang. Di Amerika Serikat angka kejadian abortus spontan berkisar antara 10-20% dari kehamilan. Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyumas Unit II Purwokerto, angka kejadian abortus pada tahun 2007 sebesar 23,70%, pada tahun 2008 meningkat menjadi 30,70%, Di Rumah

Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung, prevalensi abortus tercatat sebesar 8- 12% (Dwilaksana, 2010). Di Indonesia setiap tahun selalu dilakukan pencatatan distribusi penyakit oleh Departemen Kesehatan RI yang salah satunya adalah penyakit kehamilan. Dapat dilihat pada lampiran 2 mengenai Tabel Distribusi Penyakit

Kehamilan, Persalinan dan Masa Nifas Pasien Rawat Inap Menurut Golongan Sebab Sakit, Indonesia Tahun 2006 diketahui jumlah pasien abortus yang menjalani rawat inap pada tahun 2006 sebanyak 42.354 orang dengan jumlah pasien meninggal dunia sebanyak 205 orang. Sedangkan pada lampiran 4 mengenai Tabel Distribusi Penyakit Kehamilan, Persalinan dan Masa Nifas Pasien Rawat Jalan Menurut Golongan Sebab Sakit, Indonesia Tahun 2006 diketahui jumlah pasien abortus yang menjalani rawat jalan pada tahun 2006 sebanyak 24.491 orang kasus baru dan jumlah kunjungan sebanyak 34.103. Jumlah keguguran yang terjadi diketahui akan menurun dengan meningkatnya usia gestasional, dari 25% pada 5 hingga 6 minggu pertama kehamilan menjadi 2 % selepas 14 minggu kehamilan. Berikut adalah tabel epidemiologi abortus pada awal kehamilan.

C. Etiologi

Penyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah sebagai berikut: Faktor genetik. Translokasi parental keseimbangan genetik Mendelian Multifaktor Robertsonian Respirokal

Kelainan kongenital uterus Anomali duktus mulleri Septum uterus Uterus bikornis Inkompetensi serviks uterus Mioma uteri Sindroma asherman

Autoimun Aloimun Mediasi imunitas humoral Mediasi imunitas seluler

Defek fase luteal Faktor endokrin eksternal Antibodi antitiroid hormon Sintesis LH yang tinggi

Infeksi Hematologik Lingkungan

D. Faktor Resiko 1. Faktor janin : Perkembangan zigot abnormal Aneuploidi Euploid Trisomi autosom

Monosomi X Kelainan struktural kromosom

2. Faktor ibu : Usia Infeksi : TORCH, chlamidia trachomatis Penyakit kronis : TBC, karsinoma Kelainan endokrinologi : DM, defisiensi progesterone Malnutrisi Radiasi Merokok, kafein Trauma Laparotomi Kelainan struktur uterus Penyakit autoimun : SLE ( systemic Lupus Eritematosus ), ACA ( antibody anticardiolipin ) Respon imunne abnormal Toksin lingkungan

3. Faktor ayah Kelainan kromosom Infeksi Sperma

E. Klasifikasi Abortus Terdapat berbagai macam abortus sesuai dengan gejala, tanda, dan proses patologi yang terjadi, sebagai berikut: 1. Abortus Spontan Abortus spontan adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan uterus, maka abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain yang luas digunakan adalah keguguran (Miscarriage). Abortus spontan secara klinis gdapat dibagi menjadi: Abortus Iminens Abortus iminens adalah abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.

Adapun manifestasi klinisnya adalah: a. Keluhan perdarahan pervaginam kurang dari 20 minggu. b. Penderita mengeluh mulas sedikit atau bahkan tidak ada keluhan sama sekali atau perdarahan pervaginam saja c. Ostium uteri masih tertutup d. Besarnya uterus masih sesuai dengan umur kehamilan e. Tes kehamilan urin masih positif Untuk menentukan prognosisnya dapat kita lakukan tes urin kehamilan menggunakan urin tanpa pengenceran dan urin dengan pengenceran 1/10. Bila hasil kedua urin positif maka prognosisnya baik. Namun bila pengenceran 1/10 hasilnya negatif, maka prognosisnya dubia ad malam. Abortus Insipiens Abortus insipien adalah abortus yang sedang mengancam dengan manifestasi klinis sebagai berikut: a. Serviks telah mendatar b. Ostium uteri telah membuka akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran c. Penderita merasa mulas karena kontraksi uterus yang sering dan kuat d. Terdapat perdarahan yang bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan e. Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan f. Tes urin kehamilan masih positif g. Berdasarkan pemeriksaan USG, terdapat pembesaran uterus yang masih sesuai dengan usia kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas walaupun sudah mulai tidak normal, terdapat penipisan serviks uterus dan pembukaannya Abortus Kompletus Seluruh hasil konsepsi telur telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, ostium uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga pendarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan. Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis sudah memadai. Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih

positif sampai 7-10 hari setelah abortus. Pengelolahan penderita tidak memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberi roboransia atau hematenik bila keadaan pasien memerlukan. Uterotonika tidak perlu diberikan. Abortus Inkompletus Abortus inkompletus ditandai dengan terjadinya pengeluaran sebagian hasil konsepsi. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum, dapat menyebabkan perdarahan yang banyak sehingga menyebabkan syok. Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan. Missed Abortion Missed abortion adalah keadaan dimana janin sudah meninggal, tetapi tetap berada dalatn rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Missed abortion biasanya didahului oleh tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan. Gejala subyektif kehamilan menghilang, mammae agak mengendor lagi, uterus tidak membesar lagi malah mengecil, dan tes kehamilan menjadi negatif. Dengan ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai dengan usia kehamilan. Abortus Habitualis Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut- turut. Abortus Infeksious, Abortus Septik Abortus infeksious adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia. Sedangkan abortus septik adalah abortus infeksiosus berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering ditemukan pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas pada desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi, dan infeksi menyebar ke miometrium, tuba, parametrium, dan peritoneum. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah

peritonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok. Diagnosis abortus infeksiosa ditentukan dengan adanya abortus yang disertai gejala dan tanda infeksi genitalia, seperti panas, takikardi, perdarahan pervaginam berbau, uterus yang membesar, lembek, serta nyeri tekan, dan leukositosis. Apabila terdapat sepsis, penderita tampak sakit berat, kadangkadang menggigil, demam tinggi dan tekanan darah menurun. Kehamilan Anembrionik Kehamilan anembrionik merupakan kehamilan patologi dimana mudigah tidak terbentuk sejak awal walaupun kantong gestasi tetap terbentuk. Disamping mudigah, kantung kuning telur juga tidak terbentuk. Kelainan ini dapat dideteksi dengan USG. Bila tidak dilakukan tindakan maka kehamilan ini akan terus berkembang. Biasanya sampai sekitar 14-16 minggu akan terjadi abortus spontan. Diagnosisnya biasanya ditegakkan pada usia gestasi 7-8 minggu bila pada pemeriksaaan USG ditemukan kantong gestasi tidak berkembang atau pada diameter 2,5 tidak disertai adanya gambaran mudigah. 2. Abortus Provokatus Abortus provokatus adalah abortus terinduksi adalah terminasi kehamilan secara medis atau bedah sebelum janin mampu hidup. Pada tahun 2000, total 857.475 abortus legal dilaporkan ke Centers for Disease Control and Prevention (2003). Sekitar 20% dari para wanita ini berusia 19 tahun atau kurang, dan sebagian besar berumur kurang dari 25 tahun, berkulit putih, dan belum menikah. Hampir 60% abortus terinduksi dilakukan sebelum usia gestasi 8 minggu, dan 88% sebelum minggu ke 12 kehamilan (Centers for Disease Control and Prevention, 2000). Manuaba (2007), menambahkan abortus buatan adalah tindakan abortus yang sengaja dilakukan untuk menghilangkan kehamilan sebelum umur 28 minggu atau berat janin 500 gram. Abortus ini terbagi lagi menjadi: a) Abortus therapeutic (Abortus medisinalis) Abortus therapeutic adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli. b) Abortus kriminalis

Abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakantindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis. c) Unsafe abortion Upaya untuk terminasi kehamilan muda dimana pelaksana tindakan tersebut tidak mempunyai cukup keahlian dan prosedur standar yang aman sehingga dapat membahayakan keselamatan jiwa pasien.

F. Patologi Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam decidua basalis, diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing didalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya, karena vili koreales belum menembus desidua terlalu dalam, sedangkan pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, telah masuk agak tinggi, karena plasenta tidak dikeluarkan secara utuh sehingga banyak terjadi perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas, yang umumnya bila kantong ketuban pecah maka disusul dengan pengeluaran janin dan plasenta yang telah lengkap terbentuk. Perdarahan tidak banyak terjadi jika plasenta terlepas dengan lengkap. Hasil konsepsi pada abortus dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya janin tidak tampak didalam kantong ketuban yang disebut blighted ovum, mungkin pula janin telah mati lama disebut missed abortion. Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ovum akan dikelilingi oleh kapsul gumpalan darah, isi uterus dinamakan mola kruenta. Bentuk ini menjadi mola karneosa apabila pigmen darah diserap sehingga semuanya tampak seperti daging. Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi: janin mengering dan menjadi agak gepeng atau fetus compressus karena cairan amnion yang diserap. Dalam tingkat lebih lanjut janin menjadi tipis seperti kertas perkamen atau fetus papiraseus. Kemungkinan lain yang terjadi apabila janin yang meninggal tidak dikeluarkan dari uterus yaitu terjadinya maserasi, kulit terkupas, tengkorak menjadi lembek, dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan. (Sarwono, 2008).

G.

Komplikasi Perdarahan. Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan. Perdarahan yang berlebihan sewaktu atau sesudah abortus bisa disebabkan oleh atoni uterus, laserasi cervikal, perforasi uterus, kehamilan serviks, dan juga koagulopati. Perforasi. Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus provokatus kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain. Pasien biasanya datang dengan syok hemoragik. Syok. Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat. Vasovagal syncope yang diakibatkan stimulasi canalis sevikalis sewaktu dilatasi juga boleh terjadi namum pasien sembuh dengan segera. Infeksi. Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas padsa desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium, dan peritonium. Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap infeksi paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci anaerob, Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria

gonorrhoeae, Pneumococcus dan Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh karena dapat membentuk gas. Efek anesthesia. Pada penggunaan general anestesia, komplikasi atoni uterus bisa terjadi yang berakibatkan perdarahan. Pada kasus therapeutic abortus, paracervical blok sering digunakan sebagai metode anestesia. Sering suntikan intravaskular yang tidak disengaja pada paraservikal blok akan mengakibatkan kolplikasi fatal seperti konvulsi, cardiopulmonary arrest dan kematian. Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC). Pasien dengan postabortus yang berat terutamanya setelah

midtrimester perlu curiga DIC. Insidens adalah lebih dari 200 kasus per 100,000 aborsi.

DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/112/jtptunimus-gdl-anggunnurr-5598-3-babii.pdf http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/5FKS1KEDOKTERAN/0810211023/Bab.2.pdf http://eprints.undip.ac.id/37476/1/Zanuar.pdf

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi ke-4. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Supono. 1985. Ilmu Kebidanan Bab 1 Fisiologis. Palembang: Universitas Sriwijaya

Você também pode gostar