Você está na página 1de 25

Case Report Session

FRAKTUR PATELA DAN FRAKTUR SALTER-HARRIS

Oleh: Sagung Adi Sresti Mahayana 0910313193

Pembimbing: dr. Erinaldi, M.Kes, Sp.OT

BAGIAN ILMU BEDAH RUMAH SAKIT ACHMAD MOCHTAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS BUKITTINGGI 2014

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi Patela Patela terdiri dari os sesamoidea, ukuran kira-kira 5 cm, berbentuk segitiga, berada di dalam tendon m. quadriceps femoris. Dalam keadaan otot relaksasi, maka patela dapat digerakkan ke samping, sedikit ke kranial dan ke caudal. Patela mempunyai fasies anterior dan fasies articularis; fasies articularis lateralis bentuknya lebih besar daripada fasies articularis medialis. Margo superior atau basis patelae berada di bagian proximal dan apex patelae berada di bagian distal. Margo medialis dan margo lateralis bertemu membentuk apex patelae.

Gambar 1. Anatomi patela

Artikulasio Genu Artikulasio genu dibentuk oleh ujung distal kondilus femoris dengan ujung proximal kondilus tibiae dan dengan fasies dorsalis patela. Permukaan persendian dari kondilus femoris yang berhadapan dengan tibia berbentuk konveks, bentuk fasies artikulus pada ujung kondilus tibiae datar dan dilengkapi dengan suatu fibrokartilago, yang dinamakan meniskus. Meniskus terdiri dari meniskus lateralis dan meniskus medialis. Kapsula artikularis lebih kuat di bagian dorsal. Di bagian anterior dibentuk oleh tendon m. quadriceps femoris, yang melekat pada tepi kranial patela dan ligamentum patelae yang melekat pada tepi kaudal patela dan pada tubberositas tibiae. Pada setiap sisi patela, kapsula artikularis terdiri dari retinakulum patelae mediale at laterale, yang merupakan perluasan dari

m.vastus medialis dan m.vastus lateralis. Retinakulum laterale diperkuat oleh serabut-serabut dari traktus iliotibialis. Pada kontraksi m.quadriceps femoris, kapsula artikularis dibagian anterior dan ligamentum patelae menjadi tegang. Ligamentum kapsulare pada sisi artikulasio genus meluas (melekat) dari kondilus femoris sampai di kondilus tibiae. Ligamentum kolateral tibiale (medial) berbentuk datar dan berada pada bagian medial kapsula artikularis. Di bagian kranial, ligamentum ini melekat pada epikondilus medialis femoris, dan di sebelah kaudalis berbentuk lebar, melekat pada kondilus medialis tibiae dan pada bagian kranial korpus tubiae. Serabut-serabut bagian profunda melekat pada tepi luar meniskus medialis. Ligamentum kolateral fibulare (lateral) terletak terpisah dari kapsula artikularis, berbentuk tali bulat dan meluas dari epikondilus lateralis femoris menuju sisi lateral kapitulum fibula. Bagian posterior kapsula artikularis melekat pada bagian kranial kondilus femoris dan fossa interkondiloidea femoris dan pada bagian proximal tibia. Suatu perluasan dari kapsula artikularis, yang dinamakan ligamentum popliteum arkuatum, melekat pada kapitulum fibulae. Bagian sentral dari kapsula artikularis diperkuat oleh ligamentum popliteum obliquum, yang merupakan perluasan dari tendon m.semimembranosus, dan arahnya kranio-lateral, melekat pada kondilus lateralis tibiae. Bagian tepi dari fasies posterior kapsula artikularis tipis dan ditutupi oleh kaput medial dan kaput lateral m.gastroknemius.

Gambar 2. Artikulasio genu

Ligamentum cruciatum terdiri atas sepasang ligamentum yang sangat kuat, melekat pada tibia dan fibula, berada di dalam kapsula artikularis, tetapi tetap berada di sbagian superfisial dari membrana sinovial. Ligamentum ini diberikan nama yang sesuai dengan tempat origonya pada tibia. Ligametum cruciatum anterius melekat di sebelah ventral eminentia interkondiloidea tibia, di antara kedua buah meniskus, dan menuju kepada fasies medialis kondilus lateralis femoris serta mengadakan perlekatan di tempat ini. Ligamentum cruciatum posterior melekat pada tepi posterior permukaan ujung proximal tibia, berada di antara kedua meniskus, berjalan ke ventral melekat pada fecies lateralis kondilus medialis femoris. Meniskus medialis dan meniskus lateralis adalah dua buah fibrokartilago yang berbentuk cresentic (setengah lingkaran), melekat pada facies kranialis ujung proximal tibia. Pada penampang melintang, meniskus berbentuk segitiga. Meniskus medialis bentuknya lebih besar daripada meniskus lateralis, dengan bagian yang terbuka meliputi kaki huruf C meniskus lateralis.

Inervasi Inervasi patela berasal dari tiga sumber, yaitu: 1. N. femoralis, melalui ramus muskularis yang menuju ke m.vastus medialis; 2. Ramus genikularis, cabang dari n.tibialis dan n.peroneus communis (n.ischiadicus); 3. N.obturatorius yang memberikan cabang-cabang yang mengikuti arteria femoralis menuju ke fossa poplitea.

1.2 Epidemiologi Fraktur patela cukup jarang terjadi, angka kejadiannya mencapai 1 % dari semua fraktur yang ada. Kejadian tertinggi terutama ditemukan pada usia 20 sampai 50 tahun dimana laki-laki 2 kali lebih sering mengalami fraktur patela daripada perempuan. Lokasi os patela yang berada pada daerah subkutan membuatnya rentan terhadap cedera. Fraktur dapat terjadi akibat dari gaya tekan seperti pukulan langsung, kekuatan dari tarikan mendadak seperti yang terjadi dengan hiperfleksi lutut, atau karena keduanya. Berbagai pola fraktur yang terjadi, tergantung pada mekanisme cederanya. Berdasarkan pola frakturnya, fraktur patela dibagi atas fraktur transversal, apex, basal, comminuted, vertikal, dan osteochondral. Sedangkan berdasarkan pola penyimpangan tulangnya dibagi atas displaced dan non-displaced.

1.3 Etiologi Fraktur patela dapat disebabkan oleh tekanan langsung atau tidak langsung. Jatuh terpeleset misalnya dapat menyebabkan terjadinya kontakrsi dari m.quadriceps femoris sebagai upaya untuk mempertahankan keseimbangan sehingga memungkinkan terjadinya fraktur. Kegagalan dari os patela menahan beban tarikan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya fraktur transverse patela yang berhubungan dengan robeknya retinaculum medial dan lateral. Benturan langsung pada patela dapat menyebabkan terjadinya fraktur longitudinal, stellata, atau comminuted.

1.4 Patofisiologi Dapat disebabkan trauma langsung atau tak langsung. Trauma tak langsung disebabkan karena tarikan yang sangat kuat dari muskulus quadriseps yang membentuk musculotendenineus melekat pada patela. Hal ini sering disertai pada penderita yang jatuh, dimana tungkai bawah menyentuh tanah terlebih dahulu dan musculus quadrisep kontraksi secara keras untuk

mempertahankan kestabilan lutut. Pada trauma yang tak langsung biasanya garis patahnya transversal atau avulsi ujung atau ujung bawah dari patela. Fraktur langsung disebabkan penderita jatuh dalam posisi lutut fleksi dimana patela terbentur dengan lantai. Karena di atas patela hanya terdapat subkutis dan kutis mudah dimengerti dengan benturan tersebut, tulang patela mudah patah. Biasanya jenis patahnya kominutiva (stelata). Pada jenis patah ini,biasanya medial dan lateral quadriceps expansion tidak ikut robek. Hal ini menyebabkan penderita masih dapat melakukan gerakan ekstensi lutut melawan gravitasi.

1.5 Klasifikasi Tidak ada klasifikasi yang komprehensif untuk menjelaskan semua jenis fraktur patela. Secara umum, fraktur patela dikategorikan berdasarkan tingkat pergeserannya dan konfigurasi garis fraktur, tetapi sistem ini mungkin gagal untuk menilai tingkat cedera permukaan artikular, yang secara signifikan mempengaruhi dampak dari fraktur. Klasifikasi fraktur patela dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 1. Klasifikasi fraktur patela

Gambar 3. Klasifikasi fraktur patela

1.6 Diagnosis Anamnesa Pasien biasanya datang dengan rasa sakit di lutut yang terkena. Dari anamnesa didapatkan pukulan langsung ke lutut, jatuh, atau kombinasi keduanya. Bagian permukaannya lecet dan bisa juga didapatkan ecchymosis di anterior lutut. Dapat juga ditemukan vulnus disertai dengan fraktur terbuka.

Pemeriksaan Fisik Kelemahan dalam mengekstensikan kaki melawan gravitasi. Sebagai akibat dari rasa sakit yang terkait dengan cedera dan hemarthrosis, pasien mungkin tidak dapat melakukan ekstensi tungkai. Nyeri tekan atau nyeri saat digerakkan Oedema Pada fraktur patela dengan displaced ditemukan celah pada patela dan fragmen patela. Pada fraktur non displaced tidak ditemukan kelainan pada palpasi. Pada perabaan ditemukan patela mengambang (floating patella)

Pemeriksaan Penunjang Foto Rontgent genu AP, Lateral dan Axis Dengan proyeksi AP dan lateral sudah cukup untuk melihat adanya fraktur patela Proyeksi sky-line view kadang-kadang untuk memeriksa adanya fraktur patela incomplete CT Scan dan MRI

1.6 Tatalaksana Penanganan fraktur patela didasarkan pada morfologi frakturnya. Pemilihan penanganan yang ada meliputi tindakan nonoperatif, tension band wiring, lag screw fixation, patelektomi parsial, patelektomi parsial dikombinasikan dengan tension band wiring, dan patelektomi total. Tabel 2. Tatalaksana fraktur patela

Tindakan konservatif Tindakan konservatif dilakukan pada fraktur patela yang non displaced. Bila terjadi haemarthrosis dilakukan punksi terlebih dahulu. Kemudian dilakukan imobilisasi dengan pemasangan gips dan pangkal paha sampai pergelangan kaki. Posisi lutut dalam fleksi sedikit (5o - 10o). Pemasangan gips ini dipertahankan selama 6 minggu.

Tindakan operatif Pada fraktur transversal dilakukan reposisi, difiksasi dengan teknik tension band wiring. Bila jenis fraktur comminutive dilakukan rekronstruksi fragmennya dengan K-wire terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan tension band wiring. Bila fragmen terlalu kecil sehingga tidak mungkin untuk dilakukan rekronstruksi, dilakukan patelektomi. Patelektomi memiliki komplikasi yaitu lemahnya ekspansi m. quadriceps femoris.

1.7 Komplikasi Komplikasi yang mungkin terjadi adalah terjadinya: Kondromalasia pada patela Artrosis degeneratif Malunion dan Non-union Sindrom Kompartemen Infeksi Cedera neurovaskular

1.8 Fraktur Salter-Harris Piringan pertumbuhan, juga disebut sebagai piringan epiphyseal atau fisis adalah area jaringan pertumbuhan didekat ujung tulang panjang anak-anak atau remaja. Tiap tulang panjang mempunyai sedikitnya dua piringanan pertumbuhan yaitu pada masing-masing ujungnya. Piringan pertumbuhan menentukan panjang dan ukuran tulang dewasa pada masa yang akan datang. Jika pertumbuhan telah lengkap, kadang-kadang selama masa remaja piringan pertumbuhan tertutup dan digantikan oleh tulang padat.

1.9 Patofisiologi Gambaran histologis dari fisis sangat penting untuk memahami prognosis patah physeal. Lapisan germinal tulang rawan berada diatas epiphisis dan menguraikan nutrisi dari bejana epiphyseal. Sel tulang rawan tumbuh dari epifisis menuju metaphysis, yang kemudian terjadi degeneratif, fragmentasi dan mengalami hipertrofi. Fragmentasi sel kemudian termineralisasi. Ini merupakan zona pengerasan sementara yang membentuk pembatas metaphyseal, dan bukan tulang rawan. Neovaskularisasi terjadi dari metaphysic menuju epifisis. Sel endothelial berubah menjadi osteoablast dan menggunakan puing-puing sel yang mengalami degeneratif untuk membentuk tulang muda primer. Tulang muda ini secara progresif dibentuk kembali menjadi tulang dewasa dan pembentukan ini kemudian menjadi tulang harversian dewasa. Kerusakan baik pada saluran vaskular epiphyseal maupun metaphyseal menggangu pertumbuhan tulang, akan tetapi kerusakan lapisan tulang rawan munkin tidak signifikan jika permukaannya tidak terganggu dan saluran vaskular ke tulang rawan tidak terganggu secara permanent. Jika kedua dasar vaskular saling bersentuhan, fisis tersebut tertutup dan tidak ada lagi pertumbuhan tulang berikutnya yang terjadi. Daerah piringan epiphyseal merupakan bagian tulang rawan yang mengeras, dan jika terjadi fraktur yang melibatkan piringan epiphyseal, biasanya garis pemisah berjalan melintang melalui lapisan hipertrofik atau lapisan kapur pada lempeng pertumbuhan, dan sering masuk kedalam metafisis pada salah satu tepi dan mencakup bibir segitiga dari tulang. Ini tidak memberikan banyak efek terhadap pertumbuhan longitudinal yang terjadi dalam lapisan germinal fisis dan lapisan fisis yang sedang berkembang biak. Tetapi kalau fraktur melintasi lapisan sel reproduksi pada lempeng dapat mengakibatkan penulangan prematur pada bagian yang mengalami cedera dan menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang. Selain itu suplai darah piringan epiphyseal yang masuk dari permukaan epiphyseal dapat kehilangan pasokan darahnya sehingga dapat mengakibatkan piringan tersebut menjadi nekrotis dan tidak tumbuh lagi. Pada beberapa tempat suplai darah pada epiphyseal tidak rusak pada saat terjadi luka karena pada epiphyseal femoral proximal dan epiphyseal radial proximal pembuluh darah mengalir melalui leher tulang dan memotong sekeliling epiphyseal.

1.10 Klasifikasi Klasifikasi fraktur piringan epiphyseal Salter Haris berdasarkan pada mekanisme fraktur dan juga hubungan garis patahan terhadap sel tumbuh piringan epiphyseal, selain itu, ini berkaitan dengan metode perawatan dan juga prognosis luka yang berhubungan dengan gangguan pertumbuhan.

Gambar 4. Klasifikasi fraktur Salter-Harris

Fraktur Salter-Harris Tipe I Terdapat pemisahan total epifisis sepanjang tulang tanpa patah tulang, sel piringan epiphyseal yang tumbuh masih melekat pada epifisis. Jenis luka ini akibat gaya gunting, lebih umum terjadi pada bayi yang baru lahir ( dari luka kelahiran ) dan pada anak-anak yang masih muda dimana piringan epiphyseal masih relative tebal.

Fraktur Salter-Harris Tipe II Garis pemisah patah tulang memanjang sepanjang piringan epiphyseal hingga jarak tertentu dan kemudian keluar melalui bagian metaphysis sehingga mengakibatkan fragmentasi metaphyseal berbentuk triangular. Sel tumbuh pada piringan tersebut masih melekat pada

epifisis. Jenis fraktur ini, akibat dari gaya gunting dan tekuk, basanya terjadi pada anak-anak yang lebih besar dimana piringan epiphyseal relatif tipis. Periosteum tersobek pada sisi cembung angulasi tersebut tetapi melekat pada sisi cekung sehingga engsel periosteal utuh dan selalu berada pada sisi potongan mataphyseal.

Fraktur Salter-Harris Tipe III Patah tulang tersebut adalah intra-articular, mamanjang dari permukaan sambungan hingga bagian dalam piringan epiphyseal dan kemudian sepanjang piringan tersebut hingga sekelilingnya. Jenis fraktur yang tidak umum ini disebabkan oleh gaya gunting intra artikular dan biasanya terbatas pada epifisis tibia distal.

Fraktur Salter-Harris Tipe IV Patah tulang yang intra-articular, mamanjang dari permukaan sambungan malalui epifisis memotong ketebalan piringan epiphyseal dan melalui bagian metaphysic. Contoh yang paling umum dari fraktur tipe IV ini adalah patah tulang condyle lateral tulang lengan bagian atas.

Fraktur Salter-Harris Tipe V Fraktur yang relatif kurang umum ini diakibatkan oleh gaya tekan yang keras yang terjadi pada epifisis menuju ke piringan epiphyseal. Tidak ada fraktur yang kelihatan tetapi lempeng pertumbuhan remuk dan ini mungkin mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Seperti juga yang terjadi pada daerah lutut dan pergelangan kaki.

1.11 Manifestasi Klinis Fraktur ini lebih sering ditemukan pada anak laki-laki daripada anak perempuan dan biasanya ditemukan pada masa bayi atau diantara usia 10-12 tahun. Defomitas biasanya sedikit sekali, tetapi setiap cedera pada anak yang diikuti dengan rasa nyeri dan nyeri tekan di dekat sendi harus dicurigai, dan pemeriksaan dengan sinar X penting dilakukan. Sinar X fisis sendiri bersifat radiolusen dan penulangn epipisis mungkin belum lengkap, ini membuat sulit mengatakan apakah ujung tulang telah rusak atau mengalami deformasi. Lebih muda si anak lebih kecil bagian epifisis yang kelihatan sehingga lebih sukar menegakkan diagnosis maka perbandingan dengan sisi yang normal dapat sangat membantu. Tanda-tanda yang memberi petunjuk adalah pelebaran dari celah fisis , ketidaksesuaian sendi atau miringnya

poros epifisis. Kalau terdapat pergeseran yang nyata diagnosinya jelas, tapi fraktur tipe IV sekalipun mula-mula dapat sedikit pergeserannya sehingga garis fraktur sulit dilihat dan kalau terdapat kecurigaan yang sedikitpun mengenai adanya fraktur fisis, pemeriksaan ulang sinar X setelah 4 atau 5 hari perlu dilakukan.

1.12 Tatalaksana Fraktur yang tidak bergeser dapat diterapi dengan membebat bagian itu dalam gips atau suatu slab gips yang ketat selama 2-4 minggu (tergantung tempat cedera dan anak umur itu). Tetapi pada fraktur tipe 3 dan tipe 4 yang tak bergeser, pemeriksaan sinar X setelah 4 hari dan sekali lagi sekitar 10 hari kemudian wajib dilakukan agar pergeseran yang terjadi belakangan tidak terlewatkan. Pada tipe I reduksi tertutup tidak sulit karena perlekatan periosteal utuh disekitar lingkarannya dan kemudian dibebat dengan erat selama 5-6 minggu. Prognosis untuk masa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh suplai darah pada epifisis, dimana biasanya pada tempat selain epifisis femoral femoral proximal dan epifisis radial proximal. Pada tipe II reduksi tertutup relatif mudah didapatkan begitu juga dengan perawatannya karena engsel periosteal utuh dan potongan metaphysis terlindung selama reduksi. Prognosis selama perkembangan yang sempurna dengan suplai darah pada epifisis adalah baik, yang hampir selalu berada pada tempat dimana fraktur type II terjadi. Penanganan pada tipe III membutuhkan reduksi anatomis yang sempurna. Dapat dilakukan usaha untuk mencapai hasil ini dengan manipulasi secara pelan-pelan dibawah anestesi umum, kalau ini berhasil tungkai ditahan dengan gips selama 4-8 minggu. Kalau tidak dapat direduksi dengan tepat dengan manipulasi tertutup, reduksi terbuka biasanya dibutuhkan segera untuk mengembalikan permukaan sambungan normal yang sempurna. Tungkai kemudian dibebat selama 4-6 minggu, tetapi diperlukan waktu selama itu lagi sebelum anak siap untuk melanjutkan aktivitas tanpa batasan. Prognosis untuk pertumbuhan adalah suplai darah yang baik yang diberikan pada bagian epifisis yang terpisah.

Penanganan tipe IV yaitu reduksi terbuka dan fiksasi internal dengan kawat Kirschner diperlukan dimana tidak hanya untuk mengembalikan permukaan sambungan normal tetapi juga untuk mendapatkan pengembalian posisi piringan epiphyseal, kecuali jika permukaan patah piringan epiphyseal dibiarkan tereduksi maka penyembuhan patahan tulang terjadi sepanjang piringan tersebut dan selanjutnya memberikan pertumbuhan longitudinal yang tidak mungkin. Prognosis untuk pertumbuhan pada tipe IV ini buruk kecuali jika reduksi sempurna dicapai dan terjaga. Karena epifisis tersebut biasanya tidak tergeser, diagnosis fraktur tipe V sulit untuk dilakukan. Beban ringan harus diabaikan paling tidak tiga minggu dengan harapan untuk menjaga tekanan selanjutnya pada epiphyseal. Prognosis fraktur tipe V kurang diperhatikan karena gangguan pertumbuhan hampir tidak terlihat. Dari penanganan diatas dapat dikatakan bahwa luka yang melibatkan piringan epiphyseal harus dirawat dengan hati-hati dan secepatnya. Fraktur tipe I dan II hampir dapat selalu dirawat dengan reduksi tertutup. Fraktur tipe III biasanya membutuhkan reduksi terbuka dan tipe IV selalu membutuhkan reduksi terbuka dan fiksasi internal. Periode immobilisasi yang dibutuhkan pada fraktur tipe I, II, dan III hanya setengah dari yang dibutuhkan untuk patah tulang mataphysis pada tulang yang sama pada anak dengan usia yang sama. Selanjutnya perlu diteliti secara klinis dan radiologi dengan cemat dalam interval yang teratur paling tidak satu tahun dan kadang lebih untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan.

1.13 Prognosis Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam memperkirakan prognosis fraktur piringan epiphyseal pada anak antara lain:

Tipe fraktur Prognosis untuk masing-masing dari kelima tipe klasifikasi fraktur piringan epiphyseal telah dibahas diatas. Usia anak Anak dengan usia yang lebih muda pada saat mengalami fraktur akan mempunyai gannguan pertumbuhan yang lebih besar.

Suplai darah pada epifisis Gangguan suplai darah pada epifisis berhubungan dengan prognosis jelek. Metode Reduksi Manipulasi yang sangat besar pada epifisis yang tergeser dapat merusakan piringan epiphyseal tersebut dan oleh karenanya dapat meningkatkan gangguan pertumbuhan. Luka terbuka atau tertutup Fraktur piringan epiphyseal terbuka dapat mengakibatkan infeksi yang pada akhirnya akan merusak piringan tersebut dan mengakibatkan berhentinya proses pertumbuhan sebelum waktunya.

BAB II LAPORAN KASUS Identitas Pasien Nama MR Umur Pekerjaan : Tn. R : 375593 : 13 tahun : Pelajar

Suku Bangsa : Minangkabau Alamat ANAMNESIS Seorang laki-laki berusia 13 tahun datang ke IGD Rumah Sakit Achmad Mochtar Bukittinggi pada tanggal 14 April 2014 dengan: Keluhan Utama Nyeri dan luka pada lutut kiri sejak 1 jam sebelum masuk Rumah Sakit Primary Survey A B C D : Paten : RR: 26 x/menit : HR: 82x/menit : Alert, GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor, refleks cahaya +/+ : Balingka

Secondary Survey Nyeri dan luka pada lutut kiri sejak 1 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Awalnya os dibonceng dengan sepeda motor tanpa helm dengan kecepatan sedang. Tiba-tiba motor yang dinaiki os menabrak mobil didepannya sehingga os terjatuh dan lutut kiri membentur aspal terlebih dahulu. Setelah kejadian os merasakan nyeri dan luka pada lutut kiri. Nyeri dan trauma ditempat lain tidak ada Pasien pingsan setelah kejadian dan sadar 30 menit setelahnya saat diangkut ke mobil pertolongan

Mual dan muntah (-) Keluar darah dari telinga (-) hidung (-)

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum dan Tanda Vital: Keadaan umum Kesadaran Frekuensi nadi Frekuensi nafas Suhu : Tampak sakit sedang : Komposmentis kooperatif : 82 x/menit : 26 x/menit : Afebris

Status Generalis Kepala Bentuk Rambut Wajah Inspeksi Mata Konjungtiva Sklera Pupil Telinga Bentuk Perdarahan : tidak ada deformitas : -/: tidak anemis : tidak ikterik : isokor d = 3mm-3mm, refleks cahaya +/+ : simetris : normocephal : hitam, tidak mudah dicabut

Hidung Inspeksi : tidak ada deformitas dan perdarahan

Mulut dan Tenggorok Inspeksi : tidak tampak sianosis dan hiperemis

Kelenjar Getah Bening Inspeksi Palpasi Paru I : simetris dalam keadaan statis dan dinamis : tidak tampak pembesaran KGB : tidak teraba pembesaran KGB

Pa : fremitus kiri=kanan Pe : sonor A : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/Jantung I : iktus kordis tidak terlihat

Pa : iktus kordis teraba pada RIC V 1 jari medial LMCS Pe : batas jantung dalam batas normal A : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-) Abdomen I : distensi (-)

Pa : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba Pe : timpani A : bising usus (+) normal

Status Lokalis Regio Genu (S) Look : Wound (+) ukura 10x5x1cm dasar tulang, pinggir ireguler, swelling (+), deformity (+) Feel : Nyeri tekan (+), sensibilitas distal (+), pulsasi arteri dorsalis pedis (+), Refilling capillary < 2

Move : ROM terbatas karena nyeri (+)

DIAGNOSIS KERJA Fraktur patela (S) terbuka

PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Hb Ht Leukosit Trombosit : 12,7 g/dl : 35,8% : 13.900/mm3 : 341.000/mm3

Radiologis Terdapat diskontinuitas tulang inkomplit pada patela kiri Terdapat diskontinuitas pada physeal plate intraartikular meluas ke growth plate undisplaced tibia (S) - Salter-Harris tipe III

DIAGNOSIS Fraktur patela (S) terbuka Fraktur Salter Harris III proksimal tibia (S)

RENCANA TERAPI Umum: IVFD RL 20 tts/menit Puasa sampai dengan OK

Debridement dan imobilisasi dengan kocher slab intraoperatif Khusus: Ceftriaxon 2x1 gram (iv) Ketorolac drip 2x1 Ranitidin 2x50 mg (iv)

FOLLOW UP - 15/4/2014 S/ Nyeri (+) O/ Regio genu (S) Look luka operasi tertutup verband efektif (+), rembesan (+), kocher slab efektif (+) Feel Nyeri tekan (+), distal neurovascular (+) normal, refilling capillary < 2 Move ROM terbatas A/ Post debridement dan imobilisasi dengan kocher slab atas indikasi fraktur patela inkomplit (S) dan fraktur Salter Harris III pada proksimal tibia (S) Terapi Umum: IVFD RL 20 tts/menit Puasa sampai BU (+) normal diet MB Ganti verband 1x/ hari Khusus: Ceftriaxon 2x1 gram (iv) Ketorolac drip 2x1 Ranitidin 2x50 mg (iv)

Você também pode gostar