Você está na página 1de 19

J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010

ABORTUS DAN PERMASALAHANNYA DI INDONESIA


Oleh : Hj. Tina Asmarawati
Ketua Prodi S2 Ilmu Hukum UNIS - Tangerang
Abstrak


Abstrak
Abortus adalah penghentian kehamilan sebelum janin bisa hidup di luar
kandungan. Abortus merupakan gejala yang sejak zaman dahulu kala
dikenal pada seluruh lapisan masyarakat di seluruh dunia. Bila seorang
wanita menjadi hamil tidak diinginkannya maka ia akan melakukan segala
macam usaha untuk menggugurkan kandungannya.
Pertentangan moral dan agama merupakan masalah terbesar yang
sampai sekarang masih mempersulit adanya kesempatan tentang
kebijakan penanggulangan masalah aborsi. Oleh karena itu, aborsi yang
ilegal dan tidak sesuai dengan cara-cara medis masih tetap berjalan dan
tetap merupakan masalah besar yang masih mengancam perempuan
dalam masa reproduksi.
Di Indonesia, ketentuan mengenai hukum kesehatan telah diatur tersendiri
dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, yang
mulai berlaku sejak tanggal 17 September 1992. Memberikan sanksi yang
berat bagi siapa saja yang melakukan pengguguran kandungan terhadap
ibu hamil. Pasal yang mengatur ketentuan tersebut antara yaitu pasal 80
ayat (1) menyatakan, barang siapa yang dengan sengaja melakukan
tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi
ketentuan yang diatur dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dipidana
J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010



dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling
banyak Rp.500.000.000,-
Upaya meminimalisir abortus sudah dilaksanakan melalui
Menstrual Regulation dan lain-lainnya, tapi belum sebagaimana yang
diharapkan masih saja terjadi kehamilan sehingga terjadi lagi abortus baik
legal maupun illegal. Penulis memberi saran adanya Rule of law terhadap
tindak pidana abortus. Orang tua harus mengadakan pendekatan kepada
putra-putrinya, akan bahaya pergaulan bebas dan jika melakukan abortus
dapat mengancam jiwa dan dapat berurusan dengan hukum serta perlu
adanya ceramah masalah agama agar terhindar dari perbuatan sesat.
Kata kunci: Abortus dan dampaknya.

PENDAHULUAN
Abortus merupakan gejala yang sejak zaman dahulu kala dikenal pada
seluruh lapisan masyarakat di seluruh dunia. Bila seorang wanita menjadi
hamil tanpa diinginkannya dan ia tidak dapat menerima keadaan itu
sebagai nasibnya, maka ia akan melakukan segala macam usaha untuk
menggugurkan kandungannya. Dari zaman dahulu sudah dikenal cara-
cara tradisional untuk menggugurkan kandungan, seperti minum jamu-
jamu, melakukan pijat,memasukkan segala macam benda dalam
kandungan dan sebagainya.
Setiap tahun sejak terjadinya krisis moneter, sekitar 150.000 anak di
bawah usia 18 tahun menjadi pekerja seks. Sementara itu, setengah dari
pekerja seks di Indonesia berusia di bawah 18 tahun, sedangkan 50.000
J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010



di antaranya belum mencapai usia 16 tahun1.Sex bebas sangatlah
berbahaya, selain bisa menimbulkan banyak penyakit seperi HIV, Raja
Singa, dan lain-lain, tentu yang paling berbahaya adalah kerusakan atau
bobroknya moral remaja kita serta menimbulkan dampak buruk yang
berbahaya yaitu aborsi.
Unsur yang patut dimiliki seseorang untuk dapat dianggap
sebagai seseorang yang benar-benar profesional dalam melakukan aborsi
yaitu, antara lain, perilaku profesional seseorang harus menunjukkan
pada keahlian seseorang yang didukung oleh pengetahuan, pengalaman
dan keterampilan yang tinggi. Ini mengisyaratkan, bahwa jika seseorang
tidak diperkenankan menjalankan tugas profesinya atas pertimbangan
bahwa pendidikan dan latihan yang diperlukan belum mencukupi dan
pengalamannya belum memadai, maka orang tersebut harus dapat
menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal dibidang profesi tersebut.
Yang patut melakukan abortus adalah:

1. Dalam menjalankan tugas profesinya harus bermoral tinggi. Artinya,
sesuatu yang bertentangan dengan moral yang baik harus
dihindarkan walaupun dengan melakukannya ia akan memperoleh
imbalan jasa yang tinggi.

2. Seseorang tenaga profesional kesehatan dan medis harus
menyadari ketentuan-ketentuan hukum tentang seberapa jauh ia
dapat bertindak dan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh
dilakukan.


1
www.aborsiindonesia.com/meningkatnyaborsipadaremaja/arsip/072009.asp, tanggal
akses: 3 Maret 2010
J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010



3. Sekalipun sebenarnya keahlian seorang tenaga profesional medis
dapat dimanfaatkan sebagai upaya yang lugas untuk mendapatkan
uang, namun dalam melaksanakan tugas profesionalnya ia tidak
boleh semata-mata didasarkan oleh pertimbangan uang.

4. Seorang tenaga profesional harus memegang teguh kode etik
profesional.
2


Dalam rangka meningkatkan profesional diperlukan suatu
perangkat hukum yang dapat mencakup keseluruhan ruang lingkup
kesehatan, yang secara khusus berisikan kaidah maupun ketentuan
sikap tindak yang berkaitan dengan kesehatan.
Bila abortus dilarang atau dipersulit oleh Undang-Undang,
wanita yang bersangkutan akan minta bantuan dukun atau orang lain
yang tidak kompeten, yang dapat menimbulkan komplikasi, seperti
infeksi, perdarahan yang hebat, kemandulan atau kematian wanita
yang bersangkutan. atau wanita tersebut dapat minta bantuan dokter
ahli, tetapi karena perbuatan terlarang yang dapat menimbulkan risiko
bagi dokter tersebut, wanita yang bersangkutan akan dikenakan
pembayaran yang sangat mahal.
1. Pengertian Abortus (Gugur kandung, Pengguguran
Kandungan)
Secara medik, abortus diartikan keluarnya, dikeluarkannya
embryo, foetus sebelum waktunya, yaitu sebelum dapat hidup sendiri
diluar uterus.
Pengertian abortus dapat dibagi sebagai berikut :
a. Abortus spontan, yang terjadi dengan sendirinya, tanpa disengaja
dan umumnya tidak dikehendaki oleh yang bersangkutan.

2
Ismail Saleh, Perilaku Profesional Dokter Indonesia, Sambutan Pengarahan Pada Rakernas I
Majelis Kehormatan Etika Kedokteran di Bandungan Ambarawa, Jawa Tengah, 11 Juli 1987.
J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010



Abortus spontan tidak menimbulkan masalah hukum, karena terajdi
dengan wajar.
b. Abortus provocatus, yang dilakukan dengan sengaja, dan memang
dikehendaki oleh yang bersangkutan.
Abortus provocatus dapat dibagi lagi sebagai berikut :
1. Abortus provocatus yang legal, yang dibenarkan oleh hukum.
2. Abortus provocatus yang illegal, yang dilarang oleh hukum.
Maka abortus tidak selalu dilarang. Tergantung dari Undang-
Undang dalam negara yang bersangkutan apakah abortus
diperbolehkan, dengan indikasi atau alasan apa yang bagaimana
pelaksanaan UU dalam praktek.

Masalah abortus di Indonesia sudah sering dibahas dari segi
medik, segi hukum dan lain-lain dalam berbagai pertemuan ilmiah yang
diselenggarakan terutama di kalangan para dokter dan sarjana hukum.
Yang terpenting diantaranya ialah : Simposium Abortus di Jakarta
tahun 1964 dan di Surabaya tahun 1973, Seminar Kriminologi II di
Semarang tahun 1972, Seminar Hukum Kependudukan di Jakarta
tahun 1974 dan di Yogyakarta tahun 1975, Seminar Abortus di Jakarta
tahun 1975, Konsultasi Bersama antara Panitia Ahli Medik,
Penerangan dan Hukum dari PKBI, di Jakarta tahun 1977, Kongres
Persahi di Lembang tahun 1977.
Dalam sejarahnya semua mendesak supaya diadakan
perubahan dalam Undang-Undang mengenai abortus. Dalam
Musyawarah Ulama Terbatas mengenai Keluarga Berencana di
Jakarta, tahun 1972, antara lain ditegaskan bahwa pengguguran
kandungan (abortus) dilarang, kecuali dalam keadaan darurat.
Di beberapa negara kaum pergerakan wanita ikut mendesak
perubahan dalam Undang-Undang yang melarang atau mempersulit
abortus, di Indonesia kaum wanita belum banyak mengeluarkan
J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010



pendapat mengenai masalah tersebut.Dalam tahun 1973 Perwari
pernah mengadakan konferensi-kerja mengenai kedudukan wanita dan
keluarga berencana yang antara lain menyarankan supaya abortus
diperbolehkan dengan memperhatikan kesehatan fisik maupun mental
dari wanita yang bersangkutan.
Akhirnya dilahirkanlah Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan. Sebagaimana asas hukum yang menyatakan lex
spesialis derogat lex generalis, dan UU lama dikalahkan oleh Undang-
undang baru. Juga diperkuat oleh Undang-Undang No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi manusia.
PERMASALAHAN
1. Bagaimana penerapan pidana terhadap orang yang melakukan
tindak pidana Abortus?
2. Bagaimana meminimalisir abortus?

B. PEMBAHASAN
1. Penerapan pidana terhadap orang yang melakukan tindak
pidana Abortus di Indonesia?
Undang-undang dapat menetapkan ketentuan yang berikut
mengenai abortus :
1) Abortus dilarang secara mutlak.
2) Abortus diperbolehkan dalam hal-hal sebagai berikut :
a. Indikasi medik.
Untuk menyelamatkan jiwa wanita.
b. Indikasi kesehatan
Untuk menjaga kesehatan wanita. Jika diambil definisi
kesehatan menurut Pasal 2, UU Pokok Kesehatan No. 9, Tahun
1960, dan sudah diperbaharuin dengan Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran, Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010



Kesehatan. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi manusia. yang dimaksud dengan kesehatan ialah meliputi
kesehatan badan, rohaniah (mental), dan sosial dan bukan
hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.
c. Indikasi humaniter atau kemanusiaan
Jika kehamilan disebabkan oleh perkosaan, perbuatan sumbang
(incest), wanita masih di bawah umur dan sebagainya.
d. Indikasi eugenistis
Jika kemungkinan besar bayi akan lahir cacat fisik atau mental.
e. Indikasi sosial atau sosio-ekonomi
Jika kelahiran bayi dianggap akan mengganggu keselamatan
dan kesejahteraan keluarga.
f. Indikasi kegagalan kontrasepsi (contraceptive failure)
Meskipun suami/isteri telah mempergunakan kontrasepsi, tetapi
gagal, yang menyebabkan kehamilan.
3) Abortus diperbolehkan atas permintaan wanita yang bersangkutan,
tanpa memberi alasan (biasanya dalam batas waktu trimester
(triwulan) pertama dari kehamilan.
Jika kita membandingkan UU yang mengatur abortus
diberbagai negara, akan dijumpai UU yang sangat restriktif/melarang
mutlak (misalnya Indonesia, meskipun dalam praktek abortus
diperbolehkan dengan indikasi medik), ada pula yang sangat liberal
(seperti sub 3 tersebut di atas), ada pula yang mencantumkan salah
satu atau beberapa indikasi tersebut sub 2, a sampai f.
Ternyata bahwa antara tahun 1967 1976, ada 37 negara
yang mengubah UU mengenai abortus, 34 negara telah memperluas
dan memudahkan kesempatan untuk abortus, sedangkan 3 negara di
Eropa Timur yang dulu sangat liberal, sekarang telah memperketat
peraturannya.
J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010



Sesungguhnya dengan mempergunakan salah satu cara
kontrasepsi, dapat dicegah kehamilan yang tidak diingini, sehingga
abortus tidak perlu. Dalam praktek, masih terdapat keseganan yang
mempergunakan kontrasepsi, kesulitan untuk memperoleh
kontrasepsi, kontrasepsi yang tidak cocok atau gagal dan sebagainya.
Di Indonesia abortus diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP), Pasal 229, 346, 347, 348, 349, 350 dan 535 dan yang
terakhir adalah Undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992
Tentang Kesehatan.
Menurut KUHP dapat dihukum :
a. Orang yang menggugurkan kandungan seorang wanita.
b. Wanita yang digugurkan kandungannya.

Pasal - pasal Yang Mengatur Abortus
Pasal 299 (Bab XIV KUHP : Kejahatan melanggar kesusilaan)
(1) Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan atau
menyuruh seorang perempuan supaya diobati dengan
memberitahu atau menerbitkan pengharapan, bahwa oleh karena
pengobatan itu dapat gugur kandungannya, dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda
sebanyak-banyaknya tiga ribu rupiah.

(2) Kalau yang bersalah berbuat karena mencari keuntungan, kalau
melakukan kejahatan itu ia jadikan pekerjaan atau kebiasaan atau
kalau ia seorang dokter, bidan atau tukang membuat obat,
hukuman boleh ditambah sepertiganya.

(3) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam pekerjaannya,
maka boleh dicabut haknya melakukan pekerjaan itu.

J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010



Pasal 535 (Pelanggaran tentang kesusilaan)
Barangsiapa dengan terang-terangan, mempertunjukkan ikhtiar
untuk menggugurkan kandungan, atau dengan terang-terangan
atau denagn tiada diminta, menawarkan ikhtiar atau pertolongan
untuk menggugurkan kandungan, atau menyatakan ikhtiar atau
pertolongan itu bisa didapat, dihukum dengan hukuman
kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-
banyaknya tiga ratus rupiah.

Bab XIX KUHP (Kejahatan terhadap nyawa orang).
Pasal 346 : Perempuan dengan sengaja menyebabkan gugur atau
mati kandungannya atau menyuruh orang lain menyebabkan itu,
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat
tahun.

Pasal 347 : (1) Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau
mati kandungan seorang perempuan tidak dengan izin
perempuan itu, dihukum dengan hukuman penjara selama-
lamanya dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu berakibat perempuan itu mati, ia dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.

Pasal 348 : (1) Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau
mati kandungan seorang perempuan dengan izin perempuan itu,
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun
enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu berakibat perempuan itu mati, ia dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun.

Pasal 349 : Jika seorang dokter, bidan atau tukang obat, membantu
kejahatan tersebut dalam Pasal 346, atau bersalah melakukan
atau membantu salah satu kejahatan diterangkan dalam Pasal
347 dan 348, maka hukuman yang ditentukan dalam pasal itu
boleh ditambah sepertiganya dan boleh dicabut haknya
menjalankan pekerjaannya yang dalam melakukan kejahatan itu.

Pasal 350 : Jika dihukum karena membunuh, karena membunuh
berancang atau karena salah satu kejahatan diterangkan dalam
Pasal 344, 347 dan 348, boleh dijatuhkan pencabutan hak
tersebut dalam Pasal 35 No.1 5.


J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010



Sebagaimana telah diutarakan dimuka masalah Abortus saat ini
telah diatur tersendiri dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992
tentang Kesehatan, yang mulai berlaku sejak tanggal 17 September
1992.Memberikan sanksi yang berat bagi siapa saja yang melakukan
pengguguran kandungan terhadap ibu hamil. Pasal yang mengatur
ketentuan tersebut antara yaitu pasal 80 ayat (1) menyatakan, barang
siapa yang dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu
terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam
pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,-
Pasal 15ayat (1): Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya
dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
Ayat (2): Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan:
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan
diambilnya tindakan tersebut;
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan UU RI No. 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan, dilakukan sesuai dengan
tanggungjawab profesi serta berdasarkan pertimbangan
tim ahli;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau
suami atau keluarganya;
d. Pada sarana kesehatan tertentu.
Ayat (3) : Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis
tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010



Menurut ketetapan UU, pada umumnya semua perbuatan
abortus dilarang, kecuali untuk indikasi medik.Di dalam kenyataannya,
praktek dokter yang melakukan abortus tanpa indikasi medik, (
menyelamatkan jiwa atau menjaga kesehatan wanita yang
bersangkutan), sulit untuk dihukum /tidak dihukum. Oknum dokter
mempunyai alasan untuk indikasi medik, walaupun sebenarnya untuk
menutup aib akibat pergaulan bebas, tentunya dengan biaya yang
sangat tinggi.Tergantung dari beratnya resiko yng ditanggung (usia
kandungan sudah besar)

2. Meminimalisir Abortus di Indonesia
Dengan kemajuan ilmu kedokteran pada waktu ini, abortus dapat
dilakukan dengan cara yang mudah, murah dan tidak mengganggu
kesehatan bila dilakukan secepat mungkin setelah haid terlambat. tetapi
kemungkinan itu tergantung pada undang-undang yang berlaku dalam hal
ini. Abortus tetap akan ada, tanpa memandang apakah undang-undang
melarang atau memperbolehkannya. Tetapi bila undang-undang melarang
atau mempersulitnya, akan timbul abortus gelap oleh orang yang bukan
ahli yang membahayakan kesehatan wanita yang bersangkutan
disampingnya abortus gelap oleh dokter ahli yang sangat mahal, karena ia
mengambil risiko dalam menjalankan tindakan yang dilarang.

Upaya mencegah kehamilan
e. Menstrual Regulation (MR)
Sejak dasawarsa yang terakhir ini, Menstrual Regulation (MR) atau
pengaturan haid telah diperkembangkan sebagai salah satu cara untuk
mengendalikan fertilitas. Cara-cara MR ialah dengan memberikan
suntikan hormon prostaglandin atau dengan mempergunakan menstrual
regulators.
J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010



Di negara-negara dengan Undang-Undang abortus yang liberal,
MR juga diperbolehkan. Sedangkan negara-negara dengan Undang-
Undang abortus yang restriktif dapat dibagi menurut dua sistem :
1) Tindakan-tindakan yang dapat menyebabkan abortus dilarang, tanpa
perlu dibuktikan apakah wanita yang bersangkutan hamil atau tidak.
Sistem ini semula berlaku dinegara-negara Inggris, Perancis, Negara
Belanda dan bekas jajahan-jajahan mereka. Kemudian disebagian
besar negara-negara tersebut sudah diadakan perubahan dalam
Undang-Undang mengenai abortus menjadi liberal, sehingga MR juga
tidak menimbulkan persoalan lagi. Tetapi di negara-ngara lain yang
belum mengubah Undang-Undang mengenai abortus, misalnya
Indonesia, MR tetap dilarang.
2) Tindakan-tindakan yang dapat menyebabkan abortus dilarang, akan
tetapi bila orang-orang yang melakukannya hendak dituntut, harus
berdasarkan bukti bahwa wanita yang bersangkutan hamil.
Sistem ini berlaku di sebagian besar negara-negara Amerika Latin.
Maka pelaku MR hanya dapat dihukum bila dapat dibuktikan bahwa
ada kehamilan. Mengenai persoalan waktu bilamana diketahui dengan
pasti apakah seorang wanita hamil atau tidak, Prof. Joedono dalam
keterangan saksi di Pengadilan Negeri bulan Juli 1978 menerangkan,
bahwa wanita yang terlambat hadi dua minggu antara 40% positif
hamil. Setelah dua minggu sampai 2 bulan 50 60% positif. Jika haid
sudah terlambat 4 bulan, janin sudah lengkap bentuknya, tinggal
berkembang membesar hingga lahir. Biasanya MR dilakukan dalam
waktu 2 minggu sesudah haid terlambat atau 5 6 minggu setelah
haid yang terakhir, pada waktu itu wanita yang bersangkutan baru
menyangka atau takut ia hamil, tetapi belum ada kepastian. Di
Indonesia MR dilaksanakan sejak tahun 1972 sebagai pilot proyek dan
proyek penelitian dan ternyata cukup banyak peminat.
J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010



Perlu untuk membuat peraturan tentang peredaran dan
penggunaan alat menstruation regulation, dengan pertimbangan bahwa
alat tersebut dapat dipergunakan untuk menggugurkan kandungan. Maka
dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 311/Men.Kes/Per/XII/76,
tanggal 4 Desember 1976, antara lain ditetapkan sebagai berikut :
1) Dilarang tanpa izin Menteri Kesehatan (Menkes) mengedarkan atau
menggunakan alat MR (Pasal 2).
2) Unit kesehatan atau peruahaan yang akan mengedarkan alat MR
harus mengajukan permohonan izin kepada Menkes melalui Direktur
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Unit Kesehatan atau
perorangan yang akan mengguankan alat MR harus mengajukan
permohonan izin Menkes melalui Direktur Jenderal Pelayanan
Kesehatan.
Dengan demikian sekarang pengedaran dan penggunaan MR
dibatasi, yang bagaimanapun juga akan berakibat pula terhadap usaha
pengendalian fertilitas.
b. Sterilisasi Sukarela/Kontrasepsi
Sterilisasi merupakan cara keluarga berencana yang bersifat
permanen, artinya akan menyebabkan pria atau wanita yang
bersangkutan steril/mandul untuk selama-lamanya.
Sterilisasi tidak termasuk cara-cara yang disediakan oleh program
nasional keluarga berencana, sedangkan sebagian masyarakat yang
merasa jumlah anak dalam keluarganya tidak perlu ditambah lagi,
memerlukan cara KB yang permanen. Selain dari pada itu sterilisasi akan
sangat membantu usaha mengatasi masalah kependudukan. Hal itu
menjadi dasar dibentuknya Perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela
Indonesia (PUSSI), pada tanggal 9 Oktober 1974. Dalam Konperensi
Khusus di Medan, tahun 1976, PUSSI antara lain menetapkan sebagai
tujuannya ialah kesejahteraan/kebahagiaan individu, keluarga dan
J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010



masyarakat, dalam rangka menunjang program nasional keluarga
berencana.
Majelis Umum PUSSI yang diadakan di Jakarta, tanggal 30 April
1 Mei 1978, telah menetapkan sebagai maksud dan tujuan yang
dicantumkan dalam anggaran dasarnya, meningkatkan dan memelihara
kesehatan dan kesejahteraan keluarga melalui sterilisasi sukarela. Untuk
mencapai maksud dan tujuan tersebut diadakan usaha-usaha seperti;
memberikan penerangan seluas-luasnya tentang sterilisasi sukarela,
memberikan pelayanan sterilisasi sukarela, mengadakan pendidikan dan
latihan dalam teknik sterilisasi, mengadakan penelitian mengenai segala
aspek sterilisasi, mengadakan dan membina hubugnan kerjasama dengan
instansi pemerintah dan organisasi masyarakat baik dalam maupun luar
negeri, mengusahakan sejauh mana koordinasi dalam bidang kegiatan
sterilisasi sukarela, mengadakan usaha-usaha lain yang tidak
bertentangan dengan asas dan dasar PUSSI.
Beberapa ketentuan mengenai sterilisasi telah dihasilkan sebagai
berikut :
Sterilisasi ialah setiap tindakan pada kedua saluran telur wanita atau
saluran bibit pria yang mengakibatkan orang/pasangan yang
bersangkutan tidak akan mendapat keturunan lagi.
Sterilisasi sukarela ialah sterilisasi yang dilakukan pada pria atau
wanita atas permintaan dan izin pasangan yang bersangkutan, tanpa
paksaan dari pihak lain, untuk membatasi besarnya (banyanya anak) yang
telah ada, setelah pasangan tersebut mendapat penerapan yang sejelas-
jelasnya mengenai sterilisasi itu.
Yang dianggap sebagai akseptor sterilisasi sukarela ialah
pasangan suami isteri yang terikat oleh perkawinan yang harmonis dan
menerima sterilisasi sebagai cara membatasi besarnya keluarga
(banyaknya anak) secara permanen.
J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010



Besarnya keluarga (banyaknya anak) yang diidam-idamkan itu ialah
keluarga kecil, yang mempunyai sebanyak-banyaknya 2 orang anak yang
sehat jasmani dan rohaninya sebagaimana dianjurkan oleh pemerintah,
dan sedapat-dapatnya telah anak lelaki dan perempuan.
Masa reproduksi yang terbaik demi kesehatan wanita ialah pada
umur antara 20 30 tahun. Sebaiknya wanita tidak hamil lagi setelah
berumur 35 tahun, karena kesulitan pada ibu dan anaknya akan sangat
meningkat.
Sterilisasi sukarela pada wanita dilakukan pada umur termuda 25
tahun, dan umur tertua 40 tahun, dengan banyaknya anak sebagai berikut
:
Umur isteri 25 30 tahun dengan 3 anak hidup atau lebih.
Umur isteri 30 35 tahun dengan 2 anak hidup atau lebih.
Umur isteri 35 40 tahun dengan 1 anak hidup atau lebih.
Untuk lebih menjamin pasangan itu mendapatkan sejumlah anak
yang diinginkannya di kemudian hari, mengingat masih tinggi angka
mortalitas anak di bawah 5 tahun (balita) hendaknya saat dilakukannya
sterilisasi sukarela itu memperhatikan pula umur anak yang terkecil. Tentu
saja, selain daripada umur anak yang terkecil itu diperhatikan pula tingkat
pendidikan, sosial dan ekonomi dari akseptor sterilisasi suka-rela itu.
Pada waktu akseptor sterilisasi sukarela itu menerima untuk
dilakukan sterilisasi (Pada wanita atau pria), umur suami pada waktu itu
harus sekurang-kurangnya 30 tahun, kecuali bila jumlah anaknya yang
hidup sekarang telah melebihi jumlah anak yang diinginkan oleh pasangan
itu.
Maka sterilisasi sebagai cara kontrasepsi penunjang sudah
selayak-layaknya menjadi perhatian kita. Khususnya sterilisasi pada pria
rupanya memenuhi kriteria : efektif, mudah, murah, aman (hampir tanpa
kesulitan).
J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010



Hal-hal yang perlu dijelaskan kepada calon akseptor vasektomi
(sterilisasi pada pria) antara lain ialah :
a) Vasektomi ialah suatu cara kontrasepsi yang permanen, meskipun
sebetulnya secara teknis masih bisa disambung lagi.
b) Vasektomi tidak akan menyebabkan kelainan fisik maupun mental.
c) Vasektomi tidak akan menyebabkan gangguan seksual (libido tidak
turun).
d).Selesai vasektomi untuk jangka waktu 2 bulan masih dianjurkan
memakai cara-cara kontrasepsi lainnya, oleh karena masih mungkin ada
sperma yang masih hidup. Sebelum dilakukan sterilisasi pada wanita atau
pria, calon akseptor perlu diberi penerangan dan pengertian yang sebaik-
baiknya mengenai segala seluk-beluk sterilisasi tersebut, kemudian yang
bersangkutan perlu mengajukan surat permohonan atau surat izin
sterilisasi, yang ditandatangani oleh yang bersangkutan sendiri, oleh
suami atau isterinya dan oleh dokter yang akan mengerjakannya
(informed consent atau persetujuan setelah diberi penerangan).
Sterilisasi harus sukarela, tanpa paksaan apapun juga.
Ditinjau dari segi hukum tidak ada hambatan terhadap sterilisasi,
karena tidak ada larangan dalam KUHP atau peraturan lain. Mengingat
masih ada keberatan dari segi agama kecuali dalam keadaan darurat,
perlu ditegaskan bahwa sterilisasi merupakan masalah kesehatan semata-
mata, karena umumnya dilakukan demi kesehatan wanita yang
bersangkutan, dalam hal sterilisasi pada pria, juga dilakukan demi
kesehatan isterinya.
Mengenai kebijaksanaan pemerintah tentang pelaksanaannya,
perlu disebut Surat Edaran Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat
Depkes RI tertanggal 15 Agustus 1979 No. 839/Binkesmas/Dj/VIII/79 yang
telah membenarkan dilaksanakan program di pelbaga fasilitas kesehatan
milik pemerintah, sepanjang hal itu atas permintaan yang bersangkutan
secara pribadi dan dilaksanaka oleh dokter yang telah dilatih dalam teknik
J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010



sterilisasi. Tetapi kemudian dengan Instruksi Menteri KesehatanKepala
BKKBN tertanggal 11 Agustus 1980 No. 316/ Menkes/Inst/VIII/1980 antara
lain telah ditetapkan :
- Sterilisasi tidak boleh digunakan dalam kaitannya dengan program KB.
- Metode mantap antara lain dilakukan melalui operasi tubektomi dan
vasektomi harus dilakukan atas indikasi yang jelas berdasarkan
petunjuk-petunjuk Departemen kesehatan.
- Pelaksanaan metode mantap hanya boleh dilakukan atas permintaan
suami isteri berdasarkan kesukarelaan dengan penuh kesadaran
setelah mendapatkan penjelasan medis tehnis yang mantap dari
dokter yang bersangkutan.
- Mass media diharapkan untuk tidak mengadakan expose yang dapat
menyinggung perasaan masyarakat.
Kegiatan PUSSI dibatasi pada bidang penelitian dan peningkatan
teknologi yang dilakukan dalam rangka kerjasama dengan universitas-
universitas dan lembaga-lembaga penelitian serat rumah-rumah sakit
yang ditunjuk. .
Dalam Kongres ke II PUSSI di Palembang, April 1981 telah
diadakan perubahan nama perkumpulan menjadi Perkumpulan
Kontrasepsi mantap untk Keluarga Bahagia dan Sejahtera Indonesia,
dipersingkat PKMI. Dalam pasal 4 anggaran dasar baru, ditetapkan bahwa
yang dimaksud dengan kontrasepsi mantap ialah suatu tindakan
pada/terhadap alat reproduksi untuk membatasi keturunan dalam jangka
waktu tidak terbatas atas permintaan suatu pasangan suami/isteri secara
sukarela. Dalam tahun 176 perkumpulan menjadi anggota dari World
Federation of Associations for Voluntary Sterilization, yang sejak tahun
1980 telah berganti nama menjadi World Federation of Health Agencies
for the Advancement of Voluntary Surgical Contraception (WF-SC).
Perkumpulan telah membentuk Dewan Hukum sejak tahun 1978,
sedangkan WF-SC telah membentuk Legal Committee dalam tahun 1979,
J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010



untuk mempelajari aspek-aspek hukum dari kontrasepsi mantap pada
tingkat nasional maupun internasional.


D. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Penegakan hukum terhadap tindak pidana abortus sudah ada rambu
hukum antara lain dari KUHP dan yang saat ini diberlakukan
Undang-undang kesehatan dan lain-lain. Tapi tindak pidana tersebut
masih juga dilaksanakan oleh oknum yang tidak bertanggungjwab
tsb.
b. Upaya meminimalisir abortus sudah dilaksanakan melalui Menstrual
Regulation,, sterilisasi dan lain-lainnya, tapi belum sebagaimana
yang diharapkan masih saja terjadi kehamilan sehingga terjadi lagi
abortus baik legal maupun illegal.
2. Saran
a. Adanya Rule of law terhadap tindak pidana abortus.
b. Orang tua harus mengadakan pendekatan kepada putra-putrinya
agar tidak melakukan pergaulan bebas, juga perlu adanya
/digalakan ceramah masalah agama dan bahayanya abortus
bagi keselamatan jiwa perempuan yang melakukan
abortus,demikian pula dampaknya dari segi hokum pidana..


DAFTAR PUSTAKA


Anwar, Yesmil & Adang, Pembaruan Hukum Pidana, Grasindo Jakarta,
2008.
J urnal Pelita Edisi VII Volume 2 J uli - Desember 2010



Ganjar Triadi Budi Kusuma, Remaja Seks Aborsi, Sahabat Setia,
Yogyakarta, 2007, hal.17
Ismail Saleh, Perilaku Profesional Dokter Indonesia, Sambutan
Pengarahan Pada Rakernas I Majelis Kehormatan Etika
Kedokteran di Bandungan Ambarawa, Jawa Tengah, 11 Juli 1987.

Oemar Seno Adjie, Etika Profesi dan Hukum Pertanggungjawaban Pidana
Dokter, Erlangga, Jakarta, 1991, hal.173
Poernomo, Bambang, Abortus, Hukum Pidana : Kumpulan Karangan
Ilmiah, P.T. Bina Aksara, Jakara, 1982.

2.Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang
Praktek Kedokteran.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia.

Você também pode gostar