Você está na página 1de 29

Laporan Kasus

Kista Endometriosis

Oleh

Anggun Permatasari 1018011110

Preceptor

Dr. dr. Anto Sawarno, Sp.OG

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RUMAH SAKIT UMUM JEND. A. YANI METRO 2014

BAB I PENDAHULUAN

Endometriosis adalah suatu penyakit yang lazim menyerang wanita di usia reproduksi.1 Penyakit ini merupakan kelainan ginekologis yang menimbulkan keluhan nyeri haid, nyeri saat senggama, pembesaran ovarium dan infertilitas.2 Endometriosis terjadi ketika suatu jaringan normal dari lapisan uterus yaitu endometrium menyerang organ-organ di rongga pelvis dan tumbuh di sana. infertilitas.1 Jaringan endometriosis memiliki gambaran bercak kecil, datar, gelembung atau flek-flek yang tumbuh di permukaan organ-organ di rongga pelvis. Flek-flek ini bisa berwarna bening, putih, coklat, merah, hitam, atau biru. Jaringan endometriosis dapat tumbuh di permukaan rongga pelvis, peritoneum, dan organ-organ di rongga pelvis, yang kesemuanya dapat berkembang membentuk nodul-nodul. Endometriosis bisa tumbuh di permukaan ovarium atau menyerang bagian dalam ovarium dan membentuk kista berisi darah yang disebut sebagai kista endometriosis atau kista coklat. Kista ini disebut kista coklat karena terdapat penumpukan darah berwarna merah coklat hingga gelap. Kista ini bisa berukuran kecil seukuran kacang dan bisa tumbuh lebih besar dari buah anggur. Endometriosis dapat mengiritasi jaringan di sekitarnya dan dapat menyebabkan perlekatan (adhesi) akibat jaringan parut yang ditimbulkannya.1 Endometriosis terjadi pada 10-14% wanita usia reproduksi dan mengenai 40-60% wanita dengan dismenorhea dan 20-30% wanita subfertil. Saudara perempuan dan anak perempuan dari wanita yang menderita endometriosis berisiko 6-9 kali lebih besar untuk berkembang menjadi endometriosis.3 Endometriosis menyebabkan nyeri panggul kronis berkisar 70%. Risiko untuk menjadi tumor ovarium adalah 15-20%, angka kejadian infertilitas berkisar 30-40%, dan risiko berubah menjadi ganas 0,7-1%. Endometriosis sekalipun sudah mendapat pengobatan yang optimum memiliki angka kekambuhan sesudah pengobatan berkisar 30%.2 2 Jaringan endometrium yang salah

tempat ini menyebabkan iritasi di rongga pelvis dan menimbulkan gejala nyeri serta

Penanganan

endometriosis

baik

secara medikamentosa

maupun

operatif

tidak memberikan hasil yang memuaskan disebabkan patogenesis penyakit tersebut belum terungkap secara tuntas. Keberhasilan penanganan endometriosis hanya dapat

dievaluasi saat ini dengan mempergunakan laparoskopi. Laparoskopi merupakan tindakan yang minimal invasif tetapi memerlukan keterampilan operator, biaya tinggi dan kemungkinan dapat terjadi komplikasi dari yang ringan sampai berat. Alasan yang dikemukakan tadi menyebabkan banyak penderita endometriosis yang tidak mau dilakukan pemeriksaan laparoskopi untuk mengetahui apakah endometriosis sudah berhasil diobati atau tidak.2 Berikut ini akan disampaikan kasus seorang pasien yang datang ke RS Jend. A. Yani Metro dengan keluhan benjolan di perut bawah disertai keluhan tambahan berupa nyeri haid yang hebat. Pasien ini didiagnosis sebagai kista endometriosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, serta diperkuat oleh temuan operasi laparatomi yang dilakukan pada pasien ini.

BAB II DATA KASUS

A. IDENTITAS PASIEN Tanggal Masuk : 25 Maret 2014 Pukul Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Agama Suku Alamat Nama suami Umur Pekerjaan Pendidikan Agama Suku Alamat : 12.00 : Ny. MS : 42 tahun : SD : Ibu rumah tangga : Islam : Jawa : Sekampung, Lampung Timur : Tn. MK : 44 tahun : Buruh : SMA : Islam : Jawa : Sekampung, Lampung Timur

B. ANAMNESIS Diambil dari Tanggal/Pukul 1. Keluhan a. b. Utama Tambahan : Teraba benjolan di perut bagian bawah sejak 5 bulan yang lalu : Nyeri haid : Autoanamnesa : 25 Maret 2014

2.

Riwayat pasien sekarang OS datang kerumah sakit dengan keluhan teraba benjolan di perut bagian bawah sejak 5 bulan yang lalu, dari hasil lab didapatkan Hb masuk 9,8. Pasien dibawa ke RS Jend. Akhmad Yani untuk mendapat perawatan lebih lanjut.

3.

Riwayat Haid Haid pertama umur : 12 tahun Siklus Lamanya Banyaknya : 29 hari : 7 hari : 2 x ganti pembalut

4.

Riwayat perkawinan Perkawinan ke Selama : Satu : 21 tahun

5.

Riwayat Obstetrik
No Tgl/bln/thn Persalinan Jenis Kelamin Laki-laki Berat badan (gram) 3200 Usia anak 20 th Penolong Keterangan

1.

22 Feb 1994

Bidan

Baik

6.

Riwayat penyakit : a. Penyakit dahulu : Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular, menurun maupun menahun seperti hepatitis, AIDS, TBC, HT, jantung, dll serta tidak pernah masuk Rumah Sakit b. Penyakit dalam keluarga : Ibu mengatakan di dalam keluarganya tidak ada

yang menderita penyakit menular,menahun maupun menurun seperti hepatitis, HIV/AIDS, jantung, keturunan kembar, hiabetes mellitus, hipertensi, dll 7. 8. 9. Riwayat operasi : Tidak ada Riwayat keluarga berencana /kontrasepsi : Hal hal lain : Tidak ada

C. PEMERIKSAAN FISIK 1. Pemeriksaan umum Keadaan umum : Baik Kesadaran Tekanan darah Nadi : Compos mentis : 120/70 mmHg : 90 x/menit : 360 C : Baik, lingkar lengan 28 cm : 150 cm : 51 kg : Sawo matang, tidak ada scar : Mimik baik, edema (-), dbn : konjunctiva anemis (+), skelera ikterik (-) : Cavum nasi dbn, alae nasi dbn : Pembesaran kelenjar limfa (-), struma (-), pembengkakan vena jugularis (-) Jantung : Bunyi jantung Idan II baik, Murmur -/-, gallop -/-, jantung dalam batas normal Kelenjar limfe Kepala Telinga Mulut/gigi Dada : Tidak ada pembengkakan kelenjar limfe : Normochephal : Auricula dekstra dan sinistra simetris : Stomatitis (-), anemis (-), caries (-) : Payudara ; bentuk bulat menggatung, areola hiperpigmentasi, puting susu menonjol, striae tidak ada. Paru : Vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-

Respiratory rate : 18 x/menit Suhu Keadaan gizi Tinggi badan Berat badan Kulit Muka Mata Hidung Leher

Pemeriksaan Abdomen : - Inspeksi - Palpasi - Perkusi - Auskultasi - Hati - Limfa : perut terlihat datar : teraba massa : Nyeri ketuk (-) : Bising usus (+) Normal : Tidak dapat dinilai : tidak dapat dinilai 6

- Ginjal

: dbn,nyeri ketok sudut costophrenicus tidak ada

- Kandung kemih: dbn - Kemaluan : vulva ; warna kemerahan, luka parut tidak ada, fluor albus sedikit, varices tidak ada, edema tidak ada . - Punggung : Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)

- Rectum / anus : Varices (-), hemoroid (-) - Ekstremitas Refleks Sensibilitas : edema (-), sianosis (-) : Refleks fisiologis dan patologis tidak dilakukan : dbn

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium tanggal 21 maret 2014 a. b. Hb : 9,8 gr/dl

Pemeriksaan Lab lainnya : - Leukosit - Trombosit - Hematokrit : 6700 : 457.000/mm3 : 33,1 %

c.

Pemeriksaan USG lainnya : complex cysta di aspek craniolateral dextra uterus dengan ukuran 9,65 x 8,38 x 9,85 cm.

E. RESUME OS datang kerumah sakit dengan keluhan teraba benjolan di perut bagian bawah sejak 5 bulan yang lalu, dari hasil lab didapatkan Hb masuk 9,8, hasil USG didapatkan ukuran cysta 9,65 x 8,38 x 9,85 cm, Pasien dibawa ke RS Jend. A. Yani untuk mendapat perawatan lebih lanjut.

F. DIAGNOSIS 1. 2. Diagnosis kerja : komplek kista

Diagnosis banding : cystadenoma ovarii

G. PENATALAKSANAAN - Cek laboratorium darah rutin, urin rutin, dan cross-match - IVFD RL XXgtt/menit - Cefotroxine 2 x 1 IV - Sohobion 1 x 1 drip - ketoproven 2 x1 supp rectal - R/ Laparotomi - R/ MOW (metode operasi wanita)

H. FOLLOW UP

1.

25-3-2014 Pukul 12.00 WIB

S/ OS mengeluh teraba benjolan di perut bagian bawah, 5 bulan yang MRS dan dijadwalkan oprasi, pasien takut dan berobat ke alternatif. Sekarang pasien di berobat kembali ke RSAY. R/ perdarahan pervaginam (-), R/ post koitus bleeding (-), R/ nyeri tekan (-) R/ trauma (-) R/ Nyeri haid (+) O/ Status present KU : Baik CA (-) SI (-) TD: 120/70 N : 90x/min

Temp : 360C RR : 18x/min Oedem : (-) BU (+) A/ komplek kista ovarii P/ Rencana Oprasi IVFD RL XX gtt/min

2.

26-3-2014 Pukul 05.30 WIB

S/ benjolan di perut bagian bawah O/ Status present KU: Baik TD : 120/70 N : 80x/min Temp : 36,2 RR : 22 x/menit Oedem : (-) BU (+)

A/ komplek kista ovarii P/ konsul dokter Sp.OG Sangobion 1/24 jam drip cefotroxine 2 x 1 IV sohobion 1 x 1 drip ketoproven 2 x1 supp rectal 3. 27-3-2014 Pukul 05.00 WIB S/ mual berkurang, nyeri perut post kistektomi berkurang O/ Status present KU : baik CA: + SI: TD : 120/80 N : 84x/min Temp : 36,6 RR : 20x/menit Oedem : (-) BU (+), Akral hangat A/ post op kistektomi (1 hari) P/ IVFD RL XX gtt/min Sangobion 1/24 jam drip cefotroxine 2 x 1 IV sohobion 1 x 1 drip ketoproven 2 x1 supp rectal ketorolac 3 x1 IV Oprasi kistektomi dilaksanakan pada 26-03-2014 pukul 11.10 sampai dengan pukul 11.30 WIB

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini terdiri atas kelenjar-kelenjar dan stroma.4 Kista endometriosis adalah suatu jenis kista yang berasal dari jaringan endometrium. Ukuran kista bisa bervariasi antara 0.4-4 inchi. Jika kista mengalami ruptur, isi dari kista akan mengisi ovarium dan rongga pelvis.5

Gambar 1. Kista endometriosis B. Etiologi Teori tentang terjadinya endometriosis adalah sebagai berikut: 1. Teori retrograde menstruasi Teori pertama yaitu teori retrograde menstruasi, juga dikenal sebagai teori implantasi jaringan endometrium yang viable (hidup) dari Sampson. Teori ini didasari atas 3 asumsi:
1. Terdapat darah haid berbalik melewati tuba falopii 2. Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut hidup dalam

rongga peritoneum

10

3. Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut dapat menempel

ke peritoneum dengan melakukan invasi, implantasi dan proliferasi.6,7 Teori diatas berdasarkan penemuan: 1. Penelitian terkini dengan memakai laparoskopi saat pasien sedang haid, ditemukan darah haid berbalik dalam cairan peritoneum pada 75-90% wanita dengan tuba falopii paten. 2. Sel-sel endometrium dari darah haid berbalik tersebut diambil dari cairan peritoneum dan dilakukan kultur sel ternyata ditemukan hidup dan dapat melekat serta menembus permukaan mesotelial dari peritoneum. 3. Endometriosis kelainan lebih sering timbul pada wanita dengan sumbatan

mulerian daripada perempuan dengan malformasi yang tidak

menyumbat saluran keluar dari darah haid.


4. Insiden endometriosis meningkat pada wanita dengan permulaan menars,

siklus haid yang pendek atau menoragia.6,7

2.

Teori metaplasia soelomik Teori ini pertama kali diperkenalkan pada abad ke-20 oleh Meyer. Teori ini menyatakan bahwa endometriosis berasal dari perubahan metaplasia spontan dalam sel-sel mesotelial yang berasal dari epitel soelom (terletak dalam peritoneum dan pleura). Perubahan metaplasia ini dirangsang sebelumnya oleh beberapa faktor seperti infeksi, hormonal dan rangsangan induksi lainnya. Teori ini dapat menerangkan endometriosis yang ditemukan pada laki-laki, sebelum pubertas dan gadis remaja, pada wanita yang tidak pernah menstruasi, serta yang terdapat di tempat yang tidak biasanya seperti di pelvik, rongga toraks, saluran kencing dan saluran pencernaan, kanalis inguinalis, umbilikus, dimana faktor lain juga berperan seperti transpor vaskular dan limfatik dari sel endometrium.6,7

3.

Teori transplantasi langsung Transplantasi langsung jaringan endometrium pada saat tindakan yang kurang hati-hati seperti saat seksio sesaria, operasi bedah lain, atau perbaikan episiotomi, dapat mengakibatkan timbulnya jaringan endometriosis pada bekas parut operasi dan pada perineum bekas perbaikan episiotomi tersebut.5 11

4.

Teori genetik dan imun Semua teori diatas tidak dapat menjawab kenapa tidak semua wanita yang mengalami haid menderita endometriosis, kenapa pada wanita tertentu penyakitnya berat, wanita lain tidak, dan juga tidak dapat menerangkan beberapa tampilan dari lesi. Penelitian tentang genetik dan fungsi imun wanita dengan endometriosis dan lingkungannya dapat menjawab pertanyaan diatas.6,7

Endometriosis 6-7 kali lebih sering ditemukan pada hubungan keluarga ibu dan anak dibandingkan populasi umum, karena endometriosis mempunyai suatu dasar genetik. Matriks metaloproteinase (MMP) merupakan enzim yang menghancurkan matriks ekstraseluler dan membantu lepasnya endometrium normal dan pertumbuhan

endometrium baru yang dirangsang oleh estrogen. Tampilan MMP meningkat pada awal siklus haid dan biasanya ditekan oleh progesteron selama fase sekresi.

Tampilan abnormal dari MMP dikaitkan dengan penyakit- penyakit invasif dan destruktif. Pada wanita yang menderita endometriosis, MMP yang disekresi oleh endometri-um luar biasa resisten (kebal) terhadap penekanan progesteron. Tampilan MMP yang menetap didalam sel-sel endometrium yang terkelupas dapat mengakibatkan suatu potensi invasif terhadap endometrium yang berbalik arah sehingga menyebabkan invasi dari permukaan peritoneum dan selanjutnya terjadi proliferasi sel.6,7 Pada penderita endometriosis terdapat gangguan respon imun yang menyebabkan pembuangan debris pada darah haid yang membalik tidak efektif. Makrofag merupakan bahan kunci untuk respon imun alami, bagian sistem imun yang tidak antigen-spesifik dan tidak mencakup memori imunologik. Makrofag mempertahankan tuan rumah melalui pengenalan, fagositosis, dan penghancuran mikroorganisme yang jahat dan juga bertindak sebagai pemakan, membantu untuk membersihkan sel apoptosis dan sel-sel debris. Makrofag mensekresi berbagai macam sitokin, faktor pertumbuhan, enzim dan prostaglandin dan membantu fungsi-fungsi faktor diatas disamping merangsang pertumbuhan dan proliferasi tipe sel yang lain. Makrofag terdapat dalam cairan peritoneum normal dan jumlah serta aktifitasnya meningkat pada wanita dengan endometriosis. Pada penderita endometriosis, makrofag yang terdapat di peritoneum dan monosit yang beredar teraktivasi sehingga penyakitnya berkembang melalui sekresi faktor pertumbuhan dan sitokin yang merangsang proliferasi dari endometrium ektopik dan 12

menghambat fungsi pemakannya. Natural killer juga merupakan komponen lain yang penting dalam proses terjadinya endometriosis, aktifitas sitotoksik menurun dan lebih jelas terlihat pada wanita dengan stadium endometriosis yang lanjut.6,7

5.

Faktor endokrin Perkembangan dan pertumbuhan endometriosis tergantung kepada estrogen (estrogen- dependent disorder). Penyimpangan sintesa dan metabolisme estrogen telah diimplikasikan daam patogenesa endometriosis. Aromatase, suatu enzim yang merubah androgen, androstenedion dan testosteron menjadi estron dan estradiol. Aromatase ini ditemukan dalam banyak sel manusia seperti sel granulosa ovarium, sinsisiotrofoblas di plasenta, sel lemak dan fibroblas kulit.6,7 Lihat gambar 2.

Gambar 2. Biosintesa estrogen wanita usia reproduksi

Kista endometriosis dan susukan endometriosis diluar ovarium menampilkan kadar aromatase yang tinggi sehingga dihasilkan estrogen yang tinggi pula. Dengan kata lain, wanita dengan endometriosis mempunyai kelainan genetik dan membantu perkembangan produksi estrogen endometrium lokal. Disamping itu, estrogen juga dapat merangsang aktifitas siklooksigenase tipe-2 lokal (COX-2) yang membuat prostaglandin (PG)E2, suatu perangsang poten terhadap aromatase dalam sel stroma yang berasal dari endometriosis, sehingga produksi estrogen berlangsung terus secara lokal. 6,7 Lihat gambar 3.

13

Gambar 3. Sintesis estrogen pada susukan endometriosis Estron dan estradiol saling dirubah oleh kerja 17-hidroksisteroid dehidrogenase (17HSD), yang terdiri dari 2 tipe: tipe-1 merubah estron menjadi estradiol (bentuk estrogen yang lebih poten) dan tipe-2 merubah estradiol menjadi estron. Dalam endometrium eutopik normal, progesteron merangsang aktifitas tipe-2 dalam kelenjar epitelium, enzim tipe-2 ini sangat banyak ditemukan pada kelenjar endometrium fase sekresi. Dalam jaringan endometriotik, tipe-1 ditemukan secara normal, tetapi

tipe-2 secara bersamaan tidak ditemukan. Progesteron tidak merangsang aktiftas tipe-2 dalam susukan endometriotik karena tampilan reseptor progesteron juga abnormal. Reseptor progesteron terdiri dari 2 tipe: PR-A dan PR-B, keduanya ini ditemukan pada endometrium eutopik normal, sedangkan pada jaringan endometriotik hanya PR-A saja yang ditemukan.6,7

C. Klasifikasi Endometriosis dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan lokasi dan tipe lesi, yaitu : 1. Peritoneal endometriosis Pada awalnya lesi di peritoneum akan banyak tumbuh vaskularisasi sehingga menimbulkan perdarahan saat menstruasi. Lesi yang aktif akan menyebabkan timbulnya perdarahan kronik rekuren dan reaksi inflamasi sehingga tumbuh jaringan fibrosis dan sembuh. Lesi berwarna merah dapat berubah menjadi lesi hitam tipikal dan setelah itu lesi akan berubah menjadi lesi putih yang miskin vaskularisasi dan ditemukan debris glandular.

2.

Ovarian Endometrial Cysts (Endometrioma) Ovarian endometrioma diduga terbentuk akibat invaginasi dari korteks ovarium setelah penimbunan debris menstruasi dari perdarahan jaringan endometriosis. Kista endometrium bisa besar (>3cm) dan multilokus, dan bisa tampak seperti kista coklat karena penimbunan darah dan debris ke dalam rongga kista.

3.

Deep Nodular Endometriosis Pada endometriosis jenis ini, jaringan ektopik menginfiltrasi septum rektovaginal atau struktur fibromuskuler pelvis seperti uterosakral dan ligamentum uteroovarium. Nodul-nodul dibentuk oleh hiperplasia otot polos dan jaringan fibrosis di sekitar jaringan yang menginfiltrasi. Jaringan endometriosis akan tertutup sebagai nodul, dan tidak ada perdarahan secara klinis yangberhubungan dengan

endomeriosis nodular dalam.

Ada banyak klasifikasi stadium yang digunakan untuk mengelompokkan endometriosis dari ringan hingga berat, dan yang paling sering digunakan adalah sistem American Fertility Society (AFS) yang telah direvisi (Tabel 1). Klasifikasi ini menjelaskan tentang lokasi dan kedalaman penyakit berikut jenis dan perluasan adhesi yang dibuat dalam sistem skor. Berikut adalah skor yang digunakan untuk mengklasifikasikan stadium:9 - Skor 1-5: Stadium I (penyakit minimal) - Skor 6-15: Stadium II (penyakit sedang) - Skor 16-40: Stadium III (penyakit berat) - Skor >40: Stadium IV (penyakit sangat berat) Tabel 1. Derajat endometriosis berdasarkan skoring dari Revisi AFS

Endometriosis Permukaan Peritoneum Dalam

<1 cm 1 2

1-3 cm 2 4

>3 cm 4 6

Kanan

Permukaan Dalam

1 4

2 16

4 20

Kiri Ovarium

Permukaan Dalam

1 4 Sebagian

2 16

4 20 Komplit

Perlekatan kavum Douglasi

4 Perlekatan <1/3 1/3-2/3

40 >2/3

Tipis

Kanan

Tebal

16

Tipis

Kiri T

Tebal

16

Tipis Kanan Kiri Tipis

Tebal

16

Kiri

Tebal

16

Martin pada tahun 2006 mengusulkan sistem kalsifikasi stadium untuk mengetahui tingkat kepercayaan dari tindakan laparaskopi diagnostik terhadap endometriosis. Tingkat kepercayaan laparaskopi terdiri atas 4 tingkatan:10 Tingkat 1 : Mungkin endometriosis Vesikel peritoneal, polip merah, polip kuning, hipervaskularisasi, jaringan parut, adhesi Tingkat 2 : Diduga endometriosis Kista coklat dengan aliran bebas dari cairan coklat. Tingkat 3 : Pasti endometriosis Lesi jaringan parut gelap, lesi merah dengan latar belakang jaringan ikat sebagai jaringan parut, kista coklat dengan area mottle merah dan gelap dengan latar belakang putih. Tingkat 4 : Endometriosis Lesi gelap dan jaringan parut pada pembedahan pertama.

Kir

Gambar 4. Adhesi akibat endometriosis

D. Histogenesis Teori histogenesis dari endometriosis yang paling banyak dianut adalah teori dari Sampson. Menurut teori ini, endometriosis terjadi karena darah haid mengalir kembali (regurgitasi) melalui tuba ke dalam rongga pelvis. Sudah dibuktikan bahwa dalam darah haid didapati sel-sel endometrium yang masih hidup. Sel-sel endometrium yang masih hidup ini kemudian dapat mengadakan implantasi di pelvis. 4 Teori lain dikemukakan oleh Robert Meyer bahwa endometriosis terjadi karena rangsangan pada sel-sel epitel berasal dari selom yang dapat mempertahankan hidupnya di daerah pelvis. Rangsangan ini akan menyebabkan metaplasia dari sel-sel epitel itu sehingga terbentuk jaringan endometrium. 4 Teori hormonal bermula dari kenyataan bahwa kehamilan dapat menyembuhkan endometriosis. Rendahnya kadar FSH, LH dan E2 dapat menghilangkan

endometriosis. Pemberian steroid seks dapat menekan sekresi FSH, LH dan E2. Pendapat yang sudah lama dianut ini mengemukakan bahwa pertumbuhan

endometriosis sangat tergantung dari kadar estrogen dalam tubuh. Pendapat ini mulai diragukan karena pada tahun 1989 Baziad dan Jacoeb menemukan kadar E2 yang

cukup tinggi pada kasus-kasus endometriosis. Jacoeb pada tahun 1990 pun menemukan kadar E2 serum pada setiap kelompok derajat endometriosis hampir semuanya tinggi. Keadaan ini juga tidak bergantung pada beratnya derajat endometriosis. Kalau memang dianggap perkembangan endometriosis bergantung pada kadar estrogen dalam tubuh, seharusnya terdapat hubungan bermakna antara beratnya derajat endometriosis dengan kadar E2 di lain pihak, apabila kadar E2 dalam tubuh maka senyawa ini akan diubah kembali menjadi androgen melalui proses aromatisasi.

Akibatnya, kadar testosterone pun akan meninggi. Tetapi kenyataannya pada penelitian ini, kadar T tidak berubah secara bermakna menurut beratnya penyakit. 11 Sedangkan teori terakhir, endometriosis dikaitkan dengan aktivitas imun. Teori imunologis menerangkan bahwa secara embriologis, sel epitel yang membungkus peritoneum parietal dan permukaan ovarium memiliki asal yang sama, oleh karena itu sel-sel endometriosis akan sejenis dengan mesotel. Telah diketahui bahwa CA-125 merupakan suatu antigen permukaan sel yang semula diduga khas untuk ovarium. Karena endometriosis merupakan proses proliferasi sel yang bersifat destruktif, maka lesi ini tentu akan meningkatkan kadar CA-125. Banyak yang berpendapat bahwa endometriosis adalah suatu penyakit autoimun karena memiliki kriteria yang cenderung lebih banyak pada wanita, bersifat familiar, menimbulkan gejala klinik, melibatkan multiorgan dan menunjukkan aktivitas sel B-poliklonal.11

E. Patologi Gambaran mikroskopik dari endometrium sangat variabel. Lokasi yang sering terdapat ialah pada ovarium dan biasanya bilateral. Pada ovarium tampak kista-kista biru kecil sampai besar berisi darah tua menyerupai coklat. Darah tua dapat keluar sedikitsedikit karena luka pada dinding kista dan dapat menyebabkan perlekatan antara permukaan ovarium dengan uterus, sigmoid dan dinding pelvis. Kista coklat kadangkadang dapat mengalir dalam jumlah banyak ke dalam rongga peritoneum karena robekan dinding kista dan menyebabkan akut abdomen. Tuba pada endometriosis biasanya normal.4 Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan ciri-ciri khas bagi endometriosis yakni kelenjar-kelenjar dan stroma endometrium dan perdarahan bekas dan baru berupa eritrosit, pigmen hemosiderin dan sel-sel makrofag berisi hemosiderin. Disekitarnya tampak sel-sel radang dan jaringan ikat sebagai reaksi dari jaringan normal disekelilingnya. Jaringan endometriosis seperti juga jaringan endometrium di dalam uterus dapat dipengaruhi oleh estrogen dan progesteron. Sebagai akibat dari pengaruh hormon-hormon tersebut, sebagian besar sarang endometriosis berdarah secara periodik yang menyebabkan reaksi jaringan sekelilingnya berupa radang dan perlekatan.4 Pada kehamilan dapat ditemukan reaksi desidual jaringan endometriosis. Apabila kehamilannya berakhir, reaksi desidual menghilang disertai dengan regresi sarang endometriosis. Pengaruh baik dari kehamilan kini menjadi dasar pengobatan

endometriosis dengan hormon untuk mengadakan apa yang dinamakan kehamilan semu (pseudopregnancy).4

F. Gejala Klinis

Gejala-gejala yang sering ditemukan pada kista endometriosis adalah:1,4

Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada dan selama haid (dismenore). Sebab dari dismenore ini tidak diketahui tetapi mungkin ada hubungannya dengan vaskularisasi dan perdarahan dalam sarang endometriosis pada waktu sebelum dan semasa haid. Nyeri tidak selalu didapatkan pada endometriosis walaupun kelainan sudah luas sebaliknya kelainan ringan dapat menimbulkan gejala nyeri yang hebat. Nyeri yang hebat dapat menyebabkan mual, mntah, dan diare. Dismenore primer terjadi selama tahun-tahun awal mestruasi, dan semakin meningkat dengan usia saat melahirkan anak, dan biasanya hal ini tidak berhubungan dengan endometriosis. Dismenore sekunder terjadi lebih lambat dan akan semakin meningkat dengan pertambahan usia. Hal ini bisa menjadi tanda peringatan akan terjadinya endometriosis, walaupun beberapa wanita dengan endometriosis tidak terlalu merasakannya. Dispareunia merupakan gejala yang sering dijumpai disebabkan oleh karena adanya endometriosis di kavum Douglasi. Nyeri waktu defekasi, terjadi karena adanya endometriosis pada dinding rekstosigmoid. Kadang-kadang bisa terjadi stenosis dari lumen usus besar tersebut. Poli dan hipermenorea, dapat terjadi pada endometriosis apabila kelainan pada ovarium sangat luas sehingga fungsi ovarium terganggu. Infertilitas, hal ini disebabkan apabila motilitas tuba terganggu karena fibrosis dan perlekatan jaringan disekitarnya. Sekitar 30-40% wanita dengan endometriosis menderita infertilitas.

G. Diagnosis Tidak ada pemeiksaan yang sederhana untuk mendiagnosis endometriosis. Dalam kenyataannya, satu-satunya cara untuk mendiagnosis pasti endometriosis adalah dengan melakukan laparoskopi dan melakukan biopsi jaringan. Pemeriksaan ini merupakan standar emas dalam mendiagnosis endometriosis.12 Endometriosis dicurigai bila ditemukan adanya gejala nyeri di daerah pelvis dan adanya penemuan-penemuan yang bermakna selama pemeriksaan fisik. Melalui pemeriksaan rektovaginal (satu jari di dalam vagina dan satu jari lagi di dalam rectum) akan teraba nodul (jaringan endometrium) di belakang uterus dan di sepanjang ligamentum yang menyerang dinding pelvis. Suatu saat bisa saja nodul tidak teraba, tetapi pemeriksaan ini sendiri dapat menyebabkan rasa nyeri dan tidak nyaman.13 H. Penatalaksanaan Endometriosis bisa diterapi dengan medikamentosa dan/atau pembedahan. Pengobatan endometriosis juga bertujuan untuk menghilangkan nyeri dan/atau memperbaiki fertilitas.6,13,14

Endometriosis dan subfertilitas Adhesi peritubal and periovarian dan dapat berperan menginterferensi dalam dengan

transportasi ovum secara

mekanik

menyebabkan

subfertilitas. Endometriosis peritoneal telah terbukti berperan dalam menyebabkan subfertilitas dengan cara berinterferensi dengan motilitas tuba, follikulogenesis, dan fungsi korpus luteum. Aromatase dipercaya dapat meningkatkan kadar prostaglandin E melalui peningkatan ekspresi COX-2. Endometriosis juga dapat menyebabkan

subfertilitas melalui peningkatan jumlah sperma yang terikat ke epitel ampulla sehingga mempengaruhi interaksi sperm-endosalpingeal.
1.

Pemberian medikamentosa pada endometriosis minimal atau sedang tidak terbukti meningkatkan angka kehamilan. Endometriosis sedang sampai berat harus dioperasi.

2.

Pilihan lainnya untuk mendapatkan kehamilan ialah inseminasi intrauterin, superovulasi, dan fertilisasi invitro. Pada suatu penelitian case-contol, rata-rata kehamilan dengan injeksi sperma intrasitoplasmik tidak dipengaruih oleh kehadiran endometriosis. Lebih jauh, analisi lainnya menunjukkan peningkatan

kejadian kehamilan akibat fertilisasi in vitro dengan preterapi endometriosis tingkat 3 dan 4 dengan agonis gonadotropin-releasing hormone (GnRH).

Terapi interval
1.

Beberapa peneliti percaya bahwa endometriosis dapat ditekan dengan pemberian profilaksis berupa kontrasepsi oral kombinasi berkesinambungan, analog GnRH, medroksiprogesteron, atau danazol sebagai upaya untuk meregresi penyakit yang asimtomastik dan mengatasi fertilitas subsekuen.

2.

Ablasi

melalui

pembedahan

untk

endometriosis

simptomatik

juga

dapat

meningkatkan kesuburan dalam 3 tahun setelah follow-up. Tidak ada hubungan antara endometriosis dengan abortus rekuren dan tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa terapi medikamentosa atau pembedahan dapat mengurangi angka kejadian abortus. Terapi medis: pil kontrasepsi oral kombinasi, danazol, agen progestational, dan analog GnRH. Semua obat ini memiliki efek yang sama dalam mengurangi nyeri dan durasinya. Pil kontrasepsioral kombinasi berperan dalam supresi ovarium dan

memperpanjang efek progestin. 1. 2. 3. 4. Semua agen progesteron berperan dalam desidualisasi dan atrofi endometrium. Medroksiprogesteron asetat berperan dalam mengurangi nyeri. Megestrol asetat juga memiliki efek yang sama The levonorgestrel intrauterine system (LNG-IUS) berguna dalam mengurangi nyeri akibat endometriosis. 5. Analog GnRH berguna untuk menurunkan gejala nyeri, namun tidak berefek dalam meningkatkan angka fertilitas. Terapi dengan GnRH menurunkan gejala nyeri pada 85-100% wanita dengan endometriosis.
6.

Danazol berperan untuk menghambat siklus follicle-stimulating hormone (FSH) and luteinizing hormone (LH) dan mencegah steroidogenesis di korpus luteum.

Terapi Bedah

Terapi bedah bisa diklasifikasikan menjadi terapi bedah konservatif jika fungsi reproduksi berusaha dipertahankan, semikonservatif jika kemampuan reproduksi dikurangi tetapi fungsi ovarium masih ada, dan radikal jika uterus dan ovarium diangkat secara keseluruhan. Usia, keinginan untuk memperoleh anak lagi, perubahan kualitas hidup, adalah hal-hal yang menajdi pertimbangan ketika memutuskan suatu jenis tindakan operasi.6, 13,14

Pembedahan konservatif 1. Tujuannya adalah merusak jaringan endometriosis dan melepaskan perlengketan perituba dan periovarian yang menjadi sebab timbulnya gejala nyeri dan mengganggu transportasi ovum. Pendekatan laparoskopi adalah metode pilihan untuk mengobati endometriosis secara konservatif. Ablasi bisa dilakukan dengan dengan laser atau elektrodiatermi. Secara keseluruhan, angka rekurensi adalah 19%. Pembedahan ablasi laparoskopi dengan diatermi bipolar atau laser efktif

dalam menghilangkan gejala nyeri pada 87%. Kista endometriosis dapat diterapi dengan drainase atau kistektomi. Kistektomi laparoskopi mengobati keluhan nyeri lebih baik daripada tindakan drainase. Terapi medis dengan agonis GnRH mengurangi ukuran kista tetapi tidak berhubungan dengan hilangnya gejala nyeri. 2. Flushing tuba dengan media larut minyak dapat meningkatkan angka kehamilan pada kasus infertilitas yang berhubungan dengan endometriosis. 3. Untuk dismenorhea yang hebat dapat dilakukan neurektomi presakral. Bundel saraf yang dilakukan transeksi adalah pada vertebra sakral III, dan bagian distalnya diligasi. 4. Laparoscopic Uterine Nerve Ablation (LUNA) berguna untuk mengurangi gejala dispareunia dan nyeri punggung bawah. 5. Untuk pasien dengan endometriosis sedang, pengobatan hormonal adjuvant postoperative efektif untuk mengurangi nyeri tetapi tidak ada berefek pada fertilitas. Analog GnRH, danazol, dan medroksiprogesteron berguna untuk hal ini.

Pembedahan semikonservatif 1. Indikasi pembedahan jenis ini adalah wanita yang telah melahirkan anak dengan lengkap, dan terlalu muda untuk menjalani pembedahan radikal, dan merasa terganggu oleh gejala-gejala endometriosis. Pembedahan yang dimaksud adalah

histerektomi dan sitoreduksi dari jaringan endometriosis pelvis. Kista endometriosis bisa diangkat karena sepersepuluh dari jaringan ovarium yang berfungsi diperlukan untuk memproduksi hormon. Pasien yang dilakukan histerektomi dengan tetap mempertahankan ovarium memiliki risiko enam kali lipat lebih besar untuk mengalami rekurensi dibandingkan dengan wanita yang dilakukan histerektomi dan ooforektomi. 2. Terapi medis pada wanita yang telah memiliki cukup anak yang juga memiliki efek dalam mereduksi gejala.

Pembedahan radikal 1. Histerektomi total dengan ooforektomi bilateral dan sitoreduksi dari endometrium yang terlihat. Adhesiolisis ditujukan untuk memungkinkan mobilitas dan menormalkan kembali hubungan antara organ-organ di dalam rongga pelvis. 2. Obstruksi ureter memerlukan tindakan bedah untuk mengeksisi begian yang mengalami kerusakan. Pada endometriosis dengan obstruksi usus dilakukan reseksi anastomosis jika obstruksi berada di rektosigmoid anterior.

Gambar 5. Algoritma Penatalaksanaan Endometriosis

I.

Diagnosis Banding Adenomiosis uteri, radang pelvik, dengan tumor adneksa dapat menimbulkan

kesukaran dalam diagnosis. Pada kelainan di luar endometriosis jarang terdapat perubahan- perubahan ligamentum berupa benjolan kecil di kavum Douglasi dan

sakrouterina. Kombinasi adenomiosis uteri atau mioma uteri dengan

endometriosis dapat pula ditemukan. Endometriosis ovarii dapat menimbulkan kesukaran diagnosis dengan kista ovarium. Sedangkan endometriosis rektosigmoid perlu dibedakan dari karsinoma.4 yang berasal dari

J.

Prognosis Endometriosis dapat mengalami rekurensi kecuali telah dilakukan dengan

histerektomi dan ooforektomi bilateral. Angka kejadian rekurensi endometriosis setelah dilakukan terapi pembedahan adalah 20% dalam waktu 5 tahun. Ablasi komplit dari endometriosis efektif dalam menurunkan gejala nyeri sebanyak 90% kasus. Beberapa ahli mengatakan eksisi lesi adalah metode yang baik untuk menurunkan angka kejadian rekurensi dari gejala-gejala endometriosis. 8 Pada kasus infertilitas, keberhasilan tindakan bedah berhubungan dengan tingkat berat ringannya penyakit. Pasien dengan endometriasis sedang memiliki peluang untuk hamil sebanyak 60%, sedangkan pada kasus-kasus endometriosis yang berat keberhasilannya hanya 35%.8

BAB IV PEMBAHASAN

A. Resume Kasus

5 bulan yang lalu pasien mengeluhkan teraba benjolan pada perut kanan bagian bawah sebesar telur puyuh yang teraba lunak, tidak dapat digerakkan, licin, tidak nyeri, semakin lama benjolan semakin membesar hingga sekarang sebesar telur ayam telah dilakukan pemeriksaan USG dengan kesan kista endometriosis dengan ukuran 9,65 x 8,38 x 9,85 cm. Pasien kemudian direncanakan operasi tanggal 26 Maret 2014. Pasien tidak ada mengeluhkan demam, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, mual muntah, maupun gangguan pada BAK dan BAB. Tidak ada riwayat perdarahan di luar haid. Dari pemeriksaan fisik didapatkan benjolan di regio iliaca dextra berukuran teraba massa di regio suprapubis sebesar telur ayam, konsistensi kistik, permukaan licin, batas tegas, terfiksir, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-). Perkusi pekak daerah massa, bising usus (+) normal. Dari pemeriksaan ginekologi, teraba massa kistik di parametrium dextra dan kavum Douglass tampak menonjol. Dari pemeriksaan penunjang USG tampak massa kistik dengan ukuran 9,65 x 8,38 x 9,85 cm dengan kesan kista endometriosis dan diagnosis bandingnya adalah cystadenoma ovarii. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

pasien didiagnosis kista endometriosis. Pasien direncanakan untuk dilaksanakan laparatomi.

B. Permasalahan Beberapa permasalahan pada pasien ini adalah: 1. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?
2. Apakah penatalasanaan pasien ini sudah tepat?

C. Pembahasan a. Diagnosis Diagnosis kerja pada pasien ini sudah tepat, karena berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan, penyakit pasien ini mengarah ke kista endometriosis, meskipun pada awalnya pasien didiagnosis sebagai kista ovarium.

Dari anamnesis diperoleh data timbulnya benjolan pada perut bagian bawah yang membesar secara perlahan-lahan, disertai adanya keluhan nyeri hebat saat haid yang berlangsung terus-menerus. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa gejala kista endometriosis adalah nyeri perut bawah yang progresif yang terjadi selama haid (dismenorhea). Sebab dari dismenorhea ini tidak diketahui tetapi mungkin ada hubungannya dengan vaskularisasi dan perdarahan dalam sarang endometriosis pada waktu sebelum dan semasa haid.

Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan massa tumor di regio suprapubis, sebesar telur ayam, permukaan licin, kistik, terfiksir, batas tegas, tidak nyeri. Dari pemeriksaan ginekologi, teraba massa kistik di parametrium sinistra dan kavum Douglass tampak menonjol. Hal ini menunjukkan bahwa massa tersebut merupakan suatu kista, tapi untuk menentukan identifikasi asal kista dan jenis kista perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Dalam kasus ini

pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan USG. Hasilnya adalah tampak massa kistik dengan ukuran 9,65 x 8,38 x 9,85 cm yang memberi kesan kista endometriosis.

b. Penatalaksanaan

Pada pasien ini dilakukan tindakan bedah berupa laparatomi dengan kistektomi. Penatalaksanaan pasien ini sudah tepat tepat, namun menurut algoritma penatalaksanaan endometriosis, pasien seharusnya menjalani prosedur

laparoskopi terlebih dulu. Pendekatan laparoskopi adalah metode pilihan untuk mengobati endometriosis secara konservatif. Kista endometriosis dapat diterapi

dengan drainase atau kistektomi. Kistektomi laparoskopi mengobati keluhan nyeri lebih baik daripada tindakan drainase. Pada pasien ini dilakukan salphingo-ooforektomi sinistra dan adhesiolisis. Adapun pemilihan tindakan bedah pada pasien ini sudah tepat karena berdasarkan kepustakaan, kista endometriosis yang ukurannya lebih dari 2 cm atau yang sudah terjadi perlengketan lebih baik diobati dengan pembedahan, yang bertujuan untuk mengangkat kista endometriosis dan membebaskan perlengketan endometriosis. Pengangkatan adneksa dari endometriosis yang

berat dilakukan bila adneksa sebelahnya normal. Pada wanita yang usianya kurang dari 40 tahun, perlu dipertimbangkan untuk meninggalkan sebagian jaringan ovarium yang sehat. Adhesiolisis pada pasien ini sudah tepat karena bertujuan untuk memungkinkan mobilitas dan menormalkan kembali hubungan antara organ-organ di dalam rongga pelvis. Pada pasien ini ditemukan kista berwarna merah kecoklatan yang memberi kesan kista coklat. Selain itu juga tampak perlengketan hebat antara tuba fallopi dextra dan ovarium dextrs (massa berwarna putih keabu-abuan). Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa gambaran kista endometriosis akan tampak kista-kista biru kecil sampai kista besar (kadang-kadang sebesar tinju) berisi darah tua menyerupai coklat (kista coklat). Pada kista coklat, darah tua keluar sedikit-sedikit karena luka pada dinding kista dan dapat menyebabkan perlekatan antara permukaan ovarium dengan uterus, sigmoid dan dinding pelvis. Sebagai akibat dari timbulnya perdarahan pada waktu haid dari jaringan endometriosis, mudah sekali timbul perlekatan antara alat-alat di sekitar kavum Douglasi.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Kesimpulan kasus ini terdiri dari: 1. Diagnosis pada pasien ini sudah tepat sesuai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu USG. 2. Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu tindakan bedah.

B. Saran Diperlukan deteksi dini terhadap semua penyakit kandungan terutama kista endometriosis karena dapat menyebabkan infertilitas, oleh karena itu tenaga kesehatan hendaknya meningkatkan kemampuannya dalam mendiagnosis penyakit kista endometriosis terutama bila dijumpai gangguan berupa nyeri haid dan nyeri saat senggama.

DAFTAR PUSTAKA

1.

American Society. Endometriosis a guide for patient http://www.asrm.org/Patients/ patientbooklets/endometriosis.pdf Oepomo TD. Concentration of TNF- in the peritoneal fluid and serum of endometrioticpatients. http://www.unsjournals.com/DD0703D070302.pdf NHS Evidence, Annual Evidence Update on Endometriosis Epidemiology and aetiology. http://www.library.nhs.uk/womenshealth/ViewResource.aspx? resID=258981&tabID=290&catID=11472 Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Jakarta: YBP-SP, 2002. p.314-36 Lee BM, The Endometriosis cyst. http://ezinearticles.com/?Cyst-Endometriosis--Cyst- in-the-Walls-of-the-Womb&id=1794678 Wellbery C. Diagnosis and Treatment of Endometriosis 1999; http://www.aafp.org /afp/991015ap/contentshtml Overton C, Davis C, McMillanL, Shaw R. An Atlas Of Endometriosis, 3rd ed. London: Informa Healthcare, 2007. p.2-3, 36 Sud S, Tulandi T. Endometriosis http://www.obgyn.net/medical.asp? page=/english/pubs/features/mcgill-student-projects/endometriosis. london.1999 Kandeel M, Endometriosis: An update http://www.gfmer.ch/GFMER_members/ pdf/Endometriosis_Kandeel_2008.pdf

2. 3.

4.
5.

6. 7.

8.

9.

10. Martin DC. Endometriosis staging. http://www.memfert.com/endostage.htm 11. Farid. Endometriosis di Sekitar Kita. http://www.majalahfarmacia.com/rubrik/

one_news.asp?IDNews=201
12. Endometriosis Research Foundation. Diagnosing endometriosis,.

http://www.endometriosis.org/endometriosis.html
13. Stoppler MC, Endometriosis

http://www.medicinenet.com/endometriosis/page3.htm#tocg
14. Kapoor D, Davila. Endometriosis: Treatment & Medication.

http//www.emedicine.com

Você também pode gostar