Você está na página 1de 31

Lottemart

RETAIL ANALYSIS

Oleh : Kirana Dita Putri Kiyanadhira A. A. Yovita Laurenzia Devira Anastasia (120310110121) (120310110127) (120310110129) (120310110151)

KAJIAN TEORITIS

2.1

Definisi Ritel Pada dasarnya,perdagangan eceran/pengecer (ritel)merupakan suatu bisnis usaha yang

berkecimpung dalam bidang penjualan produk secara eceran. Menurut Christina Whidya Utami (2010:5), ritel adalah salah satu perangkat dari aktivitas-aktivitas bisnis yang melakukan penambahan nilai terhadap produk-produk dan layanan penjualan kepada konsumen dalam penggunaan atau konsumsi perseorangan maupun keluarga. Menurut Hendri Maruf (2006:7), bisnis ritel adalah kegiatan usaha barang atau jasa kepada perorangan untuk keperluan diri sendiri, keluarga, dan rumah tangga.Sedangkan menurut Philip Kotler yang dialihbahasakan oleh Benyamin Molan (2003:215) mendefinisikan bahwa usaha eceran (ritel) adalah semua kegiatan yang melibatkan penjualan barang atau jasa secara lansung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi, bukan untuk bisnis. Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa usaha eceran (ritel) merupakan penjualan barang dan jasa yang langsung kepada konsumen akhir dan bukan untuk dijual kembali.

2.2

Karakteristik Dasar Ritel Karakteristik dasar ritel dapat dipergunakan sebagai dasar mengelompokkan jenis ritel.

Menurut Christina Whidya Utami (2010),terdapat tiga karakteristik dasar ritel, yaitu: 1. Pengelompokan berdasarkan unsur-unsur yang digunakan ritel untuk memuaskan kebutuhan konsumen 2. Pengelompokan berdasarkan sarana atau media yang digunakan 3. Pengelompokan berdasarkan kepemilikan

Sedangkan menurut Berman & Evans dalam Asep ST. Sujana (2005:15),terdapat beberapa karakteristik bisnis ritel, diantaranya :

1. Penjualan barang/jasa dalam jumlah kecil/secukupnya untuk dikonsumsi sendiri dalam periode waktu tertentu. Meskipun riteler mendapatkan barang dari supplier dalam bentuk kartonan (cases), namun riteler menjualnya dalam bentuk pecahan per unit (piece/s) 2. Impulse buying, yaitu kondisi yang tercipta dari ketersediaan barang dalam jumlah dan jenis yang sangat variatif sehingga menimbulkan banyaknya pilihan dalam proses belanja konsumen. Seringkali keputusan yang diambil konsumen untuk membeli suatu barang adalah yang sebelumnya tidak tercantum dalam belanja barang (out of purchase list) karena terstimulasi oleh variasi bauran produk (assortment) dan tingkat harga barang yang ditawarkan. 3. Store condition (kondisi lingkungan dan interior dalam toko) dipengaruhi oleh lokasi toko, efektivitas penanganan barang, open hour (jam buka toko), dan tingkat harga yang bersaing.

2.3.

Pengelompokan Ritel menurut Christina Whidya Utami (2010)

2.3.1 Berdasarkan Unsur-unsur yang Digunakan Ritel untuk Memuaskan Kebutuhan Konsumen 1. Jenis barang yang dijual 2. Perbedaan dan keanekaragaman barang yang dijual 3. Tingkat layanan konsumen 4. Harga barang

Berdasarkan unsur-unsur diatas, ritel dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Supermarket tradisional Supermarket tradisional melayani penjualanmakanan serta melakukan pembatasan penjualan terhadap produk nonmakanan, seperti produk kesehatan, kecantikan, dan produk umum lainnya. Sementara itu, supermarket konvensional yang lebih luas dan menyediakan layanan antar, menjual roti dan kue-kue (bakery), bahan makanan mentah, serta produk nonmakanan disebut sebagai superstore.

b. Big-box retailer Lebih dari 25 tahun berikutnya, supermarket mulai berkembang dengan

semakinmemperluas ukurandan mulai menjualberbagaiproduk luar negeri yang bervariasi. Pada format big-box retailer, terdapat beberapa jenis supermarket, yaitu supercenter, hypermarket, dan warehouseclub. Supercenter adalah supermarket yang mempunyai luas lantai 3.000 sampai 10.000 meter persegi dengan variasi produk yang dijual, untuk makanan sebanyak 30-40% dan produk-produk nonmakanan sebanyak 60-70%. Supermarket jenis ini termasuk supermarket yang tumbuh dengan cepat. Persediaan yang dimiliki berkisar antara 12.000-20.000 item. Supermarket jenis ini memiliki kelebihan sebagai tempat belanja dalam satuatap (one stop shopping) sehingga banyak pengunjungnya yang datang dari jauh. Hypermarket merupakan supermarket yang memiliki luas antara lebih dari 18.000 meter persegi dengn kombinasi produk makanan 60-70% dan produk-produk umum 30-40%. Hypermarket merupakan salah satu bentuk supermarket yang memiliki persediaan lebihsedikitdibanding supercenter, yaitu lebih dari 25.000 item yang meliputi produk makanan, perkakas (hardware), peralatan olahraga, furnitur, perlengkapan rumah tangga, komputer, alat elektronik, dan sebagainya. Dengan demikikan,hypermarket adalah toko eceran yang mengombinasikan pasar swalayan dan pemberi diskon lini penuh. Warehouse merupakan ritel yang menjual produk makanan yang jenisnya terbatas dan produk-produk umum dengan layanan minim pada tingkat harga yang rendah terhadap konsumen akhir dan bisnis kecil. Ukurannya antara lebihdari 13.000 meter persegi dan biasanya berlokasi di luar kota. Pada jenis ritel ini, interior yang digunakan lebih sederhana. Produk yang dijual meliputimakanan dan produk umum lainnya.

Karakteristik Ritel berorientasi Makanan Convenience Keterangan Store Supermarket Supercenter 2 Area <350 m 1.5003.0002 penjualan 3.000m 10.000 Jumlah Pengecekan 1-3 6-10 >20 Jumlah 3.000-4.000 8.000-12.000 12.000Barang 20.000 Penekanan Kebutuhan Makanan One stop utama sehari-hari hanya 5% shopping, dan barang barang dagangan dagangan 20-25% penjualan Margin 25-30% 16-22% 15-18% kotor
Sumber: Levy dan Weitz, Ritel Management, 2004 c. Convenience store Convenience store memiliki variasi dan jenis produk yang terbatas. Luas lantai ritel jenis ini berukuran kurang dari 350 meter persegi dan bisanya didefinisikan sebagai pasar swalayan mini yang menjual hanya lini terbatas dari berbagai produk kebutuhan sehari-hari yang perputarannya relatif tinggi. Convenience store ditujukan kepada konsumen yang membutuhkanpembelian dengan cepat tanpa harus mengeluarkanupaya yang besar dalam mencariproduk-produk yang diinginkannya. Produk-produk yang dijual biasanya dijual dengan harga yang lebih tinggi daripada di supermarket.

Warehouse Store >13.000m2

Hypermarket >18.000m2

>20 5.000-8.000 Harga rendah, 60% nonmakanan dan 40% makanan 10-11%

>30 >25.000 One stop shopping 40% penjualan dari item nonmakanan 12-15%

d. General Merchandise Ritel Toko diskon Toko khusus Toko kategori Department store Off-price retailing Value retailing

2.3.2

Pengelompokan Berdasarkan Sarana / Media yang Digunakan


a. Penjualan melalui toko (in store) b.Penjualan tidak melalui toko (non in store) - Ritel elektronik - Katalog dan pemasaran surat langsung - Penjualan langsung - Television homeshopping - Vending machine retailing

2.3.3

Pengelompokan Berdasarkan Kepemilikan a. Pendirian toko tunggal atau mandiri b. Jaringan perusahaan c. Waralaba(franchise)

Format Ritel

Non in store - Katalog - Penjualan elektronik - Penjualan melalui surat - Mesin penjual - Penjualan langsung - Penjualan melalui telepon - Penjualan maya / e-commerce

Store

Ritel barang dagangan umum: - Specialty store - Variety store - Department store - Off price store - Factory outlet

Ritel berorientasi makanan: - Convenience store - Supermarket - Supercenter - Grosir - Hypermarket

2.3

Pengelompokan Ritel menurut Hendri Maruf (2005)

2.3.1 Berdasarkan bentuk fisik 1. Perbelanjaan tradisional - Warung : berupa bangunan sederhana yang permanen atau semi permanen yang menjual barang kebutuhan seharihari. - Toko : bentuk dan penataan interiornya lebih baik daripada warung yang menjual produkproduk, baik kebutuhan seharihari maupun produkproduk tahan lama. - Pasar : terdiri atas kioskios di bagian dalamnya dan tokotoko dibagian luarnya yang menghadap jalan. Menjual berbagai macam produk yang diperlukan masyarakat, dari barang kebutuhan sehari hari sampai produk tahan lama. - Pertokoan sepanjang jalan : Pertokoan yang terletak di sepanjang kiri dan kanan jalan, mempunyai gudang dan servis di bagian belakang. Kegiatan lalu lintas pengunjung dan barang di muka pertokoan menjadi satu dengan lalu lintas umum.

2. Perbelanjaan modern - Minimarket : Merupakan toko yang menyediakan berbagai macam kebutuhan masyarakat mulai dari yang bersifat sementara sampai yang tahan lama. Luas ruang mini market antara 50 m2sampai 200 m2. - Specialty store : Menjual hanya untuk barang barang khusus. Luas bangunan sekitar 8000 m2. - Factory outlet : Mirip toko,namun lebih banyak menjual kebutuhan fashion. Luas ruang bervariasi. - Distribution Outlet (Distro) : Mirip factory outlet, namun hanya menjual produk fashion yang lebih kasual. - Supermarket : Menjual berbagai kebutuhan seharihari (bersifat kering, basah, dalam bentuk kemasan), dan barang kebutuhan berkala. Harga telah ditetapkan sehingga tidak terjadi tawarmenawar. Supermarket kecil mempunyai luas 300m2 sampai 1.100 m2 dan supermarketbesar dengan luas ruang antara 1.100 m2 sampai 2.300 m2. - Warehouse : menjual produk makanan yang jenisnya terbatas dan produkproduk umum dengan layanan minim dan harga rendah. Luasnya sekitar 13.000 m2 dan biasanya berlokasi diluar kota.

- Off-price retailing : Menyediakan berbagai jenis produk dengan merk bergantiganti dan lebih berorientasi fashion dengan tingkat harga produk yang murah. - Departement store atau toko serba ada (toserba) : Barang yang diperdagangkan tidak membawa perusahaan secara individu, tetapi membawa nama perusahaan niaga. Departement store memiliki luas ruang yang bervariasi mulai dari beberapa ratus meter, hingga 3000 m2. - Perkulakan atau gudang rabat : Menjual berbagai kebutuhan seharihari,dari yang bersifat tahan sementara sampai barang tahan lama. - Superstore : Sama seperti departement store, namun berbeda dalam hal luas ruang, yaitu mulai 2.300 m2 sampai 4.700 m2. - Hypermarket : Departement storeyang luasnya diatas 10.000 m2. - Mall : Pengembangan dari pusat perbelanjaan yang dipadukan dengan sarana hiburan dan rekreasi dan memuat banyak gerai. - Trade centre : Mirip mall, namun tidak memiliki ruang publik seluas mall dan biasanya tidak tersedia departement store dan supermarket. -Box store : Mempunyai luas sedikit lebih besar daripada minimarket, yaitu mulai 450 m2 sampai 850 m2. - Discount store : Mempunyai ciriciri menekan biaya serendah mungkin agar dapat menjual produk dengan harga lebih murah. Pilihan barang terbatas, desain toko dan pelayanan pada konsumen yang sangat minim. - Combination store ; Merupakan gabungan dari supermarket dan general merchandise dengan luas ruang 2800 m2 9300 m2. - Value riteling : Merupakan toko diskon yang menjual sejumlah besar jenis produk dengan tingkat harga rendah dan biasanya berlokasi di daerah padat penduduk. - Category killer atau power retailer: Merupakan specialty store raksasa. Menyediakan rangkaian produk yang sedikit tetapi mempunyai banyak ukuran atau pilihan, terutama produk bermerek. Berlokasi di wilayah suburban dan menjual produk produk dengan harga paling rendah di pasaran.

2.4 Pengelompokan Ritel menurut Asep ST Sujana (2005:16) Tipe bisnis ritel diklasifikasikan berdasarkan: a. Ownership (kepemilikan bisnis) b. Merchandise category (kategori barang dagangan) c. Luasan sales area (area penjualan).

2.4.1 Tipe Bisnis Ritel atas Kepemilikan (Owner) - Single-store Retailer, merupakan tipe bisnis ritel yang paling banyak jumlahnya dengan ukuran toko umumnya dibawah 100 m2, mulai dari kios atau toko di pasar tradisional sampai dengan minimarket modern, dengan kepemilikan secara individual. - Rantai Toko Ritel, yaitu toko ritel dengan banyak (lebih dari satu) cabang dan biasanya dimiliki oleh suatu institusi bisnis bukan perorangan, melainkan dalam bentuk perseroan (company owned retail chain). Bentuknya mulai dari rantai toko minimarket sampai dengan mega hyperstore. Contoh: Hero Supermarket, Sogo Dept. Store & Supermarket, Matahari, Ramayana, dan sebagainya. - Toko Waralaba (Franchise Stores), adalah toko ritel yang dibangun berdasarkan kontrak kerja waralaba (bagi hasil) antara terwaralaba (franchisee) yakni pengusaha investor perseorangan (independent bussines person) dengan pewaralaba (franchisor) yang merupakan pemegang lisensi bendera/nama toko, sponsor, dan pengelola usaha. Bentuknya sangat beragam, mulai dari fast food restaurant, bengkel, toko optic, sampai supermarket. Contoh : McDonalds, Indomaret.

2.4.2 Tipe Bisnis Ritel berdasarkan Merchandise Category - Speciality Store (toko khas); merupakan toko retail yang menjual satu jenis kategori barang atau suatu rentang kategori barang (merchandise category) yang relatif sempit/sedikit. Contoh :apotik, optic store, gallery/art shop (pasar seni), jewelry store (toko perhiasaan), toko buku.

- Grocery Store (Toko Serba Ada, Toserba); merupakan toko ritel yang menjual sebagian besar kategori barangnya adalah barang groceries(kebutuhan sehari-hari; fresh-food, perishable, dry-food, beverages, cleanings, cosmetics, serta household items). Contohnya : Carrefour, Makro, Hero, Lion Superindo. - Department Store; sebagian besar yang dijual adalah non-basic items (bukan kebutuhan pokok), fashionables, dan branded items (bermerek). Item-item grocery kalaupun dijual, hanya sebagai pelengkap. Contoh : Ramayana, Borobudur, Sogo Department Store, Matahari, Galeria, dan Pasaraya. - Hyperstore; menjual barang-barang dalam rentang kategori barang yang sangat luas. Menjual hampir semua jenis barang pembelian setiap lapisan konsumen, mulai dari grocery, household,textile, appliance, dan lainnya dengan konsep one-stop-shopping (everything-in-one-roof), bahkan ganti oli dapat dilayani ditoko ritel sejenis ini. Paling tidak dibutuhkan 10.000 m2sales area. Toko-toko ritel di Indonesia tampaknya belum ada yang dapat dikategorikan dalam tipe hyperstore.

2.4.3 Tipe Bisnis Ritel berdasarkan Luas Sales Area - Small Store / Kiosk; sebuah toko kecil atau kios yang umumnya merupakan toko ritel tradisional, dioperasikan sebagai usaha kecil dengan sales areakurang dari 100 m2. - Minimarket; dioperasikan dengan luasan sales area antara 100 sampai dengan 1000 m2. - Supermarket; dioperasikan dengan luasan sales area antara 1000 sampai dengan 5000 m2. - Hypermarket; dioperasikan dengan luasan sales area lebih dari 5000 m2.

2.5

Tipe Bisnis Ritel Menurut Philip Kotler dan Kevin Lane Keller

2.5.1 Perdagangan Eceran (Ritel) Saat ini konsumen dapat berbelanja barang dan jasa pada toko pengecer, pengecer nontoko, atau bahkan organisasi eceran. Dalam bisnis ini, cara atau tempat menjual barang atau jasa tidak dipermasalahkan. Eceran atau ritel bisa dilakukan perseorangan melalui telepon, surat, bahkan melalui internet atau bisa juga dilakukan di dalam toko, di pinggir jalan, bahkan mendatangi langsung tempat konsumen berada. 2.5.2 Perdagangann Eceran Menurut Tingkat Layanan dalam Toko Swalayan, merupakan bentuk dasar dari semua operasi diskon. Konsumen dapat mencarimembandingkan- kemudian memilih produk yang sesuai dengan keinginannya sendiri untuk dapat menghemat uang. Memilih sendiri, pada dasarnya konsumen dapat meminta bantuan tetapi mereka pun bisa mencari produk yang mereka inginkan sendiri. Layanan terbatas, pengecer memiliki lebih banyak produk yang dijual dan diikuti oleh jasa tambahan kredit dan pengembalian produk yang tidak sesuai. Layanan penuh, wiraniaga siap membantu dalam setiap proses mencari-membandingkanmemilih produk yang dilakukan pelanggan. Biasanya bisnis eceran tipe ini disertai proposi barang khusus yang tinggi dengan pergerakan yang lebih lambat tetapi pelayanan yang banyak sehingga termasuk bisnis eceran yang berbiaya tinggi. 2.5.3 Perdagangan Eceran Menurut Non-instore Penjualan langsung, penjualan ini dapat juga disebut penjualan multilevel atau pemasaran jaringan. Perusahaan menjual dari pintu ke pintu atau menjual produk dari satu orang ke banyak orang. Misal dilakukan seorang tuan rumah (yang berlaku sebagai wiraniaga) yang mengundang teman-temannya untuk kemudian dia demonstrasikan tentang produk yang dijualnya. Sistem ini dilakukan oleh berbagai macam perusahaan, contohnya: Tupperware, Mary Kay Cosmetics.

Pemasaran Langsung, pemasaran ini dilakukan secara langsung dengan konsumen melalui berbagai media tanpa perantara tempat atau toko. Mulai dari pengiriman surat langsung dan katalog, pemasaran melalui televisi respon langsung yang dilakukan oleh Home Shopping, hingga perbelanjaan melalui internet yang dilakukan oleh Amazon.com. Mesin otomatis, walaupun tanpa toko tetapi eceran jenis ini dapat melayani pelanggan selama 24 jam. Dengan menggunakan mesin otomatis pelanggan dapat melayani dirinya sendiri dan barang yang terjaga kesegaran dan kualitasnya. Mesin otomatis sangat mudah dijumpai di negara Jepang, mulai dari yang menjual minuman ringan, rokok, permen coklat, makanan dan minuman panas, hingga kosmetik. Coca-Cola memiliki jumlah mesin otomatis paling banyak di Jepang, yaitu lebih dari satu juta mesin.

2.5.4 Perdagangan Eceran Korporat Toko rantai korporat, memiliki dua atau lebih gerai yang dikendalikan dan menerapkan sistem pembelian dan pengadaan terpusat serta lini barang yang sama. Contoh: GAP, Pottery Barn, Hold Everything. Rantai sukarela, kelompok pengecer independen yang disponsori oleh pedagang grosir yang terlibat dalam pembelian jumlah besar dan barang umum. Contoh: Independent Grocers Alliance Koperasi pengecer, pengecer independen menggunakan organisasi pembelian pusat dan usaha promosi gabungan. Contoh: ACE Hardware. Koperasi konsumen, perusahaan eceran yang dimiliki pelanggannya. Anggota menyumbangkan uang untuk membuka toko mereka sendiri, memberikan suara untuk kebijakannya, memilih kelompok untuk mengelolanya, dan mendapatkan dividen. Organisasi waralaba, asosiasi kontraktual antara pewaralaba dan terwaralaba. Contoh: McDonalds, 7-Eleven, Pizza Hut. Konglomerat pedagang, korporasi yang menggabungkan beberapa lini dan bentuk eceran berbeda di bawah kepemilikan terpusat dengan beberapa integrasi distribusi dan manajemen.

2.6 IZIN MENDIRIKAN RITEL


Berdasarkan Pasal 1 butir 5 Perpres 112/2007 jo Pasal 1 butir 5 Permendag 53/2008 yang dimaksud dengan ritel modern atau toko modern yaitu toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket, ataupun grosir berbentuk Perkulakan. Izin yang diperlukan untuk mendirikan ritel modern/ toko modern atau ritel tradisional adalah sebagai berikut: A. RITEL MODERN/ TOKO MODERN 1. Mendirikan badan hukum untuk yang akan menjalankan toko modern Setiap toko modern dapat berbentuk suatu badan usaha badan hukum atau badan usaha bukan badan hukum.Adapun, karakteristik badan usaha berbadan hukum atau badan usaha tidak berbadan hukum dapat anda lihat pada jawaban kami sebelumnya yaitu: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f51947253585/jenis-jenis-badan-usaha-dankarakteristiknya 2. Izin Usaha Toko Modern (IUTM) Persyaratan IUTM berdasarkan Pasal 12 dan 13 Perpres 112/2007 jo Pasal 12 Permendag 53/2011, yaitu : Copy Surat Izin Prinsip dari Bupati/Walikota atau Gubernur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta; Hasil Analisa Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat serta rekomendasi dari instansi yang berwenang; Copy Surat Izin Lokasi dari Badan Pertanahan Nasional; Copy Surat Izin Undang-Undang Gangguan (HO); Copy Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB); Copy Akta pendirian perusahaan dan pengesahannya; Rencana Kemitraan dengan Usaha Mikro dan Usaha kecil; Surat Pernyataan kesanggupan melaksanakan dan mematuhi ketentuan yang berlaku; dan Studi Kelayakan termasuk analisis mengenai dampak lingkungan, terutama sosial budaya dan dampaknya bagi pelaku perdagangan eceran setempat. Surat Permohonan IUTM tersebut ditandatangani oleh pemilik atau pengelola perusahaan dan akan diajukan kepada penerbit izin. Selanjutnya apabila dokumen permohonan telah lengkap, Bupati/Walikota atau Gubernur Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta akan mengeluarkan IUTM. Kewenangan untuk menerbitkan IUTM tersebut dapat dilimpahkan kepada kepala Dinas/Unit yang bertanggung jawab di bidang perdagangan atau pejabat yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu. Pembinaan dan Pengawasan terkait pendirian dan pengelolaan toko modern merupakan kewenangan dari Pemeritah dan Pemerintah Daerah setempat, sehingga untuk implementasi perizinan toko modern akan mengacu pada peraturan pelaksana yang diterapkan oleh pemerintah daerah setempat.

3. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) Berdasarkan Pasal 2 (1) Permendag 36/07, setiap perusahaan wajib untuk mendaftarkan daftar perusahaannya yang disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan. Perusahaan dapat berbentuk, antara lain : o PT; o Persekutuan Komanditer (CV); o Firma; o Perorangan; o Bentuk lainnya; dan o Perusahaan asing dengan status Kantor Pusat, Kantor Tunggal, Kantor Cabang, Kantor Pembantu, Anak Perusahaan, dan Perwakilan Perusahaan yang berkedudukan dan menjalankan usahanya di wilayah Republik Indonesia. Sehingga, setiap penyelenggara toko modern, wajib untuk memperoleh TDP. 4. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas toko Modern Setiap orang yang akan mendirikan bangunan wajib mengikuti persyaratan administratif yaitu salah satunya memiliki Izin Mendirikan Bangunan gedung sebagaimana dimaksud Pasal 7 UU 28/2002 dan peraturan pelaksanaannya pada Pasal 14 PP 36/2005. Izin Mendirikan Bangunan gedung diberikan oleh pemerintah daerah. Setiap daerah memiliki peraturannya masing-masing. Sebagai contoh untuk provinsi Jakarta diatur oleh Peraturan Daerah Provinsi Khusus Ibukota Jakarta no. 7 tahun 2010. 5. Surat Keterangan Domisili Perusahaan Diajukan permohonan Surat Keterangan Domisili Perusahaan kepada kelurahan setempat lokasi toko modern. 6. Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (bila pendirian dilakukan melalui perjanjian waralaba)

Ilustrasi Usaha Retail Apabila dalam membangun ritel modern/toko modern yang merupakan hasil dari perjanjian waralaba maka berdasarkan PP 42/2007 harus memiliki Surat Tanda Pendaftaran Waralaba. 7. Izin Gangguan Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Permendagri 27/2009, yang dimaksud dengan Izin Gangguan adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi/badan di lokasi tertentu

yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, dan gangguan, tidak termasuk tempat/kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. B. TOKO RITEL TRADISIONAL 1. Mendirikan badan usaha yang akan menjalankan toko retail tradisional Pada dasarnya tidak ada kewajiban bentuk badan usaha untuk menjalani toko retail tradisional. Bentuk badan usaha yang akan didirikan yaitu sesuai dengan visi misi toko retail yang akan didirikan, bahkan perusahaan perorangan pun dapat melakukan usaha retail tradisional. 2. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Setiap Perusahaan yang melakukan usaha perdangangan wajib untuk memilki SIUP. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf c Permendag 46/2009, terdapat pengecualian kewajiban memiliki SIUP terhadap Perusahaan Perdagangan Mikro dengan kriteria: o Usaha Perseorangan atau persekutuan; o Kegiatan usaha diurus, dijalankan, atau dikelola oleh pemiliknya atau anggota keluarga terdekat; dan o Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan. Namun, Perusahaan Perdagangan Mikro tetap dapat memperoleh SIUP apabila dikehendaki oleh Perusahaan tersebut. Permohonan SIUP ini diajukan kepada Pejabat Penerbit SIUP dengan melampirkan surat permohonan yang ditandatangani oleh Pemilik/Pengurus Perusahaan di atas materai yang cukup serta dokumen-dokumen yang disyaratkan dalam Lampiran II Permendag 36/2007. 3. TDP Apabila bentuk perusahaan yang akan dibentuk adalah perusahaan perorangan, maka berdasarkan Pasal 6 UU 3/1982 jo Pasal 4 Permendag 36/2007 terdapat pengecualian kewajiban untuk mendaftarkan daftar perusahaan bagi perusahaan perorangan yang merupakan perusahaan kecil, namun apabila perusahaan kecil tetap dapat memperoleh TDP untuk kepentingan tertentu, apabila perusahaan kecil tersebut menghendaki.Lebih lanjut yang dimaksud dengan perusahanan kecil adalah: o Perusahaan yang dijalankan perusahaan yang diurus, dijalankan, atau dikelola oleh pribadi, pemiliknya sendiri, atau yang mempekerjakan hanya anggota keluarganya sendiri; o Perusahaan yang tidak diwajibkan memiliki izin usaha atau surat keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang; atau o Perusahaan yang benar-benar hanya sekedar untuk memenuhi keperluan nafkah sehari-hari pemiliknya. 4. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas toko retail tradisional Setiap orang yang akan mendirikan bangunan wajib mengikuti persyaratan administratif yaitu salah satunya memiliki Izin Mendirikan Bangunan gedung sebagaimana dimaksud Pasal 7 UU 28/2002 dan peraturan pelaksanaannya pada Pasal 14 PP 36/2005. Izin Mendirikan Bangunan gedung diberikan oleh pemerintah daerah. Setiap daerah memiliki peraturannya

masing-masing. Sebagai contoh untuk provinsi Jakarta diatur oleh Peraturan Daerah Provinsi Khusus Ibukota Jakarta no. 7 tahun 2010. 5. Surat Keterangan Domisili Perusahaan Diajukan permohonan Surat Keterangan Domisili Perusahaan kepada kelurahan setempat lokasi toko retail tradisional. 6. Izin Gangguan Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Permendagri 27/2009, yang dimaksud dengan Izin Gangguan adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi/badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, dan gangguan, tidak termasuk tempat/kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. Dasar Hukum : 1. Undang-Undang Gangguan (Hinderordonnantie) S. 1926-226; 2. Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (UU 28/2002); 3. Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 Tentang Waralaba (UU 28/2002); 4. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba (PP 42/2007); 5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern (Perpres 112/2007); 6. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern (Permendag 53/2008); 7. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 36/M-Dag/Per/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (Permendag 36/2007); 8. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 46/M-Dag/Per/9/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 36/MDag/Per/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan(Permendag 46/2009); dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan Daerah (Permendagri 27/2009).

PEMBAHASAN

A. Sejarah

Lotte tumbuh menjadi perusahaan yang mewakili Korea di berbagai bidang seperti distribusi makanan dan rekreasi. Saat ini, perusahaan ini sedang berkembang menjadi perusahaan global yang memperkaya kehidupan orang-orang di seluruh dunia. Didorong oleh normalisasi hubungan diplomatik antara Korea dan Jepang pada tahun 1965, Pemilik Lotte, Shin Kyuk-ho, seorang pengusaha Korea, yang unit usahanya kebanyakan beroperasi di Jepang, membuat investasi berani dengan mendirikan Grup afiliasi bisnis pertama, Lotte Confectionery di Korea. Pada saat itu, Korea adalah negara yang sedang berkembang karena sisa-sisa Perang Korea. Investasi Mr. Shin adalah sebuah langkah pertama menuju modernisasi besar-besaran industri makanan. - 1967 Lotte Confectionery diperkenalkan - 1968 Lotte Aluminium dimulai Pada tahun 1970-an, perusahaan melakukan langkah besar sebagai bisnis makanan terbesar, mendirikan Lotte Chilsung Beverage, Lotte Samkang. Lotte Ham & Milk, dan Lotteria. Selain itu, Lotte memelopori industri ritel dan pariwisata nasional dengan meluncurkan Lotte Hotel dan Lotte Shopping. Tahun-tahun berikutnya, perusahaan juga memperkenalkan Lotte Engineering & Construction, Honam Petrokimia, Lotte Engineering & Machinery, dan Lotte Trading. - 1973 Lotte Hotel dibuka - 1973 Lotte Engineering & Machinery dan Lotte Pioneer didirikan. - 1974 Lotte Trading didirikan - 1974 Mengakuisisi Chilsung Han-mi Beverage dan mengubah namanya menjadi Chilsung Lotte Beverage - 1976 Mengakuisisi Honam Petrokimia - 1978 Mengambil alih Samkang dan mengubah nama menjadi Lotte Samkang - 1978 Lotte Ham & Milk Diluncurkan.

- 1978 Mengambil alih Pyunghwa Construction dan mengubah namanya menjadi Lotte Engineering & Construction - 1979 Lotteria didirikan. - 1979 Lotte Shopping dimulai Pada tahun 1980s, Lotte mencapai titik kompetitif dalam distribusi, pariwisata, dan industri makanan, dengan berhasil mendapatkan peringkat dalam sepuluhbesar kelompok bisnis Korea. Hal ini juga meletakkan dasar untuk mendorong dirinya ke pasar global dengan melakukan diversifikasi sektor usaha. Pada periode ini, Lotte menyelesaikan pembangunan Lotte World, mendirikan Lotte Hotel di Busan dan Lotte Moolsan, dan menuangkan energi maksimum untuk memperkuat daya saing dalam industri pariwisata. Didirikannya Lotte Canon dan Korea Fujifilm mempercepat peluncuran bisnis tekhnologi tinggi. Lotte Giants dan Daehong Communications didirikan untuk memperbaharui seluruh infrastruktur budaya perusahaan. Lotte R & D Center dan Lotte Merchandising Service Center didirikan untuk menambah intensitas penelitian dan pengembangan untuk produkproduk baru serta keterampilan dalam bisnis. - 1980 Didirikannya Lotte Freezing, mengakuisisi Korea Fujifilm - 1982 Didirikannya Daehong Communications - 1982 Didirikannya Lotte Giants - 1982 Didirikannya Lotte Moolson1983 - 1983 Didirikannya Lotte R & D Center - 1983 Didirikannya Merchandising Lotte Service Center - 1984 Didirikannya Lotte Hotel di Busan - 1985 Didirikannya Lotte Canon - 1988 Mengakuisisi Korea Seven - 1989 Didirikannya Lotte World Promotion Department Pada tahun 1990-an, Lotte siap untuk melompat ke depan sebagai sebuah super grup yang terbaik dari abad ke-21 berdasarkan kompetensi di inti daerah strategis.Hal ini mempertahankan posisi Nomor 1 di distribusi, pariwisata, dan sektor makanan dan membangun landasan bagi korporasi global dengan manajemen dan investasi yang agresif.

Mata rantai Lotte Hotel dan Lotte Shopping diperluas secara nasional dan bisnis-bisnis baru diluncurkan. Mereka memperluas pasar ke Jepang, Cina, negara-negara Asia Timur lain, dan Amerika Serikat, meningkatkan pemasaran global yang efektif untuk makanan dan minuman, perdagangan, dan bisnis pariwisata. Lotte Data Communication dan Lotte.Com didirikan untuk menciptakan model bisnis bertekhnologi tinggi. Korea Seven, Lotte Logistics, dan Lotte Fresh Delica didirikan untuk menciptakan sistem logistik makanan yang baru dan aman. Bahkan setelah awal dari krisis keuangan Asia tahun 1997, Lotte tidak berhenti berkembang didasarkan pada daya saing dalam inti bisnis strategis dan struktur keuangan yang kokoh. Hal ini dapat dicapai dengan memilih bisnis di mana dapat lebih unggul dan memusatkan semua upaya kompetitif perusahaan sektor tersebut. - 1991 Didirikannya Lotte Station Building - 1995 Lotte Capital mulai beroperasi - 1996 Lotte Logistics dibentuk - 1996 Lotte Data Communication Company didirikan - 1999 Lotte Fresh Delica dimulai Sewaktu Korea masih dalam masa pemulihan dari Perang Korea, Lotte, pada 1960-an, mulai membangun dirinya sebagai pelopor bisnis. Sejak tahun-tahun awal tersebut, Lotte Group telah tumbuh menjadi entitas bisnis kelas satu yang kompetitif, tangguh dalam sektor makanan, ritel, pariwisata, konstruksi dan kimia berat. Tak satupun yang puas begitu saja, Lotte telah mulai menerapkan rencana untuk industri tekhnologi tinggi, berbasis di struktur keuangan yang solid, sistem manajemen yang inovatif, dan investasi yang kuat. Pada saat yang sama, Lotte juga tumbuh sebagai bisnis kelas dunia dengan kehadirannya sekarang di Cina dan Rusia. Tetapi pada intinya, Lotte menyadari pentingnya menempatkan prioritas pada nilai-nilai pemegang saham, dengan berusaha untuk memaksimalkan laba melalui manajemen yang bertanggung jawab, kegiatan operasional yang menguntungkan, dan respon kreatif terhadap perubahan dalam lingkungan bisnis. - 2000 Lotte.com dimulai - 2000 Lotte Boulangerie didirikan - 2001 Mengakuisisi IY & F dan mengubah nama menjadi Lotte Pharmaceutical - 2002 Mengakuisisi Star Food - 2002 Mengakuisisi Dongyang Card dan mengubah nama menjadi Lotte Card - 2004 Pendirian Lotte Shopping KKD Head Quarter - 2004 Mengakuisisi KP Chemical - 2005 Pendirian Daesan Lotte Petrochemical Corp

(Akuisisi dari 2nd Complex Hyundai Petrochemical Co) - 2005 Mengakuisisi Wellga - 2006 Mengakuisisi Woori Homeshopping - 2008 Mengakuisisi Makro Indonesia Lottemart, pada Oktober 2008, telah mengakuisisi 100% saham dari perusahaan Belanda Indonesia yang bernama PT Makro Indonesia, yang mengoperasikan 19 toko. Hal tersebut adalah tonggak awal Lotte dalam memasuki pasar Indonesia. B. Profile Lotte pada saat ini di Indonesia baru memasuki bisnis ritel dengan mengakuisisi Makro Indonesia. Dalam bentuk bisnisnya Lotte membagi bentuk usahanya menjadi 2, yakni LotteMart Wholesale and LotteMart. a. LotteMart Wholesale Sejarah Lotte Mart Wholesale Oktober 1991: makro Indonesia didirikan. 26 September 1992: toko pertama di Pasar Rebo, Jakarta Timur dibuka. 29 September 1993: toko kedua di Sidoarjo, Jawa Timur dibuka. 24 November 1993: toko ketiga di Kelapa Gading, Jakarta Utara dibuka. 21 Juni 1995: toko keempat di Meruya, Jakarta Barat dibuka. 17 Januari 1996: toko kelima di Bandung, Jawa Barat dibuka. 19 Februari 1996: toko keenam di Ciputat, Jakarta Selatan dibuka. 9 Oktober 1996: toko ketujuh di Alam Sutera, Tangerang dibuka. 6 Januari 1997: toko kedelapan di Cibitung, Bekasi dibuka. 26 September 1997: toko kesembilan di Denpasar, Bali dibuka. 14 Mei 1998: ada kerusuhan di Jabotabek (Jakarta - Bogor - Tangerang Bekasi), Meruya dan Ciputat toko toko dijarah dan dibakar sehingga mereka tidak dapat beroperasi lagi. 4 Agustus 1998: toko Meruya kembali dibuka. 8 Juli 2000: toko Ciputat kembali dibuka. 15 Juli 2000: toko kesepuluh di Medan, Sumatera Utara dibuka. 16 Mei 2001: toko kesebelas di Semarang, Jawa Tengah dibuka. 14 Juni 2001: toko keduabelas di Margomulyo, Surabaya dibuka. 7 Mei 2003: toko ketigabelas di Makassar, Sulawesi Selatan dibuka. 27 April 2004: toko keempatbelas di Palembang, Sumatera Selatan dibuka. 28 September 2004: toko kelimabelas di Pekanbaru, Riau dibuka. 2 Juni 2005: toko keenambelas di Sleman, Yogyakarta dibuka. 15 September 2005: toko ketujuhbelas di Banjarmasin, Kalimantan Selatan dibuka. 15 Desember 2005: toko kedelapan belas di Bekasi 2, Bekasi dibuka. 23 Februari 2006: toko kesembilanbelas di Solo, Jawa Tengah dibuka.

8 Desember 2006: toko keduapuluh di Balikpapan, Kalimantan Timur dibuka. Oktober, 2008: Menjual 100% saham kepada LotteMart Tanggal 24 April 2010 : Makro berubah nama menjadi LotteMart Wholesale

LotteMart Wholesale dahulu bernama Makro adalah sebuah layanan perdagangan mandiri dengan perkiraan 40,000-50,000 anggota potensial di setiap toko. Berbelanja di LotteMart Wholesale adalah kombinasi dari harga rendah setiap hari, ragam variasi produk Makanan dan Non Makanan, dan fokus yang jelas pada belanja Anda; LotteMart Wholesale adalah MITRA BELANJA ANDA. Visi LotteMart Wholesale Komitmen terbaik untuk melayani pelanggan Misi LotteMart Wholesale Distribusi produk dengan harga istimewa, kualitas dan varietas untuk pelanggan profesional, menawarkan keuntungan dan kesempatan untuk berkembang. Ini berarti kami berusaha untuk menjadi: Bagi pelanggan kami - sumber suplai yang paling dapat diandalkan yang memberi mereka kesempatan untuk bersaing di pasar mereka masing-masing. Untuk para pemasok kami - distributor dari produk mereka dengan biaya terendah untuk jumlah nilai jual maksimum. Keanggotaan LotteMart Wholesale LotteMart Wholesale dibuka hanya untuk member. Untuk berbelanja di LotteMart Wholesale, pelanggan harus terdaftar sebagai anggota. Untuk mendaftar sebagai anggota LotteMart Wholesale, silakan kunjungi toko LotteMart Wholesale terdekat dan menghubungi Customer Information Service, gratis. Sembari menunggu pemrosesan kartu, anda dapat langsung melakukan belanja pertama kalinya. Anda dapat meminta kartu keanggotaan Anda kepada Information Customer Service setelah Anda melakukan pembelanjaan pertama Anda.

Sebagai anggota LotteMart Wholesale, Anda berhak untuk menerima LotteMart Wholesale mail. Untuk kenyamanan Anda, silakan ikuti peraturan berbelanja di LotteMart Wholesale. b. LotteMart Lotte Mart adalah sebuah hypermarket di Asia yang menjual berbagai bahan makanan, pakaian, mainan, elektronik, dan barang lainnya. Lotte Mart adalah sebuah divisi dari Lotte Co, Ltd yang merupakan salah satu makanan yang paling umum dan layanan belanja di Korea Selatan dan Jepang. Lotte Mart, bagian dari konglomerat Korea "Lotte", membuka cabang pertama di Guui-dong, GangByeon, Seoul, Korea Selatan pada tanggal 1 April 1998. Pada tahun 2006, Lotte Mart membuka cabang pertama di luar negeri. Pada 8 Agustus 2011, Lotte Mart telah memiliki 199 cabang. (Di Korea 92 cabang, 82 cabang di Cina, Di Indonesia 23 cabang, 2 cabang Di Vietnam). Lotte menciptakan dan menjual termasuk Herbon, Wiselect, Withone, Basicicon, Tasse Tasse, dan Gerard Darel. Lokasi Lotte Mart Hypermarket Lotte Mart Hypermarket Ratu Plaza Lotte Mart Hypermarket Gandaria City Lotte Mart Hypermarket Festival City Link Bandung Lotte Mart Hypermarket Mal Panakukkang Makassar Lotte Mart Hypermarket Bintaro Lotte Mart Hypermarket Kelapa Gading Lotte Mart Hypermarket Kuningan City Lotte Mart Hypermarket Fatmawati Lotte Mart Hypermarket Bekasi Junction Lotte Mart Hypermarket Taman Surya Lotte Mart Hypermarket Medan Center Point Lotte Mart Hypermarket The Park Mall Solo Lotte Mart Hypermarket Riau Grand City Pekanbaru (segera dibuka)

C. Karakteristik a. LotteMart Wholesale

Konsep yang ditawarkan oleh LotteMart WholeSale sebetulnya banyak mengadopsi konsep dari Makro yang sebelumnya ada, beberapa poin yang dapat kami sampaikan adalah : Harga rendah, biaya rendah. Punya gedung sendiri Melayani diri sendiri, belanja secara tunai. Menjual berbagai macam variasi produk makanan dan non makanan. Terbuka untuk konsumen dan institusi yang telah terdaftar. Lapangan parkir yang luas (sampai dengan 1000 mobil). LotteMart Wholesale Mail sebagai media komunikasi antara LotteMart Wholesale dan anggotanya. Fokus pada pelanggan korporasi atau horeca (hotel, restoran, catering), UKM, penyedia jasa dan lain namun tetap melayani pelanggan individual di masing-masing gerai. Memiliki 11 ribu produk. Saat ini telah mencapai 16 ribu produk.

Ada banyak teori dari berbagai ahli yang menyatakan masing masing pendapatnya mengenai kriteria dari pengelompokan ritel. Dari konsep tersebut menurut teori- teori yang ada penggolongan ritel, ada beberapa unsur yang diperhatikan dalam pengelompokan suatu ritel, Menurut Christina Whidya Utami (2010) pengelompokan ritel antara lain adalah sebagai berikut :
i. Berdasarkan Unsur-unsur yang Digunakan Ritel untuk Memuaskan Kebutuhan Konsumen

Menurut teori ini, jenis jenis ritel dibagi menjadi sebagai berikut dengan ciri ciri yang harus dipenuhi : Convenience Store < 350 m2 Warehouse Store >13.000m2

Keterangan Area penjualan Jumlah Pengecekan Jumlah Barang Penekanan utama

Supermarket 1.5003.000m2 6-10 8.000-12.000 Makanan hanya 5% dan barang dagangan

Supercenter 3.000-10.000

Hypermarket >18.000m2

1-3 3.000-4.000 Kebutuhan sehari-hari

>20 12.000-20.000

>20 5.000-8.000

>30 >25.000 One shopping penjualan item stop 40% dari

One stop Harga rendah, shopping, 60% nonmakanan barang dan dagangan 20- 40% makanan

25% penjualan Margin kotor 25-30% 16-22% 15-18% 10-11%

nonmakanan 12-15%

Apabila dibandingkan dengan ciri-ciri tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa menurut Levy dan Weitz, dalam buku Ritel Management, 2004 LotteMart WholeSale termasuk dalam kategori Warehouse Store. ii. Berdasarkan Sarana / Media yang Digunakan

Apabila dilihat dari sarana media yang digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa LotteMart WholeSale termasuk dalam kategori Penjualan melalui toko (in store) iii. Pengelompokan Berdasarkan Kepemilikan

Kepemilikan LotteMart Wholesale sendiri dimiliki secara langsung oleh Lotte Group di Korea. Maka, apabila dilihat dari kepemilikannya, maka dapat disimpulkan bahwa LotteMart WholeSale termasuk dalam kategori Jaringan Perusahaan Menurut Hendri Maruf (2005) pengelompokan ritel antara lain adalah sebagai berikut : i. Berdasarkan bentuk fisik Apabila dilihat dari bentuk fisik yang digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa LotteMart WholeSale termasuk dalam kategori Pembelanjaan Modern Perkulakan atau Gudang Rabat Menurut Asep ST Sujana (2005:16) pengelompokan ritel antara lain adalah sebagai berikut : i. Tipe Bisnis Ritel atas Kepemilikan (Owner) Apabila dilihat dari tipe Bisnis Ritel atas Kepemilikan (Owner) yang digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa LotteMart WholeSale termasuk dalam kategori Rantai Roko Ritel. ii. Tipe Bisnis Ritel berdasarkan Merchandise Category

Apabila dilihat dari tipe Bisnis Ritel atas Kepemilikan (Owner) yang digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa LotteMart WholeSale termasuk dalam kategori Grocery Store. iii. Tipe Bisnis Ritel berdasarkan Luas Sales Area

Apabila dilihat dari tipe Bisnis Ritel berdasarkan Luas Sales Area yang digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa LotteMart WholeSale termasuk dalam kategori Hypermarket Menurut Philip Kotler dan Kevin Lane Keller pengelompokan ritel antara lain adalah sebagai berikut : i. Perdagangan Eceran Menurut Tingkat Layanan dalam Toko Apabila dilihat dari Perdagangan Eceran Menurut Tingkat Layanan dalam Toko yang digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa LotteMart WholeSale termasuk dalam kategori Swalayan

ii.

Perdagangan Eceran Korporat

Apabila dilihat dari perdagangan Eceran Korporat yang digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa LotteMart WholeSale termasuk dalam kategori Konglomerat pedagang

b. LotteMart ( Hypermarket)

Melayani diri sendiri, belanja secara tunai dan kredit. Menjual berbagai macam variasi produk makanan dan non makanan. Terbuka untuk konsumen siapa saja. Menyatu dengan mall. (in-mall) Luas 5000-7000 m2 Katalog produk dan promosi yang di update setiap 2 minggu

Menurut Christina Whidya Utami (2010) pengelompokan ritel antara lain adalah sebagai berikut : i. Berdasarkan Unsur-unsur yang Digunakan Ritel untuk Memuaskan Kebutuhan Konsumen

Menurut teori ini, jenis jenis ritel dibagi menjadi sebagai berikut dengan ciri ciri yang harus dipenuhi :
Convenience Store < 350 m2 Warehouse Store >13.000m2

Keterangan Area penjualan Jumlah Pengecekan Jumlah Barang Penekanan utama

Supermarket 1.5003.000m2 6-10 8.000-12.000 Makanan hanya 5% dan barang dagangan

Supercenter 3.000-10.000

Hypermarket >18.000m2

1-3 3.000-4.000 Kebutuhan sehari-hari

>20 12.000-20.000 One stop shopping, barang dagangan 2025% penjualan 15-18%

>20 5.000-8.000 Harga rendah, 60% nonmakanan dan 40% makanan

>30 >25.000 One stop shopping 40% penjualan dari item nonmakanan 12-15%

Margin kotor

25-30%

16-22%

10-11%

Apabila dibandingkan dengan ciri-ciri tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa menurut Levy dan Weitz, dalam buku Ritel Management, 2004 LotteMart WholeSale termasuk dalam kategori Hypermarket Store. Namun tidak memenuhi dari sisi luas area penjualannya. Apabila dilihat dari sisi area penjualan, LotteMart lebih pantas disebut sebagai Supercenter. ii. Berdasarkan Sarana / Media yang Digunakan

Apabila dilihat dari sarana media yang digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa LotteMart WholeSale termasuk dalam kategori Penjualan melalui toko (in store) iii. Pengelompokan Berdasarkan Kepemilikan

Kepemilikan LotteMart Wholesale sendiri dimiliki secara langsung oleh Lotte Group di Korea. Maka, apabila dilihat dari kepemilikannya, maka dapat disimpulkan bahwa LotteMart WholeSale termasuk dalam kategori Jaringan Perusahaan

Menurut Hendri Maruf (2005) pengelompokan ritel antara lain adalah sebagai berikut : i. Berdasarkan bentuk fisik Apabila dilihat dari bentuk fisik yang digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa LotteMart WholeSale termasuk dalam kategori Pembelanjaan Modern Hypermarket Menurut Asep ST Sujana (2005:16) pengelompokan ritel antara lain adalah sebagai berikut : i. Tipe Bisnis Ritel atas Kepemilikan (Owner) Apabila dilihat dari tipe Bisnis Ritel atas Kepemilikan (Owner) yang digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa LotteMart WholeSale termasuk dalam kategori Rantai Roko Ritel. ii. Tipe Bisnis Ritel berdasarkan Merchandise Category

Apabila dilihat dari tipe Bisnis Ritel atas Kepemilikan (Owner) yang digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa LotteMart WholeSale termasuk dalam kategori Grocery Store iii. Tipe Bisnis Ritel berdasarkan Luas Sales Area

Apabila dilihat dari tipe Bisnis Ritel berdasarkan Luas Sales Area yang digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa LotteMart WholeSale termasuk dalam kategori Hypermarket Menurut Philip Kotler dan Kevin Lane Keller pengelompokan ritel antara lain adalah sebagai berikut : i. Perdagangan Eceran Menurut Tingkat Layanan dalam Toko Apabila dilihat dari Perdagangan Eceran Menurut Tingkat Layanan dalam Toko yang digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa LotteMart WholeSale termasuk dalam kategori Swalayan

ii.

Perdagangan Eceran Korporat

Apabila dilihat dari perdagangan Eceran Korporat yang digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa LotteMart WholeSale termasuk dalam kategori Konglomerat pedagang 3.3 LOTTE Mart dan Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2009 (Bandung) Peraturan Daerah No. 2 th. 2009 di Bab III tentang Regulasi Kegiatan

3.3.1

Perdagangan Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, LotteMart merupakan layanan perdagangan mandiri dengan karakteristik melayani sendiri. Ada dua konsep yang ditawarkan oleh Lotte, yaitu LotteMart Wholesale dan LotteMart. LotteMart Wholesale hanya melayani pelanggan yang sudah mendaftar sebagai anggota yang mereka sebut dengan pelanggan professional dan melayani pembelian grosir. Sedangkan LotteMart melayani konsumen secara umum dengan menjual produk secara eceran baik itu produk lokal maupun produk impor.

Pada pasal 8 disebutkan bahwa, (1) Pedagang grosir dilarang menjual barang dagangannya secara eceran kepada konsumen. (2) Pedagang eceran dilarang menjual barang dagangannya secara grosiran kepada konsumen. (3) Pedagang grosir dan eceran wajib memasang papan nama tentang kegiatan usaha dagangannya. sehingga kedua konsep LotteMart ini dapat dikatakan memenuhi Perda no. 2 th. 2009 pasal delapan.

Sedangkan dalam pasal Sembilan di bab ini berisi tentang ketentuan-ketentuan yang wajib dipenuhi oleh pelaku usaha ritel: a. label harga dapat diobservasikan oleh pembeli; b. harga yang dicantumkan dalam bentuk rupiah; c. harga potongan dicantumkan bersama harga sebelum potongan untuk barang tersebut; d. memenuhi ketentuan registrasi sesuai peraturan perundang-undangan yang beraku; e. memenuhi persyaratan kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan f. memberikan kebebasan kepada pembeli untuk memeriksa jumlah, kualitas dan nilai pembelian produk yang di beli.

Walaupun Lotte merupakan perusahaan dari Korea yang kemudian mengakuisisi perusahaan Makro di Indonesia tetapi dalam prakteknya tetap mencantumkan harga dalam bentuk rupiah. Selain itu, baik itu LotteMart Wholesale maupun LotteMart mencantumkan harga potongan bersama harga sebelum potongan (jika ada potongan atau promo) sehingga menimbulkan kepercayaan pelanggan saat berbelanja di sana. Label harga yang terlihat jelas di setiap rak juga dapat membantu pelanggan mencari dan membandingkan kemudian memilih produk yang ingin dibeli. 3.3.2 Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2009 di Bab V tentang Klasifikasi dan Kriteria Perdagangan Menurut pasal lima belas, klasifikasi Toko Modern didasarkan pada : 1. Luas gerai, sebagai berikut: a. Mini market kurang dari 400 m2 (empat ratus meter persegi); b. Supermarket 400 m2 (empat ratus meter persegi) sampai dengan 5.000 m2 (lima ribu meter persegi); c. Departement Store, diatas 400 m2 (empat ratus meter persegi); d. Perkulakan, diatas 5.000 m2 (lima ribu meter persegi). 2. Sistem penjualan dan jenis barang dagangan sebagai berikut : a. Minimarket, supermarket dan hypermarket menjual secara eceran barang konsumsi terutama produk makanan dan produk rumah tangga lainnya; b. Departement Store menjual secara eceran barang konsumsi utamanya produk sandang dan perlengkapannya dengan penataan barang berdasarkan jenis kelamin dan/atau tingkat usia konsumen; dan c. Perkulakan menjual secara grosir barang konsumsi.

LotteMart Wholesale yang terletak di Jalan Sokarno-Hatta, Bandung merupakan bisnis grosir menjual barang konsumsi dengan luas kurang lebih 10.000 meter persegi sedangkan LotteMart merupakan hypermarket yang menjual barang konsumsi produk makanan, minuman, dan produk rumah tangga lainnya secara eceran dengan lokasi di dalam sebuah mall dengan luas kurang dari 5000 meter persegi. 3.3.3 Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2009 di Bab VI tentang Lokasi dan Jarak Tempat Usaha Perdagangan Pasal 19 (1) Perkulakan hanya dapat berlokasi pada sistem jaringan jalan arteri atau kolektor primer atau arteri sekunder.

(2) Hypermarket dan Pusat Perbelanjaan : a. hanya dapat berlokasi pada sistem jaringan jalan arteri atau kolektor; dan b. dilarang berada pada kawasan pelayanan lokal atau lingkungan di dalam kota/perkotaan. (3) Supermarket dan Departement Store : a. dilarang berlokasi pada sistem jaringan jalan lingkungan; dan b. dilarang berada pada kawasan pelayanan lingkungan di daerah. (4) Minimarket dapat berlokasi pada sistem jaringan jalan, termasuk sistem jaringan jalan lingkungan pada kawasan pelayanan lingkungan (perumahan) di daerah. (5) Luas gerai minimarket pada sistem jaringan jalan lingkungan pada kawasan pelayanan lingkungan (perumahan) maksimal 200 m2 (dua ratus meter persegi); dan (6) Pasar Tradisional dapat berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan. Pasal 20 Dalam penyelenggaraan pusat perbelanjaan dan toko modern harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. minimarket berjarak minimal 0,5 Km dari pasar tradisional dan 0,5 Km dari usaha kecil sejenis yang terletak di pinggir kolektor/arteri; b. supermarket dan departement store berjarak minimal 1,5 Km dari pasar tradisional yang terletak di pinggir kolektor/arteri; c. hypermarket dan perkulakan berjarak minimal 2,5 Km dari pasar tradisional yang terletak di pinggir kolektor/arteri; d. minimarket yang terletak di pinggir jalan lingkungan dengan luas gerai s/d 200 m2, berjarak minimal 0,5 Km dari pasar tradisional dan Usaha Kecil Sejenis; e. penempatan pedagang tradisional berjarak dalam rangka kemitraan dilarang menggunakan ruang milik jalan; dan f. pengaturan jarak sebagaimana ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 tidak berlaku untuk kawasan pusat primer; Lokasi LotteMart Wholesale berada di jaringan jalan arteri tepatnya di Jalan Soekarno-Hatta sedangkan LotteMart berada di dalam lingkungan Festival Citilink yang dalam pengamatan kami tidak berdekatan dengan pasar tradisional.

DAFTAR PUSTAKA

http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/492/jbptunikompp-gdl-aghilmargh-24594-11-bab2.pdf. November 2013.

Diakses

14

Triple A, Andi. 2012. Jenis-jenis Perbelanjaan.http://anditriplea.blogspot.com/2012/05/jenis-jenisperpelanjaan.html. Diakses 14 November 2013. Kotler, Philip dan Keller, Kevin Lane. 2009. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Erlangga.

Você também pode gostar