Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Pasien bayi R, berumur 1 hari, berat badan 2500 gram (dibawah - 3 SD kurva Z-
Score WHO 2006), panjang badan 48 cm (dibawah - 3 SD kurva Z-Score WHO 2006), datang ke bagian perinatologi pada tanggal 27 Januari 2014 dengan keluhan sesak napas. Selain itu adanya bayi terlihat biru, tidak banyak bergerak, dan merintih. Sebelum masuk ke ruang perinatologi, bayi sempat di observasi di UGD selama 1 jam dikarenakan kondisi yang tidak stabil. Di UGD, tampak sakit berat dengan keadaan sesak, kebiruan, napas cuping hidung, merintih, dan hipoaktif. Bayi diberikan cairan D10%, dexamethasone, dan oksigen 0,5 liter/menit . Kemudian bayi dibawa ke perinatologi dengan keadaan masih sesak napas, kebiruan, merintih, napas cuping hidung, retraksi berat, dan gerak hipoaktif. Bayi kemudian diletakkan di infant warmer, bayi dibungkus dengan plastic dan bedong, diberi penutup kepala, dan oksigen 0,5 liter/menit dan dikonsulkan dengan dokter perinatologi dengan diagnose RDS suspek MAS. Diberikan ceftazidime 125mg/12 jam, aminofusin 25cc/hari, dan dipuasakan. Rencana dilakukan pemasangan C-PAP. Pada pemeriksaan fisik tampak keadaan umum bayi merintih, hipoaktif,
reflex hisap (-), mikrochepal, gambaran wajah simetris tampak membiru, alis melengkung, bulu mata panjang. Terlihat napas cuping hidung, Thorax adanya retraksi substernal (+), retraksi suprasternal (+), retraksi intercoste (+), paru pada auskultasi vesikuler (+/+), ronki(+/+), wheezing (-/-). Pada penderita (kasus) tersebut diatas, ditemukan kelainan pada thorax dan paru . yaitu ditemukan adanya retraksi substernal (+), retraksi suprasternal (+), retraksi intercoste (+) dan terdengarnya ronki (+/+). Lalu juga tampak sianosis pada tubuh penderita, respirasi rate 65x/menit dan napas cuping hidung. Keadaan ini mengarah pada keadaan RDS, dimana gejala klinis progresif RDS adalah: Takipnea diatas 60x/menit Grunting ekspiratoar Subcostal dan interkostal retraksi sianosis nasal faring
selain itu pada skor dwone didapatkan nilai 7 yang berarti dalam evaluasi dikatagorikan sebagai Respiratory distress. Dilihat dari hasil lab darah yang menunjukkan bahwa bayi tersebut
menderita sepsis, maka diagnosis mengarah pada RDS. Selain itu, dari anamnesis didapatkan bahwa ketuban berwarna kehijauan, apgar score nilainya 5/6 (rendah) dan pernapasan terdengar ronkhi. Pada rontgen thorax ditemukan bercakan di paru, garis-garis kasar pada kedua bidang paru. Hal ini mengarahkan diagnosis ke Meconium Aspiration Syndrome. Jadi diagnosis pada pasien ini adalah RDS e.c MAS.
Pada kasus ini, seharusnya dilakukan pemeriksaan penunjang lain yaitu AGD untuk melihat kadar pH yang rendah, penurunan pO2 dan peningkatan pCO2. Tetapi karena dengan pemeriksaan fisik dan rontgen thoraks diagnosis sudah bisa ditegakkan, maka AGD tidak perlu dilakukan.
Penatalaksanaan pasien CdLS dilakukan sebaiknya saat seseorang telah terdiagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik atau pun penunjang, berupa echocardiogram, USG ginjal dan abdomen, evaluasi pendengaran, serta perkembangan bayi. Penatalaksaan yang dilakukan berupa pelatihan dalam perkembangan bayi tersebut, seperti terapi bicara (Cornelia de Lange Syndrome Foundation, 2010). Untuk gejala-gejala yang terjadi pada bayi ini seperti adanya gangguan GI, kejang, atau yang lainnya ditatalaksana sesuai gejalanya. Pemberian Injeksi ceftazidime 90 mg/12 jam. Ceftazidime dapat mempengaruhi mikoorganisme dalam range/spectrum yang luas. Selain itu Ceftazidime sangat stabil terhadap sebagian besar beta-laktamase, plasmid, dan kromosomal yang secara klinis disebabkan oleh bakteri (Mycek, 2001). Dosis yang diberikan 50-100mg/kgbb/ kali pemberian tiap 12 jam (Rukmono, 2012). Pemberian Aminofilin 10,8 mg loading dose dan 4,5mg/ 12 jam maintenance dose. Aminofilin berguna sebagai bronkodilator, memiliki 2 mekanisme aksi utama di paru yaitu dengan cara relaksasi otot polos dan menekan stimulan yang terdapat pada jalan nafas (suppression of airway stimuli) (Mycek, 2001). Pasien diberikan cairan IVFD D10% 10 cc/jam untuk mencukupi kebutuhan glukosa di dalam darah antara 50-120 gr/dl atau GIR dipertahankan antara 4-6 untuk BBLR (Rukmono, 2012). Pemberian Aminofusin 108cc/hari dapat memberikan protein pembangun, elektrolit, vitamin dan air pada kasus di mana pemberian peroral pada penderita tidak cukup atau tidak memungkinkan. Kandungan. Aminofusin dapat di stop pemberiannya bila bayi sudah minum ASI/PASI sebanyak 50cc/kgbb/hari. Transfusi PRC 25cc
(Hb diharap (12)-Hb sekarang (7,9)x3xBB= 25cc). Pada bayi diberikan juga Elektrolit seperti KCL, Ca Glukonas, NacL. Diberikan PRC atas indikasi Hb<12 gr/dl dengan penyakit jantung bawaan, pada pasien ini terdapat penyakit jantung bawaan (murmur +) dan Hb 7,9 g/dl. (Rukmana, 2012).