Você está na página 1de 18

Menu[u Su|awes| 1engah

rov|ns| kumput Laut 2011


d|terb|tkan o|eh :
D|nas ke|autan dan er|kanan Daerah
rov|ns| Su|awes| 1engah
2009
1
Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT, atas berkah dan rahmat-Nya
maka buku tentang Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp dapat
diselesaikan. Penyusunan buku ini tidak terlepas dari Kegiatan Revitalisasi Bidang
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan oleh Presiden Republik
ndonesia tanggal 11 Juni 2005. Penyusunan buku ini juga merupakan tindak lanjut dari
pencanangan Gerakan Maju Budidaya Rumput Laut - GEMA BRU pada 14 Oktober 2006
sebagai upaya Sulawesi Tengah menjadi Provinsi Rumput Laut pada tahun 2011.
Rumput laut melalui merupakan komoditas utama dari bidang Kelautan dan
Perikanan di Provinsi Sulawesi Tengah. Komoditas utama tersebut sangat diandalkan bagi
pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan penanggulangan kemiskinan.
Panjang garis pantai yang mencapai 4.013 km serta potensi areal pengembangan hingga
106.300 Ha merupakan keunggulan komparatif tersendiri bagi Sulawesi Tengah. Produksi
pada tahun 2007 telah mencapai kisaran 37.500 ton kering dan diprediksi akan bertambah
10 - 15% per tahun. Upaya peningkatan produksi akan dilakukan melalui kegiatan
intensifikasi dan ekstensifikasi budidaya, peningkatan keterlibatan stake holders,
pengembangan spesies unggul, penerapan pola dan jadual tanam serta penyediaan
tenaga penamping pembudidaya.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan yang
telah diberikan banyak pihak selama penyusunan buku ini. Namun kami juga sadar
sepenuhnya bahwa kandungan materi di dalamnya masih mempunyai banyak
keterbatasan. Oleh karena itu, dukungan dan partisipasi semua pihak sangat dinantikan
demi perbaikan di masa datang.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah
Provinsi Sulawesi Tengah
DR. Ir. Hasanuddin Atjo, MP
NP. 19600514 198503 1 016
PENGANTAR
Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011
DAFTAR ISI
Pengantar ..............................................................................................................01
. Pendahuluan ...................................................................................................03
. Sekilas Tentang Rumput Laut ........................................................................05
. Biologi Rumput Laut .......................................................................................07
Gracilaria sp ...................................................................................................07
Eucheuma sp .................................................................................................08
V. Pemilihan Lokasi ............................................................................................10
Lokasi Budidaya Gracilaria sp ........................................................................10
Lokasi Budidaya Eucheuma sp ......................................................................11
V. Pemilihan dan Pengiriman Bibit ......................................................................13
Pemilihan Bibit ................................................................................................13
Pengiriman Bibit ................................................................................... ..........13
V. Budidaya Gracilaria sp ...................................................................................15
Persiapan Lahan ............................................................................................15
Metoda Budidaya ............................................................................................16
Pemupukan ....................................................................................................18
Pemeliharaan ..................................................................................................18
Pengendalian Hama dan Penyakit .................................................................19
Panen dan Pascapanen..................................................................................21
Polikultur .........................................................................................................22
V. Budidaya Eucheuma sp...................................................................................23
Metoda Lepas Dasar ......................................................................................23
Metoda Bentangan Tali Panjang (Long line) ...................................................24
Metoda Rakit Apung........................................................................................25
Pemeliharaan .................................................................................................26
Pengendalian Hama dan Penyakit ..................................................................26
Panen dan Pascapanen .................................................................................28
Referensi
2 3
Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp
I. PENDAHULUAN
Rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan pada kegiatan
revitalisasi perikanan yang mempunyai pasar prospektif. Permintaan dunia yang cukup
tinggi menyebabkan hasil produksi yang berasal dari alam tidak mencukupi, sehingga
harus dilakukan upaya budidaya. Saat ini, potensi lahan untuk budidaya rumput laut di
ndonesia sekitar 1,2 juta ha, namun baru termanfaatkan sebanyak 26.700 ha (2,2%)
dengan total produksi nasional tahun 2004 berkisar 410.570 ton basah.
Menilik dari potensi tersebut, maka tidaklah berlebihan jika dilakukan upaya
peningkatan produksi pada komoditas ini melalui kegiatan revitalisasi. Mengacu pada
perkiraan kebutuhan dunia pada tahun 2005 sebesar 260.571.050 ton, maka ndonesia
mencanangkan target sebagai produsen rumput laut terbesar dunia pada tahun 2009.
Target tersebut akan dilakukan dengan mengembangkan lahan budidaya sebanyak
15.000 hektar hingga tahun 2009 dengan target produksi sebesar 0,4 juta ton untuk
Gracilaria sp dan 1,5 juta ton basah untuk Eucheuma sp. Total produksi yang diharapkan
sebesar 1,9 juta ton atau setara dengan 186.332 ton kering, sedangkan ekspor yang
diharapkan sebesar $ 111.501.000.
Kenyataan di lapang menunjukkan bahwa kegiatan budidaya rumput laut telah
menyerap banyak tenaga kerja, membantu upaya pengentasan kemiskinan dan pada
gilirannya membuka kesempatan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Setidaknya, marjin
usaha budidaya rumput laut jenis Euchema sp berkisar Rp 20.500.000/KK/0,5 Ha/Tahun
sedangkan Gracilaria sp berkisar Rp 24.700.000/KK/Ha/Tahun. Marjin tersebut dapat saja
semakin meningkat jika dibarengi dengan peningkatan produksi per satuan luas, ekspansi
luasan, peningkatan kualitas serta potensi permintaan dunia yang semakin meningkat.
Provinsi Sulawesi Tengah dengan panjang pantai berkisar 4.013 km meliputi
Teluk Tomini, Teluk Tolo dan Selat Makassar dengan luas potensi pengembangan
komoditas rumput laut sekitar 106.300 ha. Produksi tahun 2005 tercatat sekitar 20.748 ton
kering atau naik sekitar 100% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2007, produksi telah
mencapai sekitar 37.500 ton kering. Produksi tersebut didominasi oleh Kabupaten
Bangkep (73,93%) dan Kabupaten Morowali (23,50%). Spesies dominan dibudidayakan
adalah Eucheuma cottonii penghasil karaginofit, sedangkan penghasil agarofit seperti
Gracilaria verrucosa yang dibudidaya di tambak sedang coba dikembangkan.
Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011 Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011
4 5
II. SEKILAS TENTANG RUMPUT LAUT
Pemanfaatan rumput laut telah dikenal di China sejak sekitar 2.700 tahun sebelum
masehi. Pada zaman itu, rumput laut dimanfaatkan sebagai bahan pengobatan dan sumber
pangan. Rumput laut jenis Fucus (Phaeophyceae) telah dikenal sebagai bahan untuk
kecantikan di Kekaisaran Romawi pada 65 tahun sebelum Masehi. Rumput laut juga
digunakan sebagai pupuk mulai abad ke-4, kemudian digunakan secara besar-besaran
setelah abad ke-12 di Eropa, terutama oleh Perancis, rlandia, Norwegia dan Skotlandia.
Tumbuhan ini secara ekonomis baru dimanfaatkan sekitar tahun 1670 di China,
Jepang dan Rusia, terutama sejak ditemukannya bahan yodium dalam rumput laut
phaeophyceae. Keadaan ini mendorong timbulnya industri baru yang menggunakan kelp
sebagai bahan dasar, karena mengandung Potas (kalium) berkisar 15,1 - 29,9%, Soda 13,7 -
16,9% dan Yodium antara 0,55 - 0,67%. Sebagai perbandingan, kandungan yodium dalam
rumput laut cokelat (phaeophyceae) adalah 30.000 kali kandungan yodium dalam air laut.
Saat ini, pemanfaatan rumput laut telah merambah pada hampir semua produk
kebutuhan manusia, mulai dari sumber makanan, kosmetika, pasta gigi, shampo, kapsul
obat, pengharum, pewarna pakaian, industri tekstil, keramik, film dan farmasi. Pemanfaatan
yang mulanya hanya untuk mendapatkan yodium dari kelp kini bertambah menjadi industri
alginat, agar-agar dan karaginan.
Alginat banyak dipakai sebagai bahan dasar dari industri polisakharida, sedangkan
agar dan karaginan merupakan bahan dasar untuk pengental, pencahar, peluntur, kultur
bakteri, pembuatan salep, krim, sabun dan lotion pada industri makanan, farmasi, fotografi,
kerta, tekstil, fotografi, semir sepatu, odol, pengalengan ikan/daging dan juga untuk
kepentingan mikrotomi, artis, museum dan kriminologi. Selain itu, rumput laut juga berguna
sebagai bahan dasar pakan ternak (seaweed meal), pupuk organik yang kaya akan nitrogen
dan fosfor serta bahan metabolit sekunder seperti steroid, karoten, substansi bioaktif anti
bakteri, jamur, virus dan kanker.
Kandungan alginat diperoleh dari rumput laut cokelat penghasil alginat (alginofit)
seperti Macrocystis, Ecklonia, Lessonia, Laminaria, Fucus, Sargassum dan Turbinaria.
Produsen terbesar alginat masih didominasi oleh Amerika Serikat sekitar 50% pangsa pasar,
diikuti oleh nggris, Perancis, dan Norwegia. Permintaan dunia untuk produksi
alginat meningkat tiap tahun sebesar 5 - 10%. Pada tahun 1990-an diperkirakan keperluan
dunia terhadap alginofit mencapai 500.000 ton. Pemanfaatan rumput laut cokelat alginofit di
ndonesia berasal dari hasil panen di alam dari jenis Sargassum.
Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp
Pengembangan budidaya rumput laut telah dicanangkan oleh Gubernur Provinsi
Sulawesi Tengah pada 14 Oktober 2006 di Desa Tambu Kecamatan Balaesang Kabupaten
Donggala melalui "Gerakan Maju Budidaya Rumput Laut - GEMA BRU, sebagai bagian dari
upaya menuju Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011. Strategi yang diterapkan
meliputi intensifikasi dan ekstensifikasi budidaya, peningkatan keterlibatan para pemangku
kepentingan (stake holders), pengembangan spesies unggul, penerapan pola dan jadual
tanam serta penyediaan tenaga penamping pembudidaya.
Pengetahuan tentang teknik budidaya dan pascapanen rumpul laut sangat
diperlukan dalam rangka peningkatan produksi. Buku petunjuk teknis budidaya rumput laut ini
disusun berdasarkan studi referensi dari berbagai instansi penelitian dan pengembangan
teknologi Departemen Kelautan dan Perikanan serta hasil kajian Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah di lapang. Dengan demikian, buku ini diharapkan dapat
menambah wawasan teknologi budidaya, mendorong peningkatan produksi serta
mendukung keberhasilan Sulawesi Tengah sebagai Provinsi Rumput Laut pada tahun 2011.
Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011 Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011
6 7
Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp
Kandungan agar-agar diekstrak dari rumput laut merah (Rhodophyceae) antara lain
Gelidium, Gracilaria, Ahnfeltia, Pterocladia dan Acanthopeltis. Produksi agar-agar dunia
dilakukan pertama kali di California, USA pada tahun 1919. Selanjutnya diikuti oleh Jepang,
Australia, Afrika Selatan, Spanyol dan Maroko serta ndonesia. ndustri agar-agar di ndonesia
pertama kali didirikan di Kudus pada tahun 1930, selanjutnya diikuti oleh beberapa kota di
ndonesia seperti Surabaya, Jakarta dan Makasar hingga saat ini.
Kandungan karaginan diperoleh dari rumput laut merah (Rhodophyceae) antara lain
adalah Chondrus, Gigartina, Eucheuma dan Kappaphycus. Amerika Serikat merupakan
produsen terbesar karaginan dunia, akan tetapi ironisnya, sebagian besar bahan mentahnya
diimpor dari beberapa negara seperti Filipina dan ndonesia. Saat ini, kapasitas industri
karaginan di ndonesia masih terbilang kecil dengan dengan produksi 3.400 ton. Baru ada 1
pabrik penghasil karaginan kualitas "refine" dengan produksi 350 ton dan 7 pabrik penghasil
karaginan kualitas "semirefine" dalam bentuk tepung dan chips. Akibat minimnya bahan baku,
ndonesia harus mengimpor tepung karaginan untuk keperluan beberapa industri dalam
negeri.
Perkembangan ilmu pengetahuan serta pemanfaatan kandungan bahan-bahan
penting dalam rumput laut menyebabkan terjadinya ekploitasi yang cukup tinggi di alam.
Permintaan yang cenderung meningkat menyebabkan kebutuhan juga semakin besar,
sehingga ketersedian rumput laut di alam menjadi sangat terbatas. Oleh karena itu
peningkatan produksi rumput laut harus dilakukan melalui kegiatan budidaya. Berdasarkan
hasil penelitian, rumput laut yang bernilai ekonomis penting dan mempunyai potensi untuk
dibudidayakan di perairan ndonesia sebagai penghasil agarofit adalah Gracilaria, karaginofit
adalah Eucheuma dan Kappaphycus, sedangkan alginofit adalah Sargassum dan Turbinaria.
III. BIOLOGI RUMPUT LAUT
Rumput laut (seaweed) merupakan tumbuhan laut tingkat rendah yang hidup melekat
di dasar laut (benthik). Tumbuhan laut ini juga dikenal dengan nama agar-agar, karena
terdapat kandungan polisakharida berupa agar-agar. Nama lain tumbuhan ini adalah
ganggang karena dalam Bahasa Jawa, tumbuhan air sering disebut dengan istilah
"ganggeng". Pada rumput laut, hampir tidak ada perbedaan dan fungsi yang jelas antara
batang, akar dan daun. Pada umumnya, seluruh bagian tubuh merupakan batang atau thalus
saja, meskipun pada beberapa spesies terlihat keberadaan akar (holdfast), batang dan daun
seperti pada jenis Sargassum (Phaeophyceae - Algae Cokelat), Caulerpa (Chlorophyceae -
Algae Hijau) dan Gelidium (Rhodophyceae - Algae Merah).
Rumput laut tumbuh hampir diseluruh bagian hidrosfer sampai batas kedalaman sinar
matahari masih dapat mencapainya. Beberapa jenis rumput laut hidup kosmopolitan.
Rumput laut hidup sebagai fitobentos dengan menancapkan atau melekatkan dirinya pada
substrat lumpur, pasir karang, fragmen karang mati, batu, kayu dan benda keras lainnya. Ada
pula yang menempel pada tumbuhan lain secara epifik.
Gracilaria sp
Rumput laut Gracilaria sp termasuk kelas alga merah (Rhodophyta) penghasil
agarofit. Pada beberapa daerah, Gracilaria sp dikenal dengan nama sango-sango, rambu
kasang, janggut dayung, dongi-dongi, bulung embulung, agar-agar karang, agar-agar jahe,
bulung sangu dan lain-lain. Marga Gracilaria mempunyai banyak jenis dengan sifat-sifat
morfologi dan anatomi dan nama ilmiah yang berbeda pula misalnya Gracilaria confervoides,
G. gigas, G. verrucosa, G. lichenoides, G. crasa, G. blodgettii, G. arcuata, G. taenioides, G.
eucheumoides dan banyak lagi. Menurut para pakar, marga Gracilaria memiliki jenis yang
paling banyak dibandingkan dengan marga rumput laut lain.
Secara morfologi, Gracilaria sp juga tidak mempunyai perbedaan antara akar, batang
dan daun. Tanaman air ini hanya berbentuk batang dengan percabangan yang disebut
dengan thalus. Gracilaria sp hidup di dasar perairan dengan melekatkan thalus pada
substrat, umumnya pasir, lumpur, karang, kulit kerang, karang mati, batu maupun kayu.
Tanaman ini mampu hidup pada kedalaman hingga 10 - 15 m pada salinitas 12 - 30 ppt.
Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011 Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011
A B
Gambar 1. Hasil olahan semi refine berbentuk Chips (A) dan Powder (B) (Courtesy : Ditjenkanbud-DKP)
8
Perkembangbiakan Gracilaria sp terjadi melalui fertilisasi dan non-fertilisasi.
Fertilisasi dilakukan melalui perkawinan antara gamet-gamet yang dihasilkan dari gametofit
yang merupakan hasil germinasi dari spora. Perkembangbiakan non-fertilisasi dilakukan
melalui vegetasi (stek); konyugasi (peleburan dinding sel sehingga terjadi pencampuran
protoplasma dari dua thalus atau lebih); penyebaran spora yang terdapat pada kantung
spora (carpospora dan cystocarp).
Eucheumasp
Euchema sp memiliki berbagai bentuk, tekstur dan variasi warna thalus. Rumpun
terbentuk dalam berbagai jenis percabangan. Warna thalus sangat beragam, seperti merah,
pirang, ungu, coklat dan hijau. Jenis Eucheuma sp termasuk dalam kelas Rhodophyceae,
ordo Gigartinales, Famili Solieriaceae, mempunyai thalus yang silindris, berduri kecil-kecil
dan menutupi thalus. Percabangan tidak teratur sehingga merupakan lingkaran, ujungnya
runcing berwarna coklat ungu atau hijau kuning.
Secara alami jenis Eucheuma sp banyak dijumpai di perairan laut Sulawesi,
Kepulauan Maluku, Nusa Tenggara, rian Jaya dan kepulauan Riau. Jenis ini hidup di daerah
pasang surut dengan kedalaman air antara 30 - 50 cm pada waktu surut terendah. Cara
hidupnya dengan menempelkan diri pada substrat. Rumput laut mendapatkan makanan dari
nutrisi yang terkandung dalam air. Tumbuh dengan baik pada daerah yang mempunyai
pergerakan air serta sinar matahari yang cukup untuk proses fotosintesis. Gerakan air,
selain berfungsi untuk menyuplai zat hara, juga membantu memudahkan rumput laut
menyerap zat hara, membersihkan kotoran yang ada, dan melangsungkan pertukaran CO2
dengan O2. Gerakan air mengalir (arus) yang baik untuk pertumbuhan rumput laut antara 20
- 40 cm/detik dan gelombang/ombak tidak lebih dari 30 cm. Bila arus air lebih cepat atau
ombak yang terlalu tinggi, dapat dimungkinkan terjadi kerusakan tanaman, seperti patah
ataupun terlepas dari substratnya. Selain itu, penyerapan zat hara akan terhambat sehingga
sulit untuk diserap oleh thalus rumput laut.
Jenis penting dari genus Eucheuma antara lain E. cottonii, E. spinosum, E. edule, E.
alvarezii atau Kappaphycus alvarezii. Perbedaan diantara jenis ini ditunjukkan oleh bentuk
nodula dan spinanya. E. spinosum, spinanya merupakan duri-duri kecil yang menutupi thalus
dan cabang-cabangnya teratur, sehingga merupakan suatu lingkaran. Ujung cabangnya
runcing, jarak percabangan dan garis tengah thalusnya teratur. Pada E. cottoni spinanya
tidak teratur atau tumpul dan percabangannya tidak teratur.
9
Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp
Gambar 3. Beberapa spesies rumput laut Eucheuma sp, Eucheuma cottonii (A),
Eucheuma spinosum (B)
A B
Gambar 2. Beberapa spesies rumput laut Gracilaria sp. Gracilaria verrucosa (A)
Gracilaria sp (B dan C) (Courtesy : Sunarpi dkk)
,
A C
B
Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011 Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011
10
Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp
11
Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp
IV. PEMILIHAN LOKASI
Pemilihan lokasi merupakan bagian yang sangat penting dalam mendukung
keberhasilan usaha budidaya rumput laut. Lokasi budidaya, terutama dari segi ekologi akan
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut. Selain itu, perlu juga
dipertimbangkan pengembangan sektor lain, seperti perikanan, pertanian, pelayaran,
pariwisata, pertambangan, perlindungan sumberdaya alam, serta kegiatan alam lainnya.
Lokasi yang baik bagi budidaya rumput laut, terutama Eucheuma sp adalah yang
terlindung dari pengaruh angin dan gelombang besar. Lokasi tersebut sangat diperlukan untuk
menghindari kerusakan fisik sarana prasarana budidaya serta pertumbuhan rumput laut.
Lokasi yang terlindung biasanya didapatkan teluk atau perairan yang terlindung oleh
penghalang atau adanya pulau. Lokasi tersebut juga diharapkan berdekatan dengan sarana
jalan dan tempat tinggal pemilik. Kedekatan tersebut karena akan mempermudah dalam
kegiatan monitoring, penjagaan keamanan, pengangkutan bahan, sarana budidaya, bibit dan
hasil panen.
Selain itu, untuk mengantisipasi masalah keamanan dan perbuatan sabotase,
pengamanan baik secara individual maupun bersama-sama harus dilakukan. Beberapa
pemilik usaha berupaya menjalin hubungan baik dengan masyarakat sekitar. Komunikasi
yang baik dengan aparat pemerintah dan keamanan setempat juga harus dilakukan, terutama
menyangkut masalah konflik kepentingan dengan beberapa kegiatan perikanan seperti
penangkapan ikan, pengumpulan ikan hias, Karamba Jaring Apung (KJA), dan kegiatan non
perikanan seperti pariwisata, perhubungan laut, industri dan taman nasional laut.
Lokasi Budidaya Gracilaria sp
Dasar tambak yang ideal bagi budidaya Gracilaria sp adalah pasir berlumpur atau atau
tanah berpasir dengan sedikit lumpur. Sangat disarankan agar dasar tambak tidak terlalu
berlumpur, maksimal 15 - 20 cm. Jika lumpur terlalu tebal, sangat dianjurkan untuk melakukan
pengurasan lumpur dan dibuang keluar dari petakan.
Petak budidaya sebaiknya bersih dari tanaman pengganggu lain atau bahan-bahan
organik yang dapat membusuk. Hal tersebut sangat berpotensi meningkatkan derajat
keasaman (pH) tanah dasar tambak. Kisaran derajat keasaman (pH) dasar tambak yang ideal
berkisar 6,8 - 8,2. Derajat keasaman dapat dioptimalkan dengan reklamasi dan penebaran
kapur.
Pematang tambak yang baik terdiri atas lempung berpasir yang dapat menahan
angin dan gerakan air. Pematang diupayakan cukup lebar agar dapat dijadikan sarana
untuk jalan atau dapat difungsikan pula sebagai tempat penjemuran hasil panen. Selain itu,
tambak sebaiknya memiliki konstruksi saluran air yang kokoh dan tidak banyak
mengandung lumpur. Tiap petak tambak diupayakan memiliki 2 (dua) buah pintu air yang
masing-masing berfungsi sebagai pintu masuk dan keluar.
Pemilihan lokasi juga perlu memperhatikan pasang-surut air laut agar pergantian air
dalam petak budidaya dapat terjadi dengan baik. Frekuensi pasang surut yang tinggi
sangat baik karena mengandung nutrien (zat hara) yang sangat penting bagi pertumbuhan
rumput laut. Gelombang atau arus air di dalam tambak diupayakan tidak terlalu besar,
namun cukup untuk memberikan gerakan bagi tanaman. Arus yang sangat kuat akan
merusak thalus dan menyebabkan tanaman berkumpul pada satu tempat tertentu.
Kualitas air yang baik bagi media budidaya adalah tidak mengandung lumpur
sehingga sinar matahari masih dapat menjangkau dasar perairan. Ketinggian air selama
pemeliharaan berkisar ada angka 50 cm. Kadar garam (salinitas) pemeliharaan yang baik
o
berkisar 15 - 25 ppt dengan suhu air antara 20 - 25 C.
Lokasi Budidaya Eucheumasp
Dasar perairan yang sesuai bagi pertumbuhan Eucheuma sp adalah bersifat stabil
dan padat. Dasar terdiri dari potongan-potongan karang mati bercampur pasir yang secara
alami akan menjadi substrat bagi rumput laut. Substrat tersebut biasanya juga ditumbuhi
oleh komunitas yang terdiri dari berbagai jenis makro-algae. Eucheuma sp dapat hidup dan
tumbuh dengan baik pada kedalaman air minimal 50 - 60 cm saat surut terendah. Kondisi
ini menghindarkan rumput laut mengalami kekeringan serta mengoptimalkan perolehan
sinar matahari.
Rumput laut merupakan organisme yang memperoleh makanan (nutrien) melalui
arus. Gerakan air yang cukup kuat akan membawa nutrisi dan sekaligus mencuci kotoran
yang menempel pada thalus. Arus yang cukup kuat juga membantu suplai oksigen dan
mengatasi kenaikan temperatur air laut yang ekstrem. Kecepatan arus yang dianggap
cukup untuk budidaya rumput laut berkisar 20 - 40 cm/detik. Suhu yang baik untuk
o
pertumbuhan rumput laut berkisar 20 - 28 C. ndikator lokasi yang memiliki arus yang baik
adanya tumbuhan karang lunak, padang lamun yang bersih, dan dasar perairan miring ke
satu arah.
Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011 Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011
12
Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp
13
Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp
Pada habitatnya, Eucheuma sp tumbuh pada kisaran salinitas air laut antara 28 - 34
ppt. Penurunan salinitas akibat masuknya air tawar akan menyebabkan pertumbuhan
Eucheuma sp menjadi tidak normal dan berwarna pucat. Upaya untuk memperoleh
perairan dengan kondisi salinitas yang optimal adalah dengan menghindari lokasi yang
berdekatan dengan muara sungai.
Tingkat kecerahan perairan yang tinggi sangat dibutuhkan pada budidaya rumput
laut. Tingkat kecerahan dimaksudkan agar cahaya matahari dapat menembus permukaan
ke dalam air. ntensitas sinar yang diterima secara sempurna oleh thalus merupakan faktor
utama dalam proses fotosintesis. Kondisi air yang jernih dengan tingkat transparansi
sekitar 2 - 5 meter cukup baik bagi pertumbuhan rumput laut.
Faktor kemudahan dan lingkungan hidup juga sangat mendukung keberhasilan
budidaya Eucheuma sp. Selain lokasi yang mudah dijangkau, perlu juga dipertimbangkan
tentang pemasaran, ketersediaan bibit, tenaga kerja, kawasan urban dan industri. Bibit
rumput laut yang baik harus selalu tersedia didekat lokasi. Apabila di lokasi budidaya tidak
tersedia sumber bibit maka harus didatangkan dari lokasi lain yang tentunya juga
berpengaruh pada biaya produksi. Selain itu, tenaga kerja sebaiknya dipilih yang
bertempat tinggal dekat dengan lokasi budidaya, terutama pembudidaya atau nelayan
lokal. Menggunakan tenaga lokal dapat menghemat biaya produksi dan sekaligus
membuka peluang dan kesempatan kerja. Pencemaran perairan oleh rumah tangga,
industri, maupun limbah kapal laut harus dihindari. Semua bahan pencemaran dapat
menghambat pertumbuhan rumput laut bahkan dapat menyebabkan kematian thalus.
TabeI 1. Klasifikasi lokasi untuk budidaya rumput laut Eucheuma
Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai
Sumber : Mubarak, 1990; Sulistijo, 2005, Utojo, 2005
V. PEMILIHAN DAN PENGIRIMAN BIBIT
PemiIihan Bibit
Bibit yang akan digunakan utuk budidaya rumput laut dapat berasal dari alam atau
hasil budidaya. Keuntungan pengadaan bibit alam adalah mudah diperoleh, hemat biaya
dan kondisi bibit telah sesuai dengan habitatnya, sehingga tidak sulit untuk beradaptasi.
Kerugian menggunakan stok alam adalah bibit sering tercampur dengan jenis rumput laut
lain.
Bagian tanaman yang dipilih untuk bibit adalah thalus yang relatif masih muda,
segar, sehat, cukup elastis dan memiliki banyak cabang. Thalus yang baik memiliki pangkal
yang lebih besar dari cabangnya, tidak berlendir da tidak luka. Ujung thalus berbentuk lurus,
berwarna cerah dan mengkilap, bila digigit atau dipotong akan terasa getas. Thalus yang
sehat umumnya bebas dari tanaman atau hewan penempel dan bersih kotoran.
Bibit yang baik diperoleh dengan cara memetik dari rumpun tanaman yang sehat
berkisar 5 - 10 cm. Bibit tersebut selanjutnya ditunaskan pada areal khusus, misalnya rakit
apung atau model lain yang terlindung dari predator. Penunasan dilakukan hingga
kebutuhan untuk areal budidaya telah tercukupi. Jika jumlah bibit tidak memungkinkan
atau telah terjadi penurunan kualitas, maka bibit dapat didatangkan dari lokasi lain yang
lebih baik.
Pengiriman Bibit
Pada saat pengiriman, bibit rumput laut harus tetap dalam keadaan basah atau
lembab selama dalam perjalanan. Selama pengiriman, bibit tidak boleh terkena air tawar,
air hujan, minyak atau cairan lain. Kerusakan bibit dapat dihindari dengan menjauhkan dari
sumber panas misalnya panas mesin kendaraan atau sinar matahari langsung.
Sebelum dilakukan pengiriman, sebaiknya bibit dikemas dalam karung plastik
dengan ukuran yang disesuai dengan jumlah yang akan dibawa. Bibit rumput laut
dimasukkan ke dalam karung tanpa dipadatkan. Pemadatan akan menyebabkan bibit
terluka, patah atau hancur. Mulut kantong kemasan diikat dengan erat dan bagian atas
diberi lubang untuk sirkulasi udara. Kerusakan juga dapat dihindari dengan tidak
menumpuk kantong kemasan dengan benda berat. Kemasan bibit diatur dan disusun agar
tidak melebihi kapasitas beban kantong. Selanjutnya bibit siap dikirim ke lokasi budidaya
rumput laut.
Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011 Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011
14
Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp
15
Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp
Gambar 5. Pemilihan dan pemasangan bibit rumput laut Eucheuma sp pada tali bentang
VI. BUDIDAYA Gracilaria sp
Persiapan Lahan
Sebelum dilakukan budidaya, tambak dikeringkan selama beberapa hari. Setelah itu
dilakukan pencucian dasar tambak dengan memasukkan air pada petak budidaya melalui
mekanisne arus pasang-surut. Pengapuran dilakukan untuk mempertahankan derajad
keasaman (pH) tanah dengan dosis 2.000 kg/ha. Pemupukan awal dilakukan dengan
menebar Urea : TSP dengan perbandingan 2 : 1 sebanyak 200 kg/ha, kemudian dilakukan
pemupukan susulan sebanyak 10% tiap 15 hari.
Jika tanah tambak merupakan tanah sulfat masam atau mempunyai pH rendah di
bawah 5, maka dilakukan harus reklamasi. Tahap awal reklamasi dilakukan dengan
membersihkan dasar tambak dari sisa-sisa akar kayu. Konstruksi tambak harus kedap air,
dasar tambak tidak poros dan bebas dari bocoran. Tanah dasar tambak harus di cangkul,
dibalik atau dibajak sedalam lebih kurang 30 cm, kemudian diratakan dengan kemiringan
searah pintu air.
Proses reklamasi dilanjutkan dengan menjemur dan mengeringkan dasar tambak.
Pencucian dilakukan dengan memasukkan dan merendam petakan dengan air laut
kemudian dikeluarkan kembali (flushing). Proses selanjutnya adalah pembalikan tanah dan
pengeringan kembali, dilanjutkan dengan flushing. Hal tersebut dilakukan berulangkali
hingga lapisan pyrit tidak nampak. Pembalikan dan flushing bertujuan untuk melakukan
oksidasi terhadap senyawa pyrit yang ada dalam tanah.
Bila lapisan pyrit telah tidak terlihat, maka dapat dilakukan pengapuran menggunakan
kapur, misalnya CaCO3. Dosis kapur yang digunakan umumnya 2.000 kg/ha. Proses
selanjutnya adalah penumbuhan klekap menggunakan pupuk kandang, urea dan TSP. Ciri
dari proses reklamasi yang berjalan dengan baik adalah tumbuhnya klekap pada dasar
petakan. Proses reklamasi yang baik dapat berlangsung sekitar 4 bulan.
Sumber : Angkasa dkk., 2007
Gambar 6. Skema konstruksi tambak untuk budidaya rumput laut Gracilaria sp
Anak panah adalah arah arus air, mulai masuk hingga keluar pintu air.
Gambar 4. Bibit yang rumput laut Eucheuma sp yang kurang baik (A),
Bibit rumput laut yang baik (B)
A B
Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011 Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011
17 16
Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp
Sumber : Sulistijo, 1985
Skema cara tanaman rumput laut Gracilaria sp di tambak air payau
Metoda Budidaya
Gracilaria sp dapat dibudidayakan dengan beberapa metoda sebagai berikut :
1. Metoda Sebar Dasar (bottom method), dilakukan dengan menebar bibit secara merata
pada dasar tambak
2. Metoda Lepas Dasar (off bottom method), dilakukan dengan cara mengikat bibit pada
tali ris (ropeline) kemudian diikatkan pada patok-patok, sama seperti budidaya
Echeuma sp.
3. Metoda Rakit Apung (floating rack method), dilakukan dengan cara mengikat bibit
rumput laut pada tali bentang, kemudian tali bentang tersebut diikatkan ada rakit yang
terapung dekat permukaan air
4. Metoda Rawai (longline method), dilakukan dengan cara mengikat bibit pada seutas tali
panjang (long line) dengan jarak ikatan tertentu
Gambar 8.
Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011 Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011
Gambar 7. Budidaya Eucheuma sp di dasar berkarang dengan metoda
lepas dasar (Courtesy : Ditjenkanbud-DKP)
A B
C D
Gambar 9. Budidaya rumput laut Eucheuma sp dengan metoda rakit apung. Rakit bambu (A dan B)
Kerangka Tali PE (C dan D) (Courtesy : BBL Lombok, BBAP Ujung Batee & BBAP Takalar)
19
Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp
18
Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp
Penanaman bibit Gracilaria sp dilakukan saat cuaca cukup teduh, yaitu pada pagi
hari atau sore hari. Kepadatan bibit Gracilaria sp berkisar 1 ton/ha. Bila pada panen pertama
laju pertumbuhan harian (Daily Growth Rate - DGR) kurang dari 3% atau hasil panen basah
berkisar 4 kali berat bibit awal, maka pada penanaman kedua kepadatan
dapat ditingkatkan menjadi 2 ton/ha. Bila DGR mencapai lebih dari 4%, atau hasil panen
basah sekitar 6 kali berat bibit yang ditanam, maka pada siklus tanam berikutnya dapat
ditebar bibit sekitar 3 - 4 ton/ha.
Kedalaman air pada 4 minggu pertama, dipertahankan pada kisaran 30 - 50 cm agar
terjadi pertumbuhan cabang yang lebih cepat. Selanjutnya pada minggu ke-5 hingga ke-7,
air dipertahankan pada kedalaman 50 - 80 cm. Perlakuan tersebut bertujuan memperlambat
pertumbuhan cabang sehingga tanaman dapat meningkatkan kandungan agar. Saat
kemarau, suhu air di dasar tambak diusahakan supaya tidak terlalu tinggi. Jika suhu air lebih
tinggi dari kiasaran optimal, maka kedalaman air harus ditambah hingga kembali pada
kondisi normal.
Pemupukan
Pada umumnya, tanaman memerlukan lebih banyak nitrogen selama empat minggu
pertama, sedangkan dua atau tiga minggu sebelum panen memerlukan lebih banyak
phosphat. Bila di dalam tambak mudah tumbuh alga hijau, maka hal ini menunjukkan bahwa
kandungan nitrogennya sudah cukup. Kendala dalam pemupukan di tambak adalah
seringnya pergantian air sehingga mengurangi efektifitas pupuk. Oleh karena itu, pemberian
pupuk dalam bentuk granular atau tablet relatif lebih efektif karena dapat melepas nutrisi
secara bertahap.
Pada bulan pertama, pemupukan susulan dapat dilakukan tiap 15 hari sekali dengan
memberikan pupuk yang banyak mengandung Nitrogen, misalnya urea berkisar 15 kg/ha,
sedangkan TSP berkisar 5 kg. Pada masa 2 - 3 minggu menjelang panen sebaiknya ditebar
5 - 10 kg/ha pupuk yang lebih banyak mengandung phosphat, misalnya TSP yang ditebar
secara bertahap. Penebaran lebih tepat dilakukan setelah pergantian air tambak.
PemeIiharaan
Kadar garam (salinitas) dan kandungan nutrisi dalam air dipertahankan dengan
melakukan pergantian air minimal setiap tiga hari sekali saat surut dan pasang. Pergantian
sebaiknya lebih sering dilakukan pada musim kemarau untuk menghindari salinitas terlalu
tinggi akibat penguapan air. Pada musim hujan pergantian air diatur untuk menjaga agar
salinitas tidak terlalu rendah. Selama budidaya, tanaman air lain seperti rumput, klekap dan
kotoran lainnya dikeluarkan dari tambak agar tidak mengganggu pertumbuhan. Selain itu,
pintu air, saluran air dan pematang tambak juga diperhatikan agar tidak terjadi kebocoran.
PengendaIian Hama dan Penyakit
Hama tanaman budidaya rumput laut umumnya merupakan organisme laut.
Organisme ini hidup dengan memakan rumput laut sebagai makanan utamanya atau
sebagian hidupnya memakan rumput laut. Hama dapat menimbulkan kerusakan secara
fisik pada tanaman budidaya seperti terkelupas, patah atau bahkan habis termakan. Hama
Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011 Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011
Gambar 10. Perawatan dan pemeriksaan ikatan rumpun rumput laut
Gambar 11. Serangan ice-ice pada cabang rumput laut Eucheuma sp (tanda panah)
(Courtesy: Dijenkanbud-DKP). Pemotongan ujung thalus yang terkena gejala ice-ice dengan
pisau tajam (kanan)
21
Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp
20
Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp
yang menyerang tanaman rumput laut berdasarkan ukuran dikelompokkan menjadi 2 bagian,
yaitu hama mikro (micro grazer) hama makro (macro grazer).
Hama mikro umumnya berukuran < 2 cm hidup menempel pada thalus, terutama yang
tumbuh tidak normal. Hama mikro yang sering dijumpai pada tanaman budidaya rumput laut
adalah larva bulu babi (Tripneustes). Larva ini bersifat planktonik, melayang-layang di dalam
air dan kemudian menempel pada tanaman rumput laut. Larva teripang (Holothuria sp) juga
menempel pada thalus rumput laut hingga besar. Larva-larva tersebut memakan ujung-ujung
cabang thalus rumput laut secara langsung.
Pada budidaya rumput laut, hama makro yang sering dijumpai adalah ikan baronang
(Siganus sp), bintang laut (Protoreaster nodolus), bulu babi (Diademasetosum sp), bulu babi
duri pendek (Tripneustes sp), dan penyu hijau (Chelonia mydas). Serangan ikan dan penyu
dapat dicegah dengan melindungi areal budidaya menggunakan pagar yang terbuat dari
jaring atau dengan menggantung benda yang mengkilap sepeti cermin atau Compact Disc
(CD) bekas. Serangan bulu babi, teripang dan binatang laut sejenisnya berpengaruh relatif
kecil pada areal budidaya cukup luas.
Jenis penyakit yang sering muncul umumnya adalah ice - ice. Penyakit biasanya
terjadi pada daerah-daerah dengan kecerahan dan temperatur tinggi. Gejala penyakit ini
adalah timbulnya bintik-bintik atau bercak-bercak putih pada sebagian thalus. Lama
kelamaan bercak tersebut akan menyebabkan thalus kehilangan warna, berubah putih dan
mudah putus. Penyakit ini diduga disebabkan oleh perubahan lingkungan yang ekstrem
misalnya salinitas (kadar garam), suhu dan kecerahan.
Penyakit lain yang sering muncul adalah tanaman (ephyfit) penempel dari jenis
Polyshiponia sp dan Neoshiponia sp. Tanaman penempel ini akan muncul saat pergerakan
arus air tenang (lowwater motion). Spora ephyfit ini akan menembus pori pada thalus rumput
laut, kemudian berakar dan mengeluarkan batang serta cabang yang menembus pori hingga
ke permukaan thalus. Thalus akan mengalami "pembengkakan kemudian batang dan
cabang tanaman penempel akan keluar dari lubang pori. Tanaman tersebut akan
berkembang di luar thalus menyerupai bulu bulu halus, sehingga masyarakat awam
menyebut sebagai penyakit bulu tikus. Saat tanaman mati, maka akan meninggalkan luka
(wound) yang cukup besar sehingga bakteri seperti kompleks Vibrio-Aeromonas dan
kompleks Cytophaga-Flavobacterium akan mudah menginfeksi. Bakteri akan melakukan
pengikisan (lysis) pada sel epidermal dan merusak chloroplast. Keadaan menyebabkan
thalus rumput laut kehilangan pigmen warna serta menjadi berwarna putih mulai dari pangkal
batang hingga ujung thalus; menyebabkan kematian sel (necrosis - tissue death), kemudian
menjadi layu dan akhirnya mati dalam waktu antara antara 48 - 72 jam. Penyakit yang
demikian ini pada umumnya disebut dengan 'ice-ice'.
Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011
ntensitas sinar matahari yang cukup tinggi serta posisi garis edar matahari, diduga
sangat berpengaruh terhadap peningkatan produksi UV-B (Ultra Violet type B). Aktifitas
UV-B mempunyai daya membakar yang cukup tinggi. Jika terpapar oleh sinar UV-B lebih
dari 4 jam akan menyebabkan thalus kehilangan pigmen dan layu, kemudian akan mati.
Cara pencegahan dari penyakit ini adalah dengan memonitor adanya perubahan-
perubahan lingkungan. Cara lain yang dapat dilakukan adalah menurunkan posisi
tanaman lebih dalam untuk mengurangi penetrasi panas sinar matahari serta penurunan
salinitas di permukaan air saat terjadi hujan. Pencegahan penyakit dapat dilakukan
dengan tidak melakukan budidaya saat pergantian musim, umumnya dari musim hujan
ke musim kemarau.
Panen dan Pascapanen
Panen pertama Gracilaria sp sebaiknya dilakukan setelah 4 bulan masa budidaya,
selanjutnya dilakukan tiap 45 - 60 hari tergantung kesuburan petakan tambak. Hal ini
dimaksudkan diperoleh bibit serta hasil panen yang berkualitas baik. Panen dilakukan
dengan memilih thalus tanaman yang dianggap sudah cukup matang untuk dikeringkan.
Thalus yang masih muda dipetik untuk kemudian ditanam kembali sebagai bibit baru.
Hasil panen dicuci menggunakan air tambak untuk menghilangkan lumpur dan
kotoran yang menempel. Pengeringan di bawah sinar matahari dilakukan di atas para-para
yang dialasi waring hitam. Saat musim hujan pengeringan dapat dilakukan dengan
mengangin-anginkan rumput laut di atas rak dengan ketebalan 5 - 8 cm. Pengeringan juga
dapat dilakukan dengan mengikat dalam bentuk rumpun dan digantung ditempat yang
tinggi. Selain itu, dapat pula dilakukan dengan menggunakan alat pengering yang
menghembuskan udara panas. Pengeringan dilakukan hingga kandungan air mencapai
sekitar 15%. Umumnya, perbandingan antara berat basah dan kering sekitar 9 :1 atau 8 : 1.
Sangat tidak dianjurkan untuk menjemur hasil panen langsung di tanah atau di atas pasir
karena akan menurunkan kualitas.
Rumput laut yang telah kering kemudian diayak untuk memisahkan antara butiran
garam halus, debu dan kotoran yang masih melekat. Saat pengayakan juga dilakukan
sortasi terhadap hasil yang kurang bagus. Rumput laut yang telah kering selanjutnya
dimasukkan dalam karung dan disimpan dalam ruang yang terhindar dari air hujan dan
memiliki sirkulasi udara yang baik. Pengiriman rumput laut ke pabrik dilakukan dengan
pengepakan menggunakan mesin press dengan satuan berat tertentu, misalnya 50
kg/karung.
23
Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp
22
Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp
Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011 Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011
VII. BUDIDAYA Eucheuma sp
Metoda budidaya rumput laut yang akan dilakukan sangat mendukung keberhasilan
usaha. Berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar terdapat 4 (empat) metoda budidaya
Eucheuma sp yang terdiri dari metoda sebar dasar, lepas dasar, rakit apung dan bentangan
tali panjang (long line). Adapun metoda yang telah direkomendasikan oleh Direktorat
Jenderal Perikanan, meliputi : metoda lepas dasar, metoda rakit apung dan metoda long
line.
Metoda Lepas Dasar.
Metoda ini dilakukan pada lokasi dengan dasar perairan yang terdiri dari pasir
bercampur pecahan karang dengan kedalaman waktu surut antara 30 - 60 cm. Pemilihan
dasar perairan tersebut untuk memudahkan penancapan patok atau pancang. Pada
penanaman dengan metoda ini, tali ris diameter 3,5 - 4 mm yang telah berisi ikatan
tanaman direntangkan pada tali ris utama. Posisi tanaman budidaya diperkirakan pada saat
surut terendah masih tetap terendam air. Patok terbuat dari kayu runcing berdiameter
Gambar 12. Skema konstruksi budidaya rumput laut Eucheuma sp dengan metoda lepas dasar
PoIikuItur
Polikultur merupakan kegiatan budidaya yang dilakukan dengan memelihara dua atau
lebih komoditas perikanan dalam satu wadah. Umumnya, polikultur Gracilaria sp dapat
dilakukan bersamaan dengan udang windu (Penaeus monodon) atau bandeng (Chanos
chanos) atau keduanya. Terlebih jika di dalam tambak banyak tumbuh alga hijau seperti
Enteromorpha dan Chaetomorpha. Kepadatan bandeng yang ditebar berkisar 750 - 1000
ekor/ha ukuran 50 - 100 g. Jika hasil pertumbuhan bandeng optimal, maka siklus berikutnya
dapat ditebar benih ukuran yang sama dengan kepadatan 1.500 - 2.000 ekor/ha. Bandeng
akan memakan epifit yang menempel di permukaan thalus rumput laut. Selain itu, gerakan air
akan mencegah tertutupnya permukaan thalus oleh partikel lumpur, mempercepat difusi
nutrien dalam thalus dan berperan dalam difusi oksigen dalam air. Keuntungan lain dari
bandeng adalah bernilai ekonomis dan dapat dipanen sesuai permintaan pasar.
25
Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp
24
Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp
Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011 Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011
Tali bentang yang digunakan berdiameter 8 mm dengan panjang 80 - 100 m. Tiap-
tiap ujung tali diberi jangkar dan pelampung besar berbentuk bola. Jangkar dapat dibuat
dari karung plastik ukuran 50 kg yang diisi pasir atau beton cor. Tiap jarak tertentu ditopang
dengan patok atau pancang kayu diameter 50 mm yang ditancap di dasar perairan untuk
Memperkuat posisi bentangan. Tali jangkar adalah berupa Polyethylene (PE) berdiameter
10 mm. Setiap jarak 5 m diberi pelampung berupa potongan styrofoam, karet sandal atau
botol air mineral ukuran 650 mL. Pelampung berfungsi mempertahankan elastisitas, posisi
ikatan tanaman terhadap cahaya matahari dan memudahkan pergerakan tanaman.
Pemasangan tali utama harus mempertimbangkan arah dan kecepatan arus.
Posisi tali terhadap arus adalah sejajar atau sedikit menyudut untuk menghindari
terjadinya belitan antar tali bentang. Bibit rumput laut sebanyak 100 gram diikat
menggunakan tali ikat diameter 1,5 mm atau tali rafia. Bibit di ikat di sepanjang tali dengan
jarak tiap ikatan berkisar 20 - 25 cm.
Pemanenan dilakukan setelah usia budidaya minimal 45 hari. Setidaknya, 50 - 100
gram bibit dapat menghasilkan 10 kali lipat dari berat awal, tergantung dari kesuburan
perairan. Umumnya, pertumbuhan dapat mencapai 3% per hari. Pada beberapa tempat
kecepatan pertumbuhan dapat mencapai kisaran 5 - 7% per hari.
Metoda Rakit Apung
Metoda rakit apung adalah teknik budidaya yang menggunakan rakit bambu atau
bentuk modifikasi mengunakan bahan lain. Bentuk rakit umumnya persegi panjang atau
bujur sangkar. Kerangka rakit dalam terbuat dari bambu atau tali PEatau kombinasi antara
bambu dan PE.
Tiap unit rakit bambu biasanya ukuran 6 x 6 m. Pada sisi-sisi yang berlawanan
dibentangkan tali ris diameter 4 mm sebagai tali bentang. Jarak antar tali bentang berkisar
25 - 30 cm. Bibit rumput laut dengan berat antara 50 - 100 gram digantung pada tali
bentang menggunakan tali rafia atau tali PE diameter 1,5 mm dengan jarak tiap ikatan 25
cm. Pelampung dipasang pada tali bentang, diatur agar posisi ikatan berada sekitar 30 -
50 cm dari permukaan air.
Beberapa unit rakit bambu dapat dirangkaikan menjadi satu dengan jarak antar unit
sekitar 1 m. Jangkar yang terbuat dari karung plastik 50 kg berisi pasir. Sebagai penahan,
tiap sudut kerangka dihubungkan dengan jangkar yang terbuat dari karung plastik 50 kg
atau beton cor, terhubung dengan tali diameter 10 mm.
A B
C D
Gambar 13. Panen rumput laut bersama dengan tali bentang (A), Penirisan pada tiang jemur (B)
Pengeringan rumput laut di para-para (C), Rumput laut kering siap kemas (D)
sekitar 5 cm sepanjang 25 cm. Jarak antara patok untuk merentangkan tali ris sekitar 2,5 m.
Setiap patok sejajar dihubungkan dengan tali ris utama polyethylene (PE) diameter 8 mm.
Jarak antara tali rentang sekitar 20 - 25 cm. Berat bibit tiap ikatan adalah 100 gram yang
diikat pada tali ris menggunakan tali ukuran diameter 1,5 mm. Budidaya rumput laut
berskala kecil dapat dilakukan dengan menggunakan metoda lepas dasar berukuran 100
m x 5 m. Jumlah hasil rumput laut yang diperoleh dengan metoda lepas dasar, dari bibit
sekitar 1.000 kg menghasilkan 5.000 kg basah atau 650 kg kering (konversi 8 : 1).
Metoda Bentangan TaIi Panjang ( )
Metoda long line adalah budidaya rumput laut dengan menggunakan tali panjang
yang dibentangkan. Kedalaman ideal bagi metoda ini berkisar 2 - 5 m. Metoda budidaya ini
banyak diminati masyarakat karena alat dan bahan yang digunakan lebih tahan lama, lebih
murah, dan bahan mudah diperoleh.
27
Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp
26
Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp
Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011 Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011
A B
C D
Gambar 14. Cara panen rumput laut yang tidak benar dengan cara diurut (A), Hasil pengeringan
dari cara panen yang tidak benar, terlihat warna kuning kehitam-hitaman (B), Panen yang baik
dengan mengangkat tali bentang (C), Hasil pengeringan panen yang benar menghasilkan warna
putih kekuningan (D).
duri pendek (Tripneustes sp), dan penyu hijau (Chelonia mydas). Serangan ikan dan penyu
dapat dicegah dengan melindungi areal budidaya menggunakan pagar yang terbuat dari
jaring atau dengan menggantung benda yang mengkilap seperti cermin atau Compact Disc
(CD) bekas. Serangan bulu babi, teripang dan binatang laut sejenisnya berpengaruh relatif
kecil pada areal budidaya cukup luas.
Jenis penyakit yang sering muncul umumnya adalah ice - ice. Penyakit biasanya
terjadi pada daerah-daerah dengan kecerahan dan temperatur tinggi. Gejala penyakit ini
adalah timbulnya bintik-bintik atau bercak-bercak putih pada sebagian thalus. Lama
kelamaan bercak tersebut akan menyebabkan thalus kehilangan warna, berubah putih
dan mudah putus.
Modifikasi rakit bambu dapat dilakukan dengan mengganti bambu dengan tali ris PE
diameter 12 mm dengan ukuran kerangka 100 x 10 m. Tali bentang dipasang pada sisi-sisi
yang berlawanan sepanjang 100 m menggunakan tali PE diameter 4 mm. Jarak antar tali
bentang umumnya antara 1 - 1,5 m. Bibit rumput laut dengan berat antara 50 - 100 gram
digantung pada tali bentang. Tali ikat dapat menggunakan tali rafia atau tali PE diameter 1,5
mm dengan jarak tiap-tiap ikatan bibit 25 cm. Pelampung dipasang pada tali bentang. Posisi
dan jarak diatur sedemikian rupa hingga ikatan bibit berada sekitar 30 - 50 cm dari
permukaan air. Tiap sudut tali PE dihubungkan dengan jangkar yang terbuat dari karung
plastik 50 kg atau beton cor. Tali jangkar menggunakan PE diameter 10 mm.
PemeIiharaan
Pemeliharaan dilakukan secara berkala terhadap posisi rakit apung, kerusakan
patok, jangkar, tali ris, dan tali ris utama. Tali bentang dan tali ikat harus sering digoyang agar
rumpun tanaman bersih dari kotoran, organisme penempel atau debu air yang melekat.
Kotoran atau debu air yang melekat dapat mengganggu proses metabolisme sehingga
kecepatan pertumbuhan menurun. Beberapa tumbuhan penempel, seperti Ulva, Hypnea,
Chaetomorpha, Enteromorpha, sering membelit tanaman dan konstruksi budidaya sehingga
dapat menimbulkan kerusakan.
PengendaIian Hama dan Penyakit
Hama tanaman budidaya rumput laut umumnya merupakan organisme laut.
Organisme ini hidup dengan memakan rumput laut sebagai makanan utamanya atau
sebagian hidupnya memakan rumput laut. Hama dapat menimbulkan kerusakan secara fisik
pada tanaman budidaya seperti terkelupas, patah atau bahkan habis termakan. Hama yang
menyerang tanaman rumput laut berdasarkan ukuran dikelompokkan menjadi 2 bagian,
yaitu hama mikro (micro grazer) hama makro (macro grazer).
Hama mikro umumnya berukuran < 2 cm hidup menempel pada thalus, terutama
yang tumbuh tidak normal. Hama mikro yang sering dijumpai pada tanaman budidaya
rumput laut adalah larva bulu babi (Tripneustes). Larva ini bersifat planktonik, melayang-
layang di dalam air dan kemudian menempel pada tanaman rumput laut. Larva teripang
(Holothuria sp) juga menempel pada thalus rumput laut hingga besar. Larva-larva tersebut
memakan ujung-ujung cabang thalus rumput laut secara langsung.
Pada budidaya rumput laut, hama makro yang sering dijumpai adalah ikan baronang
(Siganus sp), bintang laut (Protoreaster nodolus), bulu babi (Diademasetosum sp), bulu babi
29
Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp
28
Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp
Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011 Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011
kristal garam. Umumnya, perbandingan antara basah dan kering dengan cara penjemuran
tersebut setidaknya berkisar antara 7 : 1 hingga 6 : 1. Kualitas yang baik akan berpengaruh
langsung terhadap harga rumput laut di pasaran.
Beberapa hal yang dapat merusak kualitas adalah panen pada usia budidaya
kurang dari 45 hari. Pada usia budidaya tersebut kandungan karaginan belum mencapai
standar 30%. Sangat tidak dianjurkan untuk menjemur rumput laut di atas pasir atau
mencampur dengan bahan lain yang bertujuan menambah berat. Panen dengan cara
melepas rumput dari ikatan tali bentang dengan cara diurut (plurut/prusut/purusu')
menyebabkan banyak thalus patah atau luka. Hal ini akan menyebabkan warna rumput
laut menjadi kehitaman dan total kandungan karaginan berkurang hingga 30%. Cara
tersebut juga mempertinggi konversi, dari 8 kg basah menjadi 1 kg kering (8 : 1).
Penyakit ini diduga disebabkan oleh perubahan lingkungan yang ekstrem misalnya
arus, suhu dan kecerahan. Cara pencegahan dari penyakit ini adalah dengan memonitor
adanya perubahan-perubahan lingkungan. Cara lain yang dapat dilakukan adalah
menurunkan posisi tanaman lebih dalam untuk mengurangi penetrasi panas sinar matahari.
Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan tidak melakukan budidaya saat pergantian
musim, umumnya dari musim hujan ke musim kemarau.
Panen dan Pascapanen
Hal penting yang harus menjadi perhatian saat panen rumput laut adalah usia
budidaya dan tujuan panen. Hal ini sangat berkaitan erat dengan kualitas rumput laut dan
kandungan karaginan yang dihasilkan. Bila panen dilakukan untuk tujuan sebagai sumber
bibit, maka rumput laut baru dipanen setelah umur 23 - 25 hari, namun jika bertujuan untuk
bahan material pabrik, maka panen sebaiknya dilakukan saat usia budidaya telah 45 - 50
hari. Kualitas hasil panen yang baik adalah apabila kandungan karaginan berkisar 30%.
Panen dapat dilakukan dengan cara memotong sebagian tanaman menggunakan
benda tajam. Panen dengan cara ini mempunyai keuntungan hemat tali ikat bibit, namun
memerlukan waktu kerja yang lebih lama. Sisa-sisa thalus yang tua akan menyebabkan
pertumbuhan lambat, sehingga kadar karaginan dari hasil panen tersebut cenderung lebih
rendah. Pemotongan tanaman sebaiknya dilakukan dengan alat pemotong yang tajam agar
bekas potongan sisa tanaman dapat tumbuh dengan baik.
Cara panen sebaiknya dilakukan dengan mengangkat seluruh tanaman sekaligus
dengan tali bentang. Bibit muda yang unggul dipisahkan terlebih dahulu sesuai dengan
kebutuhan produksi berikutnya. Selanjutnya, tali bentang bersama hasil panen ditiriskan ada
tiang jemur selama 1 - 2 hari atau hingga setengah kering. Keuntungan dengan penjemuran
sistim gantung adalah jumlah penyusutan lebih kecil serta menghasilkan kualitas yang lebih
baik.
Pelepasan tanaman dari tali bentang dilakukan dengan cara memotong tali rafia. Hasil
panen tersebut selanjutnya dijemur diatas para-para yang telah diberi alas waring hitam.
Setiap 2 - 3 jam hasil panen dibalik hingga kering merata. Pada kondisi normal pengeringan
akan berlangsung selama 2 -3 hari dengan kadar air mencapai 30 - 35 %.
Selama pengeringan, dapat juga dilakukan kegiatan sortasi dan membersihkan
rumput laut dari kotoran yang menempel seperti Hypnea, Sargassum dan Ulva, dll. Pasir dan
garam akan dipisahkan melalui pengayakan setelah proses pengeringan selesai. Ciri atau
warna rumput laut yang sudah kering akan nampak berwarna putih kekuningan yang dilapisi
31 30
Teknik Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp dan Eucheuma sp
Raiba, R., Suharno, La Ode Muhamad Yasir Haya, Johanis Bakarbessy, 2006. Upaya Peningkatan
Produksi Rumput Laut K.alvarezii dengan Menggunakan Metoda Rakit
Longline di Dusun Wael Seram Bagian Barat Provinsi Maluku. BBL Ambon.
Makalah disampaikan pada ndonesian Aquaculture di Jakarta tanggal 3 - 5
Agustus 2006.
Sanani, Nasfuddin dan Bukhari, 2006. Kebun Bibit Rumput Laut (Euchema cottonii). BBAP Ujung
Batee. Makalah disampaikan pada ndonesian Aquaculture di Jakarta tanggal
3 - 5 Agustus 2006.
Short, F.T and Neckles, H.A., 1999. The effects of global climate change on seagrasses. Aquatic
Botany 63 (1999) 169-196
Suastika Jaya, BM dan Buntaran, 2006. Sistem dan Mekanisme Pengembangan Budidaya Rumput
Laut Cottonii. BBL Lombok. Makalah disampaikan pada ndonesian
Aquaculture di Jakarta tanggal 3 - 5 Agustus 2006.
Sulistijo, 1985. Budidaya Rumput Laut. FAO - Seafarming Workshop Report. Bandar Lampung, 28
October - 1 November 1985.
_______, 2005. Penyediaan Bibit Rumput Laut yang Bermutu. Pertemuan Teknis Lintas Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Budidaya Air Payau dan Laut Lingkup Ditjen
Perikanan Budidaya Tahun 2005 di Makassar 18-21 Juli 2005.
Sunarpi, A. Jupri, Suripto, Rusman, .B.M. Suastika Jaya, 2006. dentifikasi Strain Rumput Laut di
Perairan Lombok Menggunakan Pendekatan Morfologi dan Penanda
Molekular RAPD. Makalah disampaikan pada ndonesian Aquaculture di
Jakarta tanggal 3 - 5 Agustus 2006.
Tjaronge, M., 2005. Rumput Laut Gracillaria sp dan kan Bandeng Chanos chanos Dengan Padat
Penebaran Yang Berbeda. Jurnal Penelitian Perikanan ndonesia Vol. 11 No.
7: 2005, hal 79 85.
Utojo, Abdul Mansyur, Tarunamulia, Brata Pantjara dan Hasnawi., 2005. dentifikasi Kelayakan Lokasi
Budidaya Rumput Laut di Perairan Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Jurnal Penelitian Perikanan ndonesia Vol. 11 :5 tahun 2005.
Menufu Sulawesi Tengah Provinsi Rumput Laut 2011
REFERENSI
Angkasa, W.., Heri Purwoto, Jana Anggadiredja, 2007. Teknik Budidaya Rumput Laut Bahan
Pembuat Agar-agar di Dalam Tambak. Artikel di download dari
http://www.iptek.net.id/ttg/artlkp/artikel17.htm
Balai Budidaya Air Payau Takalar, 2006. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut Eucheuma sp.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan
Perikanan R.
Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005. Revitalisasi Perikanan Budidaya 2006 2009.
Direktorat Jenderal Perikanan, 1991. Budidaya Rumput Laut dan Pemasarannya. Departemen
Pertanian R.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2005. Profil Rumput Laut ndonesia. Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan R.
Direktorat Pembudidayaan, 2003. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut. Dalam Rangka
ntensifikasi Pembudidayaan kan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya
Departemen Kelautan dan Perikanan R.
FAO, 1990. Training Manual on Gracilaria Culture and Seaweed Processing in China. Prepared for
the Gracilaria Culture and Seaweed Processing Training Course.
Hurtado, A.Q., Critchley, A.T., Trespoey, A., Lhonneur, G.B., 2006. Occurrence of Polysiphonia
epiphytes in Kappaphycus farms at Calaguas s., Camarines Norte,
Phillippines. Journal of Applied Phycology (2006)
Menteri Kelautan dan Perikanan, 1988. Kep.Men 02/Men 02/MenKLH//1988 tentang Kualitas Air
Laut untuk Budidaya Laut.
Mubarak, H., S. lyas, W. smail, .S. Wahyuni, S.T. Hartati, E. Pratiwi, Z. Djangkaru dan R.. Arifudin
1990. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut. Badan Litbang Pertanian,
Puslitbangkan, DRC-NFS. 93 pp.
Mustafa, A dan Erna Ratnawati, 2005. Faktor Pengelolaan Yang Berpengaruh Terhadap Produksi
Rumput Laut (Gracillaria verrucosa) di Tambak Tanah Sulfat Masam (Studi
Kasus di Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan). Jurnal Penelitian
Perikanan ndonesia Vol. 11 No. 7: 2005, hal 67 77).
NACA, 1989. Gracilaria Culture in China. NACA National nland Fisheries nstitute, Kasetsart
university Campus Bangkhen, Bangkok - Thailand.
Dinas KeIautan dan Perikanan Daerah Provinsi SuIawesi Tengah
JI. Undata No. 7, TeIp. (0451) 429379 Fax. (0451) 421560
PaIu - 94111

Você também pode gostar