Você está na página 1de 8

1.

He also said that in the previous month he had had productive cough with a lot of phlegm, mild fever, loss of appetite, rapid loss of body weight (previous weight : 70 kg), and shortness of breath. Since a week ago, he felt his symptoms were worsening. A. Bagaimana mekanisme a. Batuk produktif disertai dahak Batuk merupakan refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi percabangan trakeobronkial. Batuk juga merupakan gejala tersering penyakit pernapasan seperti bronkhitis kronis, asma, tuberkulosis, dan pneumonia..Rangsangan yang biasanya menyebabkan batuk adalah rangsangan mekanik, kimia, dan peradangan. Komponen refleks batuk adalah reseptor, saraf aferen, pusat batuk, saraf eferan dan efektor. Reseptor batuk tersebar di larings, trakea, bronkus, telinga, lambung, hidung, sinus paranasal, faring dan perikardium serta diafragma. Sedangkan saraf yang berperan sebagai aferen yaitu n.vagus, trigeminus dan n. frenikus. Pusat batuk tersebar merata di medula dekat dengan pusat pernafasan. Saraf eferan yaitu n.vagus, frenikus, interkostal, lumbalis, trigeminus, fasial, hipoglosus. Sedangkan yang bertindak sebagai efektor adalah otot laring, trakea, bronkus, diafragma, interkostal dan abdominal. Secara umum, batuk disebabkan oleh mekanisme sebagai berikut: 1. Adanya rangsangan pada reseptor batuk (eksogen dan endogen) akan diteruskan oleh saraf aferen ke pusat batuk di medula. 2. Dari pusat batuk, impuls akan diteruskan oleh saraf eferen ke efektor yaitu beberapa otot yang berperan dalam proses respiratorik. Kemudian terjadi proses batuk. Setiap proses peradangan saluran nafas dapat mengakibatkan batuk. (1) Proses terjadinya batuk diawali dengan terangsangnya reseptor batuk akibat peradangan atau benda asing.

(2) Kemudian terjadi inspirasi yaitu fase yang dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini glotis sudah terbuka dan tekanan intratorakal meningkat. (3) Kemudian terjadi fase kompresi, glotis akan tertutup selama 0,2 detik, otot perut berkontraksi sehingga diafragma naik dan menekan paru-paru akibatnya tekanan intratorakal dan intraabdomen meningkat. (4) Kemudian pada fase ekspirasi secara aktif glotis akan terbuka lagi dan akibat tekanan intratorakal dan tekanan intraabdomen yang tinggi terjadilah proses ekspirasi yang cepat dan singkat sehingga menggetarkan pita suara dan menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Apabila banyak mukus yang terkumpul akibat radang atau benda asing lainnya maka reseptor batuk akan terangsang sehingga udara beserta mukus akan terlempar keluar dari saluran napas.

b. Demam ringan Substansi penyebab demam disebut pirogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh, baik dari produk proses infeksi maupun non infeksi. Lipopolisakarida (LPS) pada dinding bakteri gram negatif atau peptidoglikan dan teichoic acid pada bakteri gram positif, merupakan pirogen eksogen. Substansi ini merangsang makrofag, monosit, limfosit, dan

endotel untuk melepaskan IL1, IL6, TNF-, dan IFN-, yang bertindak sebagai pirogen endogen.

Pirogen endogen ini akan berikatan dengan reseptornya di hipotalamus dan fosfolipase A2. Peristiwa ini akan menyebabkan pelepasan asam arakidonat dari membran fosfolipid atas pengaruh enzim siklooksigenase-2 (COX-2). Asam arakidonat selanjutnya diubah menjadi prostaglandin E2 (PGE2). PGE2 baik secara langsung maupun melalui adenosin monofosfat siklik (c-AMP), akan mengubah setting termostat (pengatur suhu tubuh) di hipotalamus pada nilai yang lebih tinggi. Selanjutnya terjadi peningkatan produksi dan konservasi panas sesuai setting suhu tubuh yang baru tersebut. Hal ini dapat dicapai melalui refleks vasokonstriksi pembuluh darah kulit dan pelepasan epinefrin dari saraf simpatis yang menyebabkan peningkatan metabolisme tubuh dan tonus otot. Sehingga penderita akan merasakan dingin lalu menggingil dan menghasilkan panas.

c.

Kurang nafsu makan dan Pengurangan berat badan

Infeksi Mycobacterium tuberculosis Aktifasi makrofag oleh IFN- produksi pirogen endogen IL -1, IL-4, IL-6, TNF- Pirogen endogen bersirkulasi sistemik & menembus masuk hematoencephalic barrier bereaksi terhadap hipotalamus. Efek sitokin pirogen endogen pada hipotalamus menyebabkan produksi prostaglandin. Prostaglandin merangsang cerebral cortex ( respon behavioral) nafsu makan menurun & leptin meningkat menyebabkan stimulasi dari hipotalamus nafsu makan disupresi Pada masa yang sama terjadi peningkatan metabolisme tubuh pada pasien TB karena peningkatan penggunaan energi metabolik. Penurunan nafsu makan dan peningkatan metabolisme tubuh pasien TB menyebabkan penurunan BB.

d. Shortness of breath Pada penderita Tb akan ditemukan lesi eksudatif pada parunya. Lesi tersebut akan menyebabkan edem dan erosifikasi vena dan jaringan di paru dan sekitar paru yang mengakibatkan kerusakan pada pleura pars parietal dan pars viseral sehingga efusi pleura rentan terjadi pada situasi seperti ini. Ketika efusi pleura sudah terjadi, tekanan intrapleural akan meningkat, tekanan intraalveolar pun menurun sehingga menyebabkan kondisi dispneu (Price, 2006). Gejala sesak nafas timbul jika terjadi pembesaran nodus limfa pada hilus yang menekan bronkus, atau terjadi efusi pleura, ekstensi radang parenkim atau miliar. Karena ada pembengkakkan kelenjar-kelenjar getah bening di sekitar hillus yang dapat menghambat

aliran masuk keluarnya udara ke dalam maupun ke luar paru . Di samping itu ada peningkatan kebutuhan akan oksigen sehubungan dengan meningkatnya metabolisme

e. Mengapa keluhan yang terjadi menjadi lebih parah sejak seminggu yang lalu? Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Dan di saat inilah gejala mulai timbul.Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Gejala yang semakin parah ini kemungkinan karena tidak diobati atau sistem imun Mr. X yang tidak cukup kuat untuk melawan penyakit tersebut, akibatnya semakin bejalan waktu, gejala yang dialami Mr. X akan semakin parah.

f. Bagaimana keterkaitan antarkeluhan ? Gejala-gejala yang dialami merupakan manifestasi yang berawal dari timbulnya infeksi tuberkulosis. Adanya bakteri yang masuk menyebabkan hipersekresi mukus (batuk produktif) dan infiltrasi sel-sel imun yang selanjutnya melepaskan berbagai sitokin seperti IL-1 yang selanjutnya memicu produksi prostaglandin yang mengubah set point temperatur di hipotalamus sehingga terjadi demam. Infiltrasi di alveolus menyebabkan sesak nafas. Pembesaran nodus limfa pada hilus yang menekan bronkus, atau terjadi efusi

pleura. Ketika efusi pleura sudah terjadi, tekanan intrapleural akan meningkat, tekanan intraalveolar pun menurun sehingga menyebabkan kondisi dispneu (Price, 2006). Efek sitokin pirogen endogen pada hipotalamus menyebabkan produksi prostaglandin Prostaglandin merangsang cerebral cortex ( respon behavioral) nafsu makan menurun & leptin meningkat menyebabkan stimulasi dari hipotalamus nafsu makan disupresi Penurunan selera makan juga dipengaruhi oleh adanya stomatitis yang menyebabkan nyeri saat menelan. Akhirnya, penurunan selera makan dan peningkatan metabolisme menyebabkan kehilangan berat badan

2. Hipotesis a. Apa saja manifestasi klinis ? Gejala klinis TB yang disertai infeksi HIV berkaitan dengan peningkatan risiko tuberkulosis pada semua stadium penyakit HIV, manifestasi berbeda tergantung derajat imunosupresi. a. Demam Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41 0C. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk. Gejala demam ini bersifat hilang timbul. b. Batuk/Batuk berdarah Gejala respiratorik berupa batuk kering ataupun batuk produktif merupakan gejala yang paling sering terjadi dan merupakan indicator yang sensitive untuk penyakit tuberculosis paru aktif. Batuk ini sering bersifat persisten karena perkembangannya lambat. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. c. Sesak napas Gejala sesak nafas timbul jika terjadi pembesaran nodus limfa pada hilus yang menekan bronkus, atau terjadi efusi pleura, ekstensi radang parenkim atau miliar.

Karena ada pembengkakkan kelenjar-kelenjar getah bening di sekitar hillus yang dapat menghambat aliran masuk keluarnya udara ke dalam maupun ke luar paru . Di samping itu ada peningkatan kebutuhan akan oksigen sehubungan dengan meningkatnya metabolisme d. Nyeri dada

Keluhan nyeri dada hanya akan timbul bila ada pleuritis eksudatif (karena tidak ada saraf sensoris di dalam paru) dan atau proses fibrotic yang sampai pada pleura. Proses fibrotic lalu diikuti retraksi sehingga timbul rasa nyeri. e. Malaise

Malaise yang terjadi dalam jangka waktu panjang berupa pegal-pegal, rasa lelah, anoreksia, nafsu makan berkurang, serta penurunan berat badan

b. Diagnosis banding (bersama kriteria) ? Dalam era HIV/AIDS ini, ketika infeksi opurtunistik oleh 1011 macam mikroorganisme yang tadinya tidak menyerang manusia begitu mudah terjadi pada ODHA. Walaupun sudah jelas HIV + dan BTA + tetap harus diingat kemungkinan bahwa BTA yang tampak ini adalah mycobacterium atipik murni atau bersama sama dengan mycobacterium tuberculosis. Bila HIV + dan BTA dan kemudian kultur sputum memberikan hasil Mycobacterium tuberculosis pula, perlu sekali dipikirkan kemungkinan infeksi opurtunistik paru oleh mikroorganisme lain seperti (Chlamydia, mycoplasma, pneumocytitis carinii, berbagai jamur, dll), bahkan perlu dipikirkan kemungkinan karsinoma paru, baik yang primer maupun sekunder

Sumber: Danusantoso, Halim. 2010. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru edisi 2. Jakarta: EGC Djojodibroto, Darmanto R. 2007. Respirologi. Jakarta: EGC Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Você também pode gostar