Você está na página 1de 12

IDENTITAS

Nama : Ny. S Umur : 34 tahun : Ny. S : 34 Tahun : Ibu Rumah Tangga : Islam : Jl. Godean : dr. Fauzi Sp. An.

Ruang : Marwa No RM : 5245xx

Nama Umur Pekerjaan Agama Alamat Dokter yang merawat

Ko asisten : Wahyuni Hafid dan Kery Bayu

KELUHAN UTAMA : Benjolan di payudara kanan 1. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan merasa tidak nyaman dengan adanya benjolan di payudara kanan, benjolan ini muncul sejak lama namun baru dirasakan ketika pasien SADARI 1 bulan yang lalu, keluhan lain tidak ada, pasien juga belum pernah ada riwayat di operasi, pasien tidak sakit asma, tidak alergi terhadap obat-obatan, tidak ada riwayat tekanan darah tinggi, tidak menderita gula darah tinggi. 2. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat penyakit serupa disangkal 3. Riwayat Penyakit pada Keluarga yang diturunkan Riwayat hipertensi disangkal Riwayat asma disangkal Riwayat alergi disangkal Riwayat diabetes mellitus disangkal

RIWAYAT PRIBADI a. Riwayat kehamilan dan persalinan Riwayat kehamilan Pasien P2A0. Selama kehamilannya, Ny. S selalu control ke dokter. Tidak mengalami penyakit infeksi dan komplikasi selama kehamilan yang berbahaya. Nutrisi selama hamil tercukupi. b. Riwayat persalinan Ibu pasien melahirkan di bidan, secara normal. c. Riwayat pasca persalinan Pasca persalinan ibu tidak mengalami penyakit berat maupun komplikasi akibat persalinan.

PEMERIKSAAN FISIK

Nama : Ny. S Umur : 34 tahun

Ruang Marwa

KESAN UMUM KU Gizi VITAL SIGN Tekanan darah Suhu badan axilla Nadi Pernafasan Kulit Kelenjar limfe Otot Tulang Sendi Ekstremitas

: Baik : Baik

: 127/77 : 37 o C : 80 x / menit : 20x/ menit : tidak ikterik, turgor kulit baik : kelenjar limfe leher tidak teraba : tonus baik : tidak tampak adanya deformitas, tidak tampak adanya tanda peradangan : tidak tampak adanya tanda peradangan : akral hangat, tidak tampak adanya oedem, nadi Teraba kuat.

PEMERIKSAAN FISIK Kepala : normochepal Mata : simetris, tidak cekung, air mata (+), discharge (-), sclera ikterik (-), konjungtiva anemis (-) Hidung : nafas cuping hidung (-), discharge (-) Telinga : discharge (-) Mulut : mukosa mulut basah, bewarna merah Leher : kelenjar limfonodi tak teraba

Thorak Kanan Inspeksi : simetris, retraksi (-) ketinggalan gerak (-) Palpasi : terdapat benjolan, batasa tegas, nyeri (-) Vocal fremitus (+) ka=ki Paru Perkusi : sonor (+) Auskultasi : suara nafas bronkovesikular, wheezing(-), ronkhi (-) Kiri Inspeksi : simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-) Palpasi : ketinggalan gerak (-) Vocal fremitus (+) ka=ki Perkusi : sonor (+) Auskultasi : suara nafas ,bronkovesikular, wheezing (-), ronkhi (-)

Kesimpulan thorak : ditemukan adanya benjolan massa di payudara dextra. Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : iktus kordis tak tampak : iktus kordis teraba di SIC V pada linea mid klavikularis sinistra : redup

Auskultasi : suara S1 = S2, irama regular. Kesimpulan jantung: tidak ditemukan adanya abnormalitas pada jantung Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi Ekstremitas Akral hangat (+), oedem (-), capillary refil < 2 detik Status Lokalis: teraba benjolan sebesar telur puyuh pada payudara kanan Pemeriksaan penunjang Leukosit Hemoglobin PPT APTT HbsAg : 7,5 : 14,7 : 14,3 : 40 : (-) : Supel : peristaltic normal : timpani di 4 kuadran : hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (-)

Foto Ro Thorak : cor paru dalam batas normal Diagnosis : Tumor payudara Suspect Fibro Adenoma Mammae Dekstra ASA I Treatment : Eksisi FAM dekstra dengan General Anestesi Status Anestesi 1. Diagnose pasien Pre/post operasi : Tumor payudara 2. Status Fisik ASA I ( pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik dan biokimia) 3. Keadaan Pre Operasi ( 14 mei 2011) Subyektif Keluhan: tidak ada keluhan tambahan, riwayat alergi (-), asma (-), jantung (-), DM (-), HT (-), Riwayat OP sebelumya (-) Obyektif Tanda Vital : Tekanan darah Suhu badan axilla Nadi Pernafasan Kepala Mata : 127/77 : 37 o C : 80 x / menit : 20x/ menit

: normochepal : simetris, tidak cekung, air mata (+), discharge (-), sclera ikterik (-), konjungtiva anemis (-)

Hidung : nafas cuping hidung (-), discharge (-) Telinga : discharge (-) Mulut Leher : mukosa mulut basah, bewarna merah : kelenjar limfonodi tak teraba : C/P dalam batas normal : datar, benjolan (-), nyeri tekan (-), timpani, bising usus (+) : akral hangat (+)

Thoraks Abdomen Ektremitas

Status lokalis : teraba benjolan di payudara kanan sebesar telur puyuh, berbatas tegas, nyeri (-) Anestesi yang diberikan: Premedikasi : Morfin 5 mg, sedacum 7,5 mg Induksi : recofol 100 mg

Pemeliharaan : O2 2 Liter/menit, halotan 1,5-2 % vol.

Teknik

: LMA

Obat tambahan yang diberikan durante operasi: remopain Terapi yang diberikan Pre Opersai : Infus RL 20 tpm Puasa 8 jam Pre OP Durante Operasi : Input : Infus RL 1 x 500 ml Output : Perdarahan 10 ml Post Operasi Awasi Vital sign Infus RL 12-15 tpm

PEMBAHASAN Pada kasus ini Ny. S, usia 34 tahun, dilakukan operasi eksisi dengan diagnosis pre-operatif tumor payudara dekstra. General anestesi yang dilakukan adalah induksi intravena dengan LMA dan maintenance memakai halotan 1,5 2 % vol.

Premedikasi pada pasien ini menggunakan morfin dan sedacum untuk mengurangi nyeri dan kecemasan serta memberi ketenangan pada pasien.

Induksi pada pasien ini menggunakan recofol 80 mg (propofol). Suntikan propofol sering menyebabkan nyeri, sehingga satu menit sebelum dinduksi sebaiknya diberikan lidokain 1mg/kgBB secara intravena sehingga keluhan nyeri saat penyuntikan tidak terjadi.

Kebutuhan Cairan Pasien di OK: 1. Maintenance 2 cc/kgBB/jam, BB 54 kg = 54 x 2 cc = 108 cc/jam 2. Stress operasi kecil (0 2 cc/kgbb/jam) 0,5 x 54 = 27 cc 3. Perdarahan : 10 ml kebutuhan cairan total dalam 1 jam pertama: 108 + 27 = 127 ml/jam

EBV pada dewasa 70 ml/kgBB sehingga dengan BB = 54 kg maka EBV = 3780 ml % EBV : 10 ml/3780 ml x 100% = 0,265 % Karena perdarahan yang terjadi kurang dari 10 % EBV maka pemberian cairan cukup dengan cairan kristaloid.

ANESTESI UMUM (GENERAL ANESTESI) Tindakan anestesi dilakukan dengan menghilangkan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Trias anestesi 1. hipnotik 2. analgesik 3. relaksasi 4. stabilisasi otonom Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan kunjungan pasien terlebih dahulu sehingga pada waktu pasien dibedah pasien dalam keadaan bugar. Tujuan kunjungan pra anestesi adalah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Sebelum pasien diberi obat anestesi, langkah selanjutnya adalah dilakukan premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesi diberi dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantranya : 1. Meredakan kecemasan dan ketakutan 2. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus 3. Mengurangi mual dan muntah pasca bedah 4. Mengurangi isi cairan lambung 5. Membuat amnesia 6. Memperlancar induksi anestesi 7. Meminimalkan jumlah obat anestesi 8. Mengurangi reflek yang membahayakan

OBAT PREMEDIKASI a. Sulfas atropin 0,25 mg : Antikolinergik Atropin dapat mengurangi sekresi dan merupakan obat pilihan utama untuk mengurangi efek bronchial dan kardial yang berasal dari perangsangan parasimpatis, baik akibat obat atau anestesikum maupun tindakan lain dalam operasi. Disamping itu efek lainnya adalah melemaskan tonus otot polos organ-organ dan menurunkan spasme gastrointestinal. Perlu diingat bahwa obat ini tidak mencegah timbulnya laringospame yang berkaitan dengan anestesi umum. Setelah penggunaan obat ini (golongan baladona) dalam dosis terapeutik ada perasaan kering dirongga mulut dan penglihatan jadi kabur. Karena itu sebaiknya obat ini tidak digunakan untuk anestesi regional atau lokal. Pemberiannya harus hati-hati pada penderita dengan suhu diatas normal dan pada penderita dengan penyakit jantung khususnya fibrilasi aurikuler. Atropin tersedia dalam bentuk atropin sulfat dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg. Diberikan secara suntikan subkutis, intramuscular atau intravena dengan dosis 0,5-1 mg untuk dewasa dan 0,015 mg/kgBB untuk anak-anak. b. Hipnoz 2 mg (Midazolam) : obat penenang(transquilaizer) Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untuk premedikasi, induksi dan pemeliharaan anestesi. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam bekerja cepat karena transformasi metabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat. Pada pasien orang tua dengan perubahan organik otak atau gangguan fungsi jantung dan pernafasan, dosis harus ditentukan secara hati-hati. Efek obat timbul dalam 2 menit setelah penyuntikan. Dosis premedikasi dewasa 0,07-0,10 mg/kgBB, disesuaikan dengan umur dan keadaan pasien. Dosis lazim adalah 5 mg. pada orang tua dan pasien lemah dosisnya 0,025-0,05 mg/kgBB. Efek sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyut nadi dan pernafasan, umumnya hanya sedikit c. Cedantron 4 mg (Ondansentrone) Suatu antagonis reseptor serotonin 5 HT 3 selektif. Baik untuk pencegahan dan

pengobatan mual, muntah pasca bedah. Efek samping berupa ipotensi, bronkospasme, konstipasi dan sesak nafas. Dosis dewas 2-4 mg. OBAT INDUKSI Recofol 80 mg (Profofol) Propofol adalah obat anestesi intravena yang bekerja cepat dengan karakter recovery anestesi yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual. Profofol merupakan cairan emulsi minyakair yang berwarna putih yang bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1ml=10 mg) dan mudah larut dalam lemak. Profopol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA. Propofol adalah obat anestesi umum yang bekerja cepat yang efek kerjanya dicapai dalam waktu 30 detik. Dosis induksi 1-2 mg/kgBB. Dosis rumatan 500ug/kgBB/menit infuse. Dosis sedasi 25100ug/kgBB/menit infuse. Pada pasien yang berumur diatas 55 tahun dosis untuk induksi maupun maintanance anestesi itu lebih kecil dari dosis yang diberikan untuk pasien dewasa dibawah umur 55 tahun. Cara pemberian bisa secara suntikan bolus intravena atau secara kontinu melalui infus, namun kecepatan pemberian harus lebih lambat daripada cara pemberian pada oranag dewasa di bawah umur 55 tahun. Pada pasien dengan ASA III-IV dosisnya lebih rendah dan kecepatan tetesan juga lebih lambat PELUMPUH OTOT (MUSCLE RELAXAN) Tracrium 20 mg (Atracurium) : non depolarisasi Pelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif, takikurare) berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja. Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasinya selama 20-45 menit dan dapat meningkat menjadi 2 kali lipat pada suhu 250 C, kecepatan efek kerjanya 1-2 menit. Penawar pelumpuh otot atau antikolinesterase bekerja pada sambungan saraf-otot mencegah asetilkolin-esterase bekerja, sehingga asetilkolin dapat bekerja. Antikolinesterase yang paling sring digunakan ialah neostigmin dengan dosis (0,04-0,08 mg/kgBB) atau obat

antikolinergik lainnya. Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardia, kejang bronkus, hipermotilitas usus dan pandangan kabur, sehingga pemberiannya harus disertai obat vagolitik seperti atropin dosis 0,01-0,02 mg/kgBB atau glikopirolat 0,005-0,01 mg/kgBB sampai 0,2-0,3 mg/kgBB pada dewasa. MAINTAINANCE a. N2O N2O (gas gelak, laughling gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida) diperoleh dengan memanaskan ammonium nitrat sampai 240C (NH4 NO3 2H2O + N2O) N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar, dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat anestesik lemah, tetapi analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah satu anestesi lain seperti halotan dan sebaagainya. Pada akhir anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan O2 100% selama 5-10 menit. Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 yaitu 60% : 40%, 70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesik digunakan dengan perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%. N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien pneumothorak, pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara dan timpanoplasti. b. Halothane (Fluothane) Halothane adalah obat anestesi inhalasi berbentuk cairan bening tak berwarana yang mudah menguap dan berbau harum. Pemberian halothane sebaiknya bersama dengan oksigen atau nitrous okside 70%-oksigen dan sebaiknya menggunakan vaporizer yang khusus dikalibrasi untuk halothane agar konsentrasi uap dihasilkan itu akurat dan mudah dikendalikan. Pada nafas spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol% dan pada nafas kendali sekitar 0,5-1 vol % yang tentunya disesuaikan dengan respon klinis pasien. Kelebihan dosis menyebabkan depresi pernafasan,

menurunnya tonus simpatis, terjadi hipotensi, bradikardia, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard dan inhibisi refleks baroreseptor. Paska pemberian halothane sering menyebabkan pasien menggigil TEKNIK LMA LMA (Laringeal Mask Airway) adalah alat jalan nafas terdiri dari pipa besar berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa keras dari povinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten. Dikenal 2 macam sungkup laring (LMA) yaitu: 1. Sungkup laring dengan satu pipa nafas 2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa nafas standar dan lainya pipa tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan esofagus. Ukuran LMA dan peruntukannya: Ukuran 1,0 1,3 2,0 2,3 3,0 4,0 5,0 Usia Neonatus Bayi Anak Kecil Anak Dewasa Kecil Dewasa Normal Dewasa Besar Berat <3 3 10 10 20 20 30 30 40 40 60 > 60

Pemasangan sungkup laring ini sebaiknya menunggu sampai anastesia cukup dalam atau menggunakan pelumpuh otot untuk menghindari trauma rongga mulut, faring-laring setelah alat terpasang. Untuk menghindari pipa nafasnya tergigit, maka dapat dipasang gulungan kain kasa ( bite block) atau pipa nafas mulut-faring (OPA). Kelebihan LMA: 1. Dapat dipasang tanpa laringoskpi 2. Menguntungkan pada pasien dengan cedera leher atau pada pasien sulit dilakukan visualisasi lubang trakea. Kekurangan LMA: Tidak dapat melindungi kemungkinan aspirasi (regurgitasi isi lambung) sebaik ETT

Kontraindikasi Penggunaan LMA: Kontraindikasi primer penggunaan elektif LMA adalah resiko aspirasi isi lambung (misalnya: perut penuh, hiatus hernia dengan refluks gastroesofagus yang signifikan, obstruksi intestinal, pengosongan lambuing tertunda dan riwayat buruk). Kontraindikasi lain yaitu termasuk compliance paru yang buruk atau resistensi jalan nafas yang tinggi, obstuksi glottis atau supraglotis dan terbatasnya pembukaan mulut (< 1,5 mm).

Você também pode gostar