Você está na página 1de 5

Analisis landasan yang digunakan contextual learning 1. Landasan Filosofis a.

Landasan Konstruktivisme (Constructivism)

Landasan filosofi contextual adalah kontruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, siswa harus mengkontruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Bahwa pengetahuan tidak dapat dipisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Konstruktivisme berakar pada filsafat pragmatisme yang digagas oleh Jhon Dewey pada awal abad 20an yang menekankan pada pengembangan siswa. Setiap individu dapat membuat struktur kognitif atau mental berdasarkan pengalaman mereka maka setiap individu dapat membentuk konsep atau ide baru, ini dikatakan sebagai konstruktivisme (Ateec, 2000). Fungsi guru disini membantu membentuk konsep tersebut melalui metode penemuan (selfdiscovery), inquiri dan lain sebagainya, siswa berpartisipasi secara aktif dalam membentuk ide baru. Menurut Piaget pendekatan konstruktivisme mengandung empat kegiatan inti, yaitu: a) Mengandung pengalaman nyata (Experience); b) Adanya interaksi sosial (Social interaction); c) Terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (Sense making); d) Lebih memperhatikan pengetahuan awal (Prior Knowledge). Menurut Zahorik, ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontektual. a) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating learning) b) Pemerolehan pemngetahuan yang sudah ada (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya. c) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun (1) hipotesis (2) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu (3) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan

d) Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applaying knowledge) e) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengetahuan tersebut

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap diambil atau diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Berdasarkan pada pernyataan tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan (Depdiknas, 2003:6).

Sejalan dengan pemikiran Piaget mengenai kontruksi pengetahuan dalam otak. Manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti kotakkotak yang masing-masing berisi informasi bermakna yang berbeda-beda. Setiap kotak itu akan diisi oleh pengalaman yang dimaknai berbeda-beda oleh setiap individu. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak yang sudah berisi pengalaman lama sehingga dapat dikembangkan. Struktur pengetahuan dalam otak manusia dikembangkan melalui dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi.

b. Landasan progresivisme Filosofi pembelajaran kontekstual berakar dari paham Progresivisme John Dewey. Progresivisme adalah gerakan pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan sekolah berpusat pada siswa (student-centered), sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru (teacher-centered) atau bahan pelajaran (subject-centered). Intinya, siswa akan belajar dengan baik apabila jika yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka

ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah. Pokok-pokok pandangan Progresivisme antara lain: a. Siswa belajar dengan baik apabila mereka secara aktif dapat mengkonstruksi sendiri pemahaman mereka tentang apa yang diajarkan oleh guru. b. c. Siswa harus bebas agar bisa berkembang dengan wajar. Penumbuhan minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar. d. e. f. Guru sebagai pembimbing dan peneliti. Harus ada kerja sama antara sekolah dan masyarakat. Sekolah harus memiliki laboratorium untuk melakukan eksperimen.

c.

Landasan idealisme Landasan idealisme memandang pengetahuan didapat dari murni kehidupan manusia, demikian juga hasil adaptasi individu dengan individu lainnya. Pendidikan bukan menjejalkan pengetahuan dari luar ke dalam diri seseorang, melainkan memberi kesempatan untuk membangun atau menkonstruksi pengetahuan dan pengalaman dalam diri seseorang. Bangunlah atau ciptakanlah kesempatan atau kondisi agar sesesorang dapat membangun pengetahuan dan pengalamannya sendiri. Esensi dari aliran ini adalah setiap individu pendidikan kejuruan harus memiliki pengalaman sebagai pengetauan. Hal ini mendasari contextual learning yang mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan seharihari.

d. Landasan eksistensialisme Filsafat ini memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankan pilihan kreatif, subjektifitas

pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas. Landasan ini mendasari contextual learning yaitu siswa didorong untuk berfikir kritis dan kreatif yang berorientasi pada pengalamannya masing-masing.

e.

Landasan pragmatisme Pada landasan pragmatisme, guru harus bertindak sebagai pembimbing atau fasilitator bagi siswa. Hal ini sesuai dengan konsep contextual learning bahwa guru pun hanya berfungsi sebagai fasilitator, motivator, dan mediator untuk menggali seluruh potensi anak.

2.

Landasan psikologis Sesuai dengan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan terbentuk karena aktifnya subjek., maka dipandang dari sudut psikologis, contextual learning berpijak pada aliran psikologis kognitif. Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan. Belajar bukan kegiatan mekanis antara stimulus dan respon. Belajar melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi, dan kemampuan atau pengetahuan. Ada beberapa hal yang perlu diyakini, yakni: a) Belajar bukanlah menghafal akan tetapi belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki. b) Belajar adalah proses pemecahan masalah c) Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari yang sederhana menuju yang komplek d) Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa, semakin banyak pengalaman yang kita, maka akan semakin banyak pula pengetahuan yang kita peroleh. Kemudian pada landasan psikologis ini, bagaimana siswa bisa menghubungkan pengalaman sendiri dengan materi yang telah diperoleh nya,

dan bagaimana siswa bisa memecahkan masalah-masalah yang dihadapi yang berhubungan dengan materi pelajaran, karena dengan memecahkan masalah, siswa akan berkembang secara utuh yang mana buka hanya perkembangan intelektual saja, akan tetapi juga mental dan emosi.

3.

Landasan Sosiologis Landasan sosiologis dalam pembelajaran merupakan landasan yang menjadi alat untuk mendeskripsikan dan menjelaskan institusi, kelompok sosial, dan proses sosia yang merupakan hubungan sosial di dalamnya individu memperoleh pengalaman. Landasan sosiologis mendasari contextual learning karena dalam pembelajaran contextual learning mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.

DAFTAR RUJUKAN Suaidinmath. 2012. Esensi contextual teaching learning dalam pembelajaran, (Online), (http://suaidinmath.wordpress.com/2012/02/19/esensi-contextualteaching-learning-ctl-dalam-pembelajaran/), diakses 19 April 2014. Wahyudwierdiastutik. 2012. Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL), (Online), (http://erdiasw.blogspot.com/2012/10/modelpembelajaran-contextual-teaching.html), diakses 19 April 2014

Você também pode gostar