Você está na página 1de 12

Pembagian Hukum Syari

Ketentuan syari terhadap para mukallaf ada tiga bentuk : berbentuk tuntunan ( hukum taklifi) berbentuk pilihan (hukum takhyiri) berbentuk ada dan tidaknya hukum taklifi ( hukum wadi)

Hukum Taklifi
Ketentuan-ketentuan hukum yang menurut para mukallaf untuk mengerjakan dan meninggalkannya.
Hukum taklifi terdiri atas empat hal : wajib, mandub (sunah), haram dan makruh.

Hukum wajib dapat dilihat dari empat aspek, yaitu :

wajib dilihat dari segi waktu pelaksanaannya. Wajib ini dibagi dua, yaitu :

wajib mutlaq : tidak terbatas pada waktu pelaksanaannya. Seperti kafarah pada sumpah dan ibadah haji wajib muqoyad : ternatas waktu pelaksanaannya. seperti sholat fardhu, puasa ramadhan.

wajib dilihat dari subyek pelakunya. Wajib ini dibagi dua, yaitu :
wajib aini : tuntunan bagi setiap mukallaf, dan tidak bisa terpenuhi kewajiban tersebut dengan perbuatan orang lain. Seperti : sholat, zakat, janji akad dsb wajib kifai : tuntunan syarI bagi segenanp mukallaf dalam bentuk kewajiban kelompok dan bukan kewajiban individual. Seperti amar maruf nahi munkar, pengurusan jenazah, mendirikan rumah sakit, menekuni berbagai disiplin ilmu yang diperlukan masyarakat dsb.

wajib dilihat dari sudut ukuran kewajibannya.Wajib ini dibagi menjadi dua, yaitu:
wajib yang dibatasi ukurannya : kewajiban yang telah ditentukan batas-batasnya oleh syari. Seperti sholat dengan jumlah rakaatnya, zakat dengan ukuran nishabnya. wajib yang tidak dibatasi ukurannya : kewajiban yang ditekankan pada mukallaf tanpa ada batasan-batasan tertentu. Seperti infaq, tolong menolong atas kebaikan dll.

wajib dilihat dari segi objek perbuatannya. Wajib ini dibagi dua, yaitu :
kewajiban yang sudah ditentukan perbuatanya. Seperti sholat dan puasa yang tidak dapat diganti dengan perbuatan lain. Kewajiban yang mukhayar yaitu : kewajiban yang mukallaf diberi peluang untuk memilih satu dari berbagai alternatif yang diberikan syari. Seperti : membayar kafarah atas pelanggaran sumpah dengan alternatif hukum memberi makan 10 orang miskin, memberi mereka pakaian atau memerdekakan budak.

Hukum Takhyiri
Ketentuan-ketentuan Allah yang memberikan peluang bagi mukallaf untuk memilih antara mengerjakan dan meninggalkannya. Hukum ini disebut pula dengan istilah mubah. Al-Syaukani berpendapat bahwa melakukan perbuatan ini tidak memperoleh jaminan pahala dan dan tidak terancam dosa.

Abu zahrah dalam kitab ushul alfiqh menegaskan ketentuan mubah dinyatakan syari dalam tiga bentuk :

menafikan dosa pada perbuatan yang dimaksud. Lihat Al-Baqoroh ayat 173 tentang pengharaman bangkai, darah, babi dsb ungkapan penghalalan. Lihat Al-Maidah ayat 5 tentang penghalalan makanan. tidak ada pernyataan apa-apa tentang perbuatan yang dimaksud. Seperti mendengarkan radio, menonton acara TV dll yang tidak menimbulkan dampak-dampak negatif bagi pelakunya (Rosyada, 1993:25)

Hukum Wadhi
Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan syari sebagai pertanda ada atau tidak adanya hukum taklifi. Dengan kata lain ketentuan-ketentuan syari tersebut akan terlaksana atau tidak karena dipengaruhi oleh ketentuan ketentuan syarI lainnya yang terkait secara langsung.

Sebab : sesuatu yang nampak dan jelas yang dijadikan oleh syari sebagai penentu adanya hukum. Seperti : masuknya waktu sholat yang menjadi sebab adanya kewajiban sholat. Sebab terbagi menjadi dua :

Hukum wadi terbagi menjadi tiga macam :

sebab yang timbul bukan dari perbuatan mukallaf. Seperti takut tergelincir pada perbuatan zinan, mampu untuk menikah menjadi sebab wajibnya nikah, memakan makanan yang diharamkan karena darurat. sebab yang timbul dari perbuatan mukallaf sendiri. Seperti melakukan akad yang menjadi sebab bolehnya hubungan seksual.

LANJUTAN
Syarat : sesuatu yang terwujud atau tidaknya suatu perbuatan tergantung kepadanya. Kalau syarat ini tidak terpenuhi, maka perbuatan taklifi pun secara hukum tidak akan terwujud. Syarat ada dua macam yaitu :

syarat yang menyempurnakan sebab. Seperti haul bagi wajibnya zakat sekaligus sebagi penyempurna terhadap nishab. syarat yang menyempurnakan musabab. Seperti wudhu, menutup aurat dan menghadap kiblat.

LANJUTAN
Mani : suatu keadaan atau perbuatan hukum yang mengahalangi perbuatan hukum lain. Mani tidak lebih dari sebab yang dapat mengahalangi pelaksanaan ketentuanketentuan hukum. Seperti : piutang menjadi sebab yang merintangi pelaksnaan pembayaran zakat. Mani terbagi dua, yaitu :
mani yang mempengaruhi sebab. Seperti pembunuhan terhadap ahli waris. mani yang mempengaruhi musabab Seperti : pemberlakuan hukum qisas terhadap seorang bapak yang membunuh anaknya.

Você também pode gostar