Você está na página 1de 11

Sektor Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia: Pendekatan

Kausalitas dalam Multivariate Vector Error Correction Model (VECM)

Inggrid
Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra Surabaya
e-mail: inggrid@peter.petra.ac.id.

ABSTRAK

Tulisan ini mencoba menginvestigasi peranan sektor keuangan dalam memicu pertumbuhan ekonomi di negara
berkembang, seperti Indonesia. Hasil-hasil empiris mengindikasikan, dalam jangka panjang, terdapat hubungan ekuilibrium
antara perkembangan sektor keuangan dan output riil. Uji kausalitas Granger menunjukkan bi-directional causality diantara
output riil dan volume kredit serta one-way causality yang berasal dari spread menuju output riil. Hasil dari Vector Error
Correction Model (VECM) cenderung mendukung hipotesis bahwa sistem keuangan dapat menjadi mesin pertumbuhan di
negara ini.

Kata kunci: perkembangan sektor keuangan, pertumbuhan ekonomi, kausalitas, VECM.

ABSTRACT
This paper attempts to investigate whether financial development leads to growth in developing country like Indonesia.
It is found that there is stable long-run equilibrium relationship between the development of financial sector and the real
output. Granger causality test suggests the bi-directional causality for real output and credit volume and one-way causality
from spread to real output. Vector Error Correction methodology results seem to give strong support to the hypothesis that
financial system can be an engine of growth in this country.
Keywords: financial development, economic growth, causality, VECM.

PENDAHULUAN keuangan terhadap transmisi kebijakan moneter.


Pertama, gejala monetization dan sekuritization dalam
Sektor keuangan memegang peranan yang sangat
bentuk inovasi produk-produk keuangan, menyebab-
signifikan dalam memicu pertumbuhan ekonomi
kan definisi, cakupan dan perilaku jumlah uang
suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif
beredar mengalami perubahan. Gejala ini berpeluang
pertumbuhan sektor riil via akumulasi kapital dan
menciptakan ketidakstabilan hubungan antara harga
inovasi teknologi. Lebih tepatnya, sektor keuangan
(inflasi), uang beredar dan mengurangi kemampuan
mampu memobilisasi tabungan. Mereka menyedia-
bank sentral dalam mengendalikan besaran moneter.
kan para peminjam berbagai instrumen keuangan
Kedua, semakin berkembangnya sektor keuangan
dengan kualitas tinggi dan resiko rendah. Hal ini akan
mendorong kecenderungan terjadinya decoupling
menambah investasi dan akhirnya mempercepat
antara sektor moneter dan sektor riil. Konsekuensi-
pertumbuhan ekonomi. Di lain pihak, terjadinya
nya, kausalitas antara variabel-variabel moneter dan
asymmetric information, yang dimanifestasikan
berbagai variabel di sektor riil menjadi semakin
dalam bentuk tingginya biaya-biaya transaksi dan
kompleks dan sulit diprediksi. Fungsi permintaan
biaya-biaya informasi dalam pasar keuangan dapat
uang yang dipergunakan sebagai salah satu alat
diminimalisasi, jika sektor keuangan berfungsi secara
manajemen moneter kurang stabil perilakunya.
efisien (Levine, 1997; Fritzer, 2004 dan Kularatne
Bahkan kelumpuhan sektor keuangan selama
2002).
krisis ekonomi yang melanda Indonesia, sejak akhir
Dalam ruang lingkup kebijakan makroekonomi,
tahun 1990-an, berdampak negatif terhadap sektor riil.
sektor keuangan menjadi alat transmisi kebijakan
Perekonomian Indonesia tumbuh pada tingkat rata-
moneter. Dengan demikian, shock yang dialami
rata 6%-8% per tahun selama tiga dekade, sejak tahun
sektor keuangan juga mempengaruhi efektivitas
1967. Pertumbuhan tertinggi terjadi selama periode
kebijakan moneter. Friedman (dalam Warjiyo dan
1990-1996, sebelum mengalami kontraksi yang tajam
Zulverdi, 1998); Sarwono dan Warjiyo (1998) serta
sebesar –13,1% pada puncak krisis.
Abdullah (2003), mengidentifikasikan beberapa
Studi Kaminsky dan Reinhart (1999) menunjuk-
dampak yang dihasilkan dari shock dalam pasar
kan keterkaitan antara krisis keuangan dengan krisis

40
Inggrid: Sektor Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia 41

ekonomi. Krisis keuangan, didahului oleh problem arah pertumbuhan riil, dimana perkembangan sektor
pada sektor perbankan, kemudian menyebabkan keuangan merupakan necessary condition but not
krisis mata uang. Vice versa, krisis mata uang sufficient untuk menjamin pertumbuhan ekonomi
memperburuk krisis yang terjadi pada sektor per- yang sustainable.
bankan. Keduanya membentuk semacam lingkaran Graff (2001) membagi hubungan kausalitas
setan (vicious cycle) dalam perekonomian. Hasil akhir antara perkembangan sektor keuangan dengan per-
dari twin crisis pada mata uang dan perbankan, tumbuhan ekonomi menjadi empat, yaitu perkem-
lazimnya akan lebih memperparah kesehatan sektor bangan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi
riil dibandingkan krisis yang dipicu oleh crash pada tidak saling terkait, perkembangan ekonomi menye-
mata uang semata. Sebagai tambahan, krisis per- babkan perkembangan sektor keuangan, sektor
bankan biasanya juga terjadi sebelum krisis dalam keuangan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi serta
neraca pembayaran dan keduanya biasanya mengikuti perkembangan sektor keuangan, kadang-kadang dan
periode liberalisasi sektor keuangan (financial dalam jangka pendek justru menghambat perkem-
liberalization). bangan sektor riil.
Tulisan ini bertujuan untuk menginvestigasi Berbagai studi empiris yang mengkaitkan antara
peranan sektor keuangan dalam mendorong (boost) perkembangan sektor keuangan dan pertumbuhan
pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang, ekonomi (seperti Ghali, 1999; Copelman, 2000;
terutama Indonesia. Selama dua dasawarsa terakhir, Graff, 2001; Fritzer, 2004; Allen, 2001; Lee, 2005;
Indonesia telah mengadopsi serangkaian program Rioja dan Valev, 2005), cenderung mendukung
reformasi dalam struktur keuangan nasional, guna hipotesis bahwa kemajuan sektor keuangan menjadi
meningkatkan performa perekonomian domestik. katalisator dalam pertumbuhan ekonomi (supply
Bagaimanapun juga, argumen tentang dampak leading hypothesis). Studi Boulila dan Trabelsi (2002)
positif sektor keuangan terhadap pertumbuhan ekono- terhadap perekonomian Tunisia, justru mendukung
mi di negara-negara berkembang tetap menyisakan argumen demand driven hypothesis, ketika hanya
kontroversi tersendiri. Alasan utama terjadinya
menggunakan periode sampel relatif pendek dan
fenomena ini sebenarnya terletak pada rigiditas pasar
intervensi pemerintah sangat kental terhadap per-
keuangan di negara-negara sedang berkembang.
Persistensi dari tingginya biaya-biaya transaksi serta ekonomian. Namun dengan menggunakan seluruh
biaya-biaya informasi, membuat pengaturan keuang- periode sampel, dibuktikan terjadi bi-directional
an lebih menyerupai pengumpulan penghasilan causality antara perkembangan sektor keuangan dan
daripada berwujud peningkatan tabungan dan pertumbuhan ekonomi. Jung (1986), Demetriades dan
investasi, inovasi teknologi dan pertumbuhan ekono- Hussein (1996) (dalam Allen dan Oura, 2004) juga
mi jangka panjang (Ghali, 1999). Gourinchas dan membuktikan terjadinya bi-directional causality
Jeanne (dalam Allen dan Oura, 2004) memperoleh antara sektor keuangan dan sektor riil. Sinha dan
kesimpulan bahwa manfaat yang diperoleh dari Macri (1999) semakin memperkuat argumen tiadanya
akumulasi kapital di negara-negara berkembang inkonsistensi pola kausalitas di antara sektor
sangat kecil. Hasil ini berasal dari fakta rendahnya keuangan dan sektor riil.
tingkat produktivitas di kawasan ini dibandingkan di
negara-negara maju. METODOLOGI PENELITIAN
Lebih lanjut, studi ini berusaha untuk menying-
kap isu kausalitas antara perkembangan sektor Data dan Definisi Variabel
keuangan dan pertumbuhan ekonomi. Lee (2005), Penelitian ini menggunakan data time series
menjelaskan secara apriori setidaknya terdapat dua selama kurun waktu 1992:2-2004:4. Data-data
kemungkinan hubungan antara variabel-variabel tersebut dikumpulkan dari beberapa sumber, seperti
keuangan dan variabel-variabel riil. Perkembangan Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI),
sektor keuangan mengikuti pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia; International Financial Statistics
Pertumbuhan ekonomi menyebabkan kenaikan (IFS on-line), International Monetary Fund (IMF)
permintaan terhadap produk-produk keuangan, serta Financial Structure Database, World Bank.
sehingga menghasilkan kenaikkan aktivitas pasar Produk Domestik Bruto atas harga konstan 2000
keuangan dan kredit. Dengan demikian, perkembang- (LGYR) digunakan sebagai proxy pertumbuhan
an sektor keuangan merupakan demand-following. ekonomi. Variabel kredit perbankan kepada sektor
Teori lain, mendalilkan jika perkembangan sektor swasta (LGCRED) dan variabel spread (perbedaan
keuangan merupakan determinan perkembangan antara suku bunga pinjaman dan suku bunga
ekonomi. Hipotesis supply leading ini menunjukkan simpanan) yang menunjukkan kenaikkan aktivitas
kausalitas berasal dari perkembangan keuangan ke
42 JURNAL MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL.8, NO. 1, MARET 2006: 40-50

sektor swasta dalam investasi dan produktivitas, Jika hipotesis nol β1 = 0 ditolak, maka dapat disim-
menjadi indikator perkembangan sektor keuangan. pulkan Yt telah stasioner pada derajat pertama, I (1).
Variabel kontrol terhadap sektor keuangan terdiri atas
kurs riil (LGREER) yang diperoleh dari kurs nominal 2. Uji Kointegrasi Johansen (Johansen Cointe-
(unit mata uang domestik per unit mata uang asing) gration Test)
dan Indeks Harga Konsumen (domestik dan luar
Kombinasi dari dua seri yang tidak stasioner,
negeri) serta variabel kebijakan moneter suku bunga
akan bergerak ke arah yang sama menuju ekuilibrium
Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Seluruh variabel
jangka panjangnya dan diferensiasi diantara kedua
dinyatakan dalam bentuk logaritma, kecuali variabel
seri tersebut akan konstan. Jika demikian halnya, seri
spread dan variabel SBI.
ini dikatakan saling berkointegrasi. Tes kointegrasi
antara perkembangan sektor keuangan dan pertum-
Metode Analisa
buhan ekonomi berdasarkan pendekatan vector
autoregressions (VAR) Johansen. Jika vektor Xt
1. Uji Akar-Akar Unit (Unit Root Tests)
adalah vektor variabel endogen dalam VAR dengan
Estimasi model ekonometrik time series akan panjang lag p, maka:
menghasilkan kesimpulan yang tidak berarti, ketika
X t = A1 X t −1 + A2 X t −2 + ... + Ap X t − p + βYt + ε t (3)
data yang digunakan mengandung akar unit (tidak
stasioner). Nonstationary seri akan menciptakan dimana
kondisi spurious regression yang ditandai oleh Xt = vektor variabel endogen
tingginya koefisien determinasi, R2 dan t statistik Ap = parameter matriks
tampak signifikan, tetapi penafsiran hubungan seri ini βYt = d-vektor dari deterministic variable
secara ekonomi akan menyesatkan (Harris dan Sollis, εt = vektor innovations
2003 serta Enders, 2004 ).
Sebuah seri dikatakan stasioner, jika seluruh Spesifikasi VAR ini dapat dinyatakan dalam bentuk
moment dari seri tersebut (rata-rata, varians dan first difference sebagai,
kovarians) konstan sepanjang periode waktu. p −1
Augmented Dickey–Fuller Test (ADF test) merupa- ΔX t = ΠX t −1 + ∑ Γi ΔX t −i + βYt + ε t (4)
kan prosedur standar, untuk menguji hipotesis nol i= j
(H0) adanya akar unit (seri tidak stasioner) terhadap p
hipotesis alternatif (H1) sebuah seri stasioner. Jika Yt Π = ∑ Ai − I
adalah seri dengan panjang lag p, maka: i =1
p
ΔYt = α 0 + γYt −1 + ∑ Yt −i +1 + ε t
p

i =2
Γi = − ∑ A j
j =i +1
ε t ∼IID (0, σ 2 ) (1)
dimana εt mengikuti proses white noise I = matriks identitas
p
γ = −(1 − ∑ α i ) Jika tidak terdapat hubungan kointegrasi, model
i −1 unrestricted VAR dapat diaplikasikan. Tetapi, bila
p terdapat hubungan kointegrasi antar seri, model
β i = −∑ α j Vector Error Correction (VECM) yang diperguna-
i =1
kan.
Dalam persamaan (1), hipotesis nol adalah γ = 0 Jumlah vektor kointegrasi diperolah dengan
melawan hipotesis alternatif γ < 0. Jika nilai statistik melihat signifikansi dari Π, melalui dua likelihood
ADF secara absolut lebih kecil dibandingkan nilai test:
kritis MacKinnon, maka terjadi penerimaan terhadap maximum eigenvalue: λ max = −T ln(1 − λˆr +1 ) (5)
hipotesis nol. Dengan kata lain, Yt mengandung satu
akar unit. λ̂ = nilai estimasi eigenvalue yang diperoleh dari
Seri yang belum stasioner dapat dijadikan estimasi terhadap matriks Π
stasioner, melalui proses diferensiasi. Diferensi Yt T = jumlah observasi
pada derajat pertama dapat dinyatakan sebagai n

berikut: trace statistic: λtrace = −T ∑ ln(1 − λˆ )


i − r +1
i (6)
Δ2Yt = α 0 + β1 ΔYt −1 + ε t (2)
Inggrid: Sektor Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia 43

3. Uji Kausalitas Granger (Granger Causality) Terjadinya supply shock, kejatuhan harga minyak
berdasarkan Error Correction Model (ECM) dunia, awal tahun 1980-an, menjadi bumerang bagi
aktivitas perekonomian Indonesia. Pertumbuhan
Tes kausalitas antara perkembangan sektor ekonomi mengalami perlambatan (slow down), jatuh
keuangan dan pertumbuhan ekonomi berdasarkan pada level 0% (1982). Dari sektor eksternal, surplus
kausalitas Granger. Kausalitas antara dua seri X1t dan neraca perdagangan mencatat penurunan sebesar
X2t pada p order VAR: 8.988 (juta US$) menjadi 5.434 (juta US$) dan
cadangan devisa berkurang dari 5.014 (juta US$)
ΔX 1t = μ1 + γ 11 ( L)ΔX 1t −1 + γ 12 ( L)ΔX 2t −1 +
(7) menjadi 3.144 (juta US$), diantara tahun 1981-1982.
α1 ( β ' X t −1 ) + ε1t Sebagai respon dari memburuknya kondisi
perekonomian, pemerintah menjalankan serangkaian
ΔX 2 t = μ 2 + γ 21 ( L )ΔX 1t −1 + γ 22 ( L )ΔX 2 t −1 + program penyesuaian makroekonomi (macroecono-
(8) mic adjustment program). Kebijakan nilai tukar
α 2 ( β ' X t −1 ) + ε 2t
diimplementasikan melalui devaluasi rupiah sebesar
di mana: 38% pada bulan Maret 1983, reformasi struktural,
μ1 dan μ2 = konstanta drift Πij seperti perbaikan struktur dan administrasi fiskal serta
B’ Xt- 1 = kombinasi linear stasioner dari X1t-1 dan reformasi sektor keuangan.
X2t-1 Sebagai bagian integral dari seluruh program
penyesuaian, fokus reformasi sektor keuangan diawali
Persamaan (7) dan (8) dapat dituliskan dalam bentuk dengan mengurangi kontrol pemerintah pada sektor
singkat sebagai: perbankan. Sektor perbankan lebih diberikan kele-
ΔX t = μ + Γ1 ( L)ΔX t −1 + ΠX t −1 + ε t (9) luasaan dalam menjalankan perannya sebagai
di mana: lembaga intermediasi. Pada waktu yang hampir
bersamaan, otoritas moneter memperkenalkan fasili-
Xt = (X1t ,X2 t)
tas discount window dan Sertifikat Bank Indonesia
μ = (μ1 , μ2 ) (SBI), untuk membantu perbankan dalam menjaga
Γ( L) = {γ ij } kecukupan likuiditasnya. Bank Indonesia juga merilis
Π = αβ ' Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), sebagai
instrumen pengendali jumlah uang beredar dan alat
Δ= first difference operator
investasi alternatif perbankan, ketika sektor keuangan
εt = vector impulse ini memiliki excess likuiditas atau menjadi sumber
dana ketika mengalami kekurangan likuiditas.
KONDISI MAKROEKONOMI DAN Namun demikian, deregulasi sektor keuangan
PERKEMBANGAN SISTEM KEUANGAN secara komprehensif baru tampak secara nyata,
setelah dikeluarkannya paket deregulasi empat edisi
Kinerja perekonomian Indonesia yang menge- awal tahun 1988. Deregulasi ini bertujuan mening-
sankan selama tahun 1970-an sampai dengan awal katkan kompetisi dunia perbankan, perluasan cakupan
tahun 1980-an ditandai oleh membaiknya beberapa pelayanan keuangan dengan lebih menggalakkan
fundamental makroekonomi. Laju pertumbuhan rata- aktivitas sektor swasta dalam jasa-jasa keuangan non-
rata PDB riil selama periode tersebut 7,6%. Laju bank dan pengembangan pasar uang. Hal yang
inflasi year on year terkendali, rata-rata 17,07%. penting dari paket deregulasi ini adalah tersedianya
Neraca perdagangan mencatat surplus sekitar 3.524 banyak peluang baru dalam berbagai aspek aktivitas
keuangan.
juta dollar. (Tabel 1).

Tabel 1 Indikator-Indikator Makroekonomi


Indikator 1970-1980 1981 1982 1983 1988 1989 1996 1997 1998 1999
(rata-rata)
Pertumbuhan PDB riil 7,6 7,2 0 0,3 5,7 7,5 7,8 4,7 -13.1 0,8
(%, per tahun)
Laju Inflasi (y.o.y, %) 17,07 12.2 9,5 11,8 5,6 5,97 9,5 11,1 77,6 2
Kurs (Rp/US$) 469,27 644 692 692 1.731 1.777 2.342 2.909 10.001 7.855
Neraca Perdagangan (juta US$) 3.524 8.988 5.434 4.800 5.970 5.799 6.886 11.763 21.510 32.024
Cadangan Devisa (juta US$) 1.734 5.014 3.144 3.718 5.048 6.700 29.125 21.418 23.762 27.055
Sumber: Warr (1994) dan Bank Indonesia, diolah
44 JURNAL MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL.8, NO. 1, MARET 2006: 40-50

Tiadanya pengaturan kredit secara prudential dan evolusi sektor keuangan selama periode sebelum
lemahnya regulasi serta supervisi pada sektor deregulasi dan pasca deregulasi. Mengikuti kriteria
perbankan, menjadikan lembaga ini sangat rentan Demirgüç-Kunt dan Levine (1999), indikator yang di
(fragile) terhadap gejolak. Dikala krisis mata uang pergunakan terdiri atas besaran, aktivitas dan efisiensi
pertengahan tahun 1997 berlangsung, banyak bank perbankan serta pasar modal. Ukuran-ukuran ini
mengalami krisis likuiditas, insolvency serta default menunjukkan bahwa struktur keuangan di Indonesia
dalam hal tingkat pengembalian kredit. Pemerintah cenderung mengacu pada bank based yang under-
terpaksa melikuidasi 16 bank swasta pada 1 Novem- developed.
ber 1997, menutup 7 bank yang tidak sehat pada
April 1998 dan 38 bank pada Maret 1999 (Santoso, Besar Sektor Perbankan
2002).
Setelah implementasi paket 1983, bank peme-
Disamping itu, pemerintah melakukan reka-
rintah tetap mendominasi market share sektor
pitalisasi terhadap sebagian besar perbankan nasional
perbankan. Bank-bank milik negara ini memegang
yang memiliki posisi neraca negatif di Bank
aset sekitar 75,6% dari total asset perbankan dan
Indonesia. Pemerintah membentuk Badan Penyehatan
liability sebesar 81,5% dari total liability. Besar sektor
Perbankan Nasional (BPPN) akhir Januari 1998.
perbankan (aset perbankan/PDB) relatif konstan
Tugas dari BPPN adalah menyelesaikan klaim
sekitar 20% dari awal 1980-1988 dan naik secara luar
nasabah dibawah skim penjaminan pemerintah,
biasa sebelum krisis ekonomi tahun 1997 (56,57%).
mengatur aset perbankan yang di take over peme-
Kebijakan liberalisasi sektor keuangan menyebabkan
rintah, merestrukturisasi dan menjual kredit per-
boom aset perbankan selama periode ini. Shock pada
bankan dan melakukan divestasi terhadap bank-bank
akhir tahun 1990-an membuat besar aset-aset ini
rekap. Ongkos restrukturisasi perbankan Indonesia
hanya tinggal 48,02% dari PDB (Gambar 2).
menelan biaya 60% dari PDB tahun 2000 dan
Dibandingkan standar internasional, besar sistem
merupakan ongkos restrukturisasi terbesar sepanjang
perbankan di Indonesia tergolong kecil. Sebagai
sejarah perbankan dunia.
perbandingan, rata-rata dunia, share aset perbankan
terhadap PDB sebesar 52,6%.
DAMPAK DEREGULASI DAN
PERKEMBANGAN SEKTOR KEUANGAN
Deregulasi pada sektor keuangan secara sub-
stansial, menghasilkan dampak sangat impresif
terhadap lembaga intermediasi keuangan di Indo-
nesia. Indikator financial deepening (M2/PDB) yang
mengukur peranan sistem keuangan dalam memo-
bilisasi tabungan naik secara signifikan dari sekitar
18,89% pada tahun 1983 menjadi 56,6% di tahun
1997 (Gambar 1).

% 70 Gambar 2. Rasio Aset Perbankan terhadap PBD (%)


60
50
Aktivitas Perbankan
40
30 Aktivitas sektor perbankan terhadap sektor
20 swasta ditunjukkan oleh rasio kredit perbankan pada
10
sektor swasta terhadap PDB. Sebagaimana Gambar 3,
0
terjadi desakan besar dalam aktivitas perbankan
80

82

84

86

88

90

92

94

96

98

00

02

04

pertengahan tahun 1990-an dan mengalami penu-


19

19

19

19

19

19

19

19

19

19

20

20

20

Tahun
runan secara substansial setelah krisis ekonomi.
Bahkan, penurunan ini terus berlanjut setelah
Gambar 1. Rasio Broad Money terhadap PDB (%) dirilisnya reprivatisasi awal milenium baru. Setelah
PAKTO’88, kredit pada sektor swasta tumbuh
Disamping itu, liberalisasi sektor keuangan juga dengan tingkat rata-rata 10% per tahun dan mencapai
telah mengubah struktur keuangan di tanah air. puncak pada 1997, sebesar 53,77% dari PDB.
Berikut ini akan dipaparkan secara independen Restrukturisasi sektor perbankan menyebabkan
Inggrid: Sektor Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia 45

menurunnya aktivitas sektor ini, hanya menjadi Besar pasar saham naik secara stabil setelah 1988 dan
20,42% dari PDB. Berdasarkan Demirgüç-Kunt dan meraih level tertingginya 34,85% dari PDB pada
Levine (1999), aktivitas sektor perbankan di tahun 1996. Mengikuti krisis tahun 1997, besar pasar
Indonesia tergolong underdeveloped sebelum era saham jatuh hanya menjadi 20,37% dari PDB (1998)
1980-an dan relatif berkembang sejak awal tahun dan cenderung fluktuatif beberapa tahun sesudahnya.
1990-an. Aktivitas perbankan dikatakan dibawah rata- Walau pun besar pasar saham ini relatif masih lebih
rata dunia, jika terletak dibawah 20% pada tahun besar dibanding dekade sebelumnya, besar pasar
1960-an, 23% tahun 1970-an, 32% tahun 1980-an saham Indonesia termasuk underdeveloped diban-
dan 39% pada tahun 1990-an. dingkan pasar saham dunia. Rata-rata dunia 18,55%
tahun 1970-an, 28,4% (1980-an) dan 38, 2% (1990-
an).
60
%
50
% 40
40
35
30
30
20
25
10 20
0 15

10
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
00
01
02
03
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
20
20
20
20

5
Tahun
0

Gambar 3. Rasio Kredit Perbankan Pada Sektor 81


82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
00
01
02
03
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
20
20
20
20
Tahun
Swasta terhadap PDB (%)

Efisiensi Perbankan Gambar 5. Rasio Kapitalisasi Pasar Saham ter-


hadap PDB (%)
Ukuran efisiensi perbankan dapat dilihat dari dua
indikator. Net interest margin (NIM), perbedaan Aktivitas Pasar Saham
antara interest income terhadap total asset dan
overhead cost yang merupakan rasio overhead cost Aktivitas pasar saham diukur dari nilai total
perbankan terhadap total asset. Semakin efisen perdagangan terhadap PDB (total value traded/PDB).
kinerja perbankan, ditandai oleh penurunan kedua Nilai ini cenderung naik sejak akhir 1980-an dan
rasio ini. Rasio net interest margin relatif konstan mencapai rekor tertinggi tahun 1997 (19,18%).
pada level sekitar 4%. Pada saat puncak krisis Menggunakan kriteria Demirgüç-Kunt dan Levine
ekonomi, rasio ini naik sekitar tiga kali lipat menjadi (1999), aktivitas pasar saham Indonesia termasuk
12,86%. Sedangkan overhead cost relatif stabil pada underdeveloped. Aktivitas rata-rata pasar saham
kisaran 2%, kecuali pada tahun 1998 menyentuh dunia sebesar 5% tahun 1970-an, 13% tahun 1980-an
angka 4,65%. dan 31% tahun 1990-an.

Gambar 4. Overhead Cost dan Net Interest Margin


(NIM) (%) Gambar 6. Rasio Nilai Total Perdagangan Saham
terhadap PDB (%)
Besar Pasar Saham
Efisiensi Pasar Saham
Besar pasar saham Indonesia diukur dari rasio
kapitalisasi pasar terhadap PDB. Peranan pasar saham Turnover ratio dipergunakan sebagai indikator
relatif tidak signifikan pada awal tahun 1980-an. efisiensi pasar saham. Rasio ini merupakan rasio nilai
46 JURNAL MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL.8, NO. 1, MARET 2006: 40-50

total perdagangan saham dengan kapitalisasi pasar. Berdasarkan nilai trace statistic dan maximum
Sejak tahun 1988 (Gambar 7), terlihat kenaikan eigenvalue pada nilai kritis 1% dan 5%, terdapat dua
secara luar biasa dari rasio efisiensi ini. Dua tahun vektor kointegrasi antara variabel output riil dan
kemudian tumbuh sekitar 30% menjadi 77, 22% dan seluruh variabel yang menjadi proxy perkembangan
mengalami penurunan secara gradual selama sektor keuangan (kredit dan spread) serta variabel-
beberapa waktu. Baru setelah boom ekonomi tahun variabel independen lain dalam model. Hal ini
1996, turnover ratio kembali merangkak naik rata- mengindikasikan bahwa seluruh variabel cenderung
rata sebesar 40% dari PDB. bergerak menuju ekuilibriumnya dalam jangka
panjang. Dengan kalimat lain, dalam setiap periode
90 jangka pendek, variabel output riil, variabel per-
%
80 kembangan keuangan serta variabel-variabel lainnya
70
60
cenderung saling menyesuaikan, untuk mencapai
50 ekuilibrium jangka panjangnya.
40
30
20 Tabel 3. Johansen Cointegration Test
10
0
Hypothesized Eigenvalue Trace 5 Percent 1 Percent
No. of CE(s) Statistic Critical Critical
80

82

84

86

88

90

92

94

96

98

00

02
19

19

19

19

19

19

19

19

19

19

20

20

Value Value
Tahun
None ** 0,789125 162,5884 77,74 85,78
At most 1 ** 0,690009 89,43325 54,64 61,24
Gambar 7. Rasio Turnover terhadap PDB (%) At most 2 0,382068 34,38634 34,55 40,49
At most 3 0,205903 11,76160 18,17 23,46
At most 4 0,019504 0,925767 3,74 6,40
HASIL-HASIL EMPIRIS *(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level

Uji Akar-Akar Unit (Unit Root Tests)


Tabel 4. Johansen Cointegration Test
Tabel 2 menyajikan hasil uji akar-akar unit. Hypothesized Eigenvalue Max- 5 Percent 1 Percent
Berdasarkan uji akar-akar unit ADF, seluruh seri yang No. of CE(s) Eigen Critical Critical
digunakan dalam penelitian ini baru stasioner setelah Statistic Value Value
di diferensiasikan pada orde pertama, I(1). None ** 0,789125 73,15511 36,41 41,58
At most 1 ** 0,690009 55,04691 30,33 35,68
At most 2 0,382068 22,62474 23,78 28,83
Tabel 2. Augmented Dickey-Fuller (ADF) Unit At most 3 0,205903 10,83583 16,87 21,47
Root Tests At most 4 0,019504 0,925767 3,74 6,40
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level
Variabel Level, I(0) First Difference, I(1)
LGYR -3,141145 (2) -4,32825 (2)*
Hasil Estimasi Kausalitas Granger (Granger
LGCRED -1,860567 (4) -4,399122 (3)*
Causality Test)
LGREER -1,481709 (4) -4,898327(3)*
SBI -3,079622 (3)* -5,08887 (1)* Proses interaksi dinamis dari variabel output serta
SPREAD -3,499875 (1)* -5,30631 (2)* variabel-variabel lainnya yang dikarakteristikkan oleh
feedback dari sektor keuangan terhadap output riil
Nilai dalam tanda kurung merupakan lag optimal
atau dari output riil terhadap sektor keuangan atau
berdasarkan Akaike Information Criteria. Tanda * bahkan keduanya, diperlihatkan melalui uji kausalitas
menunjukkan variabel stasioner pada nilai kritis
Granger.
MacKinnon 5%.
Tabel 5. Granger Causality
Hasil Estimasi Kointegrasi Johansen (Johansen
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability
Cointegration Test) LGCRED does not Granger 48 3,09173 0,02648
Tabel 3 dan Tabel 4 menyajikan hasil uji Cause LGYR
LGYR does not Granger Cause 4,84375 0,00287
kointegrasi Johansen. Uji kointegrasi Johansen LGCRED
dilakukan dengan menggunakan panjang lag=4. SPREAD does not Granger 48 3,77712 0,01087
Pemilihan lag didasarkan atas Akaike Information Cause LGYR
Criteria (AIC). Menggunakan panjang lag ini, LGYR does not Granger Cause 1,89569 0,13060
residual pada setiap persamaan VAR bebas dari SPREAD
masalah normalitas dan autokorelasi.
Inggrid: Sektor Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia 47

Hasil uji kausalitas Granger dalam Tabel 5, causality). Kausalitas berasal dari spread kepada
membuktikan terdapatnya bi-directional causality output riil.
antara output riil dan volume kredit di Indonesia.
Fenomena bi-directional causality ini mungkin dapat Hasil Estimasi VECM
dijelaskan oleh alasan berikut. Di Indonesia, kebi-
jakan pemerintah dalam usaha mendorong investasi 1. Impulse Response Function
menyebabkan perkembangan sektor keuangan, Impulse response function dari model yang
melalui kenaikan penggunaan kredit sebagai alternatif diestimasi, disajikan dalam Gambar 8. Impulse res-
pembiayaan. Hal ini, selanjutnya membawa ekspansi ponse function mengkonfirmasikan respon dinamis
pada sektor perbankan dan jasa-jasa keuangan lain, dari seluruh variabel terhadap shock satu standar
guna memfasilitasi investasi dan akhirnya meng- deviasi pada variabel-variabel dalam sistem. Dalam
hasilkan pertumbuhan output. Sebaliknya, pertum- bagian ini, hanya akan dibahas impulse response yang
buhan aktivitas ekonomi memerlukan lebih banyak terkait dengan kejutan (shock) yang berasal dari
kapital (liquid dan fixed) yang di supply oleh institusi- perubahan kebijakan sektor keuangan.
institusi keuangan dan memicu munculnya produk- Gambar 8 baris terakhir menunjukkan respon
produk keuangan yang beraneka ragam. Hasil ini PDB riil terhadap shock dalam spread dan volume
konsisten dengan kesimpulan yang di peroleh kredit. Kenaikan spread menyebabkan penurunan
Demetriades dan Hussein (1996), Arestis dan dalam investasi dan berlangsung secara permanen
Demetriades (1996), Kul dan Khan (1999) [dalam (sampai 20 kuartal). Dengan demikian, menghasilkan
Boulila, Ghazi and Trabelsi, Mohamed (2002)], kejatuhan dalam output. Sebagaimana diharapkan,
Chuah dan Thai (2004) pada negara-negara kenaikan volume kredit secara substansial dan
berkembang di kawasan Teluk (Bahrain, Oman, Arab permanen menghasilkan kenaikan dalam output.
Saudi, Kuwait dan Dubai). Namun dengan meng- Copelman (2000) juga memperoleh kesimpulan
gunakan spread sebagai proxy perkembangan sektor serupa.
keuangan, dihasilkan kausalitas satu arah (one-way

Response to Cholesky One S.D. Innovations


Response of LGREER to LGREER Response of LGREER to SBI Response of LGREER to SPREAD Response of LGREER to LGCRED Respons e of LGREER to LGYR
.10 .10 .10 .10 .10

.08 .08 .08 .08 .08

.06 .06 .06 .06 .06

.04 .04 .04 .04 .04

.02 .02 .02 .02 .02

.00 .00 .00 .00 .00

-.02 -.02 -.02 -.02 -.02


2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Response of SBI to LGREER Response of SBI to SBI Response of SBI to SPREAD Response of SBI to LGCRED Response of SBI to LGYR
8 8 8 8 8

6 6 6 6 6

4 4 4 4 4

2 2 2 2 2

0 0 0 0 0

-2 -2 -2 -2 -2
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Response of SPREAD to LGREER Response of SPREAD to SBI Response of SPREAD to SPREAD Response of SPREAD to LGCRED Respons e of SPREAD to LGYR
4 4 4 4 4

2 2 2 2 2

0 0 0 0 0

-2 -2 -2 -2 -2

-4 -4 -4 -4 -4

-6 -6 -6 -6 -6
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Response of LGCRED to LGREER Response of LGCRED to SBI Response of LGCRED to SPREAD Response of LGCRED to LGCRED Respons e of LGCR ED to LGYR
.04 .04 .04 .04 .04

.02 .02 .02 .02 .02

.00 .00 .00 .00 .00

-.02 -.02 -.02 -.02 -.02

-.04 -.04 -.04 -.04 -.04

-.06 -.06 -.06 -.06 -.06

-.08 -.08 -.08 -.08 -.08


2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Respons e of LGYR to LGREER Response of LGYR to SBI Respons e of LGYR to SPREAD Respons e of LGYR to LGCRED Response of LGYR to LGYR
.015 .015 .015 .015 .015

.010 .010 .010 .010 .010

.005 .005 .005 .005 .005

.000 .000 .000 .000 .000

-.005 -.005 -.005 -.005 -.005

-.010 -.010 -.010 -.010 -.010

-.015 -.015 -.015 -.015 -.015


2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Gambar 8. Impulse Response Function


48 JURNAL MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL.8, NO. 1, MARET 2006: 40-50

2. Variance Decomposition Namun demikian, generalisasi dari temuan ini


harus diintepretasikan secara berhati-hati mengingat
Tabel 6. Variance Decomposition of LGYR kecilnya jumlah sampel yang digunakan dan keter-
Period LGREER SBI SPREAD LGCRED LGYR batasan ragam proxy dari variabel-variabel pertum-
LGYR 4 4,580963 6,459076 2,547575 29,13331 57,27908 buhan ekonomi dan variabel-variabel sektor ke-
LGYR 8 35,38933 0,51396 1,253841 13,37408 39,46878 uangan. Penelitian berikutnya dapat dilakukan, untuk
LGYR 12 38,06035 0,89266 1,940503 12,05496 7,05151 menguji stabilitas model ketika menghadapi
LGYR 16 34,65293 0,71242 2,445565 14,12901 8,06008 structural change, seperti deregulasi sektor keuangan,
LGYR 20 31,27764 ,461386 2,433402 17,22933 9,59824 krisis mata uang dan krisis ekonomi serta kejutan
harga minyak (oil price shock).
Variance decomposition dari output riil disajikan
dalam Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6, dampak dari UCAPAN TERIMA KASIH
kebijakan dalam sektor keuangan, sebagaimana di-
indikasikan oleh spread dan volume kredit memiliki Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ross
dampak yang signifikan dalam output. Dalam periode Levine (Born University dan NBER) serta Martina
intermediate, kontribusi variabel spread dan volume Copelman (Instituto Tecnologico Autonomo de
kredit dalam menjelaskan variasi output sedikit Mexico, ITAM), untuk komentar dan masukan yang
berkurang. Namun dalam jangka panjang kontribusi excellence. Segala temuan, intepretasi dan kesimpulan
kedua variabel sektor keuangan ini relatif besar. dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis
Secara parsial, variabel spread mampu menjelaskan sepenuhnya dan bukan mewakili Fakultas Ekonomi,
variasi dari output sampai sebesar 2,5%. Shock pada Universitas Kristen Petra.
volume kredit menjelaskan variasi output sekitar
29,13%. Keduanya mampu menjelaskan variasi
DAFTAR PUSTAKA
output sekitar 31,6%.
Satu hal yang mengejutkan, variabel kurs riil juga Abdullah, Burhanuddin. Juni 2003. “Peran Kebijakan
menjadi determinan penting dari variasi output. Moneter dan Perbankan Dalam Mengatasi
Kontribusinya sampai sebesar 38,06%. Fluktuasi kurs Krisis Ekonomi di Indonesia.” Bahan Kuliah
riil selama periode sampel dan ketergantungan tinggi Kursus Reguler Angkatan XXXVI Lemhanas.
terhadap impor barang-barang modal dan raw
material yang tidak tersedia di tingkat domestik, Allen, Franklin. 2001, “Financial Structure and
mungkin menjadi salah satu alasan besarnya Financial Crisis.” International Review of Fi-
kontribusi variabel ini. nance, (2), pp.1-19. <http://www.blackwell-
synergy.com/links/doi/10.1111/1468-2443.00013>

KESIMPULAN DAN SARAN Allen, Franklin and Oura, Hiroko. August 2004.
“Sustained Economic Growth and the
Tulisan ini menginvestigasi keterkaitan antara Financial System.” IMES Discussion Paper
aktivitas ekonomi dengan perkembangan sektor Series, <http://www.finance.wharton.upenn.
keuangan. Dua dekade terakhir, telah terjadi peru- edu/~allenf/download/Vita/sustained.pdf >
bahan secara substansial terhadap sektor keuangan di Beck, Thorsten, Demirgüç-Kunt, Asli and Levine,
Indonesia. Serangkaian deregulasi sektor keuangan Ross. June 1999. “New Database on Financial
membawa dampak secara luar biasa, untuk kondisi Development and Structure.” World Bank
makroekonomi, terutama pertumbuhan ekonomi. (Washington D.C.) Policy Research Working
Berdasarkan standar internasional, struktur keuangan Paper No. 1829, <http://www. worldbank.org/
Indonesia didominasi oleh sektor perbankan yang html/.../Workpapers/wps2000series/wps2146/
underdeveloped. wps2146.pdf >
Hasil kausalitas Granger menunjukkan bi- Boulila, Ghazi and Trabelsi, Mohamed. September
directional causality antara pertumbuhan ekonomi 2002. “Financial Development and Long Run
dan volume kredit. Namun, dibuktikan terdapat kau- Growth: Granger Causality in a bivariate VAR
salitas satu arah (one-way causality) antara spread Structure, Evidence from Tunisia 1962-1997.”
dan output. Analisa ekonometri dengan VECM <http://www.unpan1.un.org/intradoc/groups/
mendukung hipotesis signifikansi peranan sektor public/documents/IDEP/UNPAN018972.pdf>
keuangan sebagai engine pertumbuhan ekonomi,
melalui kenaikan ketersediaan kredit, baik dari segi Chuah, Hong Leng and Thai, Van-Can, November
volume maupun harga. 2004. “Financial Development and Economic
Inggrid: Sektor Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia 49

Growth : Evidence from Causality Tests for Kaminsky, Graciela L. and Reinhart, Carmen M.,
the GCC Countries.” IMF Working Paper, June 1999, “The Twin Crises: The Causes of
WP/04/XX, <http://www.duke.edu/~hlc3/ Banking and Balance of Payments Problems.”
IMF_working_paper.pdf > American Economic Review, 89(3), pp. 473-
500.
Copelman, Martina. January 2000. “Financial Struc-
ture and Economic Activity in Mexico.” Center Kularatne, Chandana. 2002. “An Examination of the
of Analysis and Economic Research, ITAM, Impact of Financial Deepening on Long-Run
<http://econ.worldbank.org/files/16167_mexic Economic Growth : An Application of a
VECM Structure to a Middle-Income Country
o.pdf>
Context.”<http://www.csae.ox.ac.uk/conferen-
Demirgüç-Kunt, Asli and Levine, Ross. 1999. ces/2002-UPaGiSSA/papers/Kularatne-csae
“Financial Structures Across Countries: 2002.pdf ->
Stylized Facts.” World Bank (Washington
Lee, Jennifer. March 2005. “Financial Intermediation
D.C.) Policy Research Working Paper No.
and Economic Growth Evidence from Cana-
2143.
da.” presented at the Eastern Economic Asso-
Enders, Walter. 2004. “Applied Econometrics Time ciation, New York, <http://www.fordham.
Series.” 2nd Edition, John Wiley and Sons: edu/images/Undergraduate/economics/Finance
New York. +and+Growth.pdf >
Ergungor, O. Emre. July 2003. “Financial System Levine, Ross. 1997, “Financial Development and
Structure and Economic Development: Economic Growth: Views and Agenda.”
Structure Matters.” Federal Reserve Bank of Journal of Economic Literature, 35(2), pp.688-
Cleveland Working Paper No. 03-05, < http:// 726.
www.clevelandfed.org/Research/Workpaper/2
Levine, Ross. July/August 2003, “More on Finance
003/WP03-05.pdf >
and Growth : More Finance, More Growth?.”
Fohlin, Caroline. May/June 1998, “Banking System Federal Reserve Bank of Santa Louis Review,
and Economic Growth: Lessons from Britain pp.31-46. <http://www.research.stlouisfed.org/
and Germany in the Pre-World War I Era.” publications/review/03/07/Levine.pdf >
Federal Reserve Bank of Santa Louis Review,
Lowe, Philip. 1992. “The Impact of Financial
pp.37-47. <http://research.stlouisfed.org/publi-
Intermediaries on Resource Allocation and
cations/ review/98/05/9805cf.pdf >
Economic Growth.” Reserve Bank of
Fritzer, Friedrich. 2004, “Financial Market Structure Australia Research Discussion Paper No.
and Economic Growth: A Cross Country 9213, <http://www.rba.gov.au/rdp/RDP9213.
Perspective.” Monetary Policy and The pdf >
Economy 2nd Quarter, pp. 72-87. <http://
Ngai Wa, Ho. 2002, “Finance and Growth : The Case
www.oenb.at/en/img/mop_20042_financial_m
of Macau.” AMCM Quarterly Bulletin, pp. 42-
arket_tcm16-19681.pdf >
62. <http://www.amcm.gov.mo/publication/
Graff, Michael, 2001. “Financial Development and quarterly/Jan/Finance_EN.pdf>
Economic Growth - New Data and Empirical
Rajan, Raghuram G. and Zingales, Luigi. 2001,
Analysis.” METU Studies in Development, 28
“Financial Systems, Industrial Structure and
(1-2),pp.83-110. <http://www.feas.metu.edu.tr/
Growth.” Oxford Review of Economic Policy,
metusd/online/2001/1/3.pdf.>
17(4), pp. 467-482. http://gsbwww.uchicago.
H. Ghali, Khalif. 1999, “Financial Development and edu/fac/luigi.zingales/research/PSpapers/finsys
Economic Growth: The Tunisian Experience.” tems2001.pdf>
Review of Development Economics, 3(3), pp.
Rioja, Felix and Valev, Neven. August 2005.
10-322. <http://econ.tu.ac.th/class/.../on review
“Financial Structure and the Sources of
of development economics/3252543.pdf >
Economic Growth.” Georgia State University,
Harris, Richard and Sollis, Robert. 2003. “Applied <http://papers.ssrn.com/sol3/SSRN_ID686806
Time Series Modelling and Forecasting.” John _ code338738.pdf>
Wiley and Sons.
Santoso, Wimboh. December 2002. “Indonesia’s
Jayaraman, T.K. April 2000. “Does Money Matter in Financial and Corporate Sector Reform.”
the South Pasific Island Countries? Some Banking Research and Regulation Directorate,
Empirical Evidence.” <http://www.sidsnet.org/ Bank Indonesia, <http://www.bi.go.id/NR/
mir/pacific/usp/economic/research/Tk2.htm > rdonlyres/295A8E6D-0F3D-42B7-A17E-CA
94A196A947/383/brp42000.pdf>
50 JURNAL MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL.8, NO. 1, MARET 2006: 40-50

Sarwono, Hartadi A. dan Warjiyo, Perry. Juli 1998,


“Mencari Paradigma Baru Manajemen
Moneter dan Sistem Nilai Tukar Fleksibel :
Suatu Pemikiran untuk Penerapannya di
Indonesia.” Buletin Ekonomi Moneter dan
Perbankan, 1(1), hal. 5-24.
Sinha, Dipendra and Macri, Joseph. July 1999,
“Financial Development and Economic
Growth: The Case of Eight Asian Countries.”
Journal of Development Economics, 39(1), pp.
5-30. < http://www.econ.mq.edu.au/research/
1999/7-1999Sinha_Macri.PDF>
Stock, James H. and Watson, Mark W. 2001, “Vector
Autoregressions.” Journal of Economic
Perspectives, Fall, 15(4), pp. 101-115.
Tieβen, Ulrich. 2004. “Financial System Develop-
ment, Regulation and Economic Growth:
Evidence From Russia.” German Institute for
Economic Research Discussion Papers No.
400, <http://gnu.univ.gda.pl/~eefs/pap/thiessen.
pdf>
Toda, Hiro Y. and Philips, Peter C.B. November
1993, “Vector Autoregressions and Causality.”
Econometrica, 61(6), pp. 1367-1393.
Warjiyo, Perry dan Zulverdi, Doddy. Juli 1998,
“Penggunaan Suku Bunga Sebagai Sasaran
Operasional Kebijakan Moneter di Indonesia.”
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan,
1(1), hal. 25-53.
Warr, Peter G. 1994. “Kebijakan Nilai Tukar, Harga
Minyak Tanah, dan Neraca Pembayaran,”
dalam Anne Booth, ed., Ledakan Harga
Minyak dan Dampaknya, Kebijakan dan
Kinerja Ekonomi Indonesia dalam Era Orde
Baru. Terjemahan, Sugiarto Sriwibawa, UI
Press.
Wignal, Adrian Blundell and Marianne, Gizycki. July
1992. “Credit Supply and Demand and The
Australian Economy.” Reserve Bank of
Australia Discussion Paper No. 9208, <http://
www.rba.gov.au/rdp/RDP9206.pdf >
World Bank. 2005. “Financial Structure and Econo-
mic Development Data Base.” Updated,
<http://www.worldbank.org/research/projects/f
instructure/database.htm>

Você também pode gostar