Pria 70 tahun mengeluhkan inkontinensia urin dan feses selama sebulan terakhir, aktivitas sehari-harinya membutuhkan bantuan orang lain, dan pernah mengalami stroke.
Pria 70 tahun mengeluhkan inkontinensia urin dan feses selama sebulan terakhir, aktivitas sehari-harinya membutuhkan bantuan orang lain, dan pernah mengalami stroke.
Pria 70 tahun mengeluhkan inkontinensia urin dan feses selama sebulan terakhir, aktivitas sehari-harinya membutuhkan bantuan orang lain, dan pernah mengalami stroke.
SEORANG PRIA 70 TAHUN DENGAN KELUHAN BUANG AIR KECIL DAN
BUANG AIR BESAR TIDAK TERKONTROL
KELOMPOK VIII 030.10.150 Kelly Khesya 030.10.151 Kezia Marsilina 030.10.152 Komang Ida Widiayu R. 030.10.184 M. Alfi Auliya Rachman 030.10.185 M. Andanu Yunus Slamet 030.10.186 M. Arfan Eriansyah 030.10.225 Putri Sarah 030.10.226 R. Ifan Arief Fahrurozi 030.10.227 Rachel Silency Aritonang 030.10.261 Sumeet Haresh Vasandani 030.10.262 Syarfina Rosyadah 030.10.263 Tahari Bargas Prakoso 030.10.283 Yosha Santoso Putra
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI Jakarta, 11 Juni 2013 2
BAB I PENDAHULUAN
Seiring dengan bertambahnya usia, fungsi organ dalam tubuh akan mengalami penurunan, tidak terkecuali pada sistem genitourinaria. Adanya penurunan fungsi dari sistem genitourinaria ini dapat menyebabkan terjadinya inkontinensia. Inkontinensia adalah pengeluaran urin atau feses tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi yang cukup untuk mengakibatkan masalah gangguan kesehatan atau social. Inkontinensia dapat berupa inkontinensia urin dan inkontinensia alvi. Inkontinensia urin adalah keluarnya urin yang tidak terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya. Sedangkan inkontinensia alvi adalah keluarnya feses pada waktu yang tidak dikehendaki dan lebih jarang ditemukan. Kejadian inkontinensia dapat diperparah dengan adanya imobilisasi akibat suatu penyakit, depresi, dan konsumsi obat-obatan sedatif, diuretik maupun alpha blockers. Inkontinensia dapat menimbulkan masalah fisik dan psikososial, seperti depresi, jatuh, ulkus dekubitus, dan isolasi sosial. Terapi yang diberikan pada geriatri dengan inkontinensia memerlukan biaya yang besar karena itulah kini perawatan lebih banyak dilakukan di rumah atau dengan metode home care. Sedangkan Inkontinensia alvi lebih jarang ditemukan daripada inkontinensia urin, apalagi bila penderita tidak menderita inkontinensia urin. 30%-50% penderita dengan inkontinensia urin juga menderita inkontinensia alvi. Keadaan ini menunjukkan mekanisme patofisiologi yang sama antara inkontinensia urin dengan inkontinensia alvi.
3
BAB II LAPORAN KASUS Pak Karto usia 70 tahun di bawa ke klinik dokter keluarga oleh anak perempuan nya karena bab dan bak tidak terkendali sejak satu bulan dan buang air besar di tempat sejak satu minggu terakhir. Penderita sering marah marah dan tidak bisa tidur sehingga sering minum obat tidur. Istri nya telah meninggal dan ia tinggal bersama anak perempuan nya. Dalam melakukan aktifitas sehari hari ia perlu di bantu orang lain. Dan ia pernah menderita stroke. Pemeriksaan neurologi ekstremitas superior dan inferior sinistra kekuatannya menurun (3+/3+).hasil rectal toucer dan USG didapatkan prostat tidak membesar. Pada pemeriksaan indeks barthel didapat nilai 50. Penderita juga dilakukan pemeriksaan psikiatri.
4
BAB III PEMBAHASAN KASUS I. Identitas Nama : Tn. Karto Usia : 70 tahun Jenis kelamin : Laki - Laki Agama : - Pekerjaan : - Alamat : -
II. Anamnesis Keluhan Utama o Buang air kecil dan Buang air besar tidak terkendali selama 1 bulan Keluhan Tambahan o Sering marah marah dan tidak bisa tidur tanpa minum obat tidur Riwayat Penyakit Sekarang o Buang air besar ditempat 1 minggu terakhir o Dalam melakukan aktivitas sehari hari perlu dibantu orang lain Riwayat Penyakit Dahulu o Pernah menderita stroke Riwayat Kebiasaan o Tidak dijelaskan Riwayat Pengobatan o Tidak dijelaskan Riwayat Penyakit Keluarga o Tidak dijelaskan
5
III. Daftar Masalah Masalah Interpretasi Masalah Usia 70 tahun Pasien termasuk Elder yaitu 60 74 tahun (Kategori WHO) Pasien memiliki risiko penyakit degenerative Kemungkinan pasien terdapat penurunan fungsi faal tubuh Kemungkinan pasien terdapat penurunan fungsi kognitif Bak tidak terkendali sejak satu bulan Pasien mengalami Inkontinensia Uri Dapat merupakan inkontinensia uri reversible yaitu akibat frekuensi berkemih meningkat yang sering terjadi pada Diabetes, pemakaian obat diuretic dan psikologis Dapat merupakan inkontinensia uri irreversible yaitu akibat gangguan neurologis, defek pada muskulus detrusor, perubahan otot dasar panggul, dan penurunan kontraksi vesika urinaria dalam berkemih
Bab tidak terkendali sejak satu minggu Pasien mengalami Inkontinensia Alvi Diperlukan anamnesis dan pemeriksaan lanjut untuk mengetahui penyebab inkontinensia alvi. Inkontinensia alvi dapat disebabkan oleh prolapses recti, pasca pembedahan daerah anorektal, kerusakan saraf pudenda, neuropati diabetic, trauma lumbosacralis, dan penurunan serta kelemahan otot otot dasar panggul dan sphincter Sering marah - marah Kemungkinan pasien mengalami depresi akibat istrinya meninggal, kurangnya afeksi dalam keluarga Kemungkinan pasien mengalami agitasi akibat gejala yang terjadi pada dirinya, rasa ketidaknyamanan atas gejala yang terjadi pada dirinya seperti BAK, BAB tidak terkendali serta tidak bisa tidur. Dapat berhubungan dengan hipertensi yang diderita pasien Tidak Bisa Tidur tanpa Obat Kemungkinan pasien mengalami depresi, rasa ketidaknyamanan, cemas dan takut karena harus terbangun dari tidur untuk bak dan bab yang tidak terkendali Diperlukan anamnesis dan pemeriksaan lanjut untuk mengetahui tidak bisa tidur yang disebabkan oleh obat obatan seperti Beta Bloker, efek kafein, merokok serta penyakit kronis. Istrinya sudah meninggal Merupakan factor risiko terjadinya Depresi pada pasien Aktivitas Sehari - Hari harus Dibantu Orang Lain Pasien memiliki gangguan imobilisasi Kemungkinan terdapat defek alat gerak akibat stroke yang pernah dialami Kemungkinan terdapat penurunan fungsi faal, kognitif Harus dievaluasi karena memiliki risiko untuk jatuh dan trauma 6
Pernah mengalami stroke
Merupakan factor risiko penyakit degenerative, gangguan kognitif serta gangguan neurologis
IV. Hipotesis Berdasarkan daftar masalah Tn. Karto maka kelompok kami memutuskan beberapa hipotesis sebagai berikut. Inkontinensia Uri Inkontinensia Alvi Neuropati Diabetikum Stroke Dementia Depresi Keganasan
V. Anamnesis Tambahan Riwayat Penyakit Sekarang o Sejak kapan pasien mengeluh gejela gejala diatas? o Apakah keluhan ini terjadi mendadak atau sudah lama? o Apakah keluhan muncul setelah istri pasien meninggal? o Apakah pasien mengkonsumsi obat-obatan tertentu? o Apakah pasien pernah mengalami trauma khususnya bagian lumbalsacralis? o Bagaimana cara berkemih pasien? o Bagaimana frekuensi berkemih pasien? o Apakah nyeri saat berkemih? o Apakah terdapat kelainan pada urin pasien? o Bagaimana cara bab pasien? o Bagaimana frekuensi bab pasien? o Apakah terdapat kelainan pada feses pasien? o Bagaimana aktifitas sehari-hari pasien? o Apakah ada gejala penyerta? o Apakah terjadi penurunan atau peningkatan berat badan? o Bagaimana asupan cairan dan makanan sehari-hari? 7
o Bagaimana pola kehidupan pasien? o Apakah pasien mengalami gangguan tidur mendadak atau sudah lama? o Apakah pasien sering terbangun dari tidurnya? o Apakah pasien menjaga kebersihan dirinya? o Apakah ada factor yang memicu gejala pada pasien?
Riwayat Keluarga o Apakah di keluarga ada yang menderita penyakit yang sama? o Pasien tinggal bersama siapa? o Apakah pasien selalu ditemani di lingkungan? Atau hidup sendiri?
Riwayat Penyakit dahulu o Apakah pasien memiliki riwayat dementia? o Apakah pasien memiliki riwayat stroke? o Sejak kapan stroke terjadi? pada usia berapa? o Apakah stroke pasien telah diobati? o Apakah pasien pernah menderita Diabetes Mellitus? o Apakah pasien pernah mengalami trauma fisik?
Riwayat Pengobatan - Apakah ada obat yang sedang di konsumsi? - Bagaimana pola konsumsi obat? Apakah teratur? - Apakah pasien pernah mengalami pembedahan? Terutama pada daerah panggul dan anorektal?
Riwayat Kebiasaan - Apa yang dilakukan pasien sehari-hari? - Apakah sering berolahraga? - Bagaimana pola makan pasien? - Apakah pasien merokok?
8
Riwayat Sosial - Bagaimana hubungan pasien dengan istri dan anak perempuannya?
VI. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan neurologi ekstremitas superior dan inferior sinistra: kekuatan (3+/3+) Interpretasi: Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai gerakan aktif dari pasien. Kita menilai kekuatan (kontraksi otot). Untuk memeriksanya kita dapat menggunakan 2 cara, yaitu: 1. Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan kita menahan gerakan ini 2. Kita (pemeriksa) menggerakan bagian ekstremitas atau badan pasien dan dia disuruh menahan. Dalam praktek sehari-hari, tenaga otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5. Pada pasien ini didapatkan nilai 3+ pada ekstremitas superior dan inferior, yang artinya pasien dapat mengadakan gerakan melawan berat. Komposisi otot berubah sepanjang waktu, ketika miofibril digantikan oleh lemak, kolagen dan jaringan parut. Aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan menuanya seseorang, diikuti dengan berkurangnya jumlah nutrien dan energi yang tersedia untuk otot sehingga kekuatan otot berkurang. Hasil rectal toucher : Ditemukan prostat tidak membesar Interpretasi: Pada lansia pada umumnya teradi pembesarah prostat yang dimulai pada usia di atas 60 tahun dan mencapai puncaknnya pada usia 80 tahun yang disebabkan oleh adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut. Pada pasien ini didapatkan hasil bahwa prostatnya tidak membesar yang artinya normal.
VII. Pemeriksaan Penunjang USG: didapatkan prostat tidak membesar Interpretasi: normal Pada pemeriksaan indeks barthel didapat nilai 50 Indeks barthel adalah suatu alat yang cukup sederhana untuk menilai perawatan diri, dan mengukur harian seseorang berfungsi secara khususak 9
tivitas sehari-hari dan mobilitas. Indeks Barthel terdiri dari 10 item yaitu,transfer (tidur ke duduk, bergerak dari kursi roda ke tempat tidur dan kembali),mobilisasi (berjalan), penggunaan toilet (pergi ke/dari toilet), membersihkandiri, mengontorl BAB, BAK, mandi, berpakaian, makan, naik turun tangga.Penilaian ini dapat digunakan untuk menentukan tingkat dasar dari fungsi dandapat digunakan untuk memantau perbaikan dalam aktivitas sehari-hari dariwaktu ke waktu. Pada pasien ini didapatkan hasil 50 yang artinya pasien memeliki ketergantungan sedang sampai berat pada orang lain dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Penderita juga dilakukan pemeriksaan psikiatri: pemeriksaan ini dilakukan karena kemungkinan pasien memiliki gangguan psikiatri terkait dengan gejala klinisnya, serta melihat riwayat bahwa pasien telah kehilangan Istrinya.
VIII. Diagnosis Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang, maka diagnosis kerja yang dapat ditetapkan pada pasien ini adalah: Inkontinensia Alvi dan Inkontinensia Urine Suspect Dementia Vaskular IX. Patofisiologi
10
Lansia dengan depresi dan Stroke sering melaporkan bahwa kualitas tidurnya buruk dan durasi tidurnya kurang bila dibandingkan dengan lansia yang sehat. Gangguan tidur dapat meningkatkan biaya penyakit secarakeseluruhan. Gangguan tidur juga dikenal sebagai penyebab morbiditasyang signifikan. Ada beberapa dampak serius gangguan tidur pada lansiamisalnya mengantuk berlebihan di siang hari, gangguan atensi dan memori, mood depresi, sering terjatuh, penggunaan hipnotik yang tidak semestinya,dan penurunan kualitas hidup.
X. Penatalaksanaan Inkontinensia Urin Prinsip menangani pasien dengan inkontinensia urin adalah Latihan perilaku yaitu Bladder Training, Pemakainan Obat-obatan serta Operatif. Latihan Perilaku 1. Latihan Kandung Kemih Sasaran Memperpanjang waktu untuk ke kamar kecil, meningkatkan jumlah urin yang ditahan oleh kandung kemih, meningkatkan control pada dorongan berkemih menurut jadwal dan mengurangi serta menghilangkan inkontinensia. Cara melakukan latihan bladder yaitu membuat catatan harian untuk berkemih selama 1 minggu. Ukur urin yang keluar. Pada minggu I gunakan kamar kecil ketat menurut jadwal, tiap minggu berikutnya tingkatkan jadwal, berikutnya 15 30 menit, sesuai yang dapat ditoleransi. 2. Latihan Menahan Dorongan untuk Berkemih Berfikir tenang atau duduk diam, kaki disilang. Tarik nafas teratur dan relax. Kontraksi otot otot dasar panggul. Alihkan pikiran ke hal lain. Bila rangsang berkemih sudah menurun, jangan ke kamar kecil sebelum jadwal. 3. Latihan Otot Dasar Panggul (Kegel) Latihan otot dasar panggul beberapa kali sehari selama 10 minggu. 11
Praktikkan setiap waktu. Jangan memakai otot perut.
Obat Obatan 1. Antikolinergik Meningkatkan kapasitas vesika urinaria dan mengurangi involunter vesika urinaria. Oxybutinin 2,5 5 mg, Propantteine 15 30 mg, Dicylomine 10 20 mg, Imipramin 10 50 mg. 2. Alpha Adrenergik Agonist Meningkatkan kontraksi otot polos urethra. Pseudoephedrine 15 30 mg, Phenylpropanololamin 75 mg, Imipramin 10 30 mg. Pembedahan Terapi yang menjadi jalan terakhir dengan menggunakan kateter yaitu kateter luar, intermitten atau kateter menetap.
Inkontinensia Alvi Prinsip menangani pasien dengan inkontinensia alvi adalah memastikan terlebih dahulu apakah pada pasien terdapat riwayat pembedahan anorektal. Pada bila riwayat pembedahan anorektal negative maka dapat dilakukan beberapa terapi yaitu : Routine Bathroom Time 30 40 menit setiap sesudah makan (melatih reflex gastrocholic). Pemberian Bulk Forming Agent untuk membentuk tinja lebih padat untuk menambah evakuasi. Latihan Kegel seperti pada inkotinensia urin. Pemberian Loperamid dosis kecil yang akan memperlambat transit di kolon dan menambah tekanan di saluran anal. Apabila tidak teratasi dengan terapi diatas maka dapat dilanjutkan terapi pembedahan kolostomi.
12
Suspect Vascular Dementia dan Depresi Pada pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan lanjut untuk kepastian diagnosis vascular dementia dan depresi. Pada dementia pasien harus dilakukan pemeriksaan neuropsikologi seperti MMSE, pemeriksaan laboratorium biokimia darah seperti gula darah, kandungan obat, kandungan asam folat, kadar elektrolit, TSH serta pemeriksaan penunjang EEG dan CT Scan. Pada Depresi pasien harus dilakukan pemeriksaan DSM IV, PPDGJ III atau pasien dapat diperiksa melalui Geriatric Depression Scale. Neuroprotection Diberikan neuroprotector: Neurobion untuk memperbaiki n.pudendus sehingga inkontinensia dapat dikurangi. Selain itu juga sebagai proteksi terhadap neuron untuk mengendalikan kerusakan sel saraf perifer yang dikarenakan proses degenerative. Dapat juga untuk memperbaiki gejala neuro-psikiatri. Pemeriksaan lanjutan Foto toraks Tumor Marker CT Scan MMSE
XI. Prognosis Ad Vitam : Dubia ad bonam Ad Sanationam : Dubia ad bonam Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
13
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA INKONTINENSIA URIN a) Pengertian Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak terkendali atau terjadi diluar keinginan. Jika inkontinensia urine terjadi akibat kelainan inflamasi ( sistitis ), mungkin sifatnya hanya sementara. Namun , jika kejadian ini timbul karena kelainan neurologis yang serius ( paraplegia ), kemungkinan besar bersifat permanen. Inkontinenensia urine adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan atau sosial.Variasi dari inkontinensia urin meliputi keluar hanya beberapa tetes urin saja, sampai benar-benar banyak, bahkan terkadang juga disertai inkontinensia alvi (disertai pengeluaran feses). Inkontinensia urine merupakan dorongan tidak sadar untuk mengeluarkan urine yang dapat bersifat permanen maupun temporer yang dapat menjurus ke dalam gangguan emosional dan dapat mempengaruhi pola sosialisasi. Inkontinensia urin diklasifikasikan : 1) Inkontinensia Urin Akut Reversibel Pasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol atau tak dapat pergi ke toilet sehingga berkemih tidak pada tempatnya. Bila delirium teratasi maka inkontinensia urin umumnya juga akan teratasi. Setiap kondisi yang menghambat mobilisasi pasien dapat memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau memburuknya inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang pinggul, stroke, arthritis dan sebagainya. Resistensi urin karena obat-obatan, atau obstruksi anatomis dapat pula menyebabkan inkontinensia urin. Keadaan inflamasi pada vagina dan urethra (vaginitis dan urethritis) mungkin akan memicu inkontinensia urin. Konstipasi juga sering menyebabkan inkontinensia akut. 14
Berbagai kondisi yang menyebabkan poliuria dapat memicu terjadinya inkontinensia urin, seperti glukosuria atau kalsiuria. Gagal jantung dan insufisiensi vena dapat menyebabkan edema dan nokturia yang kemudian mencetuskan terjadinya inkontinensia urin nokturnal. Berbagai macam obat juga dapat mencetuskan terjadinya inkontinensia urin seperti Calcium Channel Blocker, agonist adrenergic alfa, analgesic narcotic, psikotropik, antikolinergik dan diuretic. Untuk mempermudah mengingat penyebab inkontinensia urin akut reversible dapat dilihat akronim di bawah ini : Delirium Restriksi mobilitas, retensi urin Infeksi, inflamasi, Impaksi Poliuria, pharmasi 2) Inkontinensia Urin Persisten Inkontinensia urin persisten dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, meliputi anatomi, patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan praktek klinis, klasifikasi klinis lebih bermanfaat karena dapat membantu evaluasi dan intervensi klinis Kategori klinis meliputi : a.Inkontinensia urin stress : Tak terkendalinya aliran urin akibat meningkatnya tekanan intraabdominal, seperti pada saat batuk, bersin atau berolah raga. Umumnya disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul, merupakan penyebab tersering inkontinensia urin pada lansia di bawah 75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita tetapi mungkin terjadi pada laki-laki akibat kerusakan pada sfingter urethra setelah pembedahan transurethral dan radiasi. Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada saat tertawa, batuk, atau berdiri. Jumlah urin yang keluar dapat sedikit atau banyak. b.Inkontinensia urin urgensi : Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi keinginan berkemih. Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor overactivity). Masalah-masalah neurologis sering dikaitkan dengan inkontinensia 15
urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson, demensia dan cedera medula spinalis. Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk sampai di toilet setelah timbul keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensia urin. Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering inkontinensia pada lansia di atas 75 tahun. Satu variasi inkontinensia urgensi adalah hiperaktifitas detrusor dengan kontraktilitas yang terganggu. Pasien mengalami kontraksi involunter tetapi tidak dapat mengosongkan kandung kemih sama sekali. Mereka memiliki gejala seperti inkontinensia urin stress, overflow dan obstruksi. c.Inkontinensia urin overflow : Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi kandung kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes melitus atau sclerosis multiple, yang menyebabkan berkurang atau tidak berkontraksinya kandung kemih, dan faktor-faktor obat-obatan. Pasien umumnya mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh. d.Inkontinensia urin fungsional : Memerlukan identifikasi semua komponen tidak terkendalinya pengeluaran urin akibat faktor-faktor di luar saluran kemih. Penyebab tersering adalah demensia berat, masalah muskuloskeletal berat, faktor lingkungan yang menyebabkan kesulitan unutk pergi ke kamar mandi, dan faktor psikologis. Seringkali inkontinensia urin pada lansia muncul dengan berbagai gejala dan gambaran urodinamik lebih dari satu tipe inkontinensia urin. Penatalaksanaan yang tepat memerlukan identifikasi semua komponen. b) EtIologi Mengetahui penyebab inkontinensia sangat penting untuk pengelolaan yang tepat. Pertama- tama harus diusahakan untuk membedakan apkah penyebab inkontinensia berasal dari: a) Kelainan urologic; misalnya radang,batu,tumor dll. b) Kelainan neurologic; misalnya stroke,trauma pada medulla spinalis, dimensia dll. c) Lain-lain misalnya; hambatan mobilitas, situasi atau tempat berkemih yang tidak memadai 16
d) Usia, jenis kelamin, serta jumlah persalinan per vaginam yang pernah dialami sebelumya. e) Infeksi saluran kemih, menopause, pembedahan urogenital, penyakit kronis dan penggunaan obat-obatan c) Patofisiologi Terjadinya pengisian kandung kencing sehingga meningkatkan tekanan tekanan didalam kandung kemih. Otot-otot detrusor ( lapisan yang ke tiga dari kandung kencing) memberikan respon dengan relaksasi agar dapat memperbesar volume daya tamping. Bila titik daya tamping telah tercapai, biasanya 150-200 ml urin akan merangsang stimulus yang ditransmisikan lewat serabut reflek eferen ke lengkungan pusat reflek untuk mikturisasi. Impuls kemudian disalurkan melalui serabut efferent dari lengkungan reflek ke kandung kemih, menyebabkan kontraksi otot detrusor. Sfingter interna yang dalam keadaan normal menutup, serentak bersama-sama membuka dan urine masuk ke irethra posterior. Relaksasi sfingter eksterna dan otot perineal mengikuti dan isis kandung kemih keluar. Pelaksanaan kegiatan reflek bisa mengalami interupsi sehingga berkemih ditangguhkan melalui dikeluarkannya impuls inhibitor dari pusat kortek yang berdampak kontraksi diluar kesadaran dari sfingter interna. Bila salah satu dari system yang komlek ini mengalami rusak, akan bisa terjadinya inkontinrensia urine. d) Manifestasi klinik Gejala gejala yang ditimbulakan dari inkontinensia urine seperti ruam, dekubitus, infeksi kulit serta saluran kemih, dan pembatasan mobilisasi / aktifitas. e) Pemeriksaan Pada Inkontinensia Urin 1. Tes diagnostik pada inkontinensia urin Menurut Ouslander, tes diagnostik pada inkontinensia perlu dilakukan untuk mengidentifikasi faktor yang potensial mengakibatkan inkontinensia, mengidentifikasi kebutuhan klien dan menentukan tipe inkontinensia. ukan dengan cara : 17
Setelah buang air kecil, pasang kateter, urin yang keluar melalui kateter diukur atau menggunakan pemeriksaan ultrasonik pelvis, bila sisa urin > 100 cc berarti pengosongan kandung kemih tidak adekuat.
Dilakukan terhadap spesimen urin yang bersih untuk mendeteksi adanya faktor yang berperan terhadap terjadinya inkontinensia urin seperti hematuri, piouri, bakteriuri, glukosuria, dan proteinuria. Tes diagnostik lanjutan perlu dilanjutkan bila evaluasi awal didiagnosis belum jelas. Tes lanjutan tersebut adalah : glukosa sitologi.
ekanan di dalam urethra saat istirahat dan saat dianamis.
2. Pemeriksaan penunjang Uji urodinamik sederhana dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat mahal. Sisa-sisa urin pasca berkemih perlu diperkirakan pada pemeriksaan fisis. Pengukuran yang spesifik dapat dilakukan dengan ultrasound atau kateterisasi urin. Merembesnya urin pada saat dilakukan penekanan dapat juga dilakukan. Evaluasi tersebut juga harus dikerjakan ketika kandung kemih penuh dan ada desakan keinginan untuk berkemih. Diminta untuk batuk ketika sedang diperiksa dalam posisi litotomi atau berdiri. Merembesnya urin seringkali dapat dilihat. Informasi yang dapat diperoleh antara lain saat pertama ada keinginan berkemih, ada atau tidak adanya kontraksi kandung kemih tak terkendali, dan kapasitas kandung kemih. 3. Laboratorium Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk menentukan fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuria. 4. Catatan berkemih (voiding record) 18
Catatan berkemih dilakukan untuk mengetahui pola berkemih. Catatan ini digunakan untuk mencatat waktu dan jumlah urin saat mengalami inkontinensia urin dan tidak inkontinensia urin, dan gejala berkaitan dengan inkontinensia urin. Pencatatan pola berkemih tersebut dilakukan selama 1-3 hari. Catatan tersebut dapat digunakan untuk memantau respon terapi dan juga dapat dipakai sebagai intervensi terapeutik karena dapat menyadarkan pasien faktor- faktor yang memicu terjadinya inkontinensia urin pada dirinya.
f) Penatalaksanaan Penatalaksanaan inkontinensia urin menurut Muller adalah mengurangi faktor resiko, mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan, medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan. Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat dilakukan sebagai berikut : a. Pemanfaatan kartu catatan berkemih Yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah urin yang keluar, baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena tak tertahan, selain itu dicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman yang diminum. b. Terapi non farmakologi Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi, dan lain-lain. Adapun terapi yang dapat dilakukan adalah : Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu berkemih) dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekwensi berkemih 6-7 x/hari. Lansia diharapkan dapat menahan keinginan untuk berkemih bila belum waktunya. Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam. 19
Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kebiasaan lansia. Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal kondisi berkemih mereka serta dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin berkemih. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif (berpikir). Melakukan latihan otot dasar panggul dengan mengkontraksikan otot dasar panggul secara berulang-ulang. Adapun cara-cara mengkontraksikan otot dasar panggul tersebut adalah dengan cara : Berdiri di lantai dengan kedua kaki diletakkan dalam keadaan terbuka, kemudian pinggul digoyangkan ke kanan dan ke kiri 10 kali, ke depan ke belakang 10 kali, dan berputar searah dan berlawanan dengan jarum jam 10 kali. Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita buang air besar dilakukan 10 kali. Hal ini dilakukan agar otot dasar panggul menjadi lebih kuat dan urethra dapat tertutup dengan baik. Menurut Kane dkkuntuk masing-masing tipe dari inkontinensia ada bebrapa hal khusus yang dianjurkan misalnya; a. Inkontinensia tipe stress o Latihan oto-otot dasar panggul o Latihan penyesuaian berkemih o Obat-obatan untuk merelaksasi kandung kemih o Tindakan pembedahan dapat memperkuat muara kandung kemih b. Inkontinensia urgensi: o Latiahan mengenal sensasi berkemih o Obat-obatan untuk merelaksasikan kandung kemih dan estrogen o Tindakan pembedahan untuk mengambil sumbatan yang dalam keadaan patologik dapat menyebabkan iritasi pada saluran kandung kemih bagian bawah. 20
c. Inkontinensia tipe luapan: o Kateterisasi, bila mungkin secara intermiten, dan kalau tidak mungkn secara menetap. o Tindakan pembedahan untuk mengangkat penyebab sumbatan. d. Inkontinensia tipe fungsional: o Penyesuaian sikap berkemih antara lain dengan jadwal dan kebiasaan berkemih. o Pakaian dalam dan kain penyerap khusus lainnya, o Penyesuaian /modifikasi lingkungan tempat berkemih o Kalau perlu gunakan obat-abatan yang dapat merelaksasikan kandung kemih 4. Terapi farmakologi Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate, Imipramine.Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk meningkatkan retensi urethra. Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan secara singkat. 5. Terapi pembedahan Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnya memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita). 6. Modalitas lain Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang mengalami inkontinensia urin, diantaranya adalah pampers, kateter, dan alat bantu toilet seperti urinal, komod dan bedpan.
21
Dapat digunakan pada kondisi akut maupun pada kondisi dimana pengobatan sudah tidak berhasil mengatasi inkontinensia urin.Namun pemasangan pampers juga dapat menimbulkan masalah seperti luka lecet bila jumlah air seni melebihi daya tampung pampers sehingga air seni keluar dan akibatnya kulit menjadi lembab, selain itu dapat menyebabkan kemerahan pada kulit, gatal, dan alergi.
Kateter menetap tidak dianjurkan untuk digunakan secara rutin karena dapat menyebabkan infeksi saluran kemih, dan juga terjadi pembentukan batu. Selain kateter menetap, terdapat kateter sementara yang merupakan alat yang secara rutin digunakan untuk mengosongkan kandung kemih. Teknik ini digunakan pada pasien yang tidak dapat mengosongkan kandung kemih. Namun teknik ini juga beresiko menimbulkan infeksi pada saluran kemih.
Seperti urinal, komod dan bedpan yang digunakan oleh orang usia lanjut yang tidak mampu bergerak dan menjalani tirah baring. Alat bantu tersebut akan menolong lansia terhindar dari jatuh serta membantu memberikan kemandirian pada lansia dalam menggunakan toilet. INKONTINENSIA ALVI A. Pengertian Inkontinensia alvi lebih jarang ditemukan dibandingkan inkontinensia urin. Defekasi, seperti halnya berkemih, adalah proses fisiologik yang melibatkan koordinasi sistem saraf, respon refleks, kontraksi otot polos, kesadaran cukup serta kemampuan mencapai tempat buang air besar. Perubahan-perubahan akibat proses menua dapat mencetuskan terjadinya inkontinensia, tetapi inkontinensia alvi bukan merupakan sesuatu yang normal pada lanjut usia. B. Etiologi Penyebab inkontinensia alvi dapat di bagi menjadi 4 kelompok a. Inkontinensia akibat konstipasi 22
Batasan dari konstipasi masih belum tegas. Secara teknis dimaksudkan untuk buang air besar kurang dari tiga kali per minggu. Tetapi banyak penderita sudah mengeluhkan konstipasi bila ada kesulitan mengelurkan feses yang keras atau merasa kurang puas saat BAB. b. Inkontinensia alvi simtomatik Merupakan penampilan klinis dari macam-macam kelainan patologik yang dapat menyebabkan diare yang ditandai dengan perubahan usia pada sfingter terhadap feses cair dan gangguan pada saluran anus bagian atas dalam membedakan flatus dan feses yang cair Penyebab yang lain seperti kelainan metabolic misalnya DM, kelainan endokrin seperti tirotoksitosis, kerusakan sfingter anus sebagai komplikasi dari operasi hemoroid yang kurang berhasil dan prolapsisi rekti.
c. Inkontinrnsia alvi neurologic Inkontinensia ini terjadi akibat gangguan fungsi yang menghambat dari korteks serebri saat terjadi regangan/ distensi rectum yang terjadi pada penderita denga infark cesebri multiple atau penderita demensia. d. Inkontinensia alvi akibat hilangnya reflek anal Inkontinensia alvi ini terjadi akibat hilangnya reflek anal disertai dengan kelemahan otot-otot. C. Patofisiologi Fungsi traktus gastrointestinal biasanya masih tetap adekuat sepanjang hidup. Namun demikian beberapa orang lansia mengalami ketidaknyamanan akibat motilitas yang melambat. Peristaltic di esophagus kurang efisien pada lansia. Selain itu, sfingter gastroesofagus gagal berelaksasi, mengakibatkan pengosongan esophagus terlambat.keluhan utama biasanya berpusat pada perasaan penuh, nyeri ulu hati, dan gangguan pencernaan. Motalitas gaster juga mnurun, akibatnya terjadi keterlambtan pengososngan isis lambung. Berkurangnya sekresi asam dan pepsin akan menurunkan absorsi besi, kansium dan vitamin B12. 23
Absorsi nutrient di usus halus nampaknya juga berkurang dengan bertambahnya usia namun masih tetap adekuaT. Fungsi hepar, kandung empedu dan pangkreas tetap dapat di pertahankan, meski terdapat inefisiensi dalam absorsi dan toleransi terhadap lemak. Impaksi feses secara akut dan hilangnya kontraksi otot polos pada sfingter mengakibatkan inkontinensia alvi. D. Manifestasi Klinik Secara klinis, inkontinensia alvi dapat tampak sebagai feses yang cair atau belum berbentuk dan feses keluar yang sudah berbentuk, sekali atau dua kali sehari dipakaian atau tempat tidur. Perbedaan penampilan klinis ini dapat menunjukkan penyebab yang berbeda-beda, antara lain inkontinensia alvi akibat konstipasi (sulit buang air besar), simtomatik (berkaitan dengan penyakit usus besar), akibat gangguan saraf pada proses defekasi (neurogenik), dan akibat hilangnya refleks pada anus. F. Penatalaksanaan Dengan diagnosis dan pengobatan yang sesuai ( tindakan suportif, obat-obatan dan bila perlu pembedahan), inkontinensia alvi pada usia lanjut hampir seluruhnya dapat dicegah dan diobati. Tujuannya tidak hanya terletak pada keadaan yang kurang nyaman, bahkan memalukan bagi penderita, tetapi fakta bahwa inkontinensia alvi dapat merupakan petunjuk pertama adanya penyakit serius pada saluran cerna bagian bawah yang memerlukan pengobatan dini jika benar-benar ditemukan. GANGGUAN TIDUR Gangguan tidur pada lansia dapat bersifat nonpatologik karena faktor usia dan ada pula gangguan tidur spesifik yang sering ditemukan padalansia. Ada beberapa gangguan tidur yang sering ditemukan pada lansia. a.Insomnia primer Ditandai dengan: 1) Keluhan sulit masuk tidur atau mempertahankan tidur atau tetaptidak segar meskipun sudah tidur. Keadaan ini berlangsung palingsedikit satu bulan. 24
2) Menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinik atau impairment sosial, okupasional, atau fungsi penting lainnya 3) Gangguan tidur tidak terjadi secara eksklusif selama ada gangguanmental lainnya. 4) Tidak disebabkan oleh pengaruh fisiologik langsung kondisi medik umum atau zat.
Seseorang dengan insomnia primer sering mengeluh sulit masuk tidur dan terbangun berkali- kali. Bentuk keluhan tidur bervariasi dariwaktu ke waktu. Misalnya, seseorang yang saat ini mengeluh sulitmasuk tidur mungkin suatu saat mengeluh sulit mempertahankan tidur. Meskipun jarang, kadang-kadang seseorang mengeluh tetap tidak segar meskipun sudah tertidur. Diagnosis gangguan insomnia dibuat bila penderitaan atau impairment nya bermakna. Seorang penderita insomniasering berpreokupasi dengan tidur. Makin berokupasi dengan tidur,makin berusaha keras untuk tidur, makin frustrasi dan makin tidak bisa tidur. Akibatnya terjadi lingkaran setan.
b.Insomnia kronik Disebut juga insomnia psikofisiologik persisten. Insomnia ini dapat disebabkan oleh kecemasan; selain itu, dapat pula terjadi akibat kebiasaan atau pembelajaran atau perilaku maladaptif di tempat tidur. Misalnya, pemecahan masalah serius di tempat tidur, kekhawatiran, atau pikiran negatif terhadap tidur (sudah berpikir tidak akan bisa tidur). Adanya kecemasan yang berlebihan karena tidak bisa tidur menyebabkan seseorang berusaha keras untuk tidur tetapi ia semakin tidak bisa tidur.
Ketidakmampuan menghilangkan pikiran-pikiran yangmengganggu ketika berusaha tidur dapat pula menyebabkan insomnia psikofisiologik. Selain itu, ketika berusaha untuk tidur terjadi peningkatan ketegangan motorik dan keluhan s omatik lain sehingga juga menyebabkan tidak bisa tidur. Penderita bisa tertidur ketika tidak a da usaha untuk tidur. Insomnia ini disebut juga insomnia yangterkondisi. Mispersepsi terhadap tidur dapat pula terjadi. Diagnosis ditegakkan bila seseorang mengeluh tidak bisa masuk atau mempertahankan tidur tetapi tidak ada bukti objektif adanya gangguantidur. Misalnya, pasien mengeluh susah masuk tidur (lebih dari satu jam), terbangun lebih lama (lebih dari 30 menit), dan durasi tidur kurang dari lima jam.
25
Tetapi dari hasil polisomnografi terlihat bahwa onset tidurnya kurang dari 15 menit, efisiensi tidur 90%, dan waktutidur totalnya lebih lama. Pasien dengan gangguan seperti ini dikatakanmengalami mispersepsi terhadap tidur.
c. Insomnia idiopatik Insomnia idiopatik adalah insomnia yang sudah terjadi sejak kehidupan dini. Kadang-kadang insomnia ini sudah terjadi sejak lahir dan dapat berlanjut selama hidup. Penyebabnya tidak jelas, ada dugaandisebabkan oleh ketidakseimbangan neurokimia otak di formasioretikularis batang otak atau disfungsi forebrain, Lansia yang tinggalsendiri atau adanya rasa ketakutan yang dieksaserbasi pada malam haridapat menyebabkan tidak bisa tidur. Insomnia kronik dapatmenyebabkan penurunan mood (risiko depresi dan anxietas),menurunkan motivasi, atensi, energi, dan konsentrasi, sertamenimbulkan rasa malas. Kualitas hidup berkurang dan menyebabkanlansia tersebut lebih sering menggunakan fasilitas kesehatan.Seseorang dengan insomnia primer sering mempunyai riwayatgangguan tidur sebelumnya. Sering penderita insomnia mengobatisendiri dengan obat sedatif-hipnotik atau alkohol. Anksiolitik sering digunakan untuk mengatasi ketegangan dan kecemasan. Kopi danstimulansia digunakan untuk mengatasi rasa letih. Pada beberapa kasus, penggunaan ini berlanjut menjadi ketergantungan zat. Pemeriksaan polisomnografi menunjukkan kontinuitas tidur yang buruk (latensi tidur buruk, sering terbangun, efisiensi tidur buruk), stadium 1 meningkat, dan stadium 3 dan 4 menurun. Ketegangan otot meningkat dan jumlahaktivitas alfa dan beta juga meningkat
26
BAB V KESIMPULAN
Pada kasus ini kami mengambil kesimpulan diagnosis pada pasien ini bedasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lanjutan adalah Inkontinesia urine dan alvi, serta suspect dementia vaskular. Dibutuhkan observasi dan pemeriksaan penunjang lebih lanjut untuk memastikan diagnosis. Pak Karto sudah dapat disebut dengan Geriatri karena usianya yang diatas 65 tahun, multipatologis, dan polifarmasi. Sehingga dalam penatalaksaan kita harus memperhatikan kondisi Pak Karto dari segi biopikososial.
27
DAFTAR PUSTAKA 1. Darmojo, Boedhi R, Martono H. 2004. Buku Ajar Geriatri. Ed. 3. Jakarta : EGC 2. Stanley, Mickey, Beare P. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontologik. Ed. 2. Jakarta : EGC 3. Lumbantobing S.M. 2011. Neurologi Klinik. Jakarta: FKUI. p. 95-6 4. Evaluasi dan Manajemen Medis Inkontinensia Urin. Available at: http://repository.unpad.ac.id/bitstream/handle/123456789/1533/evaluasi_dan_manaje men_medis_inkontinensia_urin.pdf?sequence=1. Accessed June 10, 2013 5. Setiati S, Pramantara ID. Inkontinensia Urin dan Kandung Kemih Hiperaktif. In: Pramantara ID, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:Interna Publishing;2009;p.865-75 6. Darmojo B. Inkontinensia. In: Balai Penerbit FKUI, Editors. Geriatri : Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta:Balai Penerbit FKUI;2009;p.30-7 7. Latihan Kegel dengan Penurunan Gejala Inkontinensia Urin pada Lansia. Available at : http://jurnal.usu.ac.id/index.php/jkk/article/download/100/89.Accessed June 10, 2013 8. Inkontinensia Urin Perlu Penanganan Multi Disiplin. Available at : http://unair.ac.id/2009/03/13/inkontinensia-urine-perlu-penanganan-multi-disiplin/ Accessed June 10, 2013 9. Asosoasi Alzheimer Indonesia, 2003. Konsensus Nasional. Pengenalan dan Penatalaksanaan Demensia Alzheimer Dan Demensia Lainnya. Edisi 1 Jakarta 10. EtgenT, Sander D, Huntgeburth U, Poppert H, Frstl H, Bickel H. 2010. Physical Activity and Incident Cognitive Impairment in Elderly Persons. The INVADE Study. Arch Intern Med. 170(2):186-193