Você está na página 1de 7

Kerajaan Mataram Kuno Masa Dinasti Syailendra

I. Sejarah dan lokasi Syailendra adalah wangsa atau dinasti Kerajaan Mataram Kuno yang beragama Budha. Wangsa Syailendra di Medang, daerah Jawa Tengah bagian selatan. Wangsa ini berkuasa sejak tahun 752 M dan hidup berdampingan dengan Wangsa Sanjaya. II. Sumber Sejarah Nama Syailendra pertama kali dijumpai dalam Prasasti Kalasan yang berangka tahun 778 M. Ada beberapa sumber yang menyebutkan asal-usul keluarga Syailendra, Yaitu : 1) India Nilakanta Sastri dan Moens yang berasal dari India dan menetap di Palembang menyatakah bahwa pada tahun 683 M keluarga Syailendra melarikan diri ke Jawa karena terdesak oleh Dapunta Hyang. 2) Sumber Funan Codes beranggapan bahwa Syailendra yang ada di Nusantara berasal dari Funan (Kamboja). Kerusuhan yang terjadi di Funan mengakibatkan keluarga Kerajaan Funan menyingkir ke Jawa dan menjadi penguasa di Mataram pada abad ke-8 M dengan menggunakan nama Syailendra. 3) Sumber Jawa Menurut Purbatjaraka, Keluarga Syailendra adalah keturunan dari Wangsa Sanjaya di era pemerintahan Rakai Panangkaran. Raja-raja dari keluarga Sayilendra adalah asli dari Nusantara sejak Rakai Panangkaran berpindah agama menjadi penganut agama Budha Mahayana. Pendapatnya tersebut berdasarkan Carita Parahiyangan yang menyebutkan bahwa Sanjaya menyerahkan kekuasaanya di Jawa Barat kepada puteranya dari Tejakencana, yaitu Rakai Tamperan atau Rakeyan Panambaran dan memintanya untuk berpindah agama. 4. Sumber nasional Menyatakan bangsa Syailendra berasal dari Sumatera kemudian berpindah dan berkuasa di Jawa, atau bangsa asli dari pulau Jawa tetapi mendapatkan pengaruh dari Sriwijaya. Menurut beberapa sejarawan, keluarga Syailendra berasal dari Sumatera yang bermigrasi ke Jawa Tengah setelah Sriwijaya melakukan ekspansi ke tanah Jawa pada abad ke 7 M dengan menyerang kerajaan Tarumanagara dan Holing di Jawa. Selain dari teori tersebut di atas dapat dilihat dari beberapa Prasasti yang ditemukan, Yaitu : 1. Prasasti Sojomerto Prasasti yang berasal dari pertengahan abad ke-7 itu berbahasa Melayu Kuno di desa Sojomerto, Kabupaten Pekalongan yang menjelaskan bahwa Dapunta Syailendra adalah penganut agamat Siwa

2. Prasasti Kalasan Prasasti yang berangka tahun 778 M merupakan prasasti peninggala Wangsa Sanjaya. Prasasti ini menceritakan tentang pendirian Candi Kalasan oleh Rakai Panagkaran atas permintaan keluarga Syailendra serta sebagai penghadiahan desa Kalasan untuk umat Budha. 3. Prasasti Klurak Prasasti yang berangka tahun 782 M, di daerah Prambanan menyebutkan tentang pembuatan Arca Manjusri yang merupakan perwujudan Sang Budha, Wisnu dan Sanggha. Prasasti ini juga menyebutkan nama raja yang berkuasa saat itu yang bernama Raja Indra. 4. Prasasti Ratu Boko Prasasti berangka tahun 865 M menyebutkan tentang kekalahan Raja Balaputra Dewa dalam perang saudara melawan kakaknya Pradhowardhani dan melarikan diri ke Palembang. 5. Prasasti nalanda Prasasti ini bertulisan angka tahun 860 M, dari penafsiran manuskrip menyebutkan Sri Maharaja di Suwarnadwipa, Balaputradewa anak Samaragrawira, cucu dari ailendravamsatilaka (mustika keluarga ailendra) dengan julukan rviravairimathana (pembunuh pahlawan musuh), raja Jawa yang kawin dengan Tr, anak Dharmasetu. III. Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi dan Budaya 1) Aspek Kehidupan Politik Untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya, Mataram Kuno menjalin kerjasama dengan kerajaan tetangga, misalnya Sriwijaya, Siam dan India. Selain itu, Mataram Kuno juga menggunakan sistem perkawinan politik. Misalnya pada masa pemerintahan Samaratungga yang berusaha menyatukan kembali Wangsa Sailendra dan Wangsa Sanjaya dengan cara anaknya yang bernama Pramodyawardhani (Wangsa Sailendra) dinikahkan dengan Rakai Pikatan (Wangsa Sanjaya). Wangsa Sanjaya merupakan penguasa awal di Kerajaan Mataram Kuno, sedangkan Wangsa Sailendra muncul setelahnya yaitu mulai akhir abad ke-8 M. Dengan adanya perkawinan politik ini, maka jalinan kerukunan beragama antara Hindu (Wangsa Sanjaya) dan Buddha (Wangsa Sailendra) semakin erat. 2) Aspek Kehidupan Sosial Kerajaan Mataram Kuno meskipun dalam praktik keagamaannya terdiri atas agama Hindu dan agama Buddha, masyarakatnya tetap hidup rukun dan saling bertoleransi. Sikap itu dibuktikan ketika mereka bergotong royong dalam membangun Candi Borobudur. Masyarakat Hindu yang sebenarnya tidak ada kepentingan dalam membangun Candi Borobudur, tetapi karena sikap toleransi dan gotong royong yang telah mendarah daging turut juga dalam pembangunan tersebut. Keteraturan kehidupan sosial di Kerajaan Mataram Kuno juga dibuktikan adanya kepatuhan hukum pada semua pihak. Peraturan hukum yang dibuat oleh penduduk desa ternyata juga dihormati

dan dijalankan oleh para pegawai istana. Semua itu bisa berlangsung karena adanya hubungan erat antara rakyat dan kalangan istana. 3) Aspek Kehidupan Ekonomi Pusat kerajaan Mataram Kuno terletak di Lembah sungai Progo, meliputi daratan Magelang, Muntilan, Sleman, dan Yogyakarta. Daerah itu amat subur sehingga rakyat menggantungkan kehidupannya pada hasil pertanian. Hal ini mengakibatkan banyak kerajaan-kerajaan serta daerah lain yang saling mengekspor dan mengimpor hasil pertaniannya. Usaha untuk meningkatkan dan mengembangkan hasil pertanian telah dilakukan sejak masa pemerintahan Rakai Kayuwangi. Usaha perdagangan juga mulai mendapat perhatian ketika Raja Balitung berkuasa. Raja telah memerintahkan untuk membuat pusat-pusat perdagangan serta penduduk disekitar kanan-kiri aliran Sungai Bengawan Solo diperintahkan untuk menjamin kelancaran arus lalu lintas perdagangan melalui aliran sungai tersebut. Sebagai imbalannya, penduduk desa di kanan-kiri sungai tersebut dibebaskan dari pungutan pajak. Lancarya pengangkutan perdagangan melalui sungai tersebut dengan sendirinya akan menigkatkan perekonomian dan kesejahteraan rakyat Mataram Kuno. 4) Aspek Kehidupan Kebudayaan Hindu-Buddha Semangat kebudayaan masyarakat Mataram Kuno sangat tinggi. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya peninggalan berupa prasasti dan candi. Mereka juga telah mengenal bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa. Selain itu, masyarakat kerajaan Mataram Kuno juga mampu membuat syair. 5) Adapun Raja-raja yang pernah berkuasa, yaitu : 1. Bhanu (752 775 M) Raja Banu merupakan Raja pertama sekaligus pendiri Wangsa Syailendra. 2. Wisnu (775 782 M) Pada masa pemerintahannya, Candi Borobudur mulai dibangun tepatnya 778. 3. Indra (782 812 M) Pada masa pemerintahannya, Raja Indra membuat Klurak yang berangka tahun 782 M, di daerah Prambanan 4. Samaratungga ( 812 833 M) Raja Samaratungga berperan menjadi pengatur segala dimensi kehidupan rakyatnya. Sebagai raja Mataram Budha, Samaratungga sangat menhayati nilai agama dan budaya Pada masa pemerintahannya Candi Borobudur selesai dibangun. 5. Pramodhawardhani (883 856 M) Pramodhawardhani adalah putri Samaratungga yang dikenal cerdas dan cantik. Beliau bergelar Sri Kaluhunan, yang artinya seorang sekar kedhaton yang menjadi tumpuan harapan bagi rakyat.

Pramodhawardhani kelak menjadi permaisuri raja Rakai Pikatan, Raja Mataram Kuno dari Wangsa Sanjaya. 6. Balaputera Dewa (883 850 M) Balaputera Dewa adalah putera Raja Samaratungga dari ibu yang bernama Dewi Tara, puteri raja Sriwijaya. Dari Prasasti Ratu Boko, terjadi perebutan tahta kerajaan oleh Rakai Pikatan yang menjadi suami Pramodhawardhani. Balaputera Dewa merasa berhak mendapatkan tahta tersebut karena beliau merupakan anak laki-laki berdarah Syailendra dan tidak setuju terhadap tahta yang diberikan kepada Rakai Pikatan yang keturunan Sanjaya. Dalam peperangan saudara tersebut Balaputera Dewa mengalami kekalahan dan melarikan diri ke Pelembang. 6) Runtuhnya Wangsa Syailendra Sejak terjadi perebutan kekuasaan dan dipimpin oleh Rakai Pikatan, agama Hindu mulai dominan menggantikan agama Budha. Sejak saat itulah berakhirnya masa Wangsa Syailendra di Bumi Mataram. 7) Peninggalan Wangsa Sailendra pada masa Mataram Kuno 1) Candi Kalasan Candi Kalasan merupakan peninggalan dari Wangsa Sailendra yang terletak 50 meter di sebelah selatan Jalan Yogyakarta-Solo, tepatnya di Kalibening, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Candi Kalasan dibangun untuk Dewi Tara. candi ini sekarang kosong. Tetapi menilik singgasana serta biliknya maka arca Tara yang dahulu bertakhta di sini tentu besar sekali, dan sangat mungkin terbuat dari perunggu (Soekmono, 1988: 43). Arca tersebut diperkirakan terbuat dari perunggu karena jika terbuat dari batu, tidak mungkin semudah itu arca yang sebasar itu hilang begitu saja. Menurut Prijohutomo (1953: 78) menyimpulkan Dewi Tara adalah seorang Bodhisattwa perempuan di dalam agama Buddha Mahayana. Candi yang ada pada sekarang bukanlah bentuk Candi Kalasan yang asli, karena bagian dari candi tersebut terdapat bagian candi yang lebih tua dari bagian yang lainnya. Hal tersebut juga adalah dampak dari proses par emboitement yaitu usaha untuk memperbaiki dan memperindah candi. 2) Candi Sari Candi Sari merupakan candi yang beraliran Buddha, candi berada tidak jauh dari Candi Kalasan, yaitu di sebelah timur laut tepatnya ada di Dusun Bendan, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Candi Sari itu suatu bangunan yang berlote ng. Bagian bawahnya terdiri dari tiga kamar, yang dindingnya mempunyai relung untuk arca-arca Dewa yang kini telah hilang. Menurut suatu pendapat, loteng itu tempat diam para bhiksu. Tetapi dari pihak lain ada suatu kebenaran ialah diam di atas arca Dewa itu tidak tidak sopan. Jadi loteng itu mugkin suatu perpustakaan atau tempat penyimpan benda-benda yang suci (Prijohutomo, 1953: 78).

Candi Sari memiliki keterkaitan antara Candi Kalasan, hal tersebut dapat dibuktikan bahwa dua candi tersebut di dirikan pada abad yang sama yaitu pada abad ke-8 M. Dinding luar pahatan-pahatan Widyadari yang berdiri dalam sikap yang menarik. Langgamnya masih berdasarkan langgam Gupta, yang di India berkembang di Mathura, Elloradan Ajanta (Prijohutomo, 1953: 78 -79). 3) Candi Sewu Candi Sewu merupakan candi Buddha berdiri pada abad ke-8 Masehi di akhir masa pemerintahan Rakai Panangkaran. Rakai Panangkaran merupakan raja yang termahsyur dari kerajaan Mataram Kuno. Candi ini hanya berjarak delapan ratus meter di sebelah utara Candi Prambanan. Candi Sewu merupakan komplek candi Buddha yang terbesar kedua setelah Candi Borobudur di Jawa Tengah. Usia Candi Sewu itu lebih tua dari pada Candi Prambanan. Meskipun di aslinya terdapat 249 candi, oleh masyarakat sekitar candi tersebut diberi nama Candi "Sewu" yang berarti "seribu" dalam bahasa Jawa. menurut Dr. de Casparis, prasasti plaosan yang banyak menyebut arca Buddha dan menyinggung cikal bakal Dinasti Sailendra, mungkin sekali berasal dari Candi Sewu. memang candi Sewu itu penuh dengan Arca. Pada cadi induk saja yang mempunyai bagan yang lebih luas susunannya dari pada Kalasan. Terdapat 50 buah arca Buddha, terhitung yang terdapat di bilik induk dan di dalam bilikbilik yang mengelilinginya. Ditambah 250 buah dari candi-candi kecil, menjadi 300 buah (Prijohutomo, 1953: 79). Dalam bentuk candi yang begitu luas, tidak mungkin didirikan oleh seorang raja saja, para bangsawan juga turut dalam pembangunan candi tersebut. 4) Candi Lumbung dan Candi Bubrah Candi Lumbung juga merupakan candi Buddha yang terletak di dalam kompleks Candi Prambanan, sekitar 300 meter ke utara dari Candi Prambanan, yaitu di sebelah candi Bubrah. Menurut perkiraan, candi ini dibangun pada abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Candi ini disebut Candi Lumbung oleh Masyarakat karena candi tersebut mirip dengan Lumbung padi. Menurut Prijohutomo (1953: 80) menyimpulkan Kompleks Candi ini terdi ri dari sebuah candi Induk yang dikelilingi 16 candi kecil dalam suatu segi empat. Candi Bubrah merupakan satu-satunya candi yang terletak di depan Gapura (Prijohutomo, 1953: 80). Candi ini disebut Bubrah karena saat ditemukannya, candi ini dalam keadaan rusak. Bubrah dalam bahasa Jawa adalah Rusak. Candi Bubrah berukuran 12 m x 12 m, terbuat dari batu andesit, dan sisa reruntuhan candi hanya setinggi sekitar 2 meter saja. Candi sama dengan Candi Lumbung yaitu juga termasuk candi Buddha, berdirinya juga pada abad ke-9 pada masa Kerajaan Mataram Kuno. 5) Candi Borobudur, Mendut, dan Pawon Menurut Prijohutomo (1953: 80) menyimpulkan Ketiga candi ini mempunyai hubungan satu sama lainnya dan terletak pada suatu garis yang lurus. Mendut dan Pawon merupakan voontempels Candi Borobudur.

Candi Pawon berada pada 1,5 km ke arah barat dari Candi Mendut dan ke arah timur dari Candi Borobudur, Candi Pawon juga merupakan sebuah candi Budha. Relief yang ada pada candi di Pawon merupakan permulaan dari relief dari Candi Borobudur. Candi Mendut terletak di desa Mendut, kecamatan Mungkid, Kota Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, beberapa kilometer dari candi Borobudur. Candi Mendut terletak 3 km ke arah timur dari Candi Borobudur, berdiri pada tahun 824 Masehi oleh Raja Indera dari wangsa Syailendra. Candi Borobudur adalah candi yang sangat terkenal di dunia. Candi Borobudur merupakan kompleks candi terbesar yang ada di Dunia. Candi Borobudur merupakan candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Candi Borobudur terdapat 100 km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan Wangsa Syailendra. Pada candi ini kaya akan seni arca dan pahat. Bila di Menduk Sakyamuni itu nampak, maka di Candi Borobudur kehidupan Buddha ini dipahatkan dalam bentuk cerita yang bernama Lalitawistar. Tetapi yang dipahatkan pada dinding candi Borobudur tersebut bukan saja mengenai kehidupan Buddha dalam penjelmaannya yang historis, tetapi juga dalam penjelmaan sebelumnya sebagai manusia atau hewan, cerita demikian biasa dinamakan Jataka dan Awadana, termasuk juga Jatakamala. Candi Borobudur merupakan gambaran dari alam semesta. Borobudur dapat dianggap sebagai mahkota di atas pekerjaan Dinasti Sailendra, karena stupa ini bukan hanya indah karena relief-reliefnya yang kalau disambungkan ada beberapa kilometer panjangnya, tetapi juga karena banyaknya pahatan arca Buddha, dalam sikap duduk. Di dalam Candi Borobudur tidak ada satupun Buddha sendiri yang nampak sebagai arca, melainkan hanya di dalam Lalitawistara saja, sedangkan arca-arca yang lain seperti Dhyanibuddha dan Manusibuddha nampak, dan semua arca itu dibagi menurut sistemnya. 6) Candi Plaosan Lor dan Kidul Kedua candi ini merupakan candi Induk yang dikelilingi oleh candi-candi kecil. Kedua candi ini mirip dengan Candi Sari yaitu candi ini juga berloteng dan mempunyai dua kamar. menurut Prijohutomo (1953: 84) menyimpulkan Kompleks candi ini tersusun seperti Candi Sari karena tulisan -tulisan singkat yang berbunyi Anumoda Cri Kehulunan dan Dharma Cri Maharaja, tetapi juga karena terdapatnya beberapa potret dalam pahatan dari pemberi hadiah. Nampaknya raja dan permaisurinya dengan para pengikutnya. 7) Candi Ngawen dan Sudjiwan Dua buah candi ini juga berasal dari masa Wangsa Sailendra. Seperti yang lainnya, candi ini juga kaya akan keindahan seninya terutama hiasan dindingnya. menurut Prijohutomo (1953: 84)

menyimpulkan Dinding Sadjiwan Jataka juga. Memang cerita-cerita hewan itu sangat populer di zaman Sailendra. 8) Ratu Baka Ratu Baka merupakan suatu kompleks yang sampai kini masih dalam penyelidikan . Mendapat dongeng Ratu baka adalah tempat keraton dari Raja Baka. menurut Prijohutomo (1953: 84) menyimpulkan disamping arca-arca yang bersifat Buddha ada pula yang bersifat Siwa. Maka kompleks ini rupa-rupanya bukan keraton, melainkan suatu kompleks kuil pula yang dahulu dibangun disitu.

OLEH KELOMPOK 6
1. 2. 3. 4. 5. 6.

:
(08) (10) (13) (17) (27) (28)

CHEKA PUTRI ROSANTI DINI AMALIA WARDANI HENI DWI ASTUTI LAILATUL FITRIA NOVIA NUR AGUSTIN NOVIA WULAN SARI

7. SELY SILVIA SANI

(36)

Você também pode gostar