Você está na página 1de 45

BELLS PALSY

Nama : Ny. S Usia : 65 tahun Tanggal Lahir : 8 Juni 1943 Jenis Kelamin : Perempuan Alamat :MagelangUtara,Magelang Agama : Islam

Keluhan Utama : Wajah Perot mendadak Kamarin siang pukul 13.00 pasien merasa wajahnya perot mendadak, Di wajah. Pasien merasa wajah perot, matanya susah di tutup dan nerocos, keluhan ini sampai mengganggu aktifitasnya.Keluhan ini sudah berlangsung 2 hari dan dirasakan semakin memburuk. Sejak kemarin saat istirahat bekerja pasien merasakan bibir sebelah kanannya tebal dan sulit di gerakkan, matanya sulit untuk di tutup, pasien juga merasa makanan yang dimakannya tidak ada rasanya. Pasien mengaku di tempat kerja berhadapan langsung dengan blower

Lalu pasien pergi ke RS untuk periksa. Memperberat: terpapar angin, kelelahan. Memperingan: istirahat, tiduran.
Pusing (+), mata kanan nerocos (+), mata kanan sulit di tutup (+), sulit untuk merasakan rasa makanan (+)

Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit Riwayat hipertensi, DM dan serupa penyakit jantung (-),

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat trauma kepala (-)


Tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya

STATUS GENERALIS Keadaan Umum : Baik Kesadaran/GCS : E4M6V5 = 15, Komposmentis Tanda Vital : Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi : 80 x/menit RR : 22 x/menit Suhu : 36,40 C

STATUS LOKALISATA Kepala : Pupil :Isokor Sianosis :Dispneu :Konjungtiva anemis : -/Sklera ikterik : -/Leher : Kelenjar Getah Bening: DBN

Thoraks : Bentuk : Normochest, retraksi (-). Jantung : Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak. Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat. Perkusi : Redup. Batas jantung dalam batas normal. Auskultasi : Suara jantung I dan II reguler, murmur (-)Paru : Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan-kiri. Palpasi : Vokal fremitus +/+. Perkusi : Sonor +/+. Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-.

Abdomen: Inspeksi : Datar. Auskultasi : Bising usus (+) 6 kali/menit. Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba adanya pembesaran, tidak ada nyeri tekan. Perkusi : Timpani

Ekstremitas : Ekstremitas Superior Tidak tampak adanya edema dari carpal sampai dorsum manus. Capillary refill < 2 detik. Akral dingin. Ekstremitas Inferior Tidak tampak adanya edema pada kedua pedis kanan dan kiri. Capillary refill < 2 detik. Akral dingin.

GCS TANDA MENINGEAL


Kaku kuduk Kernig Brudzinski I Brudzinski II Brudzinski III Brudzinski IV ::::::-

: E4V5M6 :

NERVUS CRANIALIS: N. Olfaktorius (N. I) Pemeriksaan bau: Tidak dilakukan N. Optikus (N. II) Warna : Tidakdilakukan Funduskopi : Tidakdilakukan Tajam penglihatan: DBN Lapang pandang (visual field): DBN

. Okulomotorius, N. Troklearis, N. Abducen (N. III, N. IV, N.VI) Kedudukan bola mata saat diam : DBN Gerakan bola mata : DBN Pupil : Bentuk, lebar, perbedaan lebar : DBN Reaksi cahaya langsung dan konsensuil : +/+ Reaksi akomodasi dan konvergensi : DBN N. Trigeminus (N. V) Sensorik : DBN Motorik : Merapatkan gigi : DBN Buka mulut : DBN Menggerakkan rahang : DBN Menggigit tongue spatel kayu : Tidak dilakukan Refleks : Kornea : DBN Maseter/mandibula :-

N. Facialis (N. VII)


Sensorik Motorik

: DBN : Kondisi diam : Simetris Kondisi bergerak :


Musculus frontalis Musculus korugator supersili Musculus nasalis Musculus orbicularis oculi Musculus orbicularis oris Musculus zigomaticus Musculus risorius Musculus bucinator : asimetris : asimetris : asimetris : asimetris : asimetris : asimetris : asimetris : asimetris
: Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan

Sensorik khusus
Lakrimasi Refleks stapedius Pengecapan 2/3 anterior lidah

N. Stato-akustikus (N. VIII) Suara bisik : DBN Arloji : DBN Garpu tala : Tidak dilakukan Nistagmus : Tidak dilakukan Tes Kalori : Tidak dilakukan

N. Glosopharingeus, N. Vagus (N. IX, N. X) Inspeksi oropharing keadaan istirahat : Uvula simetris Inspeksi oropharing saat berfonasi : Uvula simetris Refleks: Tidak dilakukan Sensorik khusus: Pengecapan 1/3 belakang lidah: Tidak dilakukan Suara serak atau parau: (-)

N. Acesorius (N. XI) Kekuatan m. Trapezius: DBN Kekuatan m. Sternokleidomastoide us: DBN N. Hipoglosus (N. XII) Keadaan diam: Lurus Keadaan gerak: Lurus

Ekstremitas atas M. deltoid M. biceps brakii M. triceps M. brakioradialis M. pronator teres Genggaman tangan

: : +5/ 5 : +5/ 5 : +5/ 5 : +5/ 5 : +5/ 5 : +5/ 5

PEMERIKSAAN MOTORIK Observasi : DBN Palpasi : Konsistensi otot normal Perkusi : DBN Tonus : DBN Kekuatan otot : 5 5
Ekstremitas bawah M. iliopsoas M. kwadricep femoris M. hamstring : +5 / 5 M. tibialis anterior M. gastrocnemius M. soleus : : +5 / 5 : +5 / 5 : +5 / 5 : +5 / 5 : +5 / 5

5 5

PEMERIKSAAN SENSORIK Eksteroseptik/protopatik : DBN Proprioseptik (gerak/posisi, getar dan tekan): DBN Kombinasi :

Stereognosis : Tidak dilakukan Barognosis : Tidak dilakukan Graphestesia : DBN Sensory extinction : DBN Loss of body image : (-) Two point tactile discrimination: DBN

REFLEKS FISIOLOGIS Refleks Superficial Dinding perut /BHR dilakukan Cremaster dilakukan Refleks tendon/periostenum BPR / Biceps TPR / Triceps KPR / Patella APR / Achilles Klonus : Lutut/patella : -/Kaki/ankle : -/-

: Tidak : Tidak

: +2 / +2 : +2 / +2 : +2 / +2 : +2 / +2

REFLEKS PATOLOGIS Babinski Chaddock Oppenheim Gordon Schaeffer Gonda Stransky Rossolimo Hoffman Tromner Mendel-Bechtrew REFLEKS PRIMITIF Grasp refleks Palmo-mental refleks

: -/:-/:-/:-/:-/:-/:-/:-/:-/:-/:-/-

:-/:-/-

PEMERIKSAAN SEREBELLUM Koordinasi Asinergia /disinergia Diadokinesia Metria Tes memelihara sikap Rebound phenomenon Tes lengan lurus Keseimbangan Sikap duduk : Sulit dievaluasi Sikap berdiri : Wide base / broad base stance Modifikasi Romberg Dekomposisi sikap Berjalan / gait : Tendem walking Berjalan memutari kursi / meja Berjalan maju-mundur Lari ditempat Tonus Tremor

: (-) : (-) : (-) : (-) : (-)

: (-) : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) : DBN : (-)

PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR Aphasia : (-) Alexia : (-) Apraksia : (-) Agraphia : (-) Akalkulia : (-) Fingeragnosia : (-) Right-left disorientation : (-) TES SENDI SACRO-ILIACA Patricks : -/Contra patricks : -/-

TES PROVOKASI NERVUS ISCHIADICUS Laseque : -/Sicards : -/Bragards : -/Minors : -/Neris : -/Door bell sign : -/Kemp test : -/-

PEMERIKSAAN DISARTRIA Labial : DBN Palata : DBN Lingual : DBN

Seorang pasien perempuan, usia 42 tahun datang ke poli syaraf dengan keluhan wajah perot mendadak. Sejak kemarin saat istirahat bekerja pasien merasakan bibir sebelah kanannya tebal dan sulit di gerakkan, matanya sulit untuk di tutup, pasien juga merasa makanan yang dimakannya tidak ada rasanya. Pasien mengaku di tempat kerja berhadapan langsung dengan blower. Saat bangun tidur mata kanannya nerocos, masih sulit untuk di tutup, bibir sebelah kanan sulit untuk digerakkan. Lalu pasien pergi ke RS untuk periksa.dari hasil pemeriksaan Status present : E4M6V5 = kompos mentis, TD 120/80 mmHg, HR 80 x/menit, RR 22 x/menit, T 36,40

Musculus frontalis Musculus korugator supersili Musculus nasalis Musculus orbicularis oculi Musculus orbicularis oris Musculus zigomaticus Musculus risorius Musculus bucinator

: asimetris : asimetris : asimetris : asimetris : asimetris : asimetris : asimetris : asimetris

Diagnosis Klinis : Parese unilateral dextra Diagnosis Tropis : Parese N VII Diagnosis Etiologi : Bells palsy

Medikamentosa: Kortikosteroid: metyl prednislon 2x4mg Neurotropik: B19 1x1 Fisioterapi: Pemanasan Pemanasan superfisial dengan infra red. Pemanasan dalam berupa Shortwave Diathermy atau Microwave Diathermy

Latihan otot-otot wajah dan massage wajah


Latihan gerak volunter otot wajah diberikan setelah fase akut. Latihan berupa mengangkat alis tahan 5 detik, mengerutkan dahi, menutup mata dan mengangkat sudut mulut, tersenyum, bersiul/meniup

Monitoring
Observasi perbaikan gejala

: :

Edukasi

Memberikan dorongan mental agar penderita tidak cemas dengan penyakitnya Memberikan dorongan mental agar penderita rajin menjalankan fisioterapi dan melakukannya dirumah agar segera sembuh

Bell's Palsy (BP) ialah suatu kelumpuhan akut n. fasialis perifer yang disebabkan kelumpuhan n. fasialis perifer.

EPIDEMIOLOGI
Bells palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bells palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bells palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi.

ANATOMI

Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :


1. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali m. levator palpebrae (n.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah). 2. Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis. 3. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga bagian depan lidah. 4. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.

Para ahli menyebutkan bahwa pada Bells palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bells palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal.

Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorKarena adanya suatu proses yang dikenal awam sebagai masuk angin atau dalam bahasa inggris cold. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bells palsy.ik primer

Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bisa terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi

Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah).

Kelumpuhan pada Bells palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucukan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagophtalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun disitu

. Idiopatik Sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebabnya yang disebut bells palsy. Faktor-faktor yang diduga berperan menyebabkan Bells Palsy antara lain : sesudah bepergian jauh dengan kendaraan, tidur di tempat terbuka, tidur di lantai, hipertensi, stres, hiperkolesterolemi, diabetes mellitus, penyakit vaskuler, gangguan imunologik dan faktor genetic.

B. Kongenital a. b. anomali kongenital (sindroma Moebius) trauma lahir (fraktur tengkorak, perdarahan intrakranial .dll.)

. Didapat Trauma Penyakit tulang tengkorak (osteomielitis) Proses intrakranial (tumor, radang, perdarahan dll) Proses di leher yang menekan daerah prosesus stilomastoideus) Infeksi tempat lain (otitis media, herpes zoster dll) Sindroma paralisis n. fasialis familial

Manifestasi klinik BP khas dengan memperhatikan riwayat penyakit dan gejala kelumpuhan yang timbul

Pada anak 73% didahului infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin. Perasaan nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak pada telinga atau sekitarnya sering merupakan gejala awal yang segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot wajah

Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh (lagophthalmos). Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar zXke atas bila memejamkan mata, fenomena ini disebutBell's sign Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi yang lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat.

Lesi di luar foramen stilomastoideus Mulut tertarik ke arah sisi mulut yang sehat,makanan berkumpul di antar pipi dan gusi, dan sensasi dalam (deep sensation) di wajah menghilang. lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak tertutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus

Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani) Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di daerah antara pons dan titik di mana korda timpani bergabung dengan nervus fasialis di kanalis fasialis.

Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius) Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), (b), ditambah dengan adanya hiperakusis

. Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum) Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c) disertai dengan nyeri di belakang dan di dalam liang telinga. Kasus seperti ini dapat terjadi pasca herpes di membran timpani dan konka. Ramsay Hunt adalah paralisis fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di ganglion genikulatum.Lesi herpetik terlibat di membran timpani, kanalis auditorius eksterna dan pina

Lesi di daerah meatus akustikus interna, Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c), (d), ditambah dengan tuli sebagi akibat dari terlibatnya nervus akustikus.

Anamnesa
Rasa nyeri Gangguan atau kehilangan pengecapan. Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan terbuka atau di luar ruangan. -Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.

Gerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal :


1. Mengerutkan dahi 2. Memejamkan mata 3. Mengembangkan cuping hidung 4. Tersenyum 5. Bersiul 6. Mengencangkan kedua bibir

C. Pemeriksaan Laboratorium.
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bells palsy.

D. Pemeriksaan Radiologi. Pemeriksaan radiologi bukan indikasi pada Bells palsy. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan jika dicurigai adanya fraktur atau metastasis neoplasma ke tulang, stroke, sklerosis multipel dan AIDS pada CNS. Pemeriksaan MRI pada pasien Bells palsy akan menunjukkan adanya penyangatan (Enhancement) pada nervus fasialis, atau pada telinga, ganglion genikulatum.

. Infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay Hunt syndrom) Ramsay Hunt Syndrome (RHS) adalah infeksi saraf wajah yang disertai dengan ruam yang menyakitkan dan kelemahan otot wajah. Tanda dan gejala RHS meliputi: Ruam merah yang menyakitkan dengan lepuh berisi cairan di gendang telinga, saluran telinga eksternal, bagian luar telinga, atap dari mulut (langit-langit) atau lidah Kelemahan (kelumpuhan) pada sisi yang sama seperti telinga yang terkinfeksi Kesulitan menutup satu mata Sakit telinga Pendengaran berkurang Dering di telinga (tinnitus) Sebuah sensasi berputar atau bergerak (vertigo) Perubahan dalam persepsi rasa

Miller Fisher Syndrom Miller Fisher syndrom adalah varian dari Guillain Barre syndrom yang jarang dijumpai.Miiler Fisher syndrom atau Acute Disseminated Encephalomyeloradiculopaty ditandai dengan trias gejala neurologis berupa opthalmoplegi, ataksia, dan arefleksia yang kuat. Pada Miller Fisher syndrom didapatakan double vision akibat kerusakan nervus cranial yang menyebabkan kelemahan otot otot mata . Selain itu kelemahan nervus facialis menyebabkan kelemahan otot wajah tipe perifer. Kelumpuhan nervus facialis tipe perifer pada Miller Fisher syndrom menyerang otot wajah bilateral. Gejala lain bisa didapatkan rasa kebas, pusing dan mual.

TATA LAKSANA (1, 8) 1. Istirahat terutama pada keadaan akut 2. Medikamentosa a. Pemberian kortikosteroid (perdnison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau 1 mg/kgBB/hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian), dimana pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien. Dasar dari pengobatan ini adalah untuk menurunkan kemungkinan terjadinya kelumpuhan yang sifatnya permanen yang disebabkan oleh pembengkakan nervus fasialis di dalam kanal fasialis yang sempit. b. Penggunaan obat- obat antivirus . Acyclovir (400 mg selama 10 hari) dapat digunakan dalam penatalaksanaan Bells palsy yang dikombinasikan dengan prednison atau dapat juga diberikan sebagai dosis tunggal untuk penderita yang tidak dapat mengkonsumsi prednison.Penggunaan Acyclovir akan berguna jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk mencegah replikasi virus. c. Perawatan mata: Air mata buatan: digunakan selama masa sadar untuk menggantikan lakrimasi yang hilang. Pelumas digunakan saat tidur: Dapat digunakan selama masa sadar jika air mata buatan tidak mampu menyedikan perlindungan yang adekuat. Satu kerugiannya adalah pandangan kabur. Kacamata atau tameng pelindung mata dari trauma dan menurunkan pengeringan dengan menurunkan paparan udara langsung terhadap kornea

Fisioterapi Sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada stadium akut. Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yang lumpuh. Cara yang sering digunakan yaitu : mengurut/massage otot wajah selama 5 menit pagi-sore atau dengan faradisasi. 4. Operasi Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anakanak karena dapat menimbulkan komplikasi lokal maupun intracranial. Tindakan operatif dilakukan apabila : tidak terdapat penyembuhan spontan tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednison

KOMPLIKASI (2, 9,10) 1. Crocodile tear phenomenon. Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion genikulatum. 2. Synkinesis Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri. selalu timbul gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut,kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi. Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah. 3. Tic Facialis sampai Hemifacial Spasme Timbul kedutan pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium awal hanya mengenai satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya. Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian

Walaupun tanpa diberikan terapi, pasien Bells palsy cenderung memiliki prognosis yang baik. Dalam sebuah penelitian pada 1.011 penderita Bells palsy, 85% memperlihatkan tanda-tanda perbaikan pada minggu ketiga setelah onset penyakit. 15% kesembuhan terjadi pada 3-6 bulan kemudian. Sepertiga dari penderita Bells palsy dapat sembuh seperti sedia kala tanpa gejala sisa. 1/3 lainnya dapat sembuh tetapi dengan elastisitas otot yang tidak berfungsi dengan baik. Penderita seperti ini tidak memiliki kelainan yang nyata. 1/3 sisanya cacat seumur hidup

Penderita Bells palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa. Faktor resiko yang memperburuk prognosis Bells palsy adalah: 1. Usia di atas 60 tahun 2. Paralisis komplit 3. Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh, 4. Nyeri pada bagian belakang telinga dan 5. Berkurangnya air mata

Você também pode gostar