Você está na página 1de 76

Cultural Studies Birmingham Centre

Oleh ANTARIKSA Oleh NURAINI JULIASTUTI

Siapapun yang belajar kajian budaya mesti mengingat nama Birmingham


Cultural studies (kajian budaya) memfokuskan diri pada hubungan antara Centre for Contemporary Cultural Studies baik-baik. Birmingham Centre for
relasi-relasi sosial dengan makna-makna. Berbeda dengan "kritik Contemporary Cultural Studies, biasa disingkat Birmingham Centre, berada
kebudayaan" yang memandang kebudayaan sebagai bidang seni, estetika, di Universitas Birmingham, salah satu universitas tua di Inggris.
dan nilai-nilai moral/kreatif, kajian budaya berusaha mencari penjelasan Birmingham Centre didirikan pada tahun 1964, sebagai pusat penelitian
perbedaan kebudayaan dan praktek kebudayaan tidak dengan menunjuk universitas, dan dipimpin pertama kali oleh Richard Hoggart. Ketika
nilai-nilai intrinsik dan abadi (how good?), tetapi dengan menunjuk seluruh Hoggart meninggalkan Birmingham pada tahun 1968, ia digantikan oleh
peta relasi sosial (in whose interest?). Stuart Hall. Dibawah Hall, pada tahun 1970-an dan 1980-an, Birmingham
Centre menjadi pusat pemikiran intelektual yang paling penting di dataran
Eropa dan Amerika. Birmingham Centre mengajarkan kajian budaya baik di
Dengan demikian setiap pemilahan antara masyarakat atau praktek yang tingkat sarjana maupun pasca sarjana dan aktif mempromosikan penelitian
"berkebudayaan" dan yang "tidak berkebudayaan", yang diwarisi dari tradisi di bidang ini. Hall menerbitkan jurnal khusus yaitu Working Papers in
elit kritisisme kebudayaan, sekarang dipandang dalam terminologi klas. Cultural Studies yang dipublikasikan bekerjasama dengan Hutchinson.
Selain itu, sejak tahun 1991, Birmingham Centre mempublikasikan jurnal
Bentuk kajian budaya dipengaruhi secara langsung oleh perlawanan untuk Cultural Studies from Birmingham, dan yang paling baru adalah The
mendekolonialisasikan konsep tersebut dan untuk mengkritisi tendensi European Journal of Cultural Studies yang diterbitkan Sage.
yang berusaha mempertahankan aturan-aturan yang mereproduksi kelas
dan ketidaksamaan lainnya. Maka kajian budaya membangun sebuah Anthony Easthope, sekarang profesor English studies dan cultural studies
kerangka kerja yang berusaha menempatkan dan menemukan kembali (kajian budaya) di Manchester Metropolitan University, menilai seluruh
kebudayaan dari kelompok-kelompok yang sampai sekarang dilupakan. karya-karya Birmingham Centre sebagai bentuk intervensi yang paling
Inilah awal diperhatikannya bentuk-bentuk dan sejarah perkembangan penting dalam dunia kajian budaya di Inggris. Graeme Turner, editor
kebudayaan kelas pekerja, serta analisis bentuk-bentuk kontemporer Australian Journal of Cultural Studies dan tokoh penting perkembangan
kebudayaan populer dan media. kajian budaya di Australia mengatakan bahwa Birmingham Centre dapat
mengklaim sebagai sebuah institusi kunci dalam sejarah kajian budaya.
Tidak seperti disiplin akademis tradisional, kajian budaya tidak mempunyai
ranah intelektual atau disiplin yang terdefinisi dengan jelas. Ia tumbuh Sumbangan penting Birmingham Centre dalam kajian budaya adalah
subur pada batas-batas dan pertemuan bermacam wacana yang sudah kepeloporannya dalam studi subkultur, suara-suara yang marjinal dari
dilembagakan, terutama dalam susastra, sosiologi, dan sejarah; juga dalam budaya dominan. Sangat berbeda dengan yang dilakukan oleh Matthew
linguistik, semiotik, antropologi, dan psikoanalisa. Bagian dari hasilnya, dan Arnold (pelopor English studies) yang terfokus pada konstruksi penyatuan
bagian dari pergolakan politik dan intelektual tahun 1960-an (yang ditandai kebudayaan nasional yang ideologinya sangat borjuis dan eksklusif, serta
dengan perkembangan yang cepat dan meluasnya strukturalisme, semiotik, bertujuan utama untuk mengkonstruksikan kebudayaan nasional Inggris
marxisme,dan feminisme) kajian budaya memasuki periode perkembangan yang sesuai dengan kebijakan pemerintah Inggris. Birmingham Centre tidak
teoritis yang intensif. Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana seperti itu. Studi yang terkenal dari Birmingham Centre adalah tentang ras,
kebudayaan (produksi sosial makna dan kesadaran) dapat dijelaskan kelas dan gender. Kobena Mercer mendeskripsikan studi yang dilakukan
dalam dirinya sendiri dan dalam hubungannya dengan ekonomi (produksi) Birmingham Centre ini dengan "the all too familiar `race, class, gender'
dan politik (relasi sosial). mantra". Tema-tema yang selalu jadi perhatian utama Hall, termasuk juga
yang mewarnai kajian-kajian Birmingham Centre adalah yang selalu
Termuat di Newsletter KUNCI No. 1, Juli 1999 berkaitan dengan kebudayaan, ideologi dan identitas. Kontribusi pentingnya
1 2
adalah ia berhasil membuat studi untuk mencari makna ideologis dari Raymond Williams
bentuk-bentuk kebudayaan yang ada. Birmingham Centre juga adalah
kelompok yang memelopori pemakaian semiotika dalam cultural studies. Oleh ANTARIKSA

Kajian-kajian Birmingham Centre tentang subkultur dan kebudayaan


marjinal (marginalized studies) sudah dimulai sejak akhir `60-an. Sebagai
contoh, Stuart Hall sudah menulis laporan penelitian "The Hippies: An
Tokoh kita kali ini adalah Raymond Williams, salah satu tokoh yang favorit
Amarican Moment" pada tahun 1968. Peneliti Birmingham lainnya, Dick
dikaitkan dengan kelahiran kajian budaya. Ia lahir di daerah perbatasan
Hebdige, menulis penelitian "Reggae, Rastas and Ruddies: Style and the
Inggris-Wales pada 1921 dan meninggal pada 1988. Dalam sejarah kajian
Subversion of Form" pada tahun 1974, dan John Clarke pada tahun yang
budaya, Williams dikenal sebagai seorang pemikir yang teguh, yang
sama sudah membuat penelitian "The Skinheads and the Study of Youth
berangkat dari tradisi menulis dan membaca sastra, yang kemudian
Culture" (tahun 1973 ia meneliti "Football Holliganism and the Skinheads").
dipadukannya dengan marxisme untuk diterapkan secara lebih luas dalam
Tema-tema penelitian Birmingham Centre yang lain misalnya: youth
bidang sosial dan kebudayaan.
culture, fashion, musik, budaya olah raga, atau karya-karya fiksi. Dengan
tema-tema seperti itu wajar saja kalau Birmingham Centre lantas menjadi
sumber inspirasi dalam kajian budaya di seluruh dunia. Di tahun `90-an Pada 1939 Williams mulai belajar bahasa dan sastra di Trinity College,
saja tema-tema penelitian Birmingham Centre masih aktual dibicarakan. Cambridge tahun 1939. Di sini ia menjadi salah satu murid F.R. Leavis.
Sementara di Indonesia studi kebudayaan masih belum lagi memasuki Gurunya ini adalah salah satu tokoh utama kulturalisme Inggris, yang
tema-tema kebudayaan marjinal dan "hal yang kecil-kecil" seperti dilakukan memahami kebudayaan sebagai kanon sastra dan seni tinggi, karya-karya
Birmingham Centre. Studi kebudayaan di Indonesia masih menekankan besar, dan menganggap film dan karya fiksi populer sebagai candu
kepada tema-tema besar, semisal hubungan negara-masyarakat dsb. peradaban.

Sekarang Birmingham Centre dipimpin oleh Michael Green. Ia memimpin Di universitas yang sama, pada tahun 1974, Williams diangkat menjadi
peneliti-peneliti yang sangat berpengaruh dalam kajian budaya sekarang Profesor Drama. Dan sungguh ironis, bahwa karya-karya lembaga ini justru
ini: Jorge Larain, John Gabriel, Ann Gray, Gargi Bhattacharyya, David tidak ditandai oleh sumbangan pemikiran Williams. Di Cambridge, ia
Parker, Jo Van-Every, Malika Mehdid, Mark Erickson, dan Sue Wright. berkarya seorang diri (Garnham 1988).

Meskipun gema pengaruh Birmingham Centre masih terasa sampai Karya-karya Williams mencakup bidang yang luas. Ia menulis tentang
sekarang, pusat-pusat kajian budaya yang baru pelan-pelan mulai kebudayaan, juga novel dan kritik sastra. Tetapi isu yang selalu
menapakkan jejak kakinya. Beberapa yang bisa disebut di sini antara lain menggelisahkan Williams adalah demokratisasi. Demokratisasi bagi
adalah School of Communication Studies di Westminster University yang Williams juga adalah sebuah komitmen moral, dari mana pemikiran-
menerbitkan seri terbitan Media, Culture and Society, pusat kajian budaya pemikirannya berasal dan bertujuan.
di Teeside University yang kemudian menerbitkan jurnal dan buku-buku
dengan nama Theory, Culture and Society, bahkan ada juga jurnal Ketertarikannya pada politik kebudayaan sebenarnya baru dimulai pada
internasional, Cultural Studies, dengan grup editor dari Inggris, Amerika, 1945, saat ia kembali lagi belajar di Universitas Oxford dan kemudian ke
dan Australia, yang telah dipublikasikan oleh Methuen, kemudian oleh Cambridge, setelah menjalani tugas kemiliteran pada Perang Dunia II.
Routledge. Karya-karya politik kebudayaannya pada masa ini secara jelas
menunjukkan usahanya untuk selalu mengaitkan kebudayaan, politik, dan
Termuat di Newsletter KUNCI No. 2, September 1999 kondisi-kondisi sosial. Dan baru secara total menunjukkan pandangan
marxisnya yang brilian tentang kebudayaan pada Culture and Society,
1780-1950 (mulai ditulis 1948, terbit 1958) dan The Long Revolution
(selesai 1959, terbit 1961).

3 4
Kebudayaan sebagai Keseluruhan Cara Hidup Materialisme Kultural

Baik Culture and Society maupun The Long Revolution mempunyai Pada periode ’70-an pemikiran Williams mulai bergeser dari kulturalisme
pengaruh yang sangat kuat dalam kajian budaya. Sangat berbeda dengan kiri ke neo-Gramscianisme. Ia menyebut bentuk baru pemikirannya dengan
Leavis, dalam karya-karyanya ini Williams tidak memahami kebudayaan materialisme kultural. Ada cara pembacaan atas Gramsci yang berbeda
dalam perspektif estetis dan ia menolak elitisme kebudayaan. Williams antara Williams dengan Stuart Hall, yang menyangkut pendangan atas
membangun sebuah pemahaman yang lebih menekankan karakter hegemoni sebagai sebagai budaya atau hegemoni sebagai struktur, dan
kehidupan sehari-hari, yaitu kebudayaan sebagai keseluruhan cara hidup. strategi apa yang harus diambil dalam aksi counter-hegemony.
Baginya kebudayaan sekaligus meliputi seni, nilai, norma-norma, dan
benda-benda simbolik dalam hidup sehari-hari, ia merupakan bagian dari Jika hegemoni adalah budaya, maka secara material ia adalah produk dari
totalitas relasi-relasi sosial. Teori kebudayan dengan begitu didefinisikan agen yang sadar dan bisa dilawan oleh alternatif sebuah aksi counter-
sebagai studi tentang relasi-relasi antarelemen dalam hidup sosial. Menurut hegemony. Jika hegemoni adalah struktur ideologi maka, ia akan
Williams (1965), “kita perlu membedakan tiga tingkat kebudayaan, bahkan menentukan subjektivitas dari subjek dengan cara-cara yang secara radikal
dalam definisi yang paling umum. Ada kebudayaan yang hidup pada waktu mengurangi kemungkinan sebuah aksi counter-hegemony. Hegemoni
dan tempat tertentu (lived culture) yang hanya bisa dinikmati secara penuh sebagai budaya adalah masalah produksi material, reproduksi, dan
oleh mereka yang hidup pada waktu dan tempat itu pula. Ada kebudayaan konsumsi. Hegemoni sebagai struktur adalah masalah penafsiran tekstual.
yang terekam dalam segala bentuknya, mulai dari karya seni hingga fakta-
fakta keseharian: ini disebut kebudayaan suatu periode (culture of the
Dengan materialisme kultural Williams sekaligus menegaskan kembali
periode). Ada juga faktor yang menghubungkan kebudayaan yang hidup
bahwa kebudayaan haruslah dimengerti dalam representasi dan praktek-
pada suatu waktu tertentu dan kebudayaan di suatu periode, ini disebut praktek sehari-hari dalam konteks kondisi-kondisi material produksinya,
kebudayaan tradisi yang terseleksi (culture of the selective tradition).” analisis materialisme kultural berarti analisis atas semua bentuk penandaan
dalam kondisi dan makna yang aktual ketia ia diproduksi (Williams 1981). Ia
Secara khusus perhatian Williams dalam Culture and Society dan The Long kemudian menganjurkan agar kebudayaan diselidiki dalam beberapa term.
Revolution adalah pada pengalaman-pengalaman kelas pekerja dan Pertama, institusi-institusi yang memproduksi kesenian dan kebudayaan.
aktivitas mereka dalam mengkonstruksi kebudayaan. Di sini, Raymond Kedua, formasi-formasi pendidikan, gerakan, dan faksi-faksi dalam
William biasanya dikaitkan dengan nama Richard Hoggart dan Edward produksi kebudayaan. Ketiga, bentuk-bentuk produksi, termasuk segala
Thompson. Ketiganya disebut sebagai “trio kulturalisme kiri Inggris”. manifestasinya. Keempat, identifikasi dan bentuk-bentuk kebudayaan,
Thompson menulis The Making of the English Working Class (1963); ia dan termasuk kekhususan produk-produk kebudayaan, tujuan-tujuan estetisnya.
Williams adalah anggota Dewan Editor New Left Review. Sementara Kelima, reproduksinya dalam perjalanan ruang dan waktu. Dan keenam,
Hoggart menulis tentang budaya kelas pekerja dalam The Uses of Literacy cara pengorganisasiannya.
(1957), dan pada 1964 bersama Stuart Hall ia kemudian mendirikan Centre
for Contemporary Cultural Studies di Universitas Birmingham. Di kemudian Termuat di Newsletter KUNCI No. 6-7, Mei-Juni 2000
hari, Hall lebih dikenal sebai seorang anti-kulturalis dan cenderung marxis-
strukturalis, yang membawa teori-teori Althusser, Derrida, Foucault dan
Lacan ke dalam wacana cultural studies, dan secara intelektual posisinya
berseberangan dengan Williams, Hoggart, dan Thompson (Milner 1994). New Left Review
Oleh ANTARIKSA
Williams sendiri sampai akhir hidupnya tetaplah seorang kulturalis yang
teguh, yang tidak terlalu antusias dengan kritisisme teks dari semiotika dan Pertengahan ‘50-an, pemikiran ilmu sosial, kebudayaan, dan politik di
strukturalisme (Murdock 1997). Inggris diwarnai dengan munculnya kekuatan baru para pemikir Marxis
yang disebut sebagai Kulturalisme Kiri (Left Culturalism) atau Kiri Baru
(New Left). Berbeda dengan pemikir-pemikir Marxis sebelumnya, kelompok
baru ini dicirikan dengan independensinya atas Partai Komunis Inggris dan
5 6
kritiknya atas pemikiran Marxis Komunis. Figur-figur kuncinya antara lain: Di bawah Anderson secara jelas orientasi NLR dipusatkan ke Marxisme
Raymond Williams, E.P. Thompson, Perry Anderson, Tom Nairn, dan Terry strukturalis yang diperkenalkan pemikir Perancis Louis Althusser. Proyek
Eagleton. Di Inggris, para pemikir ini waktu itu mempelopori penjelajahan utama Anderson adalah mengimpor teori-teori Neo-Marxisme Barat (juga
karya-karya Marx Muda dan Hegel untuk menganalisis politik, masyarakat, disebut "Western Marxism", tokoh-tokohnya antara lain: Georg Lukacs,
dan kebudayaan populer (di Jerman hal yang sama juga dilakukan oleh Antonio Gramsci, Louis Althusser, dan Kelompok Franfkfurt) untuk
Kelompok Franfurt sejak tahun ‘30-an). Harap dicatat bahwa tulisan-tulisan diterjemahkan dan diadaptasi ke Inggris, dan diseleksi dengan
Antonio Gramsci tentang hegemoni dan Kelompok Frankfurt tentang seni menitikberatkan orientasi Althusserian. Antara 1962-1963 NLR memuat
dan kebudayaan industri belumlah terlalu populer waktu itu, ketimbang tulisan-tulisan R.D. Laing, Ernst Mandel, bahkan strukturalis Perancis
tulisan-tulisan pemikir Marxisme Komunis Inggris, seperti C. Day Lewis, Claude Levi-Strauss.
W.H. Auden, Stephen Spender, dll.
Pada tahun 1964 hingga awal ‘70-an tulisan dan terjemahan Hall, Gramsci,
Titik penting bagi kelahiran cultural studies yang berkaitan dengan Althuser, Kelompok Frankfurt menjadi alat utama bagi NLR untuk
kelompok Kiri Baru ini adalah terbitnya jurnal New Left Review (NLR) pada mengkritisi film, budaya kerja, dan politik (ide Raymond Williams yang
tahun 1960. NLR adalah dari hasil merger dua jurnal dari Swiss dan sangat penting tentang "materialisme kultural" juga dimuat NLR pada masa
Hongaria, yaitu Universities and Left Review dan New Reasoner yang ini).
populer sebagai pelopor Campaign for Nuclear Disarmament (CND),
gerakan anti-nuklir pertama. Setelah 1975 sebenarnya program Neo-Marxisme Barat NLR sudah
selesai, dan sejak saat itu NLR mulai memperluas wilayah tema-temanya
NLR berpusat di London dan komite editor pertamanya dipimpin oleh Stuart ke gerakan perdamaian, revolusi di "dunia ketiga", gerakan perempuan,
Hall yang sebelumnya adalah aktifis New Left Club. Anggota komite lainnya tetapi NLR tetap juga menampilkan pemikir-pemikir terkini seperi Edward
adalah Tariq Ali, Perry Anderson, Gopal Balakrishnan, Robert Brenner, Said, Habermas, Fredric Jameson (artikel pentingnya tentang
Alexander Cockburn, Mike Davis, Peter Gowan, dan Julian Stallabrass. postmodernisme dimuat NLR). Ide-ide mutakhir Williams, Hall, dan
Anderson juga masih terus mengalir dari NLR.
Edisi pertama NLR memuat debat antara E.P. Thompson, Charles Taylor
dan Alastair MacIntyre tentang humanisme Marxis, tulisan Raphael Samuel Sejak 1970 NLR mendirikan divisi penerbitan buku yang diberi nama New
dan Isaac Deutscher, dan yang paling penting sumbangan dan Left Books (NLB). Divisi ini terkenal dengan reputasinya dalam
pengaruhnya bagi cultural studies adalah diskusi antara Raymond Williams menerjemahkan dan menerbitkan karya figur-figur utama dalam ilmu sosial-
dengan Richard Hoggart tentang budaya kelas pekerja. humaniora, cultural studies, sejarah, sastra dan kritik sastra, filsafat,
sosiologi, dan politik: Jean-Paul Sartre, Walter Benjamin, Louis Althusser,
Pada dua tahun pertama (edisi no. 1-12) NLR langsung menunjukkan Theodor Adorno, Herbert Marcuse, Tariq Ali, Benedict Anderson, Eric
"progresivitasnya" sebagai jurnal berhaluan kiri dengan menampilkan tema Hobsbawm, Victor Kiernan, Steven Lukes, dll.
kebudayaan populer dan proposal-proposal yang sangat inovatiif bagi
demokrasi dan industri komunikasi modern. Stuart Hall dan Raymond Di kemudian hari, dan hingga sekarang, NLB diganti namanya menjadi
Williams melahirkan pemikiran-pemikiran yang paling berpengaruh dalam Verso. Sejak ‘80-an, ketika jumlah terbitan Verso per tahunnya sudah
dua tema tadi. Artikel C. Wright Mills, "Letter to the New Left", di NLR edisi melebihi 40 judul, buku-buku yang diterbitkan tidak lagi sepenuhnya
no.5 juga berperan penting bagi kelahiran gerakan Kiri Baru di Amerika. bersesuaian dengan program-program NLR, melainkan meliputi bidang
yang jauh lebih luas (layaknya penerbit buku lain). Di antara terbitan dan
Tahun 1962 Hall menyerahkan jabatannya kepada Perry Anderson. terjemahan mutakhir Verso yang masih merefleksikan program-program
Kemudian, bersama Richard Hoggart, Hall mendirikan Birmingham Centre NLR antara lain adalah Norman Geras, Ellen Meiksins Wood, Tariq Ali,
for Contemporary Cultural Studies pada 1964, sebuah lembaga yang juga Giovanni Arrighi, Guy Debord, Giles Deleuze, Che Guevara, Carlo
pelopor kajian budaya, dan ia lantas menjadi direkturnya sejak 1968. Ginzburg, Andre Gorz, Jürgen Habermas, Jean Baudrillard, Noam

7 8
Chomsky, Frederic Jameson, Paul Virilio, Edward Said, Gabriel García 1960-an dengan judul The Civic Culture sampai sekarang masih menjadi
Marquez dll. rujukan utama pembahasan kebudayaan politik

Termuat di Newsletter KUNCI No. 3, November 1999 Politiknya kajian budaya sama sekali berbeda ilmu politik mainstream ini.
Kajian budaya justru ingin menelusuri bagaimana sebuah nilai dan orientasi
terbentuk, operasi kekuasaan seperti apa yang berlangsung, dalam situasi
apa pula ua berlangsung dengan proses hegemoni atau dominasi, atau
Dari Negara ke Coca-Cola: Merintis Kajian Budaya bahkan koersi dalam proses produksi nilai tersebut, pengetahuan seperti
dalam Ilmu Politik di Indonesia apa yang menopang atau tidak menopang nya, dst. Politik dan budaya
menjadi hancur lebur batasnya dalam kajian budaya. Suatu hal yang justru
Oleh AMALINDA SAVIRANI dipertahankan dalam ilmu politik

Karakteristik ilmu politik mainstream yang demikian tidak bisa dilepaskan


dari sejarah perkembangan disiplin sebelum perang dunia II. Periode itu
Politik sesungguhnya sangat dekat dengan Kajian Budaya, bahkan bisa jadi merupakan masa pembentukan identitas politik sebagai sebuah disiplin
lebih dekat ketimbang dengan ilmu politik sendiri. Sejarah perkembangan keilmuan. Sebagai ilmu yang lahir di tengah-tengah dominasi ilmu ala,
kajian budaya adalah sejarah perlawanan terhadap dominasi/kekuasaan pertanyaan bernada gugatan yang meragukan eksistensi keilmuan sangat
sebuah tradisi ilmu pengetahuan. Kajian budaya muncul dari pemikiran mengganggu dan menggelisahkan. Semangat zaman yang serba naturalis
sekelompok orang yang meyakini bahwa bangun teori adalah sebuah kala itu menjadi dasar interogasi disiplin ini terhadap keilmuan lainnya. Ilmu
praktek politik sehari-hari manusia (Barker, 2000). Ilmu pengetahuan bagi politik dalam pandangan tradisi tersebut, khususnya dari kalangan ilmu
kajian budaya selanjutnya adalah sesuatu yang tidak netral, obyektif, sosial kala itu, dianggap bukanlah ilmu yang sebenar-benarnya dengan
melainkan sesuatu yang berhubungan dengan posisi tempat seseorang alasan tiadanya subject matter yang jelas. Ilmu politik hanya memakai
berbicara, kepada siapa sasaran pembicaraannya dan situasi tertentu yang disiplin ilmu lain untuk menjelaskan fenomena kekuasaan.
melingkari.
Respon para pengusung ilmu politik kala itu adalah mengikuti logika
Politik yang dirujuk oleh kajian budaya bukan politik sebagaimana yang keilmiahan saat itu. Jadilah ilmu politik menjadi ilmu salah satunya dengan
dipelajari dalam ilmu politik. Operasi kekuasaan dalam Ilmu politik telah meminjam tradisi positivistik dalam melihat fenomena politik sekaligus
tergumpal dalam persoalan mencapai sistem demokrasi yang ideal. Impian untuk membedakan dirinya dengan periode sebelumnya yang dianggap
menuju demokrasi mewujud dalam kajian tentang aktor-aktor politik, terlalu di atas langit, yang melihat politik sebagai idealisme-idealisme
(lembaga dan atau individu), kualitas lembaga kepresidenan, lembaga kosong. Semua fenomena dikuantifikasikan, terukur dan karenanya
perwakilan, partai politik, atau kualitas warganegara seperti elit dan terprediksi semua kemungkinannya, khususnya terhadap perilaku individu.
warganegara biasa. Atau juga dalam bentuk kajian tentang produk-produk Tradisi ini dikenal sebagai tradisi behavioralis, atau dikenal juga sebagai
kebijakan, dll. Kekuasaan telah tersistematisasi dalam wilayah-wilayah mazhab Chicago, tempat kajian dilakukan. Berbagai kritik terhadap tradisi
yang sangat definitif. ini muncul silih berganti. Kritik ini direspon dengan terus memperbaiki
perangkat metode tanpa melepaskan dasar keinginan menjadikan ilmu
Selanjutnya, pendukung penting bagi keberhasilan demokrasi adalah politik sebagai ilmu yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
sebuah kebudayaan politik, satu kajian khusus dalam ilmu politik.
Kebudayaan bermakna orientasi, nilai dan seperangkat kepercayaan Kritik terhadap cara pandang ilmuwan politik yang melihat seperangkat nilai
tertentu yang dimiliki oleh warganegarai. Dari sini tampak jelas bahwa hanya sebatas produk adalah Antonio Gramsci. Lewat konsepsi hegemoni,
kebudayaan bagi ilmu politik adalah suatu produk jadi, given. Political Gramsci sesungguhnya ingin mengatakan bahwa ada operasi kekuasaan
culture sebagai sebuah fokus kajian makin kukuh setelah dua ilmuwan yang berlangsung baik dalam proses maupun produk sebuah kebudayaan
terkenal dari universitas Chicago melakukan penelitian di lima Negara politik, karenanya membatasi kajian politik hanya sebatas pada produk
(Amerika, Inggris, Jerman, Italia dan Meksiko). Karya yang terbit pada
9 10
akhir sangat mereduksi kompleksitas fenomena politik. Kritik Gramsci dan Kalau yang berlangsung di kampus sedemikian tertinggalnya, kajian ilmu
ilmuwan politik di kampus-kampus di Amerika sendiri mulai wacana-wacana politik lebih berwarna-warni di luar kampus. karya-karya ahli Indonesia di
tandingan dalam bidang ini. luar negeri sejak lama telah melepaskan dari landasan-landasan lama.
Demikian juga dengan lembaga kajian independen. Salah satunya
Sampai saat ini kajian politik di Indonesia masih didominasi oleh tradisi penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Studi Realino (LSR),
behavioralis. Hal ini bisa dipahami dengan melihat kenyataan puluhan yang dibukukan dalam seri penerbitannya. Karya-karya LSR menulis
mahasiswa yang belajar di universitas-universitas bertradisi behavioralis di fenomena politik dengan cara yang segar dalam cukup kontributif
Amerika membawa pulang main set behavioralis setidaknya dalam tesis meramaikan wacana. Salah satu buku tersebut bermaksud menggugat
atau disertasi mereka. Akhirnya studi ilmu politik di kampus-kampus utama peran dwifungsi ABRI, sama dengan banyak karya penelitian lembaga
Indonesia terwarnai habis-habisan oleh tradisi ini sampai sekarang. penelitian nomor satu di Indonesia yakni LIPI. Cara kajian ini sangat khas,
kurikulum-kurikulum jurusan ilmu politik masih dalam makna politik dalam ia memanfaatkan kajian semiotik yang menarik dan jelas basis
kerangka klasik untuk tidak menyebutnya kuno. argumentasinya. Porsi sebagian besar perhatian tidak diberikan pada ABRI
sebagai lembaga an sich yang sama kuatnya dengan negara orde baru,
tapi pada pelacakan masyarakat melihat hal ini, pada bagaimana siasat
Kenyataan ini tidak bisa dipisahkan dari target pendidikan untuk mahasiswa
strata satu di negeri ini. Target bahwa mahasiswa dapat berfikir logis dan massa rakyat terhadap dominasi ini.
fokus pada bidang yang dikajinya membuat peluang untuk melakukan
perkawinan-perkawinan antara berbagai pendekatan terbuka minim. Studi politik di Indonesia yang didominasi oleh kajian-kajian klasik Politik
Cultural Studies dengan sendirinya keluar dari peluang pilihan. Tujuan tidak bisa dilepaskan dari hiruk pikuk politik nasional. Jauh lebih menantang
pendidikan seperti ini sesungguhnya telah merugikan kemajuan ilmu politik dan laku sebagai komoditas untuk menebak-nebak susunan kabinet
di Indonesia hampir separuh abad. Perkembangan studi disiplin yang sama Gotong Royong Megawati ketimbang mengurusi bagaimana siasat massa
tidak bisa begitu saja direspon di dalam negeri sendiri, termasuk rakyat pendukung NU dalam menerima kekalahan Abdurrahman Wahid
perkembangan fenomena politik sangat pesat ditandai dengan kemunculan yang telah mereka anggap sebagai wakil Tuhan di dunia.
studi-studi seperti feminisme. Fenomen politik kontemporer ini bukan tidak
dialami di negeri ini. Perselisihan di daerah berbasis etnis dan mewujud Dalam keterbatasan ini ilmu politik mungkin bisa bertemu dengan kajian
dalam gerakan etnonasionalisme berlangsung cukup merata di tanah air. budaya. Ilmu politik di Indonesia perlu insyaf dengan melebarkan makna
Dan sangat tidak memadai menjelaskan hal ini dari tradisi behavioralis, kekuasaan di luar pagar-pagar formal kelembagaan. Di sisi lain kajian
mengingat kompleksnya persoalan ini karena menyangkut pula asal-usul budaya bisa lebih berdamai akan keperluan praktis studi politik atas
sosial. keperluan perangkat kerja yang terinci. Bukan demi mereproduksi gaya
berfikir positivistik melainkan demi mengikuti semangat kehati-hatian tradisi
Pada saat yang sama karya pekerjaan rejim orde baru yang otoritarian ini yang telah teruji. Dan tentu saja demi membuka selebar-lebarnya ruang
selama lebih dari 30 tahun telah tidak hanya pembatasan partisipasi warga pluralitas dalam pendekatan dalam ilmu politik di negeri sendiri.
negara melainkan juga membelasuknya kekuasaan ke dalam ruang-ruang
yang tak terbayangkan akan sebelumnya. Politik masuk ke tempat tidur AMALINDA SAVIRANI, pengajar pada Jurusan Ilmu Pemerintahan, UGM.
karena program Keluarga Berencana pemerintah Orde Baru tegas Termuat di Newsletter KUNCI No. 10, Januari 2002.
mengatur berapa banyak yang boleh dimiliki oleh pasangan suami-istri.
Politik masuk dapur dan menggelisahkan ibu-ibu muslim karena label halal
sebuah produk bumbu masak yang diragukan keabsahannya, akibat
inkonsistensi dalam lembaga sertifikasi produk halal. Fenomena keseharian
seperti ini sekali lagi tidak memadai kalau masih mau dilihat dengan cara
lama.

11 12
Budaya sebagai Medan Pertarungan Kuasa ternyata buta huruf dalam wilayah ini: ia tak mengenal dan tak bisa
membayangkan makanan yang terdaftar di menu. Ia juga tak tahu
Oleh ANTARIKSA bagaimana menyesuaikan jenis anggur dengan jenis makanan yang dipilih.
Akhirnya ia memesan makanan dan anggur sekenanya. Semua anggota
kelompok ini, kecuali satu orang saja, sama-sama buta hurufnya dan
memilih hidangan dengan mengikuti pilihan pemimpinnya.
Banyak karya kajian budaya memahami komunikasi sebagai tindakan
produksi makna, dan bagaimana sistem-sistem makna dinegosiasikan oleh Pesanan terakhir dari seorang pebisnis muda, sangat berbeda dengan
pemakainya dalam kebudayaan. Kebudayaan bisa pula dimengerti sebagai pesanan lainnya. Pesanannya menunjukkan bahwa ia sangat melek huruf
totalitas tindakan komunikasi dan sistem-sistem makna. Posisi seseorang dalam makanan dan anggur Perancis. Ia tampak tenang mengahadapi
dalam kebudayaan akan ditentukan oleh 'kemelek-budaya-an' (cultural menu, membaca dan menganalisisnya, dan menunjukkan betapa ia sangat
literacy), yaitu pengetahuan akan sistem-sistem makna dan tahu akan semua yang dilakukannya. Ia berbicara sebentar dengan
kemampuannya untuk menegosiasikan sistem-sistem itu dalam berbagai pelayan, mengajukan beberapa pertanyaan "bermutu", dan akhirnya
konteks budaya. menjatuhkan pilihan yang sangat "berselera". Semua koleganya sangat
terkesan dan ini membuka peluang yang lebih baik buat si pebisnis muda
Pandangan yang melihat komunikasi sebagai sebuah tindakan budaya, itu meningkatkan posisinya dalam dunia bisnis.
yang memerlukan berbagai bentuk kemelek-hurufan budaya, sangat
dipengaruhi oleh pemikiran sosiolog Perancis Pierre Bourdieu. Ide-idenya Lantas bagaimana kemelek-hurufan budaya diterjemahkan ke dalam
sangat berguna karena ia mengatakan bahwa 'tindakan' (practice) atau apa tindakan seseorang? Untuk menjelaskannya, kita memerlukan 3 konsep
yang secara aktual dilakukan seseorang, merupakan bentukan dari (dan lagi dari Bourdieu: 'medan budaya' (cultural field), habitus, dan 'modal
sekaligus respon terhadap) aturan-aturan dan konvensi-konvensi budaya. budaya' (cultural capital).

Salah satu cara memahami hubungan kebudayaan dengan tindakan adalah Bourdieu mendefinisikan medan budaya sebagai institusi, nilai, kategori,
mengikuti pengandaian Bourdieu tentang perjalanan dan peta. Kebudayaan perjanjian, dan penamaan yang menyusun sebuah hierarki objektif, yang
adalah peta sebuah tempat, sekaligus perjalanan menuju tempat itu. Peta kemudian memproduksi dan memberi "wewenang" pada berbagai bentuk
adalah aturan dan konvensi, sedangkan perjalanan adalah tindakan aktual. wacana dan aktivitas; dan konflik antarkelompok atau antarindividu yang
Apa yang disebut dengan kemelek-hurufan budaya adalah "perasaan" muncul ketika mereka bertarung untuk menentukan apa yang dianggap
untuk menegosiasikan aturan-aturan budaya itu, yang bertujuan untuk sebagai "modal" dan bagaimana ia harus didistribusikan. Yang disebut
memilih jalan kita dalam kebudayaan. Tindakan adalah performance dari modal oleh Bourdieu meliputi benda-benda material (yang bisa mempunyai
kemelek-hurufan budaya. nilai simbolis), prestise, status, otoritas, juga selera dan pola konsumsi.

Kemelek-hurufan budaya misalnya dapat dilihat dalam sebuah film Jepang Kekuasaan yang dimiliki seseorang dalam sebuah 'medan' (field),
Tampopo, dalam adegan ketika sekolompok pebisnis Jepang makan ditentukan oleh posisinya dalam medan itu, yang pada gilirannya akan
bersama di sebuah restoran Perancis yang mahal. Perilaku kelompok menentukan besarnya kepemilikan modal. Kekuasaan itu digunakan untuk
dalam budaya bisnis Jepang dikenal bersifat sangat hirarkis. Dalam acara menentukan hal-hal macam mana yang bisa disebut modal (keaslian
makan bersama macam ini, kebiasaan yang umum berlaku adalah modal).
seseorang yang dianggap superior dalam kelompok akan terlebih dulu
memesan makanan, kemudian orang lain tinggal mengikutinya saja. Modal selalu tergantung dan terikat pada medan tertentu, ia bersifat
partikular. Dalam medan gaya hidup remaja Indonesia sekarang misalnya,
Kebiasaan itu jadi berubah ketika mereka harus "tampil" di sebuah restoran pengenalan akan film dan musik Amerika, kemampuan berbahasa gaul,
Perancis, yang tentu saja menuntut kemelek-hurufan dalam makanan dan atau berdandan dengan gaya tertentu, bisa disebut sebagai modal.
anggur Perancis. Seseorang yang dianggap pemimpin dalam kelompok ini
13 14
Bagaimanapun, kemampuan-kemampuan ini, bukanlah modal, misalnya Kiat sukses berkarir begituan dapat dengan gampang dijumpai di bacaan-
saja, dalam medan pelayanan diplomatik. bacaan untuk orang muda yang diterbitkan dari Jakarta, setidaknya sejak
dekade 1990-an yang lalu.
Pemahaman seseorang akan modal berlangsung secara tak sadar, karena
menurut Bourdieu dengan cara begitulah ia akan berfungsi efektif. Bayangan akan sukses itu juga dapat dilacak dari sepenggal kisah debut
Seperangkat pengetahuan, aturan, hukum, dan kategori makna yang seorang penyanyi berusia 15 tahun yang dalam sebuah edisi majalah
ditanamkan secara tak sadar ini oleh Bourdieu disebut habitus. Habitus remaja putri di bulan Pebruari 2002 diceritakan " baru aja ngerilis album
bersifat abstrak dan hanya muncul berkaitan dengan putusan tindakan: terbarunya " dan berujar, " Nyanyi itu adalah sesuatu yang paling berarti
ketika seseorang dihadapkan pada masalah, pilihan atau konteks. Dengan dalam hidupku.....Dari kecil, aku memang udah pengen banget jadi
begitu habitus bisa juga dimengerti sebagai " feel of the game ". penyanyi. Percaya nggak, waktu masih kelas 1 SD aku pengen banget
kayak Eno Lerian, bisa masuk TV, dan nyanyi di depan orang.....Mmm,
Termuat di Newsletter KUNCI No. 11, Februari 2002. insya Allah kalau aku dikasih kesempatan aku pengen banget belajar di
London, soalnya kan sekolah seni di London itu terkenal bagus banget ".

Orang muda lain dipaparkan dalam liputan utama tentang "pasar remaja"
Arus Mimpi Perkotaan di Negara Bekas Jajahan oleh sebuah majalah bisnis edisi akhir tahun 2000 sebagai seorang pelajar
kelas III SMU dari jurusan IPA yang termasuk 10 besar di kelasnya.
Oleh PRIMANTO NUGROHO Diceritakan, sejak kecil cowok Jakarta kelahiran tahun 1983 yang -konon-
punya IQ 146 ini menyukai semua pelajaran berhitung. Maka, ia pun
Karier, gaji, dan masa depan. Bagaimanakah di tengah arus krisis yang bertekad masuk kelas IPA saat SMU. Selanjutnya selepas sekolah
menyapu isi 1 negeri ini dapat diterima akal maupun budi dan bahasa menengah nanti ia ingin sekali kuliah di Fakultas Teknik Kimia ITB. Untuk
tentang adanya suatu karier dengan gaji yang dapat menghidupi masa itu doi rela mengurangi kegiatan keluar rumah biar bisa drilling pelajaran
depan? Kisah seperti apakah yang dapat disusun untuk menyampaikan buat persiapan EBTA dan UMPTN di waktu favoritnya untuk belajar
kabar perasaan orang yang dari saat ke saat terus terhimpit dalam hidup ......sejak jam 3 pagi !
kesehariannya namun sekaligus juga dipacu untuk mau percaya bahwa
karier dan masa depan ada dalam genggaman? Pemandangan yang tak jauh berbeda terjadi di kalangan yang disebut
'profesional muda'. Idam-idaman kaum berdasi ini ternyata adalah
Segenap cara bercerita berikut konseptualisasi ide yang di masa sebelum "perusahaan yang menyediakan jenjang karier jelas, gaji tinggi, memberi
krisis menerjang dapat diyakini untuk menentramkan hidup bermasyarakat kesempatan belajar dan dikelola secara profesional". Setidaknya begitulah
kini rontok; baik pelembagaan bernegara, berbangsa, berkeluarga, yang dilaporkan oleh sebuah majalah ekonomi dari Jakarta pada edisi
beragama, bersekolah, berkesenian,... amblas disapu angin, hilang Oktober tahun 2001. Ada 12 jago di puncak idam-idaman itu, terdiri dari 5
otoritasnya. Maka yang tinggal adalah igauan, gossip, ceracauan, ramalan, BUMN, 5 perusahaan multinasional, dan 2 swasta nasional:
dan bisik-bisik. Dalam arus itulah mimpi mendapat tempatnya. Inilah cerita
tentang mimpi. "Karier jelas, Gaji Besar, Masa Depan OK. (1) PT Telkom; (2) Pertamina;
(3) PT. Caltex Indonesia; (4) Bank BNI; (5) PT. Astra International; (6)
Yang Diimpikan Citibank (Indonesia); (7) PT Freeport Indonesia; (8) PT Unilever Indonesia;
(9) PT Indosat; (10) PT Bakrie & Brothers; (11) PT. Coca Cola Indonesia;
Tersebutlah di selembar halaman majalah remaja pria tahun 2001 bahwa (12) PT PLN".
ada 3 cara untuk mengawali sukses sebagai sutradara. Pertama, masuk
sekolah film. Kedua, langsung jadi sutradara. Atau terakhir, meniti karir dari Bagaimanakah ragam profesi yang tak terbayangkan bahkan oleh kaum
awal. Untuk yang paling bontot ini ada langkahnya, sejak dari asisten kohor kelahiran 1950-an itu dapat digambarkan suasana 'perasaan'nya?
sutradara, penulis skenario, atau director of photography .
15 16
Ia erat dengan 'sekolah ke luar negeri', atau 'fasih berbahasa asing', serta dihimpit dalam putaran roda ekonomi yang digerakkan oleh 'hukum
keakraban dengan perangkat komputasi. Buah teknologi, dari telepon siluman'. Segenap imajinasi yang hidup dalam bawah sadar kolektifnya
genggam sampai kamera, diterima dan digauli sebagai perangkat netral ketika menjadi bocah seperti dipicu saat mereka masuk ke alam remaja.
yang seolah-olah lepas dari gelombang kritik teknokrasi di Eropa dan Amrik
yang sudah memuncak pada tahun 1968. Dekade 1990-an adalah masa puncak pembusukan seluruh sendi
bermasyarakat di Republik Indonesia. Segenap mimpi tentang 'pemurnian
Dalam arus yang seolah-olah netral tak bergejolak itulah film dan sandiwara praktek dasar negara dan konstitusi' maupun tentang fase 'tinggal landas'
menjadi ibarat paling gamblang tentang mimpi massal. Pemain film (kalau yang diumbar sejak 20-an tahun sebelumnya menghadapi jalan buntu.
sebelum 1998 dikenal dengan istilah 'insan perfilman'. Wuih .....insan ! ) Kolaps terjadi pada bulan Mei 1998, dan tidak cukup kuat ada pertanda
adalah hal penting dalam jagad mimpi. Siapa bilang bintang film berakting bahwa struktur pembusukan di tingkat negara maupun bangsa itu
di depan kamera? Justru di depan kamera itulah praktek hidup menemukan titik terangnya, hingga hari ini.
kesehariannya terjadi. Sedangkan ketika berada di rumah, di jalan, atau di
mall si bintang itu sedang terus-menerus mencocokkan diri dengan yang Paradoks paling fatal justru terjadi pada titik yang paling dipicu habis-
dibayangkan dalam arus massal tentang suatu jagad ideal seorang public habisan di seantero kehidupan negeri yakni hasrat untuk menjadi orang
figure . Sejak dari menata tebal daging yang melekat di tulang-belulang modern. Hasrat beginilah yang menjadi inti suatu 'kultur kota'. Menjadi
tubuhnya sampai ke tentang betapa pentingnya siraman nilai agama untuk modern dengan seluruh atribut identitasnya pada kurun antara 1970 hingga
kehidupan rohaninya, semua dirancang dengan sepenuh perasaan. 30 tahunan sesudahnya berarti menemukan diri sendiri berada dalam
Keseriusan si bintang dalam mempersiapkan diri untuk tampil dalam relasi lingkungan yang penuh dengan impian akan rasa maju, bangga dengan
sosial tak kalah keras dengan keseriusan si pelajar kelas III SMU ber-IQ kuantifikasi numerik, laju pertumbuhan, prestasi.
146 di atas yang sampai bangun jam 3 pagi untuk drilling agar bisa masuk
ITB ! Dengan sepenuh perasaan entah itu drilling agar menjadi orang ITB, Wujud paradoks itu terus terjadi hingga kini tanpa tanda berhenti. Umpama,
ataukah agar bisa menjadi orang Telkom, orang Freeport, atau dengan selalu diyakin-yakinkan betapa dengan banjir peralatan komunikasi
sekolah menyanyi di London untuk berkarier di dunia bintang penyanyi, bernama telepon dan komputer maka kesenjangan informasi bakal sirna.
maupun berkarier di jalur teknologi informasi, desain pakaian, sampai Namun yang terjadi justru banjir bandang perangkat komunikasi itu tak
aktivis LSM dst. dilakukan. Rancangan hidup dibikin dengan nalar berkaitan sama sekali dengan keberadaan informasi, karena jalur
perasaan. Bahkan kerja intelejensi pun tak lagi melulu berurusan dengan
komunikasi secanggih apapun malah menjadi ajang mengedarkan gossip.
intellegence qoutient (alias IQ) melainkan sudah dengan nalar perasaan
Manakala dimasukkan ke media massa maka yang menggerakkan pun
(yang sama sekali tak terbendung lagi dengan dikurung oleh label tetap hukum besi dunia industri. Informasi dikalahkan oleh kalkulasi laba
emotional quotient ataupun spiritual quotient ). perolehan iklan.

Dan panggung sandiwara? Masih bisakah dibedakan lagi dengan gampang


Bersamaan dengan dikosongkannya informasi dari tubuh masyarakat itu,
naskah-naskah dan pementasan Teater Koma, Teater Gandrik, atau Teater
terjadi kebiadaban tanpa darah melalui pelembagaan sekolah. Jutaan anak
Garasi dengan gejolak hidup berpolitik yang terjadi sehari-hari di luar ruang sekolah di seluruh pelosok negeri seperti masuk ke dalam mesin cuci
panggung sandiwara? Politik menjadi panggung sandiwara, sementara raksasa untuk dibina kesadaran kolektifnya. Otonomi masyarakat setempat
sandiwara dilakoni sebagai politik mempertaruhkan makna hidup.
untuk melakukan pendidikan diambil alih oleh tangan panjang birokrasi
persekolahan. Secara kognitif para pelajar itu dipenuhi hapalan-hapalan
Yang Bermimpi pengetahuan. Sementara pada saat yang sama nalurinya untuk
berimajinasi dipancung menjadi paket-paket lomba dan kejuaraan.
Tak disangsikan lagi bahwa 1 lapis warga Republik Indonesia dari kohor
kelahiran paska 1965 telah beranak-pinak sebagai 'keluarga muda'. Anak- Dua poros pengosongan makna inilah yang menyapih orang muda yang
anak dari kalangan inilah yang lahir sejak dekade 1980-an hingga 1 benaknya kini penuh dengan mimpi untuk menjadi web-designer,
dasawarsa sesudahnya disapih selaku warga negeri mimpi dan sekaligus excecutive di MNC dan BUMN, artis film yang juga sekolah filsafat,...
17 18
Ruang hampa inilah yang tidak terjadi ketika Tirtoadisuryo, Termuat di Newsletter KUNCI No. 12, Juni 2003.
Tjiptomangunkusumo, maupun Siti Soendari pada perempat pertama abad
20 sebagai orang muda semasa menggerakkan masyarakat melalui badan- Anak Kota Punya Gaya
badan ekonomi, dengan pendampingan legal, plus memproduksi informasi
sendiri melalui media semacam Medan Prijaji . Pada jaman bergerak itu Oleh ALIA SWASTIKA
simbol modernisasi ditangkap dan dibalikkan untuk melakukan counter atas
birokratisasi oleh gubernemen Hindia Belanda.

Kuasa Mimpi Banyak orang percaya bahwa anak muda identik dengan aktivitas untuk
mencari kesenangan. Anak muda selalu dikaitkan dengan waktu luang,
Pertama, tentang mimpi. Dan mimpi pun yang terjadi secara massal. kebebasan, dan semangat pemberontakan. Media massa dan industri
menciptakan "kebutuhan" anak muda demi kepentingan pasar, yang
Ia sungguh-sungguh menembus batas. Entah batas warna kulit, entah dikampanyekan sebagai cara bagi anak-anak muda untuk keluar dari
berasal dari Jakarta Pusat atau Digul, entah kendaraannya saban hari identitas yang diinginkan oleh orang tua. Akhirnya budaya anak muda
angkudes atau sedan pribadi, entah cowok, cewek, atau jiwa cowok dalam sangat identik dengan penampilan sebagai representasi identitas. Budaya
tubuh cewek dan kebalikannya, ..... semua sekat itu diterabas. Semua anak muda adalah fesyen, musik dan pesta. Dan tentu, anak-anak muda di
berpartisipasi dalam menyusun suatu mimpi besar. Berprestasi. Berkarier. kota adalah kelompok yang memiliki akses paling terbuka ke sumber
Menjadi juara, pemenang, yang terbaik, yang tercepat aksesnya, yang informasi. Mereka memungut informasi di mana saja, dari televisi, majalah,
paling praktis,... radio bahkan sobekan poster di pinggir jalan. Mereka punya kesempatan
untuk memanfaatkan waktu luang di pusat-pusat perbelanjaan, tempat
hiburan dan ruang-ruang publik yang memungkinkan mereka untuk
Otak dan jiwa jadi sangat sibuk, sementara tubuh jarang bergerak. Semakin melakukan interaksi dan pertukaran informasi.
aktif seseorang dalam dunia mimpi, semakin tubuhnya bergerak lepas dari
aktivitas batinnya. Acapkali terjadi imajinasi melesat lebih cepat ketimbang
gerak dengkul. Bahasa ungkapnya secara lisan menjadi kedodoran. Yang Anak muda di kota selalu punya cara untuk tampil beda. Meski tidak selalu
diucapkan melalui bibir menjadi terpisah lepas dari yang mengalir deras orisinil, karena banyak mengadopsi gaya selebritis yang mereka lihat di
dalam batin orang. Bahkan kosakata yang tersedia dalam bahasa yang majalah dan televisi, tapi anak kota selalu berusaha untuk terus
diresmikan oleh pusat pembinaan bahasa pun menjadi tidak memadai lagi. memperbaharui penampilannya. Yang disebut penampilan, bukan saja apa
Hiduplah plesetan di Jogja, walikan dari Malang, bahasa prokem, slang , yang melekat pada tubuh semata, melainkan juga bagaimana keseluruhan
dan yang dimediasi habis-habisan saban detik melalui televisi adalah "potensi" dalam diri memungkinkan mereka untuk menampilkan citra diri
bahasa Jakarta. tertentu. Dan bahasa, dianggap salah satu hal penting yang akan
memberikan ciri khusus pada anak kota. Cara, logat dan pilihan kata dalam
berbicara, adalah salah satu dari usaha anak kota untuk membentuk citra
Hal kedua, bahkan untuk bermimpi pun butuh syarat. tertentu melalui penampilannya. Maka mereka punya istilah "norak" atau
"kampungan" untuk gaya-gaya tertentu, yang mereka anggap ingin tampak
Siapa saja yang berani bermimpi untuk masuk ke dalam pusaran arus trendi, namun tidak pantas (dalam bahasa mereka: nggak matching ).
pasar tenaga kerja 'terdidik' tak bisa lain berhadapan dengan tuntutan Istilah ini sekaligus menunjukkan bagaimana mereka memandang anak
syarat. Dua syarat pokok masuk ke alam mimpi massal ini ialah akses muda di wilayah bukan kota (untuk tidak menyebutnya desa) sebagai
kembar ke jalur manipulasi peralatan sektor jasa (ini namanya bisa sekolah, kelompok yang "lebih rendah" dibanding mereka.
short-course , long distance learning, on the job training , sampai ke kursus
dari kursus kepribadian sampai kursus bahasa) serta ke modal (bisa uang, Biyan, seorang perancang muda menyatakan bahwa semangat kebebasan,
bisa bakat bawaan, maupun relasi sosial). Tanpa akses, kewarganegaraan sikap cuek alias tidak terlalu peduli pada aturan formal, dan berani menjadi
dalam jagad mimpi jadi cacat. satu karakter khas yang selalu ditampilkan dalam gaya fesyen anak muda.
Gaya anak muda tidak lagi mengacu pada perancang yang dulu
19 20
legitimasinya sangat besar. Anak muda pasca '50-an dan '60-an masa- Setelah Boy, muncul tokoh Lupus di akhir '80-an dan awal '90-an. Tokoh ini
masa generasi baby boomers yang mulai menikmati kemakmuran setelah adalah hasil rekaan Hilman, yang muncul pertama kali sebagai serial di
berakhirnya resesi pasca perang dunia- menciptakan modenya sendiri. Kita majalah Hai . Lupus muncul sebagai tokoh yang sangat bertolak belakang
bisa menelusurinya dari bagaimana anak muda dicitrakan di media dari dengan Boy. Kalau Boy berdandan rapi, Lupus cenderung slenge'an .
masa ke masa, kemudian bagaimana citra itu merambah ke dalam Rambutnya agak gondrong, dan diberi ciri khas jambul, suka memakai
kehidupan sehari-hari. Dan menarik juga mencermati bagaimana media celana jeans, kaos oblong dan kadang kemeja tak dikancingkan, serta
massa telah menciptakan satu ikon anak muda tertentu pada tiap jaman. sepatu kets. Lupus juga tampak berseberangan dengan Boy dari kelas
sosial, ia "cuma" anak seorang pengusaha katering kecil-kecilan yang
Di Awal '80-an, budaya remaja mulai marak di Indonesia setelah hidup sederhana. Kalau Boy digambarkan dengan mobil mewah, Lupus
kemunculan tabloid dan majalah khusus remaja, terutama Hai dan Gadis . naik sepeda balap. Akhirnya Lupus muncul juga di layar lebar. Diperankan
Tak lama setelahnya, sekitar pertengahan dekade, muncul tokoh Boy, oleh Ryan Hidayat, ditemani Nike Ardila sebagai Popi (pacarnya) dan Firda
melalui film "Catatan Si Boy" garapan sutradara Nasri Cheppy. Tokoh Boy Razak (sebagai Lulu, adiknya). Secara umum, gaya berpakaian Lupus dkk.
diperankan oleh Onky Alexander. Boy digambarkan sebagai anak kota dari dalam film ini tak jauh beda dengan era si Boy. Juga tentang kebiasaan
kelas atas yang kaya raya, tampan, dandi (penampilannya rapi dan mereka dalam melewatkan waktu luang.
"berkelas"), jagoan (selalu menang kalau berkelahi dengan "musuhnya"),
playboy dan pintar. Saat itu, Onky memperkenalkan gaya celana jeans, Yang menarik adalah mulai munculnya bahasa slang dan prokem dalam
kaos oblong yang kemudian dibalut kemeja yang tak dikancingkan. buku dan film-film Lupus. Lupus juga sangat identik dengan remaja yang
Rambutnya rapi, agak mengkilap (disebut gaya wet-look) karena minyak lucu dan konyol. Jadi jangan heran kalau isi buku ini penuh dengan humor
rambut. Boy juga identik dengan mobil mewah berwarna cerah, serta kaca dan lelucon. Kata "gua" untuk menyebut diri dan "elu" untuk lawan bicara
mata hitam yang tak pernah ketinggalan saat ia ada di jalanan. Gaya Boy mulai populer sebagai gaya baru di buku dan film. Mereka juga mulai
inilah yang disebut dengan gaya '80-an ala Indonesia. Karakter tokoh menggunakan dialog sehari-hari remaja semacam "Jangan gitu dong!" atau
ceweknya tak jauh beda dengan Boy; populer, cantik, berdandan modis, "Lu jangan ke mana-mana, tunggu aja di sini, ntar gua balik kok!". Bahasa
cewek baik-baik dan disukai banyak laki-laki. Mereka tampil dengan gaya prokem anak muda juga dicomot dari kelompok-kelompok yang dianggap
'80-an yang kental dengan warna-warna cerah semacam kuning, merah terpinggir dan kampungan, misalnya dialog golongan homoseksual atau
atau oranye, celana model baggy (paha lebar dan menyempit di bagian dialog dari warga Betawi asli.
bawah), memakai banyak aksesoris--kalung, gelang dan anting yang
dipakai bersamaan--kemeja longgar yang terkadang ujungnya diikat serta Seera dengan Lupus, muncul tokoh Olga yang mewakili remaja perempuan
sepatu olah raga yang santai. Pada saat itu, mulai dikenal juga kebiasaan di masa itu. Boleh dibilang, ia versi cewek dari Lupus. Di sela-sela mereka,
mengecat rambut menjadi berwana kemerahan atau sedikit pirang. dalam masa yang sama, anak kota punya panutan lain. Namanya si Roy. Ia
memberi alternatif bagi remaja pria, yang saat itu cenderung mengikuti
Dalam film ini, anak kota masih bicara dengan bahasa Indonesia yang gaya Boy atau Lupus. Roy, sangat bertolakbelakang dengan keduanya. Ia
cukup formal, namun terkesan cukup santai. Mereka menyebut diri dengan memberi gambaran tentang kegagahan yang lain dengan Boy, meskipun
kata "saya" dan menggunakan kata "kamu" untuk menyebut lawan sama-sama digambarkan sebagai jagoan yang suka berkelahi. Roy
bicaranya. Sebenarnya cara mereka bicara dalam film tak terlalu berbeda digambarkan sebagai pendaki yang suka memakai tas ransel besar dan
dengan generasi yang lebih dewasa. Kalimat seperti "Jadi, apa yang akan sepatu gunung. Baju flanel dan jaket tebal mulai dikenal saat itu.
kita lakukan selanjutnya?" atau "Tunggu ya, nanti malam saya akan jemput
kamu!" menjadi dialog yang biasa, yang mungkin akan terasa asing bila Menjelang dan di awal abad ke-21, representasi anak kota Indonesia
didengarkan oleh anak kota sekarang. muncul dalam film-film independen. Kebanyakan film ini digarap oleh para
sineas muda yang sangat "melek" trend terbaru. Dian Sastro, yang muncul
"Catatan si Boy" juga memberi kita gambaran bagaimana anak kota pertama kali di film "Bintang Jatuh", dan kemudian kembali melejit lewat
menghabiskan waktu luang: clubbing di tempat umum macam Ancol atau "Ada Apa dengan Cinta", jadi idola baru remaja. Gang ceweknya di "Ada
Blok M, atau membuat pesta dengan breakdance di dalamnya. Apa dengan Cinta", memberi gambaran tentang gambaran mutakhir anak
kota. Mereka berseragam putih abu-abu, dengan rok yang cukup pendek,
21 22
dan kaos kaki yang hampir mencapai batas lutut. Atasannya menempel Pemikiran Romawi tidak memandang tubuh dengan negatif. Sebagian
ketat di tubuh. Saat ini rambut panjang hitam lurus dan rambut pendek besar orang Romawi sangat percaya dengan astrologi dan memandang
yang tak beraturan jadi "tampilan wajib". tubuh dan jiwa adalah bagian dari kosmis. Kemudian tibalah jaman
Renaisans yang mengakhiri ide dasar bahwa "tubuh adalah musuh", dan
Secara bahasa era ini tak jauh beda dengan Lupus. Tapi makin banyak mulailah bergulir gagasan bahwa tubuh adalah sesuatu yang indah, bagus,
kata-kata dalam bahasa prokem yang digunakan. Kebanyakan kata-kata ini personal, privat, dan sekuler.
digunakan sebagai ungkapan kaget atau seruan. Misalnya, "Najong deh,
gue!" yang berarti jijik, atau "Garing!" untuk merespon lelucon yang Pada abad ke-20, dengan berkembangnya ilmu kedokteran, antropologi,
dianggap tidak lucu. Atau juga "Bete!" untuk menyebut keadaan yang tidak dan psikologi, tubuh tidak lagi menjadi sesuatu yang menakutkan atau yang
mengasikkan. dianggap secara potensial berbahaya dan perlu selalu diawasi, tetapi tubuh
dianggap sebagai sesuatu untuk dinikmati, sesekali memang dapat "rusak",
Harus diakui, bahasa anak Jakarta lah yang selama ini mendominasi tapi dengan cepat bisa segera disembuhkan atau diperbaiki.
penggunaan bahasa lisan anak muda Indonesia. Bagaimana bahasa
prokem Jakarta tersebut tersebar? Jawabannya mudah. Ada media massa- Pada perkembangannya yang terakhir tubuh tidak lagi bisa dianggap
-yang secara umum bisa dikatakan berpusat di Jakarta--yang membawa sebagai sekedar pemberian Tuhan, tetapi dianggap sebagai plastik dan
bahasa lisan ini ke seluruh pelosok melalui perangkat-perangkatnya. bionik, dengan alat pacu jantung, katup buatan, silikon, transplantasi mata
Menurut Dede Oetomo (1986) peran Jakarta sebagai ibukota, tempat dan telinga, pendeknya sesuatu yang dapat dibentuk sesuai keinginan
orang-orang Indonesia yang memang atau dianggap paling berkuasa, manusia.
paling cantik, paling kaya dan sebagainya berada, penting dalam
menyebarkan bahasa Indonesia. Media dan perangkatnya--terutama Antropologi: Titik Awal Studi Tubuh Modern
televisi dan radio--telah membuat logat Jakarta menjadi logat yang seolah-
olah paling keren dan paling enak didengar. Di Indonesia, bukan hal yang Tubuh manusia sudah jadi topik penting dalam kajian antropologi sejak
aneh kalau kita mendengar radio-radio di daerah (bukan Jakarta) yang
awal abad ke-19. Ada empat alasan yang bisa menjelaskan kenapa tubuh
segmennya anak muda, penyiar-penyiarnya berbicara dengan dialek yang
menempati posisi penting dalam antropologi: 1) Pembahasan antropologi
seragam. Seolah-olah, kalau tidak memakai gaya Jakarta, itu bukan gaya filsafat tentang tema ontologi manusia. Tema ini otomatis menempatkan
anak muda. perwujudan bentuk manusia dalam posisi sentral. 2) Asal-usul manusia
yang berasal dari spesies mamalia adalah pertanyaan penting dalam
Termuat di Newsletter KUNCI No. 12, Juni 2003.
antropologi. Apakah yang kemudian membatasi alam dan kebudayaan? 3)
Sejak masa Victoria telah berkembang telaah evolusi dalam antropologi
Studi Tubuh (darwinisme sosial), yang memberi kontribusi pada studi tubuh. 4) Karena
dalam masyarakat pramodern tubuh adalah penanda penting bagi status
By NURAINI JULIASTUTI
sosial, posisi keluarga, umur, gender, dan hal-hal yang bersifat religius.

Ada 3 pandangan utama tentang tubuh yang berlaku di Yunani Kuno. Yang
Abad baru, dengan pandangan tentang tubuh yang baru, membuat para
pertama, aliran yang didirikan oleh Cyrenaic, percaya bahwa "kebahagiaan
antropolog berhenti untuk melihat tubuh secara fisik dan mulai melihat
tubuh itu jauh lebih baik daripada kebahagiaan mental". Aliran yang kedua,
tubuh sebagai alat untuk menganalisa masyarakat.
didirikan oleh Epicurus, percaya bahwa "kebahagiaan tubuh memang
bagus, tapi masih lebih bagus lagi kebahagiaan mental". Aliran yang
terakhir, sekaligus yang paling tidak populer, didirikan oleh Orpheus, Margaret Mead misalnya mengatakan bahwa pembedaan kepribadian dan
mengatakan bahwa "tubuh adalah kuburan bagi jiwa" (the body is the tomb aturan-aturan dari 2 jenis seks yang berbeda itu diproduksi secara sosial.
of the soul). Meskipun tak populer, aliran ini sangat mempengruhi filsuf- Robert Hertz percaya bahwa pola pikiran masyarakat terefleksikan dalam
filsuf utama seperti Phytagoras, Socrates, dan Plato. tubuh. Persoalan-persoalan kosmologi, gender, dan moralitas mewujud
menjadi persoalan-persoalan yang dialami tubuh. Tubuh fisik adalah juga
23 24
tubuh sosial (the physical body is also social). Menurut Marcel Mauss cara dan hubungan denga diri sendiri, yang pada gilirannya membagi tubuh
untuk mengetahui peradaban manusia lain adalah dengan mengetahui menjadi 4: the disciplined body, the mirroring body, the dominating body,
bagaimana masyarakat itu menggunakan tubuhnya. Tubuh adalah dan communicative body.
instrumen yang paling natural dari manusia, yang dapat dipelajari dengan
cara yang berbeda sesuai dengan kultur masing-masing. Michel Foucault: Bio-politics dan Bio-power

Studi Tubuh Modern Bagi Michel Foucault tubuh selalu berarti tubuh yang patuh. Sumbangan
utamanya bagi studi tubuh adalah analisisnya tentang kekuasaan yang
Sebetulnya pada tahun 1970-an sudah mulai bermunculan buku-buku bekerja dalam tubuh. Analisis utamanya adalah adanya kekuatan mekanis
kajian tentang tubuh, misalnya Touching karya Ashley Montagu (1971) atau dalam semua sektor masyarakat. Tubuh, waktu, kegiatan, tingkah laku,
Social Aspects of the Human Body karya Ted Polhemus (1978). Tapi baru seksualitas; semua sektor dan arena dari kehidupan sosial telah
pada tahun 1980-an studi tubuh mulai populer dan berkembang secara dimekanisasikan. Ia mengatakan: jiwa (psyche, kesadaran, subyektivitas,
sistematis. personalitas) adalah efek dan instrumen dari anatomi politik; jiwa adalah
penjara bagi tubuh; tapi pada akhirnya tubuh adalah instrumen negara.
Mary Douglas adalah orang pertama yang melihat tubuh sebagai suatu Semua kegiatan fisik adalah ideologis: bagaimana seorang tentara berdiri,
sistem simbol. Dalam bukunya Purity and Danger (1966) ia mengatakan, gerak tubuh anak sekolah, bahkan model hubungan seksual.
"Sebagaimana segala sesuatu melambangkan tubuh, demikian tubuh juga
adalah simbol bagi segala sesuatu". Dan dalam Natural Symbols (1970) ia Foucault membuat 3 kategori analisis: 1) Force relations: kekuasaan dalam
membagi tubuh menjadi dua: the self (individual body) dan the society (the formasinya yang lokal dan global dalam hukum, negara dan ideologi. 2)
body politics). The body politics membentuk bagaimana tubuh itu secara The body: anatomi dan perwujudan kekuasaan dalam tingkah laku. 3) The
fisik dirasakan. Pengalaman fisik dari dari tubuh selalu dimodifikasi oleh social body: perwujudan kolektif target kekuasaan, tubuh sebagai "spesies".
kategori-kategori sosial yang sudah diketahui, yang terdiri dari pandangan
tertentu dari masyarakat. Politik tubuh (bio-politics) dijalankan untuk mempertahankan bio-power.
Bio-power dipertahankan dengan 2 metode: pendisiplinan dan kontrol
Nancy Scheper-Hughes dan Margaret Lock membedakan tubuh menjadi regulatif. Dalam pendisiplinan tubuh dianggap sebagai mesin yang harus
tiga: tubuh sebagai suatu pengalaman pribadi, ubuh sebagai suatu simbol dioptimalkan kapabilitasnya, dibuat berguna dan patuh. Kontrol regulatif
natural yang melambangkan hubungan dengan alam masyarakat dan meliputi politik populasi, kelahiran dan kematian, dan tingkat kesehatan.
kebudayaan, dan tubuh sebagai artefak kontrol sosial dan politik. Bio-power bertujuan untuk kesehatan, kesejahteraan, dan produktiitas. Dan
ia didukung dengan normalisasi (penciptaan kategori normal - tidak normal,
Bryan S Turner membuat skema permasalahan tubuh yang disebutnya praktek kekuasaan dalam pengetahuan) oleh wacana ilmu pengetahuan
sebagai "geometri tubuh" (The Body and Society [1984]). Konsep Ini lebih modern, terutama kedokteran, psikiatri, psikologi, dan kriminologi.
merupakan pemetaan persoalan tubuh 4 dimensi: 1) Kesinambungan
dalam waktu: masalah utamanya reproduksi. 2) Kesinambungan dalam Banyak karya Foucault yang sangat fenomenal bagi studi tubuh: Madness
ruang: masalah utamanya adalah regulasi dan kontrol populasi, ini yang and Civilization (1961), The Birth of the Clinic (1973), Discipline and Punish
sering disebut sebagi masalah "politik". 3) Ke-mampuan untuk menahan (1975), dan The History of Sexuality (1978), The Use of Pleasure (1985),
hasrat: ini adalah persoalan internal tubuh. 4) Kemampuan dan The Care of The Self (1986).
merepresentasikan tubuh kepada sesama, ini adalah masalah eksternal
tubuh. Tubuh dalam Kebudayaan Konsumen

Pemikiran Arthur W. Frank sedikit lebih kompleks ("For a Sociology of the Mike Featherstone mengelompokkan pembentukan tubuh atas dua
Body: An Analytical Review" [1991]). Menurutnya ada 4 masalah yang kategori: tubuh dalam dan tubuh luar ("The Body in Consumer Culture"
berkaitan dengan tubuh yaitu: kontrol, hasrat, hubungan dengan sesama, [1982]). Yang pertama berpusat pada pembentukan tubuh untuk
25 26
kepentingan kesehatan dan fungsi maksimal tubuh dalam hubungannya sangat mungkin berbeda dari mereka yang laki-laki. Laki-laki
dengan proses penuaan, sementara yang kedua berpusat pada tubuh membayangkan bahwa dengan merokok maka mereka bisa dianggap
dalam hubungannya dengan ruang sosial (termasuk di dalamnya sudah dewasa, tidak lagi anak kecil, dan bisa memasuki kelompok teman
pendisiplinan tubuh dan dimensi estetik tubuh). sebaya sekaligus kelompok yang mempunyai ciri gaya tertentu, yaitu
merokok. Lain halnya dengan perempuan. Merokok dianggap bukan
Menurutnya dalam kebudayaan konsumen dua kategori itu berjalan secara sesuatu yang lumrah dan lazim dilakukan oleh perempuan, karenanya
bersama: pembentukan tubuh dalam menjadi alat untuk meningkatkan perempuan yang merokok dianggap sebagai ciri khas yang akan
penampilan tubuh luar. Dalam kebudayaan konsumen tubuh diproklamirkan membedakan mereka dari perempuan-perempuan lain yang tidak merokok.
sebagai wahana kesenangan, ia dibentuk berdasarkan hasrat dan
bertujuan untuk mencapai citra ideal: muda, sehat, bugar, dan menarik. Pada beberapa kelompok masyarakat, perempuan perokok bahkan kerap
dihubungkan dengan stereotip buruk dan mendiskreditkan—bukan
Persepsi tentang tubuh dalam kebudayaan konsumen didominasi oleh perempuan baik-baik, urakan dsb. Keberanian untuk merokok ini akhirnya
meluasnya dandanan untuk citra visual (logika kebudayaan konsumen menjadi sesuatu yang membanggakan dan memuaskan, baik bagi laki-laki
adalah pemujaan pada konsumsi citra). Citra membuat orang lebih sadar maupun perempuan, karena para orang tua biasanya melarang anak-
akan penampilan luar dan presentasi tubuh. Iklan dan Industri film adalah anaknya untuk merokok dan memarahi mereka jika ketahuan merokok. Hal-
kreator utama citra tersebut. hal di atas jugalah yang membuat pengalaman pertama merokok selalu
mengandung kesan-kesan heroisme tertentu.
Termuat di Newsletter KUNCI No. 1, Juli 1999
Stephen Wearing dan Betsy Wearing (Leisure Studies 19 [1], 2000) melihat
Tubuh yang Mendua merokok sebagai sebuah asesori fesyen pada budaya 1990-an dan dipakai
sebagai sumber identitas serta penghargaan diri seseorang, meskipun efek
Oleh NURAINI JULIASTUTI jangka panjangnya berbahaya karena bisa menyebabkan berbagai
gangguan dan penyakit. Mereka menghubungkan merokok dengan
Saat ini tubuh telah memantapkan posisinya sebagai titik pusat diri. Ia konsumsi yang menyolok (conspicuous consumption), fesyen, dan identitas
adalah medium yang paling tepat untuk mempromosikan dan mengingat di masa pascamodern ini, representasi dan gambaran identitas
memvisualkan diri sendiri. Tubuh adalah bagian yang melekat pada diri berdasar pada simbol-simbol yang kita pakai, barang-barang yang kita
kita, sekaligus penyedia ruang-ruang tak terbatas untuk memamerkan kenakan, dan aktivitas-aktivitas yang kita lakukan, terutama aktivitas-
segala jenis bentuk identitas diri. aktivitas yang sedang populer pada suatu masa tertentu.

Tubuh juga bisa dikatakan sebagai suatu proyek besar bagi seseorang. Ia Thorsthein Veblen mengajukan istilah conspicuous consumption (konsumsi
terus menerus dibongkar-bongkar, ditata ulang, dikonstruksi dan yang menyolok) untuk menunjuk barang-barang yang kita beli dan kita
direkonstruksi, dieksplorasi secara besar-besaran: didandani, disakiti, pertontonkan kepada orang lain untuk menegaskan gengsi dan status kita
dibuat menderita atau didisiplinkan, untuk mencapai efek gaya tertentu dan serta untuk menunjang gaya hidup di waktu senggang. Barang-barang
menciptakan cita rasa individualitas tertentu. yang dibeli atau dikonsumsi biasanya berupa sesuatu yang tidak berguna,
yang kadang malah mengurangi gerak dan kenyamanan di tubuh
*** seseorang. Veblen juga mengajukan istilah pecuniary emulation
(penyamaan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan uang) dimana
golongan yang tidak masuk pada leisure class (lihat KUNCI edisi 4)
Merokok merupakan satu jenis pilihan aktivitas yang populer dilakukan berusaha menyamai perolehan atau pemakaian benda-benda tertentu
untuk memanfaatkan waktu senggang. Alasan-alasan yang menyebabkan dengan harapan bahwa mereka akan mencapai keadaan identitas manusia
seseorang melakukan pilihan merokok dan membuat merokok menjadi yang secara intrinsik lebih kaya dari orang-orang lain.
sesuatu yang menggairahkan bisa bermacam-macam dan bersifat pribadi.
Alasan-alasan untuk merokok yang dikemukakan perempuan misalnya,
27 28
Chris Rojek (Society and Leisure 20 [2], 1998) menggunakan teori Veblen Safety pins merupakan simbol dari kaum punk. Ia adalah kombinasi dari
ini untuk menganalisa kegiatan merokok. Rojek mengamati penampilan etos do-it-yourself dan sikap-sikap yang ekstrem. Anting-anting dikenakan
para bintang film, artis-artis populer, model, atlet-atlet olahraga, tidak di telinga, lubang hidung, bibir, atau bisa juga berupa peniti-peniti yang
ketinggalan para bintang iklan rokok, sebagai figur-figur yang berpengaruh dipakai untuk menyambung celana atau pakaian yang sobek-sobek. Untuk
ikut memberikan sumbangan stimulus untuk melakukan pekerjaan lagu single grup musik The Sex Pistol, God Save the Queen, desainer
merokok. Bintang-bintang iklan rokok biasanya ditampilkan dengan karakter grafis grup ini, Jamie Reid, membuat karya kolase fotografi Ratu Elizabeth
yang smooth, sedang berada dalam situasi santai, bermain kartu bersama II yang sedang tersenyum dan mengenakan tindik di lubang hidungnya.
teman-teman, minum kopi, atau berada dalam suatu pesta yang ramai. Gambar itu kemudian direproduksi di kaos-kaos dan kartu pos-kartu pos,
Produser film Titanic, Rae Sanchini, misalnya mengatakan bahwa dan membuat safety pins menjadi gaya yang terkenal dimana-mana.
Leonardo DiCaprio digambarkan sebagai seseorang yang senang merokok Hampir mirip dengan safety pins ini adalah nipple-piercing. Tindik jenis ini
untuk mewakili karakter jiwa bebas seorang seniman. Sedangkan Kate banyak dipraktekkan oleh komunitas kaum gay, para penganut sado
Winslet dalam film itu ditampilkan melakukan kegiatan merokok sebagai masokisme, para pengikut fesyen pascapunk, dan para pemuja new age.
perwujudan aksi pemberontakannya. Dan stimulus untuk merokok sebagian Film underground tahun 1980-an berjudul Robert Having his Nipple Pierced
terbentuk dari hasrat untuk menyamakan tipikal karakter dan pernyataan- ikut membantu publisitas praktek nipple-piercing ini. Pemasangan cincin,
pernyataan simbolik berupa gambaran atraktif, kesuksesan, kegagahan, anting-anting, atau semacam peniti di puting susu yang diikuti dengan
popularitas, serta gaya hidup, yang muncul dari tokoh-tokoh pemimpin pemasangan di organ-organ seks primer dan sekunder ini dipercaya bisa
berupa para bintang iklan, artis-artis, atau kaum selebritis yang disenangi. meningkatkan sensitivitas yang menyenangkan di area-area tersebut.
Tetapi di beberapa kasus, tindik juga dilakukan untuk memuaskan
Sementara itu, Simmel (1978) mengatakan bahwa ada hubungan yang erat keberanian dan mencapai kadar eksotisisme tertentu.
antara waktu senggang, fesyen, dan identitas. Untuk mengejar fesyen dan
gaya serta imej-imej yang mempesona, Simmel menangkap ketegangan Tatto atau rajah adalah gambar atau simbol pada kulit tubuh yang diukir
antara pembedaan dan peniruan yang merupakan kebutuhan untuk masuk dengan menggunakan alat sejenis jarum. Biasanya gambar dan simbol itu
dalam satu grup sosial tertentu, sekaligus mengekspresikan individualitas dihias dengan pigmen berwarna-warni. Dulu, orang-orang masih
seseorang. Dengan demikian merokok dapat dianggap sebagai asesori menggunakan teknik manual dan dari bahan-bahan tradisional untuk
fesyen yang penuh daya pikat dan terkomodifikasi, dimana seseorang membuat tato. Orang-orang Eskimo misalnya, memakai jarum dari tulang
dapat merasakan penegasan ciri individualitas sekaligus dukungan penuh binatang. Sekarang, orang-orang sudah memakai jarum dari besi, yang
dari suatu grup sosial. Merokok adalah sebuah fesyen sekaligus sesuatu kadang-kadang digerakkan dengan mesin untuk mengukir sebuah tatto.
yang fashionable. Menurut Simmel, menjadi fashionable artinya menjadi Kuil-kuil Shaolin malah memakai gentong tembaga yang panas untuk
seorang yang melebih-lebihkan dirinya dan dengan demikian membuat mencetak gambar naga pada kulit tubuh. Murid-murid Shaolin yang
identitasnya tampak begitu menonjol. dianggap memenuhi syarat untuk mendapatkan simbol itu kemudian
menempelkan kedua lengan mereka pada semacam cetakan gambar naga
*** yang ada di kedua sisi gentong tembaga panas itu.

Dari uraian di atas, kita bisa menarik sebuah sikap yang mendua terhadap Di Indonesia sendiri pernah ada suatu masa ketika tatto dianggap sebagai
tubuh. Resiko-resiko merokok yang berbahaya bagi kesehatan tubuh tidak sesuatu yang buruk. Orang-orang yang memakai tatto dianggap identik
pernah menjadi dasar pertimbangan utama untuk merokok. Contoh sikap- dengan penjahat, gali, dan orang nakal. Pokoknya golongan orang-orang
sikap yang mendua terhadap tubuh ini juga tampak dalam aktivitas-aktivitas yang hidup di jalan dan selalu dianggap mengacau ketentraman
dekorasi tubuh seperti tatto, tindik di puting susu (nipple piercing), atau masyarakat. Anggapan negatif seperti ini secara tidak langsung mendapat
tindik di bagian-bagian tubuh lain, seperti telinga atau hidung (safety pins). pengesahan ketika pada tahun 1980-an terjadi pembunuhan terhadap
Semua aktivitas dekorasi tubuh atau penciptaan efek gaya tertentu pada ribuan orang gali dan penjahat kambuhan di berbagai kota di Indonesia.
tubuh itu dilakukan dengan melukai atau menyakiti bagian-bagian tubuh. Di Pembunuhan ini biasa disebut dengan Petrus, neologisme dari kata
Indonesia, baik nipple piercing maupun safety pins ini umumnya disebut penembak dan misterius. Tanggapan negatif masyarakat tentang tato dan
dengan tindik saja. larangan memakai rajah atau tatto bagi penganut agama tertentu semakin
29 30
menyempurnakan imej tatto sebagai sesuatu yang dilarang, haram, dan Presley dan Tony Curtis. Setelah itu berlangsunglah era model rambut
tidak boleh. Maka memakai tatto dianggap sama dengan memberontak. beatnik look yang dipelopori oleh James Dean dan Marlon Brando.
Tetapi justru term pemberontakan yang melekat pada aktivitas dekorasi
tubuh inilah yang membuat gaya pemberontak ini populer dan dicari-cari Rambut Panjang vs Rambut Pendek
oleh anak muda. Hal ini juga terjadi dalam persoalan merokok. Sesuatu
yang dianggap berbeda, lain, dan serba kontras dari sesuatu yang biasa- The Hippies yang populer pada tahun 60-an, tidak hanya dikenal berkat
biasa saja, selalu punya kecenderungan besar untuk dilakukan banyak gerakan-gerakan protesnya menentang norma-norma seksual yang puritan,
orang. Di situ terdapat ambivalensi antara pemberontakan dan gaya. etika protestan, gerakan-gerakan mahasiswa menentang perang, anti
Sesuatu yang dianggap berbahaya dan menyakitkan akan sekaligus
senjata nuklir, anti masyarakat yang fasis, militeris, birokratis, tidak
dianggap sebagai gaya dan ciri fesyen tertentu justru karena sifat-sifatnya
manusiawi dan tidak natural, tetapi juga mendunia lewat simbol-simbol
yang khas tersebut. Dan justru di sinilah pengotentikan identitas seseorang yang dikenakannya. Kalung manik-manik, celana jins, kaftan—jubah
itu berasal. Setiap orang punya kebutuhan untuk mengambil jarak dan longgar sepanjang betis—yang pada awalnya merupakan pakaian
mengkonsumsi dirinya sendiri justru dari sisi-sisi yang dianggap
tradisional Turki, sandal, jaket dan mantel yang dijahit dan disulam sendiri,
berseberangan dari orang lain, dan dengan demikian berusaha membuat
untuk membedakan mereka dengan golongan orang-orang yang memakai
seragam diri yang otentik. Diatas semuanya, segala sikap mendua setelan resmi dan berdasi. Kaftan banyak digunakan sebagai pakaian khas
terhadap tubuh tidak hanya rute untuk menuju status tertentu dimata orang orang-orang hippies karena jenis pakaian ini biasanya berharga murah,
lain, tetapi juga pernyataan rasa subjektivitas seseorang. sehingga tidak berkesan borjuis, dan membebaskan pemakainya dari
kungkungan kerah, kancing dan ikat pinggang yang ketat. Dan simbol yang
Fesyen dan Identitas paling mencolok adalah rambut mereka yang panjang dan lurus. Rambut-
rambut yang natural, tanpa cat, tanpa alat pengeriting, tanpa dihiasi dengan
Oleh NURAINI JULIASTUTI
pernik-pernik apapun, tanpa wig. Kaum laki-laki hippies juga memelihara
rambut panjang, lengkap dengan janggut dan kumis yang dibiarkan tumbuh
Dalam masyarakat modern, semua manusia adalah performer. Setiap lebat tanpa dipotong. Ini yang membedakan mereka dari golongan orang
orang diminta untuk bisa memainkan dan mengontrol peranan mereka tua mereka. Sepuluh tahun kemudian gaya hippies yang pada awalnya
sendiri. Gaya pakaian, dandanan rambut, segala macam asesoris yang tumbuh untuk menentang kemapanan ini mendapat serangan dari
menempel, selera musik, atau pilihan-pilihan kegiatan yang dilakukan, golongan The Skinheads .
adalah bagian dari pertunjukan identitas dan kepribadian diri. Kita bisa
memilih tipe-tipe kepribadian yang kita inginkan lewat contoh-contoh
Sama halnya dengan kaum hippies, orang-orang skinheads juga
kepribadian yang banyak beredar di sekitar kita—bintang film, bintang iklan,
menentang kemapanan meskipun dengan alasan yang berbeda. Awalnya,
penyanyi, model, bermacam-macam tipe kelompok yang ada—atau kita
skinheads adalah term slang untuk menunjuk pada orang-orang yang botak
bisa menciptakan sendiri gaya kepribadian yang unik, yang berbeda,
dan gundul. Kaum skinheads biasanya berasal dari kelas pekerja.
bahkan jika perlu yang belum pernah digunakan oleh orang lain.
Skinheads khususnya ditujukan untuk menentang golongan mahasiswa
kelas menengah yang berambut panjang, orang-orang Asia dan kaum gay.
Anthony Synott (1993) berhasil memberikan penjelasan yang bagus Skinheads membenci orang-orang hippies, khususnya kaum laki-laki
tentang rambut. Dalam beberapa hal, rambut tidak sekedar berarti simbol hippies. Mereka sering mengolok-olok kaum laki-laki hippies sebagai orang
seks penanda laki-laki dan perempuan. Ia juga simbol gerakan politik yang keperempuan-perempuanan dan aneh: dengan dandanan rambut
kebudayaan tertentu. Menurutnya, model rambut yang berbeda panjang, pakaian bermotif bunga-bunga, manik-manik, dan sandal, sering
menandakan model ideologi yang berbeda pula. Tahun 50-an yang membagi-bagikan bunga kepada polisi saat demonstrasi, pasif, malas, dan
membawa iklim pertumbuhan dan kemakmuran di Amerika ikut lemah. Pada awal kemunculannya di tahun 1968 dan 1969 sampai tahun
menghembuskan kebebasan ekspresi individual baru termasuk jenis model 1970-an awal, skinheads biasanya memakai celana jins pudar yang
rambut baru. Model rambut yang dibentuk menyerupai ekor bebek menjadi digulung sampai di atas pergelangan kaki, sepatu militer jenis boover boots
sangat populer saat itu. Tokoh-tokoh utama jenis rambut ini adalah Elvis atau sepatu boot kulit merek Dr. Marten, t-shirt yang memamerkan slogan
afiliasi gerakan politik atau organisasi sepak bola tertentu, jaket yang
31 32
bertuliskan ‘skins' di belakangnya, dan rambut yang dicukur sangat pendek. fanatik musik rock, dan di awal kemunculannya kerap diidentikkan dengan
Beberapa orang skinheads yang mengenakan sepatu boover boot memang sepeda motor besar. Penampilan mereka yang tampak liar dan keras ini
pernah bergabung dengan kesatuan militer, sementara beberapa pemakai tentu saja secara substansial sangat berbeda dengan penampilan para
yang lain memakainya dengan alasan supaya bisa menendang lebih kuat. teddy boy yang sangat dandy dan flamboyan: sepatu kulit mengkilap serta
Dengan ciri sepatu jenis inilah maka mereka juga mendapat julukan boover jas dan blazer yang rapi.
boys . Perempuan skinheads juga mengenakan dandanan yang sama,
hanya saja biasanya mereka menyisakan sedikit kuncir rambut di bagian Semua hal yang telah dipertontonkan lewat tubuh: gaya pakaian, gaya
belakang dan samping. rambut, serta asesoris pelengkapnya, lebih dari sekedar demonstrasi
penampilan, melainkan demonstrasi ideologi. Sekaligus menunjukkan
Pada tahun 1975 muncullah kaum punk . Penampilan kaum punk ini kepada kita bahwa globalisasi berperanan besar dalam penyebaran gaya
seringkali dikacaukan dengan kaum skinheads. Term punk sendiri adalah ke seluruh dunia meskipun tidak dalam waktu yang bersamaan. Globalisasi
bahasa slang untuk menyebut penjahat atau perusak. Sama seperti para beserta seluruh perangkat penyebarannya, televisi, majalah, dan bentuk-
pendahulunya, kaum punk juga menyatakan dirinya lewat dandanan bentuk media massa yang lain, juga menyebabkan peniruan gaya yang
pakaian dan rambut yang berbeda. Orang-orang punk menyatakan dirinya sama, tetapi dengan kesadaran yang samasekali berbeda dengan konteks
sebagai golongan yang anti-fashion, dengan semangat dan etos kerja sejarah awalnya. Jadi, para anak muda yang mengenakan dandanan serba
‘semuanya dikerjakan sendiri' ( do-it-yourself ) yang tinggi. Ciri khas dari punk di Indonesia ini sangat mungkin diilhami oleh sesuatu yang sangat
punk adalah celana jins sobek-sobek, peniti cantel ( safety pins ) yang berbeda dengan generasi punk pendahulu mereka di negara asalnya.
dicantelkan atau dikenakan di telinga, pipi, asesoris lain seperti swastika,
salib, kalung anjing, dan model rambut spike-top dan mohican . Model Sampai tahap ini, kita bisa melihat adanya hubungan yang kompleks antara
rambut spike-top atau model rambut yang dibentuk menyerupai paku-paku tubuh, fesyen, gaya dan penampilan, serta identitas kepribadian yang ingin
berduri adalah model rambut standar kaum punk. Sementara model rambut dikukuhkan oleh seseorang. Pembentukan identitas bukan persoalan
mohican atau biasa disebut dengan mohawk yaitu model rambut yang sederhana. Ia tidak pernah bergerak secara otonom atau berjalan atas
menggabungkan gaya spike-top dengan cukuran di bagian belakang dan inisiatif diri sendiri, tapi dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang
samping untuk menghasilkan efek bentuk bulu-bulu yang tinggi atau beroperasi bersama-sama. Faktor-faktor tersebut bisa diidentifikasi sebagai
sekumpulan kerucut, hanya dipakai oleh sedikit penganut punk. Kadang- kreativitas, bahwa semua orang diwajibkan untuk kreatif supaya tampak
kadang mereka mengecat rambutnya dengan warna-warna cerah seperti berbeda dan dianggap berbeda pula. Kemudian ada faktor pengaruh
hijau menyala, pink, ungu, dan oranye. ideologi kelompok dan tekanan teman sepermainan sebaya. Di sini,
persoalan merek sepatu atau jenis pakaian bisa jadi persoalan besar
Fesyen dan Kesenangan karena ikut menentukan apakah seseorang dianggap memenuhi syarat
untuk dimasukkan dalam kelompok tertentu atau tidak. Faktor-faktor lainnya
Gaya casuals dipelopori oleh kelompok anak muda kalangan atas yang adalah status sosial, bombardir iklan-iklan media, serta unsur kesenangan (
mempunyai tingkat pekerjaan dan pendidikan lebih tinggi sebagai lawan pleasure dan fun ). Unsur kesenangan ini bisa dipakai untuk menjelaskan
dari kalangan skinheads yang biasanya berada dalam posisi sosial kurang dan memahami kelompok anak muda yang mengadopsi, mengkonsumsi
menguntungkan. Mereka biasanya mengenakan setelan pakaian santai atau mencampurkan berbagai macam gaya dengan tanpa referensi jelas
atau pakaian sports yang bermerk mahal. Basis pakaian para terhadap makna asalnya. Gaya menjadi kolase-kolase. Hanya penampilan
perempuannya adalah pakaian laki-laki seperti cardigans atau celana semata. Hanya fashion. Tetapi hal ini tidak berarti mereduksi gaya menjadi
pantalon. sesuatu yang tidak bermakna. Berakhirnya otentisitas bukan berarti
kematian makna. Kolase, peniruan-peniruan, kombinasi, ambil sana-ambil
Suatu jenis gaya atau kelompok yang juga memainkan peranan penting sini, ikut membentuk lahirnya makna-makna baru.
dalam kebudayaan anak-anak muda adalah rockers . Kelompok rockers ini
Termuat di Newsletter KUNCI No. 6-7, Mei-Juni 2000
biasanya dijuluki juga sebagai leather boys karena ciri khasnya memakai
jaket kulit, celana jins ketat, rambut panjang, asesoris serba metal, pemuja

33 34
Subkultur; Yang Melawan, yang Terkomodifikasi Arok sendiri menolak untuk diwawancara. Alasannya, kelompoknya punya
bentuk media sendiri. "Maaf, saya tidak mau diwawancara yang semuanya
Oleh: EDNA C PATTISINA sudah kapitalistik. Kalau saya mau diwawancara, berarti saya mendukung
kapitalis," kata pemuda yang mengaku mahasiswa Sosiologi UI angkatan
2001 ini.
Berbicara tentang musik dan remaja, hampir selalu akan bertemu dengan
apa yang disebut subkul- tur—satu istilah, katakanlah sikap untuk
mengambil posisi alternatif dari arus utama. Hanya saja, subkultur ini pada Secara kasatmata, komunitas ini memakai simbol-simbol yang jelas dari
gilirannya dicaplok industri juga sebagai dagangan. segi penampilan, seperti busana dan gaya rambut. Liga, misalnya, identitas
skin head-nya terlihat tidak saja dari kepala yang plontos, tetapi juga jaket
jins, celana jins ketat, dan sepatu bot Doc Mart yang harganya lebih dari Rp
Apa yang terjadi di Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya (FIB)
1 juta.
Universitas Indonesia, Rabu (12/4), bisa sedikit menyibak hal ini. Awalnya,
acara diskusi berjudul "Music, Words, Images and Identity: Youth Rebellion
and The Politics of Sub-Culture in Rock- Film", yang merupakan kerja sama Sejatinya, subkultur sarat dengan simbol-simbol, selain ideologi yang
dengan British Council, berjalan datar. Dua sutradara—Upi Avianto mendasari pergerakannya. Namun, belakangan simbol-simbol ini dengan
(Realita, Cinta, dan Rock n Roll) dan Agung Sentausa (Garasi)—bersama sigap diraih industri. Pangsa pasarnya, yang sebagian besar remaja,
dua pemusik, Jimi Multhazam (The Upstairs) dan Malvin Tambunan (In Ska berkaitan dengan proses pencarian identitas ini pun dijejali dengan ikon-
We Trust), serta wartawan Junior Eka Putro (Hai) memaparkan sudut ikon subkultur yang sekadar menjadi aksesori belaka. Hal ini sebenarnya
pandang masing-masing tentang tema di atas. bukan hal yang sama sekali baru. Seperti film Absolute Beginners karya
Julien Temple memotret bahwa pada akhir tahun 1950-an di Inggris,
setelah perang usai beberapa tahun, remaja mulai ingin tampil beda. Sejak
Upi, misalnya, menyebutkan kalau film Realita, Cinta, dan Rock n Roll tidak
saat itulah mereka dipandang sebagai kelas usia tertentu, yaitu "teenagers"
bisa dikategorikan film musik seperti film Quadrophenia yang diputar
yang merupakan pangsa pasar yang juga butuh penggarapan khusus.
sebelum diskusi. Film Quadrophenia yang berlatar Inggris di era tahun
1950-an bercerita tentang persaingan dua kelompok anak muda. "Kalau
film saya itu film keluarga, semangat rock hanya saya pakai untuk Contoh paling klasik adalah komunitas punk di Inggris yang hadir sebagai
menunjukkan betapa dua tokoh remaja dalam film ini sangat menentang bentuk dari perlawanan kelas pekerja terhadap kelas pemilik modal. Salah
segala aturan yang ada," kata Upi. satu ikonnya, Sex Pistols misalnya, pada era tahun 1970-an kerap
membuat pernyataan politik yang keras dan satir sebagai bentuk
perlawanannya kepada materialisme. Lirik-lirik lagunya kerap membuat
Junaidi, dosen Cultural Studies FIB yang menjadi moderator, lalu memandu
kaget dan merah kuping para kaum konservatif di negara ini.
diskusi masuk ke acara tanya jawab. Suasana memanas. "Anda tidak
mengerti dengan apa yang Anda filmkan. Yang saya tonton adalah sebuah
hyperreality yang hanya memunculkan mitos-mitos dan sekadar Walaupun demikian, pada kenyataannya, kelompok ini pun menjadi
menggunakan logika kapital saja," seru Arok yang mengaku mewakili penyumbang poundsterling yang cukup besar kepada beberapa label
komunitas punk ini. rekaman besar yang pernah menaunginya. Pengaruh perlawanan mereka
eksis di kelompok-kelompok seperti Rancid, bahkan Oasis, namun pada
kenyataannya kehadiran Sex Pistols yang sarat dengan ideologi punk
Setelah Arok, muncul Liga, yang mengatasnamakan kelompok skin head.
akhirnya menjadi sebuah komoditas yang dilahap industri musik juga.
Ia mempertanyakan kesahihan diskusi itu karena menurut dia narasumber
yang ada tidak kompeten. "Bagi Anda-anda, ini sekadar joke, tapi bagi
kami, ini jalan hidup, bahkan lebih penting dari agama. Jangan cuma baca "Nah, kalau di sini ada komunitas yang menyatakan diri di luar mainstream,
buku tentang skin head dan punk, lalu Anda kira sudah tahu semua," kata pertanyaannya lalu, apa yang mau mereka tuju, atau sekadar fun saja,"
Liga. kata Junaidi, sebagai moderator. Ia menilai, kehadiran Arok dan Liga
sebagai bentuk pernyataan bahwa mereka ingin didengar juga.

35 36
Seiring dengan kemenangan kapitalisme, kehadiran kelompok-kelompok Fashion, Kaos, dan Komunikasi
tersebut malah dipakai dan diadopsi oleh industri. Di tataran produsen,
kelompok ini merupakan salah satu jenis aliran musik yang lalu bisa dijual Meski sudah mulai mendunia sejak "50-an, konvensi mode dunia tetap saja
beserta segala aksesori yang menyertainya. belum memasukkan kaos ke dalam kategori fashion . Kaos tetap saja
dianggap sebagai pakaian dalam yang tidak pantas dikenakan sebagai
Tidak sedikit sesuatu yang dianggap sebagai subkultur kemudian harus pakaian luar. Memakai kaos masih juga dianggap sebagai tindakan yang
terisap masuk ke dalam industri itu sendiri. Sebut saja musik hip hop unfashion. Karena itu pada masa musik heavy metal mulai digemari
hingga pesta-pesta rave yang sekarang musim, yang tadinya menjadi kalangan muda, mereka ini sengaja memilih seragam kaos oblong sebagai
kebanggaan kaum muda sebagai identitasnya yang unik dan berbeda, bentuk penolakan terhadap konvensi arus utama mode dunia ( high fashion
namun kemudian diambil oleh industri sebagai sesuatu komoditas. ) (McRobbie, 1999). Menyobek beberapa bagian dari kaos oblong bahkan
Pasarnya siapa? Ya, yang melawan itu.... merupakan bagian dari gaya subkultur punk. Bagi mereka ini bentuk
fashion adalah unfashion (Hebdige, 1999).
https://www.kompas.com/kompas-cetak/0604/16/utama/2587801.htm
Minggu, 16 April 2006
Perubahan dalam bahan dan teknologi produksi kaos turut berperan dalam
perubahan makna kaos dalam kehidupan sosial. Ditemukannya polyester
dan bahan-bahan fiber artifisial, bersamaan dengan diperkenalkannya
bahan drip-dry untuk pembuatan pakaian, penambahan variasi warna, gaya
Menjadi Modern dengan Kaos dan tekstur, membuat kaos semakin diterima sebagai pakaian luar. Meski
Oleh ANTARIKSA begitu, dalam diferensiasi sistem fashion, hingga sekarang kaos masih
digolongkan dalam kategori low fashion ( unfashion? ). [2] Berbeda dengan
produk high fashion yang didesain dan dibuat secara khusus untuk orang-
orang khusus, hampir semua kaos merupakan low fashion yang didesain
untuk tujuan diproduksi secara massal. [3]
Dibanding jenis pakaian lainnya, sejarah kaos oblong [1] sebenarnya
belumlah terlalu panjang. Kemungkinan besar kaos baru muncul antara
akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Kaos berbahan katun biasanya Variasi kaos sebagai pakaian luar sekarang ini sangat beragam. Kaos
dipakai oleh tentara Eropa sebagai pakaian dalam (di balik seragam), yang diproduksi baik dalam warna-warna primer maupun dalam kombinasi yang
fleksibel dan bisa dipakai sebagai pakaian luar jika mereka beristirahat di lebih kompleks, beberapa di antaranya dilengkapi dengan saku untuk
udara siang yang panas. Istilah "T-Shirt" (metafor yang mungkin diambil menyimpan alat tulis, rokok, atau benda kecil lainnya. Dengan begitu kaos
berdasar bentuknya) baru muncul di Merriam-Webster's Dictionary pada tidak hanya dipakai oleh kalangan muda, laki-laki, atau mereka yang
1920, dan baru pada Perang Dunia II ia menjadi perlengkapan standar berasal dari golongan bawah saja, tetapi juga dipakai oleh siapa saja. Kita
dalam pakaian militer di Eropa dan Amerika Serikat (T-Shirt King). juga melihat kaos dipakai dalam berbagai aktivitas, dari bekerja hingga
mengisi waktu senggang, seperti jalan-jalan di pusat pertokoan atau
bermain golf.
Kaos oblong mulai dikenal di seluruh dunia lewat John Wayne, Marlon
Brando dan James Dean yang memakai pakain dalam tersebut untuk
pakain luar dalam film-film mereka. Dalam A Streetcar Named Desire Kaos oblong sekarang ini juga telah menjadi wahana tanda. Kaos,
(1951) Marlon Brando membuat gadis-gadis histeris dengan kaos sebagaimana pakaian lainnya, membawa pesan dalam sebuah "teks
oblongnya yang sobek dan membiarkan bahunya terbuka. Dan puncaknya terbuka" di mana pembaca atau penonton bisa menginterpretasikannya.
adalah ketika James Dean mengenakan kaos oblong sebagai simbol Berbagai bentuk, gambar, atau kata-kata dalam kaos merupakan pesan
pemberontakan kaum muda dalam Rebel Without A Cause (1955) (Cullum- akan pengalaman, perilaku dan status sosial. Kaos oblong
Swan dan Manning, 1990). Teknologi screenprint di atas kaos katun baru mengkomunikasikan berbagai lokasi atau identitas sosial: tempat (HRC,
dimulai awal "60-an dan setelah itu barulah bermunculan berbagai bentuk Borobudur, Bali, Yogyakarta), bisnis (Coca Cola, Yamaha, Suzuki), institusi
kaos baru, seperti tank top , muscle shirt , scoop neck , v-neck dsb. (UGM, UI, ITB, De Britto). Kaos oblong lainnya mengkomunikasikan

37 38
kelompok atau kolektivitas (Canissi Seminarium, Pro Iustisia), tim (MU, secara gratis. Di Indonesia, adalah hal yang biasa banyak orang berebut
Inter Milan), konser atau acara kesenian (Jakjazz, Pameran AWAS!), mendapatkan pembagian kaos dari OPP pada saat Pemilu (tak jarang juga
komoditas yang dianggap bernilai (VW, Harley Davidson), pengalaman disertai pembagian "amplop"). Perusahaan-perusahaan sekarang ini juga
ceremonial (KKN UGM 2000), sementara banyak juga yang membuat kaos dengan nama atau logo perusahaan yang tertera di atasnya
mengkomunikasikan slogan (Awas Pemilu 97 Curang, kaos-kaos Dagadu, (Coca Cola, Reebok, Nike, Wilson), dan menjualnya di toko-toko sebagai
Joger). pakaian produksi massal yang siap pakai. Bagi sejumlah besar
pemakainya, tentu memakai kaos oblong tidak dimaksudkan sebagai iklan,
Betapapun klaim atas identitas atau status dalam kaos oblong ini bersifat melainkan sebagai indikasi status dan pendapatan pemakainya, loyalitas
ambigu, dalam terminologi Umberto Eco (1979), representasinya selalu atau kepercayaan pada satu produk. Ia juga merupakan suatu bagian dari
bersifat undercoded , ia berhubungan secara synecdochical (satu bagian identitas diri, "Saya adalah penggemar Coca Cola", "Seperti Michael
dari kaos mewakili keseluruhan pribadi seseorang) dengan pengalaman, Jordan, saya memakai Nike (bagaimana dengan Anda?)". [5]
relasi sosial, nilai, atau status yang diklaim secara eksplisit atau implisit
oleh pemakainya. Pesan yang disampaikan dalam kaos bukanlah sekedar Kaos-kaos buatan perusahaan tertentu dianggap mewakili gaya hidup atau
tentang tempat, kelompok, atau bisnis, tetapi klaim atas status pemakainya. selera yang khas, selain sekaligus si pemakai mengiklankan perusahaan
Seorang pemakai kaos oblong Dagadu misalnya, bukan sekedar pembuatnya. Misalnya kaos bermerek Benetton, Ralph Lauren atau Calvin
menyampaikan pesan bahwa kaos oblong yang dipakainya adalah buatan Klein. Simbol-simbol tertentu pada kaos, seperti buaya kecil atau kuda poni
Yogyakarta, melainkan juga mau mengumumkan sebuah pengalaman yang dan pemain polo kecil (dan berbagai variannya), juga sangat penting.
menurut pemakainya cukup penting (ia seperti mau mengatakan,"Mari saya Simbol-simbol ini bukan hanya menunjukkan status pemakainya yang
beritahu pengalaman saya jalan-jalan di Yogya"). [4] mampu mengkonsumsi pakaian buatan desainer mahal, tetapi juga status
dalam sistem fashion itu sendiri (ketika kelompok desainer Parisian juga
Tetapi sekarang ini kaos oblong juga dipakai untuk mengkomunikasikan memproduksi kaos, apakah kaos menjadi high fashion ?).
apa yang bukan bagian dari identitas seseorang. Misalnya, saya pernah
melihat seorang ibu muda yang sedang berjalan mengandeng anaknya. Si Kaos dan Kehidupan Modern
ibu ini memakai kaos dengan tulisan "BITCH" di bagian depannya. Apakah
si ibu ini tidak mengerti bahasa Inggris atau penguasaan bahasa Inggrisnya Lebih dari jenis pakaian yang lain, sejarah kaos bukan saja menunjukkan
pas-pasan, sampai ia tidak mengerti bahwa bitch (anjing betina) adalah cepatnya perubahan teknologi dalam industri garmen, melainkan juga
umpatan yang sangat kasar yang biasa dipakai untuk menyebut wanita menunjukkan bagaimana fashion bernegosiasi dengan ruang dan waktu.
jalang? Apalagi waktu itu ia sedang menggandeng anaknya. Bukankah si
anak ini menjadi cocok dengan umpatan lainnya, son of a bitch ? Kaos semula hanya diakui sebagai pakaian dalam. Dan dalam kaitannya
Seandainya si ibu ini cukup mengerti bahasa Inggris, tentu yang mau dengan pola penempatan ruang, sebagai pakaian dalam kaos adalah
dikomunikasikannya adalah "saya bukan bitch ". Ini semacam pendifinisian
pakaian privat . Tetapi kemudian dengan negosiasi lewat media massa dan
double negative, di mana seseorang mengklaim (secara ragu-ragu)
penemuan bahan serta model-model baru, kaos perlahan mulai tampil
keanggotaan pada kelompok tertentu yang tidak eksis. Si ibu tadi sebagai pakaian publik. Karena itu, sejalan dengan kecenderungan
mengklaim keanggotannya pada kelompok "perempuan/ibu yang baik" kehidupan modern, perjalanan kaos dari ruang privat ke ruang publik ini
tanpa menghadirkan kelompok yang diklaimnya ini. Hal yang sama juga
merupakan ekspansi ruang privat atas ruang publik (privatisasi ruang
terjadi pada kasus salah satu teman saya yang memakai kaos bergambar
publik). Sementara dalam kaitannya dengan pola pemanfaatan waktu, kaos
logo Golkar untuk menunjukkan pengejekannya pada Golkar atau untuk menunjukkan bagaimana waktu senggang semakin berhasil mengekspansi
mengatakan bahwa ia bukan simpatisan Golkar. waktu yang lain dalam kehidupan sehari-hari. Kaos bisa dilihat sebagai
bagian dari leisure class , yang menunjukkan statusnya dengan
Dengan semakin tumbuhnya industri periklanan, kaos merupakan bilboards pemanfaatan waktu senggang sebesar-besarnya (Rojek, 2000). [6]
mini yang cukup efektif untuk mengkomunikasikan sebuah produk,
sebagaimana mengkomunikasikan diri atau identitas. Seringkali kaos
dijadikan iklan berjalan yang oleh pengiklan kadang-kadang dibagikan
39 40
Persis seperti semboyan kaos oblong Dagadu " Smart and Smile ", kaos wahana tanda ( sign vehicle ) pada kaos menyampaikan koherensi dan integritas
oblong mengajarkan bagaimana hidup modern harus dijalani: representasional yang ambigu.
[5] Rojek (2000) memberikan gambaran yang rinci bagaimana selebritis menjadi kaya raya
berpenampilan cerdas, ringkas, tangkas, sekaligus santai. Hidup dengan karena mengiklankan berbagai produk industri pakaian. Dan mereka ini pada gilirannya akan
segala tetek-bengeknya yang rumit ternyata tidak harus dijalani dengan menjadi salah satu agen pencipta fashion yang sangat penting.
rumit pula, melainkan bisa dijalani dengan "seperlunya dan santai". Dalam [6] Sisi lain dari hal ini adalah kaos juga merupakan komoditas dalam budaya konsumen yang
keberadaanya tidak bisa dilepaskan dari leisure class . Ajidarma (2001) mengaitkan kaos
perspektif ini, papan pengumuman di kampus-kampus yang berbunyi
dengan budaya pop yang selalu bergelut dengan pasar.
"Dilarang memakai kaos dan sandal" adalah warisan dari kehidupan masa
lalu yang "serius" dan sebentuk "pendisiplinan gaya", yang tidak lagi cocok
dengan semangat smart and smile . Karena itu mahasiswa tetap saja Referensi
berkaos oblong di kampus, pertama-tama bukan untuk menunjukkan
perlawanan langsung mereka kepada aturan hidup yang lama, melainkan • Ajidarma, Seno Gumira, 2001, "Djokdja Tertawa, Disain Kaos Oblong DAGADU",
untuk menunjukkan bahwa diri mereka sendirilah yang paling berhak atas Bernas , 12 Januari 2001.
penampilannya. Dan bagaimana mereka harus berpenampilan, salah • Cullum-Swan, Betsy dan P.K. Manning, 1990, "Codes, Chronotypes and Everyday
Objects", makalah disampaikan dalam konferensi The Socio-semiotics of objects: the
satunya ditentukan oleh resepsi mereka terhadap media massa, yang juga role of artifacts in social symbolic process, 20-22 Juni 1990, University of Toronto.
mengajarkan smart and smile (misalnya semboyan iklan telepon genggam Tersediadi: http://sun.soci.niu.edu/~sssi/papers/pkm1.txt
Nokia seri 3210, "Begitu kecil, begitu cerdas"). Jadi hidup modern dijalani • Eco, Umberto, 1979, Theory of Semiotics , Indiana: University of Indiana Press.
dengan semangat mengisi waktu senggang. Inilah yang disebut estetikasi • Hebdige, Dick, 1999 (1979), Subculture, The Meaning of Style , London & New York:
kehidupan sehari-hari yang mencirikan kehidupan modern (di mana "yang Routledge.
etis" bergeser menjadi "yang estetis"). Semangat kehidupan modern • McRobbie, Angela, 1999, In the Culture Society, Art, Fashion and Popular Music ,
sebenarnya adalah semangat kaos oblong. London & New York: Routledge.
• Rojek, Chris, 2000, "Leisure and rich today: Veblen"s thesis after a century", Leisure
Studies 19 (2000), hal. 1-15.
Catatan
• T-Shirt King, "History of American T-Shirt". Tersedia di: http://www.t-
shirtking.net/history_of_t-shirts.html
[1] Dalam tulisan ini saya memakai kata kaos oblong dan kaos secara bergantian, keduanya
menunjuk pada kata dalam bahasa Inggris t-shirt .
[2] Betsy Cullum-Swan dan P.K. Manning (1990) membuat diferensiasi fashion dengan lebih Makalah ini disampaikan sebagai pengantar diskusi "Art on T-Shirt", Bentara Budaya
rinci, yang terdiri dari high fashion , mass fashion , dan vulgar fashion . Yang termasuk dalam Yogyakarta, 13 Januari 2001. Versi pendek tulisan initermuat di KOMPAS, 28 Januari 2001.
high fashion adalah pakaian yang didesain secara khusus untuk orang-orang khusus dan
dijual di outlet-outlet khusus. Dalam kecenderungan fashion dunia sekarang ini high fashion
tidak bisa dilepaskan dari keberadaan para desainer profesional, utamanya yang biasa disebut
sebagai desainer Parisian. Mass fashion di sisi lain lebih merupakan sebuah sistem mencipta,
mendistribusikan, dan menjual salinan dari pakain karya para desainer. Sementara vulgar Remaja, Gaya, Selera
fashion merupakan pakaian yang diciptakan lewat produksi massal dari salinan mass fashion
"selang beberapa waktu setelah sebuah produk mass fashion beredar di pasaran. Untuk Oleh ANTARIKSA
diskusi ini, saya menyederhanakan diferensiasi ini menjadi dua bentuk saja, high fashion dan
low fashion. Yang terakhir ini merupakan penggabungan dari mass fashion dan vulgar fashion
.
[3] Karena itu pameran "Art on T-Shirt""yang disertai dengan penjualan secara terbatas kaos Dalam ilmu-ilmu sosial, studi atas remaja pertama kali dilakukan oleh
yang dipamerkan"bisa dilihat sebagi usaha menaikkan gengsi kaos atau usaha untuk sosiolog Talcott Parsons pada awal 1940-an. Berbeda dengan anggapan
memasukkan kaos ke dalam high fashion .
[4] Bagaimana pesan dalam kaos sampai ke pembaca/penonton adalah persoalan lain lagi. umum bahwa remaja adalah kategori yang bersifat alamiah dan dibatasi
Untuk bisa dikatakan berhasil, klaim atas status atau identitas dalam pesan membutuhkan secara biologis oleh usia, menurut Parsons remaja adalah sebuah sebuah
legitimasi dari pembaca/pentonton. Adalah tidak mungkin membuat interpretasi atasnya hanya konstruksi sosial yang terus-menerus berubah sesuai dengan waktu dan
berdasar pada kaos itu sendiri (klaim pemakainya). Setiap pesan dalam kaos sebenarnya tempat (Barker 2000).
sangat samar-samar ( equivocal ) dan pembaca/penonton mungkin tidak percaya dengan
pesan-pesan itu. Bisa diselidiki lagi, apakah kaos bisa dijadikan alat manipulasi simbol status?
(seperti kaos "Karl Marx, Since 1867" dalam pameran ini atau kaos-kaos bergambar Che Para pemikir kajian budaya juga berpendapat konsep remaja bukanlah
Guevara), apa yang diklaim dan siapa yang mengklaim? Dengan kata lain, tanda ( sign ) dan
sebuah kategori biologis yang bermakna universal dan tetap. Remaja,
41 42
sebagai usia dan sebagai masa transisi, tidak mempunyai karakteristik- menegosiasikan kembali posisinya atau justru merebut dan memenangkan
karakteristik umum. Karena itu pertanyaan-pertanyaan yang akan selalu ruang itu (Barker 2000).
muncul adalah: secara biologis, kapan masa remaja dimulai dan berakhir?
Apakah semua orang yang berumur 17 tahun sama secara biologis dan Buku yang sering disebut sebagai pondasi bagi studi remaja sebagai
secara kultural? Kenapa remaja di Jakarta, Singapura, dan London tampak subkultur yang dikaitkan dengan musik, gaya, dan fesyen adalah kumpulan
berbeda? dsb. karya anggota Centre for Contemporary Cultural Studies (CCCS) di
Birmingham, Resistance Through Rituals: Youth Subcultures in Post-War
Remaja adalah sebuah konsep yang bersifat ambigu. Kadang bersifat legal Britain (Ed. Stuart Hall dan Tony Jefferson 1976). Tema besar karya ini
dan kadang tidak. Di Indonesia misalnya, ukuran kapan seseorang boleh adalah subkultur remaja yang dilihat sebagai stilisasi bentuk perlawanan
mulai melakukan hubungan seks, ukuran kapan seseorang boleh menikah, terhadap kebudayaan hegemonis.
dan ukuran kapan seseorang boleh berpartisipasi dalam Pemilihan Umum
sangatlah berbeda. Dalam studinya tentang batas-batas kedewasaan di Dalam "Subculture, Cultures and Class" (Clarke et al.), ditunjukkan bahwa
Inggris, A. James (1986) mengatakan bahwa batas usia fisik telah diperluas remaja terbentuk dalam suatu artikulasi ganda, yaitu dalam perlawanannya
sebagai batas definisi dan batas kontrol sosial. Sementara bagi Grossberg dengan kebudayaan orang tua dan sekaligus dalam perlawanannya
(1992) yang menjadi persoalan adalah bagaimana kategori remaja yang dengan kebudayaan dominan. Ritual-ritual seperti fesyen, musik, atau
ambigu itu diartikulasikan dalam wacana-wacana lain, misalnya musik, bahasa, dilihat sebagai usaha untuk memenangkan ruang kultural dalam
gaya, kekuasaan, harapan, masa depan dsb. Jika orang-orang dewasa melawan kebudayaan dominan dan kebudayaan orang tua.
melihat masa remaja sebagai masa transisi, menurut Grossberg remaja
justru menganggap posisi ini sebagai sebuah keistimewaan dimana mereka
Sementara dalam "Style" (Clarke) salah satu konsep penting yang muncul
mengalami sebuah perasaan yang berbeda, termasuk di dalamnya hak adalah brikolase (diadopsi dari antropolog Levi-Strauss). Konsep brikolase
untuk menolak melakukan rutinitas keseharian yang dianggap dipakai untuk menjelaskan rekontekstualisasi objek-objek untuk
membosankan. mengkomunikasikan makna-makna baru. Dalam brikolase sebuah objek
yang telah mempunyai endapan makna simbolik tertentu dimaknai kembali
Hampir sama dengan pendapat itu, Dick Hebdige dalam Hiding in the Light dalam hubungannya dengan artefak lain dan dalam konteks yang baru.
(1988) menyatakan bahwa remaja telah dikonstruksikan dalam wacana Clarke menunjukkan bahwa gaya Teddy Boy yang dandy , necis, dan
"masalah" dan "kesenangan" (remaja sebagai pembuat masalah dan flamboyan dan populer pada tahun '70-an adalah brikolase dari gaya
remaja yang hanya gemar bersenang-senang). Misalnya, dalam kelompok berpakaian kelas atas pada akhir '40-an. Hal yang sama juga berlaku bagi
pendukung sepakbola dan geng-geng, remaja selalu diasosiasikan dengan para pecinta musik Ska yang bersepatu boot dan berambut cepak, yang
kejahatan dan kerusuhan. Di pihak lain, remaja juga direpresentasikan merupakan brikolase dari semangat kerja keras dan maskulinitas kelas
sebagai masa penuh kesenangan, dimana orang bisa bergaya dan pekerja.
menikmati banyak aktivitas waktu luang.
Setelah Resistance Through Rituals , yang patut dicatat adalah karya Paul
Remaja sebagai Subkultur Willis (juga dari CCCS) Learning to Labour (1978). Willis mempraktekkan
analisis homologi untuk menyelidiki subkultur motorbike boys . Konsep
Secara khusus, dalam studinya tentang remaja, kajian budaya membuat homologi berkaitan dengan pemahaman kebudayaan sebagai seperangkat
sebuah konsep analisis tentang subkultur. Kata kultur dalam subkultur relasi objek-objek, artefak-artefak, dan institusi-institusi beserta praktek-
menunjuk pada "keseluruhan cara hidup" atau "sebuah peta makna" yang praktek di sekitarnya. Dengan begitu sebuah analisis homologi berusaha
memungkinkan dunia bisa dimengerti oleh anggota-anggotanya. Kata sub menangkap dan merekam struktur sosial dan simbol-simbol kulturalnya.
mengkonotasikan kekhususan dan perbedaan dari kebudayaan yang
dominan atau mainstream. Thornton mengatakan bahwa subkultur bisa Menurut Willis subkultur hidup dalam hubungannya yang bersifat kritis
juga dilihat sebagai sebuah ruang dimana "kebudayaan yang menyimpang" dengan budaya kapitalisme. Ia mencontohkan subkultur hippies yang lebih
suka menghabiskan waktu luang sebanyak-banyaknya, dapat dilihat
43 44
sebagai sebuah subversi atas konsepsi waktu kapitalisme industrial yang mengorganisasi kehidupan kulturalnya? McRobbie dan Gerber mengatakan
linear, kaku, dan disiplin. Demikian juga motorbike boys bisa dilihat sebagai bahwa perempuan telah diabaikan oleh peneliti laki-laki, perempuan telah
respon manusia atas teror teknologi yang dahsyat dari kapitalisme. Ia dipinggirkan dan disubordinasikan dalam subkultur laki-laki, dan bahwa
mengekspresikan keterasingan dan kerinduan akan hubungan perempuan bernegosiasi dalam ruang personal dan ruang bersenang-
kemanusiaan. Konsekuensinya, menurut Willis, ekspresi, kreasi, dan senang yang sangat berbeda dengan laki-laki. Karena itu, model
perilaku simbolik subkultur dapat dibaca sebagai sebuah bentuk perlawanan perempuan dalam gaya juga berbeda dengan laki-
perlawanan. laki.McRobbie dan Garber berargumen bahwa jika perempuan berada di
posisi pinggiran dalam subkultur tertentu, ini karena mereka berada di
Berbeda dengan Resistance Through Rituals dan tulisan Willis, dimana posisi pinggiran dalam dunia kerja laki-laki dan dikecilkan peranannya dari
gaya direduksi dalam struktur kelas (gaya adalah ekspresi dan derivasi jalanan.
kelas), dalam Subculture: The Meaning of Style (1979) Dick Hebdige
melihat gaya sebagai sesuatu yang otonom. Ia kembali menyelidiki konsep Pierre Bourdieu, 'Habitus', 'Logic of Practice'
brikolase dan perlawanan, tapi kali ini ia memadukan pendekatan Gramsci
dengan semiologi Roland Barthes. Cara pandang alternatif tentang gaya dan fesyen juga datang dari
sosiolog/antropolog Perancis Pierre Bourdieu. Dalam Outline of a Theory of
Hebdige menyelidiki gaya dalam tingkat keotonomiannya sebagai penanda. Practice (1977) Bourdieu memperkenalkan istilah habitus untuk
Gaya adalah sebuah praktek penandaan ( signifying practice ), gaya adalah mendifinisikan sebuah sistem disposisi, yang mengatur kapasitas individu
sebuah arena penciptaan makna. Di dalam kode-kode pembeda, gaya untuk bertindak. Habitus tampak jelas dalam pilihan individu tentang
merupakan pembentuk identitas kelompok. Dalam subkultur remaja, kepantasan dan keabsahan seleranya dalam berdandan, berpakaian, seni,
barang-barang komoditas--melalui konsumsi brikolase--dijadikan alat makanan, hiburan, hobi dll. Menurut Bourdieu ini semua dibentuk melalui
perlawanan terhadap nilai-nilai dominan. Gaya adalah sebuah perang sekolah, dengan internalisasi seperangkat kondisi material tertentu.
gerilya semiotik.
Dengan cara pandang Bourdieu, habitus individu dibentuk oleh/dikaitkan
Kritik atas Teori-teori Subkultur pada keluarga, kelompok, danyang paling penting posisi kelas individu
dalam masyarakat.
Menjawab karya-karya CCCS, Cohen (1980) berargumen bahwa ketika
gaya direduksi ke dalam perlawanan, maka ada aspek lain dari gaya Habitus beroperasi berdasarkan sebuah logika praktek ( logic of practice )
dilupakan, yaitu kesenangan. Laing (1985) berpendapat bahwa punk yang diatur berdasar sistem klasifikasi bawah sadar (maskulin/feminin,
adalah sebuah genre musik, tetapi oleh Hebdige (1979) direduksi ke dalam baik/buruk, trendi/kuno dll). Penerapan prinsip-prinsip ini dalam bentuk
praktek-praktek penandaan, dengan asumsi dan tujuan-tujuan yang terlalu konsumsi budaya dikenal sebagai selera . Bourdieu mengatakan bahwa
politis. Pemikir lain, seperti Steve Readhead (1990), menyatakan bahwa selera, yang kelihatannya sekedar praktek individu, sebetulnya diatur oleh
punk adalah subkultur remaja otentik yang terakhir dan subkultur remaja logika praktek dan selalu merupakan bagian dari praktek kelas.
sesudahnya telah mati dan ditelan oleh budaya konsumen kontemporer.
Termuat di Newsletter KUNCI No. 6-7, Mei-Juni 2000
Kritik keras juga datang dari anggota CCCS sendiri, Angela McRobbie.
Perhatiannya adalah pada tidak adanya perempuan dalam karya-karya
tentang gaya dan remaja. Dalam "Girls and Subculture", yang dimuat dalam
Resistance Through Rituals , ia (dan Jenny Garber) mengeksplorasi
pertanyaan-pertanyaan tentang ketiadaan perempuan ini, apakah subkultur
perempuan itu benar-benar ada, tetapi tidak tampak? Jika ia ada dan
tampak, apakah nilai-nilainya sama, tetapi lebih marjinal dari laki-laki,
ataukah sama sekali berbeda? Dengan cara apa perempuan
45 46
Mcdonaldisasi juga mengetahui bahwa apa yang kita pesan minggu depan atau tahun
depan akan identik dengan apa yang kita makan hari ini. Mengetahui
Oleh ANTARIKSA bahwa McDonald's tidak menawarkan kejutan adalah sebuah kenyaman
besar, bahwa makanan yang kita makan dalam satu waktu atau satu
tempat pasti akan identik dengan yang akan kita makan di waktu dan
tempat yang lain. Kita tahu bahwa Big Mac berikutnya yang kita makan
McDonaldisasi adalah istilah yang dikemukakan oleh George Ritzer tidak akan tidak enak, tidak ada pengecualian bagi kelezatan, semuanya
(sosiolog dari Universitas Maryland) dalam The McDonaldization of Society pasti akan lezat dan enak. Kesuksesan McDonald's mengindikasikan
(1993) untuk menunjukkan suatu proses dimana prinsip-prinsip restoran bahwa banyak orang lebih senang dengan sebuah dunia tanpa kejutan.
cepat saji (lebih khusus lagi: McDonald's) mulai mendominasi berbagai
sektor masyarakat di seluruh dunia, mulai dari bisnis restoran, agama, Keempat, McDonald's menawarkan kontrol, terutama penggantian pekerja
seks, pendidikan, dunia kerja, biro periklanan, politik, program diet, manusia dengan mesin. Orang-orang yang bekerja di restoran cepat saji
keluarga dsb. dilatih untuk melakukan hal-hal yang sangat terbatas dengan sangat tepat
seperti yang diperintahkan. Manajer harus mendapat kepastian bahwa
Empat Prinsip McDonaldisasi semuanya bekerja pada jalurnya. Orang yang makan di di restoran cepat
saji juga terkontrol, meskipun secara tidak langsung. Aturan-aturan, menu
Ritzer menjelaskan empat prinsip McDonald's (dan model McDonald's) terbatas, pilihan terbatas, kursi yang tidak nyaman, semuanya
yang kemudian mendominasi sektor lain (McDonaldisasi). Pertama, mengarahkan acara makan seperti yang diinginkan oleh manajemen:
McDonald's menawarkan efisiensi. Sistem McDonald's menawarkan makan cepat dan pergi.
kepada kita sebuah metode yang optimal untuk mendapatkan satu hal ke
hal yang lain. Secara umum McDonald's menawarkan cara-cara terbaik McDonald's juga mengontrol orang dengan mengganti pekerja manusia
untuk mengubah rasa lapar kita menjadi kenyang. Kedua, McDonald's dengan mesin. Pekerja manusia, betapapun terlatihnya mereka, masih
menawarkan kepada kita makanan dan layanan yang terkuantifikasi dan dapat berbuat kesalahan yang akan mengacaukan sistem. Pekerja yang
terkalkulasi. McDonald's membuktikan nilai budaya yang diyakini banyak kurang tangkas juga membuat pemasakan dan pengantaran Big Mac
orang, "yang lebih besar adalah yang lebih baik", kuantitas adalah sejajar menjadi tidak efisien. Pekerja yang lainnya juga bisa saja kelupaan
dengan kualitas. Karena itu kita memesan Big Mac, karena kita dapat menambahkan saus khusus untuk hamburger, yang membuatnya menjadi
mengkalkulasi dan merasakan bahwa kita mendapatkan porsi makanan tak terprediksi. Yang lain lagi bisa saja memasukkan kentang terlalu banyak
yang lebih besar dan banyak. ke dalam kotak, sehingga sajian kentang menjadi jelek dan kedodoran.
Dengan banyak alasan lain, McDonald's mengganti manusia dengan
Ada bentuk kalkulasi lain yang ditawarkan McDonald's, yaitu kalkulasi mesin, seperti soft-drink dispenser yang akan berhenti secara otomatis
penghematan waktu. McDonald's menjanjikan, entah benar atau tidak, begitu gelas penuh, mesin penggoreng kentang yang akan berbunyi begitu
bahwa pergi dan makan di McDonald's lebih hemat waktu ketimbang kentang renyah, mesin pembayaran yang terprogram yang membuat kasir
makan di rumah. Kalkulasi waktu ini juga meruapak kunci sukses sistem meminimalkan penjumlahan, dan yang segera menyusul adalah robot
home-delivery (pesanan diantar ke rumah) McDonald's. Beberapa restoran pembuat hamberger. Semua teknologi ini menjanjikan kerja yang lebih
cepat saji mengkombinasikan kalkulasi waktu ini dengan uang. Misalnya terkontrol di restoran cepat saji.
Pizza Hut (tidak di semua tempat/kota) menjanjikan pesanan pan pizza
akan sampai dalam 5 menit atau pizza itu menjadi milik Anda tanpa perlu Irasionalitas Masyarakat Rasional
membayar.
Prisip-prinsip McDonald's adalah komponen dasar sistem masyarakat
Ketiga, McDonald's menawarkan kepada kita keterprediksian. Kita tahu modern yang rasional. Ritzer menunjukkan bagaimana sistem yang
bahwa Big Mac yang kita makan di Malioboro Mall akan sama isi dan rasional ini sebenarnya penuh dengan irasionalitas.
rasanya dengan apa yang akan kita makan di New York atau Chicago. Kita
47 48
Meningkatnya layanan home-delivery di Jepang misalnya, bukannya Di ranah kajian budaya glokalisasi berarti munculnya intepretasi produk-
meningkatkan efisiensi, tetapi malah membuat jalan raya dipenuhi mobil- produk global dalam konteks lokal yang dilakukan oleh masyarakat dalam
mobil pengantar pesanan dan membuat meningkatnya kemacetan. Contoh berbagai wilayah budaya. Interpretasi lokal masyarakat tersebut kemudian
lain, karena kantor-kantor dipenuhi dengan mesin-mesin penjawab dan juga membuka kemungkinan adanya pergesaran makna atas nilai budaya
pengatur lalu-lintas telepon, kini untuk menghubungi seseorang kita harus dari satu tempat ke tempat lain. Contoh yang paling gampang adalah,
melewati banyak sekali nomor. bagaimana restoran siap saji di Amerika atau Eropa masuk dalam golongan
restoran junk-food yang dikonsumsi oleh kelas pekerja atau pelajar, di
Penggantian manusia dengan mesin dengan dalih efisiensi juga bisa Indonesia hadir sebagai tempat yang elit dan eksklusif. Itu artinya, ada
dipertanyakan: efisien untuk siapa? Dalam kasus mesin ATM misalnya, kita interpretasi dan cara pandang berbeda dari masyarakar Indonesia dan
bisa melihat dari perspektif pemilik bank bahwa ini berarti mempekerjakan Amerika/Eropa dalam mengkonsumsi makanan siap saji.
orang dengan tanpa dibayar (yaitu konsumen yang diposisikan sebagai
pengganti teller). Dari perspektif ini akhirnya konsumenlah yang harus Salah satu medium yang digunakan dalam proses glokalisasi adalah
melakukannya sendiri; melakukan transaksi, mengambil nota, menghitung bahasa. Bahasa mampu mendekatkan emosi hingga produk global terasa
uang dsb. lokal. Sebuah tayangan telenovela Amerika latin yang membuat ibu-ibu
Indonesia setia menonton tidak berarti para ibu itu tertarik dengan budaya
Termuat di Newsletter KUNCI No. 5, April 2000 Amerika Latin. Tetapi sebenarnya sebagian besar telenovela itu
mengandalkan konflik keseharian manusia, dari perebutan warisan,
perselingkuhan, hingga persaingan bisnis.
Glokalisasi
Tahun 1996 pemerintah Indonesia pernah mengeluarkan peraturan agar
Oleh M. SHOLAHUDDIN meng-Indonesiakan istilah-istilah asing. Coca-cola, misalnya, harus
mengubah slogan Always, menjadi Selalu. Atau film-film berbahasa asing
harus didubbing ke dalam bahasa Indonesia. Ini justru mempercepat
sosialisasi produk global di pasar Indonesia. McDonald pernah
Ide globalisasi ditemukan dalam jurnal-jurnal bisnis pada akhir 1960-an dan
mengeluarkan produk-produk yang nuansa lokalnya sangat kental,
awal 1970-an. Ide ini diyakini akan membawa manusia berada pada era di
misalnya McSatay, McRendang atau Bubur Ayam McD.
mana kehidupan sosial ditentukan oleh proses global, zaman di mana
garis-garis batas budaya nasional, ekonomi nasional dan wilayah nasional Termuat di Newsletter KUNCI No. 11, Februari 2002.
semakin tidak ada. Globalisasi memang sangat erat kaitannya dengan
ekonomi internasional, yang memberi pengaruh besar pada kebudayaan
dan gaya hidup. Salah satu konsep yang turut berkembang bersama
globalisasi adalah glokalisasi. Mediasi: Fakta Pasca hegemoni
Oleh R. KRISTIAWAN
Sederhananya, glokalisasi adalah penyesuaian produk global dengan
karakter pasar (lokal). Jadi, glokalisasi menjadi strategi yang muncul
sebagai kritik terhadap konsep perdagangan bebas neoklasik, yang tidak
lagi menspesialisasikan sebuah negara dalam satu produk sesuai dengan
Pada suatu senja cerah di sebuah warung makan tepi selokan Mataram
potensinya. Karena itu para produsen mengkondisikan sebuah negara
(pasar) agar berada dalam satu latar belakang sosial-budaya yang sama Yogyakarta, segerombolan anak muda tampak ribut mengobrol. Dandanan
dengan negara yang lain. Misalnya, Coca-cola atau McDonald mereka seperti layaknya anak metropolis. Yang cewek berkaos ketat
menggunakan artis lokal seperti Sheila on 7, Padi, Jamrud dan Krisdayanti lengan mepet hingga seluruh ubuhnya tampak penuh sementara para
cowoknya pakai jeans dengan berbagai asesori. Sambil ngobrol, mereka
sebagai bintang iklan untuk mendekati pasarnya di Indonesia
menikmati ayam goreng. Warung itu secara geografis tidak istimewa.
Namun penampilan warna telah membedakannya dengan warung makan
49 50
Yogya pada umumnya. Dinding warung itu dicat kuning berbaur merah. Salah satu inti pemikiran Gramsci adalah terciptanya ketaatan moral,
Lampunya juga terang benderang seperti mall. Di depan warung itu intelektual dan afektif karena dikehendaki oleh kekuatan struktur ekonomi
terpampang board cukup mencolok: Kentuku Fried Chicken. dan politik. Dalam konteks peradaban modern, kebudayaan dominan
dengan demikian merupakan hasil penaklukan kapitalisme terhadap
Beberapa waktu terakhir, Yogyakarta disemarakkan dengan hadirnya aktivitas kebudayaan manusia. Bahkan jika dibandingkan dengan aparat
rumah makan (tepatnya warung makan) khusus ayam goreng. Namanya modernisme yang lain--militer, birokrasi, dan borjuasi lokal--kapitalisme
lucu-lucu dan bermacam-macam. Ada Yogya Fried Chicken, Kentuku Fried tetap menjadi ujung tombaknya. Gramsci melihat secara kritis bahwa
Chicken, dll Warung itu bisa hadir di mana-mana. Bisa di tepi jalan besar kekuatan struktur ekonomi dan politik itu akan semakin meminggirkan
atau juga menjorok masuk kampung. Kalau diamati, secara simbolik ekspresi yang tidak berada di dalam jaringan penaklukan. The winner takes
perilaku mereka mengacu pada satu tema yaitu franchise ayam goreng all.
Amerika semacam McDonald atau Kentucky Fried Chicken. Lihat saja
bagaimana mereka memilih nama warung yang cenderung memlesetkan Dalam konteks hubungan antar negara, konsep Gramsci itu mempengaruhi
perusahaan asing sampai bagaimana mereka mendesain tempat dan munculnya teori imperialisme budaya seperti yang pernah dilontarkan ahli
memilih warna. Warna warung biasanya warna cerah didominasi merah, komunikasi Belanda Cees Hamelink. Melalui jembatan pembangunanisme,
biru cerah dan kuning : warna Amerika. Tampilan ayam gorengnya sepintas Barat telah melakukan penetrasi besar-besaran dalam kehidupan ekonomi
sama dengan ayam goreng impor. Daging ayam itu digoreng garing dengan negara dunia berkembang hingga berujung pada globalisasi saat ini. Relasi
selimut tepung. dalam globalisasi adalah manifestasi ekspansi ekonomi transnasional
dalam semangat dasar kapitalisme. Kepentingannya beragam mulai dari
Kira-kira delapan tahun lalu, saat masyarakat terkena demam sepeda penaklukan ekonomi sampai ekspanasi pasar. Karena ekspansi ekonomi
gunung ala Amerika, orang Yogya malah ramai-ramai berburu sepeda unta dan politik inheren dengan ekspansi kebudayaan, maka tikda bisa tidak
dari Prambanan dan Gunung Kidul kemudian menyulapnya menjadi sepeda kebudayaan akan cenderung mendukung kebijakan ekonomi dan politik itu.
'kota' berwarna metalik cerah seperti sepeda gunung. Biasanya pada
malam Minggu, rombongan sepeda itu akan memenuhi jalanan utama Ambil contoh bagaimana simbol-simbol kemakmuran seperti handphone
Yogyakarta. Tak ketinggalan para pengendaranya menyertakan seragam dan McDonald telah menghinggapi sebagian besar kelas perilaku
kain sorjan lurik Pasar Beringharjo dan helm mandor jaman Belanda. menengah Asia Tenggara pertengahan 90-an seiring dengan orientasi
Dengan penuh percaya diri mereka membunyikan bel sepanjang jalan pertumbuhan ekonomi mashab neoklasik seperti yang pernah diulas oleh
sambil tertawa ramai-ramai. Richard Robison dalam New Rich in Asia (1994). Selain itu muncul pula
gejala dimana dipakainya secara besar-besaran simbol-simbol kebudayaan
Dari dua fakta menarik itu, saya sejenak menjadi tidak mengidolakan negara maju karena mitos kemakmuran cenderung membuat orang
Gramsci dan bertanya: Benarkah hegemoni ada? Saat membaca Selection melakukan aktivitas kebudayaan menurut citra kemakmuran itu. Kadang
from the Prisoner's Notebooks (1979) tiga tahun lalu, saya terkesima pada tidak rasional secara material. Ayam goreng McDonald menjadi laris manis
halaman 21 saat Antonio Gramsci mengulas dengan terang bagaimana dan punya image tinggi bukan karena substansi material yaitu kelezatan
hegemoni bisa terjadi saat instrumen koersif dan instrumen ideologis sudah ayamnya tetapi terlebih karena simbol kelas McDonald itu membuat
dipegang penguasa. Apalagi saat Joseph V. Femia lewat Gramsci's konsumen mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari golongan kelas atas
Political Thought (1981) semakin memperjelas pikiran Gramsci yang agak pada saat mereka mengkonsumsi ayam itu. Bukan lagi konsumsi material
rumit itu, saya menjadi semakin terkesan pada konsep aktivis partai yang penting namun konsumsi simbol yang berhubungan dengan mitos
komunis asal Sardinia itu. Ditambah lagi saat beberapa pemikir cultural identitas dan kenyamanan kelaslah yang menjadi pertimbangan konsumsi.
studies mencangkok ide hegemoni dalam konteks kebudayaan modern Padahal, lihat saja betapa tidak kayanya bumbu ayam McDonald dibanding
dalam relasinya dengan kapitalisme, konsep hegemoni yang semula lebih Ny. Suharti. Paul Ricoeur bilang, selera dan estetika itu ideologis.
condong pada konteks politik militeristis (Italia) menjadi lebih kaya dan Parameter tentang keindahan dan kelezatan cenderung punya sentimen
tajam setelah dikontekstualisasikan dengan kuasa modal. mendukung kelas dominan.

51 52
Dalam cara pandang hegemonian, kebudayaan global akan bersifat tunggal dilihat dinamika budaya yang tidak sefrontal itu. Saat musik rap Amerika
karena watak kapitalisme yang monolitik. Seluruh ekspresi kebudayaan menjalar ke seluruh negeri, orang Indonesia khawatir musik domestik akan
termasuk ekspresi simboliknya akan mengacu pada ekspresi dominan hilang. Namun apa yang terjadi. Tidak dalam rangka menentang rap, Iwa K.
dalam nama pasar. Tidak ada celah lagi untuk menjadi independen secara malah melakukan terobosan dengan membuat rap dalam lirik bahasa
simbolik karena rekayasa elitis yang terlanjur disepakati oleh moralitas, Indonesia. Begitu juga saat banyak orang Jawa khawatir pada serbuan
kognisi, dan afeksi masyarakat bawah. Padahal ketiga faktor inilah yang musik pop, Jadug Ferianto dan Manthous malah membuat gamelan dalam
terpenting dalam memproduksi simbol. Kebudayaan lokal yang tidak tangga nada diatonis, tidak lagi pentatonis. Dalam struktur diatonis, lagu
marketable akan terpinggirkan karena desakan kultur asing yang sangat apapun dari negeri manapun akan bisa dibawakan dalam timbre gamelan
profit oriented. Pertanyaan kritis lalu muncul. Seberapa jauhkah masyarakat yang khas Jawa. Belakangan kedua tokoh Yogya itu menjadi tersohor
luas ( crowd ) akan menyerahkan identitasnya pada kekuasaan dominan? karena mampu mengahdirkan musik pop Jawa yang sinkretik dengan
Apakah masyarakat dengan begitu mudahnya akan bertindak sangat pasif Barat. Eddy Kempot dari Solo yang punya paradigma serupa bahkan
sehingga tidak mampu lagi melakukan resistensi? Dalam kaca mata tersohor di Suriname. Kasus ayam goreng Yogya, sepeda onthel, kaos
Gramsci, penguasa adalah sejenis makhluk super jenius yang dengan oblong Yogya juga ada dalam kerangka alur yang sama. Orang-orang itu
segala tipu daya bisa mematikan kesadaran resistensi masyarakat. Dalam bukanlah tokoh revolusioner dalam impian Gramsci yang akan menentang
kondisi hegemoni, orang tidak akan punya kekuatan kritis lagi. Semuanya segala bentuk ofensi. Mereka hanya memadukan segala unsur, dan itulah
serba pesimis. Apakah sesederhana itu? Soeharto pada pertengahan masa realitas politik kebudayaan pada umumnya. Ekspresi kebudayaan tidak bisa
orba sampai menjelang ajalnya tampil sebagai penguasa yang ditakuti. Ia-- disederhanakan ke dalam kotak apa pun termasuk kelas. Bahwa perspektif
seperti halnya Lee Kuan Yew--punya prinsip lebih baik ditakuti daripada kelas bisa membantu melakukan analisis itu benar. Namun
dicintai. Siapa orang yang berani terang-terangan menentang Soeharto menggantungkan analisis hanya pada satu instrumen kelas saja akan
waktu itu? Dalam tataran politik praktis mungkin tidak ada. Namun dalam sangat reduksionis dan dangkal. Kadang ekspresi tidak butuh ideologi.
ranah kultur keseharian, apakah Soeharto benar-benar absolut? Jawabnya Estetika bisa saja menjadi determinan.
tidak. Di tingkat bawah, orang sudah muak dan kemuakan itu muncul dalam
berbagai bentuk resistensi. Resistensi yang paling sederhana adalah Nah, lalu di manakah posisi media dalam konstelasi ini ? Menurut
humor. Subversi kecil-kecilan itu paling tidak akan memunculkan rasa paradigma hegemonian, media massa adalah alat penguasa untuk
bahwa mereka tidak terkuasai. Kita bisa melihat berapa banyaknya humor- menciptakan reproduksi ketaatan. Media massa seperti halnya lembaga
humor politik yang hidup subur di masyarakat dan cepat menyebar. sosial lain seperti sekolah dan rumah sakit dipandang sebagai sarana
Semuanya bernada kritis pada penguasa. Kondisi ini mirip Rusia pada ampuh dalam mereproduksi dan merawat ketaatan publik. Benarkah media
masa Kruschev. Kalau ekspresi politik resmi tidak bisa disalurkan, jalur massa hanya bersifat satu arah melayani kepentingan ekonomi ? Tidak.
kultural siap menampungnya. Dalam banyak kisah sejarah terbukti, Bahkan istilah media mungkin perlu digeser menjadi mediasi karena di
hegemoni tidak pernah ada. Gramsci dan raja Mataram sama gagalnya. sanalah segala macam simbol dari berbagai latar identitas budaya bisa
Kekuasaan yang bulat utuh hanyalah ilusi Hamengkubuwono yang hanya saling bertemu. Hasil interaksi antar simbol itu akan bersintesis dan
bisa mengatupkan kedua ibu jarinya--saat posisi resmi--membentuk bulatan menemukan bentuk ekspresi baru. Bentuk baru itu ada dalam spektrum
kosong sebagai lambang dunia yang bisa ia pegang. Buktinya, Mataram yang amat luas dan tidak melulu hegemonik. Contoh-contoh di atas adalah
tidak pernah benar-benar menguasai seluruh dunia. Soeharto pun tidak buktinya. Mediasi terasa lebih kaya dan jernih dibanding hegemoni. Namun
pernah menelan Indonesia secara bulat-bulat. Masih ada serpihan resisten perlu dicatat, seluruh ekspresi itu tidak bisa lepas dari jual beli.
di sana-sini bahkan saat kekuasaan tampil dengan pongah.
Termuat di Newsletter KUNCI No. 8, September 2000
Dalam dunia kebudayaan populer perdebatannya semakin ramai. Kalau
diambil asumsi bahwa globalisasi--wajah lain dari kapitalisme internasional-
-telah melakukan penetrasi kultural ke segala mata angin dunia, maka
seharusnya ekspresi kebudayaan dunia akan bermuka tunggal dalam satu
kontrol. Tapi rumus hegemonian itu tidak sepenuhnya bekerja dengan baik.
Cara padang ofensi versus resistensi terasa terlalu sederhana apabila
53 54
Inkorporasi/Komodifikasi membuat perilaku pembacanya cenderung menjadi apolitis, konsumtif, dan
hedonis.
Oleh ANTARIKSA
Komodifikasi

Kapitalisme adalah sebuah sistem yang memproduksi komoditas-


Suatu analisis ideologi atas kebudayaan mendasarkan dirinya pada komoditas, dan secara natural penciptaan komoditas adalah inti dari
pengertian ideologi sebagai proses produksi makna. Ideologi tidak dilihat praktek ideologi kapitalisme. Kita memahami keinginan-keinginan dalam
sebagai seperangkat ide atau cara berpikir, tepi sebagai kekuatan politik kerangka komoditas-komoditas yang diproduksi berkaitan dengannya. Kita
aktif dalam kebudayaan, tapi dilihat sebagai suatu praktek sosial, sebagai juga belajar untuk memikirkan masalah-masalah kita dalam kerangka
cara untuk membuat sesuatu bermakna. komoditas-komoditas yang dikonstruksikan dapat memecahkan masalah
Dua konsep utama dalam analisis ideologi yang akan kita bahas kali ini kita.
adalah inkorporasi dan komodifikasi.
Jadi masalah kematangan dan kedewasaan bagi perempuan misalnya,
Inkorporasi telah dikerangkakan dalam term rok kerja, buku masakan, potongan
rambut, kosmetik dsb.; masalah efektivitas dan produktivitas juga telah
Inkorporasi merujuk kepada suatu proses sosial dimana kelas yang dikerangkakan ke dalam term hand/mobile phone, laptop, kartu kredit dsb.
dominan mengambil elemen-elemen kebudayaan kelas subordinat dan Di koran-koran kita juga melihat bagaimana kesadaran keluarga akan
menggunakannya untuk memperkuat status quo. Mula-mula kelas yang lingkungan telah dikerangkakan ke dalam konsumsi atas rumah-rumah
dominan menginkorporasikan sifat-sifat perlawanan kelas subordiat ke mewah di pinggiran kota atau di daerah pengunungan, yang berhalaman
dalam ideologi dominan untuk selanjutnuya menghilangkan sifat-sifat luas, dipenuhi tanaman dsb. Sesungguhnya mereka bukanlah keluarga
perlawanan itu. yang sadar lingkungan, tetapi keluarga yang komsumtif dan
terkomodifikasi.
Kembalinya perilaku generasi '60-an (dalam pakaian, musik, makanan, dan
kesadaran sosial) adalah contoh inkorporasi. Gerakan sosial dekade '60- Contoh: Che, Si Trendi
an, mulai dari menentang rasisme, menentang perang Vietnam, dan
demonstrasi mahasiswa anti-pemerintah, semuanya direduksi hanya Nama Ernesto Che Guevara, disingkat Che, dulu identik dengan
kedalam fesyen, gaya musik, dan tren kesadaran lingkungan. Tidak ada perjuangan gerilya, oposisi radikal, dan gerakan sosialisme revolusioner.
kesadaran bahwa, misalnya, bahwa gerakan itu menyebabkan terbunuhnya Kata dulu perlu diberi penekanan. Sebab sejak kebangkitannya di awal '90-
4 mahasiswa oleh tentara dalam sebuah demonstrasi di Unversitas Kent an (ia mati tahun 1967), simbol Che cenderung identik dengan simbol
State (John Fiske: 1990). Perlawanan politik dari dekade itu telah bintang pop.
dileburkan dan diinkorporasikan ke dalam ideologi dominan.
Ini adalah contoh yang bagus untuk melihat bagaimana inkorporasi bekerja,
Awalnya rock & roll bagi fansnya juga punya makna perlawanan, tetapi dimana makna figur Che secara revolusioner dibalikkan oleh ideologi yang
kemudian diinkorporasikan ke dalam gerakan ekologi dan antipolusi. dominan, dilemahkan dan diambil kekuatan perlawanannya untuk
Dengan begitu inkorporasi telah menopengi fakta bahwa kapitalisme adalah keuntungan status quo.
penyebab utama terjadinya polusi.
Simaklah juga majalah HAI atau tabloid MUMU yang beberapa kali
menampilkan wawancara atau artikel bertema politik tentang Iwan Fals, Di negara-negara pro-Amerika (tentu termasuk Indonesia), sebelum tahun
Rage Against the Machine, punk, atau The Doors. Ini juga adalah '90-an, simbol Che dikonstruksikan sebagai musuh ideologis negara; ia
inkorparasi untuk memanipulasi fakta bahwa mereka adalah media yang dilekatkan dengan kekerasan, revolusi yang brutal dan memakan banyak
korban, gerakan kiri dan komunisme, dan dikaitkan dengan kemiskinan dan

55 56
ketertinggalan ekonomi (sampai kini dalam ekonomi internasional Kuba mematikan sistem pengetahuan lainnya yang selalu diidentikkan dengan
masih terisolasi). keterbelakangan, takhyul, irasional, dan kebodohan. Dalam tulisan ini, dua
doktrin sains ini akan dikaji ulang.
Sekarang para pemegang otoritas ekonomi dan budaya mengolah citra
Che menjadi ikon yang bisa diperdagangkan secara internasional. Citra Apakah sains itu? Dalam makna generiknya, sains selalu dikaitkan dengan
leftist Che kini diartikulasikan sebagai kegagahan dan ketrendian, Che upaya manusia untuk mencari tahu tentang suatu fenomena. Cara mencari
diolah menjadi ikon subversif yang digemari anak muda. Pendeknya Che tahu ini tidak lepas dari proses interpretasi manusia terhadap fenomena
bisa dipakai untuk menjual apapun, mulai musik, bir, stiker, dan jam, hingga tersebut. Dari pemahaman inilah dibentuk sebuah sistem pengetahuan
foto, buku, film, dan materi kuliah. Pendeknya Che yang sekarang telah yang meliputi obyek pengetahuan, metode, dan model interpretasi. Pada
dikemas dalam versi butik. dasarnya, inti dari suatu sistem pengetahuan adalah aktivitas representasi
di mana pengamat (saintis) menginterpretasi gejala-gejala alam yang
Termuat di Newsletter KUNCI No. 5, April 2000 kemudian dimodelkan ke dalam bahasa sains (yang dalam sains moderen
menggunakan model matematik). Satu hal yang perlu dicermati disini.
Suatu obyek pengetahuan hanya dapat eksis melalui representasi. Proses
Perlahan adalah Kecepatan yang Baru interpretasi dan representasi ini tidaklah terjadi begitu saja secara obyektif
di mana saintis dengan serta merta "menemukan" sesuatu seakan-akan
Oleh SULFIKAR AMIR obyek pengetahuan itu sudah ada sebelumnya.

Obyek pengetahuan itu adalah hasil konstruksi interpretatif saintis melalui


bahasa sementara bahasa itu sendiri memiliki keterbatasan. Obyek
Pemahaman populer tentang sains selalu berkisar pada cerita-cerita pengetahuan itu menjadi seakan-akan nyata karena dia berhubungan
kejeniusan para saintis serta "temuan-temuan" mereka yang dirangkum langsung dengan sesuatu yang sifatnya konkrit di mana metodologi ilmiah
dalam rumus-rumus dan bagaimana "temuan-temuan" tersebut merubah (logika-empirisme) memungkinkan terjadinya perulangan realitas
dunia ekonomi-material dan, pada level tertentu, dunia sosial-simbolik di (regularitas) melalui praktek simulasi, manipulasi, dan kontrol.
mana manusia berada. Cerita-cerita tentang perkembangan sains selalu
berfokus pada individu-individu seolah-olah gagasan-gagasan brilian dari ***
sang saintis datang begitu saja dari dalam kepala saintis dan keluar
menjadi rumus-rumus matematik yang rumit yang hanya bisa dimengerti Berangkat dari pemahahaman ini, mari kita menengok ke penjelasan
oleh yang memiliki kejeniusan yang setingkat. Tanpa mengurangi peran teoritis tentang konstruksi kultural sains dari Timothy Lenoir yang
individual para saintis yang telah merubah dunia ini, tulisan ini mengajak merupakan antitesa terhadap sosiologi sains yang dikembangkan oleh
untuk melihat sains dan pengetahuan yang dihasilkannya sebagai suatu Robert Merton dan Joseph Ben-David. Secara garis besar, sosiologi sains
proses kultural. versi Merton dan Ben-David berlandaskan pada dua gagasan. Pertama
adalah realisme, yakni keyakinan bahwa kita berada pada dunia yang diisi
Satu alasan kuat mengapa kita perlu melakukan penelaahan sains secara oleh obyek-obyek riil dan kebenaran yang dibangun oleh sains memiliki
kultural adalah untuk melakukan demistifikasi sains yang terlalu ketat oleh korelasi langsung dengan realitas dunia ini. Kedua adalah obyektivitas,
dogma keilmiahannya seakan-akan dia senantiasa bebas nilai. Pernyataan yakni keyakinan bahwa fakta-fakta obyektif mengenai realitas dunia itu
sains sebagai bebas nilai berimplikasi pada doktrin bahwa sains adalah hadir dan bebas dari interpretasi manusia (independent reality). Dari
netral dan bersifat universal. Netral dalam arti dia tidak berpihak kepada pamahaman atas dua gagasan ini, Merton dan Ben-David mengasumsikan
siapapun dan lepas dari berbagai kepentingan ekonomi dan politik. proses sains sebagai proses akumulatif dan tumbuh secara terus menerus
Universal dalam arti dia berlaku di mana saja melewati batas geografi, dalam mencari kebenaran secara linear. Selain itu, pengetahuan yang
sosial, budaya, ekonomi, politik. Tetapi dibalik dua doktrin inilah sains dihasilkan oleh sains lepas dari konteks produksi dan kondisi reproduksi
moderen melakukan hegemoni sistem pengetahuan secara global dan dan distribusinya.

57 58
Bagi Lenoir, ketiadaan kepentingan (disinterestedness) dan otonomi Referensi
(autonomy) sains seperti yang dilontarkan Merton dan Ben-David sukar • Ben-David, J. (1991). Scientific Growth: Essays on the Social Organization and
diterima. Kedua gagasan itu tidak lebih dari idealisasi yang secara artifisial Ethos of Science, Berkeley: University of California Press.
diberikan kepada individu yang terkait dengan proses konstruksi • Lenoir, T. (1997). Instituting Science: The Cultural Production of Scientific
Disciplines, Stanford: Stanford University Press.
pengetahuan. Menentang konsepsi Merton dan Ben-David, menurut Lenoir,
• Merton, R. (1973) The Sociology of Science, Chicago: The University of Chicago
pengetahuan yang dihasilkan oleh sains selalu terkait erat dengan situasi di Press.
mana dia berada, serta bersifat lokal dan parsial. Ini didasarkan pada
kenyataan bahwa proses konstruksi pengetahuan sangat dipengaruhi oleh SULFIKAR AMIR, Mahasiswa program PhD pada Department of Science and Technology
relasi yang kuat antara obyek pengetahuan dan pengamat (saintis). Bagi Studies, Rensselaer Polytechnic Institute Troy, NY Amerika Serikat. Email: amirs3@rpi.edu
Lenoir, seperti yang dijelaskan di atas, pengetahuan adalah suatu bentuk
interpretrasi yang melibatkan ikatan terhadap dunia yang bersifat
sementara, bukan proses kontemplatif yang lepas dari berbagai konteks.
Dengan demikian adalah logis jika mengatakan bahwa pengetahuan sudah
tentu sarat dengan berbagai kepentingan. Kacamatamu dan Kacamataku:
Menguji Teori Secara Pragmatis
Untuk menjelaskan bagaimana pengetahuan bermuatan kepentingan, Oleh MARTIN SLAMA
Lenoir mengajak kita untuk melihat produksi pengetahuan sebagai suatu
praktek kultural. Dalam proses pengetahuan, saintis tidak pernah lepas dari
dua faktor yang melingkupinya, yakni kognitif dan sosial sebagai
konsekuensi dari keberadaanya sebagai manusia berfikir dan berinteraksi.
Faktor kognitif dan faktor sosial inilah yang mempengaruhi secara kuat Kebanyakan pembaca KUNCI, saya kira, adalah mahasiswa ilmu-ilmu
proses interpretasi saintis terhadap suatu obyek pengetahuan. Melalui sosial-budaya dan orang yang berminat pada perkembangan kebudayaan
faktor kognitif, saintis melakukan pengamatan terhadap suatu obyek secara secara umum yang sering juga punya pendidikan akademis. Dengan
interpretatif. Sementara dalam faktor sosial, saintis selalu terkoneksi demikian mereka pernah disentuh oleh apa yang disebut "teori". Entah di
dengan kerangka sosial ekonomi di mana dia berada. Dari dua faktor ini, ruang kuliah ketika si dosen memperkenalkan teori ini atau itu, entah pada
Lenoir berkesimpulan bahwa konstruksi pengetahuan dapat dikatakan waktu membaca buku yang juga "berteori" (apakah secara terbuka atau
sebagai suatu upaya untuk melegitimasi suatu versi realitas yang diterima tidak) atau memang pada waktu membaca KUNCI sendiri. Apalagi
oleh kelompok sosial dimana saintis itu berada. kebanyakan pembaca Kunci pada suatu saat harus menulis serius tentang
kebudayaan, apakah pada waktu menulis skripsi di bidang ilmu-ilmu sosial
Dari analisis konstruksi pengetahuan secara mikro, Lenoir melanjutkan atau, misalnya, untuk mempersiapkan makalah untuk suatu seminar atau
analisisnya ke tingkat makro. Pada tingkat ini, Lenoir menunjukkan pertemuan ilmiah lain.
bagaimana perkembangan sains dikelilingi oleh kepentingan-kepentingan
sosial, ekonomi, dan politik secara lebih luas. Dalam analisis ini, sains Kesulitan yang sering muncul pada titik itu adalah menghubungkan apa
mengalami fragmentasi atas berbagai disiplin yang saling berhadapan satu yang ditulis oleh orang lain--biasanya si ilmuwan terkenal--dengan tulisan
sama lainnya. Setiap disiplin (fisika partikel, biologi molekuler, kimia diri sendiri. Untuk dapat menangani kesulitan itu perlu kita periksa
organik, dsb) memiliki sistem logika dan model institusi serta struktur bagaimana kita memandang "si teori itu". Maksud saya, apakah kita
kekuasaan masing-masing. Di sini Lenoir melihat relasi antara kekuasaan cenderung melihat teori sebagai "puncak penciptaan" ilmu-ilmu sosial yang
dan pengetahuan yang berada dalam disiplin tersebut. Tetapi struktur harus dihafalkan secara kaku atau sebagai sesuatu yang bisa digunakan,
kekuasaan disiplin-disiplin tersebut tidaklah otonom melainkan tunduk pada dipakai saja; apakah kita melihat teori sebagai suatu "budaya adiluhung"
kekuasaan yang lebih besar, yakni kekuasaan ekonomi dan politik. Dan di yang perlu dipelihara tetapi lebih baik tidak disentuh karena takut
sinilah letak seluruh agenda sains dibuat (seolah-olah) atas nama melakukan kesalahan, ataukah sebagai alat yang dapat mengembangkan
kebenaran ilmiah. pikiran dan tulisan diri sendiri. Seorang sastrawan Perancis, Charles
Baudelaire (kalau saya tidak salah ingat), pernah menggunakan gambar
59 60
sebagai berikut: dia mengatakan bahwa bukunya sepantasnya dianggap Nah, di sini kita punya suatu teori, suatu kacamata untuk dapat melihat
seperti kacamata yang sebaiknya dilepas saja kalau tidak punya gunaan identitas kolektif utama dalam abad ke-19 dan ke-20 yaitu identitas
lagi untuk sang pembaca; dalam konteks kita itu berarti teori adalah nasional. Dengan mengarahkan perhatian kita ke media cetak, Anderson
kacamata yang dapat memperlihatkan dunia dengan pandangan tertentu. juga menunjukkan bahwa identitas nasional itu bukan sesuatu yang
Itu saja. alamiah, yang sudah ada selama-lamanya (seperti sering diutamakan oleh
ideologi-ideologi nasionalis), tetapi merupakan sesuatu yang baru dapat
Saya rasa sudah jelas bahwa dalam tulisan ini saya mau mengusulkan dibayangkan dengan adanya teknologi cetak sebagai pengedar gagasan
pengertian yang terakhir ini mengenai teori, yaitu teori sebagai alat atau bangsa sekaligus bukti untuk kemungkinannya (tidak ada perbedaan antara
kacamata yang ada untuk dipakai secara pragmatis (pragma, kata Yunani pembaca koran tertentu di Yogya dan di Medan, misalnya; mereka adalah
itu, berarti 'aksi' atau 'tindakan') yaitu untuk berbuat sesuatu dengannya. satu komunitas).
Apalagi saya--setelah sepuluh bulan tinggal di Yogya--melihat bahwa
pendekatan yang pragmatis itu terhadap teori kurang dipraktekkan di Setelah kita sudah memahami inti teori Anderson mengenai nasionalisme,
kalangan terpelajar di kota pelajar ini yang sering, misalnya, mengakibatkan saya mau menunjukkan bagaimana teori itu digunakan oleh seorang
kemacetan dalam menulis skripsi. Sering juga sang pencipta teori disebut ilmuwan lain yang bernama Arjun Appadurai dalam bukunya Modernity at
saja supaya orang (atau dosen) tahu bahwa si penulis "tahu" atau paling Large. Cultural Dimensions of Globalization (1996). Antropolog asal India
tidak pernah dengar; teori tidak dipakai untuk mengetahui suatu hal itu--seperti dapat dilihat dari judul bukunya--bukan hanya tertarik pada
sehingga tidak menghasilkan pengetahuan, melainkan hanya ulangan fenomena nasionalisme, melainkan dia mencoba mengerti apa yang
(tetap seperti di sekolah dimana "ujian" disebut "ulangan"). Apa yang saya dewasa ini disebut dengan globalisasi budaya, yaitu fenomena kebudayaan
maksudkan dengan menggunakan teori secara pragmatis, saya mau yang tidak terikat kepada negara-bangsa lagi. Meskipun demikian, pikiran
menjelaskan lebih mendalam melalui suatu contoh. Anderson mengenai nasionalisme tetap berperan penting dalam tulisan
Appadurai. Kenapa? Kita baca dulu apa yang dikatakannya: Appadurai
Imagined Communities, buku Ben Anderson itu (cetakan kedua dengan melihat bahwa dewasa ini dunia media dan teknologi informasi sangat
bab-bab baru: 1991), boleh dikategorikan sebagai suatu studi klasik yang bervariasi. Selain media cetak ada radio, televisi, film, kaset, video, VCD
"wajib" dibaca oleh orang yang berminat dalam ilmu-ilmu sosial dan hingga internet. Kebanyakan dari media/teknologi yang baru atau relatif
kebudayaan (yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pula). baru itu tidak lagi ditujukan kepada pasar dalam negeri, melainkan mengalir
Anderson dalam bukunya menawarkan suatu gagasan pokok untuk dapat kepada konsumen/penggunanya yang secara geografis dan/atau politis
menjelaskan apa yang disebut nasionalisme. Dia bertanya mengapa orang hidup berjauhan; atau sebaliknya media/teknologi itu ditemukan dan
yang belum pernah bertemu bisa merasa sama, merasa bersaudara, digunakan oleh orang yang pada awalnya tidak diperkirakan sebagai
misalnya sebagai orang Indonesia, Inggris atau India dan seterusnya. pengguna (misalnya di Australia sekarang ada stasiun televisi yang
Karena itu persaudaraan ini--kalau tidak bisa dialami langsung--harus dapat dikelolah oleh orang Aborigin). Singkat kata: negara tidak lagi merupakan
dibayangkan dulu. Apa itu yang memungkinkan bayangan yang kerangka utama untuk media.
menyeberang lingkungan sosial setempat adalah pertanyaan berikut
dengan jawabannya bahwa apa yang memungkinkan "komunitas- Setelah pengamatan itu yang sudah "dibimbing" oleh pikiran Anderson,
komunitas terbayang" itu adalah media cetak dengan koran, majalah dan Appadurai melakukan langkah berikutnya dalam jalur yang sama dengan
buku sastranya yang baru pada akhir abad ke-19 muncul di Hindia-Belanda bertanya: kalau dulu media cetak mendukung identitas nasional, identitas-
dan yang berfungsi menurut logika pasar, yaitu ada proses jual-beli supaya identitas apa yang didukung oleh media yang berperan global dewasa ini?
pihak pemilik media mendapat keuntungan; sehingga bisnis itu dinamakan Kemudian Appadurai menunjuk pada beberapa contoh dimana akibat
oleh Anderson "kapitalisme cetak" atau print capitalism. Memang, Anderson media global terlihat: teroris berpakaian seperti Silvester Stallone dalam
juga menawarkan faktor-faktor lain (transportasi massal, peta-peta yang film Hollywoodnya yang berjudul Rambo; ibu rumah tangga nonton
menunjuk pada batasan negara-bangsa, dll.) untuk perkembangan telenovela yang selalu membahas linkungan sosial utamanya yaitu
nasionalisme, tetapi kapitalisme cetak itu mendapat perhatian yang paling "keluarga"; dan dalam pertemuan keluarga Muslim orang mendengarkan
besar darinya. kaset dakwah dari seorang ulama yang tak pernah datang ke negerinya.
Contohnya masih banyak lagi (dan Appadurai bukan hanya tertarik kepada
61 62
identitas kolektif, melainkan juga kepada identitas perorangan), tapi yang sejak awal saya ingin berterus terang bahwa apa yang saja sajikan masih
dapat kita simpulkan adalah bahwa masalah identitas yang didukung oleh menyentuh bagian-bagian pinggirnya saja. Subjek yang saya pilih dalam
media global muncul di berbagai lapangan, misalnya teknologi informasi percakapan kali ini adalah kehidupan sebagian kalangan anak muda yang
menghubungankan seorang imigran dengan negara asalnya; agama berada di jalanan. Dalam kata lain, melihat kehidupan anak muda di jalan
sebagai identitas kolektif, yang sebenarnya sudah lama ada, baru-baru ini sebagai satu subkultur.
dapat dialami sebagai sesuatu yang transnasional oleh lebih banyak
pemeluknya; hingga budaya lokal--dimana pertanyaan "Siapakah kita?" jadi Sebuah subkultur selalu hadir dalam ruang dan waktu tertentu, ia bukanlah
sangat aktual--berhadapan dengan lalu lintas global yang terus menerus satu gejala yang lahir begitu saja. Kehadirannya akan saling kait mengkait
menawarkan petikan-petikan identitas dari bermacam-macam wilayah dengan peristiwa-peristiwa lain yang menjadi konteksnya. Untuk
dunia ini. Tanpa memperhatikan peran media global serta teknologi memudahkan kita memahami gagAsan mengenai subkultur anak muda
informasi, identitas kebanyakan orang dewasa ini tidak dapat dimengerti-- jalanan, maka saya akan memulai dengan satu upaya membuat peta
paling tidak itulah tesis Appadurai. antara hubungan anak muda dan orang tua serta kultur dominan sebagai
kerangkanya.
Beginilah contoh yang saya pakai untuk memperlihatkan penggunaan teori
secara pragmatis. Appadurai mengambil saja gagasan Anderson, yaitu Sekurang-kurangnya ada dua pihak yang -berkat dukungan modal yang
adanya hubungan antara media dan identitas kolektif sekaligus mengubah melekat pada dirinya- berupaya mengontrol kehidupan kaum muda, yaitu
dan menerapkannya untuk masa sekarang. Kalau kita juga tertarik pada negara dan industri berskala besar. Di Indonesia, pihak pertama yaitu
globalisasi budaya, kita bisa ikut berjalan dengan Appadurai dengan negara berupaya mengontrol kehidupan anak muda melalui keluarga.
menguji pikirannya: di Indonesia makin banyak orang nonton program Keluarga dijadikan agen oleh negara untuk sebagai saluran untuk
televisi yang diproduksi di luar negeri, serta film dan VCD; internet makin melanggengkan kekuasaan.
populer; anak kampung main di PlayStation; ada industri keparawisataan
mancanegara; orang Indonesia cari kerja di luar negeri, dll. Apa peran Melalui UU No. 10/1992 diambil satu keputusan yang menjadikan keluarga
media dalam kehidupan orang yang disentuh oleh lintas-lintas global itu? sebagai alat untuk mensukseskan pembangunan. Keluarga tidak hanya
Apa hubungannya dengan pembentukan identitas mereka? Pertanyaan dipandang hanya memiliki fungsi reproduktif dan sosial melainkan juga
seperti inilah yang bisa menjadi titik tolak suatu tulisan ilmiah serta fungsi ekonomi produktif. Pengambilan keputusan keluarga dijadikan alat
penelitian. Tetapi kalau cara berfikir Appadurai tidak menghasilkan jawaban
untuk mensukseskan pembangunan pada gilirannya membawa perubahan
yang memuaskan untuk apa yang kita teliti, kita cari saja kacamata yang
pada posisi anak-anak da.n kaum muda dalam masyarakat.
lain. Karena ada banyak teori. Dan satu alat tidak cocok untuk semua
pekerjaan...
Anak-anak dan kaum muda dipandang sebagai satu aset nasional yang
MARTIN SLAMA adalah mahasiswa Program S3 di Universitas Wina, Austria. Sekarang
berharga. Oleh karena itu investasi untuk menghasilkan peningkatan modal
menjadi peneliti tamu di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. manusia (human capital) harus sudah disiapkan sejak sedini mungkin.
Dalam hal tugas orang dewasa adalah melakukan penyiapan-peyiapan
Termuat di Newsletter KUNCI No. 9, Maret 2001 agar seorang anak bisa melalui masa transisinya menuju dewasa.
Akibatnya ada pemisahan yang jelas antara masa anak-anak dan masa
muda dengan masa dewasa. Adalah tugas orang tua untuk memberikan
Anak Jalanan dan Subkultur: Sebuah Pemikiran Awal pemenuhan gizi yang dibutuhkan, mengirim ke sekolah sebagai bagian dari
Oleh KIRIK ERTANTO penyiapan masa transisi.

Saya Shiraishi (1995) yang banyak mengamati kehidupan keluasga dan


masa kanak-kanak dalam masyarakat Indonesia mutakhir mengatakan
Dalam kesempatan ini, kita akan mempercakapkan gagasan mengenai
bahwa implikasi lebih lanjut dari gagasan keluarga modern itu pada
subkultur. Seperti kita kenali bersama, tema ini salah satu yang diabaikan
akhirnya menempatkan anak-anak sepenuhnya dibawah kontrol orang tua.
dalam perbincangan mengenai masyarakat Indonesia modern. Untuk itu
63 64
Orang tua menjadi kuatir bila anaknya tidak mampu melewati masa transisi untuk sementara saya batasi bagaimana corak mode kehidupan yang
dengan baik, misalnya putus sekolah, dan akan terlempar menjadi kaum ditampilkan oleh kaum muda yang besar di jalan yang kemudian bertumbuh
"TUNA" (tuna wisma, tuna susila dan tuna lainnya), kaum yang menjadi subkultur.
kehidupannya ada di jalanan. Kekuatiran ini bisa dilihat secara jelas dengan
streotipe mengenai kehidupanjalanan sebagai kehidupan "liar". Bukanlah Meninggalkan Rumah, Menanggalkan Masa Lalu
satu hal yang mengada-ada bila kemudian para. orang tua lebih memilih
untuk memperpanjang proteksi anak-anaknya untuk berada di dalam rumah Sebuah sebuah kategori sosial, anak jalanan bukanlah satu kelompok yang
sebab lingkungan di luar rumah dianggap sebagai"liar" dan mengancam homogen. Sekurang-kurangnya ia bisa dipilah ke dalam dua kelompok yaitu
masa depan anaknya. Pilihan untuk memperpanjang masa proteksi anak-
anak yang bekerja di jalan dan anak yang hidup di jalan. Perbedaan
anak inilah yang kemudian ditangkap sebagai peluang dagang oleh para
diantaranya ditentukan berdasarkan kontak dengan keluarganya. Anak
pengusaha. Belakangan ini dengan mudah kita bisa melihat berbagai yang bekerja di jalan masih memiliki kontak dengan orang tua sedangkan
produk atau media untuk membantu penyiapan masa transisi anak-anak. anak yang hidup di jalan sudah putus hubungan dengan orang tua. Dalam
Program televisi yang jelas menggunakan kata (televisi) PENDIDIKAN
tulisan ini, anak jalanan mengacu pada kategori anak yang hidup di jalan.
INDONESIA adalah salah satu contoh terbaiknya. Selain itu berbagai
media cetak juga mengeluarkan berbagai produk bagaimana menyiapkan
anak secara "baik dan benar" dalam rangka pengembangan sumber daya Seorang anak jalanan yang sudah hampir dua puluh tahun hidup di jalan
pembangunan. Para orang tua pada. gilirannya akan lebih mengacu pada menuturkan pengalamannya pergi dari rumah. Katanya waktu kecil ia
berbagai media itu sendiri dibandingkan pada peristiwa sehari-hari yang banyak ngeluyur dibanding sekolah, lebih banyak bermain dari pada
dialami oleh anaknya. belajar. Akibatnya, teman-temannya sudah naik ke kelas tiga ia masih saja
duduk dibangku kelas satu. Buat sebagian anak pergi ke sekolah tidaklah
selalu berarti pengalaman yang menyenangkan. Seorang anak lain N bila
Cara membesarkan anak yang diimajinasikan oleh negara dan pemilik mengingat sekolah maka yang muncul adalah gurunya yang galak dan
modal inilah yang kemudian menjadi wacana penguasa (master discourse) tubuhnya yang menjadi sasaran sabetan. Katanya: Waktu saya sekolah
untuk anak-anak Indonesia. Ia digunakan sebagai alat untuk menilai saya digebugin karena di sekolah saya goblog. Di bawa ke kantor
kehidupan keseluruhan anak dan kaum muda di Indonesia. Hasilnya seperti karena.sering nonton Th lalu disuruh membaca di papan tulis tidak bisa. Di
yang ditunjukkan Murray (1994) adalah mitos kaum marjinal: yang dari sabet badanku. Pak guru saya galak. Lalu saya keluar kelas tiga. Keadan
sudut pandang orang luar menggambarkan orang-orang ini sebagai massa
murid-murid bermasalah seperti itu biasanya dilaporkan oleh guru kepada
marjinal yang melimpah ruah jumlahnya dengan budaya kemiskinan dan
orang tua murid. Laporan itu bisa menjadi penyulut kemarahan orang tua.
sebagai lingkungan liar, kejam dan kotor ... sumber pelacuran, kejahatan Seperti yang dituturkan H: dan pak guru saya sering datang menemui
dan ketidakamanan. Murray tidaklah sendirian dalam memberikan adanya orang tua saya menceritakan keadaan saya. Saya dimarahi bapak tidak
dikotomi rumah dan jalan. Studi Siegel (1986), Saya Shiraishi (1990) dan
hanya dengan suara tetapi juga digebugi pakai sapu lidi sampai merah kaki
Jerat Budaya (1998) menunjukkan temuan yang sama. Studi Marquez (
saya Berbagai penyuluhan, berita TV dan radio secara bertubi-tubi telah
1998) mengenai kaum muda jalanan di Caracas menunjukkan bahwa anak mengajar para orang tua memlaui pembatinan bahwa anak yang baik
muda itu tidak secara pasif menerima begitu saja pandangan negatif dari adalah anak sekolahan. Karena itu wajar saja bila guru tidak mampu lagi
luar. Jalan raya bukanlah sekedar tempat untuk bertahan hidup. Bagi kaum mendidik anaknya, maka orang tualah yang akan meng(H)ajar anaknya.
muda tersebut jalanan juga arena untuk menciptakan satu organisasi
Hasilnya seperti H dan N lari meninggalkan rumah.
sosial, akumulasi pengetahuan dan rumusan strategi untuk keberadaaan
eksistensinya. Artinya ia juga berupaya melakukan penghindaran atau
melawan pengontrolan dari pihak lain. Ketika pertama kali hadir di jalan, seorang anak menjadi anonim. Ia tidak
mengenal dan dikenal oleh siapapun. Selain itu juga ada perasan kuatir bila
orang lain mengetahui siapa dirinya. Tidaklah mengherankan bila strategi
Bertolak dari gambaran sekilas di atas, saya akan menempatkan
yang kemudian digunakan adalah dengan menganti nama. Hampir semua
percakapan mengenai subkultur anak jalanan di Indonesia dalam titik anak yang saya kenal mengganti nama. Hal ini dilakukan untuk menjaga
potong antara dikotomi rumah dan jalan di satu sisi dan orang tua (kaum jarak dengan masa lalunya sekaligus masuk dalam masa kekiniannya.
dewasa) dengan anak muda di sisi lain. Fokus dari percakapan kali ini
65 66
Anak-anak mulai memasuki dunia jalanan dengan nama barunya. Anak- menikmati permainan judi karena melibatkan resiko dalam pertaruhan,
anak yang berasal dari daerah pedesaan menggganti dengan nama-nama ketrampilan serta konsentrasi dan bila memenangkan permainan, ada rasa
yang dianggap sebagai nama "modern" yang diambil dari bintang sinotren bangga menempati posisi puncak dari hasil permainan. Selain itujuga
atau yang yang biasa didengarnya misalnya dengan anam Andi, Roy dan mendapatkan uang yang relatif banyak.
semacamnya. Seorang anak yang bernama Mohammad kemudian
mengganti namanya menjadi Roni. Alasan yang diberikan karena Seorang dewasa yang sering memperhatikan dan bergaul dengan anak-
Mohammad adalah nama nabi. Nama itu tidak cocok dengan kehidupan di anak jalanan mengatakan bahwa jika dilarang untuk melakukan tindakan
jalan. karena yang dilakukan di jalan banyak tindakan haram. tertentu, maka anak-anak jalanan itu seperti disuruh. Apa pun akan
dilakukan untuk menentangnya. Katanya, itu bagian dari indentitas
Proses penggantian sebutan itu dengan sendirinya menunjukkan bahwa ia pembangkangan. Atau dalam kata lain menolak dianggap (anak) kecil
bukan sekedar pergantian panggilan saja tetapi juga sebagai sarana terus.
menanggalkan masa lalunya. Artinya ia dalah bagian dari proses untuk
memasuki satu dunia (tafsir) baru. Sebuah kehidupan yang merupakan Gaya Pakaian dan Dandanan Tubuh
konstruksi dari pengalaman sehari-hari di jalan.
Satu kali, H ( 12 tahun) mendapatkan uang cukup banyak dari hasil
Corak Mode Kehidupan Menolak Tetap (Anak) Kecil nyemirnya. Uang itu dibelikan kaos dan celana. jeans. Dengan pakaian
baru yang bersih itu kemudian pergi menyemir. Ternyata dengan pakaian
Anak jalanan menggunakan tubuhnya sendiri sebagai sarana. untuk bersih semacam itu, tak banyak orang yang mau menyemirkan sepatunya.
ekspresi diri sekaligus sub-versi. Pada tingkat permukaan ditunjukkan Berbeda dengan ketika ia memakai pakaian kotor, justru banyak orang
perbedaan-perbedaan oleh mereka sekaligus menegaskan pertentangan yang mau menyemirkan sepatunya. Hal ini menunjukkan adanya satu
dengan negara dan masyarakat sekitarnya (lihat Hebdige, 1979). Tubuh pertentangan, di satu sisi masyarakat umum menginginkan mereka tampil
dijadikan sumber produksi dan aktivitas komunikasi dan menjadi lokasi secara "bersih", namun bila tampil dengan cara semacam ini maka ia tidak
pengetahuan yang krusial bagi komunitas dan hal ini membantu mendapatkan uang yang cukup. Berbeda dengan bila ia menggunakan
tewrjadinya produksi makna bagi kelompoknya. Melalui pencarian dan pakaian kumal, orang tidak menyukai tetapi menghasilkan uang yang
tingkah laku yang berbeda itu secara sengaja anak jalanan menolak dan cukup.
mengejutkan kultur dominannya dengan mensub-versi nilai-nilai utamanya.
Situasi semacam itu menyebabkan anak-anak kemudian
Ketika mulai tumbuh lebih besar, menampilkan nilai-nilai kejantanan menggembangkan satu trend cara berpakaian yang cukup khas. Mereka
merupakan aspek yang vital bagi anak-anak jalanan. Mereka secara teratur kemudian lebih banyak mengadopsi cara berpakaian dari pengamen
mulai berpartisipasi menyusun konstruksi kejantanan dengan dewasa, turis asing atau dari film atau majalah yang dilihat. Salah satu
mendiskusikan berbagai peran yang dilakukan oleh anak lain serta yang cukup populer adalah gaya rasta yang disimbolkan melalui warna
mengomentari penampilarmya. Meski secara sosial mereka dikategorikan merah kuning dan biro dengan simbol daun ganja. Dan simbol itu
sebagai anak (kecil), hampir semuanya mengadopsi bentuk-bentuk ditampilkan di tato, di pakaian dan lainnya. Kata mereka rasta cocok
kedewasaan sebagai tanda pembangkanangan dari harapan-harapan yang dengan anak jalanan. Karena jalanan juga menciptakan orang kaya Bob
ditentukan oleh masyarakat. Mereka memainkan peran yang selama ini Marley. Nongkrong di jalan, menghisap ganja, main gitar. Anak jalanan
dijalankan oleh kaum dewasa yang ada di sekitarnya, menenggak minuman pengin seperti dia. Bukanlah satu hal mengherankan beberapa diantara
keras, ngepil, judi serta menggemari free sex. Kebiasaan-kebiasaan yang mereka juga menggunakan model rambut dreadlocks.
dianggap tidak cocok untuk dilakukan oleh anak justru dianggap mampu
membuat mereka merasa tumbuh dewasa dan menjadi jantan. Pilihan lain adalah memanjangkan rambutnya. Di Indonesia, rambut
panjang merupakan kebalikan dari model rambut para orang tua. Tidak
Judi, misalnya, merupakan permainan yang populer, meski dianggap ilegal banyak orang tua yang berambut gondrong. Gondrong merupakan citra
dan dimainkan di tempat-tempat tersembunyi. Rata-rata mereka mengaku anak muda. Selain itu dari pihak kemanan gondrong sering diasumsikan
67 68
sebagai preman. Bila tidak gondrong, sebagian diantaranya justru memilih Secara umum, tindakan semacam ini sering dikatakan sebagai penyalah
melicin tandaskan rambutnya. Artinya dari pilihan atas model rambutnya gunaan obat. Namun demikian, bila di tilik dari sisi lain akan terlihat
mereka tidak pernah sama dengan yang berlaku dalam masyarakat umum, sebaliknya. Dalam masyarakat modern, dengan mudah dikenali bahwa
potongan rambut yang rapi. Dalam kata lain untuk menunjukkan bahwa salah satu jalan keluar untuk mengatasi situasi-situasi yang menekan
merekalah yang mengontrol urusan rambut. individu adalah dengan penciptaan obat-obatan. Dengan demikian anak-
anak jalanan itu sungguh melakukan satu cara yang sudah disediakan oleh
Selain rambut, tatto merupakan satu bentuk lain dari cara menampilkan diri. sistem dalam masyarakatnya. Dalam hal ini ia betul-betul memanfaatkan
Sebagian anak melawankan tubuh yang bertatto dengan tubuh yang guna obat untuk mengatasi berbagai tekanan yang menimbulkan
"bersih". Meski dikalangan umum memiliki tatto disamakan dengan preman, ketegangan dalam diri. Alat untuk mencapai satu kondisi nyaman.
namun dikalangan anak jalanan ia memiliki makna yang berbeda.
Beberapa anak mengatakan bahwa tatto merupakan penanda dari "show of Musik
force" sekaligus lambang "keras" dan jantan. Sebagian dari mereka
membuat tatto sebagai satu tanda untuk menyimpan ingatan tertentu. Anak-anak juga menggunakan media musik untuk meciptakan ruang bagi
Beberapa anak membua,t tatto sebagai satu inggatan atas peristiwa dirinya untuk bersuara. Musik digunakan sebagai alat untuk
perginya seorang volunter ke negara asalnya dan juga peristiwa lain. memberdayakan dirinya. Selain untuk mencari makan, bermain musik juga
Dalam beberapa hal bisa dikatakan bahwa kecenderungan berpakaian atau menjadi alat untuk membangun solidaritas. Dalam kesempatan-
mentato tubuhnya juga menindik tubuhnya untuk dipasangi anting-anting kesempatan tertentu mereka memainkan musik secara bersama-sama.
baik di telingga, alis mata, pusar atau tempat lain tidak bisa dipisahkan Dalam kesempatan semacam inilah mereka sering menyuarakan
dengan relasinya dengan cara penampilan yang normatif. Alternatif yang pandangan-pandangan mereka terhadap masyarakat seperti yang tampak
digunakan oleh anak jalanan tidak bisa tidak berada dalam dikhotomi bersih dalam syair yang dibuat oleh Dd (14) dan Dw (15):
dan kumal. Menjadi "bersih" bisa jadi justru akan mengancam survival
mereka di jalan. Artinya masyarakat dan anak-anak jalanan itu sendiri SAKSI MATA
saling menjaga dengan tegas batas-batas yang mereka inginkan.
Suara letusan samar-samar terdengar
(penyalah)Guna(an) Obat dan Minuman Alkohol Ditengah malam yang pekat
Sesosok tubuh penuh tato
Menenggak minuman keras dan pil adalah satu kebiasaan yang dilakukan Terbujur kaku di lorong gelapnya kota
selama di jalan. Alasan yang diberikan adalah untuk melupakan masalah.
Beberapa studi mengenai anak jalanan secara gamblang menunjukkan
Reff:
berbagai tekanan yang dialami oleh anak jalanan. Secara ekonomi mereka Sejenak jiwanya berteriak
harus bekerja dalam jam kerja yang cukup panjang, secara sosial ia Untuk ungkapkan rasa yang terasa
diletakkan sebagai sampah masyarakat, secara hukum keberadaannya Dia coba bicara kenyataan
melanggar pasal 505 KUHP. Bukanlah satu hal yang mengadaada bila Banyak yang melihat
mereka merasa tidak pernah merasa (ny)aman dalam kehidupan Tak ada saksi mata...
sehariharinya. Tindakan-tindakan yang dipilih ini akan membawa anak-
anak pada masalah hukum, karena semua tindakan ini dianggap
melanggar hukum. T ( 14) memberikan alasan bahwa sebelum bekerja ia Garis kuning di lengan baju pun puas
mabuk dulu untuk menghilangkan rasa malu. Karena sebetulnya ia gengsi Nyanyikan lagu kekuasaan
kalau harus jadi pengamen. Dengan demikian selain sebagai strategi dengan bangga dia melangkah pergi
ekonomi, mabuk akhirnya menimbulkan sikap cuek (tidak peduli) dengan sambil berharap pangkatnya naik lagi
aturan hukum.
Reff:
Sejenak jiwanya berteriak
69 70
Untuk ungkapkan rasa yang terasa
Dia coba bicara keadilan
Dengan pucuk pistol ... Menempel di keningnya. Artikel ini dipresentasikan pada Diskusi dan Pemutaran Video "Subkultur Remaja:
Underground, Skuter, PlayStation", KUNCI Cultural Studies Center - Lembaga Indonesia
Perancis, Yogyakarta, 5 Mei 2000.
Secara gamblang syair tersebut merupakan satu kritik terhadap masyarakat Dayang Sumbi Bertemu Cinderella:
yang mengalami rabun ayam terhadap peristiwa yang ada di sekelilingnya.
Anak-anak ini menjadi saksi mata atas keseluruhan sisitem masyarakat
Kode Feminitas dalam Seni Visual Indonesia
yang berjalan. Dan untuk bicara seperti itu pun ia sadar ada pistol yang Oleh NURAINI JULIASTUTI
menempel di keningnya, dianggap mengancam atau malah tidak didengar
sama sekali.

Kata-kata Akhir Tulisan ini tidak dimaksudkan sebagai risalah lengkap tentang seniman
perempuan Indonesia dan karya-karyanya. Akan lebih baik untuk
Kehidupan anak jalanan di mulai dengan menanggalkan masa lalunya. memandang tulisan ini sebagai tulisan awal saja. Mungkin banyak nama
Keberadaannya di jalan langsung akan menghadapkan anak-anak ini dan karya yang masih luput saya sebutkan di sini, karena yang ingin saya
pelanggaran hukum pasal 505 KUHP sekaligus akan mendapat stempel tunjukkan adalah peristiwa dan momen tertentu yang saya anggap bisa
sampah masyarakat. Dengan demikian kita layak menempatkan tindakan- merepresentasikan kompleksitas perkembangan wacana perempuan atau
tindakan yang dipilih anak-anak sebagai satu respon aktif terhadap lebih tepatnya mode feminitas dan interkoneksitasnya dengan hal-hal lain
peminggiran atas dirinya. Seperti yang secara sangat kasar diapaprkan di dalam seni visual Indonesia.
atas tindakan-tindakan tersebut merupakan kombinasi dari kebutuhan
survival, ketetapan hati untuk menentang konformitas kultur dominan, Tubuh merupakan garis batas dan pintu masuk yang paling jelas terlihat
dorongan untuk mendapatkan ke(ny)amanan dan untuk mencapai tujuan- untuk membicarakan persoalan identitas. Dari karya-karya yang saya
tujuan memperkuat kesetiaan dalam kelompok. jelaskan di esai ini dapat tergambar bagaimana para seniman perempuan
tersebut memaknai tubuh, bagaimana tubuh dipakai sebagai menjadi
Salah satu strategi yang dipilih adalah cuek dalam menghadapi kehidupan medan pertarungan, wacana-wacana apa yang muncul di sana, dan hal-hal
sehari-hari. Dengan menjadi cuek, anak-anak ini berupaya menahan untuk apa yang mempengaruhi para seniman tersebut dalam berkarya.
menahan penyingkiran-penyingkran dari dunia sosial sekaligus mengalih
ubahkan keberadaannya melalui penciptaan-penciptaan makna. yang Arahmaiani
spesifik.
Rahmayani atau Arahmaiani. Ia merupakan satu sosok seniman
Corak moda kehidupan anak jalanan terutama adalah (re)aksi yang perempuan paling terkemuka saat ini. Arahmaiani saya pilih sebagai salah
sesungguhnya tidak memiliki kekuatan besar, namun dari posisi di satu fokus dari tulisan ini karena darinya kita bisa menyaksikan perdebatan
pinggiran itu tetap berupaya mengekspresikan dan menciptakan makna dan gumam pribadinya tentang tubuh, norma, agama, tradisi, kapitalisme
bagi dirinya. Dengan menyimpang dari kultur dominannya anak-anak dalam karya-karyanya. Sekaligus dari sana kita bisa melihat sedikit
jalanan dengan sekuat tenaganya mempertahankan kontrol atas dirinya gambaran tentang posisi seniman perempuan dan kompleksitas persoalan
sendiri dengan ekspresi "kebebasan" dan simbol kreatifitas sekaligus yang melingkupinya.
menjadi ajang dari pertandingan: pemberdayaan atau penaklukan. Pendek
kata, bila bagi banyak pihak menjalani kehidupan di jalan diietakkan
Banyak hal menarik untuk dibaca dari naskah komik tentang Arahmaiani
sebagai "masalah", maka bagi anak-anak muda itu memilih kehidupan
yang dimuat oleh seniman komik Arie Dyanto berdasarkan hasil wawancara
jalanan sebagai satu "solusi". Paradoks semacam ini memang akan tetap editor buku tersebut--Adi Wicaksono et.al--dan diberi judul "Kebudayaan itu
memposisikan anak jalanan di pinggiran, tetapi ia sekaligus juga sumber Berkelamin" (Dyanto, 2003: 165-176).
kekuatan terciptanya satu sub-kultur anak muda perkotaan.
71 72
Demikian petikannya: Pada level kelas menengah, wacana perubahan itu lebih cepat tercerap,
tetapi di level bawah lebih cepat mengakomodir. Karena mereka lebih
Aku berasal dari kelas menengah kota, terdidik dan keluarga muslim taat. dinamis, "perasaan aman kelas menengah mapan" tidak ada pada mereka.
Keluargaku memahami agama secara kritis. Pemahaman kritis itu Jadi mereka lebih bersifat nothing to loose.
berseberangan dengan konsep agama puritan yang selalu menempatkan
perempuan dalam posisi subordinat. Permasalahan gender, atau katakanlah penyejajaran posisi, baru bisa
dilakukan dengan beberapa syarat: pembongkaran dominasi laki-laki
Ketika kecil aku bercita-cita menjadi nabi. Waktu kecil aku suka sekali terhadap perempuan, keterbukaan politik, dan tentu saja perubahan politik.
berpakaian laki-laki. Teman mainku sering meledekku,"...pasti perempuan
gak bisa...", tetapi malah itu menjadi tantangan buatku. Aku pikir untuk mensosialisasikan ide-ide perubahan itu harus dimulai dari
kelas bawah. Kelas menengah, seperti apa yang aku katakana tadi,
Tetapi begitu semakin dewasa ketegangan bahwa perempuan dewasa terlampau konservatif untuk melakukan perubahan. Dan itu bukan terjadi
harus mengikuti norma semakin ketat, dan sampai sekarang pun begitu saja. Sesuatu harus dilakukan!
ketegangan itu masih terasa.
Persoalan gender dan agama itu terletak antara lain pada monopoli
Perempuan harus kawin! Norma itu melekat kuat di masyarakat, dan itu penafsiran oleh sedikit orang (yang kebanyakan laki-laki). Untuk melakukan
konflik spesifik pada perempuan usia 30-an. Aku selalu ingin menjadi diriku pembongkaran diperlukan usaha untuk melakukan desakralisasi, tidak saja
sendiri, aku sebenarnya tidak ingin membuat lingkunganku resah, tetapi melalui seni tetapi juga lewat pendekatan sosial.
aku juga harus selalu jujur pada diriku sendiri. Apapun resikonya!
Kebanyakan pemikir perempuan berasal dari kelas menengah yang di
Dan aku tahu ketika memutuskan ikatan dengan norma kultur itu, maka aku Indonesia secara kelas masih bermasalah. Kelas menengah punya
akan sendirian. Dan itu berat. kekuatan untuk bergerak, untuk melakukan mobilisasi, tetapi kelas
menengah juga menciptakan hirarki baru, dan ini bisa berasal dari tinggalan
Lalu aku masuk seni rupa, meskipun orang tuaku tidak setuju, tetapi itu masa lalu cuma dalam bentuk berbeda. Jadi disamping melakukan
sudah menjadi jalanku. Di akademi seni rupa pun, aku merasakan kultur penyadaran ke kelas lain, mereka seharusnya melakukan juga penyadaran
patriarkis, dosennya mayoritas laki-laki. Aku pikir ini adalah cermin dari pada kelas mereka sendiri. Katakanlah sebagai cara untuk mengurangi
masyarakatku. arogansi kelas itu.

Aku juga merasakan di ruang kuliah pun ada diskriminasi halus, "Ah...mana Tetapi proses penyadaran, atau kalau aku sebut juga penelanjangan diri
ada sih seniman perempuan yang berhasil...", itu yang membuatku pada kelas menengah jauh lebih sulit, sehingga itu mungkin menyebabkan
berambisi untuk mengubah pendapat itu. Mungkin karena itu orang mereka melakukan penelanjangan pada kelas lain. Sebagai seniman, aku
mengatakan bahwa aku ini perempuan yang ambisius... menggunakan seniku dengan melihat sasaran yang ingin aku tuju: pada
kelas menengah aku akan banyak menggunaan teori, sedang kelas yang
lain aku menggunakan cara berbeda.
Tetapi aku juga sadar, akan sulit menemukan orang-orang yang bisa
kuajak komunikasi. Untuk itulah aku menulis, mengeluarkan apa yang
mendesak yang ada dalam perasaanku. Kemudian aku juga menemukan Dalam proses pembuatan karya aku lebih cenderung melihat persoalan
berbicara dengan orang asing, orang jalanan ngomongnya lebih enak, lebih secara riil dan manusiawi. Tetapi aku tetap menjaga kesadaranku bahwa
bebas. Itu mungkin karena mereka nggak mriyayi, lebih egaliter. Sedang aku seorang perempuan, karena bagaimanapun kebudayaan itu
"berkelamin".
pada kelasku lebih banyak aturan yang tidak transparan dan tidak bisa
dipertanyakan secara terbuka.
Secara umum aku mengembangkan sebuah mode of communication, aku
tidak hanya berpikir secara logis dan rasional saja. Aku mengistilahkan
73 74
komunikasi itu sebagai "hawa". Tetapi bagaimana membuat hawa menjadi kemudian membunuh bapaknya dan jatuh cinta padanya, membuat Dayang
hidup ditengah atmosfir yang telah tercemar oleh pembusukan politik, Sumbi harus menarik diri kembali--dan masih tetap tidak pernah dianggap
bahasa yang maskulin, dan lain-lain adalah dengan cara melihat persoalan sebagai figur sentral dalam cerita besar Sangkuriang Sakti. Gugatan
gender bukan semata-mata masalah maskulin-feminin, tetapi lebih melihat terhadap posisi perempuan dalam konsep madon sebagai bagian dari mo
pada aspek-aspek energi yang terkandung didalamnya. limo dalam budaya Jawa juga diungkapkannya dalam karya berjudul "Aku
Tak Ingin Menjadi Bagian dari Legendamu". Berikut ini adalah semacam
Istilah energi menurutku bisa menetralisir beban-beban yang sifatnya bias jawaban Arahmaiani yang sedikit terungkap dalam komik yang saya sebut
gender. Kalau kita mampu mengaturnya maka terjadilah keseimbangan. di atas.
Dalam konteks berkarya dengan tema bias gender aku tetap lebih memilih
untuk "menggedor", tetapi memang sering terjadi ketidaksinkronan antara Aku berhadapan dengan ekstase kapitalisme, dan seni harus berhadapan
karya dengan penonton. Itu berarti aku harus lebih memahami lagi dengan dengan itu semua. Aku juga menggunakan medium-medium yang mereka
siapa aku berkomunikasi. pakai--semacam subversi simbol--untuk memberi contoh. Selain itu aku
juga berhadapan dengan sebuah persepsi, terutama yang berasal dari
Meskipun ada banyak tema dalam karya-karyaku tetapi ia tetap memiliki agama Islam, bahwa "tubuh perempuan itu bersalah!" Aku ingin sebuah
benang merah, yaitu hubungan antara pihak yang lemah dan yang kuat. keseimbangan antara wilayah material dan spiritual; antara tubuh material
Tetapi aku sadar bahwa akan berhadapan dengan sebuah mesin besar dan tubuh spiritual. Karya Dayang Sumbi Menolak Status Quo adalah
yang bernama kapitalisme, yang mampu memproduksi image, simbol, dan caraku untuk mengkonkretkan sesuatu yang abstrak supaya tidak tinggal
pencitraan yang lain. menjadi abstraksi. Ada dua lapis makna di sana, yang pertama
memperlihatkan; lapisan kedua, respon dengan segala kompleksitasnya.
Lewat karya-karyaku aku ingin memaknai tubuh perempuan. Sebuah
subjek yang telah dimanipulasi dan dieksploitasi oleh kebudayaan dan Dalam karya ini aku ingin mengatakan kapitalisme adalah agama
kapitalisme. Aku ingin membuat koreksi. Dan koreksi itu aku mulai dari titik kontemporer. Orang berusaha mempertahankan dengan jiwa, mereka mau
bahwa selama ini tubuh perempuan telah menjadi komoditi. Aku pikir setiap berjihad membentuk tentara untuk menjaganya, dan ia juga menawarkan
orang boleh memaknai tubuhnya sendiri-sendiri, seperti halnya laki-laki surga dan kebahagiaan. Dalam sistem ini, sekali lagi, perempuan hanya
memaknai dirinya sebagai kekuasaan. Sedangkan pada tubuh perempuan untuk dieksploitasi. Pada konsep agama yang formalis dan skriptualis,
ia tidak pernah memaknai, tetapi selalu dimaknai. Itu yang ingin aku rebut seolah-olah tidak ada tempat bagi kesenian yang kritis. Kalaupun mereka
kembali. ada, mereka harus menggunakan cara-cara khusus. Cara-cara khusus itu
adalah dengan membongkar agama pada tingkat tekstualnya, dan bukan
Tetapi aku dalam berkarya menolak upaya pendiktean dari luar. Tubuh pada tingkat praktiknya.
perempuan(ku) bukan sesuatu yang untuk dijarah dan diperkosa!
Ketika tidak mungkin aku melawan suatu system yang besar sekaligus,
Arahmaiani menunjukkan dirinya sebagai seniman yang rajin dan tekun kapitalisme misalnya. Yang aku butuhkan adalah sebuah landasan yang
mengolah pengalaman pribadi yang lahir dari identitas keperempuanannya, kemudian mampu mengartikulasikan ide-ideku sehingga bentuk akhirnya
kegelisahannya memandang relasi perempuan-tradisi-norma masyarakat- tetap terbaca. Pada situasi politik yang berubah sekarang ini, seniman juga
agama-kapitalisme sebagai bahan bakar abadi bagi penciptaan karya- harus mendefinisikan kembali dirinya karena masyarakat dan individu
lainnya telah atau tengah berubah. Akhirnya seniku adalah kehidupan. Aku
karyanya.
ingin melebarkan kanvasku pada kehidupan itu sendiri.
Pada Juni 1999, di auditorium CCF Bandung, Arahmaiani menampilkan
instalasi dan performance berjudul "Dayang Sumbi Menolak Status Quo". Arahmaiani lahir tahun 1961. Ia bisa dikatakan kenyang pengalaman
Bagi Arahmaiani, Dayang Sumbi adalah simbol profil perempuan khas berkarya di jaman Orde Baru yang serba menekan, juga telah menyaksikan
bagaimana tragedi demi tragedi terjadi demi sesuatu yang dinamakan
jaman Orde Baru yang pasif, terlalu banyak berkorban dan menanggung
beban--hidup terasing, kawin dengan anjing, melahirkan anak yang
75 76
perubahan. Saya rasa pengalaman ini membuatnya tidak pernah berhenti an. Artinya mereka memasuki perguruan tinggi pada tahun 2000 atau 2001.
bertanya dan menggugat apa saja. Reformasi sudah lama lewat. Gaung gerakan mahasiswa yang dulu pernah
begitu kencang terasa diantara ruang-ruang kuliah dan kota Yogyakarta--
Pertengahan 2004 lalu Arahmaiani meluncurkan buku kumpulan puisi "Roh dan jadi penanda penting kedudukan kaum muda Indonesia--hanya pada
Terasing". Pada puisi "Cita -Cita" kita lihat bagaimana keberaniannya beberapa tahun sebelumnya (1997-1998), mungkin kini hanya mereka baca
bertanya ini kembali ditunjukkan: dari guntingan kliping koran, buku-buku, atau mendengar cerita-cerita
orang. Pameran ini sendiri diikuti oleh 7 orang perempuan muda: Dessy
Waktu kecil aku ditanya Sahara Angelina (Ina), Amriana (Amri), Yuli Andari Merdikaningtyas
(Andari), Reska Andini (Reska), Margaretta (Rere), Made Primaswari
Cita-citaku apa
(Prima), dan Anastasia Dessy (Anas).
Kubilang mau jadi nabi
Bapak bilang: tidak bisa
Anak perempuan boleh meraih cita-cita Dari semua peserta residensi dan pameran tersebut, hanya Amri yang
Mencari ilmu ke Roma atau Cina mempunyai pendidikan formal fotografi (ISI Yogyakarta), sementara yang
Mendapat gelar terhormat lain tidak pernah mendapat pendidikan formal maupun non formal dalam
Kemuliaan bidang fotografi. Pada tahap ini memang soal kamera jenis apa yang
Tapi bukan sebagai nabi digunakan dan persoalan kemahiran teknis fotografi tidak jadi masalah
Itu hanya untuk anak lelaki besar, karena yang penting adalah bagaimana sebuah kamera
Sesudah dewasa aku ditanya dipergunakan untuk merepresentasikan dan membaca dirinya sendiri. Dan
Kapan akan berkeluarga memang persoalan inilah yang menjadi fokus pada awal pelaksanaan
Dan aku bilang: kapan-kapan saja residensi dan pameran tersebut, karena meskipun hampir semua peserta
Sebab keinginanku untuk jadi nabi sudah pernah memegang kamera pocket, tetap saja mereka merasa tidak
Dan boleh mendapat wahyu yakin apakah dirinya benar-benar mampu memotret dan menghasilkan
Belum juga sirna sesuatu yang layak disebut "karya seni". Fotografi disini akhirnya
Kalaupun aku harus punya laki-laki diterjemahkan secara bebas. Poin pentingnya adalah justru bagaimana ia
Mestilah ia seseorang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang praktis--dan
Ingin jadi Tuhan akhirnya ideologis, bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan diskursus
seni kontemporer.
Pada bagian selanjutnya, saya ingin menunjukkan intensitas pengolahan
identitas seniman perempuan dari generasi yang berbeda dengan generasi Andari bahkan boleh dibilang baru pertama kali memegang kamera digital,
Arahmaiani, yang menunjukkan dirinya dalam bentuk yang lain, dengan isu bukan kamera pocket seperti biasanya, yang itupun jarang-jarang
dan juga bahasa yang samasekali berbeda. dilakukan, paling kalau ada momen penting dalam keluarga: pesta, ulang
tahun, wisuda, atau piknik. Sehingga ketika pertama kali berkesempatan
Feminitas dan Budaya Anak Muda memegang kamera digital, dengan segala kemudahannya, ia seperti
mendapat semacam guncangan karena semua menjadi tampak menarik
untuk dipotret. Dan kemungkinan untuk memotret kesehariannya pun
Pameran dengan tajuk "Youth of Today" yang dipamerkan di Ruang Mes menjadi terbuka lebar. Sebagai latihan memotret, Andari memotret
56 Yogyakarta, sebuah ruang alternatif untuk fotografi kontemporer, gantungan celana dalam, bra, handuk, gayung dan aneka perlengkapan
Agustus 2004 lalu, bagi saya menarik karena darinya bisa dilihat suatu mandi yang berjajar rapi di kamar mandi, poster-poster di kamarnya,
gambaran ruang lingkup anak muda Indonesia jaman sekarang. Atau bisa deretan buku di rak kayu, yang ada di rumah kos yang ditempati bersama
juga dibaca sebagai bagaimana remaja perempuan masa kini berdialog 40 teman perempuannya yang lain.
dengan konteks sosial politik yang melingkupi kesehariannya, apa problem-
problemnya, dan hal-hal apa saja yang dianggap penting atau trendi
menurut mereka. Sebagian besar dari peserta pameran lahir tahun 1980- Jika melihat karya Rere--kolase dari foto dan guntingan majalah yang
menggambarkan pemain band--dan karya Riska--video mengenai
77 78
kehidupan sehari-hari sebuah kelompok band indie dan kumpulan foto Tema mengenai romantika dan percintaan masih menjadi titik sentral
pentas band indie yang pernah disaksikannya--misalnya, maka bisa bahasan majalah-majalah remaja perempuan--baik lokal maupun lisensi--
dipastikan bahwa tampaknya dunia yang dominan dari mereka adalah yang beredar di Indonesia: tips mengetahui isi hati cowok, tips memperkuat
dunia musik. Yogyakarta sendiri saat ini dikenal sebagai kota dengan band- inner beauty cewek, tips menjadi cewek favorit di sekolah, kuis 'apakah
band indie yang banyak jumlahnya. Di kota ini juga mempunyai beberapa kamu benar-benar suka si dia?', dsb. Topik pembicaraan utama, diselingi
media alternatif bikinan anak muda yang menempatkan musik sebagai aneka topik tentang tugas dosen-kerjaan di rumah yang numpuk, dalam
materi penting dari isi media mereka, misalnya Outmagz, Square, atau acara girl talk di kamar entah siapa, bersama teman-teman lain. Dan
Shine. karya berdua Anas & Prima--cerita foto mengenai kisah cinta seorang robot
hitam dengan boneka cantik--bagi saya seperti menyuarakan cita-cita
Jika dulu istilah media alternatif atau media independen identik dengan romantika para remaja perempuan seperti biasa dibaca pada majalah
pers mahasiswa, saat ini bagi sebagian anak muda lain, peran itu telah remaja perempuan: a happy ending love story , pahlawan baik hati dengan
banyak digantikan dengan zine. Zine punya sejarah panjang sendiri di puteri jelita, robot Black Robin dan Barbie Ariel. Meski sampai disini,
Amerika sana. Tapi secara singkat ia adalah majalah beroplah kecil, yang rasanya perlu membuat studi yang bisa lebih jauh mengungkapkan apakah
oleh pembuatnya dibuat dengan teknik potong dan tempel, lalu difotokopi anak muda sekarang masih menginginkan bentuk hubungan laki-laki-
atau dicetak, dan didistribusikan sendiri. Isinya luar biasa bermacam- perempuan yang seperti itu. Tapi dari pembacaan film-film remaja yang
macam mulai dari puisi, umpatan dan gugatan pribadi, cerpen, komik, sekarang beredar di rental-rental VCD/DVD dapat dengan mudah dilihat
ulasan musik atau kondisi sosial-ekonomi-politik di sekelilingnya. Dengan bahwa dongeng Cinderella yang merindukan pangeran tampan--tentu
metode pembuatannya seperti itu, zine berada diantara media personal dan dengan sentuhan yang lebih kontemporer--banyak ditemui. Beberapa film
umum. Ada sangat banyak media alternatif seperti ini bertebaran di kota- terbaru dengan tema diatas adalah Prince & Me , Cinderella Story,
kota Indonesia. Berikut ini adalah sebagian nama mereka: Daging Tumbuh, Confession of a Teenage Drama Queen.
Combro, Terompet Rakyat, Suara Hati, Venceremos, Anarkisme, Beni,
Menolak Tunduk, dsb. Nama-nama tersebut sebagian saya dapat dari Sementara proyek-proyek fotografi lain yang akan saya bicarakan berikut
koleksi perpustakaan tempat saya bekerja, dan sekarang semua orang ini mengungkapkan sisi-sisi feminitas yang lain, yang merupakan kunci
bahkan bisa mendapatkan katalog lengkap zine pada suatu situs yang untuk melihat bagaimana perempuan jaman sekarang membicarakan tubuh
khusus mendedikasikan dirinya untuk masyarakat pembaca zine di dan seksualitasnya sendiri.
Indonesia yaitu penitipink.blogspot.com.
Mata saya tertuju pada seri foto seorang perempuan yang tampak sedang
Zine ini kadang jadi media untuk mempromosikan band-band lokal di kota berusaha memasang selembar pembalut di kemaluannya. Foto-foto itu
masing-masing, informasi gig-gig terbaru di kotanya, atau info tentang dipasang di tembok, yang penuh dengan coretan-coretan tulisan yang
barang-barang baru yang dijual distro-distro lokal. Pokoknya segala yang ditulis dengan cat piloks berbunyi: "She contaminates", "Does my vagina
berkaitan dengan budaya anak muda sekarang. Ada pertautan erat antara scare u enough?", "Growing up sucks", "Justification of power would be
musik dan anak muda, antara musik dan dunia seni visual. Banyak perupa forever his if I let him to!", "Just pics of my pussy, dats all". Ini karya Ina,
yang sekaligus jadi pemain band, perupa yang mengelola sebuah band, dan tokoh yang ada dalam seri foto itu dirinya sendiri.
atau perupa yang melibatkan diri dalam proses industri musik. Tengoklah
para aktivis Ruang Rupa, sebuah ruang alternatif untuk seni visual di Salah seorang teman laki-laki yang kebetulan sama-sama berdiri melihat
Jakarta, dan dapat ditemui seniman yang mempunyai pekerjaan lain foto itu di samping saya berbisik," Aduh, aku ngeri lihat foto-foto ini.
sebagai manajer sebuah band, vokalis band, atau mengelola rumah Rasanya langsung theng gitu di pikiranku." Sementara seorang teman yang
produksi pembuat video klip. Riska sendiri adalah pemimpin redaksi sehari-harinya berprofesi sebagai fotografer di Jakarta langsung
Square. Rere adalah vokalis grup band Plastic Dolls. Anas dan Prima berkomentar, "Ih, jorok! Siapa sih ini yang motret?" Di telinga saya,
adalah editor majalah musik Shine. Dengan latar belakang atmosfer seperti ungkapan kekagetan dan kejijikan yang keluar dari teman-teman laki-laki--
inilah mereka hidup. yang menurut saya berpikiran bebas dan terbuka--itu cukup mengagetkan.
Saya tidak menduga bahwa ternyata ekspresi yang terbuka mengenai
menstruasi--hal alamiah yang dialami setiap perempuan--rupanya masih
79 80
menjadi sesuatu yang tidak cukup nyaman untuk didengar atau dilihat. kehidupan sosial-tetangga-mertua, dan membuat perempuan merasa
Awalnya saya berpikir bahwa mungkin ucapan yang keluar dari kelompok selalu sibuk, tapi sekaligus merasa selalu mempunyai masalah--persoalan
laki-laki--yang tidak mengalami sendiri pengalaman menstruasi--akan yang tidak bernama--dan merasa sangat kosong dalam hatinya.
berbeda dari reaksi kelompok perempuan yang melihat karya ini. Tapi
ternyata reaksi kaum perempuan pun berbeda-beda. Meski ada yang Aku dan Mereka
menganggap karya Ina ini sebagai reaksi kejujuran perempuan, tapi saya
juga menjumpai sebagian perempuan peserta pameran ini yang Di Indonesia, khususnya paska reformasi 1998, kita menyaksikan pintu-
berpendapat bahwa karya ini membuat mereka malu, dan merasa bahwa pintu yang terbuka pada banyak komunitas yang dulunya bergerak secara
seharusnya hal-hal seperti itu--vagina, menstruasi--tidak sepantasnya
tertutup. Salah satu komunitas itu adalah komunitas gay/lesbian di
dipamerkan secara luas seperti ini.
Indonesia. Saat ini terasa benar para pegiat komunitas gay/lesbian di
Indonesia bergerak dan bekerja--membangun jaringan antar mereka sendiri
Proyek mempertanyakan tubuh yang lain juga ada pada karya Amri dan dan organisasi-organisasi lain terkait--untuk menunjukkan makna
Andari. Amri mengajak melihat persoalan tubuh perempuan gendut versus demokratisasi dan penghargaan tulus kepada sesama manusia.
tubuh perempuan kurus sebagai konstruksi ideal kecantikan seperti yang
selalu ada dalam iklan di majalah dan televisi. Dan meski tidak sejelas Ina
Seiring dengan hal tersebut, pada dunia majalah laki-laki, terdapat
dan Amri, bagi saya proyek memotret buku agenda yang dilakukan Andari perkembangan baru yang juga menarik untuk disimak. Dari beberapa studi
merefleksikan tubuh perempuan dalam versi lain: tubuh perempuan yang atas artikel-artikel Majalah HAI, bisa dirunut wacana machoisme atau
terjadwal rapi dan ketat. Jam 5: bangun, jam 5.30: mencuci baju, jam 7.30:
kejantanan yang ditekankan oleh para jurnalis majalah tersebut terhadap
berangkat kuliah, jam 16: ketemuan sama Mas Nino, jam 20.30: harus
para pembacanya: pemberani, tidak boleh cengeng, tidak boleh menangis,
sudah sampai kos, nonton AFI!! . tidak boleh bersifat pengecut, tidak boleh suka bergunjing atau bergosip
apalagi latah, karena bisa dianggap kecewek-cewekan. Selanjutnya,
Kebiasaan menuliskan pengalaman harian, di buku harian atau di buku penambahan rubrik fashion yang berisi perkembangan mode remaja laki-
agenda yang selanjutnya lebih populer disebut dengan organizer bukan laki, serta rubrik yang berisi tips perawatan tubuh: bagaimana supaya
hanya simbol manusia modern yang menginginkan pengaturan kehidupan bebas dari jerawat, kiat supaya rambut tidak mudah rontok, atau
yang serba rapi, terjadwal, efisien, tapi juga bisa dimaknai sebagai bagaimana membuat wajah tetap cerah, menunjukkan bahwa segala
penulisan sejarah personal yang emotif. Dalam esai pendek yang ditulis urusan perawatan tubuh bukan hanya monopoli kaum perempuan,
Andari dan dipasang di samping seri foto buku agendanya, ia menceritakan melainkan aktivitas yang multiseksual. Lebih jauh, hal ini merupakan
kembali pengalaman teman-temannya mengenai buku agenda yang dimiliki beberapa tanda yang menegaskan terjadinya negosiasi wacana
mereka: "Seorang teman bercerita padaku bahwa jika tiba saatnya untuk maskulinitas yang selama ini diam dalam pengetahuan bersama
menulis di buku harian, ia akan mengingat kembali apa saja yang sudah masyarakat. Dan mungkin hal ini akan terdengar terlalu spekulatif, tetapi
kulakukan seharian. Bila ia sedang kesal, ia akan tuliskan semuanya dalam bagi saya hal ini merupakan salah satu bibit keterbukaan terhadap
diari. Beberapa waktu setelah menulis, bila ia baca kembali buku itu, ia bisa preferensi seksualitas yang berbeda-beda.
tersenyum sendiri. Sementara teman lain bernama Wikan menuliskan kisah
keseharian pada lembar-lembar khusus berwarna merah muda yang ada Pada 2003 dan 2004, Q-mmunity sebuah komunitas gay, lesbian dan
pada organisernya. Lembar-lembar merah muda ini adalah bagian yang tak
transeksual yang berbasis di Jakarta, membuat sebuah pameran seni
boleh dijamah siapapun. 'Semua campur aduk dalam organiserku. Ada
visual bertajuk 'Roman Homogen'. Pameran ini diadakan bersamaan
jadwal kuliah, jadwal marching band dan ada beberapa ungkapan hati dengan festival film gay, lesbian, dan transeksual--dengan menghadirkan
ketika sedih atau senang. Teman-teman sering membuka organiserku tapi kurang lebih 100 film--di kota yang sama. Baru-baru ini, festival yang
khusus lembar merah muda, tidak boleh,' kata Wikan." sama berkeliling ke Yogyakarta. Para peserta pameran 'Roman Homogen'
adalah sebagai berikut: Ayu Rai Laksmini (Bonnie), Imelda Taurina, Ade
Saya membayangkan beberapa tahun kemudian ketika para pemilik Kusumaningrum, Ve Handojo, Yoyok Budiman dan John Badalu.
agenda ini menjalani kehidupan pernikahan, mereka akan mengulangi
kembali ritme jadwal tubuh ketat dan rapi antara keluarga-suami-pekerjaan-
81 82
Sedangkan peserta pameran 2004 adalah: Permana, Erza Setydharma, Pertama, tubuh masih jadi medan pertarungan penyampaian ekspresi
Imelda Taurina, Yuska L. Tuanakotta, John Badalu. seniman perempuan. Kita telah melihat bagaimana para seniman
perempuan--dari generasi yang berbeda-beda ini--memaknai tubuh,
Agak sulit untuk menemukan definisi film gay dan lesbian, juga batasan feminitas dan identitas perempuannya, serta hal-hal apa saja yang
seni visual gay dan lesbian. Apakah ia adalah karya dengan tema gay, mempengaruhinya. Seni adalah suatu ekspresi personal, dan tiap seniman
lesbian dan transeksual? Ataukah ia adalah karya yang dibuat oleh kaum punya pengalaman dan pengetahuan sendiri untuk diolah sebagai karya.
gay, lesbian, dan transeksual itu sendiri, dan dengan demikian maka segala Dari telaah terhadap kerja Arahmaiani dan para seniman perempuan yang
isinya adalah refleksi cara pandang gay, lesbian, dan transeksual itu atas berasal dari generasi lebih muda, dapat dilihat perbedaan institusi-institusi
dunia? Batasan yang paling mudah memang dengan melihat latar belakang yang berperan penting dalam proses penciptaan karya mereka. Pada
si pembuat karya itu sendiri, karena karya dengan tema gay, lesbian, Arahmaiani kita mungkin bisa melihat 'negara', 'agama' dan 'masyarakat'.
transeksual yang dibuat oleh komunitas 'yang lain' tidak selalu bernada Pada diri generasi seniman perempuan sekarang akan kita saksikan bahwa
positif. Kita tentu dapat dengan mudah membuat daftar film-film Indonesia institusi-institusi lama seperti negara tidak terlalu dianggap penting. Mereka
dengan tokoh seorang transeksual yang hanya dipasang sebagai bahan menemukan dirinya dalam institusi-institusi baru: musik atau kerumunan
tertawaan. Semua peserta pameran 'Roman Homogen' berasal dari dalam rave , media alternatif, televisi, majalah remaja.
lingkungan komunitas gay, lesbian, dan transeksual itu sendiri. Mereka
adalah perupa gay dan lesbian yang sudah coming out dan merasa Kedua, ada dunia lain atau ruang sunyi yang selama ini luput dari ruang
nyaman dengan seksualitasnya dalam masyarakat. diskusi wacana seni visual kontemporer di Indonesia yaitu ruang-ruang
yang selama ini dihuni oleh kaum yang terpinggirkan secara seksualitas.
Seksualitas tampak menjadi hal yang dominan sebagai tema karya-karya di Mereka ini adalah gay, lesbian, transeksual dan kelompok lainnya (warok,
sana. Mungkin karena seksualitas adalah bagian dari mereka yang mairil, bissu). Maka itu usaha yang bergerak mendorong kebebasan
mendapat represi paling hebat. Persoalan lain yang juga menarik perhatian berbicara dan 'menuliskan dirinya' sendiri seperti tampak dalam 'Roman
saya dalam pameran tersebut adalah ditampilkannya jejak-jejak sosok Homogen' adalah sesuatu yang berarti. Bukan saja karena hal ini adalah
Michel Foucault pada karya Ayu Rai Laksmini, dan Frida Kahlo pada karya suatu hal yang masih langka dilakukan, tapi karena ia dilakukan dari dalam,
Ade Kusumaningrum. Ade Kusumaningrum membuat karya foto diri yang oleh mereka sendiri.
saling berhadapan dengan dirinya sendiri. Satu pose foto yang jelas
mengingatkan kita pada karya Frida Kahlo berjudul Two Fridas. Michel Ketiga, peranan bahasa Inggris. Banyak para seniman muda yang saat ini
Foucault adalah seorang ilmuwan sosial yang memberikan beberapa menggunakan bahasa Inggris dalam judul maupun teks karya-karyanya.
landasan penting tentang operasi kuasa/pengetahuan tentang seksualitas, Satu sisi, hal ini bisa dianggap sebagai salah satu menghadapi pasar
sekaligus salah seorang yang mewakili kaum gay dari dunia intelektual. global. Tapi ketika saya melihat begitu banyak coretan grafitti di jalanan
Frida Kahlo adalah seorang pelukis perempuan Meksiko yang tersohor, dan yang juga ditulis dalam bahasa Inggris, saya berpikir lain. Jika untuk
dari membaca catatan-catatan tentang dia atau buku biografinya, terlihat menorehkan ekspresi jiwanya seseorang menggunakan bukan bahasa
jelas sisi-sisi biseksualitasnya. Meski bagi sebagian orang, perihal ibunya, apa artinya? Dalam pameran 'Youth of Today', Ina menulis teks-
biseksualitas pada Frida Kahlo masih merupakan misteri. Bagi saya, teks bahasa Inggris dalam karyanya. Mengapa Ina merasa perlu
kehadiran dua tokoh tersebut adalah juga sarana untuk menegaskan menggunakan bahasa Inggris untuk menuliskan tubuhnya sendiri? Mungkin
intelektualitas seniman dan dengan demikian kepemilikannya atas wacana bahasa daerah atau bahasa Indonesia tidak lagi cukup ekspresif dan
dan lingkungan elit. mengena bagi Ina untuk mampu mewadahi suara pikirannya. Atau mungkin
memang bahasa ibu--bahasa daerah misalnya--pada jaman sekarang
*** sudah sangat jarang digunakan oleh anak muda untuk mengungkapkan
identitas dirinya. Sehingga akhirnya merasa lebih enak dan pas jika
menggunakan bahasa Inggris. Tidakkah hal ini merefleksikan bahwa
Terdapat beberapa poin yang saya rasa bisa menjadi penutup esai ini.
ternyata tidak hanya kondisi sosial yang mengalami kebuntuan, tetapi
bahkan bahasa juga macet dan tidak lagi berfungsi sempurna.

83 84
Daftar Pustaka perempuan. Sedangkan menurut Nancy Chodorow (1992), perbedaan fisik
secara sistematis antara laki-laki dan perempuan mendukung laki-laki untuk
menolak feminitas dan untuk secara emosional berjarak dari perempuan
• Arahmaiani. 2004. Roh Terasing . Yogyakarta: Bentang Budaya.
dan memisahkan laki-laki dan perempuan. Konsekuensi sosialnya adalah
• Dyanto, Ari. 2003. Kebudayaan Itu Berkelamin. Dalam Adi Wicaksono et.al (ed.),
Aspek-aspek Seni Visual Indonesia: Politik dan Gender. Yogyakarta: Yayasan Seni laki-laki mendominasi perempuan.
Cemeti.
Superioritas laki-laki atas perempuan bisa dirunut mulai dari jaman
Esai ini pertama kali termuat di Jurnal Mandatori, diterbitkan oleh IRE Yogyakarta, Mei 2005. penciptaan Adam dan Hawa, jaman filosofi Yunani Kuno sampai jaman
modern. Laki-laki dan perempuan tidak hanya dianggap sebagai makhluk
yang berbeda, tapi juga sebagai seks yang berlawanan. Sebuah pertemuan
Kebudayaan yang Maskulin, Macho, Jantan, dan Gagah antara dunia laki-laki dan perempuan adalah "pertempuran seks" (the battle
of the sexes). Laki-laki dan perempuan dipolarisasikan dalam kebudayaan
Oleh NURAINI JULIASTUTI sebagai "berlawanan" dan "tidak sama".

Kisah superioritas laki-laki atas perempuan bisa dimulai dari cerita


penciptaan manusia dalam kitab suci Bibel, sebuah cerita yang sangat
Mengapa semua laki-laki harus maskulin dan perempuan harus feminin? umum dikenal seperti ini: Adam diciptakan terlebih dulu dan Hawa
Mengapa laki-laki harus tampak jantan dan perempuan harus tampil diciptakan darinya. Jadi Adam adalah kreator dari Hawa, dan Hawa
lembut? Mengapa semua laki-laki cenderung mempunyai posisi lebih tinggi diciptakan untuk membantu Adam. Secara sosial dan secara moral, Adam
dari perempuan? Apakah hanya karena persoalan dia "laki-laki" dan dia lebih superior karena Hawa adalah penyebab kenapa mereka berdua
"perempuan? Ataukah karena "dikonstruksikan secara sosial"? dikeluarkan dari surga.

Pertanyaan-pertanyaan diatas, seperti juga pertanyaan-pertanyaan tentang Phytagoras (1993), seperti dikisahkan oleh Aristoteles, membuat tabel
kematian, tuhan, dan kehidupan, mungkin adalah pertanyaan-pertanyaan pengklasifikasian hal-hal atau elemen-elemen yang berlawanan (oposisi
abadi. Persoalan-persoalan seputar jagad perempuan dan jagad laki-laki biner). Dari tabel yang dibuat oleh Phytagoras ini terlihat bahwa laki-laki
seperti ketegangan abadi yang tidak pernah mereda. dan perempuan tidak hanya ditempatkan sebagai "berbeda" tapi juga
"berlawanan".
Laki-laki, beruntung atau tidak, selalu menempati posisi lebih tinggi dari
perempuan. Konsep budaya yang menempatkan posisi laki-laki lebih Dari tabel yang dibuat oleh Phytagoras tersebut menjadi jelas terlihat
sempurna dari perempuan, dan yang mengharuskan laki-laki dan bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidak hanya
perempuan bertindak sehari-hari menurut garis tradisi sedemikian rupa diasosiasikan dari perbedaan-perbedaan fisik saja tapi juga bisa
sehingga perempuan berada dalam posisi "pelengkap" laki-laki, semuanya dihubungkan dari persoalan-persoalan lainnya. Misalnya, laki-laki
berakar pada budaya patriarki. diasosiasikan dengan segala sesuatu yang bermakna light , good , right ,
dan one . Semua metafora yang dikenakan pada laki-laki adalah yang
Juliet Mitchell (1994) mendeskripsikan patriarki dalam suatu term berkenaan dengan makna Tuhan. Sementara perempuan misalnya,
psikoanalisis yaitu " the law of the father " yang masuk dalam kebudayaan diidentifikasikan dengan sesuatu yang bad , left , oblong , dan darkness .
lewat bahasa atau proses simbolik lainnya. Menurut Heidi Hartmann
(1992), salah seorang feminis sosialis, patriarki adalah relasi hirarkis antara Seperti halnya Phytagoras, Aristoteles juga beranggapan bahwa laki-laki
laki-laki dan perempuan dimana laki-laki lebih dominan dan perempuan lebih tinggi kedudukannya dari perempuan. Aristoteles mengatakan bahwa:
menempati posisi subordinat. Menurutnya, patriarki adalah suatu relasi secara natural, laki-laki itu superior, dan perempuan itu inferior. Yang
hirarkis dan semacam forum solidaritas antar laki-laki yang mempunyai superior mengatur yang inferior, dan yang inferior harus rela untuk diatur.
landasan material serta memungkinkan mereka untuk mengontrol Tabel yang berisi elemen-elemen yang saling berlawanan juga secara
85 86
gamblang menjelaskan hal ini. Secara natural laki-laki dan perempuan Masyarakat India, seperti yang diceritakan oleh Kamla Bhasin (1996),
adalah bermakna: superior dan inferior, pengatur dan yang diatur, jiwa dan mengenal konsep Pativrata (kesetiaan ibu). Konsep itu menanamkan dalam
tubuh, akal dan nafsu, manusia dan binatang, atau makhluk bebas dan setiap kepribadian perempuan suatu pemahaman sebagai berikut: "dengan
budak. Perempuan adalah laki-laki yang impoten. Perempuan adalah apa perempuan menerima dan bahkan menginginkan kesucian dan
makhluk yang terdingin dan terlemah di alam. Bahkan ia mengatakan kesetiaan ibu sebagai ekspresi tertinggi dari kepribadian mereka". Dengan
bahwa contoh yang paling baik untuk melihat segala defisiensi konsep itu, para perempuan di India mau menerima apapun perlakuan
(kekurangan) alam adalah dengan mengamati karakter perempuan. suami terhadap mereka karena yang penting bagi mereka adalah
menjunjung tinggi pativrata. Dan karena konsep itu disosialisasikan sendiri
Alam pemikiran modern tampaknya terus berpijak pada pemikiran- oleh kaum perempuan maka status rendah perempuan dengan demikian
pemikiran sebelumnya sehingga gagasan-gagasan tentang laki-laki dan dibuat tidak terlihat dan patriarki pun dengan kuat ditegakkan sebagai
perempuan tidak jauh mengalami perubahan atau perbedaan. Bahkan JJ. ideologi yang kelihatannya alamiah.
Rousseau (1993), salah seorang pemikir revolusi Prancis memulai
karyanya The Social Contract dengan kalimatnya yang terkenal seperti ini: " Patriarki dikonstruksikan, dilembagakan dan disosialisasikan lewat institusi-
man is born free and everywhere he is in chains ". Argumennya adalah institusi yang terlibat sehari-hari dalam kehidupan seperti keluarga,
seperti ini, " A woman's education must therefore be planned in relation to sekolah, masyarakat, agama, tempat kerja sampai kebijakan negara. Sylvia
man. To be pleasing in his sight, to win his respect and love, to train him in Walby (1993) membuat sebuah teori yang menarik tentang patriarki.
childhood, to tend him in manhood, to counsel and console, to make his life Menurutnya, patriarki itu bisa dibedakan menjadi dua: patriarki privat dan
pleasant and happy, these are the duties of woman for all time, and this is patriarki publik. Inti dari teorinya itu adalah telah terjadi ekspansi wujud
what she should be taught while she is young ". patriarki, dari ruang-ruang pribadi dan privat seperti keluarga dan agama ke
wilayah yang lebih luas yaitu negara. Ekspansi ini menyebabkan patriarki
Dalam bahasa Kate Millet (1993) telah terjadi "politik seks" ( sexual politics terus menerus berhasil mencengkeram dan mendominasi kehidupan laki-
) pada hubungan laki-laki dan perempuan. Ini adalah efek dari konsep awal laki dan perempuan.
Freud tentang perempuan yang menyatakan bahwa perempuan
sebenarnya adalah laki-laki yang tidak punya penis ( penis envy ). Menurut Dari teori yang dikembangkan Walby, kita bisa mengetahui bahwa patriarki
Millet, Freud dengan teorinya itu telah meratifikasi anjuran-anjuran privat bermuara pada wilayah rumah tangga. Wilayah rumah tangga ini
tradisional dan memvalidasi perbedaan temperamental antara laki-laki dan dikatakan Walby sebagai daerah awal utama kekuasaan laki-laki atas
perempuan. perempuan. Sedangkan patriarki publik menempati wilayah-wilayah publik
seperti lapangan pekerjaan dan negara. Ekspansi wujud patriarki ini
Simone de Beauvoir (1981) dalam The Second Sex banyak mencontohkan merubah baik pemegang "struktur kekuasaan" dan kondisi di masing-
wujud patriarki ini dalam bermacam-macam kebudayaan di dunia. De masing wilayah (baik publik atau privat). Dalam wilayah privat misalnya,
Beauvoir menyatakan dalam budaya Arab misalnya, seorang anak dalam rumah tangga, yang memegang kekuasaan berada di tangan
perempuan yang baru lahir sebisa mungkin akan disingkirkan karena individu (laki-laki), tapi di wilayah publik, yang memegang kunci kekuasaan
semua bayi perempuan dianggap tidak menguntungkan dibandingkan jika berada di tangan kolektif (manajemen negara dan pabrik tentunya berada
mempunyai anak laki-laki. Masih menurut De Beauvoir, di negara-negara di tangan banyak orang).
Asia dan di banyak kultur lain, ketika seorang anak perempuan masih
berusia remaja, seorang ayah memegang kendali penuh atas hidupnya Rumah adalah tempat dimana sosialisasi awal konstruksi patriarki itu
sampai ketika ia menikah dan kontrol itu akan beralih ke tangan suaminya. terjadi. Para orang tua melakukan "gender" pertama-tama pada saat
Di Tunisia, masih jadi pemandangan sehari-hari disana dimana para istri memberi nama kepada anak-anaknya. Anak laki-laki lazimnya diberi nama:
bekerja keras menyiapkan makanan di dapur atau sibuk mengurus anak- Joko, Andi, Iwan, Budi, dan seterusnya. Sedangkan anak perempuan diberi
anaknya sementara para suami, si laki-laki asyik bergerombol dengan nama: Sita, Wati, Ani, Yuli, Rina, dan lain sebagainya. Anak laki-laki belajar
teman-temannya, sesama laki-laki di warung-warung di pasar, untuk menjadi "maskulin", dan anak perempuan belajar untuk menjadi
membicarakan dan mendiskusikan persoalan dunia. "feminin" dari hadiah-hadiah yang diberikan oleh ayah-ibu dan teman-
teman dekat pada saat ulang tahun. Mobil-mobilan dan robot untuk anak-
87 88
anak laki-laki, dan boneka serta bunga untuk anak perempuan. Hal ini Meteor Mimpi, Meteor Garden
berlanjut juga untuk persoalan perlakuan ayah-ibu terhadap anak-anaknya.
Anak laki-laki diajari untuk bisa membetulkan genteng yang bocor atau Oleh YULI ANDARI dan ALIA SWASTIKA
perangkat listrik yang rusak, sementara anak perempuan belajar memasak
dan menyulam. Para orang tua cemas dan gelisah jika anak-anak mereka
tidak bertingkah laku sesuai dengan garis konstruksi sosial yang telah
menetapkan bagaimana seharusnya anak laki-laki dan anak perempuan itu Dalam kurun tiga tahun terakhir ini, dunia pertelevisian di Indonesia
bertingkah laku. berkembang sangat pesat. Bertambahnya jumlah stasiun televisi dari 5
menjadi 11 dalam waktu yang singkat menunjukkan keberadaan televisi
Hal serupa juga terjadi di institusi sekolah. Buku-buku pelajaran SD, tanpa sebagai salah satu industri media massa "favorit". Kris Budiman (2002)
disadari bersifat patriarkis. Buku pelajaran bahasa Indonesia misalnya, mencatat bahwa jumlah jam siaran masing-masing stasiun tersebut
sering mengambil contoh-contoh kalimat seperti: Wati Memasak di Dapur, mencapai lebih dari 20 jam sehari. Artinya, dengan jumlah 11 stasiun
Budi Bermain Layang-layang, dsb. Kalimat-kalimat kategoris bernada televisi, ada sekitar 220 jam tayang program per sehari.
manipulatif, yang mengkotak-kotakkan fungsi laki-laki dan perempuan
sesuai nilai-nilai kepantasan tertentu yang berlaku di masyarakat: Dalam banyak karya kajian budaya televisi dianggap telah menjadi media
pekerjaan apa yang lazim dikerjakan anak laki-laki, dan apa yang lazim yang memberikan kontribusi terbesar dalam proses produksi dan distribusi
dikerjakan oleh anak perempuan. budaya populer. Salah satu minat utama dalam kajian televisi adalah pada
tayangan drama. Drama adalah salah satu program televisi yang tak
Kamla Bhasin kemudian menceritakan dalam budaya India, seorang pernah habis ditayangkan. Di hampir semua stasiun televisi, tayangan
kenalan laki-laki yang selalu menjadi sasaran ledekan karena ia mendapat drama (apapun nama atau bentuknya, mulai dari sinetron, opera sabun,
latihan sebagai penari Kathak, suka menjahit dan merajut, yang semuanya telenovela, hingga melodrama) selalu mendapat tempat di jam-jam tayang
adalah aktivitas feminin, tidak cocok untuk untuk laki-laki sejati. utama (prime time). Tayangan ini juga menempati posisi yang tinggi dalam
perhitungan rating program televisi. Selain memberi suntikan iklan yang
Dalam beberapa hal sebetulnya laki-laki juga dirugikan oleh patriarki. cukup besar bagi stasiun televisi, tayangan drama juga menjadi sumber
Dalam berbagai sistem kebudayaan, seperti juga yang dialami perempuan, utama bagi beberapa media cetak, yang menyediakan dirinya sebagai
mereka didesak ke berbagai macam stereotipe, dipaksa menjalankan media 'resensi' drama televisi.
peranan tertentu, diharuskan bersikap menurut suatu cara tertentu, terlepas
mereka suka atau tidak. Mereka juga diwajibkan untuk menjalankan tugas- Di Indonesia, tayangan drama awalnya dibanjiri produk impor, seperti
tugas sosial dan lainnya yang mengharuskan mereka berfungsi dalam cara telenovela atau serial dari mancanegara. Ketika diputuskan bahwa rasio
tertentu. Laki-laki yang sopan dan tidak agresif dilecehkan dan diledek tayangan lokal dan impor adalah 70:30 (70% produksi dalam negeri, 30%
sebagai banci; laki-laki yang memperlakukan istrinya secara sederajat impor), maka sejak itulah sinetron dalam negeri semakin banyak diproduksi
dicap "takut istri". (Kitley, 2001).

Saat ini terdapat sekitar 80-an sinetron--termasuk telenovela dan


melodrama Asia--yang sedang diputar di stasiun-stasiun televisi swasta di
Termuat di Newsletter KUNCI No. 8, September 2000 Indonesia. Yang menarik adalah bahwa 80% di antaranya selalu berujung-
pangkal pada persoalan cinta dan segenap romantismenya.

Masuknya serial Meteor Garden ( MG ), sesungguhnya hanya menambah


panjang daftar sinetron Asia yang masuk ke Indonesia. Sebelum MG
disiarkan, sudah ada banyak sinetron Asia yang ditayangkan stasiun
televisi Indonesia. Di akhir '80-an, TVRI, sebagai satu-satunya stasiun
89 90
televisi yang ada, menayangkan serial Oshin . Ia termasuk salah satu serial pemeran cakep, keren, cool dan enak dilihat. Mereka juga tertarik dengan
Asia yang populer, digemari dan cukup sukses membawa kebudayaan tema dan alur cerita yang ringan, mudah diikuti dan happy ending:
Jepang ke Indonesia. Setelah itu, menyusul serial Jepang lainnya, Rin . "Ceritanya ringan dan mudah dicerna. Enak dilihat dan nggak perlu mikir
berat. Biasalah tentang percintaan remaja. Jadi enak saja ngikutinnya", "Ide
Kemudian, pada awal '90-an, RCTI--yang merupakan stasiun televisi cerita MG tidak jauh berbeda dengan sinetron Indonesia yang hanya
swasta pertama--meneruskan tradisi ini dengan menayangkan film atau 'menjual mimpi'", atau "Mirip Cinderella. Kita kan dari kecil sudah diberitahu
serial yang diimpor dari Hongkong dengan bintang-bintang seperti Andy tentang Cinderella, happy ending . Mungkin ini yang membuat cewek-
Lau, Jackie Chan, dsb. Kebanyakan dari film tersebut masuk dalam cewek suka".
golongan film laga yang bercerita tentang kehidupan mafia Triad atau
Yakuza. Ada pula film-film jenis horor yang bahkan hingga kini masih Tao Ming Se adalah tokoh yang paling banyak disukai remaja perempuan:
diputar. "Dia kaya, badannya bagus, tinggi, tegap, "enak dipeluk", tegas, berpinsip,
setia dan menolak free sex ," "Dia kontradiktif: kurang ajar dan care", tapi
Di pertengahan '90-an, muncullah stasiun televisi Indosiar yang tampaknya ada juga yang mengatakan, "Karakter seperti itu mungkin hanya ada dalam
memberikan perhatian lebih pada tayangan Asia. Di masa awal siarannya komik. Tidak mungkin ada cowok yang kaya, cakep, setia, posesif,
Indosiar telah menayangkan melodrama Jepang seperti Tokyo Love Story , tempramental sekaligus". Sementara yang menyukai Hua Che Lei
Long Vacation atau Ordinary People . Selanjutnya, Indosiar juga beralasan karena tokoh ini bijaksana dan lembut. Dan yang menyukai Xi
menayangkan kisah-kisah silat yang biasanya telah dikenal dulu tokohnya Men beralasan karena ia dewasa, setia kawan, baik dan berkacamata.
di Indonesia lewat komik. Sebut saja serial Pendekar Rajawali Sakti (yang
mempopulerkan tokoh Yoko). Hingga awal 2000, kisah-kisah tentang para Perlu dicatat pula, bahwa sejak serial MG ini menjadi favorit, kriteria-kriteria
pendekar inilah yang mendominasi tayangan Asia. Lalu, tibalah Meteor ketampanan yang selama ini dominan di kalangan remaja perempuan
Garden ( MG ). Kisah dalam MG berkisar pada percintaan remaja yang menjadi bergeser. Wajah-wajah "oriental" ala Asia Timur, kini mulai
diangkat dari komik Jepang Hana Yori Dango karya Yoko Kamio. mendapatkan tempat, sama posisinya dengan anggota-anggota boyband
Melodrama ini diproduksi dan dimainkan oleh bintang-bintang Taiwan. yang "sangat Barat". Tampaknya remaja perempuan memproyeksikan
Meski baru diputar beberapa episode, rating MG mencapai 5,1 dan share - impian mereka atas karakter tertentu yang seharusnya dimiliki seorang
nya 29,9 artinya 5,1 persen dari total seluruh potensi penonton atau 29,9 lelaki melalui tokoh-tokoh yang ada, baik secara fisik maupun perilakunya.
dari penonton yang sedang berada di depan televisi pada jam itu. Rating
MG terhitung bagus untuk waktu tayang weekday ( Kompas , 2/6/02) ***

Demam MG dengan cepat melanda remaja. Personel-personel F4 (grup MESKI MG masih ditayangkan di Indosiar, semua audiens dalam penelitian
vokal yang menjadi aktor serial tersebut) menjadi pembicaraan utama ini telah menonton seluruh episode MG dalam bentuk CD (19 episode).
penggemar serial ini. Tabloid-tabloid hiburan mengisi rubriknya dengan Menunggu tak betah menunggu seminggu untuk mengetahui kelanjutan
kisah tentang anak-anak muda Taiwan ini. ceritanya.

Selanjutnya tulisan ini akan mencoba menggambarkan secara bagaimana Kami mencatat dan mengamati suasana, komentar, dan celetukan-
remaja memberikan perhatian khusus pada serial ini dan menyikapinya celetukan selama nonton bareng MG di beberapa tempat (baik di kos-
dalam kehidupan sehari-hari. Tulisan ini merupakan bentuk super-ringkas kosan maupun selama diskusi kelompok terfokus). Kebanyakan komentar
dari kajian yang kami lakukan atas audiens MG . muncul ketika adegan romantis, sedih, lucu dan ketika tokoh-tokohnya
tampil close up. Komentar-komentar "ih, cakep banget", "Keren, ya", "Wah
*** romatisnya", "Dasar Bodoh" muncul silih berganti. Selain itu ada juga yang
mengikuti Ni Yo Te Ai (lagu tema MG ) oleh Penny Tai atau Qing Fei Te Yi
Kebanyakan audiens yang kami teliti mengemukakan alasan yang hampir oleh Harlem Yu. Mereka juga berdiskusi apa yang seharusnya dilakukan
sama saat ditanya mengapa menyukai MG , yaitu karena pemeran- tokoh-tokoh dalam MG ketika menghadapi masalah tertentu. Ketika kami
91 92
membandingkannya dengan kelompok remaja laki-laki yang juga menonton Budaya Cewek
MG , komentar-komentar seperti itu tidak banyak muncul. Kebanyakan
remaja laki-laki hanya tertawa saat ada adegan yang lucu, atau Oleh NURAINI JULIASTUTI
mengomentari jalan cerita yang terlalu dibuat-buat.

***
Angela McRobbie (1995) mengatakan bahwa tampaknya selama ini remaja
Dari kajian audiens MG ini, kami melihat bahwa remaja-remaja perempuan perempuan hanya bisa ditemukan dalam catatan kaki atau sebagai
mendapatkan kesempatan untuk mengindentifikasi apa yang mereka alami referensi tambahan saja. Suatu kategori di antara 'remaja' dan 'bisnis-bisnis
dalam kehidupan sehari-hari dengan kisah dalam serial itu. Menurut lainnya'. Remaja perempuan tampaknya tidak benar-benar berada di sana.
mereka, apa yang dialami Sanchai, dalam relasinya dengan Tao Ming Se, Pernyataan McRobbie ini mewakili kritik kaum feminis terhadap analisis-
adalah hal yang akrab dengan remaja perempuan. Sesekali dalam aktivitas analisis subkultur yang selama ini ada. Analisis subkultur dianggap tidak
menonton itu, mereka berkomentar, "Tuh kan, semua cowok memang memberi perhatian dan tempat yang layak kepada remaja perempuan.
begitu! Mau enaknya aja". Rupanya ada pengalaman personal yang
membuat remaja-remaja perempuan bisa menumpahkan kekesalan pada Bill Osgerby (1998) mencatat bahwa masa sebelum Perang Dunia II, pada
laki-laki melalui aktivitas menonton film. abad ke-19 dan awal abad ke-20, kategori 'youth' dan 'adolescent' secara
umum mempunyai konotasi dan imej laki-laki. Pada masa ini, remaja
Kami juga melihat bahwa aktivitas menonton saja belumlah cukup. Mereka perempuan cenderung digolongkan sebagai kelompok yang 'classless' dan
juga berusaha menggali lebih jauh informasi yang rinci tentang MG karena disembunyikan dari sejarah. Tapi pada masa setelah Perang Dunia II,
informasi ini membantu mereka untuk bisa berada dalam ruang 'teenager' bermakna remaja perempuan dan remaja laki-laki. Skala
pembicaraan yang sama dengan teman-temannya. Dalam 'girl talk' perubahan remaja perempuan pada kedua masa ini tentunya
(pembicaraan remaja perempuan), tema-tema yang sifatnya intim dan membutuhkan area peliputan yang lebih luas.
personal (termasuk aktivitas curhat dan gosip tentang selebritis) menjadi
sesuatu yang khas. Dalam aktivitas ini, remaja-remaja perempuan bertukar Di Indonesia sendiri, terlebih dulu kita mengenal remaja perempuan
informasi tentang berita-berita terbaru yang didapatkan tentang tokoh sebagai kelompok remaja yang ikut berpartisipasi membantu perjuangan
tertentu dalam siaran favorit mereka lalu mengidentifikasikannya dengan merebut kemerdekaan. Mereka ikut membantu merawat para prajurit laki-
kisah yang mereka alami sehari-hari. Bagi remaja perempuan aktivitas laki yang terluka, atau membantu memasak keperluan logistik para prajurit
'dalam kamar' ini mendatangkan kesenangan tertentu, yang bisa jadi di dapur umum. Gambaran remaja perempuan berpakaian putih-putih
kadarnya sama dengan kesenangan yang dilakukan remaja laki-laki saat dengan simbol palang merah di lengan, yang sedang berjongkok membalut
nongkrong di pinggir jalan atau menonton konser musik underground . luka prajurit, sangat sering kita jumpai dalam drama-drama di panggung
Mereka menemukan romantisme ideal dalam hubungan cinta dalam film ini, peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia, juga dalam foto-foto
sesuatu yang sulit mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari. atau gambar di buku-buku sejarah.

Termuat di Newsletter KUNCI No. 12, Juni 2003. McRobbie kemudian mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan pokok yang
bisa dijadikan panduan atau penuntun dalam melakukan penelitian
terhadap subkultur remaja perempuan, yaitu: 1) apakah mereka 'hadir',
namun 'tidak nampak'?, 2) jika mereka memang hadir/eksis, apakah
peranan mereka lebih marjinal daripada laki-laki, atau apakah mereka
memainkan peran yang berbeda?, 3) apakah posisi remaja perempuan
menunjukkan pilihan subkultural, atau apakah peranan mereka
merefleksikan subordinasi umum perempuan?, 4) apakah ada cara-cara
berbeda dan khusus yang dijalankan remaja perempuan dalam
mengorganisir hidupnya?
93 94
Remaja perempuan sebenarnya eksis dan hadir dalam kehidupan Ada Apa Dengan Cinta. Para remaja perempuan biasanya memperoleh
subkultur. Kita bisa menemukan remaja perempuan dalam kerumunan eksklusivitas sosial, ruang-ruang privat dan tidak bisa diakses, ruang-ruang
penonton konser musik rock, kita juga bisa menemukan remaja-remaja khusus yang berjarak dan, untuk sementara, bebas dari tekanan orang tua,
perempuan ikut bergabung dalam kelompok-kelompok punk di jalan-jalan. guru-guru di sekolah, juga teman-teman laki-laki.
Tetapi seringkali keterlibatan perempuan dalam subkultur dikaitkan dengan
kemerosotan moral dan degradasi personal. Media massa juga kerap Kehadiran majalah-majalah remaja perempuan juga harus diperhitungkan
memandang remaja perempuan dalam kelompok ini sebagai sesuatu yang jika kita ingin membuat analisa terhadap para remaja perempuan ini. Mulai
sensasional semata. 1980-an akhir dan 1990-an, muncul kelompok-kelompok band laki-laki yang
ditampilkan dengan daya tarik seksual yang lebih menonjol. Maskulinitas
Fakta lain menunjukkan bahwa jika remaja perempuan dan laki-laki sama- mulai ditampilkan sebagai objek sama menarik dan menggairahkannya
sama tergabung dalam kelas pekerja, gaji yang diterima kadang-kadang dengan feminitas. Dan majalah-majalah remaja perempuan yang hadir di
tidak sama. Atau meskipun penghasilan mereka sama, gaya konsumsi sini ikut mendukung dengan memberikan liputan dan perhatian yang besar
remaja perempuan dan remaja laki-laki pasti akan berbeda karena aktivitas kepada mereka, sehingga bisa dikatakan posisi remaja perempuan
bersenang-senang yang mereka lakukan juga berbeda. Atau mungkin sekarang jadi terbalik. Mereka yang biasanya berposisi sebagai objek,
aktivitas bersenang-senang yang dilakukan remaja laki-laki dan remaja ketika berhadapan dengan maskulinitas kelompok-kelompok band laki-laki
perempuan jaman sekarang tidak terlalu menunjukkan perbedaan yang ini, berbalik posisi menjadi si penglihat.
menyolok. Kita akan dengan mudah menemukan remaja perempuan sama
banyaknya dengan remaja laki-laki dalam kafe atau music club. Tapi tetap Pada akhir 1990-an, di Indonesia muncul kelompok majalah remaja
saja remaja perempuan harus 'berhati-hati supaya tidak mendapat bahaya' perempuan yang berposisi sebagai edisi bahasa Indonesia dari majalah
di tempat-tempat seperti itu. Bahaya ini biasanya berupa serangan seksual remaja perempuan yang terbit di luar negeri seperti Cosmo Girl dan
dari remaja laki-laki atau laki-laki dari kelompok umur yang lebih tua. Sikap Seventeen. Kehadiran majalah-majalah ini ikut meramaikan dunia terbitan
khawatir, ketakutan, dan hati-hati terhadap bahaya-bahaya ini biasanya remaja Indonesia, berdampingan dengan media-media lokal seperti Gadis
didukung oleh para orang tua. Tidak heran jika remaja-remaja perempuan dan Kawanku. Majalah-majalah ini ikut mempopulerkan istilah 'girl power' di
diharapkan untuk lebih banyak berada di dalam rumah atau dalam kamar. Indonesia. Girl Power sendiri merupakan istilah yang dimunculkan oleh
Intinya, mereka didukung untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih kelompok musik asal Inggris, Spice Girls, tahun 1996 silam.
berpusat dalam rumah. Rumah teman-teman perempuan dan kamar tidur
akhirnya menjadi situs-situs kunci remaja perempuan.
Mungkin kita bisa mengatakan bahwa hal-hal seperti ini terlalu kecil bagi
remaja perempuan, tetapi menurut saya, media-media remaja perempuan,
Perkembangan dalam dunia konsumerisme kemudian menunjukkan juga pemakaian istilah-istilah semacam ini, berusaha menegosiasikan
dimulainya boom berbagai macam produk yang khusus ditujukan untuk ruang-ruang personal, pribadi, juga ruang-ruang aktivitas bersenang-
pasar remaja perempuan, mulai dari kosmetik, pakaian, dan berbagai senang mereka sehari-hari, diolah kembali, sehingga bisa membuka
macam pernik-perniknya. Hal-hal itu biasanya dipakai di rumah. Rumah peluang perlawanan dan resistensi.
teman dan kamar tidur kembali menemukan tempatnya. Jadi bisa
dikatakan, remaja perempuan berpartisipasi dalam perkembangan dunia di Termuat di Newsletter KUNCI No. 12, Juni 2003.
luarnya, dan mereka mengkonsumsi itu semua di rumah, dalam tempat
tidur mereka.

Remaja perempuan juga cenderung tidak dicurigai jika mempunyai teman-


teman dekat perempuan. Maka tidak heran jika sejak jaman dulu sampai
sekarang, pemandangan seorang remaja perempuan yang berada di
tengah kerumunan kecil kelompok/gang perempuannya selalu dengan
mudah bisa kita temui. Kehidupan kelompok remaja perempuan
dipopulerkan kembali oleh Cinta, Maura, Milly, Alya dan Karmen dalam film
95 96
Perempuan dan Melodrama pembuatannya, yaitu produser, penulis cerita, atau para pengiklan,
memiliki bayangan tertentu tentang citra perempuan. Bagaimana mereka
Oleh ALIA SWASTIKA menilai dan memandang perempuan ini tentunya akan berpengaruh pada
proses cerita dan citra dikonstruksi, caranya "mengatakan" sesuatu, atau
caranya menarik perhatian perempuan.

Kegemaran remaja-remaja perempuan menonton film-film melodrama tentu Ada banyak hal yang membuat perempuan tertarik untuk menonton film
saja bukan hal yang baru. Melodrama adalah salah satu hal yang sering melodrama. Dalam melodrama, cerita-cerita disajikan dalam kerangka
dikaitkan dengan perempuan. Sering kali pula, identifikasi film-film besar yang sama; tentang cinta dan persoalan keluarga, dengan plot yang
melodrama dengan perempuan dilawankan dengan identifikasi film-film berliku-liku. Para tokoh dalam melodrama dianggap mewakili impian kaum
laga bagi kaum laki-laki. perempuanterutama para ibu rumah tangga karena mereka selalu
ditampilkan dalam keadaan cantik/tampan, dengan busana yang indah-
Menurut Partington (1991) satu aspek yang menonjol dari melodrama indah, dalam rumah-rumah yang megah. Artinya, ketertarikan perempuan
sebagai sebuah film adalah maknanya yang terkait pada visualisasi drama terhadap melodrama disebabkan karena konstruksi-konstruksi atas citra
melalui gaya, desain dan penyajian emosi yang estetis. Dengan demikian perempuan yang ditampilkan, yaitu cantik, kaya dan hidup bahagia.
melodrama dibuat berdasarkan pengetahuan dan kompetensi yang Menurut Partington, dari melodrama ini para penonton belajar bahwa
dibangun secara spesisfik feminin dan konsumtif, sehingga memberi ruang kecantikan feminin bukanlah sesuatu yang melekat sejak lahir, melainkan
bagi perempuan untuk menggali dan mengeksploitasi feminitas dengan bisa diraih. Pada akhirnya, dengan konstruksi yang diciptakan tersebut,
cara-cara baru. Dengan memperhatikan pertimbangan tersebut, maka perempuan justru menemukan ruang untuk melihat feminitas sebagai
dalam kasus Indonesia yang dapat dikategorikan sebagai melodrama sebentuk identitas yang terus berubah ( shifting identity ), bisa dilekatkan
adalah sinetron atau telenovela, juga tentu saja, yang sekarang dan dilepaskan kapan saja mereka menginginkannya. Perempuan, melalui
mendapatkan penonton yang luas adalah, melodrama Asia. penampilan mewah melodrama juga mendapatkan kesempatan untuk
merasakan aktivitas dan kompetensi konsumsi yang eksklusif.
Menurut Gledhill (1997), ketertarikan perempuan untuk menonton
melodrama sesungguhnya bukan hal yang sungguh-sungguh murni datang Kemudian, pada beberapa kasus, terlihat kecenderungan bahwa ada efek
dari pihak perempuan itu sendiri, melainkan dikonstruksi oleh pihak melodrama yang ditampilkan secara berlebihan untuk lebih bisa
pengelola media massa. Pada 1930-an, radio komersial dan perusahaan memancing emosi para penonton (misalnya adegan sadis dan kejam yang
periklanan Amerika mulai memproduksi program-program fiksi yang dilakukan oleh ibu mertua kepada menantu perempuannya). Adegan-
ditujukan untuk menjangkau pasar perempuan yang bekerja sebagai ibu adegan ini ditampilkan dengan asumsi bahwa perempuan--yang dilekatkan
rumah tangga. Saat itu pihak pengelola dua industri besar media massa dengan stereotip emosional--suka dengan adegan-adegan yang
tersebut mencari format alternatif yang dirasakan lebih besar pengaruhnya melankolis.
terhadap khalayak dalam menerima pesan-pesan iklan. Kemudian para
pembuat film-film melodrama mencari referensi tentang hal-hal yang Film melodrama kerap dituding menjual mimpi indah bagi para perempuan
disukai perempuan untuk ditampilkan dalam film tersebut. Ide untuk melalui penampilan estetiknya tersebut. Namun tentang hal ini, Geraghty
membuat serial fiksi yang panjang (dengan ceritanya yang berliku) datang (1991) mencatat bahwa sesungguhnya para perempuan menjadi dekat
dari majalah perempuan. Pada saat itu, banyak majalah perempuan sukses dengan film melodrama karena mereka merasakan bahwa sementara
menyajikan serial fiksi tentang kisah cinta dan kehidupan personal mereka menyaksikan adegan demi adegan, kisah yang terjadi di dunia
perempuan. yang hanya fiksi itu kemudian dipararelkan dengan apa yang terjadi dalam
hidup sehari-hari. Menurut Geraghty, pada titik inilah film-film melodrama
Sejak awal, film-film melodrama memang "dialamatkan" untuk segmen menjadi 'dunia tetangga' ( neighbour world ), yang dekat dengan--namun
khalayak tertentu. Jika merunut sejarah awal kemunculan yang tidak sungguh-sungguh menjadi bagian dari--kehidupan.
menyatakan bahwa para pembuat film melodrama mengalamatkan
program ini bagi perempuan, artinya pihak-pihak yang terlibat dalam
97 98
Dalam konteks terbaru, analisa Geraghty itu tampaknya bisa diterapkan mempertanyakan mengapa menonton serial Dallas menjadi sebuah
untuk melihat fenomena ketertarikan remaja-remaja perempuan atas pengalaman yang menyenangkan. Hasilnya, Ien Ang menemukan bahwa
Meteor Garden . Meteor Garden mampu menghadirkan dunia yang terasa kebanyakan penonton menganggap Dallas sebagai sebuah pertunjukan
begitu dekat dengan hidup sehari-hari seorang remaja perempuan; dunia 'hiburan' ( entertainment ).
kampus, interaksi dengan kelompok remaja laki-laki, persaingan
mendapatkan laki-laki pujaan, cinta yang bertepuk sebelah tangan dan hal- Dari beberapa studi tersebut Glendhill menyimpulkan bahwa sebagai
hal lain yang menjadi bagian hidup sehari-hari. Dalam Meteor Garden , bentuk tontonan yang dialamatkan pada perempuan, melodrama
tokoh Sanchai membagi pengalamannya kepada remaja perempuan berkembang menjadi sebentuk budaya populer yang memberikan ruang
tentang bagaimana rasanya menjadi seorang remaja perempuan yang bagi representasi sebuah wilayah pengalamandalam kehidupan personal
cantik tapi miskin, disukai oleh seorang yang tampan dan kaya, tapi harus dan emosional. Kemudian terjadi proses negosiasi tentang bagaimana citra
mengalami banyak masa-masa sulit dalam perjalanan cintanya karena perempuan direpresentasikan dalam melodrama. Jika masyarakat
keadaan tersebut. Adegan-adegan yang ditampilkan dalam Meteor Garden memberikan ruang yang lebih lapang bagi cara pandang dan tokoh-tokoh
dengan dialog dan pengambilan gambar yang mengharukan mengundang perempuan, maka selanjutnya kekuatan atas dialog (yang sangat dominan
para remaja perempuan ini untuk ikut ambil bagian dalam situasi emosional dalam melodrama) dapat menjadi salah satu alat bagi sosialisasi
yang dialami Sanchai. Banyak di antara penonton yang terharu atau kesetaraan gender.
menangis saat menyaksikan adegan tertentu.
Tapi sesungguhnya, kini kita mendapati kenyataan bahwa menonton film
Dalam ilmu komunikasi maupun kajian budaya, keterkaitan antara melodrama tidak lagi eksklusif menjadi kebiasaan kaum perempuan. Para
perempuan dan melodrama telah lama menjadi bahan kajian yang menarik. lelaki tampaknya mulai menikmati pula sensasi-sensasi emosional dan
Lebih dari sekedar menunjukkan bagaimana film melodrama telah menjadi dramatis yang ditampilkan dalam sebuah tayangan melodrama. Misalnya
pusat perhatian perempuan, beberapa studi bahkan telah berhasil saja, tidak sedikit juga remaja laki-laki yang menonton serial Meteor
menjelaskan bagaimana relasi antara perempuan dengan budaya populer Garden secara teratur. Bahkan, remaja-remaja laki-laki juga banyak yang
(di mana film-film melodrama masuk ke dalamnya), apakah itu termasuk meniru potongan rambut pemain Meteor Garden (yang memang
dalam usaha kapitalisasi perempuan--seperti yang sering dituduhkan--atau berkembang menjadi dandanan rambut baru di Asia).
bisa menjadi alat bagi perempuan untuk mengelola kembali identitas diri.
Termuat di Newsletter KUNCI No. 12, Juni 2003.
Beberapa studi yang dilakukan dalam relasi antara perempuan dengan film
melodrama ini berusaha untuk menjawab pernyataan-pernyataan para Realitas dan Kajian Media
feminis yang kerap menuding film melodrama sebagai bentuk subordinasi
perempuan. Apakah yang terjadi sesungguhnya ketika perempuan mulai Oleh THOMAS HANITZSCH
memasuki dunia melodrama? Apakah memang film melodrama telah
memposisikan perempuan sebagai bentuk subordinasi, ataukah justru
ketika memasuki dunia yang identik dengan budaya yang feminin tersebut
perempuan justru dapat diberdayakan? Tujuan tulisan ini adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran
terhadap tulisan R. Kristiawan dan Nuraini Juliastuti yang dimuat di KUNCI
Salah satu studi yang cukup terkenal adalah yang dilakukan oleh Sonia (8, 2000). Berangkat dari memperdalam kritik terhadap kosep hegemoni
Livingstone pada 1988 tentang opera sabun di Inggris. Pada studi ini, saya akan merevisi kajian terhadap majalah remaja HAI .
Livingstone menggunakan pendekatan 'penggunaan dan kepuasaan' ( uses
and gratifications ) di mana ia menemukan bahwa kebanyakan responden R. Kristiawan sangat benar ketika mengkritik konsep hegemoni yang
yang menonton serial opera sabun di stasiun televisi Inggris menggunakan dikembangkan oleh Antonio Gramsci, karena wacana Gramsci ternyata
aktivitas tersebut sebagai salah satu bentuk eskapisme (pelarian) dari tidak membantu untuk mengerti interdependensi (bukan dependensi!)
masalah hidup sehari-hari. Studi lain dilakukan oleh Ien Ang dalam
terhadap para penonton serial Dallas . Ien Ang memulai studinya dengan
99 100
kultural antara dunia Barat dan dunia Timur maupun antara dunia Utara Saya sangat setuju dengan yang ditulis R. Kristiawan bahwa media massa
dan Selatan. Proses globalisasi itu memang jauh lebih kompleks. tidak merupakan 'alat penguasa untuk menciptakan reproduksi ketaatan' (
KUNCI 8, 2000). Media massa sebenarnya tidak berdiri sendiri, melainkan
Gramsci menyimpulkan bahwa budaya Barat sangat dominan terhadap merupakan bagian dari masyarakat. Dalam bahasa teori sistem sosial yang
budaya di negara-negara berkembang, sehingga negara berkembang terus menerus dikembangkan di Jerman, fungsi media massa adalah
terpaksa mengadopsi budaya Barat. Dalam konteks pembangunanisme, memungkinkan pengamatan diri masyarakat (Marcinkowski 1993). Fungsi
konsep Gramsci memang sangat dekat dengan dasar pemikiran teori media massa sebenarnya bukan 'merekonstruksikan realitas sosial',
dependensi (Cardoso), termasuk imperialisme struktural (Johan Galtung) sebagaimana ditulis oleh Ana Nadhya Abrar, pakar jurnalistik di Universitas
dan imperialisme kultural (Herbert Schiller). Gadjah Mada (Abrar 1997). Dengan kata lain, media massa merupakan
cermin kebaikan dan keburukan masyarakat, bukan mencerminkan (dalam
Model-model pembangunan tersebut gagal karena empat faktor: pertama , arti meng- copy ) keadaan masyarakat. Media di Indonesia maupun di
proses diferensiasi di dunia ketiga sendiri, terutama kesuksesan ekonomi negara lain sama parahnya dengan keadaan masyarakat.
beberapa negara berkembang dengan menggunakan strategi yang
berorientasi pada pasar dunia, justru menentang kesimpulan-kesimpulan Tidak ada gunanya kalau kita terus bertanya, kenapa pemberitaan di media
utama teori hegemoni dan dependensi (Rullmann 1996). Kedua , teori-teori massa begitu parah? Menurut Niklas Luhmann, sosiolog Jerman,
tersebut memanfaatkan sebuah perspektif global dan dengan demikian seharusnya kita bertanya, seberapa parah kondisi masyarakat kita sampai
tidak menyadari adanya ketidakseimbangan sosial, struktur patrimonial dan kita membutuhkan cermin media seperti itu? (Luhmann, 1996)
eksploitasi di negara-negara berkembang sendiri (Servaes, 1995). Ketiga ,
teori hegemoni dan dependensi ternyata gagal dalam mengusulkan solusi- Dalam konteks ini, maka saya tidak sepenuhnya setuju dengan pengertian
solusi yang bermanfaat dalam konteks global (ibid). Keempat , referensi Nuraini Juliastuti terhadap media massa dalam kajiannya terhadap majalah
historis yang mengarah kepada masa penjajahan dan hegemoni ekonomi remaja HAI . Dalam tulisannya "Majalah HAI dan 'Boyish Culture'" ( KUNCI
global sebagai sebab kemacetan perkembangan di sebagian Dunia Ketiga 8, 2000) ia hendak menjawab pertanyaan "bagaimana sistem operasi dari
harus dilihat sebagai hal yang sangat problematis. Perlu kita ingat bahwa konstruksi budaya dan konstruksi sosial itu bekerja membentuk dominasi
Afghanistan misalnya, yang tidak pernah dijajah oleh negara Barat, sampai ideologi maskulinitas lewat media massa".
sekarang tetap tidak mampu berkembang, dilihat tidak hanya dari perspektif
model demokrasi Barat. Pertama , pertanyaan tersebut tetap tidak terjawab. Akhirnya, bagaimana
sistem itu sebenarnya beroperasi? Kedua , pertanyaan Nuraini Juliastuti
Bahkan James D. Halloran, salah seorang penasehat komisi MacBride 20 tampaknya mengandung dua premis pernyataan yang belum terbukti, yaitu
tahun yang lalu, berpendapat bahwa riset terhadap perkembangan di Dunia adanya arus informasi yang bersifat satu arah dan adanya dampak media
Ketiga cenderung justru mempertajam ketergantungan negara-negara massa yang cukup berarti terhadap publik.
berkembang pada Barat. Lalu dia bertanya, apakah imperialisme kultural
dan imperialisme media diikuti imperialisme penelitian? (Halloran, 1998). Sebagian besar pakar cultural studies selama ini masih melihat konsumsi
Saya pikir, tidak. Apa gunanya? media massa sebagai proses penciptaan budaya yang berkaitan dengan
kuasa (Ang 1999) dan mengandung bahaya hegemoni Barat (Hepp 1999).
Persepsi tentang Antonio Gramsci oleh pakar sosiologi di dunia ketiga yang Walaupun demikian, suatu perubahan dalam pengertian cultural studies
sangat positif itu barangkali terjadi karena mereka sering dengan mudah terhadap media massa sudah terlihat. Douglas Kellner misalnya menuntut
dan tidak kritis mengadopsi model dan teori sosiologi Barat yang sudah pendekatan metateoretis dan multiperspektifis dalam menganalisis proses
ketinggalan jaman seperti modernisme, dependensi dan hegemoni. Dengan penyampaian pesan media (Kellner 1999).
demikian, tanggung jawab atas segala kegagalan di Dunia Ketiga bisa
dilempar ke negara-negara maju. Demikian juga pakar-pakar sosiologi yang memanfaatkan potensi teori
sistem sosial pasca-Talcott Parsons. Proses penyampaian pesan dalam
ilmu komunikasi kini dipandang sebagai proses yang dinamis dan
101 102
transaksional. Artinya, khalayak juga aktif dalam proses tersebut. Publik Media Selebritis di Indonesia
tidak tinggal diam dan menerima pesan-pesan media massa begitu saja,
melainkan paling tidak memilih pesan yang layak diterima. Sebaliknya, Oleh NURAINI JULIASTUTI
media juga sangat tergantung pada nilai-nilai kultural masyarakat pada
umumnya.

Bila kita mau menyalahkan media massa atas perkembangan masyarakat Sejarah media selebritis di Indonesia dimulai pada 1929. Pada tahun itu
yang tidak memuaskan itu, seharusnya kita membuktikan bahwa ada sudah terbit media yang menyajikan tulisan-tulisan tentang dunia film serta
kenyataan murni yang bersifat universal ( the truth out there ), dan kita artis-artis, yaitu Doenia Film. Majalah ini terbit di Jakarta. Setahun
sebagai individu dapat mengamatinya dengan hasil yang sama. Akan kemudian, nama majalah ini diubah menjadi Doenia Film dan Sport. Pada
tetapi, apa yang kita alami sebagai realitas itu hanya merupakan hasil tahun 1941 muncul majalah Pertjatoeran Doenia dan Film. Sedangkan
konstruksi atau kognisi kita sendiri yang berdasarkan pengamatan atas pada 1950-an di Solo muncul majalah Star News. Di kemudian hari,
realitas. Tentunya, 'kenyataan' Anda berbeda dengan 'kenyataan' saya majalah ini berganti nama menjadi Star News Baru dan Bintang. Dalam
walaupun kita mengamati realitas murni. Kesimpulan kita berbeda karena waktu yang bersamaan di Solo juga muncul majalah Film Figoers. Dari
cara pengamatan yang dipakai tidak sama (Luhmann 1990). Surabaya, sempat terbit majalah Indian Film , sebuah majalah bulanan
yang khusus mengulas tentang film India. Berikutnya muncul nama-nama
Dengan demikian muncul pertanyaan, apakah layak bila kita sebagai baru majalah khusus film saat itu, antara lain: Berita Industri Film, Kentjana,
ilmuwan menuntut media massa untuk mengkonstruksi realitas dengan Chitra Film, Film Indonesia, Aneka , dan Purnama.
cara pengamatan kita? Tentu tidak! Seorang peneliti mengamati realitas
sosial dengan maksud mendapatkan kebenaran. Seorang wartawan Pada 1967 film-film Indonesia mulai bangkit. Masyarakat Indonesia bisa
mengamati realitas dengan maksud membuat berita yang relevan dan menyaksikan produksi film-film nasional dan kemunculan artis-artis baru
informatif buat pembacanya. film Indonesia. Bersamaan dengan itu, ikut terbit media-media yang khusus
mengulas seluk beluk film nasional yaitu: Ria Film (terbit 1973), Bintang
Walaupun demikian, kita sebagai peneliti tetap dapat meneliti dan terus Film (terbit 1974), Team (terbit 1981), Aktuil (terbit 1967) dan Top (terbit
mengkritik media massa. Akan tetapi, bila kita memanfaatkan pendekatan 1976).
ontologis dan normatif dalam analisis media, maka posisi ilmu komunikasi
atau sosiologi pada umumnya akan berada dalam posisi yang lemah. Kita Aktuil, majalah khusus musik yang terbit di Bandung ini, menjadi legenda
perlu melihat media massa sebagai bagian dari masyarakat kita. Jangan karena semasa hidupnya dikenal sebagai pelopor pembawa informasi
kita bertanya seberapa parah pemberitaan di media massa kita masa kini. perkembangan musik kepada publik Indonesia, tidak hanya yang berasal
Melainkan bertanya, faktor-faktor apa yang memungkinkan penampakan dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri. Pada tahun 1970-an, majalah
media yang kurang memuaskan. ini tercatat membuka jaringan kantor perwakilan dan korespondennya di
luar negeri (Hamburg, Munich, Berlin, Swedia, Stockholm, Ottawa, Tokyo,
Hongkong, Kowloon, New York). Pada tahun 1975, Aktuil juga mengejutkan
publik Indonesia dengan mengundang kelompok musik Deep Purple untuk
THOMAS HANITZSCH adalah Peneliti Program S3 di Technische Universität Ilmenau, berpentas di Indonesia. Saat itu, pentas-pentas musik, apalagi dengan
Jerman. Sekarang sedang melakukan penelitian tentang wartawan di Indonesia dan mengajar pemain musik dari luar negeri, masih jarang terjadi. Majalah lain yang
di Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
mengkhususkan diri dengan berita-berita dalam dunia musik adalah MAS
(Musik Artis Santai) dan Citra Musik.
Termuat di Newsletter KUNCI No. 9, Maret 2001

Direktorat Televisi Departemen Penerangan pernah berusaha menerbitkan


majalah khusus radio dan televisi pada 1972, yaitu Monitor. Tetapi sampai
1982, nasib majalah ini kurang menggembirakan. Pada 1986, majalah itu
103 104
berubah bentuk menjadi tabloid dan diasuh oleh Arswendo Atmowiloto. sebagai pembawa informasi tentang artis-artis musik dan film untuk para
Tabloid yang berisi berita-berita selebritis baik dari dalam negeri maupun pembaca mudanya.
luar negeri, gosip, dan berita latar belakang pembuatan sebuah program di
televisi ini ternyata disukai pembaca dan sangat laku di pasaran. Makanya Menginjak akhir 1990, di Indonesia muncul media-media versi Indonesia
Arswendo sering menyebut dirinya sebagai Corporal Wendo--plesetan dari dari media-media luar negeri seperti Cosmopolitan, Harpers Bazaars, Lisa ,
Kolonel Sanders penemu resep Kentucky Fried Chicken--sebagai penemu dan sebagainya. Dan mulai 2001 muncul majalah baru: Cosmo Girl. Media-
resep tabloid semacam itu. Kehadiran tabloid model ini terasa semakin media ini akhirnya juga banyak berfungsi sebagai pembawa informasi dunia
dibutuhkan ketika pada 1989, mulai muncul televisi swasta pertama di selebritis yang lebih luas kepada para pembacanya. Lebih-lebih setelah
Indonesia: RCTI. Tak lama kemudian RCTI disusul dengan TPI, SCTV, MTV bisa dinikmati publik Indonesia lewat Anteve.
Indosiar, dan Anteve. Semakin banyak stasiun televisi, berarti semakin
meningkatkan produksi acara-acara televisi. Dengan demikian semakin ***
banyak kemungkinan berita-berita tentang acara-acara televisi, berikut
artis-artis pendukungnya, yang bisa dijual ke masyarakat. Pada 1991, terbit
tabloid-tabloid baru tentang dunia radio, televisi, film dan artis, yaitu Bintang Konsekuensi dari semakin pesatnya industri hiburan, berikut elemen-
Indonesia, Citra, Wanita Indonesia dan Dharma Nyata. Pada 1993, terbit elemennya termasuk acara-acara infotainment adalah, semakin banyaknya
majalah Vista TV. Majalah ini bermaksud menjadi TV Guide versi jumlah artis atau selebritis. Semakin banyak anak-anak muda yang tertarik
Indonesia. untuk bekerja dan memasuki wilayah-wilayah yang selanjutnya nanti lebih
dikenal orang sebagai artis atau selebritis. Jumlah model di Indonesia
semakin bertambah, begitu juga dengan jumlah anak-anak muda yang
Tidak semua tabloid tersebut berumur panjang. Tabloid Bintang Indonesia
berhasrat untuk menjadi penyanyi. Ajang pemilihan model atau putri ayu
dan Citra masih bisa kita temui sampai saat ini. Dunia tabloid di Indonesia adalah pintu masuk strategis untuk memasuki dunia selebritis, karena
juga mendapat tambahan pemain baru yaitu: Bintang Millenia dan begitu seseorang menjadi model, terdapat kemungkinan besar untuk
Cek&Ricek. Kelahiran televisi-televisi swasta selain membawa konsekuensi menjadi bintang iklan, dan selanjutnya menjadi presenter atau main
semakin banyaknya produksi siaran yang bisa dinikmati masyarakat, sinetron. Pemilihan Tiara Sunsilk baru-baru ini misalnya dengan jelas
ternyata juga melahirkan siaran-siaran infotainment yang berisi berita-berita mengiklankan dirinya sebagai ajang untuk masuk ke dunia baru, untuk
dari para artis dan selebritis Indonesia. Stasiun RCTI memproduksi siaran meraih kesempatan dan pengalaman baru. Dunia baru dan kesempatan
infotainment dengan nama Kabar-Kabari, Cek&Ricek, dan Buletin Sinetron.
baru itu maksudnya gadis-gadis yang terpilih dalam jajaran gadis Sunsilk itu
Produsen acara Cek&Ricek kemudian melebarkan sayapnya tidak hanya
berpeluang untuk menjadi salah satu pemain dalam dunia hiburan, dan itu
memproduksi acara televisi saja, melainkan juga tabloid dengan nama yang artinya terbuka pula kesempatan untuk tampil di salah satu media selebritis.
sama. SCTV juga mempunyai acara infotainment dengan nama Bibir Plus,
Poster, Hot Shot, Halo Selebriti, Otista, dan Ngobras. TPI memproduksi
acara infotainment dengan nama Selebrita dan Go Show. Anteve Perbedaan media-media selebritis pada masa ketika program-program
mempunyai acara infotainment yang diberi nama Panorama, Kharisma, acara televisi belum mengalami booming seperti sekarang mungkin hanya
Selebriti Dunia, dan Berita Selebritis Spesial. Sementara Indosiar pada figur-figur yang diwawancarai. Dulu mungkin isinya hanya ada artis
memproduksi acara infotainment dengan nama KISS. penyanyi atau bintang film, tetapi sekarang, halaman-halaman media
tersebut didominasi oleh pemain sinetron, karena produksi film Indonesia
masih terbatas, dan sinetron adalah salah satu program acara dominan di
Posisi Aktuil di kemudian hari banyak digantikan oleh Hai. Majalah remaja
layar televisi kita saat ini.
pria ini dikenal luas di kalangan remaja karena banyak menyajikan berita-
berita perkembangan musik, juga berita-berita tentang artis-artis musik
dalam dan luar negeri. Sama seperti Aktuil, Hai juga kerap mengirimkan Melihat panjangnya sejarah media selebritis di Indonesia, jelas bahwa
reporternya untuk menulis konser-konser musik dari luar negeri, misalnya obsesi orang terhadap skandal seks, atau berita-berita tentang kehidupan
menulis tentang konser musik Woodstock. Majalah-majalah remaja lain privat orang lain, bukan hal baru. Mungkin sudah sifat alamiah manusia
seperti Gadis atau Kawanku mulai tahun 1990-an akhir banyak berperan yang dasarnya suka mengamati orang lain dan mendengar berita-berita
tentang orang lain. Dan wacana menunjukkan bahwa wacana-wacana
105 106
tentang selebritis ini--sebutlah misalnya kasus cerai antara Nicky Astria dan
Mamay, cek cok antara Atilla dan Wulan Guritno karena Atilla memergoki Selebritis dan Kelas Sosial
Wulan sedang ada di kamar bersama Nugie, Ferdi Hasan dan Jeremy
Thomas yang masuk rumah sakit karena kecapekan, Dina Lorenza yang Oleh ALIA SWASTIKA
mau menikah, Sarah Sechan yang didahului menikah adiknya, usaha Lusy
Rahmawaty supaya cepat punya anak, atau Nico Siahaan yang baru saja
putus cinta--memang masuk dalam kehidupan kita, para pembaca tabloid
hiburan, para penonton televisi, dan dijadikan obrolan seperti kalau kita Bukan hal yang mudah untuk menentukan di mana selebritis Indonesia
mengobrolkan seorang teman dan saudara saja. Kita tentu pernah masuk dalam kategori kelas sosial. Sekilas, bisa jadi banyak orang
mengalami sendiri suasana obrolan semacam ini: "Eh, ternyata Ulfa jadi menganggap mereka masuk dalam kelompok kelas menengah jika yang
cerai juga ya sama Klaas?", "Eh, kamu tahu nggak, Shanty sudah putus lo menjadi indikator adalah jumlah penghasilan, gaya hidup ataupun pola
dari Dimas Jayadiningrat?", atau "Tahu nggak, bintang-bintang sinetron konsumsinya. Namun, tidak pernah ada batasan yang cukup jelas tentang
Belahan Hati itu ternyata mantan Gadis-gadis Sunsilk lo. Iya! Pantesan kelas menengah. Ariel Heryanto (1993) menyebutkan bahwa
rambutnya bagus-bagus kan?". sesungguhnya kelas menengah merupakan posisi yang mandiri dalam
kaitannya dengan proses dan relasi produksi
Media selebritis ini akhirnya berposisi sama dengan berita-berita politik
yang setiap hari juga mencekoki kita dan memaksa kita untuk menelan Teori kelas sendiri, sebagai salah satu teori penting dalam usaha mengkaji
macam-macam berita tentang aktor-aktor politik dan peristiwa politik terkini. proses perubahan sosial masyarakat, selama ini mendasarkan diri pada
Berita-berita tentang artis dan selebritis tidak hanya bisa didapat pada pemikiran Marx dan Weber. Pemikiran Marxian hanya mengenal dikotomi
media selebritis saja, tapi juga di media-media lain. Artis atau selebritis dua kelas sosial, yaitu "yang dihisap" dan "yang menghisap". Dalam
menjadi sumber berita yang dominan bahkan untuk kasus-kasus luas. Artis konsteks politik, artinya para pemegang kekuasaan adalah kelas atas
diwawancarai soal politik, ekonomi, dan sepak bola. Media-media (penghisap) dan rakyat adalah kelas bawah (yang dihisap). Marx tidak
perempuan seperti Femina, majalah-majalah remaja atau bahkan majalah memasukkan "kelas menengah" di antara keduanya. Dari sisi ekonomi, dua
keluarga macam Ayah Bunda atau majalah kesehatan akhirnya bisa kelas itu adalah kelas pemilik modal dan kelas pekerja. Sedang menurut
dijadikan rujukan informasi tentang artis a atau artis b, misalnya tentang Weber, kelas sosial tidak hanya terdiri dari dua atau tiga, melainkan bisa
gaya hidup kesehatannya, hobinya, atau cara mendidik anaknya. banyak. Pembentukan kelas tidak hanya ditentukan oleh kepemilikan alat
produksi, tetapi juga status sosial, pola konsumsi dan posisinya dalam
Formula suatu media tampaknya akan selalu berjalan beriringan dengan pasar. Itu sebabnya banyak yang menyatakan bahwa konsep kelas
aspek komersialisme, aspek laku-tidaknya suatu media di pasaran. menengah sesungguhnya adalah titik temu dari pemikiran Marx dan Weber.
Formula media-media infotainment dan media-media yang menggunakan
artis sebagai sumber berita utamanya, telah membuktikan kesuksesannya. Di Indonesia, yang disebut dengan kelas menengah selalu identik dengan
Meskipun terdapat pihak-pihak yang menentang dan merendahkan formula kaum yuppies . Artinya, indikasinya adalah jumlah penghasilan dan
media seperti ini, tapi tampaknya tetap banyak pihak yang akan mengikuti orientasinya terhadap kegiatan konsumsi. Itu sebabnya, kelompok selebritis
jejak membuat media selebritis. Dan formula media yang bercerita tentang selalu masuk dalam kelas ini. Sebagai bisnis yang tumbuh pesat, industri
selebritis akan tercatat sebagai formula yang sulit dicari bandingannya. hiburan Indonesia memang memiliki putaran uang yang cukup besar. Aktor-
aktor yang ada dan akan terlibat di dalamnya selalu dibayangi dengan
Termuat di Newsletter KUNCI No. 11, Februari 2002. impian untuk memperoleh penghasilan yang tinggi. Jumlah penghasilan
yang diterima oleh seseorang dalam bisnis hiburan biasanya ditentukan
oleh seberapa kuat daya tariknya untuk dapat menghasilkan keuntungan
bagi pemilik modal hiburan, baik melalui iklan maupun jumlah konsumen
(penonton bagi aktor film/sinetron atau pembeli kaset bagi seorang
penyanyi/musisi).

107 108
Namun, dari kacamata budaya, bukan tidak mungkin untuk memasukkan pergantian pengurus. Selain itu, artis-artis yang dekat dengan penguasa
kelompok selebritis ini dalam kelas atas. Dalam sebuah proses produksi merasa punya jaminan adanya peningkatan kemampuan ekonomi (karena
budaya, tetap diperlukan aktor-aktor yang memegang peranan penting. Kita dilibatkan pada proyek-proyek bernilai besar) dan nilai plus. Di masa
bisa saja menyebut kelompok selebritis sebagai pemilik modal budaya yang Soekarno, ketika kesenian yang diimpor dari Barat dilarang, maka yang
memiliki posisi tawar kuat dengan pemilik modal bisnis hiburan (meskipun punya hubungan dekat dengan penguasa adalah seniman dari kalangan
berada di lingkaran yang sama, tetapi posisi para pemilik modal bisnis film, atau musik pop keroncong. Di antaranya adalah Rima Melati (bahkan
hiburan, Raam Punjabi misalnya, tetap dilihat sebagai kelas atas dari sisi nama ini pun pemberian Soekarno) dan Yurike Sanger. Seniman-seniman
ekonomi). Kelompok selebritis ini tetap berperan sebagai produsen-- yang dianggap kontrarevolusi dijebloskan ke penjara, termasuk Koes Plus.
dengan lagu atau film/sinetron sebagai produknya--dan para penggemar
mereka sebagai konsumennya. Mereka sendiri harus tetap memiliki taktik Di masa Orde Baru, banyak sekali artis yang dikenal dekat dengan
dan strategi tertentu untuk bisa melakukan "penguasaan" terhadap para keluarga Cendana ataupun para menteri. Titik Puspa bahkan sempat
penggemarnya. membuat lagu berjudul "Bapak Pembangunan" yang menurutnya,
merupakan simbol kekagumannya terhadap Pak Harto. Selain itu, para
Posisi dominan selebritis sebagai pihak yang berada dalam kelas atas selebritis juga dikerahkan untuk mendapatkan dukungan massa. Kampanye
tampak saat mereka menggunakan posisinya sebagai public figure untuk Partai Golkar di masa lalu tak ubahnya seperti panggung hiburan yang
mempengaruhi penggemar. Posisi sebagai idola ini memungkinkan mereka dimeriahkan oleh penyanyi seperti Camelia Malik, Nicky Astria, Desy
untuk dapat menentukan hal-hal mana yang kiranya baik untuk dikonsumsi, Ratnasari, dan lain sebagainya. Banyak juga kisah percintaan yang
dilakukan atau dipakai oleh orang lain. Selebritis berada pada medan mewarnai relasi para selebritis dengan para penguasa atau keluarganya.
budaya yang memungkinkan mereka untuk menentukan modal-modal Yang paling menghebohkan adalah kisah cinta Desy Ratnasari dan Abdul
budaya apa yang berhak dipertarungkan. Latif. Selain itu, kedekatan Tommy Soeharto dengan beberapa orang artis
cantik. Dekat dengan pemegang kekuasaan, selain menjamin mereka
Karenanya, selebritis merupakan satu kelas sosial yang istimewa dalam dalam hal ekonomi, juga menimbulkan satu kebanggaan tersendiri karena
masyarakat kontemporer. Ada banyak kemudahan yang diterima selebritis penguasa menempati posisi sentral dalam masyarakat.
berkaitan dengan statusnya sebagai individu. Tak heran jika selebritis mau
melakukan banyak hal untuk mempertahankan kelas sosialnya yang tinggi ***
ini. Orang biasa pun, tak jarang yang berusaha mati-matian untuk bisa
masuk dalam kelas selebritis. Selebritis menjadi salah satu cara untuk "naik Bagaimana selebritis memperlakukan modalnya untuk bertahan dalam
kelas". Kita mencatat, bagaimana Iwan Fals atau Ebiet G. Ade harus kelas atas? Hal yang menarik adalah sikap selebritis terhadap tubuhnya.
bekerja keras agar lagu-lagunya bisa didengarkan orang banyak, bahkan Kita sering melihat bagaimana para selebritis menganggap bahwa tubuh
mulai dari mengamen di pinggir jalan. Meski membawakan karya yang adalah modalnya yang utama untuk bisa bertahan dalam status sosial yang
sama, tentu ada perbedaan saat mereka akhirnya dianggap sebagai "artis" istimewa. Karenanya, diet, kosmetik, senam dan olahraga pembentukan
yang eksis. tubuh lainnya, serta fashion adalah hal-hal yang sangat akrab dengan
dunia selebritis. Akses ke dunia selebritis pun banyak yang menjadikan
*** 'tubuh dan kecantikan' sebagai syarat utama. Dunia modelling, misalnya,
jelas-jelas mencantumkan syarat wajah fotogenik bagi siapa saja yang
Selebritis juga punya sejarah panjang dalam relasinya dengan kelas berminat untuk masuk ke dalamnya. Demikian pula dalam sinetron--
penguasa. Ini juga merupakan salah satu strategi bagaimana mereka meskipun sebenarnya tidak bisa dibedakan lagi mana yang sungguh-
mempertahankan kelas sosial tertentu yang melekat padanya. Kelas sungguh model dan mana yang sungguh-sungguh pemain sinetron--
penguasa, sebagai pihak yang berwenang untuk membuat regulasi dalam kemampuan akting bukan lagi persyaratan utama.
masyarakat--termasuk dunia hiburan--harus didekati dan diminta "doa
restunya". Karenanya, organisasi artis juga selalu melakukan kunjungan Titi DJ pernah punya pengalaman menarik tentang hal ini. Titi memang
minta doa restu kepada presiden jika mereka baru saja melakukan pernah dikenal sebagai seorang artis yang cukup "cuek" dalam hal

109 110
penampilan. Gaya busananya sering dianggap aneh dan norak. Menurut Berbagai usaha yang dilakukan oleh selebritis untuk mempertahankan
Titi, pada masa-masa itu, terbukti tidak banyak tawaran untuk manggung keberadaannya dalam satu kelas sosial tertentu, dapat dilihat pula sebagai
datang padanya. Banyak produsen dan event organiser yang menyarankan upaya untuk tetap mempertahankan jarak dengan para penggemarnya.
Titi untuk sedikit lebih langsing dan lebih feminin. Dan kini, kita melihat Bagaimanapun, selebritis merasa posisinya harus selalu eksklusif. Pada
bagaimana penampilan Titi DJ. Menurutnya, ia membutuhkan show titik ini, selebritis menjadikan media massa tempat mereka biasa tampil
sebagai sumber penghasilan, dan dalam hal ini, ia memang menyadari sebagai agen untuk memperkenalkan selera dan gaya yang menurut
bahwa jika ia tidak tampil menarik--meskipun suaranya bagus--maka orang mereka baik. Setelah terjadi proses reproduksi gaya dan selera selebritis
tidak akan senang datang ke konsernya. dalam masyarakat--yakni ketika gaya mereka mulai ditiru dan dikonsumsi
oleh orang kebanyakan--seketika itu juga para selebritis mulai menciptakan
*** gaya yang baru. Mereka akan selalu menciptakan jarak dengan
penggemarnya.
Selain itu itu, yang menjadi modal bagi selebritis adalah juga kecerdasan
dan pengetahuannya akan perkembangan budaya. Banjir informasi
memungkinkan semua orang memiliki akses untuk menjadi sumber
"pengetahuan". Bagi selebritis, adalah penting untuk menunjukkan kepada Termuat di Newsletter KUNCI No. 11, Februari 2002.
publik pengetahuan yang dimilikinya. Apalagi keragaman acara di televisi
memungkinkan mereka untuk merambah bidang-bidang lain selain musik
dan film, misalnya menjadi pembawa acara infotainment, majalah tivi
ataupun talkshow . Pengetahuan akan perkembangan politik ataupun KD di Media
fenomena sosial lainnya, juga akan memberikan cap "intelek" bagi
selebritis. Dian Sastro misalnya, banyak orang yang memujinya berkaitan Oleh YULI ANDARI M.
dengan kecerdasan Dian. Dalam sebuah wawancara di majalah Gadis , ia
menyebutkan bahwa buku favoritnya adalah Madilog -nya Tan Malaka. Ia
juga selalu berbicara mengenai minatnya yang tinggi terhadap ilmu filsafat.
Hughes, juga contoh yang menarik. Baginya, kecerdasan Tulisan ini merupakan hasil studi tentang representasi Kris Dayanti (KD) di
memungkinkannya untuk menghibur orang dengan cara yang berbeda. media. Bagaimana sosok KD ditampilkan dan diceritakan oleh media
massa terutama majalah-majalah dan tabloid-tabloid selebriti.
Ada juga artis yang lebih "serius" dalam masalah intelektualitas ini. Dewi
Lestari, sempat membuat heboh dunia sastra lewat Supernova -nya, yang KD mulai hangat diberitakan media massa ketika ia berhasil memenangkan
menunjukkan pengetahuannya yang luas tentang berbagai fenomena Grand Championship Asia Bagus 1992. Saat itu ia masih berumur 17 tahun
dalam ilmu sosial, fisika, filsafat dan psikologi. Ada juga Rieke Dyah dan lebih dikenal sebagai adik penyanyi Yuni Shara. Sebagai pendatang
Pitaloka, yang terang-terangan ikut di garis depan dalam aksi demonstrasi baru, keberhasilan KD masih selalu dikaitkan dengan Yuni Shara yang
mahasiswa. Belakangan Rieke--yang mahasiswa S2 Filsafat di Universitas lebih dahulu berkiprah sebagai penyanyi. Setelah sukses di Asia Bagus, KD
Indonesia--menerbitkan kumpulan puisi Renungan Kloset . mulai merekam album solonya Terserah (1995) yang tidak begitu sukses.

Intelektualitas muncul sebagai jalan baru untuk menjadi berbeda.Ini juga Media kembali memberitakan KD ketika ia mulai menjalin kasih dengan
menjadi salah satu cara untuk merespon banyaknya kritik yang sering rocker Anang Hermansyah, yang kini menjadi suaminya. Album Cinta
disampaikan pada mereka karena identik dengan dunia yang glamor. (1996) yang merupakan duet mereka hadir setelah pasangan ini menikah.
Menjadi selebritis yang tampak berbeda, secara sosial menempatkan Lirik lagu yang romantis maupun tampilan video klip yang mengungkapkan
mereka pada posisi yang berbeda pula dalam kelas selebritis sendiri. kemesraan mereka segera diterima masyarakat. Apalagi media
mencitrakan hubungan mereka yang selalu mesra. Penjualan album ini
***
111 112
mencapai 700 ribu keping dan membawa KD menjadi salah satu selebritis Untuk cantik, KD mengaku rela mengeluarkan uang banyak. Ia juga rela
Indonesia yang diperhitungkan. kesakitan. Supaya tetap seksi, KD melakukan diet ketat dengan tidak
makan nasi, hanya buah segar, sayur, ikan, dan sesekali daging. Itupun
Cantik dan Seksi dalam porsi terbatas. "Beautiful is pain", katanya.

Sebagai selebritis KD sadar betul akan keselebritisannya. Ia tidak bisa Kemolekan wajahnya sempat menimbulkan gosip bahwa KD telah
tampil sebagaimana orang kebanyakan. Apapun yang dilakukannya akan melakukan operasi agar hidungnya lebih mancung. KD segera membantah
selalu diekspos media. Semua orang akan tahu apa yang terjadi pada gosip itu. Ia berkata bahwa hidungnya sudah seperti itu tanpa adanya
dirinya. KD berusaha selalu menjaga citranya agar tetap tampil cantik, operasi. Namun KD mengaku ia pernah melakukan operasi dua kali yaitu
menarik, pintar dan seksi. untuk melebatkan bulu mata dengan cara mengambil dari akar rambut dan
operasi yang kedua untuk program dietnya. "Kalau aku melakukan operasi,
Untuk menjadi cantik, KD mulai bereksperimen dengan penampilannya. itu kan berarti mengubah yang alami. Kalau sekarang penampilan saya
Alis mata ditata rapi dan bibir dipoles lipstik hingga tampak sensual. Media seperti ini, itu karena saya rajin minum jamu, disiplin makan, body language
dan rajin olah raga agar tidak gombyor, jadi bukan karena operasi. Tapi
memang berperan membentuk citra seseorang agar tampil seperti yang
memang dulu saya melakukan operasi. Operasi yang pertama adalah
dikehendakinya, dan KD tampil seperti apa yang dikehendaki publik dari
seorang artis karena KD sadar bahwa apa saja yang menempel di penebalan bulu mata caranya dengan mengambil dari akar rambutku.
tubuhnya akan selalu diperhatikan dan bisa dijual, sepanjang itu dilakukan Sedangkan operasi yang kedua dilakukan untuk membantu program diet
berupa suntikan akupuntur vitamin B12" (selebritisindonesia.com).
secara profesional.

Selain wajah yang cantik, KD juga memperhatikan tubuhnya. Baginya


KD mengakui bahwa profesinya sebagai artis mengharuskan dirinya selalu
tampil cantik dan menarik. Maka ia tak ingin tampil buruk dihadapan tubuh yang proporsional, langsing dan singset harus tetap dipertahankan.
penggemarnya. Ia beralasan: "Saya 'kan seorang entertainer, ya dituntut Maka ketika ia melahirkan anaknya yang kedua, ia berusaha keras
mengembalikan bentuk tubuhnya seperti semula. Dalam waktu dua bulan
tampil menarik dong. Saya juga punya penggemar yang mengharapkan
saja tubuh KD berhasil menurunkan berat badan sebanyak 15 kilogram
saya tampil bagus. Mereka membayar mahal untuk menonton saya
menyanyi". ( Femina edisi khusus 2002). sehingga kembali langsing dan singset.

Selain alasan penggemar, KD sangat menyadari bahwa kecantikan harus "Nggak boleh dong, tubuhku gembyor setelah melahirkan. Suami bisa
kabur. Bagiku kembali ke tubuh singset hanya untuk suami. Anang paling
dijaga, apalagi bila telah memiliki suami. Ia merasa kecantikan merupakan
suka jika aku seksi. Jadi perawatan tubuhku, pertama-tama untuk suami.
faktor penting untuk membuat suami bahagia: "Rasanya, kok aneh, jika
sebagai wanita kita tak mau merawat diri. Padahal, Tuhan telah Tubuh seksi penting pada posisiku sebagai entertainer. Aku harus bergerak
memberikan segala keindahan yang khas kepada wanita. Saya punya luwes. Harus enak dilihat penonton. Jadi aku gila-gilaan melakukan
suami. Saya wajib menampilkan diri seindah mungkin agar dia senang." penurunan berat badan. Hasilnya bisa lihat sendiri." (Buletin Sinetron, edisi
(Femina edisi khusus 2002). 74, September 2001).

Di media selebritis lainnya, tabloid X-Files (79, Agustus 2001), KD juga Sebagai selebritis, KD selalu ingin tampil menarik dan sempurna di mata
ditampilkan sebagai seorang selebritis yang selalu berusaha terlihat penggemarnya. Ia berusaha menampilkan citra yang bagus di media
menarik. Ia tampil dengan busana maupun model rambut yang sedang massa. Sehingga apa yang ditampilkannya dapat memberikan kesan yang
baik bagi penggemarnya.
tren. Tiga bulan sekali ia mengubah penampilannya, khususnya model
rambut. Ia menyiasati tampilan rambutnya dengan mengenakan rambut
palsu. Dari model kepang dua ala Britney Spears, model Shinchan hingga
model acak-acakan seperti ditiup angin. Ia memilih cara yang simpel
namun dapat tampil lebih menarik.
113 114
Istri dan Ibu yang Baik membawakan lagu muncul dua anak mereka. KD mengakui bahwa salah
satu tujuan konsernya adalah untuk menepis isu kalau hubungan mereka
Satu hal yang selalu ditampilkan media adalah kehidupan rumah tangga renggang.
selebritis. Bagaimana selebritis itu mampu membagi waktu antara karir dan
keluarganya. Ia akan dikatakan berhasil di mata publik bila ia memiliki karir "Targetnya, ya itu tadi, menepis isu kalau aku makin jauh dengan Anang.
yang cemerlang dan sukses membina rumah tangga. Apalagi masyarakat Padahal nggak tuh. Aku selalu dekat dengan Anang. Wah, dia kan suami
Indonesia masih menganggap bahwa seorang wanita harus menjadi istri yang terbaik. Kalau muncul kesan aku menjauh, itu karena kesibukanku
yang baik, yang dapat merawat rumah tangga dan anak-anaknya. Karena begitu padat dan tidak berhubungan musik. Misalnya aku sibuk main
itulah tugas utama seorang wanita, meskipun ia seorang selebritis. sinetron. Kalau dibilang jauh, itu keliru. Masak orang hanya melihat
kedekatan dari dari sisi fisik. Sekalipun secara fisik, aku memang tidak
Dalam media-media selebriti KD ditampilkan sebagai istri dan ibu yang baik dekat dengan suamiku, tapi nggak berarti aku ada masalah. Aku dan dia
bagi suami dan anak-anaknya. Keluarganya selalu tampak harmonis. tetap erat. Dia cintaku. Setiap album baruku, Anang selalu menjadi guru,
Meskipun sibuk, KD lebih memilih dengan keluarga bila ia punya waktu konsultan dan teman kerja yang sangat baik." ( Buletin Sinetron ,74/
luang. Pendeknya dia digambarkan sebagai ibu yang baik. Media-media September 2000).
selebritis melukiskan meskipun KD punya karir yang cemerlang, ia tetap
adalah istri yang patuh, sayang pada suami dan anak-anaknya. "Aku Kesan ibu yang baik juga ditampilkan media ketika KD bersedia membatasi
sebetulnya orang rumahan. Setiap kali sibuk keliling daerah untuk jam shooting sinetron agar tetap punya waktu untuk anak-anaknya.
menyanyi, aku selalu ingin kembali ke rumah. Ya, kangen Anang, kangen Sebagai ibu, bagaimanapun sibuknya, ia harus bisa mencurahkan
anak-anak. Rumah ini juga sangat bersejarah buat kami," tutur KD tentang perhatian dan kasih sayang pada suami dan anak-anaknya. Seperti yang
rumah hasil kerja kerasnya bersama Anang. Jika tidak ada show, ia lebih diceritakan situs selebritisindonesia.com: Gara-gara sibuk syuting, anak
suka mendekam di rumah . Bahkan jika memungkinkan ia lebih suka sulungnya Titania Aurelie Nurhermansyah sempat protes. "Saya jadi
penandatanganan kontrak-kontrak show-nya dilakukan di rumah. bingung. Soalnya dia jadi cuek. Kalau saya tanya nggak langsung
menjawab. Saya kan takut kehilangan dia,"ungkap KD.
Media juga memproduksi realitas bahwa bila seorang selebritis sangat
sibuk, atau bila ia jarang tampil bersama keluarga itu berarti ada masalah Citra keluarga harmonis juga ditampilkan media saat KD mengisi waktu
dalam kelurganya. Tak heran bila banyak artis yang kemudian harus senggangnya dengan berlibur bersama keluarga di sebuah hotel dengan
membuat kesempatan tampil bersama dengan keluraganya agar keluarga mengajak kedua anak mereka. Di situ ditampilkan bahwa keluarga
mereka tampak baik-baik saja (harmonis). merupakan segalanya bagi KD. Betapa ia sangat menyayangi keluarganya.

KD juga digambarkan sangat menjaga citra keluarga harmonis. Apalagi Kesan ibu yang baik dan keluarga yang harmonis, seolah ingin diciptakan
ketika ia menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang hubungannya dangan media dalam kehidupan seorang selebritis. Media ingin memenuhi harapan
suami. Larangan main sinetron dari suaminya maupun pertengkaran- pembaca terhadap selebritis yang merupakan sosok idel bagi mereka.
pertengkaran dalam keluarganya yang diberitakan media misalnya, ia Media turut menciptakan realitas dan citra seorang selebritis seperti apa
tanggapi dengan mengatakan bahwa semua itu ungkapan rasa sayang diharapkan pembacanya.
suami dan keluarganya tetap harmonis. Bagi KD keluarga dan profesi sama
pentingnya sehingga keduanya harus sama-sama berjalan dengan baik.

Ketika KD lebih sering tampil sendiri tanpa Anang, media memberitakan Termuat di Newsletter KUNCI No. 11, Februari 2002.
bahwa ada masalah dalam hubungan KD-Anang. Namun kesan itu segera
terbantah ketika KD menyelenggarakan konser tunggalnya. Dalam konser
tunggal itu, ada kesempatan yang sengaja digunakan KD untuk tampil
bersama Anang membawakan lagu "Di Ujung Timur". Di tengah-tengah
115 116
Kami Tak Berhenti Begadang sepenuhnya hilang, baik dari segi iramanya, temanya, maupun
penampilannya. Kelompok Rhoma Irama sendiri, waktu itu, menamakan
Oleh FARUK HT. dirinya masih sebagai orkes Melayu, yaitu Orkes Melayu Sonata.

Tapi, kehadiran Rhoma sama sekali tidak membuat musik dangdut menjadi
terangkat ke lapisan atas masyarakat. Yang berhasil dilakukannya lebih
Bisakah dangdut menjadi musik bergengsi, apalagi penjaga gawang merupakan revitalisasi dan reaktualisasi musik masa lalu itu ke masa kini.
moralitas? Bisa iya, bisa tidak. Semuanya tergantung pada apa yang Tapi, dengan hidup kembalinya musik Melayu, ia justru kemudian
dimaksud gengsi, apa pula yang dimaksud moralitas itu. Semuanya juga menegaskan stratifikasi sosial yang menajam di dalam masyarakat sebagai
tergantung siapa yang memberi makna terhadapnya. akibat perkembangan teknologi informasi dan ekonomi Orde Baru. Kalau
sebelumnya masyarakat lapisan bawah yang terbentuk sebagai akibat
Dangdut adalah musik yang digemari oleh kelompok masyarakat marginal kebijakan ekonomi dan informasi Orde Baru seakan tidak mempunyai
atau yang termarginalkan, baik secara ekonomis maupun secara geografis. "corong", sarana kultural dan musikal untuk aktualisasi dan identifikasi diri,
Dari segi ekonomis, dangdut merupakan musik yang digemari oleh dengan Rhoma Irama, mereka memperoleh hal tersebut. Dengan demikian,
masyarakat dengan tingkat ekonomi yang rendah, misalnya para buruh di jasa besar Rhoma terletak bukan pada mengangkat musik dangdut ke
perkotaan. Dari segi geografis, ia merupakan musik yang hidup dan strata sosial yang lebih tinggi, melainkan menghidupkan dan
dihidupi oleh kelompok masyarakat yang ada di pinggiran, baik pinggiran mereaktualisasikan musik Melayu dan memberikan sarana ekspresi dan
kota, pedesaan Jawa, pesisir, ataupun luar Jawa yang menjadi pusat identifikasi diri pada masyarakat lapisan bawah.
kekuasaan ekonomi, politik, dan bahkan kultural masyarakat Indonesia.
***
Ketika saya masih kecil, duduk di sekolah dasar di Banjarmasin,
Kalimantan Selatan, di akhir 1960-an, seingat saya apa yang disebut musik Yang ingin saya katakan adalah bahwa dangdut adalah lagu masyarakat
dangdut belum ada. Yang ada adalah musik Melayu. Di daerah asal saya lapisan bawah dan tidak akan pernah serta bahkan sebaiknya tidak menjadi
itu musik Melayu ini hidup dan tersebar melalui pertunjukan-pertunjukan lagu lapisan atas masyarakat, lagu kelompok elite. Memang, seperti halnya
keliling yang dikenal dengan rombongan Orkes Melayu. Repertoirnya Sri Mulat, lagu dangdut mulai mendapat ruang yang semakin luas dan
sebagian besar diambil dari lagu-lagu Melayu Deli dan Malaysia akhir-akhir bahkan terluas di televisi, sesuatu yang sebelumnya menjadi wilayah musik
ini mulai muncul lagi, misalnya "Bunga Nirwana" dan "Sabda Pujangga". pop atau musik masyarakat dari lapisan yang lebih tinggi. Namun,
kecenderungan itu lebih disebabkan oleh perkembangan daya beli
Karena saya masih kecil waktu itu, musik Melayu saya rasakan sebagai masyarakat lapisan bawah itu sendiri bersama dengan perkembangan
musik orang-orang tua atau setengah tua (paman saya seorang penyanyi teknologi media massa yang menayangkannya. Ia dapat dipastikan sama
yang tergabung dalam sebuah Orkes Melayu). Musik anak muda adalah sekali bukan akibat dari perkembangan cara penyajiannya, termasuk
musik pop yang diledakkan oleh antara lain Koes Plus dan kemudian substansi musikal dan liriknya.
disusul oleh The Mercy's, Pambers, dsb., dan selanjutnya kelompok-
kelompok musik yang membawakan musik rock: Giant Step atau Godbless Perkembangan teknologi informasi telah memungkinkan dihasilkannya
dengan Achmad Albarnya, AKA dengan Ucok Harahapnya, dan Rollies produk-produk rekaman musik yang semakin murah dalam jumlah yang
dengan Gitonya. semakin besar dan dengan tingkat penyebaran yang semakin cepat dan
luas dan karenanya semakin terjangkau oleh masyarakat lapisan bawah.
Musik Melayu dapat dikatakan tenggelam waktu itu. Baru pada awal '70-an, Dengan perkembangan ini masyarakat lapisan bawah itu menjadi pangsa
dengan kemunculan Rhoma Irama yang mengkombinasikan musik Melayu pasar media dan iklan yang sangat besar pula. Iklan sendiri berhubungan
dengan musik pop dan rock, musik Melayu mulai memperoleh penggemar dengan perkembangan industri di Indonesia. Semakin banyak dan
di kalangan anak muda. Namun, namanya segera berubah dari musik beraneka komoditas yang ditujukan pada masyarakat lapisan bawah,
Melayu menjadi musik dangdut, meskipun jejak Melayunya tidak semakin besar kepentingan industri untuk menjangkau masyarakat tersebut

117 118
melalui media massa, terutama televisi. Dalam hubungan dengan iklan ini Irama hanya menegaskan bahwa dangdut memang musik lapisan bawah
dapat pula dibuktikan bahwa betapa besar pun ruang yang tersedia di masyarakat, musik yang ia sebut sebagai "comberan".
televisi untuk dangdut, ia tetap dipahami sebagai musik masyarakat lapisan
bawah dan ditujukan pada masyarakat lapisan tersebut. Iklan-iklan untuk Kedua, masyarakat lapisan bawah punya cara dan kepentingan sendiri
musik dangdut adalah iklan-iklan bagi produk-produk yang menjadi dalam menikmati dan menghayati musik dangdut, antara lain dengan
konsumsi khas masyarakat lapisan itu, misalnya obat kuat yang sangat menempatkannya sebagai alat identifikasi dan ekspresi diri. Sebagai
penting bagi buruh yang telah bekerja keras secara fisik, obat kemampuan kelompok masyarakat yang hidup dalam sistem stratifikasi sosial dan
seks, obat sakit kepala atau penghilang penghilang rasa sakit lainnya, dan ekonomi yang sangat tajam dan menajam, menjadi tidak masuk akal bagi
sejenisnya. Tidak akan ada iklan mobil mewah atau pakaian dan kosmetika mereka untuk dapat merasa bersatu dengan kelompok sosial ekonomi yang
mahal dipasang untuk menjadi sponsor musik dangdut. ada di lapisan atas, yang ada di atas "comberan". Dalam sistem stratifikasi
yang demikian, yang bisa mereka lakukan adalah bagaimana bisa hidup
Ike Nurjanah dan Iis Dahlia mungkin dua di antara sedikit penyanyi dangdut betah di comberan saja, bukan melakukan hal yang mustahil dengan keluar
yang tampil berbeda, yang mengutamakan keindahan dan keanggunan dari comberan itu. Salah satunya, dengan membalikkan makna comberan
daripada kekuatan dan seks, dalam menyanyi dangdut. Tapi, hal itu tidak itu menjadi sesuatu yang lebih berharga.
akan dapat mengubah musik dangdut menjadi musik elitis. Keanggunan
dan keindahan mereka sebenarnya sama saja dengan ungkapan perasaan Pada waktu saya remaja, salah satu lagu yang kami gemari dan nyaris
yang halus yang muncul di banyak lagu dangdut. Tapi, kehalusan menjadi lagu wajib adalah "Begadang". Meskipun lagu itu mengajarkan
ungkapan perasaan dalam lirik itu tidak pernah menghapuskan irama agar orang jangan begadang kalau tidak perlu, jangan begadang karena
dangdut sendiri, yaitu irama yang mengajak bergoyang ala film India: hal itu dapat merusak badan, kami tidak pernah tergelitik untuk berhenti
goyang yang berpusat di pinggul dan pinggang serta dada. Dangdut bukan begadang atau hanya begadang kalau ada perlunya. Saya pribadi, sebagai
musik yang mengajak orang berkontemplasi secara spiritual, melainkan bagian dari masyarakat penggemar dangdut, merasakan bahwa justru
mengajak orang bergerak dan bertindak secara fisik sebagaimana dengan tetap begadang tanpa ada perlunya kami menegaskan identitas
kehidupan sehari-hari masyarakat lapisan bawah. kami, menjadi bangga pada diri kami. Lagu itu, dengan demikian, kami
gemari bukan sebagai petuah yang harus diikuti, melainkan petuah yang
Banyak pujian yang diberikan kepada Elvi Sukaesih dalam hal harus dilanggar. Adanya petuah itu, bagi kami, hanya menegaskan bahwa
ketepatannya menyesuaikan gerak dengan irama dan tema lirik musik. jalan kami memang lain dari mereka yang "begadang kalau ada perlunya".
Namun, sewaktu di kampung saya mulai ada televisi, TVRI waktu itu, ibu
saya pernah jengkel sekali kepada Bapak saya karena ia memelototi Elvie Justru dengan tetap berada di "comberan", kami merasa bahwa kami lain
Sukaesih di layar televisi. Tidak ada persoalan keselarasan irama atau apa dari mereka, dan bahkan kami mampu dan berani hidup dalam lingkungan
pun namanya bagi penonton ketika mereka menonton atau mendengarkan yang mereka justru tidak bisa dan tidak berani melakukannya. "Comberan"
musik dangdut. Yang ada adalah citra tubuh yang menonjol, citra kekuatan sama sekali bukan hal yang menjijikkan dan hina bagi kami, melainkan
fisik dan seksual. Karena, pada hal itulah kehidupan masyarakat bawah sesuatu yang membanggakan. Begitupun dangdut dengan goyangnya,
bersandar. dengan citra kekuatan fisik dan seksnya. Bukankah banyak kelompok elit,
kaum eksekutif dan kaya, yang kabarnya impotent? Bagi masyarakat
Rhoma Irama dikenal sebagai penyanyi dan pengarang lagu dangdut yang lapisan bawah, kekuatan fisik dan seks, merupakan sesuatu yang
berhasil menyisipkan pesan-pesan moral dalam lagunya. Apakah hal itu membanggakan karena hanya itulah yang mereka miliki. Kalau hal itu
berarti dapat mengangkat musik dangdut keluar dari "comberan"? Tidak dihilangkan dari dangdut, dangdut ditarik keluar dari comberan, masyarakat
juga. Pertama, musik dengan ajaran moralitas yang eksplisit merupakan lapisan bawah tidak hanya kehilangan musik, tapi juga kehilangan identitas
musik yang khas masyarakat lapisan bawah, bukan masyarakat lapisan dan sekaligus eksistensi serta kebanggaan mereka.
atas yang cenderung abstrak, kosmopolit, dengan pandangan mengenai
moralitas yang kompleks dan ambigu, dan dengan penanaman Bersatulah penggemar dangdut Indonesia.
kemampuan intelektual yang tinggi dan kehalusan perasaan. Karena itu,
penempatan ajaran moral yang eksplisit seperti yang dilakukan Rhoma
119 120
Pertama" dan eksploitasi fisik di "Dunia Ketiga". Ini berpengaruh pada
pandangannya tentang penyelesaian masalah, karena ia menolak
FARUK HT. adalah pengajar pada Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. meliyankan pihak yang "berbeda" darinya.
Termuat di Newsletter KUNCI No. 12, Juni 2003.
Barangkali yang mengagumkan dari Gayatri tak hanya keketatannya
bertahan berada pada site of negotiation untuk terus membongkar struktur
kekuasaan. Tetapi juga staminanya.
Membaca Gayatri Chakravorty Spivak
Oleh MARIA HARTININGSIH dan NINUK MARDIANA PAMBUDY Suara perempuan berusia 64 tahun itu keras dan bertenaga meskipun
perjalanan selama lebih 22 jam dari New York sangat berpotensi
melumpuhkannya. Begitu tiba di Yogyakarta, ia hanya membutuhkan waktu
setengah jam istirahat sebelum berceramah dua jam dan empat jam pada
Ia dikenal sebagai ahli teori-teori post kolonial. Lebih khusus sebagai ahli hari berikutnya.
kajian subaltern (subaltern studies), setelah esai panjangnya "Can
Subaltern Speak" pada tahun 1983 terbit dan menjadi karya monumental, Gayatri didampingi oleh Antariksa dari Kunci Cultural Studies Center—
bahkan diperingati 20 tahun penerbitannya oleh para filsuf dunia di Cork, kelompok kajian budaya di Yogyakarta yang bekerja dengan berbagai pihak
Irlandia. untuk "menculik" Gayatri ke Indonesia dalam perjalanannya untuk sebuah
seminar di Beijing—baru tiba di hotel di Jakarta sekitar pukul 22.00.
Melalui sedikitnya 10 buku karyanya (asli dan terjemahan), serta karya-
karya kajian para ahli mengenai teori-teorinya, banyak orang juga Ia sudah ditunggu untuk mendengarkan gambaran perkembangan di
mengenal Gayatri Spivak sebagai ahli kajian kritis mengenai budaya Indonesia untuk dikaitkan dengan topik ceramahnya keesokan harinya
(critical cultural studies) dan teori-teori dekonstruksi, setelah mengenai perspektif kultural atas persoalan-persoalan kontemporer di
menerjemahkan dan menafsirkan Derrida dalam kata pengantar yang Universitas Indonesia.
dekonstruktif dari karya De la grammatologie ke dalam bahasa Inggris, Of
Grammatology. Namun sebagaimana di Yogyakarta yang "mematok" tema penulisan ulang
sejarah dan gerakan sosial yang paling dimungkinkan saat ini, tema yang
Dalam serangkaian ceramahnya di Program Pascasarjana Ilmu Religi dan disodorkan di UI juga dikatakannya, "bukan untuk saya".
Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan di Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia dalam 2,5 hari Tentu saja itu hanya basa-basi seorang guru besar pada Avalon
persinggahannya di Indonesia, Gayatri menolak semua label itu. Foundation of Humanities di Universitas Columbia, AS, tempat ia mengajar
sastra Inggris dan politik kebudayaan.
"Dalam banyak hal orang tidak suka diberi label. Saya menulis secara kritis
mengenai postkolonialisme dan kajian budaya. Saya bukan filsuf. Saya Keliru dibaca
adalah kritikus sastra," ujarnya. Teks-teks-nya secara radikal melintasi
disiplin ilmu "resmi", seperti antropologi, sejarah, filsafat, kritik susastra, Siapa dan apakah subaltern?
sosiologi, mengaburkan batas dan mengembangkan penggabungan
metodologi-metodologi kontemporer antara Marxisme, feminisme, dan
Istilah "subaltern" diadopsi dari pemikir Italia, Antonio Gramsci, yang
dekonstruksi.
menggunakan istilah itu bagi kelompok sosial subordinat, yakni kelompok-
kelompok dalam masyarakat yang menjadi subyek hegemoni kelas-kelas
Tema kajiannya sangat luas, mulai dari politik mikro di sekolah sampai yang berkuasa.
narasi makro imperialisme. Ia ditengarai sebagai satu dari sedikit ilmuwan
dunia yang melintasi oposisi biner antara produksi intelektual di "Dunia
121 122
Dalam uraiannya Gayatri menjelaskan, sejarawan India Ranajit Guha dari "Tidak dapat berbicara adalah metaphor karena ia mencoba berbicara
Kelompok Kajian Subaltern mengadopsi gagasan Gramsci untuk sehingga secara metaphor Anda dapat mengatakan tidak ada keadilan di
mendorong penulisan kembali sejarah India yang kemudian mendefinisikan dunia. Orang tidak menaruh perhatian pada 'cerita' subaltern. Para
subaltern sebagai "mereka yang bukan elite". Gagasan Guha menggeser pembaca esai saya sepenuhnya mengabaikan kisah itu," sambung Gayatri.
dikotomi "menindas-ditindas" karena penindasan juga dilakukan oleh
orang-orang di dalam kelompok. Hal seperti itu selalu terjadi, kata Gayatri. Itu sebabnya ia mengatakan
subaltern tidak bisa bicara, sekaligus memberi peringatan kepada gerakan
Kajian Gayatri menegaskan penemuan Guha. Namun esainya "Can intelektual postcolonial tentang bahaya klaim mereka atas suara kelompok-
Subaltern Speak" banyak keliru dibaca, dan merangsang pemikiran banyak kelompok subaltern. Klaim-klaim semacam itu bersifat kolonial karena
akademisi. menganggap kelompok-kelompok subaltern sebagai kelompok yang "satu".

Bagaimana Anda menanggapi ini? "Di berbagai tempat di dunia, di sepanjang sejarah manusia, selalu ada
orang-orang yang secara absolut tidak punya suara dan tidak dapat
"Saya tidak membaca semuanya. Tetapi sebagian besar menganggap saya berbicara," jelas Gayatri lebih jauh
tidak mengakui bahwa subaltern dapat bicara. Malah ada yang mengatakan
saya tidak membiarkan kelompok itu bicara sampai ada penelitian yang "Sedihnya, hal itu selalu berhubungan dengan situasi saat ini. Selalu ada
memperlihatkan bahwa subaltern dapat berbicara," jawab Gayatri. orang-orang yang dibungkam. Itu sebabnya saya katakan, jangan menjadi
mayoritas bungkam, tak bersuara".
Ia sama sekali tidak menduga esai itu menjadi begitu terkenal. "Tulisan itu
sebenarnya tentang adik nenek saya. Saya sedang memikirkan subaltern Subalternisasi selalu terjadi ketika yang kaya menjadi semakin kaya dan
ketika menuliskan kisahnya." yang miskin dari yang termiskin menjadi semakin miskin.

Adik neneknya bernama Bhuvaneswari Bhaduri, berusia sekitar 16-17 "Kita harus selalu memberi perhatian kepada mereka yang berada di paling
tahun ketika menggantung diri di apartemen ayahnya yang sederhana di dasar dan berbuat sesuatu supaya mereka tidak selalu menjadi subaltern.
Calcutta Utara tahun 1926. Peristiwa bunuh diri itu mengandung teka-teki. Itu pula tugas para pemikir yang menjadi bagian dari diaspora untuk
Desas-desus bahwa Bhuvaneswari hamil di luar nikah tidak terbukti karena membantu kelompok diaspora dari kelas lebih rendah yang mendapat
ia baru selesai menstruasi ketika gantung diri. Hampir sepuluh tahun kesulitan".
kemudian, baru diketahui bahwa Bhuvaneswari adalah satu anggota
kelompok yang terlibat dalam perjuangan bersenjata bagi kemerdekaan Aktivismenya memberikan pelatihan pada para pengajar suku asli di
India. "Kalau sekarang mungkin ia disebut teroris," sambung Gayatri. sebuah desa Bengala Barat adalah bagian dari itu. Ia rela meninggalkan
pekerjaannya yang mapan di AS beberapa kali setahun dan melakukan
Baru kemudian juga diketahui bahwa keputusan menggantung diri itu kegiatan yang harus dibiayai sendiri, sehingga ia menerima permintaan
diambil karena Bhuvaneswari tak mampu melakukan pembunuhan politik berceramah di berbagai tempat di dunia.
yang dipercayakan kelompok itu kepadanya dan menyadari kebutuhan
praktis bagi sebuah kepercayaan. "Saya adalah intelektual dan aktivis kajian subaltern," lanjutnya. Ia melatih
para guru menggunakan buku pelajaran dan mengajari mereka agar para
"Tak ada orang tertindas yang bisa bicara. Apalagi ia perempuan, ia akan murid yang merupakan bagian dari 67 juta suku itu di India, dapat
begitu saja dilupakan," sambung Gayatri. bertransformasi sendiri, sampai suatu hari bisa berkata, "Mengapa kamu di
sini? Setelah itu, saya akan pergi."
Tidak bisa bicara atau tidak ada yang mendengarkan?

123 124
Internasionalis Gayatri tak pernah menyebut identitas agamanya. Ia tidak menjalankan
ritual Hindu, meskipun terlahir sebagai Hindu. Tetapi setelah kelompok
Gayatri Chakravorty lahir di Calcutta tanggal 24 Februari 1942, saat terjadi Hindu fundamentalis di India yang merupakan bagian kecil dari mayoritas
kelaparan semu lima tahun sebelum kemerdekaan India dari penjajahan Hindu yang moderat bersuara semakin keras, ia menyatakan dirinya
Inggris. Ia merupakan generasi intelektual pertama India sebagai seorang Hindu, supaya orang di luar tidak mendapatkan gambaran
pascakemerdekaan. Lulus dari Presidency College di Universitas Calcuta yang salah tentang Hindu.
tahun 1959, Gayatri menduduki ranking teratas dalam Bahasa Inggris dan
memperoleh medali emas di bidang sastra Inggris dan Bengali. Ia memilih Apakah itu berkaitan dengan privilege sebagai kelas menengah dari sistem
pergi ke AS untuk belajar di Universitas Cornell, sampai mendapatkan gelar kasta di India?
MA dan PhD-nya di bidang Sastra Inggris. Gayatri sempat menikah dan
kemudian bercerai dengan seorang Amerika bernama Talbot Spivak, tetapi "Apa itu privilege? Saya berasal dari kelas menengah, kelas pekerja dan
nama Spivak terus menempel pada dirinya. kami tidak terlalu miskin. Saya telah membiayai hidup saya sendiri sejak
berusia 17 tahun dan pergi ke AS dengan menggadaikan hidup sebagai
Ilmuwan pernah mengajar di universitas-universitas terkemuka di AS, jaminan. Saya hanya punya uang 18 dollar di kantong dan tidak kenal siapa
Perancis, Jerman, Inggris, dan Riyadh itu memegang green card Amerika, pun. Ini dapat terjadi karena saya dibesarkan untuk menegakkan kepala
tetapi mempertahankan kewarganegaraan India. Ia menjawab "tidak tahu" tinggi-tinggi. Semua orang di keluarga besar saya mengatakan kami semua
ketika ditanya soal identitas. akan masuk ke neraka karena orangtua kami tidak sama dengan yang lain.
Mereka tidak mengatur jodoh kami, seperti kebiasaan umum di India.
"Saya tidak percaya seseorang tahu keadaan sebenar-benarnya mengenai
dirinya. Orang bisa mengatakan saya terlalu Amerika atau terlalu India. Ayah saya sangat miskin dan ibu saya berasal dari keluarga yang cukup
kaya. Meskipun begitu, ayah saya tidak mau menerima mas kawin (dowry)
Saya tidak tahu apa itu menjadi orang Amerika dan apa itu menjadi orang dari keluarga calon istri, seperti kebiasaan yang terus berlangsung sampai
India. India terdiri dari lebih 1 miliar orang dengan 23 bahasa dan saya sekarang. Itu terjadi tahun 1928.
hanya berbicara 1,5 nya saja.
Ketika saya berusia 15 tahun ayah saya meninggal. Ibu saya mengatakan,
Saya seorang internasionalis. Saya suka bergaul. Saya tidak merasa 'Nak, orangtua sering merasa tahu apa yang terbaik untuk anaknya dan
sebagai orang Amerika dan tidak merasa sebagai orang India. Ada hal-hal mengatur jodoh untuk anaknya. Tetapi kamu memiliki kehidupanmu sendiri
tertentu yang tidak saya sukai tentang AS dan ada hal-hal tertentu pula di luar rumah dan saya tidak bisa mengatur perkawinanmu'. Bayangkan
yang tidak saya sukai di India. Orang yang terlalu mencemaskan keberanian ibu saya; seorang janda berusia muda. Jadi hak istimewa saya
identitasnya adalah narsistik. dapatkan bukan dari kelas sosial, tetapi karena saya dibesarkan dalam pola
asuh yang sangat tidak biasa.
Saya meyakini ini karena saya dibesarkan dengan cara yang sangat baik,
sehingga saya tak pernah membuang waktu untuk berpikir bahwa budaya
yang ini lebih baik dari yang itu. Menurut saya, semua bahasa adalah
bahasa ibu. Termuat di KOMPAS, 12 Maret 2006

Bila saya berada di AS, saya tidak mencari makanan Bengali. Saya juga
nyaman makan di restoran Banglades, bukan restoran India. Kalau saya
makan sendiri, saya menggunakan jari tangan saya sekalipun makan salad,
karena begitulah cara saya dibesarkan. Tetapi tidak dengan cara itu kalau
saya makan di restoran. Di India, saya membersihkan diri di toilet dengan
tangan kiri, tetapi tidak melakukan itu ketika berada di AS."
125 126
Intelektual, Gagasan Subaltern, dan Perubahan Sosial Pada musim dingin 1985, Gayatri Chakravorty Spivak, perempuan India,
profesor di Universitas Pittsburgh, mempublikasikan tulisannya "Can the
Oleh ANTARIKSA Subaltern Speak? Speculations on Widow-Sacrifice" (Dapatkah Subaltern
Berbicara? Spekulasi-spekulasi tentang Bunuh Diri Janda) di jurnal Wedge.
Melalui studinya tentang bunuh diri janda di India (sati), tulisan itu—yang di
kemudian hari menjadi sangat berpengaruh di kalangan intelektual
Peran intelektual dalam perancangan dan perubahan sosial telah lama pascakolonial—berbicara tentang tendensi-tendensi kolonial dalam teori-
menjadi bahan perdebatan, baik di Indonesia maupun di mancanegara. teori pascakolonial. Spivak mempertanyakan kembali peran intelektual
Secara ringkas, bisa digambarkan bahwa sebagian berpendapat intelektual pascakolonial yang sering dikatakan bisa menyampaikan suara rakyat
seharusnya "berumah di atas angin". Artinya tugas utamanya adalah tertindas, suara kaum subaltern. Betulkah demikian? Betulkah kaum
bergelut dengan teori dalam bidang yang dipelajarinya di universitas atau subaltern bisa berbicara?
lembaga-lembaga penelitian. Karena peran seperti itulah yang memang
harus dimainkannya dalam proses perubahan sosial. Biarlah para politisi, Sejenak beralih dari tulisan Spivak itu, kita akan mengeksplorasi terlebih
teknolog, dan ekonom saja yang terlibat dalam perancangan dan dulu gagasan tentang subaltern; apa itu subaltern, darimana datangnya,
perubahan sosial. Sebagian lainnya berpendapat bahwa intelektual dan kemudian apa pentingnya gagasan ini bagi kita di Indonesia, saat ini.
seharusnya "turun ke bumi", berpartisipasi langsung dalam proses
perancangan dan perubahan sosial. Istilah subaltern mula-mula digunakan oleh Antonio Gramsci buat menunjuk
"kelompok inferior", yaitu kelompok-kelompok dalam masyarakat yang
Perdebatan yang kelihatan terlalu "hitam-putih" itu tampaknya kini sudah menjadi subjek hegemoni kelas-kelas yang berkuasa. Petani, buruh, dan
mulai dilupakan. Bukan saja karena keduanya sama-sama benar sekaligus kelompok-kelompok lain yang tidak memiliki akses kepada kekuasaan
sama-sama salah, atau karena masing-masingnya punya kelemahan "hegemonik" bisa disebut sebagai kelas subaltern. Dalam catatannya
epistemologis sekaligus saling melengkapi, tetapi juga karena terlalu tentang sejarah Italia yang terbit 1934 ("Notes on Italian History") ia
"hitam-putih" dan terlalu "steril", sementara kondisi-kondisi sosial dan politik menyatakan bahwa sejarah seharusnya juga menulis tentang sejarah
yang menjadi latar belakangnya terus berubah. kelas-kelas subaltern. Menurutnya sejarah kelas-kelas subaltern tak kalah
kompleksnya dengan sejarah kelas dominan, hanya saja yang terakhir ini
Sekedar contoh, perdebatan itu akan sulit menjelaskan banyaknya aktivis lebih diakui sebagai "sejarah yang resmi". Ini bisa terjadi karena kelas-kelas
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di luar universitas yang melibatkan subaltern tak punya cukup akses kepada sejarah, kepada representasi
diri dalam penelitian-penelitian akademis, dan juga sebaliknya, makin mereka sendiri, dan kepada institusi-institusi sosial dan kultural. Hanya
banyaknya intelektual universitas yang melibatkan diri dalam proses sebuah "kemenangan permanen" (yaitu revolusi kelas) yang bisa
pemberdayaan yang dilakukan oleh LSM-LSM, perancangan sosial dan memotong pola subordinasi ini.
pengambilan kebijakan. Memang ini bisa saja menjadi soal pilihan. Tetapi
jelas jauh lebih kompleks dari sekedar pilihan "berumah di atas angin" atau Ranajit Guha, sejarawan India dari Subaltern Studies Group, kemudian
"turun ke bumi", karena melibatkan perubahan-perubahan dalam struktur mengadopsi gagasan Gramsci itu buat mendorong penulisan kembali
dan formasi kultural, sosial, ekonomi, dan politik, baik di tingkat global sejarah India. Dalam "On Some Aspects of the Historiography of Colonial
maupun di tingkat lokal, sehingga bukan saja akan menentukan peran India" (1982) (Beberapa Aspek dalam Historiografi India Kolonial), Guha
intelektual dalam perancangan dan perubahan sosial, tetapi juga mengatakan bahwa sejarah dominan tentang nasionalisme India tidak
menentukan arah dan bentuk keberpihakan intelektual. menyertakan kelompok-kelompok subaltern dan kelompok-kelompok
pekerja dan lapisan menengah di kota dan desa, yaitu rakyat. Secara
Salah satu soal besar yang sering tidak hadir dalam perdebatan itu adalah ringkas, yang dimaksud Guha dengan subaltern adalah "mereka yang
soal masyarakat, yang selama ini diklaim diabdi oleh kaum intelektual. bukan elit". Dan yang dimaksud elit adalah "kelompok-kelompok dominan,
Siapakah sebenarnya mereka? Siapakah mereka yang katanya lidahnya baik pribumi maupun asing". Yang asing adalah pejabat-pejabat Inggris dan
telah disambung oleh kaum intelektual ini? para pemilik industri, pedagang, pemilik perkebunan, tuan tanah, dan
misionaris. Yang pribumi dibagi menjadi dua, yaitu mereka yang beroperasi
127 128
di tingkat nasional (pengusaha feodal, pegawai pribumi di birokrasi tinggi) subaltern yang disertai sebuah komitmen politis untuk menunjukkan posisi
dan mereka yang beroperasi di tingkat lokal dan regional (anggota mereka yang terpinggirkan.
kelompok-kelompok dominan).
Di Indonesia, karena kegelisahan akan canpur tangan negara yang terlalu
Adopsi Guha atas subaltern-nya Gramsci ini menarik. Karena ia besar dan mandulnya peran ilmuwan sosial dalam perubahan sosial, pada
memberikan kerangka yang lebih jernih buat menganalisis soal "siapa awal 1980-an sekelompok aktivis LSM dan mahasiswa yang sering terlibat
kawan, siapa lawan" dan memaksa kita buat memeriksa ulang dikotomi- dalam aksi-aksi sosial lokal mendirikan API (Asosiasi Peneliti Indonesia)
dikotomi penindasan. Gagasan Guha menggeser dikotomi-dikotomi dan memperkenalkan apa yang disebut Participatory Action-oriented
"kolonial-antikolonial", "buruh-majikan", "sipil-militer", dsb. menjadi "elite- Research, PAR (Penelitian Berhaluan Aksi Partisipatif).
subaltern". Perhatian kita pada penindasan yang selama ini hanya terpusat
pada "aktor-aktor luar", kini mesti ditambah dengan perhatian kepada Sosiolog Ignas Kleden (1997) menyebutkan bahwa PAR memiliki empat
"aktor-aktor dalam". Mereka yang mengatakan dirinya antikolonial bisa kriteria. Pertama, jika dalam penelitian empiris orang-orang yang menjadi
lebih bersifat kolonial dari pada mereka yang mengatakan dirinya kolonial. sasaran kajian tidak tahu-menahu dengan hasil-hasil temuan riset, maka
dalam PAR orang-orang itulah justru yang pertama-tama harus tahu dan
Bagi kita di Indonesia, saat ini, ilustrasinya bisa menjadi buruh bisa menggunakan hasil-hasil temuan tersebut. Kedua, orang-orang yang
menindas buruh lainnya, sipil bisa menindas sipil lainnya pula, partai yang menjadi sasaran penelitian sosial harus tidak diperlakukan sebagai sasaran
mengaku pembela demokrasi bisa lebih fasis ketimbang partai fasis, observasi ilmiah semata, tetapi harus dilibatkan secara aktif dalam
mereka yang mengaku pembela kelompok-kelompok marjinal bisa pula penelitian tentang mereka itu sendiri. Ketiga, tujuan PAR bukanlah hanya
justru menjadi penindas kelompok-kelompok marjinal itu dst. untuk menghimpun data tentang kelompok orang-orang yang dikaji, tetapi
untuk menanamkan pengertian yang lebih baik pada mereka, serta
Gayatri Spivak, dalam tulisannya tentang sati yang telah saya singgung di memelihara solidaritas terhadap mereka. Ini mengangdung arti bahwa pada
atas, mempertegas gagasan Guha, sekaligus memberi peringatan kepada analisis terakhir tujuan PAR tidaklah hanya pada meluasnya lembaga
intelektual pascakolonial tentang bahaya klaim mereka atas suara pengetahuan, tetapi pada mendorong aksi bagi perubahan sosial.
kelompok-kelompok subaltern. Spivak sampai pada kesimpulan bahwa Keempat, mengingat tujuan-tujuan khusus PAR tersebut, maka
kelompok-kelompok subaltern atau mereka yang tertindas memang tidak penguasaan metodologi penelitian saja belumlah cukup, melainkan harus
bisa berbicara. Karena itu seorang intelektual tidak mungkin bisa dilengkapi dengan suatu komitmen sosial yang jelas.
mengklaim dan meromantisir kemampuan mereka buat menggali dan
mencari suara kelompok-kelompok subaltern. Klaim-klaim semacam ini Meski eksistensi API kini sudah tidak jelas lagi, gagasan tentang PAR
justru bersifat kolonial, karena ia menyamaratakan (menghomogenkan) tampaknya tetap menjadi cita-cita ilmu sosial di Indonesia. Saya tidak
keberagaman kelompok-kelompok subaltern, dan pada akhirnya ia punya kapasitas untuk mengukur capaian sosial hasil-hasil penelitian yang
merupakan sebuah "kekerasan epistemologis" terhadap kelompok- telah dilakukan oleh para peneliti universitas maupun aktivis LSM di
kelompok subaltern. Relasi yang tercipta antara intelektual dengan Indonesia, tetapi banyak di antara telah mencoba menerapkan prinsip-
kelompok-kelompok subaltern itu seperti relasi "tuan-hamba" (Graves, prinsip PAR dalam penelitian-penelitian mereka.
1998).
Tentu, ketimbang terlalu lama bergelut dengan perdebatan "berumah di
Suara kelompok-kelompok subaltern tidak akan bisa dicari, karena mereka atas angin" vs. "turun ke bumi", ini adalah sebuah hal jauh lebih produktif
memang tidak bisa berbicara, karena mereka memang tidak bersuara. bagi perubahan sosial di Indonesia. Hanya saja, dari berbagai wacana
Intelektual datang bukan buat mencari suara itu, melainkan harus hadir tentang subaltern yang telah disinggung di atas, apapun pilihan metodologi
sebagai "wakil" kelompok subaltern. Mengutip Gramsci, menurut Spivak pemberdayaan kelompok-kelompok terpinggirnya, bila tidak disertai apa
intelektual mesti disertai "pesimisme intelek dan optimisme kemauan": yang dibilang Spivak sebagai "pesimisme intelek dan optimisme kemauan"
skeptisisme filosofis dalam memulihkan keagenan kelompok-kelompok (skeptisisme dan sikap politis yang jelas), bila tidak disertai kemampuan
menjelaskan dan menunjuk kelompok subaltern mana yang hendak

129 130
diwakili, bila tidak disertai sebuah "kritik diri" atau kemauan untuk melihat Kritiknya yang penting atas Marx adalah menurutnya hubungan antara
penindasan oleh "aktor-aktor dalam", maka ini akan bisa dengan mudah 'basis' dan 'superstruktur' dalam teori-teori Marx lebih bersifat otonomi
terjerumus ke dalam bentuk penindasan lainnya. relatif. Basis, menurut pandangan Marxisme tradisional adalah struktur
ekonomi yang menentukan semua aktifitas superstruktur di atasnya, seperti
Campur tangan negara dan kapitalisme global memang masih merupakan struktur ideologi, politik, sosial, kebudayaan, dsb. Menurut Althusser,
tantangan yang releven bagi ilmu-ilmu sosial di Indonesia (dan ini masih kedudukan antara 'basis' dan 'superstruktur' adalah otonomi relatif: 'basis'
perlu ditambah lagi dengan tantangan dari campur tangan lembaga- atau struktur ekonomi tidak selalu menjadi penentu segala aktivitas
lembaga donor internasional), tetapi "kritik diri" adalah sebuah tantangan 'superstruktur' di atasnya. Bisa saja ada masa ketika 'superstruktur'
yang tak kalah penting dan tak kalah kompleksnya. mengambil alih posisi 'basis' dan menjadi penentu atas semua struktur di
luarnya. Hal ini terjadi karena masing-masing tingkatan mempunyai
Jika pada tahun 1970-an dan 1980-an kita sering mendengar negara problematikanya sendiri-sendiri. Tingkat ekonomi punya problematika
"menggunakan" ilmuwan sosial buat merancang dan menjalankan proyek- dalam kerangka praksis ekonomi, tingkat politik punya problematika dan
kontradiksi-kontradiksi sendiri, begitu juga dengan tingkatan ideologi.
proyeknya yang membuat kelompok-kelompok marjinal menjadi semakin
Semuanya punya problematika dan kontradiksi sendiri dalam kerangka
marjinal, kini kita sering mendengar kelompok-kelompok marjinal yang
mengatakan bahwa mereka telah "dimanfaatkan" oleh para peneliti atau praksisnya.
aktivis LSM buat menurunkan dana-dana bantuan dari lembaga-lembaga
donor internasional. Dalam suatu penelitian yang menjadi bagian dari Lebih dari itu semua, sebenarnya Althusser juga pernah mengajukan
proyek pengentasan kemiskinan misalnya, kita sering mendengar sindiran konsep State Apparatus (SA) dan Ideological State Apparatus (ISA).
masyarakat bahwa pada akhirnya peneliti dan aktivis LSM-lah yang Keduanya merupakan konsep penting yang berguna dalam kajian budaya.
akhirnya justru mentas dari kemiskinan, sementara masyarakat sendiri State Apparatus (SA) atau Aparatus Negara (AN), bisa terdiri dari polisi,
tetap tinggal miskin. pengadilan, penjara, dsb. Sedangkan Ideological State Apparatus (ISA)
atau Aparatus Ideologis Negara (AIN), terdiri dari beberapa institusi yang
Lantas siapa sebenarnya kelompok marjinal yang mau diberdayakan itu? terspesialisasi seperti: Aparatus Ideologi Negara lewat institusi religius
Suara siapakah yang sebenarnya mau disampaikan? Dan bagaimanakah (menunjuk pada sistem masjid atau gereja yang berbeda-beda), Aparatus
kita akan berbicara tentang peran intelektual dalam perubahan sosial? Itu Ideologis Negara lewat institusi edukatif (menunjuk pada sistem sekolah
umum dan swasta yang berbeda-beda), Aparatus Ideologis Negara lewat
hanyalah sebagian dari pekerjaan rumah "kritik diri" yang harus segera
institusi keluarga, Aparatus Ideologi Negara lewat institusi hukum, Aparatus
dikerjakan.
Ideologis Negara lewat institusi politis (menunjuk pada sistem politik,
termasuk partai yang berbeda-beda), Aparatus Ideologi Negara lewat
institusi perdagangan, Aparatus Ideologi Negara lewat institusi komunikasi
Louis Althusser (misalnya pers, radio, TV, dsb), Aparatus Ideologi Negara lewat institusi
Oleh NURAINI JULIASTUTI kebudayaan (misalnya sastra, olahraga, seni, dsb).

State Apparatus (SA) atau Aparatus Negara (AN) lebih memusatkan


pengaruhnya pada wilayah publik, sementara Ideological State Apparatus
atau Aparatus Ideologis Negara (AIN) lebih memusatkan pengaruhnya
Louis Althusser adalah filsuf Perancis yang lahir di Algeria pada tahun 1918
pada wilayah yang sifatnya privat. Tetapi yang lebih penting lagi sebetulnya
dan meninggal di Paris pada tahun 1990. Semasa hidupnya, ia lebih
bukan pada apakah AN atau AIN itu berfungsi pada wilayah publik atau
dikenal sebagai seorang teorisi dan kritikus marxis. Tepatnya, menurut
privat, tapi kepada dengan cara bagaimana institusi-institusi itu berfungsi.
John Lechte (1994), ia adalah seorang marxis dengan kecenderungan
strukturalis. Ini ditegaskan dalam karya-karyanya a.l.: For Marx (1965) dan
Reading Capital (1968). Perbedaan dasar antara AN dan AIN adalah: AN lebih sering berfungsi
melalui kekerasan, maka itu Althusser kerap menyebut AN dengan
Aparatus Represif Negara atau Represive State Apparatus (RSA).
131 132
Sementara AIN lebih berfungsi melalui ideologi tertentu. Tetapi sebetulnya Perihal Ideologi dan Praktek Kebudayaan
tidak ada AN yang berfungsi hanya dengan kekerasan saja, atau AIN yang
berfungsi hanya dengan ideologi saja. Keduanya kadang-kadang Oleh Mh. Nurul Huda
mencampurkan dua pendekatan itu, represif dan ideologis, dalam
menjalankan fungsi-fungsinya.

Tesis Althusser tentang Ideologi Pengantar

Althusser punya dua tesis tentang ideologi. Tesis pertamanya mengatakan Kata ‘ideologi’ memang memiliki konotasi yang sedemikian buruk
bahwa ideologi itu adalah representasi dari hubungan imajiner antara dalam kehidupan sehari-hari. Ia diasosiasikan dengan penipuan, mistifikasi,
individu dengan kondisi eksistensi nyatanya. Yang direpresentasikan di situ pembodohan, dan konflik politik. Namanya pun lekat dengan irasionalitas,
bukan relasi riil yang memandu eksistensi individual, tapi relasi imajiner emosional, dan fanatisme buta. Ideologi lekat dengan memori kekerasan
antara individu dengan suatu keadaan di mana mereka hidup didalamnya. dan konflik perang antara blok Barat yang dikomandani AS dan blok Timur
dibawah kendali US. Apalagi sejrah perang ideologi telah memakan korban
Tesis yang kedua mengatakan bahwa representasi gagasan yang jutaan manusia dalam perang dunia kedua, ditambah jutaan lainnya korban
membentuk ideologi itu tidak hanya mempunyai eksistensi spiritual, tapi pemerintahan fasisme Nazi Jerman pimpinan Hitler. Usai perang dunia
juga eksistensi material. Jadi bisa dikatakan bahwa aparatus ideologis yang dimenangkan blok Barat dan kemenangan paham neoliberalisme
negara adalah realisasi dari ideologi tertentu. Ideologi selalu eksis dalam dalam ekonomi perdagangan, lalu para pengamat pun buru-buru
wujud aparatus. mengklaim bahwa abad ke-20 ini adalah masa berakhirnya ideologi-
ideologi dunia. Suatu masa yang penuh diwarnai dengan kekerasan, intrik,
dan konflik politik.
Eksistensi tersebut bersifat material. Eksistensi material menurut Althusser
ini bisa dijelaskan sebagai berikut: kepercayaan seseorang atau ideologi
seseorang terhadap hal tertentu akan diturunkan dalam bentuk-bentuk Pandangan pejoratif tentang konsep ideologi ini sebenarnya bisa
material yang secara natural akan diikuti oleh orang tersebut. Misalnya jika ditelusuri dari sejarah istilah ideologi sendiri. Istilah ini adalah derivasi dari
kita percaya kepada Tuhan dan termasuk penganut agama tertentu, maka ideologues yang muncul paska Revolusi Perancis. Napoleon Bonaparte
kita akan pergi ke gereja untuk mengikuti misa, pergi ke masjid untuk menggunakan istilah ideologi untuk menyerang lawan-lawan politiknya
sembahyang lima waktu. Atau kalau kita percaya keadilan, maka kita akan yang memiliki ide-ide yang tidak realistik berkaitan dengan kepenntingan-
tunduk pada aturan hukum, menyatakan protes, atau bahkan ikut ambil kepentingan negara Perancis baru saat itu.
bagian dalam demonstrasi, jika ketidakadilan menimpa kita.
Selanjutnya Marx dan Engels memberikan elaborasi yang
sistematis tentang ideologi. Warna pejoratif pun masih begitu melekat
dalam pandangan mereka. Istilah ideologi digunakan Marx untuk
menyerang dan menyingkap distorsi, ilusi dan inversi yang membentuk
Termuat di Newsletter KUNCI No. 4, Maret 2000.
idealisme filosofis tradisi Hegelian German. Dengan mendasarkan diri pada
metode materialisme historis, Marx mengkritik para ideolog German ini
bahwa pikiran-pikiran mereka teralienasi dari kehidupan. Marx
berpendirian, kapitalisme telah melahirkan pemahaman/pengetahuan yang
tidak mencerminkan realitas sebenarnya (false knowledge), yaitu realitas
pertentangan kelas antara kaum borjuis dan proletar dalam masyarakat
industrial-kapitalistik.. Pengetahuan yang tidak mencerminkan realitas atau
kesadaran yang teralenasi dari praksis inilah yang disebut dengan ideologi.
Ideologi merupakan representasi yang keliru tentang manusia dan dunia
karena menganggap situasi yang ada sebagai natural, ahistoris, dan
133 134
memistifikasi suatu tatanan sosial. Berkaitan dengan masyarakat, ideologi prosedur-prosedur nilai, tipe-tipe wacana, dan teknologi yang
adalah bagian dari superstruktur yang melayani kekuatan substruktur dikembangkan.
ekonomi. Ideologi melegitimasi relasi sosial dan ekonomi, sekaligus senjata
kelas berkuasa. Masalah “kebenaran” selalu terkait dengan relasi kekuasaan dalam
ranah sosial dan politik. “Kebenaran tidak di luar kekuasaan”. Karena
Pandangan klasik tentang ideologi ini kini menuai kritik tajam. kebenaran berada dalam banyak cara dan praktek-praktek kehidupan
Pandangan klasik dan pejoratif tentang ideologi telah mengaburkan fakta, manusia dalam mengatur diri mereka dan orang lain. Kebenaran diproduksi
bahwa ideologi sebenarnya beroperasi dalam ranah kehidupan sehari-hari, dengan pembentukan wilayah-wilayah di mana praktek benar dan salah
bahkan lebih dominan dalam suatu tatanan sosial tertentu. Bahkan ideologi dapat diciptakan dalam sekali aturan dan terkait. Karenanya, setiap ilmu
sebagai praktek kebudayaan relatif memiliki otonominya sendiri, dan tidak pengetahuan memiliki rezim kebenarannya sendiri.
bisa direduksi begitu saja kekuatan-kekuatan produksi dan kelompok
ekonomi. Dalam kebudayaan sehari-hari, dalam seni pertunjukan rakyat, Bagaimana kekuasaan dan kebenaran itu berhubungan satu sama
Tayub, ketoprak atau seni ludruk, bahkan dalam ritual istighasah, misalnya, lain? Menurut Foucault, kedua ada di dalam praktek-praktek diskursif,
bisa bersifat ideologis, atau dimasuki oleh berbagai kepentingan dan tempat di mana ucapan, tindakan, aturan-aturan yang diterapkan, alasan-
kekuasaan. Ideologi tidak lagi terpusat dan menjadi doktrin politik person alasan yang diberikan bertemu dan saling berhubungan, serta benar dan
kekuasaan, melainkan tersebar dalam ranah keseharian, sebagaimana salah ditentukan di dalamnya. Melalui penelitian arkeologinya, Foucault
kekuasaan yang tersebar dalam seluruh tatanan sosial. menyelidiki dokumen-dokumen, tempat, serta bermacam-macam ritual
pekerja dan publik, tempat di mana genealogi bentuk-bentuk sejarah
Untuk memahami fenomena ini, saya banyak memanfaatkan (”teknologi moral”, “rezim rasionalitas”) itu hadir: Seperti: dalam praktek
insight para pemikir dan filsuf (post)strukturalis, khususnya Louis pengobatan klinis, hukuman penjara sebagai praktek menghukum
Althusserdan Michel Foucault sekaligus insihgt dari disiplin antropologi dan umumnya; dan bagaimana orang gila dianggap sakit mental. Melalui bukti-
sejarah yang ikut menyumbang hal yang amat penting dalam bukti sejarah ini, Foucault menunjuk langsung pada praktek-praktek
perkembangan konsep ideologi dan kebudayaan. kekuasaan. Tipe praktek-praktek ini tidak hanya diatur oleh institusi,
ditentukan oleh ideologi dan dituntun oleh keadaan pragmatis, tapi juga
Foucault dan Produksi Kekuasaan mempengaruhi regularitas mereka, logika, strategi pembuktian diri dan
alasan-alasan mereka.
Kritik tajam atas pandangan ideologi Marx ini dilakukan oleh Michel
Foucault. Menurut Foucault, Marx masih terjerat mimpi dan kerinduan akan Dengan demikian bisa dikatakan bahwa ideologi sebenarnya
sebentuk kebenaran atau pengetahuan yang bebas dari distorsi, tipuan dan berjalin-kelindan dengan praktek-praktek diskursif dalam masyarakat di
ilusi. Ia tergoda untuk mempertentangkan antara false knowledge dan true mana relasi kekuasaan berlangsung dan kebenaran diciptakan.
knowledge. Bahwa gagasan atau pengetahuan yang mencerminkan
realitaslah yang benar. Di sini Marx menganggap realitas lebih prior dari Althusser dan Aparatus Ideologis
gagasan dan kehidupan mental bersifat sekunder dari determinan ekonomi
material. Sedangkan baginya ideologi harus dipertentangkan dengan apa Jika Foucault menunjukkan bahwa kekuasaan tersebar dalam
yang dianggap sebagai kebenaran. relasi sosial melalui proses diskursif, Althusser memberi sumbangan pada
bagaimana ideologi beroperasi dan bagaimana ideologi direproduksi dan
Menurut Foucault, wacana-wacana, pengetahuan-pengetahuan dipertahankan.
beserta institusi penopangnya pada dirinya sendiri tidaklah memuat
kategori benar atau salah. Karena setiap masyarakat dan setiap zaman Pertama-tama dengan menolak Marx, ia menyatakan bahwa tidak
memiliki bentuk-bentuk wacananya sendiri yang di dalamnya kebenaran- mungkin kita bisa menangkap realitas sebenarnya karena kita tergantung
kebenaran itu dibangun. Kebenaran adalah capaian sistem-sistem pada bahasa. Paling-paling kita hanya bisa merasakan meski bukan
pengetahuan yang menguasai tatanan sosial yang berisi teknik-teknik, ‘kondisi real’, cara-cara di mana kita telah dibentuk dalam ideologi melalui
135 136
proses-proses pengenalan yang kompleks. Menurut Althusser, ideologi kelas dan kelompok, baik kelas berkuasa maupun yang dikuasai. Menurut
tidak mencerminkan dunia real, melainkan merepresentasikan “hubungan- Althusser, di sinilah ciri-ciri ideologi yang membingungkan itu memainkan
hubungan imaginer” individu-individu terhadap dunia real. Bagi Althusser peran. “Fungsi kelas ideologi adalah bahwa ideologi yang berkuasa adalah
ideologi merupakan ciri yang dibutuhkan masyarakat sejauh masyarakat ideologi dari kelas yang berkuasa; Ideologi berkuasa membantu kelas
mampu memberikan makna untuk membentuk anggotanya dan merubah penguasa dalam menguasai kelas tereksploitasi sekaligus memapankan
kondisi eksistensialnya. Masyarakat manusia menyembunyikan ideologi dirinya sendiri sebagai kelas penguasa”.
sebagai elemen dan atmosfir yang sangat diperlukan bagi nafas dan
kehidupan sejarah mereka. Teori ideologi sebagai penipuan penguasa memperlihatkan bahwa
mereka yang berada dalam posisi dominan sesungguhnya sama sekali
Kedua, ideologi memiliki eksistensi material, yakni aparatus- tidak hadir secara alamiah atau karena keahliannya. Karena jika benar
aparatus dan praktek-prakteknya sehingga di dalamnya ideologi bisa hidup. demikian maka tidak lagi dibutuhkan ideologi, juga tak perlu menjelaskan
Dalam aparatus dan praktek-praktek inilah ideologi diyakini dan dihayati atau mempertahankan eksploitasi mereka. Sebaliknya ini menunjukkan
oleh semua kelompok, dan terus mereproduksi kondisi-kondisi dan persistensi stratifikasi sosial-politik dan ideologi dominan memerlukan
hubungan tatanan masyarakat yang sudah ada, yakni tatanan masyarakat legitimasi dua belah pihak dari penguasa dan yang dikuasai. Bila ideologi
industri kapitalis. Menurutnya, agar ideologi diterima, diyakini dan dihayati ini diterima oleh kedua pihak, ini artinya struktur kekuasaan dan privelegi
oleh semua kelompok, maka ia harus dimaterialkan. Ideologi hidup dalam yang timpang itu bisa dilestarikan. Dalam konteks ini ideologi sering
praktek-praktek kelompok kecil, dalam citraan, dan obyek yang digunakan menggunakan “bahasa resiprositas”. Dia mencontohkan bahwa
dan ditunjuk masyarakat, dan dalam organisasi-organisasi. Misalnya, pada imperialisme menganggap dirinya sah karena merasa bertanggng jawab
sekolah-sekolah, rumah tangga, organisasi perdagangan, media massa, atau berjasa membangun unit-unit sosial dan pentingnya hubungan sosial
olahraga, pengadilan, partai politik, universitas dan seterusnya. Ideologi, yang harmonis.
menurut Althusser, eksis dalam dan melalui lembaga-kembaga ini.
Aparatus adalah eksistensi material ideologi. Apa yang dikemukakan Althusser ini memberikan insight baru
tentang gagasan bagaimana ideologi itu dibentuk dan pertahankan serta
Ketiga, ideologi membentuk individu-individu konkrit menjadi apa efek-efeknya. Misalnya: bagaimana perbedaan kelas
subyek. Dalam aparatus-aparatus, ideologi disosialisasikan dan diinstitusionalisasikan melalui lembaga-lembaga sosial seperti sekolah;
diinterpelasi dalam diri subyek. Interpelasi subyek ini lalu membentuk bagaimana institusi pendidikan itu menempatkan masyarakat dalam relasi
realitas nampak pada kita sebagai ‘benar’ dan ‘jelas’. Misalnya begini: kelas-kelas yang ada; bagaimana mitos tentang persamaan individu,
ketika kita bersepeda motor, tiba-tiba ada bunyi peluit di belakang kita. persamaan kesempatan, dan prestasi individu dimasukkan dalam teks dan
Serentak terbayang dalam benak kita: ada polisi dan ada pelanggaran yang praktek program sekolah dan kebijakan pendidikan nasional. Mitos-mitos
mungkin kita lakukan. Lalu kita memalingkan muka dan berbalik. Hadirnya kesamaan yang tumbuh dalam “produksi ketaksamaan” ini (produksi
disposisi tentang ‘benar/salah’, atau ‘melanggar/tidak melanggar’ serta ketidaksetaraan kelas dan kelomopok sosial, diskriminasi gender, misalnya)
adanya ketundukan atas wacana otoritas (polisi) pada dasarnya telah menunjukkan gagasan-gagasan yang ideologis.
menunjukkan hadirnya suatu ideologi. Ideologi menggerakkan diri kita
secara nir-sadar, melalui proses interpelasi subyektif. Jikalau seandainya Fungsi ideologi lainnya ialah menghubungkan masyarakat satu
kita tidak mengakui bahwa interaksi dengan polisi adalah ideologis, justeru sama lain, dengan suatu dunia dan terutama diri mereka sendiri. Ideologi
di situlah kekuatan ideologi. Yakni ‘denegasi’ praktis dari karakter ideologi memberikan identitas tertentu. Misalnya, jika seorang individu mengimani
sendiri. Ideologi bekerja secara nir-sadar dan menjadi bagian hidup dan Tuhan kemudian pergi sembahyang secara teratur, mengakui dosa-
gaya hidup sehari-hari. dosanya dan seterusnya; keyakinan itu lalu direalisasikan dalam praktek-
praktek tertentu yang diatur oleh ritual-ritual dengan menyediakan upacara-
Aparatus-aparatus ideologis ini merupakan alat hegemoni yang upacara yang melibatkan gerak dan sikap tubuhnya sebagai ekspresi
paling canggih untuk melanggengkan kekuasaan, melestarikan struktur kekuasaan yang saling terkait serta berhubungan dengan aparatus
kelas dominan, dan mengabadikan penindasan. Caranya, dengan ideologis.
mengusahakan sedapat mungkin agar ideologi itu diyakini oleh seluruh
137 138
Dari contoh-contoh di atas jelaslah bahwa suatu gagasan memuat Melainkan hasil dari kombinasi berbagai elemen lain dan kekuasaan yang
sekaligus tindakan, sentimen, dan gesturenya. Gagasan-gagasan itu hidup kompleks dan tersebar.
dalam tindakan-tindakan. Tindakan ini lalu menjadi praktik sehari-hari yang
dikendalikan oleh ritual yang dia lakukan. Tiga hal ini (gagasan, praktek dan Di dalam diskursus kebudayaan mutakhir, sebagaimana pandangan
ritual) merupakan aspek material dari aparatus ideologis. Dalam aparatus Stuart Hall, kebudayaan sesungguhnya tidak lagi bisa dipahami sebagai
itu ideologi bekerja, memproduksi subyektifitas, dan menegaskan identitas cerminan praktek-praktek lain di dunia idea. Melainkan ia sendiri adalah
tentang siapa kita sesungguhnya. sebuah praktek, yakni praktek “penandaan” yang menghasilkan makna.
Jadi bagi kaum strukturalis dan post-strukturalis, penekanan studi
Ideologi sebagai Praktek Kebudayaan kebudayaan kini bergeser dari masalah isi budaya ke arah tipe-tipe
penataan (ordering), dari pertanyaan tentang apa ke bagaimana sistem-
Semakin jelas sekarang, gagasan-gagasan Althusser dan Foucault sistem budaya itu. Misalnya, dalam era globalisasi yang ditandai dengan
di atas memberi saham besar bagi pemikiran baru tentang konsep ideologi. kemajuan teknologi dan sarana komunikasi sekarang ini, masyarakat betul-
Ideologi tidak lagi dilihat sebagai salah atau benar, tapi justeru memberikan betul dicekoki oleh produksi konsumsi. Di sini kekuatan modal
kerangka dasar fundamental bagi individu dalam menafsirkan pengalaman menghadirkan kekuasaan representasi melalui kuasa tanda dan simbol:
dan ‘hidup’ sesuai dengan kondisi mereka. Kerangka dasar ini tidak hanya dalam iklan dan mode, misalnya. Konsekuensi politiknya adalah bahwa
bersifat mental, tapi eksis sebagai praktis hidup kelompok sehari-hari. seluruh tatanan sosial sesungguhnya adalah hasil sebuah konstruksi saja
Dengan menganggap ideologi sebagai praktek-praktek material atau dari, dan berbarengan dengan, kekuasaan modal yang diproduksi secara
praktek budaya, maka kita bisa mengatakan bahwa sesungguhnya ideologi terus menerus.
itu hidup bergerak dan karena itu pula manusia sendiri selalu hidup dalam
suatu ideologi, di dalam representasi tertentu dari dunianya. Singkatnya, ideologi sekarang ini merupakan praktek budaya;
suatu efek yang bersifat kultural dan terkait dengan institusi-institusi,
Dalam praktek-praktek budaya dan kebiasaan-kebiasaan sehari- kelompok-kelompok, dan struktur-struktur tertentu. Ideologi beroperasi
hari inilah ideologi sesungguhnya direproduksi. Yakni, melalui aparatus- secara ‘tersebar’ (decentered) dan menghadirkan dirinya dalam ‘ideologi-
aparatus ideologis sebagaimana ditegaskan oleh Althusser. Jika demikian, sebagai-kebudayaan.’ Artinya, ideologi berada dalam kompleksitas
praktis ideologi memasuki seluruh ruang dalam kehidupan sehari-hari kita hubungan-hubungan antara berbagai bentuk kebudayaan (pengetahuan,
secara nir-sadar. Ideologi menjadi bagian organik dari seluruh totalitas citraan, dan lain-lain) dan institusi-institusinya, serta wacana-wacana dan
sosial dan dalam aktifitas keseharian. Karena unit-unit sosial merupakan aparatus-aparatusnya.
bentukan ideologis, produk dari formasi diskursif kekuasaan (menurut
Foucault) atau efek-efek dari apparatus ideologis yang beragam (dalam Lalu pertanyaannya bila kebudayaan sehari-hari tidak lepas dari
bahasa Althusser), maka untuk memahami totalitas sosial dan budaya ini ideologi, bagaimana dengan sains ilmiah. Apakah ia juga bersifat ideologis?
membutuhkan “eksegesis” sebagaimana teks-teks sejarah dan sastra. Foucault menegaskan bahwa relasi-relasi kekuasaan tidak berada di luar
tipe-tipe relasi-relasi seperti proses ekonomi, relasi pengetahuan, relasi
Pandangan bahwa budaya dan ideologi merupakan fenomana seksual, dan lain-lain. Melainkan kekuasaan justeru imanen dalam proses
keseharian ini tidak lantas berarti cengkeraman ideologi sudah lemah, atau relasi itu. Kekuasaan adalah beragam relasi-relasi kekuatan yang
mungkin dianggap telah berakhir. Justeru ideologi dan kekuasaan telah beroperasi dan membentuk organisasi dalam ruang itu. Dengan demikian,
mencengkeram seluruh tatanan sosial secara lebih luas dan kompleks sains sosial kini juga harus dilihat sebagai konfigurasi kekuatan-kekuatan
ketimbang apa yang selama ini dibayangkan. Ideologi beroperasi di semua itu yang membentuk landscape modernitas dan modernitas akhir. Sains
lini dan diproduksi terus-menerus dalam ritual-ritual dan perkumpulan- sosial sendiri merupakan kekuatan dan bentuk kebudayaan yang tak bebas
perkumpulan, kesenian-kesenian, dan citraan-citraan ideologis di mana dari kepentingan. Demikian juga sains alam. Ia juga tak lepas dari
representasi-representasi dan kategori-kategori dibangkitkan dan kepentingan-kepentingan atau konsensus komunitas ilmuwan.
disebarkan. Oleh karena itu, kini ideologi tidak lagi bisa dipahami sekadar
sebagai produk kelas berkuasa atau efek dari kekuatan-kekuatan produksi.

139 140
Dari uraian di atas makin jelas sekarang betapa besar sumbangan Budianta, Melani, dkk, Analisis Wacana dari Linguistik ke Dekonstruksi, Penerbit Kanal,
kaum (post) strukturalis terutama Louis Althusser dan Michel Foucault Yogykarta, 2002
dalam memperkaya gagasan tentang ideologi dan kebudayaan. Keduanya Hebdige, Dick, Subculture The Meaning of Style, Routledge, London & New York, 1979
membuka tabir beroperasinya ideologi dengan memikirkan kembali Foucault, Michel, The History of Sexuality: An Introduction, Billing & Sons Ltd, Guilford,
London and Worcester, 1969
kekuasaan, cara kerja, dan manifestasi-manifestasinya, tak terkecuali
Foucault, Michel, Power/Knowledge: Selected Interview with Michel Foucault” (ed. By Colin
dalam sains sosial. Tidak ada batas-batas lokasi ideologi. Ideologi tidak Gordon), Pantheon, New York, 1980
hanya ada dalam kolektifitas masyarakat borjuis atau dalam struktur-
Gluckmann, Miriam, Structuralist Analysis in Contemporary Social Thought, Routledge &
struktur kekayaan dan kerja mereka, melainkan tersebar ke seluruh tatanan Kegan Paul, London and Boston, 1974
sosial. Ia bukan hanya bersifat mental, tapi juga bereksistensi material dan Jenks, Chris, Culture: Key Idea, Routledge, London & New York, 1993
historis. Ada keterkaitan antara pengetahuan dan institusi-institusi, bidang- Larrain, Jorge, Konsep Ideologi, Penerbit LKPSM, Yogyakarta, 1996
bidang pengetahuan dan praktek-praktek kebudayaan sebagai tempat
McCarthy, E. Doyle, Knowledge as Culture, Routledge London & New York, 1996
berbagai kekuasaan (sosial, ekonomi, politik) diproduksi.
Poster, Mark, Existential Marxism in Postwar France From Sartre to Althusser, Princenton
University Press, New Jersey, 1975
Zizek, Slavoj (ed.), Mapping Ideology, Verso, London-New York, 1994
Storey, John, Teori Budaya dan Budaya Pop (terj.), Penerbit Qalam, Yogyakarta, 2003
Kesimpulan Thompson, John B., Analisis Ideologi, Penerbit IRCISOD, Yogyakarta, 2003

Sekarang ini kita tidak bisa lagi memikirkan ideologi dan cara
kerjanya dalam pengertian false consciousness atau memperlawankannya
dengan sains, sebagaimana kaum marxis klasik lakukan. Ideologi sebagai
pengetahuan-pengetahuan yang dijalankan demi suatu kepentingan justeru
menjadi praktek kebudayaan sehari-hari yang memberikan orientasi dan Hans Kung dan Pondasi Etika Bersama
identitas suatu kelompok. Ideologi tersebar sebagaimana kekuasaan yang
Oleh: Mh. Nurul Huda
tersebar dalam praktek-praktek diskursif kehidupan.

Ideologi masuk dalam keseharian kita, dalam jaring-jaring


kehidupan. Dengan meminjam kajian tentang mitos dan tanda, bisa
dikatakan bahwa jika budaya adalah sistem simbol yang terdiri dari
berbagai sistem tanda, sementara penanda-penanda sendiri bersifat Pengantar
arbriter sebagaimana Barthes katakan, maka kita sungguh bisa melihat
bagaimana suatu kebudayaan dan segala bentuk ritual dan hidup sehari- Dalam evolusi sejarah umat manusia, ternyata perjalanan sejarah
hari menjadi arena pertarungan ideologi untuk memainkan kuasanya. ini tidak selalu berkembang linear. Ide-ide besar datang dan pergi, gagasan
Kebudayaan yang merupakan konvensi sosial adalah sasaran sistematik yang baru menggantikan yang lama, menegasikan atau mengambil bentuk
untuk dibuat seolah-olah ilmiah, menjadi mitos. Membongkar aturan-aturan baru dari suatu sintesis kreatif yang memperkaya. Gagasan-gagasan yang
atau kode-kode dibalik mitos inilah tugas studi kebudayaan sekarang ini. tidak relevan dengan perkembangan zaman atau yang telah berperan
menghancurkan zaman itu sendiri pada akhirnya akan menerima kritik,
Bahan Bacaan: bahkan dicaci, dan lalu ditinggalkan. Hal ini memperlihatkan bahwa
semakin maju capaian pemikiran manusia bukan berarti ia akan begitu saja
menjamin kesejahteraan dan kedamaian manusia, meski segala upaya
Althusser, Louis, For Marx, (transl. By B. Brewster) Routledge, New York, 1969
pemikiran itu dikerahkan untuk mencapai cita-cita itu.
Amrih Widodo, The Stage of the State, Art of the People and Rites of Hegemonization. Paper
ini dipresentasikan pada seminar bertajuk “Basis-basis Material Kebudayaan” yang
diselenggarakan oleh Yayasan SPES dan Program Pasca Sarjana Universitas Kristen
Satyawacana, Salatiga, 4 September 1991
141 142
Misalnya, gagasan-gagasan yang lahir dari kandungan modernitas, Secara historis kesadaran akan modernitas ini berawal dari masa
yang merupakan antitesis dari abad pertengahan, kini menjadi sasaran Renaisance pada abad ke-16 dan memuncak pada Aufklarung pada abad
kritik era sesudahnya. Kritik ini dikemukakan karena modernitas tidak lagi ke-18. Pada masa-masa inilah kesadaran akan kenyataan otonomi
sanggup menjawab problem zaman yang dinamis. Bahkan modernitas manusia di hadapan alam semesta mulai muncul di bawah semboyan
dianggap telah menyumbangkan saham bagi lahirnya tragedi kemanusiaan terkenal: Sapere Aude! (berpikirlah sendiri!). Secara filosofis, tokoh besar
yang menimpa umat manusia, seperti perang, konflik, kemiskinan, yang merumuskan semangat modernitas adalah Rene Descartes.
penindasan, pembunuhan, dan seterusnya. Modernitas memang diakui Ungkapannya yang teramat masyhur Cogito ergo sum telah menandai
memunculkan optimisme kemajuan manusia melalui penemuan sains dan kesadaran baru ini: pertama, manusia atau “aku” adalah subjek yag
teknologi, tetapi pada sisi lain ia tidak mampu menjawab problem-problem menghadapai alam lahiriah yang dibedakan dengan alam batiniah, dan
besar yang dihasilkan dari dampak kemajuan tersebut. Banyaknya bencana kedua, bahwa pengetahuan manusia mengenai kenyataan adalah produk
1
kemanusiaan memperlihatkan bahwa modernitas gagal membuat dunia pemikiran mereka sendiri dan bukan berasal dari tradisi atau wahyu.
semakin damai, aman, dan sejahtera.
Alam modern adalah masa di mana rasionalitas manusia muncul dan
Keprihatinan terhadap tragedi kemanusiaan semacam inilah yang menggeser segala otoritas non-rasio. Ini berarti keyakinan selama ini
juga dirasakan Hans Kung, yang sebagian pemikirannya akan dibahas bahwa tradisi atau dogma agama sebagai sumber otoritas yang dianggap
dalam makalah ini. Kritiknya terhadap modernitas dengan mampu menjawab segala pertanyaan tentang semesta dan problem-
mempertimbangkan khazanah zaman posmodernitas sekarang ini problem yang dihadapi umat manusia, mulai ditinggalkan. Sebagai
mendorongnya untuk mencari solusi normatif bagi problem kontemporer gantinya, hanya manusia dengan kemampuan rasionyalah yang mampu
yang diwarnai dengan teror, kekerasan, penindasan, dan bencana memahami kenyataan dengan benar dan mampu menjawab
kemanusiaan lainnya. Tepatnya, Kung mau membangun fondasi etika perkembangan zaman. Optimisme terhadap kemampuan rasio ini pada
bersama yang bisa menjamin kehidupan umat manusia di dunia agar lebih akhirnya melahirkan gagasan modern tentang progress.
adil, damai, aman, dan berprikemanusiaan. Bukan etika yang semata-mata
mendasarkan diri pada jenius rasio manusia, melainkan etika yang Progress, sebagai kesadaran akan waktu yang khas dalam modernitas,
dibangun di atas nilai-nilai humanis yang terkandung dalam agama-agama. dimaksudkan waktu yang dihayati sebagai sebuah garis lurus menuju
kemajuan. Dalam kesadaran baru ini perjalanan waktu tidak melangkah
Dalam refleksi ini, pertama-tama penulis akan memaparkan kondisi secara repetitif dan imitatif melainkan bergerak linear secara pasti.
modernitas dan kritik Kung atas kegagalan-kegagalan modernitas (1), lalu Kesadaran baru ini meyakini bahwa kekinian adalah peningkatan kualitatif
akan dibahas panggilan Kung akan pentingnya etika bersama untuk atas kelampauan dan berikutnya menjadi modal peningkatan masa
2
mengatasi problem kemanusiaan akibat kegagalan modernitas ini (2), dan mendatang.
selanjutnya akan dipaparkan gagasan inti Kung mengenai keyakinannya
akan nilai agama-agama sebagai basis etika global (3). Terakhir penulis Keyakinan akan rasionalitas manusia dan kepastian akan
akan memberikan beberapa catatan kritis singkat (4). kemajuan ini pada momen berikutnya mengejawantah dalam aktifitas
kreatif, penciptaan, dan inovasi sains dan teknologis. Dengan sains dan
Kondisi-Kondisi Modernitas teknologi ini, umat manusia berusaha merealisasikan cita-citanya untuk
menguasai alam, dan menghadirkannya untuk kesejahteraan seluruh umat
Pengertian modernitas di sini pada dasarnya tidak hanya manusia. Namun demikian berbagai peristiwa faktual menunjukkan realitas
menunjukkan sebuah periode sejarah setelah abad pertengahan atau yang lain. Sains dan teknologi telah membawa bencana yang
sebuah pengalaman kultural tertentu, melainkan juga suatu posisi mahadahsyat; dua perang dunia, konflik ideologi, kemiskinan dan
epistemologis dan filosofis yang memikirkan karakter tertentu mengenai kelaparan, serta krisis lingkungan yang justeru mewarnai optimisme
pengetahuan dan kebenaran. modernitas ini. Dari sinilah lalu cita-cita modernitas dengan segala pranata
intelektual dan sosialnya dipersoalkan. Rasio manusia yang diyakini akan
membawa dunia ini menjadi lebih baik (better world) malah memupuskan

143 144
harapan dan cita-citanya sendiri tentang kedamaian, kebahagiaan, mengarahkan umat manusia menuju kehidupan masa depan yang
dihormatinya martabat kemanusiaan. harmonis, damai, taat hukum, dan tanpa kekerasan. Suatu norma yang
dilandasi oleh tanggung jawab bersama terhadap kehidupan alam semesta
Hans Kung, salah satu di antara sejumlah pemikir pengkritik (a planetary responsibility). Norma ini adalah etika publik-global yang
modernitas, dengan lugas menegaskan bahwa kemajuan sains modern bertanggung jawab terhadap orang lain, lingkungan dan masa depan dunia,
yang sepenuhnya bersandar pada rasio tidak seluruhnya membawa serta menjadikan manusia sebagai kriteria dan tujuan.6
kemajuan umat manusia, begitu juga rasionalitas sains dan teknologi.
Rasio pencerahan akhirnya jatuh pada irrasionalitas dan tenggelam dalam
jurang kehancuran karena pemikiran saintifik dan teknologi tidak bisa
memberikan dasar jawaban bagi problem-problem yang diakibatkannya. Agama-agama sebagai Basis Etika Global
Tepatnya, pemikiran modern tidak mampu memberikan kerangka etika
global untuk mengantisipasi dampak kemajuan dan perkembangan Pertanyaan pertama untuk membangun sebuah etika bersama
kehidupan modern sendiri yang semakin terdiferensiasi dan adalah: di atas landasan apa etika bersama dan mengikat itu hendak
tersekularisasi.3
dibangun? Apa kriteria validitas etika bersama itu agar bisa
dipertanggungjawabkan secara bersama-sama pula?
Menuju Etika Bersama Pasca Modernitas
Pertama-tama Hans Kung mengaskan bahwa kemajuan sains modern tidak
Krisis modernitas yang membawa bencana kemanusiaan ini seluruhnya membawa kemajuan umat manusia, begitu sains dan teknologi
menarik keprihatinan Kung. Keprihatinan pertama terkait dengan tendensi tidak seluruhnya rasional. Rasio pencerahan toh akhirnya jatuh pada
modernitas yang mengandalkan rasio manusia yang tidak memberikan irasionalitas dan tenggelam dalam jurang kehancuran. Karena persis
landasan etis yang memadai untuk tanggung jawab etika global. Kedua, pemikiran saintifik dan teknologis modern tidak bisa memberikan dasar bagi
terkait dengan budaya teknokratis yang mendominasi masyarakat modern nilai-nilai universal, hak asasi manusia (HAM), dan kriteria etis yang
telah mengabaikan aspek kemanusiaan dalam menggunakan teknologi. memadai.
Akibatnya, bukan hanya melahirkan teknologi yang justeru mengancam
keadilan dan kebebasan manusia, tapi juga merusak lingkungan, bahkan
Kedua, filsafat juga gagal bahkan tidak mampu memberikan
ancaman terhadap eksistensi manusia itu sendiri. fondasi etika praktis bagi seluruh masyarakat, juga suatu etika yang bersifat
universal dan mengikat. Alih-alih, mereka (para filsuf seperti MacIntyre,
Bagi Kung, untuk menghindari bencana yang barangkali akan Rorty, Foucault, dll) kembali kepada budaya dan nilai-nilai lokal sebagai
semakin membesar ini tidak bisa tidak harus ada suatu pergeseran nilai sumber norma-norma etika yang tentu bagi Kung partikularitas itu tidak
dalam paradigma kehidupan manusia. Pergerakan dari nilai-nilai mencukupi bagi etika bersama. Mengapa demikian? Karena rumusan etika
4
modernitas ke “paska modernitas” ini meliputi hal-hal berikut. Pertama, dalam filsafat tidak menyertakan keharusan universal dan yang tanpa
perubahan dari masyarakat yang bebas etik menuju masyarakat yang syarat. Filsafat hanya mengabdi pada kekuatan rasio sehingga ketundukan
bertanggung jawab secara etis. Kedua, dari budaya teknokrasi yang pada keharusan etis terasa menyakitkan secara eksistensial. Apalagi juga
mendominasi manusia menuju teknologi yang melayani manusia. Ketiga, filsafat mustahil menuntut pengorbanan atas kepentingan hidup mereka.
dari industri yang merusak lingkungan menuju industri yang ramah
lingkungan, dan keempat, dari demokrasi legal menuju demokrasi yang Dengan bersikap pesimis terhadap peran rasio dan filsafat yang
berkeadilan dan berkebebasan. 5 gagal menyediakan fondasi etis, Kung akhirnya melirik peluang agama
yang secara potensial bisa menjadi dasar pijakan bagi moralitas universal
Namun demikian realisasi pergeseran paradigma ini tentu saja semacam itu. Memang benar bahwa agama bisa berlaku otoritarian,
membutuhkan konsensus bersama, suatu moralitas atau norma etik yang menjadi tiran, menciptakan intoleransi, ketidakadilan, isolasi dan
mengikat secara universal. Yakni, suatu norma dan nilai minimum yang seterusnya hingga memusuhi sains, teknologi, industri, bahkan demokrasi
bersifat transkultural dan transnasional yang bisa menjamin dan dan HAM. Namun demikian, Kung menyanggah kalau agama dianggap
145 146
tidak memiliki masa depan. Bagi Kung, agama adalah fenomena universal Namun demikian Kung memberikan sejumlah catatan bahwa
manusia. Ia adalah dimensi esensial hidup dan sejarah manusia yang tidak agama-agama seharusnya juga bersikap rendah hati menerima
mungkin tergantikan oleh ideologi lain, apakah humanisme ateistik ala perkembangan pemikiran baru karena ia sendiri tidak lepas dari problem di
Feurbach, sosialisme ateistik ala Marx, sains ateistik ala Freud dan Russel, dalam dirinya. Singkatnya, agama tetap tidak bisa mengabaikan nilai-nilai
atau yang lain. Memang benar bahwa agama juga telah menyebabkan pencerahan seperti humanisme, dan perkembangan sains dan teknologi.
destruksi, tapi kenyataanya agama juga membawa pembebasan manusia, Pertama, karena nilai dan norma etis konkret itu juga hadir bersama dalam
ikut menyumbangkan nilai-nilai keadilan, toleransi, solidaritas, demokrasi, proses sejarah, maka dimungkinkan solusi dan norma etis itu berubah
HAM, perdamaian dunia, dan seterusnya, bahkan menjadi kekuatan etika secara kontekstual. Kedua, agamawan juga harus menggunakan bantuan
nonkekerasan.7 Bagi Kung, dengan bukti-bukti bahwa agama bisa menjadi metode sains untuk memperoleh kepastian analisis secara prejudis
fondasi bagi identitas psikologis, kedewasaan manusia, kesadaran diri yang terhadap persoalan-persoalan terkait sebelum mengambil keputusan.
sehat serta kekuatan pendorong perubahan sosial, Kung menolak agama Ketiga, persoalan yang semakin kompleks menuntut adanya
dipandang sebagai proyaksi atau sarana pelipur lara, apalagi ilusi kekanak- pertanggungjawaban etis berikut solusi konkrit menurut konteks setempat.
kanakan. Selain itu tindakan etis juga mesti dilakukan dengan pertimbangan prioritas
dan kepastian, dan ini bisa dicapai dengan memanfaatkan metode analisis
Sebaliknya, agama memiliki harapan dan potensi besar untuk sains.
membangun kerangka etika universal, yang tidak mungkin lagi diharapkan
dari rasio dan pemikiran saintifik dan teknologis. Mengapa? Dengan menjadikan agama-agama sebagai basis etika global ini,
Kung benar-benar ingin mencari alternatif landasan bersama etika bersama
Pertama, setiap agama memiliki nilai-nilai humanum, dam justeru ia yang mengikat. Bukan menggantungkan diri pada rasionalitas manusia,
bisa dipertanggungjawabkan karena nilai-nilai humanum ini. 8 melainkan pada pertemuan nilai-nilai humanum dari agama-agama.

Kedua, agama memberikan basis absolutisitas dan keharusan Namun gagasan Kung ini memancing sebuah pertanyaan, apakah
moral secara tanpa syarat, dimanapun, kapanpun, dan dalam hal apapun. “kembali ke etika agama-agama” bermaksud menganjurkan ke arah
Ini berbeda dengan para penganut eteisme, mereka bisa saja melakukan gerakan revivalisme keagamaan, seperti revivalisme Islam, misalnya?
tindakan bermoral secara otonom dan manusiawi tetapi mereka tidak bisa
memberikan alasan mengapa ia menerima absolutisitas dan universalitas Revivalisme yang selama ini dilontarkan kalangan Islamis pada
kewajiban moral. Kung menegaskan: “An inconditional claim, a ‘categorical’ dasarnya didorong oleh kehendak untuk kembali ke Kitab Suci atau Islam
ought, cannot be derived from the finite conditions of human existence, murni atau Islam otentik, dengan cara menafsirkan Al Qur’an secara
from human urgencies and needs. And even an independent abstract tekstualistik. Persoalannya adalah “Islam otentik” atau “Islam Murni”?
‘human nature’ or idea of humanity’ (as a legitimating authority) can hardly Ajaran-ajaran Islam telah dipahami secara beragam oleh umatnya dengan
9
put unconditional obligation on anyone for anything”. Sebaliknya, tuntutan melahirkan beragam produk tafsiran terhadap teks kitab suci yang kadang-
etis dan keharusan tanpa syarat itu hanya bisa dan harus didasarkan pada kadang melahirkan perbedaan, bahkan konflik dan perpecahan. Sehingga
sesuatu yang tak bersyarat dan yang Absolut. Dalam konteks ini, bagi klaim tentang “Islam otentik” yang tunggal itu menjadi problematis.
Kung, agama-agama profetis seperti Judaisme, Kristiani dan Islam bisa Otentisitas itu hanya bisa dipahami dalam kerangka subyektifitas
memberikan basis tuntutan etis yang absolut dan universal. Keyakinan penghayatan individual. Karenanya otentisitas selalu berkaitan dengan
pada the Ultimate Reality atau Tuhan diyakini bisa memberikan motivasi penghayatan iman orang tersebut dalam situasi konkrit itu yang selalu
moral dan tingkat paksaan (compulsion), dan menjadi modal dasar agama- mengalami mengalami transformasi.
agama dalam membangun etika bersama.
Tentu saja gagasan etika global Kung tidak mengarah pada
Dan alasan ketiga, etika global yang bersifat universal berdasarkan revivalisme semacam itu, apalagi yang sektarian. Melainkan Kung hendak
nilai-nilai agama mungkin dicapai karena setiap manusia secara merumuskan etika global yang bisa menjamin kepastian dan keharusan
antropologis meyakini akan Yang Absolut.10 moral kepada semua orang. Bagi Kung kriteria etika semacam itu hanya

147 148
mungkin ditemukan dalam agama-agama. Mengapa? Sebagaimana nondestruksi? Jika Kung berdalih bahwa destruksi agama disebabkan oleh
disinggung di atas, unsur dasar agama adalah keyakinan adanya otoritas kekolotan agamawan atau institusi agama,12 bukankah dalih yang sama
absolut yang transenden. Dan kepercayaan terhadap realitas transenden bisa diberikan kepada rasio pencerahan yang membawa destruksi akibat
merupakan gejala atau fenomena universal manusia. Hanya etika meninggalkan rasio komunikatifnya. Benar bahwa rasio manusia terbatas,
transenden yang berasal dari otoritas absolut itulah yang bisa menjamin tapi apakah etika dari agama-agama yang tak bersyarat itu bisa menjamin
kepastian nilai-nilai tertinggi, norma-norma tak bersyarat, motivasi terdalam, tidak ada penyelewengan?
serta ideal-ideal tertinggi. Dan dalam setiap agama, tegas Kung, ada nilai-
nilai etis bersifat universal yang bisa dipakai sebagai landasan bersama. Menurut penulis, Kung tampaknya (jangan-jangan benar),
sebagaimana para filsuf dan saintis, dalam melihat masalah-maalah
Jadi, alih-alih mau menyerukan ke revivalisme agama atau dengan menggeser solusi normative yang satu dan tertentu dan lalu
sektarianisme, Kung justeru mengafirmasi potensi agama-agama untuk menggantikannya dengan solusi normatif yang lain, tanpa melihat
membangun landasan etis bersama bagi perdamaian global. Agama persoalan praktis apa yang terjadi di lapangan. Artinya, meminjam kritik
11
bukanlah suatu hypostase. Agama tidak tinggal dalam dunia Platonik, yang dilontarkan oleh kalangan posmodernis, Kung terjebak ke dalam
tetapi merupakan agama manusia biasa dengan daging dan darah. Suatu bentuk-bentuk “esensialisme” baru produk modernitas pencerahan. Dengan
agama yang menyejarah yang berjuang bersama perubahan dan kefanaan, meletakkan agama sebagai satu-satunya basis landasan etis, Kung
dan terlibat dalam menyelesaikan krisis dan keprihatinan umat manusia. sebetulnya telah terjebak oleh keinginan untuk lepas dari sebentuk
esensialisme lama ke esensialisme baru. Keterjebakan Kung ini akan
Catatan Kritis membawa konsekuensi-konsekuensi lanjutan.

Dari paparan pemikiran Hans Kung di atas, penulis hendak Pertama, pandangan esensialis ini selalu dibangun dengan
memberikan beberapa pandangan dan tanggapan singkat mengenai posisi menyingkirkan apa yang dianggap non-esensial. Hal ini dibuktikan dengan
Kung tersebut terutama terkait dengan gagasan mengenai agama sebagai dominasi rasionalitas sebagai ciri esensial manusia modern telah
fondasi etika global. menyingkirkan aspek-aspek lain yang dianggap tidak esensial, seperti
agama, metafisika, kepercayaan mistik, dewa-dewa dan seterusnya.
1). Hans Kung berupaya mencari landasan etika bersama yang Demikian juga pandangan bahwa agama sebagai satu-satunya basis
bersifat universal, memiliki kepastian absolut dan mengandung tuntutan landasan etis yang bisa dipertanggungjawabkan juga memiliki status
yang mengharuskan. Menurut dia, etika yang berasal dari rumusan rasio esensial yang hampir sama dengan keyakinan absolut pada rasio, dan
manusia tidak bisa menjamin nilai etika seperti itu karena manusia terbatas. berpotensi mengabaikan potensi aspek-aspek lain yang bisa mendukung
Manusia yang terbatas dan tindakannya ditentukan oleh kebutuhan- terciptanya etika bersama dari suatu komunitas. Misalnya, norma yang
kebutuhannya mustahil melahirkan noma etis yang bersifat universal dan menyatakan “yang lain” sebagai landasan etis tindakan bermoral.
tidak bersyarat. Karenanya hanya satu penjamin nilai-nilai itu, yakni zat
yang tidak terbatas dan tidak bersyarat: Tuhan atau Realitas Ultim. Kedua, akibat lompatan pandangan yang esensialis ini Kung
Pencarian etika universal dari agama-agama semacam itu sangat melupakan problem-problem yang sifatnya praktis, sebagaimana
dimungkinkan. Tapi persoalan yang tetap krusial menurut penulis adalah disinggung di atas. Maksudnya, bila agama seperti rasio juga memiliki
bagaimana menerjemahkan norma-norma itu dalam situasi konkrit. Orang unsur positif dan negatifnya lalu apakah etika global berlandasan agama itu
berbeda cara berpikir atau budayanya atau situasi yang dihadapinya akan bisa menjamin perdamaian dunia. Bila memang dimungkinkan
sangat berbeda menerjemahkan norma-norma itu secara konkrit. Jadi merumuskan etika universal semacam itu, apakah aplikasi praktisnya juga
mustahil adanya penyikapan etis terhadap permasalahan secara seragam akan menghasilkan penilaian dan tindakan etis yang unversal terhadap
dan universal, meski secara normatif landasannya sama. beragam persoalan. Di sini Kung tidak bisa menghindari adanya
keragaman tanggapan etis seseorang ketika menghadapi situasi konkrit
tertentu yang particular []
2). Pertanyaan yang harus dilontarkan kepada Kung adalah apakah
etika dunia baru dari agama-agama bisa menjamin kedamaian dan situasi
Bahan Bacaan:
149 150
Hardiman, F. Budi, Melampaui Positivisme dan Modernitas, Penerbit Kanisius, Yogyakarta,
2003

Hennelly, Alfred T, Liberation Theologies: The Global Pursuit of Justice, Twenty-Third


Publications, 1995

Kung, Hans, Global Responsibility In Search of a New World Ethic, New York: Crossroad
Publishing Company, 1991
Kumpulan Tulisan, Agama dan Tantangan Zaman, LP3ES, Jakarta

1
F. Budi Hardiman, Melampaui Positivisme dan Modernitas, Penerbit Kanisius, Yogyakarta,
2003, hal. 95
2
F. Budi Hardiman, Ibid. hal. 96
3
Lihat Hans Kung, Global Responsibility In Search of a New World Ethic, New York:
Crossroad Publishing Company, 1991. Dalam bagian awal bukunya ini, Kung secara deskriptif
menelanjangi cacat dan tragedi kemanusiaan yang dihasilkan oleh patologis modernitas
(hilangnya tradisi dan makna hidup, hilangnya kriteria etika tanpa syarat, dll). Tragedi ini
meliputi: pembunuhan dan kematian jutaan manusia akibat perang, pembunuhan, kemiskinan
dan kelaparan, kerusakan dan pencemaran lingkungan oleh industri-industri besar, dan juga
bencana pemanasan global. Selain itu, dunia yang terdiferensiasi dalam bentuk negara-
negara bangsa dan berbagai macam ideologi telah melahirkan konflik dan perang. Sementara
sekularisasi telah menghasilkan moralitas baru yang semata-mata berdasarkan rasio atau
yang dalam dunia kapitalisme didasarkan pada pertimbangan analisis pasar.
4
Mengenai postmodernitas ini tampaknya Hans Kung tidak menegaskan suatu masa yang
sudah jelas dan definitif. Tapi ia menegaskan bahwa konstalasi modernitas diwarnai dengan
dengan pergeseran-pergeseran makna. Misalnya, polisentrisme kekuasaan, adanya
pengakuan terhadap pluralitas budaya, masyakat pospatriarki, hadirnya ekonomi pasar
ekososial, tumbuhnya dialog agama, dan sebagainya
5
Lihat Hans Kung, Global Responsibility, hal. 20-21.
6
Lihat Hans Kung, Ibid. hal. 28-35.
7
Lihat Hans Kung, Ibid., hal. 46.
8
Lihat Hans Kung, Ibid., hal. 91.
9
Lihat Hans Kung, Ibid., hal. 52
10
Lihat Hans Kung, Ibid., hal. 44-45
11
Ini adalah pernyataan Kung, dikutip dari Ignas Kleden, “Agama dalam Perubahan Sosial”
dalam Agama dan Tantangan Zaman, LP3ES, Jakarta, hal. 215
12
Lihat Hans Kung, Ibid., hal. 45

151

Você também pode gostar