Você está na página 1de 11

IMPLEMENTASI COACHING DAN COUNSELING

DALAM MANAJEMEN PERUBAHAN



PENDAHULUAN
Perusahaan atau institusi yang tidak mau berubah lama kelamaan akan mati dengan sendirinya.
Bagaimana tidak, sementara perusahaan atau institusi tersebut tidak berubah, perusahaan atau institusi
pesaingnya melakukan perubahan yang akan menarik para customer, bahkan para pelanggan yang
telah dimiliki perusahaan. Oleh karena itu bagi suatu perusahaan atau institusi, perubahan kearah yang
lebih baik adalah suatu keniscayaan yang harus dilakukan secara berkesinambungan. Hal ini bukan saja
untuk menjaga eksistensi perusahaan, akan tetapi juga agar perusahaan dapat berkembang hingga
mencapai suatu tingkat yang diharapkan.
Perubahan itu sendiri akan menimbulkan banyak konsekuensi, tidak hanya dari segi sarana dan
prasarana, dana untuk atau biaya, dan yang lebih penting lagi adalah terjadinya gap kompetensi yang
dimiliki oleh karyawan dan staf dengan standar kompetensi yang harus dimiliki untuk dapat dicapai
tingkat perubahan yang diharapkan. Bahkan sering kali perubahan tersebut menimbulkan tekanan-
tekanan kepada karyawan yang pada gilirannya akan menimbulkan depresi (stress) para karyawan yang
akhirnya justru akan menggagalkan perubahan tersebut. Tanpa adanya manajemen perubahan yang
baik, mustahil suatu program perubahan yang dilakukan oleh perusahaan atau institusi akan berhasil.
Couching dan counseling adalah metode yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah gap
kompetensi dan masalah pribadi para karyawan. Dengan coaching dan counseling atasan atau
pimpinan dapat membantu bawahannya untuk menanggulangi permasalahan-permasalahan yang
dihadapi sebagai konsekuensi dari perubahan yang terjadi.
Artikel ini akan membahas bagaimana cara untuk mengelola perubahan dalam suatu
perusahaan atau institusi dan bagaimana menggunakan method coaching dan counseling untuk
mengelola perubahan tersebut agar hasil dari perubahan tersebut dapat optimal.

MANAJEMEN PERUBAHAN
Perkembangan teknologi informasi telah mendorong perubahan yang cepat pada sector dunia
usaha. Tidak itu saja teknologi informasi juga telah merubah roda-roda ekonomi baik dalam sekala
nasional maupun dunia. Sekarang ini perusahaan atau institusi dipaksa untuk beradaptasi dengan
perubahan yang lebih kompetitif dan dinamis, kalau mereka tidak melakukan perubahan maka mereka
akan mati ditengah jalan. Keadaan inilah yang memaksa para. Para pemilik dan pengelola perusahaan
berusaha untuk mengelola perubahan sebaik-baiknya agar peruahaan atau institusi yang dipimpinnya
tidak hanya bisa tetap survive, akan tetapi dapat berkembang sesuai dengan harapan

Perubahan (change) adalah sebuah drama kehidupan yang memberikan banyak ketakutan,
sekaligus harapan (Kasali, 2005). Bagi banyak orang perubahan banyak menimbulkan ketakutan.
Dengan perubahan, maka masa depan mereka menjadi tidak menentu, bahkan dengan perubahan
mungkin saja mereka akan menjadi masyarakat marjinal yang tersisihkan. Keadaan ini tentunya juga
tidak berbeda dengan perusahaan atau institusi. Banyak perusahaan-perusahaan yang harus gulung
tikar lantaran terjadinya perubahan yang tidak dapat diantisipasinya. Namun demikian, di sisi lain, bagi
sebagaian orang perubahan adalah harapan, harapan untuk menjadi lebih baik, harapan untuk
memperoleh sesuatu yang lebih, lebih dan lebih yang berujung pada puncak kesuksesan.
Pengertian Perubahan
Untuk mdapat mengelola perubahan dengan baik, seseorang harus terlebih dahulu memahami
apa itu perubahan. Perubahan adalah sesuatu yang sulit didefinisikan. Pada hakekatnya perubahan
dapat dilihat dari karakteristiknya. Menurut Kasali (2005) Perubahan memiliki karakteristik sebagai
berikut:
1) Sesuatu yang misterius yang dapat membuat lebih baik, tapi juga dapat membuat lebih buruk.
2) Memerlukan .change maker.
3) Tidak semua orang bisa diajak berubah
4) Terjadi setiap saat.
5) Memiliki sisi keras, dan juga sisi lembut.
6) Memerlukan waktu, biaya dan kekuatan
7) Dibutukkan upaya khusus untuk menyentuh nilai-nilai organisasi.
8) Merlukan pengorbanan
9) Perubahan menimbulkan ekpektasi yang dapat menimbulkan kekecewaan
10) Selalu menakutkan dan menimbulkan kepanikan

Mengapa Perubahan Diperlukan?
Perubahan perlu dilakukan agar organisasi atau perusahaan agar mereka dapat terus eksis dan
berumur panjang namun tetap dalam kondisi yang sehat. Begitu banyak organisasi dan perusahaan
harus gulung tikar lantaran mereka tidak mengadaptasi perubahan. Organisasi juga seperti mahluk
hidup, mereka dilahirkan, berkembang dan menjadi tua. Mahluk hidup yang tidak dirawat dengan baik
pada saat tuanya akan sakit-sakitan dan terus mati. Bahkan banyak yang mati saat masih muda (dalam
masa perkembangan). Sebaliknya mahluk hidup yang terawat akan sehat sampai tua dan dapat
berumur panjang. Dua contoh perusahaan yang dirawat dengan baik adalah Stora dari Swedia dan
Sumitomo dari jepang. Kedua perusahaan tersebut sampai saat ini tetap eksis dan kuat walaupun sudah
berumur 700 tahun dan 400 tahun (Kasali, 2005).
Eksistensi suatu organisasi bukan dikarenakan besarnya suatu organisasi, melainkan bagaimana
mereka dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Kasali (2005) mengatakan dalam bukunya Cahange!
bahwa banyak perusahaan-perusahaan besar di Amerika yang mati, walaupun mereka adalah

perusahaan-perusahaan multinasional yang bersekala besar, seperti PAN AM (perusahaan


penerbangan), dan Chrysler (perusahaan otomotif) yang mungkin sudah mati bila tidak ditolong oleh Lee
Lacocca. Di sisi lain banyak perusahaan-perusahaan besar yang pintar beradaptasi dengan lingkungan
dan tetap sukses sampai saat ini walaupun sudah berumur panjang seperti Stora dan Sumitomo.
Dari uraian di atas, nampak bahwa keberhasilan perusahaan untuk tetap eksis dan sukses lebih
dikarenakan mereka dapat beradaptasi dengan perubahan. Oleh karena itu para pengelola organisasi
dan perusahaan harus dapat mengantisipasi perubahan di masa depan. Semakin mengenal masa
depan, semakin mudah adaptasi dilakukan. Memang adaptasi bisa saja dilakukan secara reaktif, namun
hal tersebut sering membuat perusahaan ketinggalan kereta dan tidak dapat bersaing dengan para
pesaing-saingnya yang telah memahami perubahan-perubahan yang akan terjadi dimasa yang akan
datang.

Resistensi Terhadap Perubahan
Perubahan dapat menimbulkan banyak permasalahan dan permasalahan yang sangat menonjol
adalah adanya resistensi (penolakan) atas perubahan itu sendiri. Di samping itu perubahan sering kali
menuntut tambahan sumber daya, baik manusia, keuangan maupun teknologi yang oleh banyak institusi
juga merupakan permasalahan tersendiri. Perubahan dapat berdampak positif atau negatif. Oleh karena
itu perubahan harus dikelola sebaik-baiknya agar tidak berdampak negatif bagi organisasi.
Mengapa perubahan sering ditolak? Banyak alasan mengapa manusia secara pribadi atau
institusi sebagai suatu organisasi menolak perubahan, walaupun mereka tahu perubahan tersebut
mungkin akan menguntungkannya. Menurut Mustafa (2001) ada beberapa faktor yang mendorong
penolakan terhadap perubahan. Faktor-faktor penolakan yang bersifat individu adalah: kebiasaan, rasa
aman, ekonomi, takut akan sesuatu yang tidak diketahui, dan persepsi.
Bagi individu, kebiasaan mungkin telah membentuk pola kehidupan sehari-hari dan biasanya
individu maupun organisasi merasa nyaman dengan kondisi tersebut, sehingga perubahan cenderung
akan menimbulkan resistensi. Selain itu masalah rasa aman akan kondisi yang telah nyaman baik dari
segi ekonomi maupun non-ekonomi menjadi hal yang juga dapat menimbulkan resistensi tersebut. Lebih
dari itu sering kali orang takut terhadap perubahan karena akan menimbulkan ketidak pastian.
Bagi organisasi, faktor-faktor yang memicu resistensi adalah: ketidak stabilan struktural, luasnya
dampak perubahan, penolakan kelompok kerja, ancaman terhadap posisi, dan masalah alokasi sumber
daya. Perubahan mendorong dilakukannya perubahan tujuan, struktur, aturan main, uraian tugas,
disiplin, kehlian yang dapat mengganggu stabilitas. Bila instabiliatas terjadi secara meluas, maka hal ini
akan menyulitkan manajemen untuk mengelolanya. Selain itu, sering kali manajemen merasa bahwa
perubahan akan mengancam kekuasaan yang telah dimilikinya, terutama bila terkait dengan masalah
alokasi dana.

Mengatasi Resistensi
Coch dan French J r, sebagai mana disitir oleh Mutafa (2001), mengusulkan ada enam taktik yang
bisa dipakai untuk mengatasi resistensi perubahan, yaitu:
1. Pendidikan dan Komunikasi. Disini pimpinan perlu memberikan penjelasan kepada pegawainya
tentang latar belakang, tujuan, akibat, dari diadakannya perubahan.
2. Partisipasi. Dalam membuat suatu keputusan pimpinan hendaknya mengajak semua pihak untuk
berperan serta.
3. Memberikan kemudahan dan dukungan. J ika pegawai takut atau cemas, lakukan konsultasi atau
bahkan terapi.
4. Negosiasi. Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan pihak-pihak
yang menentang perubahan. Tawarkan alternatif yang bisa memenuhi keinginan mereka.
5. Manipulasi dan Kooptasi. Manipulasi adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya. Kooptasi
dilakukan dengan cara memberikan kedudukan penting kepada pimpinan penentang perubahan
dalam mengambil keputusan.
6. Paksaan. Berikan ancaman dan jatuhkan hukuman bagi siapapun yang menentang dilakukannya
perubahan.

Pendekatan Pengeloaan Perubahan dalam Organisasi
Pendekatan klasik yang dikemukaan oleh Kurt Lewin mencakup tiga langkah, yaitu : Unfreezing,
Movement, dan Refreezing (Mustafa, 2001). Pada awal perubahan akan sangat banyak sekali para
penentang dan sedikit yang mendukung perubahan. Oleh karena itu dalam tahapan unfreezing
manajemen perlu melakukan upaya-upaya untuk mengatasi tekanan-tekanan dari kelompok penentang
perubahan agar resistensi tidak semakin banyak dan dapat dikurangi sedikit demi sedikit.
Dalam tahap movement, secara bertahap perubahan dilakukan. Dalam tahap ini diharapkan
jumlah penentang perubahan berkurang dan jumlah pendukung bertambah. Untuk mencapai hal
tersebut, hasil-hasil perubahan harus segera dirasakan oleh segenap individu yang teribat.
J ika kondisi yang diinginkan telah tercapai, maka dilanjutkan dengan tahap terakhir (Refreezing),
yaitu menciptakan stabilitas melalui peraturan-peraturan baru, sistem kompensasi baru, dan cara
pengelolaan organisasi yang baru lainnya. J ika tahap ini berhasil maka jumlah penentang akan semakin
banyak berkurang, sedangkan jumlah pendudung makin bertambah banyak.

Transformasi Nilai-Nilai
Setiap perubahan menuntut adanya nilai-nilai yang baru. Nilai-nilai baru tersebut dapat dibawa
oleh generasi baru yang masuk belakangan dalam sebuah organisasi, namun dapat juga dibentuk oleh
keadaan yang berasal dari luar organisasi (Kasali, 2005). Sering kali nilai-nilai yang dibawa oleh
generasi baru ataupun tuntutan dari luar tidak selalu sama dengan nilai-nilai yang ada pada organisasi

pada saat sebelum perubahan. Oleh karena itu agar perubahan dapat berjalan dengan baik perlu
adanya transformasi nilai-nilai dari yang sudah ada pada saat sebelum perubahan ke nilai nilai yang
diperlukan untuk mendukung perubahan.
Sebelum Ibu Sri Mulyani memimpin Kementrian Keuangan nilai nilai kementrian keuangan masih
terlihat samar-samar tidak jelas nilai-nilai apa yang dimiliki Kementrian Keuangan yang harus dianut oleh
para pegawai kementrian ini. Namun setelah Beliau memimpin Kementrian Keuangan, melalui reformasi
birokrasinya, ditanamkanlah nilai-nilai kementrian keuangan. Selanjutnya Bapak Agus DW
Martowardoyo, sebagai pengganti Ibu Sri Mulyani, melakukan langkah yang lebih kongkrit dengan
menetapkan 5 nilai Kementrian Keuangan, yaitu Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan, dan
Kesempurnaan.
Sekali lagi, perubahan (menunju ke arah yang lebih baik) menuntut adanya transformasi
perubahan nilai. Tanpa adanya transformasi perubahan nilai tersebut, maka manusia-manusia dalam
organisasi tersebut akan tetap melakukan hal-hal yang sama dengan cara-cara sama seperti yang
dilakukan di masa yang lalu. Bahkan bisa saja perubahan ditumpangi oleh nilai-nilai baru yang sama
sekali sekali tidak dikehendaki. Sebagai contoh, terpilihnya seorang direktur baru (yang bukan berasal
dari organisasi) yang ditunjuk untuk meningkatkan daya saing suatu perusahaan, dan untuk mencapai
tuntutan tersebut, direktur baru tersebut merekrut pegawai baru yang mungkin saja membawa nilai-nilai
yang tidak dikehendaki seperti sifat materialitas, manipulatif, prilaku yang tidak loyal, ketidak percayaan
dan sebagainya. Disinilai pentingnya kepemimpinan yang kuat yang akan mengawal perubahan dengan
menanamkan nilai-nilai yang diperlukan dan menghindari mengkristalnya nilai-nilai ikutan yang tidak
dikehendaki.
Kepemimpinan yang kuat
Proes perubahan memerlukan adanya transformasi nilai-nilai organisasi atau perusahaan.
Keberhasilan pimpinan dalam mentransformasi nilai-nilai sangat tergantung pada pimpinan itu sendiri.
Pimpinan yang hanya mencari kekuasaan untuk dirinya sendiri tentunya akan mempertahankan status
quo, sehingga tidak dapat mendistribusikan kekuasaan kepada orang banyak untuk mencapai tujuan
organisasi. Bila hal ini terjadi maka transformasi nilai-nilai yang baru tentunya tidak mungkin terjadi. J adi
transformasi nilai-nilai memerlukan adanya kepemimpinan yang kuat yang didukung oleh bawahan.
Tanpa adanya kedua hal tersebut mustahil transformasi nilai-nilai akan berhasil yang pada akhirnya
akan menggagalkan proses perubahan itu sendiri. Bagaimana menjadi pimpinan yang kuat?
Pimpinan yang kuat adalah pimpinan yang memiliki darah keteladanan, pengorbanan dan
kepedulian (Kasali, 2005). Dengan keteladanan, seorang pemimpin tidak hanya bisa memerintah
bawahan untuk melakukan sesuatu, akan tetapi juga memberikan contoh, sehingga tidak dikatakan
sebagai pimpinan yang bisanya hanya omong doing (no action, talk only). Penerapan nilai-nilai baru
tidak mungkin dapat dilaksanakan secara efektif bila pimpinan itu sendiri tidak melakukannya. Oleh
karena itu bila perlu seorang pimpinan memberikan coaching dan counseling secara langsung dalam

penerapan nilai-nilai baru tersebut. Lebih lagi, agar perubahan dapat berjalan dengan cepat, maka
seorang pimpinan harus dapat mengobarkan semangat bawahannya untuk melakukan perubahan yang
dikehendakinya.
Pimpinan yang kuat membutuhkan keberanian untuk menunjukkan bahwa mereka serius dalam
penerapan nilai-nilai perubahan, walupun hal tersebut harus dengan pengorbanan. Untuk ini, seorang
pimpinan juga harus dapat menunjukkan kepeduliannya kepada bawahan. Bawahan yang telah dapat
melaksanakan nilai-nilai perubahan harus diapresiasi. Tanpa kepedulian tersebut, maka bawahan juga
tidak akan peduli terhadap pemimpin.
COACHING DAN COUNSELING
Dalam pekerjaan sehari-hari, karyawan senantiasa menghadapi peluang dan hambatan yang
harus direspons secara tepat dan cepat. Mereka dituntut untuk mampu memecahkan masalah yang
ditemui dan mengambil keputusan yang paling tepat untuk situasi tertentu. Tentu tidak semua karyawan
bisa menyelesaikan hal-hal ini dengan mudah. Ketika mereka tidak dapat menyelesaikan masalah
secara efektif (tidak bisa menunjukkan kinerja optimal) maka pemimpin perlu membantu dengan
melakukan upaya-upaya yang diperlukan. Salah satu bantuan yang dapat diberikan untuk mengatasi
masalah yang dihadapi karyawan adalah dengan melakukan coaching dan counseling.
Pengertian Coaching dan Counseling
Proses coaching dan counseling memang seringkali dilakukan dalam waktu yang bersamaan.
Meskipun demikian, terdapat perbedaan yang mendasar di antara kedua proses ini. Sebagai proses
yang bertujuan membantu karyawan agar bisa menunjukkan kinerja yang
optimal, coaching dan counseling dibedakan berdasarkan jenis sumber masalah yang menghambat
kinerja seseorang yang disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor motivasi kerja dan kemampuan kerja
(Sutikno, 2007). Coaching merupakan sebuah proses bantuan yang dilakukan ketika karyawan
mengalami masalah kinerja yang disebabkan oleh keterbatasan pemahaman terhadap tugasnya (faktor
kemampuan kerja). Sedangkan Counseling, merupakan proses bantuan yang dilakukan ketika
karyawan mengalami masalah kinerja disebabkan oleh adanya masalah dalam kehidupan pribadinya
(faktor motivasi kerja).
Perbedaan Coaching VS Counseling
Kurangnya pemahaman mengenai coaching dan counseling tidak dipungkiri telah
menyebabkan banyak pemimpin melakukan kedua proses ini secara kurang tepat. Kebanyakan
pemimpin menganggap coaching dan counseling sebagai satu hal, atau bahkan tertukar antara
konsep coaching dan counseling. Untuk menghindari hal tersebut, berikut merupakan tabel
lengkap yang membandingkan setiap aspek prosescoaching dan counseling.


PERBANDINGAN ANTARA COACHING DAN COUNSELING

Sumber: Nur Rahmawati Lubis (2011): Membantu Karyawan dengan Coaching dan Councelling

IMPLEMENTASI COACHING DAN COUNSELING DALAM PERUBAHAN
Sebagaimana dijelaskan di muka, menurut paradigma manajmen perubahan, keberhasilan
organisasi terletak pada kemampuannya beradaptasi terhadap berbagai perubahan yang muncul di

COACHI NG COUNSELI NG
Tujuan
Membantu karyawan mengatasi masalah
kinerja karena kurangnya pengetahuan dan
keterampilan
Membantu karyawan agar mampu
mengatasi masalah pribadi yang
mengganggu kinerja
Proses
Atasan mendengarkan dan menentukan
apakah yang dikerjakan karyawan sudah
benar atau masih salah ; memberikan
umpan balik dan memperlihatkan
bagaimana sebaiknya hal tersebut
dilakukan/dicapai
Karyawan mengevaluasi situasi dan
perilakunya. Atasan mendengarkan dan
mendorong agar perasaan terungkap jelas.
Atasan membimbing karyawan sampai pada
alternatif solusi
Diberikan
Ketika
Terjadi perubahan arah bisnis
sehingga tuntutan terhadap
kinerja karyawan berubah
Karyawan baru pertama kali
bekerja (fresh graduate)
Karyawan ditempatkan pada
posisi baru (mutasi/promosi)
Karyawan tidak memahami
standar kinerja yang dituntut
Karyawan membutuhkan
penguatan atas prestasinya
Karyawan akan mendapat tugas
yang lebih menantang
Karyawan sulit menentukan
prioritas dalam bekerja
Karyawan diproyeksikan menjadi
star di unit kerjanya
Karyawan akan menjalani
sesiperformance review
Terjadi reorganisasi, karyawan di-
PHK
Terjadi perubahan imbalan
menjadi lebih kecil dari
sebelumnya
Karyawan mengalami demosi
jabatan
Karyawan tidak puas dengan
atasan
Karyawan terlibat konflik dengan
rekan kerja
Karyawan stress dengan beban
kerjanya
Karyawan tidak mau mengerjakan
tugas baru
Karyawan mengalami depresi
karena kegagalan di pekerjaan
Karyawan takut dipromosikan
Manfaat
Karyawan lebih produktif, kualitas hasil kerja meningkat, proses kerja
berlangsung lebih efisien karena kesalahan kerja relatif berkurang
Motivasi dan inisiatif kerja
karyawan lebih meningkat karena
adanya penguatan dan umpan
balik yang positif
Karyawan lebih bebas
mengembangkan kreativitas dan
inovasi karena risiko sudah
diperhitungkan matang
Bagi atasan : pekerjaan jadi lebih
ringan karena delegasi berjalan
baik, dan dimungkinkan terjadi
kaderisasi
Karyawan lebih percaya diri dan
berinisiatif dalam bekerja
Tingkat absensi
dan turnoverberkurang karena
karyawan lebih puas dengan
pekerjaan dan situasi kerja
Konflik antarpribadi berkurang
Masalah interpersonal dapat
teratasi sebelum membesar

lingkungan. Oleh karena itu dalam manajemen perubahan pemberdayaan karyawan menjadi penting
sebagai upaya untuk membentuk pribadi yang mampu beradaptasi terhadap perubahan.
Penerapan coaching yang efektif oleh pemimpin akan membantu karyawan untuk selalu belajar
mengatasi masalah secara mandiri, dan pada akhirnya melakukan langkah-langkah yang diperlukan
untuk meningkatkan kemampuan pribadi mereka secara berkesinambungan.
Selain itu, karyawan akan lebih percaya diri dan mudah menghadapi perubahan yang terjadi di
organisasinya apabila kebutuhan rasa aman mereka secara pribadi dapat dipenuhi. Rasa aman
karyawan dapat ditumbuhkan jika organisasi membuktikan dengan tulus bahwa karyawan selalu
mendapat perhatian secara pribadi. Hal ini bisa dicapai lewat aktivitas counseling, dimana pemimpin
membangun hubungan personal dengan membantu karyawan menghadapi masalah pribadinya.
Menjadi pemimpin saat ini tidak lagi cukup bermodalkan visi, misi, dan sistem penghargaan dan
hukuman (reward and punishment system) yang jelas. Sekarang, pemimpin juga menjadi figur yang
bertugas mengasuh anggota unit kerjanya untuk bisa bekerja secara maksimal sesuai potensinya
masing-masing. Menjadi tanggung jawab pemimpin apabila anggota unit kerja tidak bisa menunjukkan
kinerja terbaiknya. Oleh karena itu, hendaknya pemimpin bisa lebih proaktif dengan bersedia turun
tangan untuk membantu karyawan mengatasi masalah-masalahnya. Ketika karyawan telah berhasil
mengatasi satu masalahnya, maka satu beban masalah pemimpin juga ikut terangkat. Pada akhirnya,
pemimpin juga kan yang diuntungkan.
Prasyarat Coach & Conselor
Dari uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa dalam manajemen perubahan diperlukan
adanya pimpinan yang mempunyai kemampuan sebagai coach atau concellor. Atau bila hal tersebut
belum memungkinkan, maka manajemen hendaknya memiliki coach atau counselor profesional yang
dapat membantu mengatasi permasalahan-permasalah yang dihadapi karyawan.
Menurut Sulaksono (2011), untuk dapat menjadi coach atau counselor yang baik, maka pimpinan
harus memiliki cirri-ciri berikut:
1. Dapat melakukan observasi untuk menggali permasalahan-permasalahan, mencari akar
sebab dan menentukan solusinya.
2. Bisa mendukung dan mengurus anggota tim ( anak buah ).
3. Pandai menyimak mendengarkan masukan-masukan dari luar.
4. Mau berkomunikasi dengan anggota tim ( anak buah )
5. Mempunyai rasa empati yang kuat baik terhadap bawahan maupun rekan sejawat.
6. Memiliki kesabaran dalam menghadapi persoalan-persoalan.
7. Memimpin tanpa menghakimi anggota tim ( anak buah )



Langkah-Langkah Melakukan Coaching dan Counseling.
Sukses tidaknya implementasi coaching maupun counseling sangat tergantung bagaimana proses
coaching dan counseling tersebut dilakukan. Untuk iti Lubis (2011) mengajukan empat langkah yang
harus dilakukan pimpinan agar proses coaching dan counseling dapat berjalan secara efektif, yaitu:
1. Langkah pertama,
Memberikan masukan yang sifatnya netral, menjelaskan kepada anggota ( anak buah ) tentang
kinerja buruknya bila dibanding dengan standar kinerja, dan minta komitment mereka untuk
memperbaiki dan merubahnya. Periksa dan nilai secara berkala peningkatan kinerja yang dicapai
dan berikan dukungan dan dorongan untuk perbaikan.
2. Langkah kedua,
Mengajak berkomunikasi ( feedback ). Bila kinerjanya tidak meningkat, dapatkan pengakuan
tentang kinerja buruknya dibanding standart kinerja yang seharusnya, dan tanyakan mengapa
demikian ? Tanyakan apakah bawahan ( anak buah ) bisa melakukan perubahan? Minta kepada
mereka untuk melakukan perubahan perilaku yang spesifik, berikan bantuan bila perlu. Periksa
secara berkala dan diperkuat serta selalu diingatkan kembali.
3. Langkah ketiga,
Bila kinerja tetap tidak berubah, berikan bimbingan untuk menganalysis kenapa masih gagal ?
dan berikan pemahaman mengapa kinerjanya seperti itu. Ambil tindakan untuk mehilangkan
faktor yang mempengaruhi kinerja buruk tadi.
4. Langkah keempat,
Lakukan diskusi bila kinerja masih buruk. Gunakan tehnik coaching discussion untuk mengatasi
permasalahan tersebut, bila perlu lakukan counseling. Dalam coaching discussion tersebut
paling tidak hal-hal berikut perlu dilakukan, yaitu:
- Mencapai persetujuan tentang adanya problem
- Menidapatkan bersama alternative solusi
- Menemukan bersama tindakan penyelesaian
- Menyusun indikator hasil, sebagai follow up
- Melakukan reinforcement untuk hasil positif

PENUTUP

Bagi suatu perusahaan atau institusi, perubahan kearah yang lebih baik adalah suatu
keniscayaan yang harus dilakukan secara berkesinambungan. Dengan perubahan perusahaan dapat
mempertahankan eksistensinya. Sebaliknya bila tidak bisa beradaptasi dengan perubahan, maka lama
kelamaan perusahaan akan mati. Sudah banyak contoh perusahaan-perusahaan yang harus gulung
tikar, padahal tadinya mereka adalah perusahaan-perusahaan yang besar. Di sisi lain banyak juga
perusahan yang telah berumur ratusan tahun, namun tetap eksis dikarenakan mereka selalu
beradaptasi dengan perubahan, bahkan mereka dapat mengantisipasi adanya perubahan.
Peliknya perubahan mengharuskan manajemen melakukan pengelolaan secara serius dan hati-
hati atas perubahan itu sendiri, karena perubahan tersebut akan mengakibatkan perubahan dalam
aturan-aturan kerja, akan tetapi juga terhadap perubahan nilai-nilai yang dapat menimbulkan
menimbulkan resistensi bagi para pegawai.
Untuk mengeliminasi resistensi, perusahaan atau organisasi memerlukan pimpinan dengan
karakter yang kuat, yaitu memiliki darah keteladanan, pengorbanan dan kepedulian, bukan pimpinan
yang bisanya hanya menyuruh dan ngomel-ngomel bila kinerja tidak tercapai. Banyak cara untuk
menjadi pimpinan yang berkarakter kuat yang disegani, dihormati dipatuhi segala perintahnya. Salah
satunya dengan metode coaching dan counseling.
Dengan metode coching dan counseling, karyawan akan lebih percaya diri dan berinisiatif dalam
bekerja, sehingga dampak negative dari perubahan dapat dieliminasi sekecil mungkin. Selain itu, karena
coaching dan conclling akan dapat membuat mereka puas dengan pekerjaan dan situasi kerja tingkat,
maka absensi dan turnover bisa ditekan sekecil-kecilnya. Dan yang terpenting, masalah interpersonal
dapat segera teratasi sebelum membesar, begitu juga konflik antarpribadi. Oleh karena itu dalam
manajemen perubahan perlu dipikirkan implementasi dari metode coaching dan counseling yang akan
memuluskan proses perubahan.

DAFTAR PUSTAKA
Kasali, Rhenald Kasali: Change!, PT Gramedia, J akarta, 2005
Lubis, Nur Rahmawati: Membantu Karyawan dengan Coaching dan Councelling, LPT UI, J akarta, 2011.
Sutikno, Raja Bambang : The Power of Empathy in Leadership Kiat Mengoptimalkan Performa
Karyawan Dengan Prinsip Empati Dilengkapi Beberapa Kuesioner, Contoh SOP dan KIat
Membuatnya, PT Gramedia, J akarta, 2007.
Hasan, Mustafa: Manajemen Perubahan, http://home.unpar.ac.id/-hasan/manajemen
%20/perubahan.doc, (diunduh tanggal 15 September 2001).

Sulaksono, Suryo: Workshop Coaching and Mentoring, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan,
J akarta, 2011.

Você também pode gostar