Você está na página 1de 2

ADA DENDAM CINTA DIBALIK KISAH MAHABARATA Kisah pewayangan, kisah Mahabarata, khususnya perang Baratha tidak melulu

sebab konflik kekuasaan, atau perebutan kekuasaan Hastinapura. Ada dendam asmara yang bisa dikatakan sebagai asal muasal perang Baratha. Di saat, Pandhu memenangkan sayembara memperoleh tiga gadis cantik, Madrim, Kunthi dan Gendari, harusnya ketiganya diperistri oleh Pandhudewanata. Namun, atas rasa hormatnya kepada saudara tuanya, Destarata, Gendari dihadiahkan kepadanya. Inilah mulanya. Gendari dalam hatinya tidak sudi, karena Destarata buta matanya. Buat apa perempuan cantik seperti dia, diperistrik oleh orang buta? Sejak itu, Gendari begitu dendam kepada Pandhu. Dalam dendamnya dia berharap bisa membalas sakit hati, mempunyai banyak anak sehingga mengalahkan keturunan Pandhu (Pandhawa). Kehamilan selama 3 tahun Gendari membuatnya semakin frustasi. Apalagi menyaksikan Pandhu sudah berputra Puntadewa dan Bima. Semakin dendamnya, sementara Gendari tak kunjung berputra. Apalagi di saat dia melahirkan hanyalah segumpal daging/darah dia mengamuk. Diinjak-injaknya daging tersebut, sehingga menjadi 100 gumpalan. Atas perintah Begawan Abiyasa untuk menutupi setiap gumpalan dengan daun jati. Maka berubahlah gumpalang tersebut menjadi bayi manusia, sehingga berjumlah 100. Inilah kemudian disebut Kurawa. Dendam cinta Gendari telah merubah daging, menjadi manusia pembawa dendam kekuasaan, dendam cinta untuk selalu memusuhi anak turun Pandhu. Sungguh berbahaya, jika seorang Ibu menanam benih dendam sejak dalam kandungan, bahkan sebelum mengandung. Maunya dibunuh semua (diinjak-injak), andai saja tak ada mukjizat yang mengubahnya menjadi manusia. Meski demikian, dendam itu telah berubah menjadi kekuatan perusak mahadahsyat yang melahirkan kisah Mahabarata. Padahal, Destara mempunyai anak lain, selain dari Gendari, yang melahirkan Yuyutsu dan keturunannya. Pihak inilah yang awalnya akan membela Kurawa pada perang kuru, dan berbalik membela Pandhawa. Yuyutsu lahir dari perempuan kasta Waisya (rendah), namun tidak pernah ada dendam yang diajarkan kepada anak-anaknya, sehingga keberpihakan pada pihak Pendahawa yang baik masih bisa dilakukan.

Bagaimana dengan kondisi saat ini? Begitu banyak perempuan yang menikah, hamil dan melahirkan dengan membawa kebencian, membawa dendam, apakah dendam akan harta atau lainnya. Sehingga tidak mengherankan banyak lahir generasi yang mudah marah, mudah terbakar amarah dendam. Secantik ataupun setinggi derajat yang disandang tak menjamin melahirkan generasi yang baik,selama dendam itu menjadi bagian dalam dirinya, seperti Putri Gendari. Wallahu Alamu Bishshowab

Você também pode gostar