Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
jamaah Jumah rahimakumullah.. Ada sebuah cerita sederhana yang patut kita simak untuk memulai renungan kali ini. Adalah seorang kyai di satu pesantren menerima telpon dari Jakarta. Isinya, seorang pejabat akan mengunjungi pesantrennya. Kapan rencana kunjungan itu? tanya pak Kyai Suara dari seberang sana menyebutkan tanggal dan jamnya. Maaf, pada tanggal tersebut pesantren sedang libur jawab Kyai. Mengapa kalau libur? tanya sang penelepon. Kalau libur, ya sepi pak! jawab kyai Tapi khusus pada hari kunjungan itu kan para santri bisa disuruh masuk? Maaf pak, tidak bisa. Mereka sudah pada pulang kampung Tapi kan bisa disuruh datang sehari saja, mengingat yang akan datang ini orang penting lho.. kata sang penelepon agak ngotot.. ah, saya tidak bisa, !ak. "anyak dari mereka berasal dari luar kota, bahkan luar daerah. #elain itu, liburan adalah milik para santri. Maaf, saya tidak berani merampas hak mereka $engan %iba%a kyai, mereka kan bisa diminta datang, kata sang penelepon lebih ngotot. #ekali lagi, maaf pak. #aya tidak sanggup. Kalau boleh tahu, sebenarnya yang mau ditinjau oleh beliau itu, pondoknya atau santrinya? Memangnya kenapa? anya sang penelepon agak emosi. Kalau yang ingin ditinjau itu pondoknya jawab kyai sekalem mungkin, kapan saja kami senantiasa siap karena pondoknya selalu ada. Tapi kalau yang ditinjau itu para santri, maka nanti saja ya, kalau liburan sudah selesai #aya tidak tahu santri atau pondoknya, karena yang datang bukan saya tapi beliau. &ngat pak kyai, beliau itu pejabat penting di negeri ini! kata suara dari seberang sambil meletakkan gagang telepon secara kasar.
Kejadian seperti di atas barangkali sering kita temukan dalam kehidupan sehari!hari. Saking seringnya, kemudian kita menjadikannya sebagai sesuatu yang biasa. Saking biasanya, lalu kita menjadikannya sebagai satu pembenaran. "ari itu, kemudian terbentuklah carapandang yang menganggapnya sebagai kela#iman bahwa dalam konteks cerita di atas$ pejabat itu penting dan santri tidak penting sehingga liburannya harus dirampas. Ketika hal ini telah dianggap sebagai sesuatu yang la#im maka jadilah ia sebagai karakter atau dalam bahasa agama sebagai akhla% di mana Imam al!&ha#ali mengartikannya dengan tabiat yang tertanam dalam di ruang ba%ah sadar kita dan mengeja%antah dalam bentuk tindakan yang mengalir begitu saja secara refleks, tanpa ada pertimbangan akal pikiran sedikitpun. &erak substanti' terbentuknya akhla% di atas mirip dengan apa yang pernah disitir oleh Ste(en ). *o(ey dalam bukunya The #e(en )abits for Teenagers, bahwa barangsiapa menanam pikiran, akan menuai perbuatan. "arangsiapa menanam perbuatan, akan menuai kebiasaan. "arangsiapa menanam kebiasaan akan menuai karakter. $an barangsiapa yang menanam karakter, akan menuai nasib. +isa jadi nasib ,bagian hidup- bangsa kita ini masih saja terpuruk karena carapandangnya yang dikotomik terhadap manusia$ penting dan kurang penting. "osen penting, mahasiswa kurang penting. )ektor penting, karyawan kurang penting. .residen penting, rakyat kurang penting dan sejenisnya. .adahal kalau anggapan dikotomik seperti ini muncul maka penghargaan terhadap manusia akan berubah dan keadilan pun mulai sirna. Akibatnya, sejarah kekalahan manusia oleh manusia kembali terulang. +anyak tragedi hilangnya kekuasan karena berangkat dari pandangan dikotomik seperti ini. /rde baru terjungkal karena penguasa lebih mementingkan diri dan meremehkan rakyatnya. Saat ini peristiwa yang sama terulang kembali di unisia, dan tengah berlangsung di 0aman dan 1esir. idakkah kita mengambil pelajaran dari tragedi sejarah yang terus berulang ini2 Jamaah Jumah yang dikasihi 'llah.. uhan menciptakan semua manusia sama pentingnya. Karena Allah telah membuatnya dengan penuh kesungguhan dan sebaik!baiknya, sebagaimana 'irman!3ya$
3amun, manusialah yang membeda!bedakan diri mereka berdasarkan kelas. Ada kelas penting. Ada kelas kurang penting. +ahkan ada pula kelas yang tidak penting. \kuran penting!tidaknya seringkali ditentukan oleh jabatan, pangkat dan kekayaan. Kemiskinan sering dianggap sebagai kesalahan bahkan kehinaan. ,aud-ubillah min d-alik. .adahal di hadapan Allah, jabatan, pangkat, golongan dan kekayaan bukanlah ukuran kemuliaan, sebagaimana Allah ber'irman$