Você está na página 1de 3

Omega-3 berperan sebgai anti-inflammatory agent dalam respon peradangan.

Hal ini dikarenankan Omega-3 memiliki peran untuk mengurangi sekresi berbagai mediator inflamasi tanpa mengganggu efektivitas dari proses penyembuhan pada inflamasi. Eicosapentaenoic acid (EPA) adalah bentuk umum dari Omega-3. EPA memiliki efek mengurangi produksi prostaglandin E2, mengurangi tromboksan A2 yang merupakan agregator platelet poten, mengurangi pembentukan leukotrin B4 yang merupakan induktor kuat kemotaksis leukosit, meningkatkan tromboksan A3 yang merupakan agregator platelet lemah, meningkatkan PGI3 yang merupakan vasodilator dan inhibitor agregasi platelet, meningkatkan induktor lemah dari kemoktaksis leukosit (Artenis, 2002). Diet kaya omega-3 juga akan menimbulkan efek penurunan produksi TNF- yang merupakan pro-trombotik dan aktivator neutrofil dan makrofag. Selain itu, diet kaya omega-3 akan menurunkan produksi IL-6 yang merupakan penyebab utama stimuasi seluruh sitokin pro-inflamasi fase akut. Kandungan PUFA dan EPA dapat ditemui dalam species alga merah (Eucheuma Cottonii). Kadungan PUFA dalam Eucheuma Cottonii cukup tinggi hingga mencapai 51,55% dalam 100 gram (Matanjun, 2009). Selain itu, kandungan EPA juga tinggi yaitu sebesar 24,98%. Kandungan PUFA dan EPA yang cukup tinggi dapat dimanfaatkan sebagai terapi alternatif penyakit stomatitis aftosa. Prevalensi kasus stomatitis aftosa di indonesia mencapai 20% dan pada anak-anak sebesar 5-10% (Endah, 2008). Angka kejadian pada anak-anak yang cukup tinggi disebabkan oleh sistem pertahanan tubuh anak yang masih belum bagus sehingga sedikit stress fisik ataupun psikologis saja dapat menyebabkan timbulnya stomatitis aftosa. Berdasarkan minat konsumsi makanan anak-anak, konsumsi agar-agar dengan tinggi omega-3 bisa dijadikan solusi sebagai terapi alternatif penyakit stomatitis aftosa. Menurut the Council on Food and Nutrition of the American Medical Associationonsumsi merekomendasikan bahwa konsumsi 0,5-1,2 gram/hari omega-3 dapat memberi efek adekuat sebagai antiimflamasi pada anak-anak. (Ji, 2013).. Eucheuma Cottonii dalah jenis alga merah yang bisa diolah menjadi agaragar. Ada beberapa metode dalam proses pengolahan rumput laut menjadi agar-

agar diantaranya metode ekstraksi, metode alkali treatment, dan metode cetyl pyridinium. Masing-masing proses memiliki keuntungan dan kekurangan sendiri. Berdasarkan penjelasan dalam penelitian Yudha (2010), metode alkali treatment memiliki beberapa keuntungan diantaranya bahan yang mudah didapat, harga bahan baku murah, dan kualitas agar lebih tinggi. Proses alkali treatment ini memiliki rangkaian proses dimulai dari rumput laut jenis Eucheuma Cottonii dicuci kemudian dikeringkan dengan bantuan sinar matahari. Rumput laut ditambahkan dengan NaOH 6-7% selama 1-2 jam pada suhu 70-900C dan ditambahkan sedikit asam untuk penetralan. Hasil dari Alkali Treatment dan penetralan dialirkan ke Hot Extraction untuk diekstraksi dengan pelarut air sebanyak 15-20 kali, kemudian dididihkan selama 1-1,5 jam. Konsentrasi maksimal dari hasil ekstraksi berkisar antara 0,8-1,5%. Cairan panas dialirkan ke Rotary Drum Vacuum Filter. Filtrate hasil dari Rotary drum didinginkan dalam cooling boxes pada suhu 400C dan setelah terbentuk gel kemudian dipotongpotong. Gel yang membeku kemudian dialirkan ke hydraulic Press untuk dihilangkan airnya. Hasil dari Hydraulik press dialirkan ke Rotary Dryer pada suhu 700C untuk dikeringkan. Produk agar-agar powder siap untuk konsumsi. Permana Yudha I. (2010) Pabrik Agar dari Rumput Laut Gracilaria spp. Dengan Proses Alkali Treatment. Fakultas Teknologi Industri. Universitas Pembangunan Nasional Veteran Matanjun P (2009) Nutrient content of tropical edible seaweeds, Eucheuma cottonii, Caulerpa lentillifera and Sargassum polycystum. Journal of Applied Physcology 21:75-80 Hyuk Lee Ji (2013) Polyunsaturated Fatty Acids in Children. Journal Pediatr Gastroenterol Hepatol Nutr. 3:153-161 T. Wulandari Endah Ayu, Setyawati Titiek (2008) Tata Laksana SAR (Stomatitis Aftosa Rekuren) Minor untuk Mengurangi Rekurensi dan Keparahan. Indonesian Journal of Dentistry. 15 (2): 147-154

Simopoulos Aretenis P. (2002) Omega-3 Fatty Acids in Inflammation and Autoimmune Diseases. Journal of The American College of Nutrition 21(6): 495505

Você também pode gostar