Você está na página 1de 5

JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 2/NO.

1/JANUARI/2011
34
PENDAHULUAN
Sepsis merupakan masalah kesehatan yang banyak
menjadi perhatian pada anak di negara berkembang
maupun negara industri. Sepsis masih merupakan
penyebab angka kematian pada bayi dan anak yang
cukup tinggi. Sekalipun kemajuan didalam bidang
antimikroba telah berkembang dengan pesat,
diantaranya dengan penemuan obat-obat baru,
kematian karena sepsis masih cukup tinggi. Pada anak
kurang dari 1 tahun angka kejadian dan kematian
karena sepsis lebih tinggi lagi, pada bayi prematur
angka kematian karena sepsis bahkan dapat mencapai
lebih dari 50%. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Watson SC terdapat lebih dari 42.000 kasus
sepsis berat pada anak dengan usia kurang dari 19
tahun tiap tahunnya (Fatah, 2003).
Prognosis penderita sepsis dengan hiperglikemi
akan menjadi lebih buruk. Menurut penelitian yang
dilakukan di Amerika Serikat penyakit yang
menyebabkan kematian masih didominasi oleh sepsis
berkisar 49% (Carcillo et al., 2004). Pada penelitian
lain yang dilakukan oleh Umpierez dkk tahun 2002
di Amerika menyatakan bahwa pada pasien-pasien
anak dengan penyakit kritis yang dirawat di rumah
sakit, hiperglikemia merupakan hal yang sering
ditemui, termasuk pasien yang tidak diketahui diabe-
tes sebelumnya. Pasien-pasien anak yang bukan dia-
betes dengan hiperglikemia lebih sering dirawat pada
ruang rawat intensif anak/ neonatus (Pediatric/ Neo-
natal Intensive Care Unit, PICU/ NICU) dan terjadi
peningkatan angka mortalitas (Fatah, 2003; Carcillo
et al., 2004). Pada penelitian lain yang dilakukan pada
tempat lain menggunakan penelitian prospektif dengan
Hubungan Antara Hiperglikemia dan Mortalitas Pada Anak Dengan Sepsis
di Ruang Rawat Inap Intensif RSUD Dr. Moewardi Surakarta
The Association Between Hyperglycemia and Mortality in Children With Sepsis
at Pediatric Intensive Care Unit, RSUD Dr. Moewardi Surakarta
M. Rikki Ardhiareza Arifin
Divisi Pediatri Gawat Darurat, Ilmu Kesehatan Anak,
FK UNS-RSUD Dr. Moewardi Surakarta
ABSTRACT
Background. Sepsis is a major cause of infant and child mortality. Hyperglycemia worsens situation in
patients with sepsis and increases mortality. Unfortunately, hyperglycemia in patients with sepsis is
often ignored by clinicians. This study aimed to estimate the association between hyperglycemia and
mortality in children with sepsis after controlling for multi-organ dysfunctions (MOD), age, and
nutritional status.
Methods. A prospective cohort study was conducted at the Pediatric Intensive Care Unit (PICU),
RSUD Dr. Moewardi Surakarta on 85 child patients aged 1 month to 18 years who were diagnosed as
sepsis. Hyperglycemia was determined using blood glocose of 200mg/ dl cut-off point. Multivariate
Cox regression analysis was performed to analyze the association between mortality and hyperglycemia,
while controlling for confounding variables including MOD, age, and nutritional status. The strength of
association was measured in hazard ratio (HR) with its 95% confidence interval.
Results. Cox regression analysis showed a statistically significant moderate association between
hyperglycemia and mortality (HR= 2.78; 95% CI 1,34 to 5.77; p=0.006). MOD was strongly related with
mortality (HR= 5.25; 95% CI 2,20 to 12.49; p<0.001).
Conclusion: There is a significant association between hyperglycemia and mortality among children
with sepsis, after controlling for age, nutritional status, and MOD.
Keywords: Sepsis, hyperglycemia, MOD, mortality.
M. RIKKI ARDHIAREZA ARIFIN/ HUBUNGAN ANTARA HIPERGLIKEMIA
35
135 pasien anak bukan diabetes yang dirawat di
beberapa PICU rumah sakit di Denmark memberikan
hasil bahwa terjadi peningkatan angka mortalitas
pasien yang sebanding dengan peningkatan kadar gula
darah (Anderson, 2005a; International Sepsis Forum,
2003).
Hiperglikemia merupakan hasil dari peningkatan
kadar glukokortikoid, katekolamin dan resistensi in-
sulin pada pasien sepsis. Rangsangan dari luka
ataupun sepsis mengaktifkan hipotalamus dan
melepaskan hormon kortikotrofin yang distimulasi
oleh pelepasan adrenocorticotropic hormone (ACTH)
dari pituitari anterior. ACTH akan merangsang
kelenjar adrenal untuk melepaskan kortisol dari zona
fasciculata dan retikularis adrenal. Pelepasan ACTH
juga distimulasi oleh penurunan tekanan pada
baroreseptor di dalam carotid bodies dan lengkung
aorta. Pelepasan katekolamin disebabkan oleh
penurunan tekanan darah dan juga rangsangan yang
terjadi di hipotalamus. Formasi retikularis dan dan
spinal cord menghantarkan sinyal ke saraf simpatis
post ganglion dan berakhir dengan pelepasan
epinefrin dan norepinefrin dari medula adrenal. Hasil
akhir dari proses metabolisme hipotalamus dan
kelenjar adrenal berkaitan dengan stress yang terjadi
pada pasien dalam keadaan sepsis atau sakit kritis
akan meningkatkan mekanisme umpan balik hor-
monal. Respon ini akan menyebabkan resistensi in-
sulin sehingga tidak mampu mempertahankan
keadaan glukosa darah normal (Berghe, 2005;
Madsen et al., 2004; Undurti, 2003).
Penderita sepsis dengan hiperglikemi memiliki
tingkat mortalitas dan morbiditas yang lebih tinggi.
Hal tersebut ditunjang oleh penelitian yang
dilakukan di beberapa negara namun masih
merupakan hal yang diperdebatkan.
SUBJEK DAN METODE
Penelitian ini merupakan studi kohor prospektif
untuk mengetahui hubungan antara hiperglikemi
dan mortalitas pada pasien anak dengan sepsis yang
dirawat di ruang rawat intensif anak (PICU). Populasi
terjangkau adalah semua pasien sepsis usia 1 bulan
18 tahun dengan kasus bedah dan bukan bedah yang
masuk di ruang rawat intensif RSUD Dr. Moewardi
selama periode 1 Agustus 2010 31 Desember 2010.
Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara
konsekutif. Kriteria eksklusi sampel adalah penderita
gizi buruk, DM, dan sindroma Down.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
hiperglikemi dengan menggunakan cut off point 200
mg/dl. Variabel tergantung adalah waktu kematian
(hari) yang diukur sejak diagnosis hingga kematian
atau keluar rumahsakit. Variabel perancu (confound-
ing factor) yang dikendalikan dalam penelitian ini
adalah umur (<12 bulan versus >12 bulan), status
gizi (kurang versus normal), dan multi-organ dysfunc-
tions (MOD) (ada versus tidak ada). Data dianalisis
dengan model analisis (multivariat) regresi Cox
dengan menggunakan program SPSS 16.0. Kekuatan
hubungan ditampilkan dalam hazard ratio (HR)
dengan Confidence Interval 95%.
HASIL-HASIL
Pasien yang masuk ruang rawat intensif anak sebesar
112 pasien dan hanya 85 pasien yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi. Dari seluruh pasien sepsis
hanya 70% yang kulturnya tumbuh. Kadar gula
darah tertinggi 690 mg/dl dan kadar gula darah
terendah 78 mg/dl. Usia anak termuda 1 bulan dan
paling tua 12 tahun. Tidak didapatkan status gizi
lebih dan obesitas menurut antropometri dan klinis.
Selama berjalannya penelitian tidak ada subjek yang
dikeluarkan. Semua subjek penelitian ini memiliki
ras Jawa. Karakteristik dasar subjek penelitian dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik dasar subjek penelitian (n=85)
Variabel N (85) %
Usia
1 bulan-<12 bulan
12 bulan 12 tahun
56
29
65.9
34.1
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
47
38
55.3
44.7
Status gizi
Gizi kurang
Gizi baik
23
62
27.1
72.9
Mortalitas
Meninggal
Hidup
43
42
50.6
49.4
Hiperglikemia
Ya
Tidak
40
45
47.1
52.9
Operasi
Ya
Tidak
29
56
34.1
65.9
Multi organ dysfunction (MOD)
Ya
Tidak
43
42
50.6
49.2
JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 2/NO. 1/JANUARI/2011
36
Dari keseluruhan subjek didapatkan 43 pasien
meninggal dari total 85 sampel. Tabel 2 menunjukan
sebagian besar penderita sepsis dengan hiperglikemi
lebih banyak yang meninggal (77.5%), sedangkan
pasien sepsis yang tidak hiperglikemi didapatkan lebih
sedikit yang meninggal (26.7%) dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Tabulasi silang tentang hubungan antara
hiperglikemi dengan mortalitas
Mortalitas
Total
hidup mati
Hiperglikemi Tidak (N) 33 12 45
(%) 73.3% 26.7% 100%
Ya (N) 9 31 40
(%) 22.5% 77.5% 100%
Total
(N) 42 43 85
(%) 49.4% 50.6% 100%
Grafik Kaplan Meier (Gambar 1) menunjukkan
terdapat perbedaan probabilitas kelangsungan hidup
pasien anak sepsis dengan dan tanpa hiperglikemia
yang dirawat di ruang rawat intensif anak. Pasien anak
spesis tanpa hiperglikemi memiliki probabilitas
harapan hidup yang lebih tinggi dibandingkan
dengan hiperglikemi.
Hasil analisis (multivariat) regresi Cox (Tabel 3)
menunjukkan, hiperglikemia, MOD, usia lebih
muda (bayi), dan status gizi kurang, berhubungan
dengan risiko kematian. Tetapi hanya hiperglikemi
dan MOD yang menunjukkan hubungan yang secara
statistik signifikan. Pasien anak dengan sepsis dan
hiperglikemi memiliki risiko untuk mengalami
kematian 3 kali lebih besar daripada tanpa
hiperglikemia (HR= 2.78; CI 95% 1.34 hingga 5.77;
p=0.006). Pasien anak dengan sepsis dan MOD
memiliki risiko untuk mengalami kematian 5 kali
lebih besar daripada tanpa MOD (HR= 5.25;
CI95% 2.20 hingga 12.49; p<0.001). Anak spesis
dengan status gizi kurang memiliki risiko 1.5 kali
lebih tinggi untuk mengalami kematian daripada gizi
normal (HR= 1.44; CI95% 0.74 hingga 2.76). Anak
sepsis berusia lebih muda (bayi) memilikii risiko 1.5
kali lebih tinggi untuk mengalami kematian daripada
usia yang lebih tua (HR= 1.49; CI95% 0.75 hingga
2.97.
Tabel 3. Analisis regresi Cox tentang hubungan antara
mortalitas dan hiperglikemia, setelah mengontrol pengaruh
MOD, status gizi, dan umur, pada anak dengan sepsis
HR p CI 95%
Hiperglikemi a 2.78 0.006 1.34 hingga 5,76
MOD 5.24 <0.001 2. 20 hingga 12. 49
Status gizi kurang 1.44 0.278 0.74 hingga 2.76
Umur muda (bayi) 1.49 0.252 0.75 hingga 2.97
PEMBAHASAN
Pada penelitian sebelumnya pembagian kelompok
usia dibedakan menjadi 3 kelompok (1-12 bulan,
12 bulan-12 tahun, dan lebih dari 12 tahun), tetapi
karena pada penelitian ini tidak didapatkan subjek
yang lebih dari 12 tahun maka hanya dibedakan
menjadi 2 kelompok. Terdapat 30 subjek meninggal
pada kelompok usia bayi, dan pada kelompok usia
anak terdapat 29 subjek di mana 13 subjek
meninggal. Hasil perhitungan statistik menunjukkan
tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dan
mortalitas (p=0,252). Hal ini sesuai dengan
Gambar 1. Grafik Kaplan-Meier tentang perbedaan probabilitas kelangsungan hidup
pasien anak sepsis dengan dan tanpa hiperglikemia
penelitian Singhal yang
menyatakan tidak ada
hubungan antara usia dengan
mortalitas (Singhal, 2001).
Pada pasien dengan usia yang
lebih muda masih memiliki
sistem kekebalan tubuh yang
masih belum sempurna dan
fungsi organ yang belum
matang sehingga rentan untuk
terjadinya infeksi dan ber-
akibat lebih fatal (Aminullah,
2005).
M. RIKKI ARDHIAREZA ARIFIN/ HUBUNGAN ANTARA HIPERGLIKEMIA
37
Sebagian besar subjek berstatus gizi baik 72.9%.
Pada keadaan gizi baik dan gizi kurang tidak
didapatkan gangguan mikronutrien atau
makronutrien yang bermakna (Anderson, 2005b).
Dari 23 subjek yang memiliki gizi kurang didapatkan
14 subjek meninggal dan 62 subjek yang gizi baik
didapatkan 29 subjek meninggal. Dari hasil statistik
tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi
dengan mortalitas (p=0.278).
Perawatan di ruang rawat intensif tersedia alat
monitor tanda vital, monitor saturasi oksigen, infus
pump, dan ventilator. Pasien dirawat oleh dokter
subspesialis anak dan perawat yang terlatih untuk
keadaan gawat darurat. Monitoring dilakukan secara
ketat baik menggunakan alat monitor maupun
pemeriksaan berkala. Ruang rawat intensif selalu
dijaga sterilisitasnya diantaranya dengan pembatasan
penunggu pasien, tenaga medis selalu mencuci tangan
sebelum dan setelah memeriksa pasien, pemantauan
jumlah kuman secara berkala, dan sterilisasi ruangan
secara berkala. Terapi yang digunakan dapat lebih
agresif bila dibandingkan dengan perawatan di
bangsal karena monitoring yang dilakukan sangat
intensif. Dengan perawatan demikian di ruang rawat
intensif anak dapat memberikan harapan hidup yang
baik dan mencegah kematian. Pengenalan diagnosis
yang terlambat, terapi yang tidak adekuat, ataupun
cara pengiriman yang salah dapat memperburuk
keadaan pasien setelah tiba di RS Dr. Moewardi dan
akhirnya masuk ke ruang rawat intensif anak. Sehingga
dalam analisis ini dilakukan dengan analisis
(multivariat) regresi Cox dengan mempertimbangkan
faktor lama perawatan.
Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang
secara statistik signifikan antara hiperglikemi
mortalitas pada anak dengan sepsis (HR= 2.78;
CI95% 1.34 hingga 5.77; p=0.006). Hiperglikemi
yang terjadi merupakan salah satu tanda dari
kegagalan sistem organ. Hiperglikemi merupakan
faktor penanda terjadinya morbiditas dan mortalitas
pada anak-anak yang menderita sakit kritis dan akut,
seperti yang terjadi pada sepsis. Keuntungan dari
pemeriksaan hiperglikemi ini adalah relatif sangat
mudah dan tidak membutuhkan waktu yang lama.
Pada penelitian clinical trial yang dilakukan di Florida
mendapatkan hasil signifikan yang menyatakan
dengan mengkontrol kadar glukosa darah penderita
sepsis angka morbiditas dan mortalitas dapat
diturunkan. Hiperglikemi berkaitan dengan efek yang
merugikan, seperti pada pengaruh penurunan
imunitas tubuh, peningkatan koagulasi dan
inflamasi, dan kerusakan endotel (Otto dan
McEntyre, 2006).

Penelitian yang dilakukan Van Den
Berghe dan kawan-kawan memberikan hasil yang
menarik yaitu dengan melakukan kontrol kadar gula
80-110 mg/dl dapat menekan angka mortalitas
sampai dengan 32% pada penderita sepsis dengan
hiperglikemi yang telah mengalami MOD yang
dirawat di PICU/NICU (Berghe, 2007). Secara teori
hiperglikemi dapat mengakibatkan peningkatan adesi
molekul, peningkatan produksi sitokin, peningkatan
produksi dengan penurunan fungsi komplemen,
penurunan migrasi sel PMN, penurunan fagosit sel
PMN, gangguan produksi nitric oxside, gangguan
koagulasi, peningkatan asam lemak bebas,
peningkatan produksi radikal bebas, edema cerebri,
dan sekunder dehidrasi (Otto dan McEntyre, 2006).
Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang
secara statistik signifikan antara MOD dan mortalitas
pada pasien anak dengan sepsis (HR= 5.25; CI 95%
2.202 hingga 12.49; p<0.001). Temuan ini sesuai
dengan penelitian sebelumnya oleh Sanghal (2001)
dan Hirsberg et al. (2006). Kegagalan jantung
menyebabkan tubuh tidak dapat mempertahankan
tekanan darah dalam batas normal, sehingga syok
kardiogenik dan gagal jantung dapat terjadi dan
berakibat kematian. Kegagalan fungsi paru dapat
mengakibatkan gangguan pertukaran oksigen dalam
alveoli dan berakibat gagal nafas dan berakhir dengan
kematian. Kegagalan fungsi ginjal dapat
mengakibatkan tertumpuknya sisa metabolisme yang
seharusnya disekresikan, bila keadaan ini berlanjut
maka zat toksin tersebut akan tertumpuk di dalam
darah, mengakibatkan gangguan elektrolit dan
gangguan asam basa. Kegagalan sistem hematologi
dapat mengakibatkan kerusakan sel darah merah,
leukosit, dan trombosit. Kerusakan sel darah merah
dapat mengakibatkan gangguan pengangkutan
oksigen, kerusakan leukosit dapat mengakibatkan
penurunan daya tahan tubuh terhadap infeksi, keru-
sakan trombosit dapat mengakibatkan perdarahan.
Terdapatnya salah satu gangguan organ yang terjadi
pada pasien sepsis dapat mengakibatkan kematian,
maka bila gangguan melibatkan beberapa organ akan
memberikan kemungkinan terjadinya kematian lebih
besar (Akib, 2003; Bucher dan Hoecherel, 2008).
JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 2/NO. 1/JANUARI/2011
38
Penelitian ini menyimpulkan bahwa
hiperglikemia merupakan prediktor penting bagi
kematian pada anak dengan sepsis. Hiperglikemi
meingkatkan risiko kematian 3 kali lebih besar pada
anak dengan sepsis (HR= 2.78; CI 95% 1.34 hingga
5.77; p=0.006). Peningkatan risiko tersebut telah
mengontrol pengaruh MOD, usia anak, dan status
gizi.
Penelitian ini menyarankan agar dilakukan
penelitian lebih lanjut dengan waktu yang lebih lama
dan besar sampel yang lebih besar sehingga dapat
mewakili populasi. Perlu dilakukan pemeriksaan kadar
gula darah sedini mungkin dan monitoring kadar
gula darah pada penderita sepsis untuk mengetahui
prognosis serta melakukan tindakan yang lebih agresif
untuk keselamatan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Akib PAA (2003). Mekanisme imun reaksi inflamasi
pada penyakit infeksi bakteri. Dalam:
Pendekatan imunologis berbagai penyakit alergi
dan infeksi. Jakarta: Balai penerbit FK UI; hal.
1-12.
Aminullah A (2005). Sepsis pada bayi baru lahir,
masalah dan penatalaksanaan. Dalam
Simposium nasional perinatologi dan pediatri
gawat adrurat. Jakarta: Balai penerbit IDAI.
Anderson KS, Cristiansen C, Tonesen E (2005a).
Metabolic, endocrine and immune effects of
stress hyperglycemia in prolonged critical illlnes.
Endojournal, 58: 520-539.
Anderson KS, Cristiansen C, Tonesen E (2005b).
Role of insulin and hyperglycemia in sepsis
phatogenesis. www.pccmed.com. Diakses 12
September 2008.
Berghe VG (2005). Endocrine consequences of
systemic disease in critical ill patien. Dalam:
Clinical pediatric endocrinology 5
th
edition. UK:
Blackwell, hal. 492-99.
Berghe VD, Jansen JT, Burrman AW (2007).
Relation between plasma levels of insulin and
inflammatory mediators. www.endocrinesoc.azm.nl.
Diakses 15 September 2008.
Bucher M, Hoecherel K (2008). Sepsis.
www.ccforum.com. Diakses 15 September 2008.
Carcillo AJ, Balk RA, Casey RC (2004). Sepsis and
septic shock. www.medscape.com. Diakses 15
September 2008
Fatah AC (2003). Sepsis dan syok septik. Dalam:
Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi II.
Jakarta: Balai penerbit IDAI, hal. 358-63
Hirsberg E, Lacroix J, Swart K (2006). Blood glucose
controle in patien critical ill children.
Chestjournal, 29: 287-298.
International Sepsis Forum (2003). Promoting a bettter
understanding of sepsis. www.sepsisforum.org.
Diakses 15 September 2008
Madsen KR, Moller K, Flemming D (2004). Efect
of hyperglycemia and hyperinsulinemia on the
response of IL-6, TNF-? anf FFAs to low dose
endotoxemia in humans. Ajpendo, 38: 296-307.
Otto MC, McEntyre MD (2006). Hyperglicemia
in critical ill patien. Endojournal, 22: 187-194.
Sanghal N (2001). Association of timing, duration,
and intesity of hyperglycemia with intensive care
unit mortality in criticaly ill children. Pediatr
Crit Care Med, 5 (38): 714-19.
Undurti ND (2003). Insulin in the critically ill with
focus on cytokines, reactive oxygen species HLA-
DR expression. www.japi.org. Diakses 18
September 2008.

Você também pode gostar