Você está na página 1de 4

Ika Devi Hardianti

071211232011

MBP Asia Timur Week 4

Dinamika Ekonomi dan Politik Jepang

Jepang terletak di Asia Timur, di antara Samudra Pasifik dan Laut Jepang, di sebelah timur berbatasan dengan semenanjung Korea. Total luas wilayah Jepang adalah 377.915 km persegi, meliputi daratan seluas 364.485 km persegi dan lautan seluas 13.430 km persegi (www.cia.gov, diakses pada 28 Maret 2014). Jepang merupakan negara dengan tingkat ekspor terbesar kelima di dunia dengan mencapai nilai sekitar $697 pada tahun 2013. Komoditas ekspor Jepang meliputi motor 13,6%, semikonduktor 6,2%, produk besi dan baja 5,5%, material plastik 3,5% dan mesin pembangkit listrik 3,5% (www.cia.gov, diakses pada 28 Maret 2014). Jepang merupakan salah bagian dari East Asia Miracle yang ditandai dengan kemajuan ekonomi secara signifikan. Jepang adalah negara yang melakukan restrukturisasi ekonomi dengan cepat pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II. Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II memberikan pukulan telak bagi negara ini, kehancuran ekonomi, kondisi negara yang carut marut dan hubungan dengan negara Asia Timur lain yang memburuk adalah beberapa hal yang harus dihadapi Jepang. Di tengah situasi yang terpuruk, Perang Dingin menjadi era baru dalam dunia internasional. Amerika Serikat mempromosikan Jepang sebagai benteng, jika bukan base camp, untuk melawan komunisme di Asia (Encarnation & Mason,1990:37 dalam Beckley et al.,2013:9). Posisi geopolitik Jepang mendorong Amerika untuk memberikan beberapa keistimewaan terhadap Jepang. Shibuya et al.(2002:4 dalam Beckley et al.,2013:9) menjelaskan bahwa Amerika menjamin keamanan Jepang sehingga Jepang bisa meminimalkan anggaran untuk pertahanan dan berfokus pada alokasi sumber daya untuk sektor privat. Pendapat ini diperkuat oleh Calder&Welfield (1988 dalam Beckley et al.,2013:10) yang menyatakan bahwa Amerika memberikan pinjaman dengan bunda rendah kepada Jepang melalui peran World Bank dan US Import and Export Bank. Amerika juga membuka pasar seluas-luasnya bagi produk Jepang, bahkan Amerika menampung lebih dari 30% barang ekspor Jepang. Pada tahun 1950an-1960an terjadi transfer teknologi dari Amerika Serikat ke Jepang dan ini menjadi dasar dari hampir semua industri modern Jepang (Abegglen&Stalk,1985:126 dalam Beckley et al.,2013:11). Amerika dan WTO juga menekan Jepang untuk menurunkan restriksi perdagangan dan membuka pasarnya dalam perdagangan internasional. Pengaruh Amerika tidak berhenti hanya pada aspek ekonomi, tetapi juga dalam perpolitikan Jepang. Amerika berperan besar dalam memenangkan Liberal Democratic Party (LDP) di Jepang. Dokumen pemerintah Amerika menunjukkan bahwa administrasi Eisenhower melalui CIA menyediakan dana jutaan dolar untuk mendanai kampanye Kishi

Ika Devi Hardianti

071211232011

MBP Asia Timur Week 4

dan politisi LDP lainnya (Beckley et al.,2013:17). Perdana Menteri Kishi Nobusuke adalah tokoh anti komunis dan pro terhadap hubungan Jepang-Amerika. Hal ini diperkuat oleh data dari U.S. Department of State (1955-1957:485-535 dalam Beckley at al.,2013:16) yang menyebutkan bahwa Amerika memiliki keinginan yang kuat untuk mengamankan posisi Kishi dalam perpolitikan Jepang. Dominasi LDP di Jepang penting bagi Amerika untuk memastikan hegemoni partai konservatif di Jepang yang pro terhadap aliansi JepangAmerika. LDP mendominasi perpolitikan Jepang selama lebih dari 38 tahun. Jepang mendapat perhatian dunia atas kemajuan ekonomi yang begitu pesat di tahun 1950an-1980an. Sistem ekonomi Jepang unik karena menggabungkan antara beberapa institusi sekaligus, institusi tersebut diantaranya institusi politik, asosiasi, sistem finansial, sistem hubungan tenaga kerja dan jaringan perusahaan. Kombinasi hubungan untuk menciptakan jaringan yang stabil dari hubungan bisnis (keiretsu), termasuk kelompok industrial dan jaringan distribusi (Gerlach,1992 dalam Vogel,2006:8). Pemerintah melalui sistem birokrasi berperan penting dalam memproteksi industri dalam negeri, mempromosikan industri melalui kebijakan dan mengatur kompetisi dalam pasar. Vogel (2006:8) menyebutkan empat jenis institusi mikro dalam model ekonomi Jepang, yaitu sistem tenaga kerja, sistem bank utama, sistem tata kelola perusahaan dan sistem jaringan pemasok.

Pertama, sistem tenaga kerja di Jepang sangat kental dengan nilai konfusianisme dimana loyalitas pekerja terhadap perusahaan sangat tinggi, sistem gaji didasarkan atas senioritas dan pemberlakuan pekerjaseumur hidup. Kedua, sistem finansial berfokus pada peminjaman uang daripada pasar modal (Vogel,2006:9). Sistem ini memperuntukan peminjaman modal kepada industri dalam negeri agar bisa berkembang. Mitsubishi, Mitsui, Daiichi Kangyo dan Sanwa adalah beberapa contoh indistri yang terikat dengan bank utama. Ketiga, sistem tata kelola perusahaan mengacu pada hubungan kepemilikan saham antar industri dalam negeri. Melalui cara ini proporsi saham berada dalam konsisi stabil, mencegah kepemilikan saham oleh perusahaan luar dan meminimalisir resiko pengambil alihan saham (Vogel,2006:9). Keempat, sistem jaringan pemasok mengacu pada industri manufaktur Jepang yang mengembangkan jaringan pemasok yang luas atau yang lebih dikenal dengan vertical keiretsu (Vogel,2006:9). Perakit bekerja sama dengan pemasok untuk mengendalikan biaya produksi, menjaga kualitas dan mengembangkan produk melalui inovasi. Melalui keberhasilan pemerintah dalam menyeimbangkan kompetisi dan koordinasi dalam ekonomi Jepang mengalami kemajuan ekonomi yang pesat. Vogel (2006:4) menyebutkan beberapa kriteria yang menandai kemajuan ekonomi Jepang, yaitu pertumbuhan ekonomi yang terus naik, peningkatan standar

Ika Devi Hardianti

071211232011

MBP Asia Timur Week 4

hidup, tingkat ekspor yang tinggi, kemajuan teknologi, sistem pendidikan yang maju dan tingkat kriminalitas yang rendah. Dari pertengahan 1985 sampai pertengahan 1989, total valuasi saham pada tingkat pertama Bursa Saham Tokyo melonjak-dari 169 triliun ke 527 triliun (Vogel,2006:23). Fakta ini mengindikasikan bahwa Jepang mengalami bubble economy. Gubernur Bank of Japan,Yasushi Mieno mengajurkan kenaikan tingkat suku bunga karena kondisi ekonomi yang sedang panas. Pada tanggal 31 Mei 1989 Bank of Japan menaikkan tingkat suku bunga dari 2,5% ke 3,25% (Vogel,2006:23). Sayangnya kenaikan ini justru berdampak pada penurunan nilai saham secara drastis, krisis sistem keuangan dan lebih dari satu dekade pertumbuhan ekonomi Jepang mendekati nol. Grimes (2001 dalam Vogel,2006:25) menyatakan bahwa kenaikan tingkat suku bunga terlalu cepat kemudian bergerak terlalu lambat hingga akhirnya berbalik arah. Pendapat ini didukung oleh Makin (2001 dalam Vogel,2001:25) yang menjelaskan bahwa krisis di Jepang disebabkan karena bank membiarkan petumbuhan yang naik terlalu jauh di akhir tahun 1980an, dari 6% naik ke 12% dan membiarkannnya jatuh terlalu jauh di awal 1990an: hanya 2% pada tahun 1991,1992 dan 1993. Selain itu kementrian keuangan terlalu berorientasi pada pengaturan suku bunga dan mekanisme keluar masuk pasar dibandingkan pada regulasi prudensial secara rinci, kementrian juga tidak memiliki staf untuk mendukung rezim pengawsan yang lebih intensif. Birokrat Jepang telah kehilangan legitimasi di mata publik karena tidak mampu mengurus perekonomian dan maraknya korupsi dalam kementrian (Amyx,2004 dalam Vogel ,2006:35). Dari penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa kemajuan Jepang tidak hanya ditunjang dari faktor internal, tetapi juga oleh faktor eksternal. Faktor internal diantaranya meliputi kemampuan pemerintah dalam menyeimbangkan koordinasi dan kompetisi dalam pasar, sistem yang saling terintegrasi dan budaya konfusianisme yang berdampak pada etos kerja masyarakat. Faktor eksternal meliputi peran Amerika Serikat dalam membentuk perpolitikan dan ekonomi Jepang. Jepang juga mengalami fluktuasi dalam perkembangannya, krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1990an dan bencana tsunami yang menghancurkan Jepang pada tahun 2011 membawa Jepang dalam titik terendah. Namun Jepang kemudian bangkit dan menata kembali perekonomiannya untuk tetap bertahan dalam dunia internasional. Referensi: Beckley, Michael et al.2013.Americas Role in The Making of Japans Economic Miracle.

Ika Devi Hardianti

071211232011

MBP Asia Timur Week 4

CIA Administration, t.t. The World Factbook:Japan [online]. dalam https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/ja.html [diakses pada 28 Maret 2014]. Robert Gilpin. 2003. Sources of American-Japanese Economic Conflict, pp. 299-322 in G John Ikenberry & M Mastanduno (eds), International Relations Theory and the Asia Pacific. New York: Columbia University Press. Steven K Vogel. 2006. Japan Remodeled: How Government and Industry are Reforming Japanese Capitalism. London: Cornell University Press. William W Grimes. 2003. Institutionalized Inertia: Japanese Foreign Policy in the Post Cold War World, pp. 353-386 in G John Ikenberry & M Mastanduno (eds), International Relations Theory and the Asia Pacific. New York: Columbia University Press.

Você também pode gostar