Você está na página 1de 3

Athanasius

Athanasius adalah seorang uskup yang dikenal sebagai uskup yang gigih dengan pandangannya tentang "Allah yang Tritunggal". [1] Semasa hidupnya, ia mempertahankan pandangan tersebut untuk melawan Arianisme, kelompok yang menentang keallahan Kristus. [2] Athanasius juga memberikan kontribusinya dalam pembuatan Kanon perjanjian baru. [3] Selain itu, beberapa karya tulisnya menjadi sumbangsi terbesar bagi gereja-gereja saat itu.

Riwayat Hidup
Athanasius lahir pada akhir Abad ke-3 Masehi.[2] Athanasius dikatakan sebagai bagian dari kelompok koptik karena saat itu, ia berbicara dengan bahasa Koptik, bahasa asli dari sebuah daerah yang berhasil ditaklukkan oleh Yunani-Romawi.[4] Atas keterangan ini, ia dikenal menjadi bagian dari kelompok Koptik. Athanasius juga tidak pernah mengklaim bahwa ia dilahirkan dari kalangan atas dan berpengalaman dalam budaya Yunani-Romawi.[4] Ia adalah bagian dari kelas bawah di Mesir. [4] Pada awal karirnya ia tinggal bersama Uskup Iskandariah dan selang beberapa waktu menjadi Diaken.[2] Athanasius mengikuti uskup Aleksandria ke Konsili Nicea. [2]Ia menjadi uskup menggantikan Uskup Aleksandria yang meninggal pada tahun 328. [2] Keuskupannya ditandai dengan tiga keprihatinan: organisasi amal selama masa kelaparan, organisasi yang hidup dalam kehidupan biara, dan memperhatikan ortodoks dan persatuan dalam periode yang diliputi dengan perselisihan antara Arius dan Athanasius. [5] Athanasius menjadi uskup selama 45 tahun dan meninggal pada tahun 373.[2]

Ajaran
Keallahan Kristus

Hasil perjuangan Athanasius, yaitu Gereja Kristen menyingkirkan roh Yunani yang memberikn keselamatan. [1] Hal ini membuktikan bahwa Kristus , anak Allah berbeda jauh dengan Logos filsafat Yunani yang hanya setengah zat dengan ilahi di antara Allah dan dunia. [1] Athanasius begitu gigih mempertahankan bahwa keselamatan hanya berasal dalam Yesus Kristus. [2] Tema ini dibahas dalam buku De Incarnatione Verbi.[2] Ia diperhadapkan pada tuduhan-tuduhan dari pihak Yahudi dan kafir, bahwa inkarnasi dan penyaliban Anak Allah tidak pantas dan mengurangi martabat-Nya. [2] Namun, dengan tegas ia mengatakan bahwa " dunia yang diciptakan melalui Dia hanya dapat dipulihkan oleh Dia. [2] Pemulihan ini tidak bisa terjadi, kecuali melalui salib.[2] Gagasan "deifikasi" atau "pendewaan"(menjadi ilahi) menunjukkan pengaruh Yunani dalam pemikirannya. [2] Selain itu, Athanasius adalah orang pertama yang secara serius mempelajari status Roh Kudus. [2] Hingga pertengahan abad ke-4 perhatian tertuju kepada hubungan Allah Bapa dan Anak. [2] Sebutan singkat" Dan kepada Roh Kudus" dalam Pengakuan Iman Nicea adalah menjadi bukti kurangnya perhatian terhadap roh kudus. [2] Sebuah Kelompok di Mesir, Tropici, mengajarkan bahwa Sang Anak adalah Allah, tetapi Roh Kudus diciptakan dari yang tidak ada. [2] Hal ini bertolak belakang dengan Pengakuan Iman

Nicea serta secara tersirat dalam hal Roh kudus sejalan dengan Arinisme. [2] Mereka berselisih dengan uskup Serapion, yang meminta nasihat kepada Athanasius. [2] Ia pun menjawab dalam sejumlah Letter to Serapion(surat-surat kepada Serapion), yang di dalamnya terdapat pembahasan teologi sesungguhnya mengenai ''Ketritunggalan dengan merinci status Roh Kudus maupun Anak Allah. [2] Berbagai usaha dilakukan untuk membuat sebuah kesepakan mengenai "trinitas" baik itu melalui konsili Nicea dan konsili lainnya yang membahas hal serupa. [6] Pada Konsili Konstantinopel (381), akhirnya dicapai sebuah kesepakatan bersama mengenai "Trinitas": Bapa, Anak, dan Roh Kudus Esa menurut(keallahannya), tetapi merupakan tiga pribadi. [6] Namun, keesaaan tidaklah terlepas dari ketigaan begitu pun dengan ketigaan tidak akan terlepas dari keesaan. [6] Rumusan Konstantinopel ini ingin memasukkan semua unsur yang terkandung dalam Alkitab. [6] Namun, ternyata rumusan ini tidak memuaskan pemikiran manusia. [6] Akan tetapi, rumusan ini tetap dihargai. [6]
Konflik dengan Arianisme

Athanasius adalah seorang uskup yang begitu menolak ajaran Arius hingga hampir setengah abad(328-373).[6] Pertikaian kedua tokoh ini disebabkan ajaran Athanasius yang dianggap bertolak belakang dengan Alkitab.[6] Ajaran Athanasius pun dipandang berat sebelah. [6] Teologi keduanya sangat berbeda dalam mengungkapkan hubungan Kristus dan Roh kudus dengan Allah Bapa.[6] Arianisme menjadi sebuah ancaman terbesar bagi kehidupan umat Kristen saat itu. [4] Arianisme mengajarkan bahwa seseorang yang datang kepada kita yaitu, Kristus Yesus bukanlah Tuhan yang sesungguhnya melainkan makhluk yang diciptakan oleh Allah.[4] Melihat kondisi ini, Kaisar Konstantinus mengadakan Konsili Nicea di kota Nicea(325)dan membujuk para uskup untuk menerima rumusan bahwa Kritus sehakekat dengan Allah(Yunani= homo-ousios).[6] Konstantinus tidak memaksa para uskup untuk menerima rumusan tersebut, namun hal ini telah menjadi keyakinan umat Kristiani yang telah didiskusikan selama satu abad. [6] Di lain pihak, ajaran Arius telah dikutuk. [6] Eusebius dari Nicomedia dan pemimpin Arian menganggap Athanasius merupakan musuh mereka yang paling tangguh dan sulit dikalahkan. [4] Mereka pun mencari jalan untuk menjatuhkan Athanasius dengan mengedarkan rumor bahwa ia menjadi penganiaya atas umat Kristen di Mesir dan menggunakan ilmu sihir. [4] Menanggapi hal tersebut, Kaisar Konstantinopel memerintahkan untuk bertemu sebelum konsili di Tyre berlangsung untuk menjawab tuduhan yang diajukan kepadanya. [4] Terutama, untuk menjawab tuduhan bahwa dirinya membunuh uskup Arsenius dan memotong tangannya untuk dijadikan sebagai persembahan dalam ritus ilmu sihirnya. [4] Namun, tuduhan tersebut tidak dapat menjatuhkan Athanasius hingga ia pun dapat mengalahkan rumor tersebut. [4] kedisiplinannya dalam biara, pengaruhnya dalam masyarakat, semangatnya yang tak pernah padam, dan keteguhannya dalam keyakinan membuatnya sulit terkalahkan. [4] Selain itu, Ia adalah tipikal orang yang sulit untuk berkompromi. [2] Sikap inilah membuatnya tidak disenangi oleh uskup dan negarawan. [2] Sekitar 17 tahun, ia menghabiskan waktunya di lima tempat pengasingan yang berlainan. [2] Athanasius dan Arius secara bergiliran dibuang oleh kaisar. [2]

Masa pengasingan yang terpenting adalah ketika ia di Roma dari tahun 340 hingga 346. [2] Setelah itu, ia mengalami Dasawarsa Emas dari tahun 346 hingga 356 di Aleksandria, masa terpanjang sebagai uskup tanpa interupsi. [2] Athanasius adalah uskup yang selalu tegar dalam menghadapi masalah demi masalah yang.[2] Pada saat itu, kelompok anti-Arianisme( Gereja Barat, kelompok Antiokhia dan Athanasius) berpendapat bahwa Allah adalah satu pribadi, sedangkan bagian terbesar kelompok Origenes di bagian Timur berpendapat bahwa Allah terdiri dari tiga pribadi. [2]

Kontribusi Athanasius dalam Kanon Perjanjian Baru


Pada tahun 367, Athanasius menulis Surat Paskah(Easter Letter). [3] Di dalam surat tersebut terdapat 27 buku yang ada dalam Perjanjian Baru. [3] Hal ini dilakukannya untuk mencegah adanya kesalahan ajaran kepada jemaat. [3] Ia pun menyatakan bahwa tiada buku lain yang dapat dibandingkan dengan Injil Kristen walaupun ia tetap mengakui Didakhe sebagai penuntun tata ibadah, liturgy serta doa. [3] Namun, pada kenyataannya, Kanon yang dibuat oleh Athanasius tidak dapat menyelesaikan masalah. [3] Tahun 397, Konsili Kartago mensahkan daftor Kanon yang pada saat itu Gereja di Barat masih bergumul dalam penyelesaian Kanonnya. [3] Daftar Kanon yang dibuat Athanasius mendapatkan pengakuan dan menjadi awal mula Gereja di seluruh dunia untuk menggantungkan segala aturan yang dibuat sesuai dengan Kanon yang ditetapkan. [3]

Karya Athanasius
1. 2. 3. 4. Anti-Arianisme [2] Apologia [2] Surat-surat Paskah [2] Vita S. Antonii [2]

Selain itu, karya Athanasius lainnya, yaitu Against the Gentiles and On the Incarnation of the World yang menjadi sebuah tanda dari teologinya. [4] Kedua karyanya ini, menunjukkan keyakinan yang mendalam bahwa pusat iman Kristen yang sesungguhnya adalah perwujudan Tuhan dalam Yesus Kristus. [4]

Você também pode gostar