Você está na página 1de 15

596/Ilmu Hukum

USULAN PENELITIAN DOSEN PEMULA

Maraknya Transaksi Bisnis Prostitusi Melalui Media Sosial (Human Trafficking In Social Media) Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. TIM PENGUSUL :
Dra. Nurlaila Suci Rahayu Rais, MM., MH. Aris Martono, S.Kom., M.M.Si. Albert Y. Dien, SH., MH., MFil. 0405025601 0323036002 0429044601

AMIK RAHARJA INFORMATIKA DESEMBER 2013

!" "

!!" "

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. DAFTAR ISI ...................................................................................................... RINGKASAN ...................................................................................................... BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................... BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... BAB 3. METODE PENELITIAN ........................................................................ BAB 4. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN .................................................. 1. Anggaran Biaya ................................................................................ 2. Jadwal Penelitian .............................................................................. DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................... i ii iii 1 2 5 9 10 10 11 11 12

!!!" "

RINGKASAN Semakin tinggi tingkat kebutuhan manusia, semakin tinggi resiko kejahatan/penyimpangan sosialnya. Maraknya kasus penjualan gadis di bawah umur, gadisgadis menjual dirinya untuk ekonomi keluarga, mengeksploitasi gadis di bawah umur, menjadi pilihan-pilihan demi memenuhi ambisi mereka sebagai tuntutan hidup yang glamour di kota. Perdagangan seks atau perbudakan adalah eksploitasi perempuan dan anak-anak dalam skala nasional atau internasional, untuk tujuan kerja paksa seks. Media sosial sekarang tidak hanya menjadi alat untuk berteman atau bertukar informasi, tetapi juga sebagai alat untuk berinteraksi, menjadi jembatan yang praktis untuk melakukan suatu bisnis, jasa atau sumber sosialisasi yang kini sudah tidak asing lagi, dan juga dijadikan alat untuk melakukan kegiatan terlarang. Media sosial kini marak digunakan sebagai sarana yang mudah dan dianggap paling efisien untuk memenuhi target/sasaran dalam melakukan transaksi bisnis yang melibatkan prostitusi. Semakin merebaknya pelacuran melalui situs internet, terlihat para wanita/lelaki pekerja seks komersial (PSK) sekarang menggunakan media sosial sebagai salah satu cara untuk menjajakan dirinya dalam menjaring klien. Dengan permasalahan di atas maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui mengapa mereka memilih prostitusi sebagai jalan pintas, implikasi apa dari prostitusi di media sosial pada masyarakat, siapa dibalik prostitusi di media sosial, dan bagaimana mereka bekerja dan dijual kepada siapa. Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research), artinya data primer diperoleh langsung dari responden di lokasi penelitian. Sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari buku, Undang-Undang yang relevan dengan pokok permasalahan, media elektronik atau internet, dan pengolahan dan analisis dari penelitian sejenis yang sudah dipublikasikan di berbagai media. Teknik Pengumpulan data dilakukan dengan cara terjun langsung ke lapangan, dengan mengadakan kuesioner atau wawancara yang mangacu pada daftar pertanyaan untuk memperoleh informasi yang akurat. Lokasi penelitian dilakukan di Bandung, dan khususnya di Tangerang Selatan dimana warga masyarakatnya baru saja atau sedang mengalami transisi dari masyarakat desa menjadi masyarakat kota. Penelitian ini dilakukan selama 1(satu) tahun dengan kegiatan antara-lain persiapan penyusunan proposal, pengumpulan data, penelitian lapangan 1 dan penelitian lapangan 2 serta penyusunan laporan. Keywords : Transaksi Bisnis Prostitusi, media sosial, Tindak Pidana Perdagangan Orang, Transaksi Elektronik

#" "

BAB 1. PENDAHULUAN Masyarakat kota terdiri dari beragam suku, ras, agama, dan bahasa, mereka terbentuk karena adanya perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat tersebut. Mereka juga mempunyai keahlian yang heterogen. Pada umumnya orang kota memiliki pola hidup individualistik, dan dengan sifat individualistik ini mereka merasa nyaman karena mereka terbiasa hidup mandiri atau tidak menggantungkan dirinya pada bantuan orang lain, sebagaimana halnya mereka tidak saling mengenal satu sama lain meskipun mereka hidup bertetangga. Warga masyarakat perkotaan selain bersifat individualistik juga lebih mementingkan rasionalitas dan emosional. Namun demikian mereka tidak mencampur-adukkan antara sifat emosional dan rasional, sehingga mereka lebih bersifat netral. Karena mereka bersifat rasionalistik, maka pandangan hidupnya lebih bersifat universal, sebagaimana kerasnya kehidupan yang penuh dengan persaingan dan tantangan, mereka harus berjuang agar bisa survive hidup di kota. Gerak langkah masyarakat kota di era global ini sangat aktif, dalam arti selalu bergerak atau mobile dari satu tempat ke tempat yang lain, kapanpun dia mau. Mobilitas yang tinggi, sementara mereka harus menjalin komunikasi yang intensif untuk berbagai kepentingan, karenanya mereka membutuhkan alat komunikasi yang bisa memenuhi kebutuhannya, cepat dan se-efisien mungkin dengan keberadaannya, pada suatu ruang dan waktu tertentu. Fenomena tersebut sejalan dengan pesatnya kemajuan teknologi telah dimanfaatkan oleh komunitas masyarakat bisnis yang mampu memikat perhatian para remaja sebagai pengguna (user) produk teknologi canggih seperti telepon genggam (handphone) yang terus mengalami perkembangan dan penyempurnaan. Alat komunikasi tersebut pengoperasiannya semakin praktis, dilengkapi dengan berbagai feature yang bisa langsung terhubung dengan sarana internet, sehingga pengaksesan informasi cepat dan bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja. Menggunakan media sosial secara online di era modern ini sudah menjadi kebiasaan (habit) masyarakat kota tanpa memandang usia, bahkan sudah menjadi gaya hidup mereka. Media sosial secara online seharusnya dimanfaatkan dalam hal yang positif, sehingga masyarakat dapat memperoleh informasi yang bermanfaat secara cepat, efektif dan efisien. Pada kenyataannya, semakin canggih teknologi, ditambah dengan godaan gaya hidup glamour, serta rendahnya tingkat pendidikan, nampaknya masyarakat kota tidak siap menghadapi kenyataan,
$" "

sehingga pemanfaatan media sosial justru sebaliknya yaitu memicu adanya penyimpangan sosial. Namun yang menjadi permasalahan, bagaimana bila ada penyimpangan sosial yang bersifat mengganggu pisikologis remaja maupun sebagian masyarakat dewasa yang ingin mendapatkan segalanya dalam waktu yang singkat atau serba instan. Terlihat bahwa semakin tinggi tingkat kebutuhan manusia, semakin tinggi resiko kejahatan/penyimpangan sosialnya. Maraknya kasus penjualan gadis di bawah umur, gadis-gadis menjual dirinya untuk ekonomi keluarga, mengeksploitasi gadis di bawah umur, menjadi pilihanpilihan demi memenuhi ambisi mereka sebagai tuntutan hidup yang glamour di kota. Perdagangan seks atau perbudakan adalah eksploitasi perempuan dan anak-anak dalam skala nasional atau internasional, untuk tujuan kerja paksa seks. Eksploitasi seksual komersial termasuk porografi, prostitusi dan perdagangan seks perempuan dan anak perempuan, dan ditandai oleh eksploitasi manusia dalam pertukaran barang/uang. Sudah bukan rahasia lagi, media sosial sekarang tidak hanya menjadi alat untuk berteman atau bertukar informasi, tetapi juga sebagai alat untuk berinteraksi, menjadi jembatan yang praktis untuk melakukan suatu bisnis, jasa atau sumber sosialisasi yang kini sudah tidak asing lagi, dijadikan alat untuk melakukan kegiatan terlarang. Media sosial kini marak digunakan sebagai sarana yang mudah dan dianggap paling efisien untuk memenuhi target/sasaran dalam melakukan transaksi bisnis yang melibatkan prostitusi. Semakin merebaknya pelacuran melalui situs internet, terlihat para wanita/lelaki pekerja seks komersial (PSK) sekarang menggunakan media sosial sebagai salah satu cara untuk menjajakan dirinya dalam menjaring klien. Lewat berapa media sosial seperi Facebook dan Twitter atau situs online dating, para PSK ini biasanya sengaja memasang foto-foto vulgar yang seronok bahkan telanjang dalam akunnya. Tidak ketinggalan para germo pun juga membuka lapak di media sosial untuk menjajakan para PSK, anak-anak asuhnya. Melalui media sosial dengan vulgar tubuh para penjaja seks diekspose habis-habisan tanpa menghiraukan norma kesusilaan, bahkan secara tidak sengaja gambar atau video porno tersebut tiba-tiba muncul dengan sendirinya, sehingga menggangu pengguna media sosial yang sebetulnya tidak berniat melihatnya. Pengoperasiannya biasanya dimulai oleh para germo yang membuka akun jejaring sosial atau jejaring komunitas kemudian memasang foto-foto wanita-wanita atau laki-laki yang diperdagangkannya. Selanjutnya sang germo memasang nomor handphone dan email dengan maksud apabila ada lelaki hidung belang atau wanita kesepian yang tertarik supaya menghubungi
%" "

nomor atau email tersebut. Setelah deal dan terjadi kesepakatan harga, germo mengantar wanita atau laki-laki yang dipesan ke tempat si pemesan. Meskipun cara ini kelihatanya susah terjamah hukum, akan tetapi pelanggaran hukum berkenaan dengan kegiatan seks komersial meskipun lewat internet tetap melanggar hukum. Fenomena seperti tersebut diatas sebetulnya sudah sangat menggangu masyarakat umum, khususnya mereka yang masih mengedepankan sisi moral dan agama dan disinilah iman seseorang diuji, bagi yang kuat imannya pemandangan tersebut tidak akan berpengaruh dan akan lewat saja, akan tetapi sebaliknya bagi yang tidak kuat imannya, pemandangan seperti ini akan berlanjut dan menyeretnya kedalam jurang kenistaan. Berdasarkan latar belakang permasalahan dan sesuai dengan permasalahan yang ada di lingkungan remaja dan wanita dewasa kini secara rinci telah disebutkan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut : 1. Apa yang membuat mereka memilih prostitusi sebagai jalan pintas permasalahan? 2. Apa implikasi dari prostitusi di media sosial pada masyarakat maupun remaja kini? 3. Siapakah orang dibalik prostitusi di media sosial, sehingga secara massive melakukan penyimpangan sosial? 4. Bagaimana mereka bekerja dan kepada siapakah remaja dan wanita dewasa itu dijual ? Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mengapa mereka memilih prostitusi sebagai jalan pintas, implikasi apa dari prostitusi di media sosial pada masyarakat, siapa dibalik prostitusi di media sosial, dan bagaimana mereka bekerja dan dijual kepada siapa. Selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat agar dapat meningkatkan kewaspadaan kepada orang tua terhadap anaknya ketika menggunakan media sosial. Dalam hal ini meningkatkan kesadaran masyarakat, dan kewaspadaan masyarakat sekaligus mengingatkan bahwa media sosial yang digunakan para remaja itu pengaruhnya luar biasa terhadap masyarakat, dan bahkan berpotensi besar sebagai media melakukan prostitusi, oleh karena lewat media sosial seperti Facebook,Ttwitter dan sejenisnya menjadi tempat bertemu orang-orang yang sebelumnya tidak saling kenal, ngobrol, curhat, janjian untuk bertemu, dan bahkan lebih mengerikan lagi tidak sedikit yang dilanjutkan sampai ke aktivitas di tempat tidur. Sedangkan kontribusi yang dapat dimanfaatkan oleh kampus yang memfasilitasi kegiatan penelitian adalah sebagai tempat pengabdian kepada masyarakat, khususnya dosen dan mahasiswa, dan juga sebagai media promosi keberadaan kampus itu sendiri di masyarakat.
&" "

Indikator keberhasilan penelitian ini diharapkan dapat membangun masyarakat yang sejahtera, menjadi pertimbangan agar prostitusi dikalangan remaja dan wanita dewasa di media sosial tidak secara besar-besaran (massive) mempengaruhi masyarakat. Penelitian ini diharapkan dapat dimuat dalam jurnal online agar dapat dibaca masyarakat luas sehingga maksud diadakannya penelitian ini menjadi tepat sasaran yaitu sekurang-kurangnya dapat menumbuhkan kewaspadaan mereka sebagai orang tua khususnya terhadap anak-anak gadisnya sehingga tujuan dari penulisan penelitian ini tercapai. Berkaitan dengan fenomena yang ada dalam masyarakat sebagaimana digambarkan diatas, peneliti merasa perlu mengadakan penelitian secara ilmiah sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat. BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi salah satunya adalah kebutuhan seksual. Namun demikian demi memenuhi hasrat tersebut, manusia tidak serta merta melakukan kegiatan seksual tanpa melihat norma-norma yang ada dalam masyarakat, dimana kegiatan seksual harus dilakukan sesuai dengan ajaran yang dianut oleh setiap warga negara Indonesia. Kegiatan seksual sangat erat kaitannya dengan agama, oleh karena agamalah yang akan mengatur kapan seorang laki-laki dan perempuan yang telah dewasa secara alamiah akan dapat memenuhi hasrat seksualnya dengan melakukan pernikahan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat, untuk selanjutnya memiliki keturunan sebagai bentuk aktualisasi diri dalam masyarakat. Melihat masalah seksual yang demikian sakralnya, maka masyarakat Indonesia yang religius akan memandang seks bebas sebagai perbuatan yang nista dan hina. Masyarakat akan mengutuk dan bereaksi keras terhadap keberadaan pelacuran atau praktek prostitusi dengan alasan apapun. Pengertian prostitusi suatu perbuatan dimana seseorang menyerahkan dirinya berhubungan kelamin dengan mengharapkan imbalan berupa uang atau bentuk lainnya (A.S. Alam, 1984:14). Pelacuran atau prostitusi bukanlah hal yang baru di muka bumi ini, faktanya sudah ada sejak jaman Mesir Kuno, bahkan pelacuran telah terjadi sepanjang sejarah manusia. Di Indonesia, bentuk industri seks yang lebih terorganisasi berkembang pesat pada periode penjajahan Belanda (Hull; 1997:3). Kondisi tersebut terlihat dengan adanya sistem perbudakan tradisional dan perseliran yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan seks
'" "

masyarakat Eropa. Umumnya, aktivitas ini berkembang di daerah-daerah sekitar pelabuhan di Nusantara. Pemuasan seks untuk para serdadu, pedagang, dan para utusan menjadi isu utama dalam pembentukan budaya asing yang masuk ke Nusantara. (journal.unair.ac.id/ filerPDF/Rio%20Alfian.doc). Hull (1997) menyatakan bahwa adanya perkembangan pelacuran di Indonesia dari masa ke masa yang dimulai dari masa kerajaan-kerajaan di Jawa, masa penjajahan Belanda, masa penjajahan Jepang, dan setelah kemerdekaan. (riyadh-antropologi. blogspot.com/ .../sejarah-pelacuran....,) Raja mempunyai kekuasaan penuh. Seluruh yang ada di atas Jawa, bumi dan seluruh kehidupannya, termasuk air, rumput, daun, dan segala sesuatunya adalah milik raja. Tugas raja pada saat itu adalah menetapkan hukum dan menegakkan keadilan; dan semua orang diharuskan mematuhinya tanpa terkecuali. Kekuasaan raja yang tak terbatas ini juga tercermin dari banyaknya selir yang dimilikinya. Beberapa orang selir tersebut adalah puteri bangsawan yang diserahkan kepada raja sebagai tanda kesetiaan. Sebagian lagi merupakan persembahan dari kerajaan lain, ada juga selir yang berasal dari lingkungan keluarganya dengan maksud agar keluarga tersebut mempunyai keterkaitan dengan keluarga istana. (journal.unair.ac.id/ filerPDF/ Rio%20Alfian.doc). Makin banyaknya selir yang dipelihara, menurut Hull, at. al. (1997:2) bertambah kuat posisi raja di mata masyarakat. Dari sisi ketangguhan fisik, mengambil banyak selir berarti mempercepat proses reproduksi kekuasaan para raja dan membuktikan adanya kejayaan spiritual. Hanya raja dan kaum bangsawan dalam masyarakat yang mempunyai selir. Mempersembahkan saudara atau anak perempuan kepada bupati atau pejabat tinggi merupakan tindakan yang didorong oleh hasrat untuk memperbesar dan memperluas kekuasaan, seperti tercermin dari tindakan untuk memperbanyak selir. Tindakan ini mencerminkan dukungan politik dan keagungan serta kekuasaan raja. Oleh karena itu, status perempuan pada zaman kerajaan Mataram adalah sebagai upeti (barang antaran) dan sebagai selir. (journal.unair.ac.id/ filerPDF/Rio%20Alfian.doc). Sebagian selir raja ini dapat meningkat statusnya karena melahirkan anak-anak raja. Perempuan yang dijadikan selir tersebut berasal dari daerah tertentu yang terkenal banyak mempunyai perempuan cantik dan memikat. Reputasi daerah seperti ini masih merupakan legenda sampai saat ini. Koentjoro (1989:3) mengidentifikasi 11 kabupaten di Jawa yang dalam sejarah terkenal sebagai pemasok perempuan untuk kerajaan; dan sampai sekarang daerah
(" "

tersebut masih terkenal sebagai sumber wanita pelacur untuk daerah kota. Daerah-daerah tersebut adalah Kabupaten Indramayu, Karawang, dan Kuningan di Jawa Barat; Pati, Jepara, Grobogan dan Wonogiri di Jawa Tengah; serta Blitar, Malang, Banyuwangi dan Lamongan di Jawa Timur. Kecamatan Gabus Wetan di Indramayu terkenal sebagai sumber pelacur; dan menurut sejarah daerah ini merupakan salah satu sumber perempuan muda untuk dikirim ke istana Sultan Cirebon sebagai selir. (Hull, at al. 1997:2). (journal.unair.ac.id/ filerPDF/Rio%20 Alfian.doc). Lebih lanjut, prostitusi yang terorganisir dengan baik merupakan wujud dari perdagangan perempuan dan hal ini jelas sekali melanggar hak asasi manusia (HAM). Konsep perdagangan perempuan melibatkan korban yang dijadikan sebagai obyek perdagangan terutama yang berkaitan dengan eksploitasi seksual yang meliputi segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan. (hukum.kompasiana. com/ .../ memposisikan-tindak-pida ...) Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang memberi penjelasan bahwa Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan dan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan uang atau memberikan bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Setelah kemerdekaan, terlebih di era reformasi yang sangat menghargai hak asasi manusia (HAM), masalah perbudakan atau penghambaan tidak ditolerir sama sekali keberadaannya, sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Secara hukum Bangsa Indonesia menyatakan bahwa perbudakan atau penghambaan merupakan kejahatan terhadap kemerdekaan orang yang diancam dengan pidana penjara berkisar antara lima tahun sampai dengan lima belas tahun (Pasal 324-337 KUHP). Pesatnya kemajuan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang mengakselerasi terjadinya globalisasi, secara tidak disadari telah dimanfaatkan oleh sindikat kejahatan untuk menyelubungi perbudakan dan penghambaan atau penjajahan dalam bentuk baru yaitu
)" "

melalui perdagangan orang (trafficking in persons) termasuk didalamnya melibatkan kegiatan prostitusi (baik anak-anak maupun perempuan dewasa), yang beroperasi secara tertutup dan bergerak di luar hukum. Melalui pemanfaatan media sosial online yang bertehnologi tinggi dan semakin canggih (Facebook, Ttwitter) terbukti sangat membantu bisnis haram ini. Sehingga, pelacuran via internet kini menjadi trend bisnis prostitusi, bahkan anak-anak remaja semakin banyak yang terjerat dalam kasus prostitusi melalui situs online internet. Pelaku perdagangan orang (trafficker) seperti halnya germo yang dengan cepat berkembang menjadi sindikat bisnis prostitusi domestik maupun lintas batas negara, dengan sangat halus menggunakan keahliannya menipu dan membujuk untuk menjerat mangsanya, tetapi dengan sangat kejam mengeksploitasinya dengan berbagai cara sehingga korban menjadi tidak berdaya untuk membebaskan diri. Para germo sebagai pengelola bisnis prostitusi ini, meraup keuntungan yang besar dengan memanfaatkan domain gratis sebagai wadah memasarkan bisnis panasnya ini. Pemerintah mengatur masalah pelacuran atau prostutusi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 296, Pasal 297 KUHP, dan Pasal 506 KUHP juga melarang perdagangan wanita dan anak-anak di bawah umur. Namun demikian, sejauh ini yang ditegaskan dalam hukum pidana hanya melarang mereka yang membantu dan menyediakan pelayanan seks secara illegal sebagaimana tertera dalam pasal-pasal tersebut. Apabila dikaji lebih lanjut, pasalpasal tersebut kurang tegas menjerat pelaku pelacuran, karena KUHP hanya menjerat pelaku yang menyediakan jasa pelacuran tetapi tidak untuk para Pekerja Seks Komersiil (PSK). Mereka yang menjadi Pekerja Seks Komersial hanya dilakukan pembinaan sehingga mereka tidak jera atas perbuatannya menjual diri serta terjun dalam dunia pelacuran. Polisi juga sudah mulai turun tangan dengan maraknya praktik prostitusi di media sosial. Menurut Jurnal Komunikasi Massa Vol 3 No. 1 Januari 2010 menyebutkan bahwa jumlah website yang menyediakan konten pornografi meningkat hingga 70 persen pada 2009. Pornografi juga masih menjadi konsumsi tertinggi bagi para pengakses internet. Bahkan, 12 persen situs di dunia mengandung pornografi. Beberapa akun jejaring sosial, termasuk Facebook. Setiap harinya sebanyak 266 situs porno baru muncul dan diperkirakan ada 372 juta halaman website pornografi, Sebanyak 25 persen pengguna memanfaatkan search engine untuk mencari halaman pornografi. menimbulkan kendala bagi Kementerian Kominfo melakukan pemantauan dan pemblokiran terhadap situs-situs porno. (Hervina Puspitosari, 2010: 4)
*" "

Melihat fenomena tersebut diatas, sebenarnya di era globalisasi ini, pemerintah masih memiliki perangkat hukum yang lain yaitu dengan adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE), diharapkan mampu menjadi dasar hukum untuk menjerat pelanggaran-pelanggaran hukum via internet yang berkaitan dengan semakin maraknya prostitusi melalui jejaring sosial Facebook, Twitter, dan sejenisnya. BAB 3. METODE PENELITIAN Ilmu dipandang sebagai metode. Ilmu ditempatkan sebagai instrumen dan cara kerja untuk menyelesaikan masalah kemasyarakatan secara ilmiah. Hal itu berarti bahwa kegiatan pengabdian kepada masyarakat merupakan wahana penerapan ilmu dan keahlian sivitas akademika dalam konteks kehidupan bermasyarakat. Unsur substansi, unsur informasi, dan unsur metodologi dari berbagai disiplin/bidang ilmu yang sangat abstrak dapat direalisasikan dalam kehidupan masyarakat yang selalu mengalami perubahan dan syarat dengan masalah yang kompleks, rumit dan pelik. Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research), artinya data primer diperoleh langsung dari responden di lokasi penelitian. Sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari buku, Undang-Undang yang relevan dengan pokok permasalahan, media elektronik atau internet, dan pengolahan dan analisis dari penelitian sejenis yang sudah dipublikasikan di berbagai media. Teknik Pengumpulan data dilakukan dengan cara terjun langsung ke lapangan, dengan mengadakan kuesioner atau wawancara yang mangacu pada daftar pertanyaan untuk memperoleh informasi yang akurat. Pedoman untuk wawancara mendalam merupakan pengembangan dari permasalahan yang sangat kompleks, melakukan observasi atau pengamatan di lapangan dengan meneliti perkembangan media sosial yang di gunakan untuk kegiatan prostitusi tersebut. Batasan dan populasi jumlah responden dibatasi hanya pada nara sumber dan pihak yang bersangkutan yang ada kaitannya dengan pokok permasalahan. Untuk melaksanakan penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif, sebagaimana data yang dibutuhkan tidak berupa angka-angka, dan analisis data penelitian menggunakan kata-kata tanpa rumus statistik. Selain itu, pendekatan sosiologi hukum juga menjadi pilihan sebagaiman hukum dipandang timbul dari suatu proses sosial dan hukum memberikan gejala-gejala sosial dalam masyarakat.
+" "

Lokasi penelitian dilakukan di Bandung, dan khususnya di Tangerang Selatan dimana warga masyarakatnya baru saja atau sedang mengalami transisi dari masyarakat desa menjadi masyarakat kota. Pemilihan kedua lokasi tersebut didasari pada informasi yang diterima dari berbagai sumber termasuk lembaga-lembaga pemerintah, aktivis LSM, para politisi dan anggota DPRD yang mengatakan bahwa ada banyak keluarga di daerah-daerah tersebut yang anak-anak perempuannya bekerja sebagai pekerja seks (PSK). BAB 4. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN Agar dapat terlaksananya penelitian ini dengan baik, lancar dan sesuai dengan target yang direncanakan sesuai dengan jadwal penelitian, maka diperlukan dana yang dapat menunjang seluruh kegiatannya diperkirakan sebagai berikut: 4.1. Anggaran Biaya Ringkasan Anggaran Biaya Penelitian Dosen Muda Yang Diajukan No 1 2 3 4 Gaji dan upah Biaya habis pakai dan peralatan Perjalanan Lain-lain (seminar, proceeding seminar nasional, dan laporan) Jumlah Jenis Pengeluaran Biaya Yang Diusulkan (Rp.) Rp. 3.000.000,Rp. 7.200.000,Rp. 2.100.000,Rp. 2.200.000,Rp. 14.500.000,-

#," "

4.2. Jadwal Penelitian Jadwal Kegiatan Tahun 2013-2014 No. 1 2 3 4 5 Jenis Kegiatan Persiapan Proposal Pengumpulan Data Penelitian Lapangan 1 Penelitian Lapangan 2 Penulisan Laporan 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

DAFTAR PUSTAKA Alam, A. S., Pelacuran dan Pemerasan; Studi Sosiologis Tentang Eksploitsi Manusia Oleh Manusia, Alumni, Bandung, 1984. Alfian, Rio, Konstruksi Sosial Masyarakat Di Lingkungan Pemakaman Kembang Kuning Surabaya Terhadap Aktivitas Prostitusi Di Area Makam, journal.unair.ac.id/ filerPDF/Rio%20Alfian.doc, diakses 25 November 2013. Puspitosari, Hervina, Upaya Penanggulangan Prostitusi Online Internet Berdasarkan UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Jurnal Komunikasi Massa Vol 3 No. 1 Januari 2010. Undang-Undang : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

##" "

Sumber dari Interner : Komunitas Pecinta Sejarah Blambangan (KOSEBA), sejarahblambangan.blogspot.com/.../ sekilas-tentang-lokalisasi-banyuwangi-dalam-sejarah...,diakses 1Desember 2013. (riyadh-antropologi.blogspot.com/ .../sejarah-pelacuran...., diakses 5 Desember 2013) LAMPIRAN-LAMPIRAN
"

#$" "

Você também pode gostar

  • BAB IV Fix
    BAB IV Fix
    Documento40 páginas
    BAB IV Fix
    Zae Ahmad
    Ainda não há avaliações
  • Daftar Putaka Fix
    Daftar Putaka Fix
    Documento2 páginas
    Daftar Putaka Fix
    Zae Ahmad
    Ainda não há avaliações
  • BAB V Fix
    BAB V Fix
    Documento5 páginas
    BAB V Fix
    Zae Ahmad
    Ainda não há avaliações
  • BAB III Fix
    BAB III Fix
    Documento26 páginas
    BAB III Fix
    Zae Ahmad
    Ainda não há avaliações
  • BAB I Fix
    BAB I Fix
    Documento8 páginas
    BAB I Fix
    Zae Ahmad
    Ainda não há avaliações
  • BAB II Fix
    BAB II Fix
    Documento35 páginas
    BAB II Fix
    Zae Ahmad
    Ainda não há avaliações
  • 13PP00131
    13PP00131
    Documento16 páginas
    13PP00131
    Zae Ahmad
    Ainda não há avaliações
  • Publikasi 10.22.1250
    Publikasi 10.22.1250
    Documento11 páginas
    Publikasi 10.22.1250
    Zae Ahmad
    Ainda não há avaliações
  • 0811461598
    0811461598
    Documento210 páginas
    0811461598
    Zae Ahmad
    Ainda não há avaliações
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Documento2 páginas
    Bab Iv
    Zae Ahmad
    Ainda não há avaliações
  • Seri Dream Weaver - Membuat Menu Bertingkat (Tree Menu)
    Seri Dream Weaver - Membuat Menu Bertingkat (Tree Menu)
    Documento6 páginas
    Seri Dream Weaver - Membuat Menu Bertingkat (Tree Menu)
    Achmad Solichin
    Ainda não há avaliações
  • Bab I
    Bab I
    Documento3 páginas
    Bab I
    Zae Ahmad
    Ainda não há avaliações
  • BAB III New
    BAB III New
    Documento33 páginas
    BAB III New
    Zae Ahmad
    Ainda não há avaliações