Você está na página 1de 2

Apakah ini Sekedar Ketidaktelitian Siswa?

Oleh Umi Puji Lestari, BiMPoME 2013

Materi pengukuran waktu merupakan materi yang sangat penting. Hal ini karena dengan mempelajari materi ini siswa diharapkan memiliki bekal yang cukup untuk menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari mereka yang berkaitan dengan waktu. Sayangnya, pembelajaran matematika, khususnya tentang pengukuran waktu, masih jarang yang mampu mengkaitkannya dengan dunia siswa yang sesungguhnya. Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Gravemeijer dalam tulisan saya sebelumnya, pembelajaran ini masih sering disampaikan dalam angka-angka dan rumus-rumus kurang bermakna yang sering menggiring siswa pada dunia yang berbeda dengannya. Ketika saya dan rekan saya memberikan sebuah soal pengukuran waktu kepada siswa kelas 5, kami mendapati kasus yang hampir sama. Dari kelima kelompok siswa, tiga kelompok belum mampu menggunakan pengalaman sehari-harinya untuk menyelesaikan soal yang pada dasarnya merupakan soal yang biasa mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika ketiga kelompok ini sampai pada penentuan Pukul berapakah yang menunjukkan 115 menit sebelum pukul 14.00? Ketiga kelompok mendapatkan jawaban yang sama, yaitu 12.45. Mengapa demikian? Mari perhatikan uraian jawaban mereka berikut ini. 115 menit = 1 jam 55 menit Siswa menulisnya menjadi 1.55Siswa mengurangkan 1.55 dari 14.00 seperti pada gambar berikut.

Seperti ditunjukkan pada gambar, hasilnya terlihat bahwa 14.00 1.55 = 12.45. Awalnya saya pikir ini hanya masalah ketidaktelitian, tetapi lebih dari itu. Perhatikan uraian saya berikutnya. Ketika kami meminta siswa untuk mengecek dengan cara menghitung dari depan (apakah 115 menit setelah pukul 12.45) menunjukkan pukul 14.00? Kali ini siswa mampu mengkaitkan pengalaman sehari-harinya untuk menghitung 115 menit setelah pukul 12.45. Mereka dapat menyadari bahwa 115 menit setelah pukul 12.45 itu lebih dari 14.00, yang berarti jawaban mereka kurang tepat.

Mereka pun mengecek perhitungan mereka (dengan cara susun seperti pada gambar di atas) berkali-kali dan tidak pula menemukan titik kesalahannya. Mereka yakin kalau perhitungan mereka benar. Namun, mengapa ketika di cek jawabannya salah???? Ketika kami menanyakan dalam satu jam ada berapa menit, mereka dengan cepat, tepat, dan kompak menjawab 60 menit. Tetapi mengapa mereka belum mampu mengkaitkan hal ini untuk menyelesaikan persoalan di atas? Mereka menyamakan perhitungan 1.400 155 dengan perhitungan pukul 14.00 dikurangi 1 jam 55 menit. Bukankah ini berarti bahwa siswa belum mampu memaknai angka-angka yang mereka tulis??? Saya pun teringat dengan materi pengukuran waktu yang diajarkan mulai kelas empat. Siswa diajarkan tentang tambah kurang pada satuan waktu. Di beberapa buku paket diajarkan cara penyelesaian sebagai berikut. Contoh soal : 7 jam 20 menit - 2 jam 45 menit =.............. Caranya : Karena 1 jam = 60 menit

Dari situ, kita bisa melihat bahwa apa yang diajarkan dalam buku paket adalah tentang lama waktu. Sedangkan soal yang kami berikan berkaitan dengan notasi jam (14.00) dan lama waktu (1 jam 55 menit). Namun, sepertinya siswa menggunakan ingatannya yang parsial tentang operasi tambah kurang pada lama waktu diatas untuk menyelesaikan persoalan yang kami berikan. Selain penggunaan notasi yang kurang tepat (1 jam 55 menit ditulis 1.55), siswa belum mampu mengkaitkan 1 jam yang terdiri atas 60 menit untuk menyelesaikan persoalan di atas. Bukankah ini tidak hanya masalah ketelitian? Bukankah kesalahan seperti ini bisa dihindari jika pembelajaran tidak hanya mengingat tetapi penuh makna? Menjadi guru memang tidak mudah. Ketika saya mengajar di sebuah SD, saya pun mengalami hal demikian. Inginnya mengajar begini dan begitu. Tetapi, tidak jarang idealita kita terbentur dengan target-target materi yang begitu banyak atau pun waktu yang serasa tidak cukup untuk mempersiapkan bahan ajar dengan maksimal. Namun, marilah kita belajar untuk pantang patah arang. Belajar bersama untuk menjadi guru yang lebih baik. Belajar bersama untuk mendidik anakanak Indonesia menjadi anak yang lebih cerdas. Carpediem. Majulah Pendidikan Indonesia !!!

Você também pode gostar