Você está na página 1de 28

TUGAS AKUNTANSI MANAJEMEN SEKTOR PEMERINTAH

ANALISIS ANGGARAN PEMERINTAH Studi Kasus : APBD Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2011 - 2013

KELOMPOK II 1. Ahmad Fadillah (2) 2. Arco Priyo Dirgantoro (6) 3. Basrifan Arief Bakti (10) 4. Kadek Maharta Kusuma (19) 5. Putri Yanti (26)

PROGRAM DIPLOMA IV AKUNTANSI KELAS 7A BPKP SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA 2014

A. Pendahuluan Anggaran merupakan instrument penting bagi pemerintah untuk merencanakan langkah-langkah financial serta menentukan kebijakan Negara di periode yang akan datang. Anggaran merupakan salah satu aspek penting dalam

merencanakan keputusan yang akan diambil oleh pemerintah suatu negara sehingga apabila terjadi kekeliruan atau ketidaktepatan dalam penganggaran dapat berakibat buruk bagi negara. Dalam hal ini, anggaran yang disusun harus meliputi anggaran yang berlandaskan pada prinsip efisiensi yaitu dengan menggunakan nilai input tertentu untuk menghasilkan nilai output dan outcome yang terbaik. Secara Umum Anggaran mempunyai fungsi sebagai berikut: 1. Sebagai pedoman dalam mengelola negara dalam periode tertentu; 2. Sebagai alat pengawasan dan pengendalian masyarakat terhadap kebijakan yang telah dipilih oleh pemerintah; 3. Sebagai alat pengawasan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam melaksanakan kebijakan yang telah dipilih. Seperti yang kita ketahui bahwa manfaat dari anggaran yaitu sebagai alat perencanaan dan alat pengendalian untuk hasil yang efektif dan efisien. Melalui paper ini kami berusaha menyampaikan beberapa analisis mengenai anggaran yang dapat digunakan untuk mengukur efektifitas dan efisiensi dari pelaksanaan anggaran tersebut. Dalam paper ini, kami akan menganalisis data anggaran pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun Anggaran 2011, 2012, dan 2013. B. Analisis Vertikal Analisis vertikal laporan keuangan dilakukan dengan membandingkan masing masing pos dalam periode berjalan dengan jumlah total pada laporan yang sama. Hal ini dapat bermanfaat untuk menyoroti hubungan yang signifikan dalam laporan keuangan. Metode Analisis Vertikal dikenal juga dengan istilah Metode Analisis Statis karena hanya membandingkan pos-pos laporan keuangan suatu instansi pemerintah pada tahun (periode) yang sama, sehingga memperlihatkan persentase suatu pos terhadap pos lainnya. Analisis persentase per komponen bertujuan untuk mengetahui kontribusi suatu pos dalam bentuk angka total. Angka ini dapat digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh pos tersebut bagi

instansi pemerintah tersebut. Dengan demikian besaran angka ini seharusnya digunakan sebagai dasar mengarahkan, mengalokasikan, dan mengendalikan sumber daya yang dimiliki suatu instansi pemerintah untuk menghasilkan output yang optimal bagi kementerian instansi pemerintah yang bersangkutan. Teknik yang digunakan dalam analisis vertikal adalah: 1. Analisis Common-Size Financial Statements Analisis ini dilakukan dengan menunjukkan pos-pos dalam laporan keuangan sebagai persentase dari pos dasar (pos dengan nilai 100%). Contohnya persentase belanja pegawai terhadap total belanja yang dikeluarkan pemda. Hasil perhitungan ini selanjutnya dianalisis apakah belanja pegawai terlalu besar sehingga belanja untuk pelayanan pada masyarakat porsinya lebih sedikit, dan seterusnya. 2. Analisis Rasio (Ratio Analysis) Analisis rasio dilakukan dengan menunjukkan hubungan antara dua pos. Rasio ini diperoleh dengan membagi angka suatu pos dengan angka pos lainnya, misalnya analisis rasio derajat desentralisasi, rasio belanja operasi terhadap total belanja, dan sebagainya. Dalam analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), analisis vertikal dipisahkan antara anggaran pendapatan dan anggaran belanja. Analisis dilakukan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun Anggaran 2013. 1. Analisis Vertikal Anggaran Pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Komposisi Anggaran Pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara sampai dengan jenis pendapatan adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Komposisi Anggaran Pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2012 dan 2013

URAIAN PENDAPATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Pajak Daerah Hasil Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah DANA PERIMBANGAN

2012 1.857.752.225.122,00 545.728.695.356,00 285.298.708.076,00 20.284.827.529,00 yang 25.150.009.655,00 214.995.150.096,00 1.009.154.179.766,00

2013 1.951.960.636.640,00 502.594.985.095,00 375.684.854.808,00 24.200.959.800,00 23.821.679.810,00 78.887.490.677,00 1.141.325.359.545,00

URAIAN Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH Pendapatan Hibah Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus

2012 104.236.508.766,00 870.257.871.000,00 34.659.800.000,00 302.869.350.000,00 0,00 302.869.350.000,00

2013 107.022.848.545,00 981.035.741.000,00 53.266.770.000,00 308.040.292.000,00 5.803.792.000,00 302.236.500.000,00

Dari data di atas, struktur anggaran pendapatan dalam APBD Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013 bisa digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Struktur Anggaran Pendapatan 2013

15,78% 25,75%

PENDAPATAN ASLI DAERAH DANA PERIMBANGAN LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH

58,47%

Pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara didominasi oleh Dana Perimbangan sebesar 58,47%. Pendapatan Asli Daerah Provinsi Sulawesi Selatan hanya berkontribusi sebesar 25,75% dari seluruh pendapatan. Sementara sebesar 15,78% merupakan Lain lain Pendapatan Daerah yang Sah. Selain itu, beberapa hal yang dapat kita analisis secara vertikal antara lain: a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Rasio kemandirian keuangan daerah ditunjukan rasio total PAD terhadap total pendapatan.Rasio ini dihitung dengan cara membandingkan jumlah PAD dengan jumlah pendapatan transfer dari pemerintah pusat. Semakin tinggi angka rasio ini menunjukkan semakin tinggi tingkat kemandirian keuangan daerahnya.
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah = Total PAD Total PendapatanDaerah

Dalam hal ini, rasio kemandirian keuangan daerah Provinsi Sulawesi Tenggara adalah sebesar 25,75%. Berdasarkan analisis yang dilakukan,

terlihat bahwa pada tahun 2013 kemampuan memperoleh PAD Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara untuk membiayai belanja daerah masih belum maksimal. Perlu dilakukan peningkatan potensi PAD yang masih bisa digali lagi agar belanja daerah bisa lebih banyak berasal dari PAD sehingga Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara bisa dikatakan sebagai daerah dengan keuangan yang mandiri. b. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Rasio ketergantungan keuangan daerah ditunjukan rasio pendapatan transfer terhadap total pendapatan. Rasio ini dihitung dengan membandingkan jumlah pendapatan transfer yang diterima pemerintah daerah yang bersangkutan dari pemerintah pusat/provinsi dengan total pendapatan yang diperoleh pada periode tersebut. Semakin tinggi nilai rasio ini menunjukkan semakin besar tingkat ketergantungan pemda terhadap pemerintah pusat dan/atau pemerintah provinsi.
Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah = Total Pendapatan Transfer Total PendapatanDaerah

Rasio ketergantungan keuangan daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara adalah sebesar 58,47%. Dari persentase tersebut terlihat bahwa Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara masih tergantung kepada transfer dari Pemerintah Pusat untuk membiayai belanja yang dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara masih memiliki ketergantungan kepada pemerintah pusat. 2. Analisis Vertikal Anggaran Belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Komposisi Anggaran Belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara sampai dengan jenis belanja adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Komposisi Anggaran Belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2012 dan 2013

URAIAN BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG Belanja Pegawai Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota

2012 2.056.564.248.649,47 1.263.318.613.706,47 470.112.147.054,00 29.090.088.000,00 406.341.753.761,00 104.260.188.596,00

2013 2.176.892.463.186,87 1.204.401.909.158,87 509.073.200.879,00 29.301.027.000,29 307.271.500.000,00 236.174.768.584,01

URAIAN dan Pemerintah Desa Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota, Pemerintahan Desa dan Partai Politik Belanja Tidak Terduga BELANJA LANGSUNG Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal

2012

2013

240.162.126.190,00 13.352.310.105,47 793.245.634.943,00 75.277.862.383,00 304.259.461.251,00 413.708.311.309,00

111.402.782.340,00 11.178.630.355,57 972.490.554.028,00 71.810.486.285,00 297.350.363.226,00 603.329.704.517,00

Berdasarkan jenis belanja tersebut, anggaran belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara terdiri dari Belanja Pegawai (langsung maupun tidak langsung), Belanja Hibah, Belanja Sosial, Belanja Bagi Hasil, Belanja Bantuan Keuangan, Belanja Tidak Terduga, Belanja Barang dan Jasa, dan Belanja Modal. Struktur anggaran per jenis belanja tersebut bisa dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2. Struktur Anggaran Belanja 2013

Belanja Modal 27,72%

Belanja Pegawai 26,68% Belanja Hibah 1,35%

Belanja Barang Belanja Bantuan dan Jasa Sosial Belanja Bantuan 13,66% 14,12% Belanja Bagi Hasil Keuangan Kepada Kepada Provinsi/Kabupaten/ Provinsi/Kabupaten/ Kota, Pemerintahan Belanja Tidak Kota dan Desa dan Partai Terduga Pemerintah Desa Politik 0,51% 10,85% 5,12%

Dari diagram di atas, Belanja Modal mendapat porsi terbesar dalam anggaran belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2013 yaitu sebesar 27,72%. Hal ini menunjukkan prioritas belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara adalah melakukan investasi dalam bentuk barang modal. Tetapi porsi Belanja Pegawai Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara juga cukup besar yaitu 26,68% dari total belanja. Besarnya belanja pegawai ini dapat membebani daerah karena anggaran ini bersifat wajib. Jika Pemerintah

Provinsi Sulawesi Tenggara tidak melakukan perencanaan penerimaan dengan baik dan memperhatikan analisis kebutuhan pegawai riil, belanja pegawai ini bisa meningkat bahkan melebihi anggaran belanja modal. C. Analisis Horizontal Dalam metode ini, analisis dilakukan dengan cara membandingkan data keuangan selama lebih daru satu periode laporan keuangan, sehingga nampak pos-pos yang berubah cukup besar selama periode tersebut. Jenis-jenis teknik analisis horizontal adalah: 1. Comparative Financial Statement, yaitu analisis dengan menampilkan laporan keuangan selama dua atau lebih periode laporan, kenaikan dan penurunan tiap pos, dan persentase perubahan terhadap periode sebelumnya; 2. Trend Analysis, yaitu analisis dengan membandingkan data pos-pos dalam laporan keuangan tertentu selama beberapa tahun. Jika dinyatakan dalam persentase, dipilih satu periode sebagai periode dasar (100%). Berikut ini analisis horizontal yang dilakukan pada pos-pos dalam APBD Provinsi Sulawesi Tenggara. 1. Analisis Penerimaan
1.200.000.000.000,00 1.000.000.000.000,00 800.000.000.000,00 600.000.000.000,00 400.000.000.000,00 200.000.000.000,00 0,00 2011 2012 2013

Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah

1) Pendapatan Asli Daerah Anggaran Pendapatan Asli Daerah mengalami penurunan. Hal ini ditunjukkan dengan tren penurunan pendapatan asli daerah dari tahun

2011 sampai dengan tahun 2013 dengan jumlah masing-masing Rp545.883.598.813,00; Rp502.594.985.095,00. Penurunan Pengelolaan dirasakan Kekayaan di pos-pos Daerah Hasil Retribusi Daerah, dan Hasil Rp545.728.695.356,00; dan

yang

Dipisahkan

Lain-Lain

Pendapatan Asli Daerah yang Sah. Hal ini disebabkan adanya penurunan kinerja pada pencapaian target pendapatan asli daerah pada tahun 2011 yang mengakibatkan penurunan penganggaran pada tahun-tahun

berikutnya. Penurunan tersebut antara lain disebabkan oleh penghapusan objek retribusi jasa ketatausahaan yang tersebar di seluruh SKPD dan juga menurunnya nilai sumbangan pihak ketiga yang mempengaruhi pos Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah. Satu-satunya pos PAD yang mengalami kenaikan adalah Pendapatan Pajak Daerah yang mengalami trend kenaikan dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2012, masing-masing sebesar Rp214.927.653.133,00; Rp285.298.708.076,00; dan Rp375.684.854.808,00. 2) Dana Perimbangan Anggaran Dana Perimbangan mengalami kenaikan dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 dengan jumlah masing-masing dan

Rp799.080.259.908,00;

Rp1.009.154.179.766,00;

Rp1.141.325.359.545,00. Peningkatan paling signifikan terdapat pada pos Dana Alokasi Umum. 3) Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah Anggaran Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah mengalami trend peningkatan yang sangat signifikan dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013, masing-masing sebesar Rp38.728.571.000,00;

Rp302.869.350.000,00 dan Rp308.040.292.000,00.

2. Analisis Belanja
1.400.000.000.000,00 1.200.000.000.000,00 1.000.000.000.000,00 800.000.000.000,00 Belanja Tidak Langsung 600.000.000.000,00 400.000.000.000,00 200.000.000.000,00 0,00 2011 2012 2013 Belanja Langsung

1) Belanja Tidak Langsung Belanja Tidak Langsung dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 berturut-turut adalah Rp768.634.977.109,00; Rp1.263.318.613.706.,47 dan Rp1.204.401.909.158,87. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara telah berusaha menekan angka belanja tidak langsung pada Tahun 2013 meski jumlahnya tidak signifikan. Penurunan paling signifikan terdapat pada Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota, Pemerintahan Desa dan Partai Politik yang ditunjukkan pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2013, masingmasing sebesar Rp279.903.382.315,00; Rp 240.162.126.190,00 dan Rp 111.402.782.340,00. Belanja Bantuan Sosial mengalami fluktuasi dalam penganggarannya. Hal ini ditunjukkan pada tahun 2011 sampai tahun 2012 masing-masing sebesar Rp19.023.250.000,00; Rp 406.341.753.761,00 dan

Rp307.271.500.000,00. Belanja Pegawai menunjukkan tren meningkat dalam penganggarannya sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 masing-masing sebesar Rp352.034.096.326,00; Rp470.112.147.054,00 dan

Rp509.073.200.879,00. Hal ini disebabkan kenaikan tunjangan pegawai dan penerimaan CPNS Provinsi Sulawesi Tenggara.

2) Belanja Langsung Belanja Langsung mengalami tren peningkatan dalam periode 2011 sampai dengan tahun 2012, meski sempat mengalami penurunan yang tidak terlalu signifikan pada tahun 2012, masing-masing sebesar Rp799.188.949.214,00; Rp972.490.554.028,00. Seluruh pos-pos Belanja Langsung yaitu Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa dan Belanja Modal mengalami tren fluktuasi dalam periode tahun 2011 sampai dengan tahun 2013. Hal ini menunjukkan lemahnya perencanaan penganggaran dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. D. Analisis Pertumbuhan Anggaran Analisis Pertumbuhan atas akun anggaran dilakukan dengan membandingkan pertambahan akun anggaran pada tahun yang dinilai tingkat pertumbuhannya dengan akun anggaran tahun sebelumnya selama periode 2 tahun, rumusnya:
Pertumbuhan Akun Anggaran Akun Anggaran n Akun Anggaran n-1 = Akun Anggaran n-1 X 100%

Rp793.245.634.943,00

dan

Analisis pertumbuhan akun-akun anggaran ini bersumber dari APBD Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara selama 3 (tiga) tahun anggaran yaitu 2011, 2012, dan 2013. Analisis pertumbuhan mencakup akun-akun APBD dalam kelompok Pendapatan yaitu: pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah, kelompok belanjan yaitu belanja tidak langsung dan belanja langsung, serta pembiayaan daerah yaitu penerimaan pembiayaan daerah dan pengeluaran pembiayaan daerah. Berdasarkan data APBD Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara selama 3 (tiga) tahun di atas, diperoleh data pertumbuhan anggaran sebagai berikut:
Pertumbuhan Anggaran URAIAN 2012 terhadap 2011 474.059.795.401,00 (154.903.457,00) 210.073.919.858,00 % 2013 terhadap 2012 94.208.411.518,00 (43.133.710.261,00) 132.171.179.779,00 %

PENDAPATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DANA PERIMBANGAN

34,26 (0,03) 26,29

5,07 (7,90) 13,10

LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG BELANJA LANGSUNG PEMBIAYAAN DAERAH PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH

264.140.779.000,00

682,03

5.170.942.000,00

1,71

488.740.322.326,47 494.683.636.597,47 (5.943.314.271,00)

31,17 64,36 (0,74)

120.328.214.537,40 (58.916.704.547,60) 179.244.919.085,00

5,85 (4,66) 22,60

(84.031.427.414,53)

(29,14)

75.495.434.884,12

36,94

(98.711.954.340,00)

(94,68)

49.375.631.864,72

889,73

1. Analisis Pertumbuhan Anggaran Pendapatan Analisis pertumbuhan anggaran pendapatan adalah analisis yang

berhubungan dengan anggaran pendapatan, yang terdiri dari analisis pertumbuhan total anggaran pendapatan, pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. 1) Analisis Pertumbuhan Total Anggaran Pendapatan Analisis pertumbuhan total anggaran pendapatan dilakukan untuk mengetahui perubahan posisi total anggaran pendapatan tahun 2013 terhadap tahun 2012 dan 2012 terhadap tahun 2011. Hasil analisis pertumbuhan total anggaran pendapatan Tahun 2012 naik sebesar 34,26% dan pertumbuhan total anggaran pendapatan tahun 2013 naik sebesar 5,07%. Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara telah berhasil menaikkan anggaran pendapatan nya yang cukup signifikan di tahun 2012 namun hanya sedikit di tahun 2013. Peningkatan anggaran pendapatan ini menunjukkan adanya rencana peningkatan kinerja pemerintah provinsi dalam optimalisasi penerimaan daerah. Peningkatan anggaran pendapatan akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Adanya kenaikan anggaran pendapatan akan memicu dan memacu pertumbuhan ekonomi daerah menjadi lebih baik daripada pertumbuhan ekonomi daerah sebelumnya dalam tahun 2013

mengindikasikan ada penurunan atas nilai total anggaran pendapatannya dibanding dengan tahun 2012. 2) Analisis Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Analisis pertumbuhan anggaran PAD dilakukan untuk mengetahui perubahan posisi anggaran PAD tahun 2013 terhadap tahun 2012 dan 2012 terhadap tahun 2011. Hasil analisis pertumbuhan anggaran PAD menunjukkan penurunan sebesar -0,03% di Tahun 2012 dan penurunan sebesar -7,90% di tahun 2013. Hal ini terjadi karena pada tahun 2011 terdapat pos Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah yang realisasinya dibawah target, sehingga penganggaran pencapaian. 3) Analisis Pertumbuhan Dana Perimbangan Analisis pertumbuhan dana perimbangan dilakukan untuk mengetahui perubahan posisi anggaran pendapatan transfer tahun 2013 terhadap tahun 2012 dan 2012 terhadap tahun 2011. Hasil analisis pertumbuhan dana perimbangan tahun 2012 naik sebesar 26,29% dan pertumbuhan dana perimbangan tahun 2013 naik sebesar 13,10%. Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam tahun 2012 mengindikasikan adanya kenaikan yg cukup signifikan di banding tahun 2013 dalam penerimaan dana perimbangan. Semakin meningkatnya dana perimbangan, maka tingkat kemadirian keungan pemerintah daerah cenderung semakin menurun serta menunjukan semakin bertambah tinggi tingkat ketergantungan keuangan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat. Akan tetapi secara makro peningkatan dana transfer juga akan meningkatkan kapasitas pemerintah regional dan aktivitas daerah pada dalam mempengaruhi sector-sektor yang perekonomian terkait dengan di tahun 2012 dan 2013 dilakukan penyesuaian

pertumbuhan ekonomi.

4) Analisis Pertumbuhan Lain-lain PAD Yang Sah Analisis pertumbuhan lain-lain PAD yang sah dilakukan untuk mengetahui perubahan posisi anggaran lain-lain PAD yang sah tahun 2013 terhadap tahun 2012 dan 2012 terhadap tahun 2011. Hasil analisis pertumbuhan lain-lain PAD yang sah Tahun 2012 naik sebesar 682,03% dan pertumbuhan pendapatan lain-lain PAD yang sah tahun 2013 naik sebesar 1,71% Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam tahun 2013 mengindikasikan adanya kenaikan yg cukup signifikan atas anggaran pendapatan lain-lain PAD tahun 2012. Kondisi tersebut terjadi karena masuknya dana BOS secara terpusat ke rekening pemerintah provinsi sebelum didistribusikan ke sekolah. 2. Analisis Pertumbuhan Anggaran Belanja Analisis pertumbuhan anggaran belanja adalah analisis yang berhubungan akun belanja, yang terdiri dari analisis pertumbuhan anggaran total belanja, belanja tidak langsung dan belanja langsung. 1) Analisis Pertumbuhan Total Anggaran Belanja Analisis pertumbuhan total anggaran belanja dilakukan untuk mengetahui perubahan posisi total belanja tahun 2013 terhadap tahun 2012 dan 2012 terhadap tahun 2011. Hasil analisis pertumbuhan total anggaran belanja Tahun 2012 naik sebesar 31,17% dan pertumbuhan total anggaran belanja tahun 2013 naik sebesar 5,85%. Dari kondisi diatas dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam tahun 2013 mengindikasikan ada

pertumbuhan/kenaikan atas nilai total anggaran belanja. 2) Analisis Pertumbuhan Belanja Tidak Langsung Analisis pertumbuhan belanja tidak langsung dilakukan untuk mengetahui perubahan posisi belanja operasi tahun 2013 terhadap tahun 2012 dan 2012 terhadap tahun 2011. Hasil analisis pertumbuhan belanja tidak langsung Tahun 2012 naik sebesar 64,36% sedangakan pertumbuhan total anggaran belanja tidak langsung tahun 2013 turun sebesar -4,66%.

Kondisi tersebut terjadi karena adanya kenaikan anggaran yang signifikan pada pos belanja bantuan sosial di tahun 2012, sedangkan di tahun 2013 pos belanja bantuan sosial mengalami pengurangan anggaran. 3) Analisis Pertumbuhan Belanja Langsung Analisis pertumbuhan belanja langsung dilakukan untuk mengetahui perubahan posisi belanja modal tahun 2013 terhadap tahun 2012 dan 2012 terhadap tahun 2011. Hasil analisis pertumbuhan belanja langsung Tahun 2012 turun sebesar 0,74% sedangkan pertumbuhan total anggaran belanja langsung tahun 2013 naik sebesar 22,60%. Kondisi tersebut terjadi karena adanaya penurunan anggaran pada pos belanja modal di tahun 2012, sedangkan di tahun 2013 pos belanja modal mengalami kenaikan anggaran yang signifikan. 3. Analisis Pertumbuhan Anggaran Pembiayaan Analisis pertumbuhan anggaran pembiayaan adalah analisis yang

berhubungan akun pembiayaan, yang terdiri dari analisis pertumbuhan anggaran penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. 1) Analisis Pertumbuhan Anggaran Penerimaan Pembiayaan Analisis pertumbuhan anggaran penerimaan pembiayaan dilakukan untuk mengetahui perubahan posisi penerimaan pembiayaan tahun 2013 terhadap tahun 2012 dan 2012 terhadap tahun 2011. Hasil analisis pertumbuhan anggaran penerimaan pembiayaan Tahun 2012 turun sebesar -29,14% sedangkan pertumbuhan anggaran

penerimaan pembiayaan tahun 2013 sebesar naik 36,94%. Kondisi tersebut terjadi karena SILPA tahun anggaran sebelumnya di tahun 2012 lebih kecil dari tahun 2011, sedangkan di tahun 2012 mengasilkan SILPA tahun berjalan yang cukup besar menyebabkan kenaikan anggaran penerimaan sehingga yang

pembiayaan

signifikan di tahun 2013. 2) Analisis Pertumbuhan Pengeluaran Pembiayaan Analisis pertumbuhan pengeluaran pembiayaan dilakukan untuk

mengetahui perubahan posisi pengeluaran pembiayan tahun 2013 terhadap tahun 2012 dan 2012 terhadap tahun 2011.

Hasil analisis pertumbuhan anggaran pengeluaran pembiayaan Tahun 2012 turun sebesar -94,68% sedangkan pertumbuhan anggaran

penerimaan pembiayaan tahun 2013 naik sebesar 889,73%. Kondisi tersebut terjadi karena adanya penurunan anggaran pada pos penyertaan modal dan pos pembayaran pokok hutang di tahun 2012, sedangkan di tahun 2013 pos penyertaan modal dan pos pembayaran pokok hutang mengalami kenaikan anggaran yang signifikan. E. Analisis Kemampuan Anggaran Anggaran yang dimiliki oleh pemerintah, yang dikenal sebagai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD), merupakan refleksi dari kemampuan finansial pemerintah dalam membiayai seluruh program

pembangunan dalam rangka menciptakan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, kualitas APBN/APBD yang baik menjadi salah satu indikator atas kualitas keuangan negara/daerah yang baik. Penilaian atas kualitas dari APBN/APBD dapat dilihat dalam kemampuan APBN/APBD dalam mengalokasikan dana yang dimiliki oleh pemerintah untuk setiap program kerja instansi pemerintah. APBN secara garis besar terdiri atas tiga bagian, yaitu pendapatan, belanja dan pembiayaan. Kemampuan anggaran dapat dilihat dari bagaimana seluruh belanja pemerintah dapat didanai oleh pendapatan yang diterima serta didukung oleh pembiayaan. Lebih jauh lagi, indikator dari kualitas anggaran tersebut dapat dinilai dari besaran ruang fiskal (fiscal space) yang dimiliki pemerintah dalam anggaran pada suatu periode dan besaran presentase pembiayaan dan defisit yang diperlukan pemerintah terhadap pendapatan domestik bruto (PDB). Ruang fiskal memiliki kaitan erat dengan kemampuan APBN untuk membiayai belanja modal serta belanja barang jasa yang tidak terikat, sedangkan defisit memiliki kaitan terhadap ketersediaan pembiayaan untuk mengakomodir rencana belanja pemerintah. Pendapatan negara secara umum terdiri dari penerimaan pajak, penerimaan negara bukan pajak serta hibah. Data pendapatan negara dalam APBN untuk tahun anggaran 2012-2014 secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut:

PENDAPATAN NEGARA DALAM APBN TAHUN ANGGARAN 2012-2014 (dalam miliar rupiah)
2012 Jumlah 1.311.386,7 1.310.561,6 1.032.570,2 277.991,4 2013 Jumlah 1.529.673,1 1.525.189,5 1.192.994,1 332.195,4 4.483,6 2014 Jumlah 1.667.140,8 1.665.780,7 1.280.389,0 385.391,7 1.360,1

Pendapatan Negara I. Penerimaan Dalam Negeri 1. Penerimaan Perpajakan 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak II. Penerimaan Hibah 825,1 0,1 Sumber: Data Pokok APBN TA 2012, 2013 dan 2014

% 100 99,9 78,7 21,2

% 100 99,7 78,0 21,7 0,3

% 100 99,9 76,8 23,1 0,1

Pada tabel di atas terlihat bahwa dalam tiga tahun terakhir, sumber penerimaan negara sangat bergantung pada pajak dengan kontribusi lebih dari 75% terhadap total pendapatan negara. Komposisi pendapatan negara yang terlalu bergantung pada penerimaan pajak tersebut dapat berdampak kurang baik terhadap kemampuan anggaran dalam membiayai belanja. Hal tersebut antara lain disebabkan karena pajak merupakan faktor yang sensitif terhadap kesejahteraan masyarakat. Hal ini mengingat pemerintah tidak dapat menetapkan tarif pajak yang terlalu tinggi untuk mendorong perekonomian masyarakat. Selain itu, tingginya ketergantungan pemerintah terhadap penerimaan dari sektor

perpajakan menyebabkan APBN tidak memiliki ruang fiskal yang cukup longgar untuk membiayai belanja-belanja tidak terikat dan belanja lain-lain karena peningkatan penerimaan dari sektor perpajakan tidak dapat dengan mudah ditingkatkan mengingat pajak sangat berkorelasi dengan perekonomian nasional. Dari tabel di atas juga terlihat komposisi pendapatan negara menunjukkan trend yang positif dengan meningkatnya pendapatan negara bukan pajak dari 21,2 persen menjadi 23,1 persen. Sedangkan dalam hal belanja negara, untuk menghitung besaran ruang gerak pemerintah dalam melakukan intervensi fiskal, dapat diklasifikasikan menjadi belanja mengikat dan belanja tidak mengikat. Intervensi fiskal tersebut berupa stimulasi dari anggaran belanja negara terhadap kegiatan ekonomi masyarakat, baik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja produktif maupun pengentasan kemiskinan. Belanja mengikat didefinisikan sebagai belanja yang wajib dianggarkan terkait dengan penyelenggaran operasional pemerintahan, kewajiban yang harus dilakukan pemerintah dan belanja yang bersumber dari penerimaan PNBP dan

BLU yang dapat digunakan kembali oleh Kementerian Negara/Lembaga. Dengan demikian, belanja mengikat meliputi: 1. Belanja pegawai 2. Belanja barang operasional 3. Belanja modal operasional 4. Subsidi 5. Pembayaran bunga utang 6. Belanja lain-lain yang bersifat wajib 7. Belanja kementerian negara/lembaga yang bersumber dari penggunaan PNBP/BLU 8. Transfer ke daerah sebagai konsekuensi pelaksanaan desentralisasi fiskal Sementara itu, belanja tidak mengikat adalah belanja yang dapat dialokasikan sesuai yang ruang fiskal dimiliki pemerintah (setelah pengalokasian belanja yang bersifat wajib) sebagai pendanaan program-program pembangunan yang ditetapkan dalam rencana kerja pemerintah. Ruang fiskal yang longgar sangat penting dalam postur APBN karena ruang fiskal tersebut akan bermanfaat dalam memacu perekonomian nasional melalui belanja infrastruktur pembangunan dan belanja barang jasa pemerintah. Dengan demikian, semakin besar jumlah ruang fiskal yang dapat dialokasikan untuk belanja tidak mengikat, menunjukkan semakin baik kualitas dari kemampuan anggaran serta semakin besar ruang fiskal yang tersedia, semakin besar pula fleksibilitas yang dimiliki oleh pemerintah untuk meningkatkan alokasi belanja negara pada kegiatan-kegiatan yang menjadi prioritas nasional, seperti pembangunan proyek-proyek infrastruktur. Data pendapatan negara, belanja mengikat dan ruang fiskal dalam APBN untuk tahun anggaran 2012-2014 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3 RUANG FISKAL APBN TAHUN ANGGARAN 2012-2014 (dalam miliar rupiah) 2012 1.311.386,7 215.862,4 39.182,15 566,58 208.850,2 122.217,6 27.350,41 470.409,5 2013 1.529.673,1 241.606,3 41.554,2 328,8 317.218,6 113.243,8 31.324,7 528.630,2 2014 1.667.140,8 262.978,3 46.662,67 125,65 333.682,6 121.285,5 33.613,89 592.552,3

Pendapatan Negara Belanja Pegawai Belanja Barang OP Belanja Modal OP Belanja Subsidi Pembayaran Bunga Utang Belanja KL dari sumber PNBP/BLU*) Transfer ke daerah

Jumlah Belanja Mengikat 1.084.438,84 1.273.906,66 1.390.900,91 Ruang Fiskal 226.947,86 255.766,44 276.239,89 % thd Pendapatan Negara 17,31 16,72 16,57 *) Belanja KL dengan sumber dana dari PNBP/BLU yang tidak termasuk komponen belanja barang dan modal operasional Sumber: diolah dari Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Anggaran

Dari data di atas terlihat bahwa besaran ruang fiskal pada APBN dalam kurun waktu 2012 hingga 2014 mengalami penurunan persentasenya terhadap pendapatan negara. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pendapatan negara untuk menciptakan sumber daya untuk belanja tidak mengikat semakin sedikit. Artinya, anggaran semakin tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk mengalokasikan dana bagi pembangunan tidak wajib. Terlalu besarnya komponen belanja mengikat akan membatasi ruang gerak alokasi anggaran bagi pembangunan baru, seperti pembangunan infrastruktur non operasional pemerintah. Fleksibilitas fiskal yang semakin kecil tersebut apabila semakin berlanjut akan berdampak negatif bagi pembangunan negara. Pembangunan infrastruktur yang terhambat akan berdampak pada menurunnya perekonomian. Salah satu jalan bagi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan APBN dalam rangka memperluas ruang fiskal adalah dengan menerapkan kebijakan defisit anggaran. Kebijakan defisit anggaran, yaitu dengan menerapkan selisih antara penerimaan negara dan pengeluarannya yang cenderung negatif, artinya bahwa pengeluaran negara lebih besar dari penerimaannya. Menurut penjelasan pasal 12 ayat 3 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003, defisit APBN dinyatakan tidak dapat melebihi sebesar 3% dari PDB dan jumlah pinjaman yang digunakan untuk membiayai defisit tidak dapat melebihi 60% dari PDB. Defisit anggaran diperlukan karena pemerintah perlu melakukan belanja yang lebih besar daripada penerimaan pendapatan. Hal ini terkait dengan fungsi pemerintah dalam menopang pertumbuhan ekonomi dan melakukan ekspansi demi meningkatkan daya beli masyarakat. Perkembangan besaran defisit APBN selama tahun anggaran 2012-2014 adalah sebagai berikut:

% Defisit thd PDB


1,75 1,7 1,65 1,6 1,55 1,5 1,45 1,4 2012 2013 2014 % Defisit thd PDB

Sumber: Data Pokok APBN 2012, 2013 dan 2014

Grafik di atas menunjukkan bahwa selama kurun waktu tahun 2012 hingga 2014, defisit dalam APBN dalm batas wajar yang ditetapkan oleh Undang-Undang Keuangan Negara, yaitu dibawah 3% terhadap PDB. Namun demikian, defisit pada tahun 2013 dan 2014 meningkat apabila dibandingkan tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan pembiayaan yang lebih besar pada tahun 2014 apabila dibandingkan dengan tahun 2012. Besaran tersebut masih menunjukkan bahwa kemampuan pendanaan anggaran selama kurun waktu 2012 hingga 2014 masih wajar dalam batasan yang ditetapkan oleh undang-undang. 1. Tahun 2011 a. Kemampuan membiayai aparatur daerah Jumlah belanja pegawai Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada Tahun Anggaran 2011 adalah Rp417.314.209.928,00 atau 26,61% dari jumlah belanja sebesar Rp1.567.823.926.323,. Jumlah Pendapatan Asli Daerah dan Lain-lain pendapatan yang sah Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggaran pada tahun 2011 masingmasing adalah Rp545.883.598.813,00 atau 39,45% dan

Rp38.728.571.000,00 atau 2,79% dari jumlah pendapatan sebesar Rp1.383.692.429.721,00. Porsi belanja aparatur daerah memiliki andil cukup besar dalam belanja anggaran dengan jumlahnya yang hampir mencapai 30%. Namun demikian, beban ini mendapat dukungan dari penerimaan asli daerah sebagai wujud kemandirian Pemerintah Daerah dalam membiayai gaji pegawai daerah.

b. Jumlah Belanja Pembangunan Daerah Belanja Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun anggaran 2011 terdiri dari Belanja Operasi, Belanja Modal, dan Belanja Tak Terduga masing-masing adalah dan sebesar

Rp1.075.129.049.794,00, Rp4.750.000.000,00. Rp1.567.823.926.323,00. Jumlah

Rp487.944.876.529,00, belanja tersebut

Jumlah pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada Tahun 2011 adalah Rp1.383.692.429.721,00. Berdasar data tersebut diketahui bahwa jumlah belanja untuk kegiatan pembangunan daerah lebih besar dari jumlah realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2011. Realisasi pendapatan hanya mampu mencukupi 88,25% sehingga terjadi defisit anggaran sebesar Rp184.131.496.602,00 atau 11,74% dari realisasi belanja. 2. Tahun 2012 a. Kemampuan membiayai aparatur daerah Jumlah belanja pegawai Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada Tahun Anggaran 2010 adalah Rp545.390.009.437,00 atau 26,51% dari jumlah belanja sebesar Rp2.056.564.248.649,47. Jumlah Pendapatan Asli Daerah dan Lain-lain pendapatan yang sah Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggaran pada tahun 2012 masingmasing adalah Rp545.728.695.356,00 atau 29,37% dan

302.869.350.000,00 atau 16,30% dari jumlah pendapatan sebesar Rp1.857.752.225.122,00. Porsi belanja aparatur daerah mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya. Namun demikian, beban ini masih mendapat dukungan penuh dari penerimaan asli daerah sebagai wujud kemandirian Pemerintah Daerah dalam membiayai gaji pegawai daerah. b. Jumlah Belanja Pembangunan Daerah Belanja Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun anggaran 2012 terdiri dari Belanja Operasi, Belanja Modal, dan Belanja Tak Terduga masing-masing adalah dan

Rp1.629.503.627.235.00,

Rp413.708.311.309,00,

Rp13.352.310.105,47. Rp2.056.564.248.649,47.

Jumlah

belanja

tersebut

sebesar

Jumlah pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada Tahun 2010 adalah Rp1.857.752.225.122,00. Berdasar data tersebut diketahui bahwa jumlah belanja untuk kegiatan pembangunan daerah lebih besar dari jumlah realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2012. Realisasi pendapatan hanya mampu mencukupi 90,33% sehingga terjadi defisit anggaran sebesar Rp198.812.023.527,47 atau 9,66% dari realisasi belanja. 3. Tahun 2013 a. Kemampuan membiayai aparatur daerah Jumlah belanja pegawai Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada Tahun Anggaran 2013 adalah Rp580.883.687.164,00 atau 26,68% dari jumlah belanja sebesar Rp2.176.892.463.186,87. Jumlah Pendapatan Asli Daerah dan Lain-lain pendapatan yang sah Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggaran pada tahun 2013 masingmasing adalah Rp502.594.985.095,00 atau 25,74% dan

Rp308.040.292.000,00 atau 15,78 dari jumlah pendapatan sebesar Rp1.951.960.636.640,00. Porsi belanja aparatur daerah mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya. Namun demikian, beban ini masih mendapat dukungan penuh dari penerimaan asli daerah sebagai wujud kemandirian Pemerintah Daerah dalam membiayai gaji pegawai daerah. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara selalu berupaya meningkatkan penerimaan sehingga mendukung kegiatan aparatur daerah. Pendapatan asli daerah dan lainlain pendapatan yang sah pada tahun 2013 mampu mendukung belanja pegawai sebesar Rp580.883.687.164,00 atau 71,65% dari jumlah penerimaan pendapatan asli daerah dan lain-lain pendapatan yang sah sebesar Rp810.635.277.095,00. b. Jumlah Belanja Pembangunan Daerah Belanja Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun anggaran 2013 terdiri dari Belanja Operasi, Belanja Modal,

dan

Belanja

Tak

Terduga

masing-masing

adalah dan sebesar

Rp1.562.384.128.314.00, Rp11.178.630.355,57. Rp2.176.892.463.186,87. Jumlah

Rp603.329.704.517,00, belanja tersebut

Jumlah pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada Tahun 2013 adalah Rp1.951.960.636.640,00. Berdasar data tersebut diketahui bahwa jumlah belanja untuk kegiatan pembangunan daerah lebih besar dari jumlah realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2012. Realisasi pendapatan hanya mampu mencukupi 89,66% sehingga terjadi defisit anggaran sebesar Rp224.931.826.546,87 atau 10,33% dari realisasi belanja. Tingkat defisit anggaran dari tahun 2011 2013 sangat fluktuatif menunjukkan kurang konsistensi dalam perancangan anggaran.

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara masih bergantung pada penerimaan yang bersumber dari pembiayaan. Baik berupa SILPA atau pinjaman jangka pendek dan jangka panjang. Hal ini menyebabkan untuk menutup defisit anggaran, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara melakukan pembiayaan yang bersumber dari pinjaman jangka pendek bahkan nilai pinjaman tersebut cenderung semakin meningkat setiap tahunnya. Hal ini semakin mengurangi tingkat kemandirian pemerintah daerah dalam melaksanakan kegiatan pembangunan daerah melalui ketergantungan terhadap pinjaman pihak ketiga. F. Analisis Penyebab dan Akibat Keterlambatan Penyusunan Anggaran Dalam proses penyusunan anggaran terdapat beberapa tahapan. Masing-masing tahapan membutuhkan waktu dalam prosesnya, namun biasanya terdapat kendala yang menyebabkan dalam penyusunan anggaran menjadi terlambat.

Keterlambatan

penyusunan

anggaran

mempengaruhi

pelaksanaan

program dan kegiatan pemerintah. Anggaran dikatakan terlambat apabila tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 pasal 15 ayat 4 bahwa pengambilan keputusan oleh DPR mengenai Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. Sedangkan

untuk APBD, sesuai pasal 20 ayat 4 bahwa pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan selambatlambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
Tabel 4 Tahapan dan Jadwal Penyusunan APBN

Tabel 5 Tahapan dan Jadwal Penyusunan APBD URAIAN Penyusunan RKPD Penyampaian KUA dan PPAS oleh ketua TAPD kepada kepala daerah Penyampaian KUA dan PPAS oleh kepala daerah kepada DPRD KUA dan PPAS disepakati antara kepala daerah dan DPRD Surat Edaran kepala daerah perihal Pedoman RKA-SKPD Penyusunan dan Pembahasan RKA-SKPD dan RKA-PPKD serta penyusunan Rancangan APBD Penyampaian Rancangan APBD kepada DPRD Pengambilan persetujuan bersama antara DPRD dan kepala daerah Hasil Evaluasi Rancangan APBD WAKTU Akhir Bulan Mei Minggu I bulan Juni Pertengahan bulan Juni Akhir Bulan Juli Awal bulan Agustus Awal Agustus sampai dengan akhir September Minggu I bulan Oktober Paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan 15 hari kerja (bulan desember) 1 Minggu 7 Minggu LAMA 1 Minggu 6 Minggu

2 Bulan

Penetapan Perda APBD dan Perkada Penjabaran APBD sesuai dengan hasil evaluasi

Paling lambat akhir desember (31 Desember)

Pada bagian ini akan dibahas terkait penyebab terlambatnya proses penyusunan APBN/D. Beberapa faktor baik teknis maupun nonteknis yang berpengaruh terhadap proses penyusunan anggaran, yaitu : 1. Faktor Teknis 1) Kesulitan dalam menentukan dan menetapkan asumsi-asumsi

perekonomian yang berkaitan dengan penganggaran. Adapun hal-hal yang paling urgen dan menyita waktu dalam proses penyusunan anggaran yaitu: (1) Pertumbuhan Ekonomi Penetapan asumsi pertumbuhan ekonomi sangat penting, karena hal ini berkaitan dengan perkembangan ekonomi rakyat dan iklim pembangunan. Menentukan asumsi membutuhkan pertimbangan kondisi perekonomian saat ini dan perekonomian secara global. Asumsi pertumbuhan ekonomi dilihat secara berkala dan menyatukan beberapa persepsi kedepan. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi yang dibuat, oleh penyusun anggaran digunakan sebagai standard dan koefisien dalam menetapkan kebijakan ekonomi dan jumlah nilai yang dianggarkan. (2) Pendapatan Perkapita Pendapatan perkapita adalah pendapatan perkepala dalam satu tahun, dalam penetapan APBN pemerintah memberikan asumsi pendapatan perkapita masyarakat. Hal ini juga berdampak pada perekonomian masyarakat dan pengkategorian masyarakat miskin hingga kelas atas. Disisi lain asumsi ini juga berdampak pada iklim investasi dimana pihak investor, sektor privat yang paling terpengaruh oleh penentuan asumsi, nantinya berpengaruh ke pembangunan dan dan tingkat pertumbuhan ekonomi masyarakat Indonesia. (3) Suku Bunga Berkaitan dengan investor, suku bunga BI smenjadi instrumen dari kebijakan moneter pemerintah untuk menarik minat para penanam modal. Karena efek yang ditimbulkan dari penetapan nilai suku bunga BI berbagai pertimbangan ekonomi hingga politik menjadi acuan. Hal ini tentunya penting, mengingat suku bunga BI oleh para investor

dilihat sebagai cerminan pembangunan di Indonesia dan berhubungan dengan pendapatan perkapita suatu Negara. (4) Kebijakan Fiskal Salah satu perangkat yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk mencapai sasaran pembangunan adalah kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal mempunyai tiga fungsi utama, yaitu fungsi alokasi anggaran untuk tujuan pembangunan, fungsi distribusi pendapatan dan subsidi dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, dan juga fungsi stabilisasi ekonomi makro di dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi. Dalam kondisi perekonomian yang lesu, pengeluaran pemerintah yang bersifat autonomous, khususnya belanja barang dan jasa serta belanja modal, dapat memberi stimulasi kepada

perekonomian untuk bertumbuh. Sebaliknya dalam kondisi ekonomi yang memanas akibat terlalu tingginya permintaan agregat, kebijakan fiskal dapat berperan melalui kebijakan yang kontraktif untuk menyeimbangkan kondisi permintaan dan penyediaan sumber-sumber perekonomian. Itu sebabnya kebijakan fiskal memiliki fungsi strategis dalam memengaruhi perekonomian dan mencapai sasaran

pembangunan. (5) Jumlah Pengangguran Menentukan jumlah pengangguran juga menjadi penting dalam proses penyusunan anggaran. Karena pertimbangan ini yang akan menjadi indikator atas keberhasilan atau efektifnya penggunaan anggaran sebelumnya. Pengangguran sangat berkaitan dengan semua indikator, asumsi dan elemen-elemen baik fiskal maupun moneter dalam perekonomian suatu Negara. Yang paling dekat adalah pendapatan perkapita, inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pemerintah mempunyai kewajiban untuk membuka lapangan kerja bagi rakyatnya. (6) Harga Minyak Dunia Saat ini harga minyak di Indonesia disubsidi oleh pemerintah untuk dua jenis BBM yaitu Premium dan Solar. Pada anggaran tahun 2012 subsidi minyak Indonesia dianggarkan Rp137 Triliun dengan asumsi harga minyak dunia $90 perbarel. Namun dalam perjalanannya harga minyak dunia melebihi dari asumsi pemerintah, bahkan pada bulan

maret 2012 harga minyak mencapai $125 perbarel. Sehingga pemerintah mengambil kebijakan yang mendesak yaitu APBNP pada bulan April. Yang menghasilkan subsidi BBM dinaikan menjadi Rp. 175 Triliun. Dari kasus diatas sudah dapat dilihat betapa pentingnya penetapan asumsi harga minyak dunia dalam APBN. (7) Kurs Rupiah terhadap mata uang asing Kurs rupiah merupakan yang yang paling penting dalam penetapan APBN, ada begitu banyak faktor yang membuat kurs rupiah menjadi sangat-sangat penting yaitu: a. Pembayaran Hutang Negara b. Transaksi internasional menggunakan uang asing c. Anggaran untuk subsidi minyak Dari 3 hal diatas kurs rupiah sangat menentukan nasib suatu Negara, apabila salah dalam memperkirakan maka Negara itu akan mengalami krisis keuangan. (8) Inflasi Inflasi adalah naiknya harga barang dalam jangka waktu yang cukup lama. Rata-rata inflasi Indonesia berkisaran diangka 2-4% pertahun. Inflasi erat hubungannya dengan: a. Kebijakan pemerintah b. Meningkatnya permintaan terhadap barang tertentu c. Turunnya kurs rupiah d. Naiknya harga barang tertentu seperti BBM. Kempat hal tersebut sangat mempengaruhi perekonomian masyarakat dan berimbas pada membengkaknya anggaran suatu Negara. 2) Regulasi yang sering tumpang tindih yang membuat satuan perangkat kerja daerah serba salah dalam menjalankan pengelolaan anggaran tahun berjalan. Kendala regulasi yang dimaksud terjadi pada saat penyusunan anggaran. Saat anggaran disusun satuan perangkat kerja daerah berpedoman pada petunjuk teknis dari pemerintah pusat, namun pada saat anggaran telah disahkan dan dijalankan, pemerintah pusat baru

mengeluarkan petunjuk teknis penyusunan anggarannya. Bahkan terkadang petunjuk teknis tersebut berbenturan dengan program kerja yang telah

ditetapkan. Tidak mungkin lagi anggaran yang sudah disahkan dibahas ulang dengan menggunakan petunjuk teknis yang terbaru dari pemerintah pusat. 3) Banyaknya audiensi yang dilakukan oleh tim anggaran pemerintah. Hal ini terkait dengan pembahasan yang dilakukan di daerah untuk penyusunan APBD Pada kondisi jaring asmara ini juga terkadang menyita waktu, yang seharusnya tim penyusun anggaran sudah harus memulai untuk

mengerjakan sesuai dengan arahan, namun karena aspirasi rakyat yang terus masuk membuat proses penyusunan tertunda. 4) Penerapan sistem anggaran berbasis kinerja juga mengambil andil dalam memperlambat proses penyusunan anggaran. Unit kerja mengalami kesulitan dalam menentukan indicator kinerja atas program maupun kegiatan yang dibuatnya. Kondisi seperti ini memerlukan waktu

pembahasan pada level masing-masing, bahkan terkadang pembahasan terjadi pada tiap level dan kembali di revisi jika indicator dianggap tidak mewakili program atau kegiatan. 2. Faktor Nonteknis 1) Fungsi budgeter pada DPR/DPRD yang mewajibkan suatu anggaran harus dibahas dan disetujui oleh legislatif. Pada dasarnya konsep ini

mencerminkan semangat demokrasi dan public interest, namun dengan kondisi saat ini, DPR/DPRD lebih mementingkan kepentingan

individu/golongan, sehingga pembahasan anggaran oleh legislatif kental dengan adanya unsur politik. Akibatnya pembahasan anggaran di DPR/DPRD cenderung memakan waktu yang cukup lama. 2) Sumber daya manusia yang tidak memiliki keterampilan dan kompetensi yang cukup dalam melaksanakan penyusunan anggaran. Terdapat beberapa sistem serta ketentuan sebagai pedoman dalam menyusun anggaran yang membutuhkan waktu dan pengalaman yang cukup untuk dapat memahami serta mengerti cara dalam melaksanakan proses penyusunan anggaran. 3) Tidak adanya komitmen yang tinggi dalam melaksanakan penyusunan anggaran yang tepat waktu. Dengan adanya komitmen memberikan gambaran bagi pihak yang terlibat dalam penyusunan APBD untuk

mengetahui secara jelas visi, misi, tujuan, dan sasaran yang ingin dicapai dalam penyusunan APBD. Selain itu, melalui komitmen dapat menciptakan motivasi dan kemauan bagi pihak penyusun APBD untuk

menyelenggarakan tahapan penyusunan APBD yang lebih baik, efektif, efisien, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 3. Dampak dari keterlambatan penyusunan anggaran 1) Anggaran yang terlambat dalam proses penyusunannya dapat pula berpengaruh terhadap perekonomian, hal tersebut terjadi karena ketika anggaran terlambat ditetapkan melebihi batas waktu yang telah ditentukan, maka di masa anggaran belum disahkan maka aliran dana dari sektor pemerintah akan terhambat dan itu memberikan pengaruh pada aliran uang atau transaksi di daerah dan pada akhirnya perekonomian turut merasakan dampak dengan adanya kelesuan ekonomi. 2) Keterlambatan percepatan pembangunan daerah khususnya untuk sektor belanja barang dan jasa. Banyak program pemerintah seperti proyek pembangunan fasilitas publik tertunda proses lelang dan tendernya, sehingga pembangunan juga akan mengalami pergeseran perencanaan. 3) Pemerintah daerah akan kesulitan dalam menangani belanja operasional daerah. Misalnya, untuk pembayaran rutin PLN, PDAM dan telpon 4) Adanya peluang untuk melakukan korupsi, hal tersebut dapat muncul dikarenakan adanya usaha untuk mengalihkan dana yang tersisa dari pelaksanaan program APBD ke dalam rekening pribadi (KPK,2008). Dana yang tersisa berasal dari dana sisa anggaran program yang tidak selesai dilakukan karena terlambat dalam pelaksanaan proses awal. Pengalihan dana ke rekening pribadi tersebut membuka peluang terjadi penyelewengan dana APBD untuk kepentingan pribadi sehingga terjadilah korupsi. Pada akhirnya dampak yang muncul dari keterlambatan penyusunan APBD tersebut merugikan masyarakat.

Você também pode gostar