Você está na página 1de 386

PEMBINAAN LANJUT

(After Care Services)


PASCA REHABILITASI SOSIAL 2012
Nurdin Widodo dkk.
Editor
Fentini Nugroho, MA, Ph.D
P3KS Press (Anggota IKAPI)
Tahun 2012
Evaluasi Pelaksanaan
Rehabilitasi Sosial Pada Panti Sosial:
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Nurdin Widodo dkk.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABILITASI SOSIAL PADA PANTI SOSIAL: Studi
Kasus Pembinaan Lanjut (After Care Services) Pasca Rehabilitasi Sosial 2012- Jakarta;
P3KS Press, 2012
x + 374 halaman, 14,8 x 21cm
ISBN 978-602-8427-69-2
Editor : Fentini Nugroho, MA, Ph.D
Penulis : 1. Nurdin Widodo 7. Mulia Astuti
2. Alit Kurniasari 8. Agus Budi Purwanto
3. Husmiati 9. Setyo Sumarno
4. Indah Huruswati 10. Ruaida Murni
5. Hemat Sitepu 11. Sri Gati Setiti
6. Moh Syawie 12. Soeprapto Hadi
Design Cover : Peneliti
Foto Cover : Peneliti
Tata letak : Kreasi
Cetakan Pertama : 2012
Penerbit : P3KS Press (Anggota IKAPI)
Alamat Penerbit : Jl. Dewi Sartika No. 200 Cawang III Jakarta- Timur
Telp. (021) 8017126
Email. puslitbangkesos@depsos.go.id
Website: puslit.depsos.go.id
Sanksi Pelanggaran Pasal 72
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00
(satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada
umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau hak terkait sebagaimana
di maksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
iii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT setelah
melalui beberapa tahapan, tersusunlah buku hasil penelitian Evaluasi
Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Pada Panti sosial: PEMBINAAN
LANJUT (After Care Service) Pasca Rehabilitasi Sosial
Kecenderungan peningkatan kuantitas maupun kualitas
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) semakin nampak
bersamaan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang.
Upaya penanganan masalah kesejahteraan sosial yang dilakukan
pemerintah dalam hal ini Kementerian Sosial, baik yang melalui sistem
luar panti maupun sistem panti terus dilakukan pembenahan dari sisi
sarana prasarana, metode pelayanan maupun peningkatan kualitas
sumber daya pelaksananya.
Pada hakekatnya proses pelayanan dan rehabilitasi sosial yang
dilakukan melalui sistim panti tidak berakhir pada saat penyandang
masalah selesai mendapatkan pelayanan didalam panti, namun
hingga yang bersangkutan kembali ke keluarga maupun masyarakat
lingkungannya yang dilayani dengan kegiatan pembinaan lanjut.
Keterbatasan dari berbagai aspek mengakibatkan pembinaan lanjut
belum dilakukan secara proporsional.
Penelitian Evaluasi Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Pada Panti
Sosial: Studi kasus Pembinaan Lanjut (After Care Services) Pasca
Rehabilitasi Sosial, yang dilakukan Puslitbang Kesejahteraan Sosial ini
dimaksudkan untuk mengetahui realisasi pelaksanaan pelayanan dan
pembinaan lanjut yang telah dilakukan panti-panti sosial, termasuk
kendala yang dihadapi dalam pelayanan.
Sasaran pada penelitian ini adalah Panti Sosial UPT Kementerian
Sosial, dari berbagai jenis masalah yang terdapat di berbagai kota di
Indonesia.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
iv
Guna memberikan manfaat yang optimal bagi setiap jenis panti yang
diteliti, maka hasil penelitian disampaikan secara terpisah dalam
bentuk bagian-bagian sesuai jenis panti.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan kebijakan
pengembangan pelayanan sosial dalam panti, khususnya unit teknis
di lingkungan Kementerian Sosial maupun pihak lain yang melakukan
pelayanan sosial dalam panti.
Menyadari akan segala keterbatasan dan kesempurnaan buku
hasil penelitian ini, maka saran dan kritik yang membangun dari para
pembaca khususnya penggiat pembangunan kesejahteraan sosial
sangat diharapkan.
Jakarta, November 2012
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial
Kepala,
DR. Dwi Heru Sukoco, M.Si
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
v
PENGANTAR EDITOR
Penelitian mengenai Evaluasi Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial pada
Panti Sosial, khususnya mengenai Binaan Lanjut, sangatlah penting
mengingat keberhasilan rehabilitasi sosial terutama terletak pada
keberhasilan membuat klien mandiri setelah menjalanai rehabilitasi
sosial, yang terlihat dalam tahap binaan lanjut.
Hasil penelitian mengindikasikan bahwa peran pekerja sosial
masih relatif minim. Selayaknya pekerja sosial berperan sejak tahap
intake, assesment, proses rehabilitasi sampai pada tahap binaan
lanjut. Sesuai dengan semangat dalam Peraturan Menteri tentang
akreditasi lembaga kesejahteraan sosial, sudah saatnyalah setiap Panti
mendayagunakan secara maksimal pekerja sosial profesional . Pekerja
sosial di sini maksudnya adalah pekerja sosial yang mempunyai latar
belakang pendidikan pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial tingkat
DIV/Sarjana. Diharapkan dengan pelayanan yang didasarkan pada
ilmu/pengetahuan, nilai dan keterampilan pekerjaan sosial, kualitas
pelayanan akan dapat lebih ditingkatkan. Namun, disadari juga,
walaupun peran pekerja sosial profesional perlu dikedepankan, peran
relawan sosial maupun tenaga kesejahteraan sosial (dengan latar
belakang disiplin lain di luar pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial),
tetap sangat dibutuhkan. Diharapkan kerjasama yang baik dalam tim
akan membuat pelayanan lebih efektif.
Sebagaimana dikemukakan di atas, pembinaan lanjut sangat
esensial untuk menjamin kemandirian klien. Prinsip pelayanan sosial
adalah membantu orang agar mampu menolong dirinya sendri
(help people to help themselves). Disamping itu, perubahan paradigma
- pergeseran dari pendekatan panti menuju pendekatan keluarga/
komunitas - perlu juga direspon dengan seksama. Karena itu,
sebenarnya pembinaan lanjut dimana klien diintegrasikan ke keluarga
dan komunitasnya, selayaknya memperoleh perhatian lebih besar,
bukan hanya pada proses rehabilitasinya saja. Dengan demikian,
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
vi
masalah time frame dan anggaran sepatutnya disesuaikan dengan
perubahan paradigma tersebut, terlebih banyak klien yang berasal
dari daerah terpencil. Dengan demikian, Kementerian Sosial yang
merupakan Kementerian terdepan dalam penanganan masalah sosial
juga senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan paradigma
yang terjadi di dunia internasional.
Dalam pembinaan lanjut, yang juga penting adalah kerjasama dan
koordinasi dengan Dinas Sosial dan Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) lokal. Disamping itu, pemberdayaan sumber-sumber dalam
masyarakat dan keluarga juga perlu dimaksimalkan. Di sinilah
kemampuan pekerja sosial dalam mengembangkan jejaring dan
negosiasi diharapkan dapat diterapkan secara signifikan.
Akhir kata, harapan ke depan adalah agar penelitian mengenai
pembinaan lanjut dapat terus dilakukan. Tampaknya ada beberapa
fokus yang mungkin perlu diteliti lebih jauh, seperti mengenai peran
pekerja sosial, jejaring yang terjadi di lapangan, bagaimana peran
keluarga dan masyarakat dalam pembinaan lanjut serta bagaimana
pekerja sosial melakukan penjangkauan ke keluarga dan komunitas.
Terimakasih
Fentini Nugroho, MA, Ph.D
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
vii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR iii
PENGANTAR EDITOR v
DAFTAR ISI vii
Bagian 1 : PERSPEKTIF PENANGANAN MASALAH MELALUI
PANTI SOSIAL 1
Bagian 2 : MONITORING DAN EVALUASI HASIL PEMBINAAN
SEBAGAI PEMBINAAN LANJUT DI PANTI SOSIAL
ASUHAN ANAK (PSAA) ALYATAMA PROVINSI JAMBI, 13
Alit Kurniasari
A. Pendahuluan 13
B. Profil Panti dan Profil Anak 19
C. Pembinaan Lanjut 29
D. Gambaran dan Analisa Kondisi Eks Klien 36
E. Penutup 47
Bagian 3 : PELAYANAN REHABILITASI SOSIAL ANAK NAKAL
DAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI PANTI
SOSIAL MARSUDI PUTRA (PSMP) ANTASENA MAGELANG, 53
Husmiati
A. Pendahuluan 53
B. Gambaran Umum Panti Sosial 62
C. Pembinaan Lanjut 69
D. Hasil Penelitian dan Pembahasan 71
E. Penutup 78
Bagian 4 : PANTI SOSIAL BINA REMAJA (PSBR) NAIBONAT :
TANTANGAN PENDIDIKAN MASA DEPAN, 85
Indah Huruswati
A. Pendahuluan 85
B. Pengertian Putus Sekolah 89
C. Pelayanan Rehabilitasi Sosial Bagi Remaja 91
D. Pengalaman Mengikuti Seleksi PSBR Naibonat 92
E. Visi dan Misi PSBR Naibonat 96
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
viii
F. Sarana Prasarana PSBR Naibonat 97
G. Pelaksanaan Pelayanan Di PSBR Naibonat 98
H. Pemahaman Bimbingan Lanjut Oleh
PSBR Naibonat 107
I. Penutup 113
Bagian 4 : STUDI TENTANG PEMBINAAN LANJUT (After Care Services)
DI PANTI SOSIAL BINA DAKSA (PSBD) 117
Nurdin Widodo & Hemat Sitepu
A. Pendahuluan 117
B. Gambaran Umum Panti Sosial 122
C. Proses Rehabilitasi Sosial 127
D. Pembinaan Lanjut 131
E. Penutup 145
Bagian 5 : PELAKSANAAN PELAYANAAN DAN REHABILITASI SOSIAL
PADA PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA (PSBW) 151
Moh. Syawie
A. Pendahuluan 151
B. Proses Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial 159
C. Gambaran Umum Panti Sosial 164
D. Pembinaan Lanjut 165
E. Analisis 173
F. Penutup 175
Bagian 6 : EFEKTIVITAS PELAYANAN SOSIAL MELALUI PANTI
REHABILITASI SOSIAL PENYANDANG DISABILITAS
NETRA (PSBN) 179
Mulia Astuti
A. Pendahuluan 179
B. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 187
C. Proses Rehabilitasi Sosial 195
D. Hasil Yang Dicapai 202
E. Penutup 205
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
ix
Bagian 8 : PANTI SOSIAL BINA LARAS (PSBL) PHALA MARTHA,
SUKABUMI: PENANGANAN ORANG DENGAN
KECACATAN MENTAL EKS PSIKOTIK 209
Agus Budi Purwanto dan Soeprapto Hadi
A. Pendahuluan 209
B. Gambaran Umum Panti Sosial 217
C. Proses Rehabilitasi Sosial 218
D. Pembinaan Lanjut Dan Peran Pekerja Sosial 227
E. Penutup 240
Bagian 9 : PEMBINAAN LANJUT PADA PANTI SOSIAL KARYA
WANITA (PSKW) MULYA JAYA PASAR REBO, JAKTIM 245
Setyo Sumarno
A. Pendahuluan 245
B. Gambaran Umum Panti Sosial 251
C. Proses Rehabilitasi Sosial 256
D. Pembinaan Lanjut 264
E. Kasus Dan Analisis 271
G. Penutup 277
Bagian 10 : PELAYANAN DAN REHABILITASI SOSIAL TERHADAP
GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI PANTI SOSIAL
BINA KARYA (PSBK) PANGUDI LUHUR 281
Ruaida Murni
A. Pendahuluan 281
B. Gambaran Umum Panti Sosial 285
C. Proses Rehabilitasi Sosial 290
D. Pembinaan Lanjut 299
E. Gambaran Dan Analisis Kasus Eks WBS 304
F. Penutup 310
Bagian 11 : EVALUASI PELAKSANAAN REHABILITASI SOSIAL PANTI
SOSIAL PAMARDI PUTRA (PSPP) GALIH PAKUAN BOGOR 315
Sri Gati Setiti
A. Pendahuluan 315
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
x
B. Gambaran Umum Panti Sosial 322
C. Profil Anak/Kondisi Klien. 323
D. Proses Rehabilitasi 325
E. Pembinaan Lanjut 329
F. Gambaran Kasus 332
G. Penutup 343
Bagian 12 : IMPLIKASI KEBIJAKAN 345
Nurdin Widodo dan Alit Kurniasari
A. Rehabilitasi Sosial Melalui Sistem Panti 346
B. Peran Keluarga dan Masyarakat Dalam
Rehabilitasi Sosial 349
C. Alternatif Model Rehabilitasi Sosial 354
DAFTAR PUSTAKA 357
EDITOR DAN PENULIS 362
INDEKS 371
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
1
Bagian 1
PERSPEKTIF PENANGANAN MASALAH
MELALUI PANTI SOSIAL
Panti sosial adalah lembaga pelayanan kesejahteran sosial yang
memiliki tugas dan fungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia dan memberdayakan penyandang masalah kesejahteraan ke
arah kehidupan normatif secara fisik, mental dan sosial (Balatbangsos,
2004). Oleh sebab itu pelayanan melalui sistem panti pada hakikatnya
merupakan upaya-upaya yang bersifat pencegahan, penyembuhan,
rehabilitasi, dan pengembangan potensi klien, menjadi penting
peranannya.
Rencana Strategis 2010 - 2014 Kementerian Sosial RI menjelaskan
bahwa Unit Pelaksana Teknis (UPT) Panti Sosial merupakan pusat
kesejahteraan sosial yang berada di baris paling depan dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan kesejahteraan sosial
dan pilar intervensi pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi PMKS. UPT
panti sosial adalah sebuah pilihan yang harus tersedia disamping
pilihan utama lainnya yakni pelayanan sosial berbasis keluarga dan
komunitas dan/atau swasta, sehingga masyarakat terutama PMKS
memiliki pilihan sesuai dengan kondisi mereka.
Panti sosial mempunyai fungsi utama sebagai tempat penyebaran
layanan; pengembangan kesempatan kerja; pusat informasi
kesejahteraan sosial; tempat rujukan bagi pelayanan rehabilitasi dari
lembaga rehabilitasi tempat di bawahnya (dalam sistem rujukan/
referral system) dan tempat pelatihan keterampilan. Sedangkan
prinsip-prinsip dasar penyelenggaraan panti sosial dan atau lembaga
pelayanan sosial lain yang sejenis adalah: (1) memberikan kesempatan
yang sama kepada mereka yang membutuhkan untuk mendapatkan
pelayanan; menghargai dan memberi perhatian kepada setiap klien
dalam kapasitas sebagai individu sekaligus juga sebagai anggota
masyarakat; (2) menyelenggarakan fungsi pelayanan kesejahteraan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
2
yang bersifat pencegahan, perlindungan, pelayanan dan rehabilitasi
serta pengembangan; (3) menyelenggarakan fungsi pelayanan
kesejahteraan sosial yang dilaksanakan secara terpadu antara profesi
pekerjaan sosial dengan profesi lainnya yang berkesinambungan;
(4) menyediakan pelayanan berdasarkan kebutuhan klien guna
meningkatkan fungsi sosialnya; dan (5) memberikan kesempatan
kepada klien untuk berpatisipasi secara aktif dalam usaha-usaha
pertolongan yang diberikan. (Balatbangsos, 2004).
Proses pelayanan panti sosial meliputi (1) tahap pendekatan awal;
(2) asesmen; (3) perencanaan program pelayanan; (4) pelaksanaan
pelayanan; dan (5) pasca pelayanan. Tahap pasca pelayanan terdiri
dari penghentian pelayanan, rujukan, pemulangan dan penyaluran
dan pembinaan lanjut.
Pembinaan lanjut merupakan tahapan terakhir dari proses
pelayanan sosial dan rangkaian proses rehabilitasi sosial atau
pemulihan, yang ditujukan agar eks klien dapat beradaptasi dan
berperan aktif dalam keluarga dan masyarakat. Pembinaan lanjut
di panti-panti sosial mengalami berbagai kendala diantaranya data
eks klien yang tersebar hingga ke pelosok desa, anggaran yang
tidak memadai, dan pemahaman tentang pembinaan lanjut yang
masih beragam mengakibatkan pelaksanaan pembinaan lanjut
belum optimal. Pernyataan ini didukung juga oleh hasil penelitian
yang dilakukan di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) pada tahun
2009, menunjukkan pembinaan lanjut pada sebagian besar PSBR
diilaksanakan terbatas pada eks siswa yang terjangkau oleh anggaran,
atau dilakukan bersamaan dengan sosialisasi program PSBR di daerah
(Widodo, N.2009). Sedangkan hasil penelitian di Panti Sosial Bina
Grahita (PSBG) Ciungwanara Bogor, menunjukkan bahwa proses
rehabilitasi sosial belum dilaksanakan secara maksimal karena belum
siapnya sebagian orang tua klien menerima anaknya yang telah
selesai menerima pelayanan di panti (Astuti, 2010). Hasil penelitian
juga menunjukkan bahwa belum adanya dukungan dari masyarakat
termasuk dunia usaha terhadap eks klien.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
3
Padahal pembinaan lanjut dalam praktik pekerjaan sosial cukup
penting untuk mencapai keberhasilan pelayanan, dan merupakan
bagian dari manajemen kasus. Menurut Maguire dan Lambert (2002),
manajemen kasus digunakan untuk mengelola, mengkoordinasi,
dan memandu klien melalui serangkaian langkah-langkah tertentu
di lapangan. Langkah tersebut antara lain asesmen awal yang
mendefinisikan masalah dan kekuatan, perencanaan, penghubungan
dan pengkoordinasian, pemantauan dan perubahan yang mendukung,
dan pada akhirnya meringkas serta menyelesaikannya melalui
terminasi dan dilanjut dengan tahap pembinaan lanjut.
Pembinaan lanjut tidak boleh lepas dari prinsip-prinsip yang
digunakan dalam memandu aktivitas praktik pekerjaan sosial. Seperti
yang dikemukakan oleh Sheafor dan Horejsi (2003), diantaranya:
1. Seorang pekerja sosial harus dapat memaksimalkan pemberdayaan
kliennya
2. Seorang pekerja sosial harus terus menerus melakukan evaluasi
terhadap kemajuan dari perubahan yang dicapai klien
3. Seorang pekerja sosial harus bertanggungjawab kepada lembaga,
masyarakat dan profesi pekerjaan sosial.
Menurut Woodside dan Mc.Clam (2003), Keberlanjutan pelayanan
memiliki dua pengertian:
1. Keberlanjutan berarti bahwa pelayanan yang diberikan pada
klien tidak terputus dari tahap awal sampai terminasi dan
keberlanjutannya.
2. Keberlanjutan pelayanan berarti penyediaan layanan secara
komprehensif. Didalamnya termasuk intervensi dengan dukungan
dari lingkungan, memelihara hubungan dengan keluarga klien dan
pihak-pihak lain dan jejaring sosial yang menghubungkan dengan
pelayanan-pelayanan yang ada.
Berdasarkan prinsip-prinsip pekerjaan sosial, maka bimbingan
lanjut dianggap perlu untuk dilakukan. Adapun tahapan dari bimbingan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
4
lanjut adalah sebagai berikut:
1. Menyusun rancangan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut
terhadap eks penerima program pelayanan kesejahteraan sosial.
2. Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut
terhadap eks penerima program pelayanan kesejahteraan sosial
melalui bimbingan dan penyuluhan sosial.
3. Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut
terhadap eks penerima program pelayanan kesejahteraan sosial
melalui bimbingan dan pendampingan secara individual.
4. Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut
terhadap eks penerima program pelayanan kesejahteraan sosial
melalui koordinasi dengan pihak terkait.
5. Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut
terhadap eks penerima program pelayanan kesejahteraan sosial
dengan menggali dan mengaitkan dengan sistem sumber yang
tersedia.
6. Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut
terhadap eks penerima program pelayanan kesejahteraan sosial
dengan menggali dan mengaitkan dengan memberikan bantuan
pengembangan usaha.
7. Memantau perkembangan eks penerima program pelayanan
kesejahteraan sosial dalam masyarakat.
8. Mengidetifikasi hambatan pelaksanaan kegiatan bimbingan dan
pembinaan lanjut terhadap eks penerima program pelayanan
kesejahteraan sosial.
9. Memberikan supervisi dalam pelaksanaan bimbingan dan
pembinaan lanjut terhadap pekerja sosial di bawahnya.
Beberapa kondisi umum yang ditemui dari kajian awal (preelemenary
research) banyak masalah yang dijumpai dalam pelaksanaan pembinaan
lanjut di berbagai panti sosial, antara lain:
1. Pembinaan lanjut dipahami hanya sekedar kegiatan monitoring,
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
5
yang dilakukan dengan mengunjungi eks klien baik ke keluarganya
maupun ke tempat kerja.
2. Mobilitas eks klien panti sosial cukup tinggi, tempat tinggal eks
klien sering berpindah-pindah hingga ke luar daerah sehingga
menyulitkan petugas panti sosial dalam melakukan pembinaan
lanjut
3. Jangkauan pelayanan panti sosial yang cukup luas, tidak sebanding
dengan kondisi SDM dan anggaran yang ada.
4. Belum berfungsinya lembaga pengirim untuk melaksanakan
pembinaan lanjut pasca pelayanan panti sosial.
Evaluasi Pelaksanaan Pembinaan lanjut (After Care Services) eks klien
Panti Sosial bertujuan diperolehnya gambaran faktual pelaksanaan
Pembinaan lanjut pada panti-panti sosial pemerintah sebagai bahan
pertimbangan Kementerian Sosial dalam merumuskan kebijakan
terhadap peningkatan pelayanan sosial panti-panti sosial.
Sasaran studi ini sebanyak 10 jenis panti sosial yang merupakan
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat teknis di lingkungan Direktorat
Jenderal Rehabilitasi Sosial. Rincian dan pengertian jenis panti sosial
sesuai SK Menteri Sosial RI Nomor 50/HUK/2004 tentang Standarisasi
Panti Sosial adalah sebagai berikut
1. Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak (3 jenis panti sosial)
a. Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) adalah panti sosial yang
mempunyai tugas memberikan bimbingan dan pelayanan
bagi anak yatim, piatu, dan yatim piatu yang kurang mampu,
terlantar agar potensi dan kapasitas belajarnya pulih kembali
dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat
b. Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) adalah panti sosial yang
mempunyai tugas memberikan bimbingan dan pelayanan
bagi anak terlantyar putus sekolah agar mampu mandiri dan
berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
6
c. Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) adalah panti sosial yang
mempunyai tugas memberikan pelayanan dan rehabilitasi
sosial bagi anak nakal agar mampu mandiri dan berperan aktif
dalam kehidupan bermasyarakat
2. Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan (4 jenis
panti sosial)
a. Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) adalah panti sosial yang
mempunyai tugas memberikan pelayanan dan rehabilitasi
sosial bagi penyandang cacat tubuh agar mampu mandiri dan
berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat
b. Panti Sosial Bina Netra (PSBN) adalah panti sosial yang
mempunyai tugas memberikan pelayanan dan rehabilitasi
sosial bagi para penyandang cacat netra agar mampu mandiri
dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat
c. Panti Sosial Bina Rungu Wicara (PSBRW) adalah panti sosial
yang mempunyai tugas memberikan pelayanan dan rehabilitasi
sosial bagi para penyandang cacat rungu wicara agar mampu
mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat
d. Panti Sosial Bina Laras (PSBL) adalah panti sosial yang
mempunyai tugas memberikan pelayanan dan rehabilitasi
sosial bagi penyandang cacat mental bekas psikotik agar
mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan
bermasyarakat
3. Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial (3 jenis panti sosial)
a. Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) adalah panti sosial yang
mempunyai tugas memberkikan pelayanan dan rehabilitasi
sosial bagi wanita tuna susila agar mampu mandiri dan
berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat
b. Panti Sosial Bina Karya (PSBK) adalah panti sosial yang
mempunyai tugas memberikan pelayanan dan rehabilitasi
sosial bagi gelandangan, pengemis dan orang terlantar
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
7
agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan
bermasyarakat
4. Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza (1
jenis Panti sosial);
Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) yakni panti sosial yang
mempunyai tugas memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial
bagi anak korban narkotika agar mampu mandiri dan berperan
aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
Penelitian ini menggunakan metode evaluasi dalam pendekatan
kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang
relevan untuk meneliti fenomena yang tejadi dalam suatu
masyarakat, karena pengamatan diarahkan pada latar belakang
dan individu secara holistik dan memandangnya sebagai bagian
dari suatu keutuhan, bukan berdasarkan pada variabel atau
hipotesis, sebagaimana pendapat Lexy J Moleong (2004):
Tradisi tertentu dalam ilmu sosial yang secara fundamental bergantung
pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan
berhubungan dengan orang - orang tersebut dalam bahasa dan
peristilahannya. Jadi alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah
peneliti sendiri sebagaimana instrumen kunci
Penelitian ini bermaksud mendapat gambaran faktual
pembinaan lanjut pada panti-panti sosial milik Kementerian Sosial,
baik kebijakan, program, kegiatan, maupun pelaksanaannya.
Pembinaan lanjut (after care services) merupakan proses pelayanan
dan rehabilitasi sosial, karena itu proses pelayanan dan
rehabilitasi sosial juga menjadi sasaran studi ini. Sajian data dan
informasi yang komprehensif dan mendalam tentang berbagai hal
yang menyangkut pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial,
dan pembinaan lanjut merupakan bagian tak terpisahkan dalam
studi ini.
Pelaksanaan kegiatan diawali dengan uji coba instrumen di
provinsi Jawa Barat, Sasaran penelitian adalah panti-panti sosial
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
8
yang ditentukan secara purposive dengan mempertimbangkan:
1. Panti Sosial milik Kementerian Sosial yang memiliki program
pembinaan lanjut
2. Mewakili jenis panti-panti sosial
3. Jumlah panti sosial diambil secara proposional yakni unit
Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak (KSA) terpilih 3 jenis
panti sosial, unit Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan
Kecacatan (RSODK) terpilih 4 jenis panti sosial, unit Direktorat
Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial terpilih 2 jenis panti sosial dan
unit Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan
Napza terpilih 1 jenis panti sosial.
Berdasarkan kriteria tersebut, lokasi terpilih adalah sebagai
berikut:
No
Kota Jenis dan Nama Panti
1.
Jakarta 1. Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya
2. Panti Sosial Bina Rungu Wicara (PSBRW) Melati
2.
Bekasi 1. Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Pangudi Luhur
2. Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Tan Miyat
3.
Bogor Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) Galih Pakuan Bogor
4.
Sukabumi Panti Sosial Bina Laras (PSBL) Phala Martha
5.
Magelang Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Antasena
6.
Palembang Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) Budi Perkasa
7.
Jambi Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) Alyatama
8.
Makassar Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) Wirajaya
9.
Manado Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Tumou Tou
10.
Kupang 1. Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Naibonat
2. Panti Sosial Bina Rungu Wicara (PSBRW) Efata
Sebagai upaya memperoleh gambaran kondisi eks klien dari
hasil pembinaan lanjut, juga dilakukan studi terhadap eks klien
untuk setiap jenis panti sosial. Kasus-kasus yang menjadi fokus
penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut:
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
9
1. Eks klien yang telah memperoleh pelayanan/rehabilitasi sosial
di panti sosial antara tahun 2009-2010
2. Lokasi tempat tinggal eks klien terdapat di 2 lokasi yang
berbeda (kabupaten atau kota)
3. Sumber data tentang kondisi eks klien bisa diperoleh dari eks
klien dan/atau keluarganya, pekerja sosial panti sosial, tokoh
masyarakat dan unit lainnya yang berperan dalam pembinaan
eks klien.
Teknik Pengumpulan data dilakukan melalui
1. Wawancara mendalam dengan menggunakan daftar pertanyaan
sebagai panduan (interview guide) untuk memperoleh data dan
informasi sesuai dengan tujuan penelitian
2. Focus Group Discussion (FGD) di setiap panti sosial untuk
menghimpun berbagai permasalahan yang dihadapi panti
sosial dalam pelaksanaan Pembinaan lanjut dengan kepala
panti, Dinas Sosial Kabupaten/kota/ provinsi dan unsur-unsur
fungsional yang terlibat dalam pelaksanaan Pembinaan lanjut
3. Observasi terhadap pelaksanaan binjut yang dilakukan oleh
petugas panti dan observasi terhadap kondisi anak pasca
pelayanan panti sosial
4. Studi dokumentasi terhadap berbagai dokumen yang dimiliki
panti sosial yang relevan dengan tujuan penelitian
Data dan informasi yang diperoleh dari lapangan dianalis
secara deskriptif kualitatif, meliputi reduksi data, penyajian,
penafsiran dan menyimpulkan. Analisis data mencakup
penelusuran kesenjangan antara kondisi yang diharapkan dengan
kondisi yang ada, yakni membandingkan data eks-klien panti
sosial dengan kebijakan, program, kegiatan dan pelaksanaan
pembinaan lanjut yang dilakukan oleh Panti-panti sosial.
Setiap jenis panti sosial mempunyai pedoman pelaksanaan
pelayanan dan rehabilitasi sosial, namun secara umum
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
10
mempunyai kesamaan dalam tahapan pelayanan dan rehabilitasi
sosial. Temuan lapangan terkait dengan proses rehabilitasi sosial,
pelaksanaan bimbingan lanjut dan kondisi eks klien, pasca
rehabilitasi sosial untuk setiap jenis panti sosial disajikan dalam
laporan hasil penelitian, dengan sistematika sebagai berikut:
Bagian 1 : Perspektif Penanganan Masalah Melalui Panti Sosial
Bagian 2 : Monitoring dan Evaluasi Hasil Pembinaan sebagai
pembinaan lanjut di Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA)
Alyatama Provinsi Jambi, Alit Kurniasari
Bagian 3 : Pelayanan Rehabilitasi Sosial Anak Nakal dan Anak
Berkonflik dengan Hukum di Panti Sosial Marsudi
Putra (PSMP) Antasena Magelang (Fokus pada
Pembinaan Lanjut (After Care Services), Husmiati
Bagian 4 : Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Naibonat Kupang
Provinsi Nusa Tenggara Timur: Tantangan Pendidikan
Masa Depan, Indah Huruswati
Bagian 5 : Studi Tentang Pembinaan lanjut (After Care Services) di
Panti Sosial Bina Daksa (PSBD), oleh: Nurdin Widodo
dan Hemat Sitepu
Bagian 6 : Pelaksanaan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial pada
Panti Sosial Bina Rungu Wicara (PSBRW): Sinergi
Petugas Pelaksana Pelayanan Menuju Keberhasilan
Kemandirian Eks Klien, Moh Syawie
Bagian 7 : Efektivitas Pelayanan Sosial melalui Panti Rehabilitasi
Sosial Penyandang Disabilitas Netra (PSBN), Mulia
Astuti
Bagian 8 : Panti Sosial Bina Laras (PSBL) Phala Martha
Sukabumi: Alternatif Penanganan Orang Dengan
Kecacatan Mental Eks Psikotik, Agus Budi Purwanto
dan Suprapto Hadi
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
11
Bagian 9 : Pembinaan Lanjut Pada Panti Sosial Karya Wanita
(PSKW) Mulya Jaya Pasar Rebo Jakarta Timur, Setyo
Sumarno
Bagian 10 : Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Terhadap
Gelandangan dan Pengemis di PSBK Pangudi Luhur
Bekasi: Studi Kasus Pembinaan Lanjut, Ruaida Murni
Bagian 11 : Evaluasi Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Panti
Sosial Pamardi Putra (PSPP) Galih Pakuan Bogor
(Konsentrasi Pembinaan Lanjut), Sri Gati Setiti
Bagian 12 : Implikasi Kebijakan, Nurdin Widodo dan Alit
Kurniasari
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
12
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
13
Bagian 2
MONITORING DAN EVALUASI HASIL PEMBINAAN SEBAGAI
PEMBINAAN LANJUT DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK
(PSAA) ALYATAMA PROVINSI JAMBI
Alit Kurniasari
Keberhasilan suatu program pelayanan di Panti Sosial Asuhan
Anak (PSAA)-Alyatama dapat dilihat dari keberhasilan eks klien
setelah keluar dari panti, dan hal tersebut diketahui melalui kegiatan
monitoring dan evalusi hasil pembinaan. Kegiatan monitoring dan
evaluasi hasil pembinaan bagi petugas/pengurus di PSAA Alyatama
diasumsikan sebagai kegiatan pembinaan lanjut. Uraian dibawah ini
akan memberi gambaran tentang evaluasi Pelaksanaan Pembinaan
Lanjut (After Care Services) Eks Klien di PSAA dan mengapa kegiatan
monitoring dan evaluasi hasil pembinaan di PSAA Alyatama Prov.
Jambi diasumsikan sebagai pembinaan lanjut.
A. Pendahuluan
Permasalahan anak terlantar adalah masalah klasik, yang
dapat menjadi sumber timbulnya permasalahan anak lainnya,
karena ketidak hadiran orang tua dalam pengasuhan anak.
Status anak yatim piatu, yatim, dan piatu, serta anak yang
berasal dari rumah tangga sangat miskin, diasumsikan terlantar
dan membutuhkan kebutuhan layak bagi perkembangannya.
Sebagaimana diamanatkan dalam UU No.4 tahun 1979, dan
hal yang sama diamanatkan pada UU No. 23 Tahun 2002, yang
menyatakan bahwa anak terlantar, yakni anak yang kebutuhannya
tidak terpenuhi secara wajar, baik kebutuhan fisik, mental,
spiritual, maupun sosial. Dampak yang cukup menonjol dari
keterlantaran ini, anak tidak dapat melanjutkan sekolah atau drop
out sekolah karena tidak ada biaya untuk sekolah dan minimnya
kehidupan psikologis anak. Kemiskinan merupakan sumber
terjadinya keterlantaran, namun ketidak hadiran orang tua dan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
14
atau ketidakmampuan orang tua dalam melaksanakan fungsinya
secara wajar; baik karena meninggal, perceraian, mengidap
penyakit kronis, korban bencana, dapat menjadi pemicu anak
tidak dapat hidup secara layak.
Padahal siapapun anak baik yang berasal dari latar belakang
sosial ekonomi, agama dan budaya yang berbeda-beda, secara
universal mereka tetap memiliki kebutuhan dan hak untuk
dipenuhi, disamping memiliki kewajiban lainnya sebagai seorang
anak. Mereka berhak untuk memperoleh kehidupan yang layak,
memperoleh jaminan untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang
dan berpartisipasi secara optimal.
Dalam hal ini negara atau pemerintah dan berbagai pihak
terkait berperan dalam penanganan masalah tersebut secara
komprehensif, holistik dan integratif, agar anak tetap dapat
hidup layak. Sebagaimana yang termuat dalam UU Kesejahteraan
Sosial No.11 Tahun 2009, menyatakan bahwa penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan
berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi
kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi
sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan
sosial.
Dengan catatan, pelayanan kesejahteraan sosial melalui
sistem panti sebagai pelayanan alternatif (terakhir) apabila fungsi
dan peran orang tua sebagai orang yang pertama dan utama tidak
dapat berfungsi, dan setelah tidak adanya kerabat yang berperan
mengambil alih pengasuhan dan perlindungan anak.
Seiring maraknya didirikan panti asuhan untuk menangani
anak-anak, yatim piatu atau anak-anak dari keluarga miskin,
akan menjadi keprihatinan tersendiri, jika dihubungkan dengan
pola pengasuhan yang diperoleh anak selama dalam panti.
Sebagaimana temuan penelitian Quality Care di PSAA (2007)
menunjukkan bahwa pelayanan di PSAA lebih menitikberatkan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
15
akses ke pendidikan dan pemenuhan kebutuhan material,
dibandingkan perhatian pada kebutuhan emosional, atau
psikososial anak. Belum lagi status anak, dimana hampir 90%
anak-anak di panti asuhan di Indonesia masih mempunyai salah
satu orang tua, dan lebih dari 56% masih memiliki orang tua
lengkap, bahkan mereka ditempatkan di panti oleh keluarganya,
akibat keterbatasan ekonomi. Kondisi ini semakin memprihatinkan
karena anak akan hidup dalam panti selama kurun waktu kurang
lebih 2 sampai 4 tahun lamanya, bahkan mungkin lebih lama lagi.
Ditambah dengan jarak rumah dan panti sosial yang cukup jauh,
semakin beresiko terbatasnya relasi anak dengan orang tua. Usia
anak asuh dalam panti, yang masih membutuhkan bimbingan
dan pengasuhan dari orang tua, sudah terserabut dari kehidupan
keluarganya, karena pengasuhan oleh orang tua tidak dapat
tergantikan dengan pengasuhan di panti sosial yang peranannya
sangat kecil. Tentu saja kondisi ini, menjadi kekhawatiran
tersendiri karena secara tidak langsung akan berdampak pada
perkembangan emosi anak dan keterasingan anak dari kehidupan
keluarga. Untuk meminimalisir permasalahan yang timbul pasca
anak keluar dari panti maka pembinaan lanjut sangat besar
peranannya, dimana anak kembali memperoleh bimbingan dan
pembinaan selama hidup di masyarakat.
Pelayanan yang diterima anak asuh di PSAA, dimana
pendidikan formal sebagai kegiatan utama ditambah dengan
bimbingan keterampilan sebagai kegiatan penunjang, bertujuan
membentuk anak yang mandiri, bertangung jawab dalam
menghadapi kehidupan di masyarakat. Setelah anak asuh lulus
dari pendidikan setara SLTA, maka pelayanan dari panti berakhir
bersamaan dengan itu anak asuh harus keluar dari panti dan
kembali ke keluarga. Keberhasilan pelayanan dalam panti diketahui
dari kondisi anak saat hidup bermasyarakat, yang dilakukan
melalui kegiatan monitoring dan evaluasi hasil pembinaan.
Permasalahannya adalah kegiatan monitoring dan evaluasi hasil
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
16
pembinaan di PSAA Alyatama dilakukan pada akhir pelayanan,
bukan melihat dan menilai perkembangan anak selama menerima
pelayanan di panti, bahkan lebih jauh lagi kegiatan tersebut,
dikonotasikan sebagai pembinaan lanjut.
Berdasarkan gambaran tersebut, maka akan dilakukan
evaluasi pembinaan lanjut, di PSAA Alyatama. Selanjutnya akan
ditelusuri kebijakan apa yang mendasari kegiatan pembinaan
lanjut dan bagaimana pemahaman petugas tentang pembinaan
lanjut, sehingga pembinaan lanjut disebut sebagai monitoring
dan evaluasi hasil pembinaan di PSAA Alyatama? Untuk itu
penting dilakukan penelitian evaluasi pembinaan lanjut dengan
tujuan untuk:
1. Mendapatkan data dan informasi tentang kegiatan monitoring
dan evaluasi hasil pembinaan sebagai pembinaan lanjut di
PSAA Alyatama.
2. Mendapatkan data dan informasi tentang kebijakan yang
mendasari pembinaan lanjut dan pemahaman petugas
terhadap pembinaan lanjut
3. Mendapatkan data dan informasi tentang faktor-faktor apa
yang mempengaruhi kegiatan pembinaan lanjut
Metode penelitiannya menggunakan pendekatan kualitatif,
bertujuan memperoleh gambaran kondisi situasi atau fenomena
eks klien terkait pemenuhan kebutuhan dan hak anak di
PSAA. Data dianalisis dengan menggunakan tabel frekuensi,
dideskripsikan dan menyajikannya dalam bentuk tulisan.
Kelengkapan informasi dilakukan melalui tehnik diskusi terfokus,
observasi, studi dokumentasi, wawancara mendalam. Informan
terdiri dari pengelola dan atau pengurus panti, pengasuh, tenaga
pendukung dan anak-anak eks klien. Keluaran dari penelitian ini
akan bermanfaat bagi Direktorat Kesejahteraan Anak, Kementerian
Sosial, sebagai bahan pertimbangan untuk merumuskan
kebijakan pelayanan di PSAA, terutama sebagai masukkan bagi
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
17
implementasi Standar Nasional Pengasuhan untuk LKSA (2011).
Sasaran dipilihnya PSAA Alyatama di Provinsi Jambi, karena panti
dimaksud sebagai UPT Kemsos, dan lembaga percontohan bagi
panti sejenis lainnya (PSAA) di wilayah Sumatera.
Konsep yang digunakan dalam penelitian ini : tentang
Pembinaan lanjut, yang didefnisikan sebagai bagian dari
rangkaian pelayanan sosial berbasis lembaga, dilakukan sesudah
terminasi atau pemutusan hubungan profesional antara PSAA
dengan anak. Dalam hal ini, pembinaan lanjut dilakukan untuk
memperkuat kemampuan yang pernah diperoleh dalam panti
atau menangani masalah yang dihadapi anak yang belum
terselesaikan. Standar Nasional Pengasuhan untuk Lembaga
Kesejahteraan Sosial Anak (2011), tidak secara eksplisit menyebut
istilah kegiatan pembinaan lanjut, melainkan kegiatan monitoring
terhadap perkembangan anak, setelah proses pengakhiran secara
profesional atau terminasi. Dengan catatan, setelah dipastikan
keluarga siap menerima kembali anak dalam kehidupan mereka.
Menurut Woodside dan McClam (2003), Keberlanjutan pelayanan
memiliki dua pengertian:
1. Keberlanjutan berarti bahwa pelayanan yang diberikan pada
klien tidak terputus dari tahap awal sampai terminasi dan
keberlanjutannya.
2. Keberlanjutan pelayanan berarti penyediaan layanan secara
komprehensif. Didalamnya termasuk intervensi dengan
dukungan dari lingkungan, memelihara hubungan dengan
keluarga klien dan pihak-pihak lain dan jejaring sosial yang
menghubungkan dengan pelayanan-pelayanan yang ada.
Tahapan dari bimbingan lanjut sebagai berikut:
1. Menyusun rancangan kegiatan bimbingan dan pembinaan
lanjut terhadap eks klien, sebagai penerima program
pelayanan kesejahteraan sosial.
2. Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
18
terhadap eks klien, penerima program pelayanan kesejahteraan
sosial melalui bimbingan dan penyuluhan sosial, bimbingan
dan pendampingan secara individual, koordinasi dengan pihak
terkait, menggali dan mengaitkan dengan sistem sumber yang
tersedia dan memberikan bantuan pengembangan usaha.
3. Memantau perkembangan eks penerima program pelayanan
kesejahteraan sosial dalam masyarakat.
4. Mengidetifikasi hambatan pelaksanaan kegiatan bimbingan
dan pembinaan lanjut terhadap eks penerima program
pelayanan kesejahteraan sosial.
5. Memberikan supervisi dalam pelaksanaan bimbingan dan
pembinaan lanjut terhadap pekerja sosial di bawahnya.
Dalam pembinaan lanjut terdapat kegiatan untuk melihat,
mengetahui memantau perkembangan anak selama dalam panti
(review anak) sampai diputuskan berakhirnya pelayanan. Sementara
pemahaman tentang monitoring adalah kegiatan memantau,
mangamati capaian hasil apakah sudah sesuai dengan tujuan yang
akan dihasilkan. Evaluasi sebagai suatu upaya untuk mengukur
hasil atau dampak suatu aktivitas, program, atau proyek dengan
cara membandingkan dengan tujuan yng telah ditetapkan, dan
bagaimana cara pencapaiannya (Mulyono 2009).
Suharsimi Arikunto (2004) menyebutkan bahwa evaluasi adalah
kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya
sesuatu, yang digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat
dalam mengambil keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini
adalah menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak
decision maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil.
Pelayanan sosial dapat ditafsirkan dalam konteks
kelembagaan terdiri atas program-program yang disediakan
berdasarkan kriteria untuk (1) menjamin pemenuhan kebutuhan
dasar kesehatan-pendidikan-kesejahteraan, (2) memudahkan
akses pada pelayanan dan lembaga-lembaga umumnya dan (3)
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
19
membantu mereka yang berada dalam kesulitan (Fahrudin, 2011).
Terdapat lima tahap pelayanan sosial, yaitu: (1) engagement, intake
dan contract, (2) asesmen, (3) perencanaan, (4) intervensi, (5)
evaluasi dan terminasi.
Perkembangan Anak menurut model ekologis (Bronferberner);
dipengaruhi oleh sistem yang terdiri dari Mikro-meso-exo-
makro system. Bahkan anak itu sendiri memiliki perbedaan
secara individual (usia jenis kelamin, kesehatan dll) yang akan
mempengaruhi perkembangannya. Sejalan dengan usia anak,
berada dalam sistim Mikro, terdiri dari sekolah, teman sebaya,
keluarga, tempat bermain, kelompok keagamaan, teman sebaya/
lingkungan anak. Bertambahnya usia anak dalam lingkup
pelayanan kesehatan, media masa, berada dalam sistem MESO,
sebagai interaksi antara lingkungan exo dan mikro. Perkembangan
anak dalam sistem EXO, yang mempengaruhi perkembangan
anak, seperti keluarga yang lebih luas, (dengan bertambah jumlah
anak dan situasi keluarga membuat anak tinggal di tempat
luas, atau anggota keluarga lain): Media masa, layanan hukum:
(tindakan anak sudah diperhitungkan dengan aturan hukum;
layanan kesejahteraan sosial (anak masuk pendidikan, kesehatan,
jaminan sosial), tetangga lebih, teman keluarga. Dalam sistem
MAKRO (tindakan dan ideologi budaya): berupa kebijakan negara
mulai UU, PP, Perda yang berpihak pada anak.
B. Profil Panti Dan Profil Anak
1. Profil Panti
Panti Sosial Asuhan Anak Alyatama merupakan salah satu
lembaga sosial yang menjalankan tugas sebagai pelayanan
kesejahteraan sosial, dikelola oleh Kementerian Sosial,
mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan
kesejahteraan sosial kepada anak terlantar melalui
pengasuhan dan memberikan pelayanan pengganti fungsi
orang tua/keluarga dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
20
dan sosial sehingga anak memperoleh tempat untuk tumbuh
dan berkembang, memperoleh perlindungan dan partisipasi
secara optimal dimana pendekatan pelayanan didasarkan
pada fungsi pekerjaan sosial. PSAA Alyatama beralamat di Jl.
Sultan Hasanudin No. 03 Talang Bakung, Jambi, Propinsi Jambi.
Telp/HP/Fax 074-570160, Email: alyatama@depsos.go.id
atau jbi@yajoo.com.WEB: alyatama.depsos.go. id. Berdiri
pada tahun 1980/1981 dan mulai melaksanakan kegiatan
pelayanan pada tahun 1984/1985. Berdasarkan Keputusan
Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 106/HUK/2009
tanggal 30 September 2009 tentang Struktur Organisasi dan
Tata Kerja Panti Sosial di Lingkungan Departemen Sosial RI,
PSAA Alyatama Jambi merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Kementerian Sosial RI, dimana secara struktur kelembagaan
bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial,
sedangkan secara teknis operasional mengacu pada kebijakan
dan program yang ditetapkan oleh Direktur Kesejahteraan
Sosial Anak.
Visi panti adalah terwujudnya panti sosial sebagai pusat
pelayanan sosial percontohan, profesional dan terpercaya,
Misi panti adalah
a. menyelenggarakan dan mengembangkan program
pelayanan sosial dalam rangka memenuhi hak dan
kebutuhan anak dan multi layanan.
b. Mewujudkan kualitas pelayanan berdasarkan
propfesionalisme, efektifitas, efisien dengan berorientasi
kepada kepuasan kelayan.
c. Meningkatkan partisipasi masyarakat serta memperluas
jaringan kerja.
Tujuan dari pelayanan PSAA Alyatama adalah: (1). Terpenuhinya
hak dan kebutuhan dasar anak, (2) Terbentuknya karakter anak
yang jujur, disiplin, tanggung jawab, percaya diri, terampil dan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
21
mandiri, (3) Terlakasananya pelayanan yang selaras dengan
tuntutan kebutuhan kelayan dan masyarakat
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya PSAA Alyatama
memiliki petugas sebanyak 45 orang, yang terdiri dari pejabat
struktural sebanyak 4 orang, pengasuh 11 orang, instruktur
dan fungsional pekerja sosial 3 orang, Psikolog 1 orang,
staf panti 24 orang, dan petugas pendukung lainnya seperti
satpam, cleaning service, tukang masak, tukang kebun, supir,
8 orang. Status pegawai PNS sebanyak 35 orang dan tenaga
honor sebanyak 10 orang.
Sarana yang dimiliki PSAA Alyatama cukup memadai, meliputi
Ruang kantor, yang berada di bagian depan, dilengkapi
dengan ruang-ruang umum untuk kegiatan sehari-hari,
sementara asrama anak/cottage berada di bagian belakang
yang berjumlah 23 kamar, serta ruang pelatihan keterampilan,
klinik serta Perpustakaan, Prasarana yang dimiliki panti cukup
memadai, selain peralatan kantor,dan komunikasi dalam
kondisi baik, juga memiliki alat transportasi mobil sebanyak 5
unit dan sepeda motor 6 unit.
2. Profil Anak
Kriteria klien PSAA Alyatama:
a. Anak terlantar mencakup yatim terlantar, piatu terlantar,
yatim piatu terlantar usia 6 s/d 18 tahun, belum menikah;
b. Anak yang keluarganya dalam waktu relatif lama tidak
mampu melaksanakan fungsinya secara wajar;
c. Anak yang keluarganya mengalami perpecahan, mengidap
kronis, korban bencana dll.
Kenyataannya presentase klien memiliki orang tua lengkap
pada setiap tahun penerimaan selalu tinggi dibandingkan anak
dengan anak piatu, yatim dan yatim piatu, yang presentasinya
kurang dari 30%. Penempatan anak di PSAA belum sesuai
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
22
dengan kriteria anak terlantar, dan tidak memiliki orang tua.
Berikut tabel status klien.
Tabel 1. Jumlah anak berdasarkan Status
No. Status 2009 2010 2011 Jumlah
1 OT hidup 58 59 58 175
2 Yatim 4 2 - 6
3 Piatu 20 21 19 60
4 Yatim piatu 8 8 5 21
J u m l a h 90 90 82 262
Status anak asuh tahun anggaran 2012, menunjukkan hampir
80% dirujuk oleh orang tua, dan hanya 15% saja yang dirujuk
oleh sanak saudara dan Dinas Sosial setempat, yang pemberi
rekomendasi untuk pengasuhan anak dalam panti.
Sesuai dengan kapasitas tampung, maka jumlah klien mulai
dari tahun 2009-2011 yang terdiri dari:
Tabel 2. Jumlah anak berdasarkan jenis kelamin
No Tahun L P Total
1. 2009 51 39 90
2. 2010 50 40 90
3. 2011 40 42 82
Total 141 121 262
Tempat tinggal klien lebih banyak berasal dari luar kabupaten/
kota Jambi, daripada yang berasal dari kabupaten/kota Jambi.
bahkan ada yang berasal dari luar prov Jambi (Padang,
Palembang). Kondisi geografis yang cukup jauh, berpengaruh
pada proses penjangkauan dan pembinaan lanjut. Berikut
tabel anak berdasarkan asal daerah
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
23
Tabel 3. Jumlah anak berdasarkan asal daerah
No. Asal Daerah 2009 2010 2011 Jumlah
1 Dari desa/kel setempat 3 6 3 12
2 Dari kec. Setempat 1 1 - 2
3 Dari kab/kota setempat 6 7 3 16
4 Dari luar kab/kota 78 75 74 227
5 Dari luar provinsi * 2 1 2 5
J u m l a h 90 90 82 262
Keterangan * : Sumatera Selatan dan Sumatera Barat
Usia klien antara 15-18 tahun menunjukkan presentasi
tinggi, dengan pendidikan setara SLTA,, disusul anak usia
12-14 tahun, yang berpendidikan SLTP. Berikut jumlah klien
berdasarkan usia.
Tabel 4. Jumlah anak berdasarkan jenjang usia
No. Usia Anak 2009 2010 2011 Jumlah
1 9-11 thn 1 3 - 4
2 12-14 thn 58 20 21 99
3 15-18 thn 23 64 56 143
4 >18 thn 8 3 5 16
J u m l a h 90 90 82 262
3. Proses Pelayanan Sosial
Dalam melaksanakan pelayanannya, berdasarkan tahapan
beikut:
a. Tahap Pendekatan awal/Pelayanan awal
b. Identifikasi dan Penjangkauan, dilaksanakan pada
awal tahun melalui penyuluhan dan sosialisasi tentang
keberadaan PSAA dan pelayanan yang diberikan PSAA,
kepada masyarakat.
c. Seleksi dan Registrasi, sebagai proses pemilihan klien
yang memenuhi persyaratan pelayanan dalam panti,
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
24
dilaksanakan oleh Tim Seleksi yang dibentuk berdasarkan
SK Kepala panti.
d. Kontrak, untuk membuat kesepakatan pelayanan secara
tertulis antara pihak panti dengan calon klien (keluarga/
pihak yang menyerahkan).
e. Orientasi, ditujukan kepada calon klien yang lolos seleksi,
dilaksanakan oleh Seksi Rehabilitasi Sosial dibantu
pengurus organisasi IPPA (Ikatan Putra-Putri Alyatama)
Jambi.
f. Pengasramaan, menempatkan klien pada satu rumah
masing-masing menempati 8 s/d 10 orang dengan satu
orang pengasuh.
4. Tahap Bimbingan
a. Bimbingan fisik dan kesehatan :
Bimbingan fisik: meliputi kegiatan olahraga wajib dan
permainan. Olahraga wajib dilaksanakan 3 x dalam
seminggu dan olah raga permainan, yang bersifat rekreatif
dilaksanakan setiap hari kamis dan sabtu setelah waktu
sholat Ashar, dengan Instruktur dari pegawai panti yang
telah ditunjuk.
Bimbingan kesehatan, meliputi pemeriksaan kesehatan,
dilaksnaakan rutin, bergiliran oleh Perawat Poliklinik
PSAA Alyatama Jambi. Panti juga menyediakan fasilitas
rawat inap dan rawat jalan bagi klien yang memerlukan
perawatan kesehatan di Klinik Panti. kegiatan lainnya
berupa pengarahan tentang kesehatan dan kebersihan
lingkungan termasuk penyediaan sarana kebersihan diri
berupa sabun cuci, sabun mandi, sikat gigi dan pasta gigi,
handuk pada setiap bulannya.
b. Bimbingan Mental Keagamaan
Kegiatan bimbingan mental keagamaan berupa 1)
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
25
pengajian rutin, setelah sholat maghrib, sampai menjelang
Isya, 2) belajar pidato keagamaan setiap malam minggu
setelah sholat maghrib. 3) ceramah agama setiap bulan.
4) sholat wajib berjamaah di mushola panti, kecuali sholat
dzuhur. 5) Memperingati hari besar Islam Pelaksanaannya
bekerjasama dengan IAIN Sultan Thaha Syaifudin Jambi
terutama dalam perumusan materi bimbingan, mekanisme
bimbingan serta bantuan tenaga penceramah. :
c. Bimbingan Sosial dan Pendidikan
Bimbingan sosial, diberikan secara kelompok dan
individual, secara informal berupa nasehat, arahan dan
sanksi bagi klien yang melanggar norma dan tata tertib
panti. Selain itu konseling bagi klien yang mengalami
permasalahan baik tentang dirinya maupun lingkungan
dilaksanakan oleh Pekerja sosial dan pengasuh pada
setiap asrama. Meski pada kenyataannya bimbingan
kelompok maupun individu jarang dilakukan sehingga
kurang dirasakan manfaatnya, karena perhatian pengasuh
terhadap permasalahan individul maupun kelompok,
jarang dilakukan. Hubungan dan keakraban dengan
pengasuh relatif tidak sama pada setiap rumah, ada yang
akrab dengan pengasuh namun juga ada yang mengambil
jarak antara anak dan pengasuh.
Bimbingan sosial dan konsultasi bagi keluarga berupa
home visit, dalam rangka mengumpulkan data
permasalahan klien, dilakukan pada saat klien mengalami
permasalahan. Sementara untuk mempererat hubungan
kelembagaan, serta dukungan sosialisasi dan motivasi,
belum banyak dilakukan.
Pendidikan Formal, diberikan pada semua klien, untuk
memilih sekolah yang sesuai dengan minat dan kemampuan
namun tetap melalui bimbingan dan arahan pekerja sosial
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
26
dengan mempertimbangkan dana yang tersedia. Jenis
pendidikan formal antara lain SMP/MTs, SMA/SMK/MAN
baik negeri maupun swasta. Semua kebutuhan sekolah
disediakan panti, seperti pakaian seragam sekolah 2
stel, pakaian Pramuka 1 stel, sepatu 2 pasang, pakaian
olahraga 2 stel, pakaian muslim/muslimah 1 stel.
d. Bimbingan Keterampilan
Bimbingan diberikan dengan tujuan untuk menggali bakat
dan potensi serta menyalurkan minat klien agar tumbuh
menjadi anak yang terampil, ulet dan mandiri. Selain itu
untuk mempersiapkan anak dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya setelah menyelesaikan pelayanan dengan
harapan dapat membantu anak bekerja. Bimbingan
keterampilan meliputi:
1) Menjahit; dilaksanakan setiap hari Senin dan Kamis
pukul 15.30 s/d 17.30 WIB dibawah bimbingan 1 orang
instruktur sukarelawan/anggota masyarakat Kelurahan
Talang Bakung, didampingi Pekerja Sosial.
2) Tata boga, kerajinan tangan dan Membatik;
dilaksanakan setiap hari Selasa pukul 15.30 s/d 17.30
WIB secara berselang setiap Minggu antara kegiatan
Tata Boga, Membatik dan Kerajinan tangan (manik-
manik). Instruktur dari Sanggar Kegiatan Belajar (SKB)
Dinas Pendidikan Nasional Kota Jambi.
3) Komputer, dilaksanakan pada setiap hari senin dan
kamis pukul 15.30 s/d 17.30 WIB.dibawah bimbingan 1
orang instruktur. Materi berupa 1) Pengenalan Sistem
Operasi Windows, 2) Microsoft Word, 3) Microsoft
Excel. Menurut eks klien, bahwa bimbingan komputer
kurang memadai: dan belum cukup sebagai modal
bekerja.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
27
4) Otomotif, berupa perbengkelan motor, dilaksanakan
setiap hari kamis dan jumat pukul 16.30 s.d 17.30 WIB
dibawah bimbingan 1 orang instruktur.
Tabel 5. Jumlah anak berdasarkan jenis keterampilan
No. Jenis keterampilan 2009 2010 2011
1 Menjahit 32 20 12
2 Operator komputer 13 20 14
3 Kerajinan tangan & tata boga 32 29 6
4 Bengkel motor 6 7 7
5 Membatik 7 9 10
J u m l a h 90 85 49
Pilihan jenis keterampilan pada setiap tahun berbeda-beda
pesertanya. Presentasi jumlah peserta pada keterampilan
komputer selalu besar, bersamaan dengan minat terhadap
keterampilan menjahit. Eks klien menanggapi bimbingan
komputer, cukup bermanfaat meski belum dapat dijadikan
sebagai modal bekerja, sementara keterampilan lainnya
belum banyak dirasakan manfaatnya.
e. Bimbingan Belajar
Terdiri dari bimbingan belajar malam dan belajar
tambahan (les), kenyataannya bimbingan belajar malam
jarang dilakukan, sehingga klien banyak belajar sendiri-
sendiri. Sementara bimbingan Belajar (Les), sebagai
kegiatan tambahan belajar khususnya bagi anak yang
duduk di kelas I dan II SMP, serta kelas I dan II SMA, cukup
sering dilakukan dibawah bimbingan guru yang ditunjuk
melalui Surat Keputusan Kepala Panti. Waktu pelaksanaan
kegiatan ini yaitu setiap hari Sabtu dan Minggu pukul
16.30 - 17. 30 WIB.
f. Kegiatan Rekreasi sebagai pemanfaatan waktu luang, diisi
dengan berbagai kegiatan lomba antar asrama maupun
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
28
perorangan, diantaranya, 1) Pertandingan olah raga antar
asrama. 2) Kegiatan Out Bound 3) Widya Wisata diantaranya
yang pernah dilakukan ke Kerinci.
5. Tahap Reintegrasi (Bimbingan Hidup Bermasyarakat
dan Integrasi Sosial),
bertujuan untuk mempersiapkan klien dalam memasuki
lingkungan sosial baru. Bentuk pertemuan dengan orang tua
klien, berupa ceramah dan diskusi dari petugas dari panti
6. Tahap Terminasi dan Penyaluran
Kegiatan ini merupakan tahap akhir pembinaan berupa
persiapan pemutusan hubungan pelayanan profesional antara
PSAA Alyatama Jambi dengan klien yang telah menyelesaikan
pendidikan formal setingkat SLTA. Bentuk kegiatan berupa
Magang kerja yang dilaksanakan selama 2 (dua) bulan, pada
bulan Mei s.d Juli. Lokasi magang di perusahaan maupun
instansi pemerintah yang tersebar di Kota Jambi, antara lain
di 1) Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Jambi 2)
BPMPP Provinsi Jambi, 3) Harian Jambi Independent, 4) Radio
BOSS FM Jambi, 5) Icha Sablon dan Digital Printing, 6) Eko
Sablon dan Digital Printing. Tempat tersebut dipilih atas dasar
hasil assessment terhadap minat, bakat dan kemampuan klien,
serta berdasarkan daya tampung dan kemampuan lembaga/
badan usaha yang akan dijadikan lokasi magang kerja.
7. Monitoring dan Evaluasi Hasil Pembinaan
Monitoring dan evaluasi hasil pembinaan dilaksanakan
terhadap klien yang telah disalurkan baik ke dunia kerja
maupun dikembalikan kepada orang tua/keluarga, melalui
pemantauan perkembangan serta bimbingan mental maupun
sosial.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
29
C. Pembinaan Lanjut
Sebagaimana diketahui bahwa pelaksanaan pembinaan
lanjut di PSAA Alyatama disebut sebagai kegiatan monitoring
dan evaluasi hasil pembinaan, untuk menelusuri keabsahananya
maka akan diuraikan kebijakan yang mendasari, dan pemahaman
dari petugas/peksos maupun pengasuh serta pelaksanaannya:
1. Kebijakan
Pembinaan lanjut sebagai bagian dari tahapan proses
pelayanan, di PSAA Alyatama berupa kegiatan monitoring
dan evaluasi hasil pembinaan. Artinya eks klien akan dipantau
dan dievaluasi kondisinya baik secara fisik maupun psikologis
sehingga dapat diketahui keberhasilan dan kegagalan dari
pembinaan.
Kebijakan yang mendasari kegiatan pembinaan lanjut,
sebelum terbitnya Permensos, No. 30/HUK/2011 tentang
Standar Nasional Pengasuhan untuk Lembaga Kesejahteraan
Sosial Anak (LKSA), menggunakan petunjuk Teknis Pelayanan
dalam panti (2004). Pada petunjuk teknis dikemukakan bahwa
pembinaan lanjut sebagai bagian dari rangkaian pelayanan
sosial berbasis lembaga, dilakukan sesudah terminasi atau
pemutusan hubungan profesional antara PSAA dengan
anak, untuk memperkuat kemampuan yang pernah diperoleh
atau menangani masalah yang dihadapi anak dan belum
terselesaikan, terutama dalam menghadapi kehidupan
bermasyarakat dan saat kembali ke keluarga.
Kebijakan pembinaan lanjut pada Standar Nasional
Pengasuhan di LKSA, tidak secara eksplisit menyebut istilah
kegiatan pembinaan lanjut pasca terminasi, melainkan
kegiatan monitoring terhadap perkembangan anak, setelah
proses pengakhiran secara profesional atau terminasi.
Dengan catatan, setelah dipastikan keluarga siap menerima
kembali anak dalam kehidupan mereka.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
30
Kebijakan tersebut, mengandung konsekuensi, bahwa
perkembangan anak selama di panti selalu direview terhadap
penempatannya dan merencanakan penempatan terbaik bagi
anak. Artinya, kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan
secara kontinum dan berkelanjutan, dengan melibatkan
anak dalam perencanaan pengahiran, minimal sebulan
sebelum anak dikembalikan ke keluarga, sehingga kembalinya
anak ke keluarga dan meninggalkan panti sesuai dengan
review penempatan. Termasuk melibatkan orang tua dalam
pengakhiran pelayanan serta menjelaskan rencana monitoring
untuk mengetahui perkembangan anak.
2. Pemahaman Pembinaan lanjut
Pemahaman tentang pembinaan lanjut disandingkan dengan
petunjuk teknis (2004) maupun standar Nasional Pengasuhan
Anak dalam LKSA (2012) nyatanya dipahami sangat berbeda
oleh petugas atau pejabat struktural maupun pengasuh dan
pekerja sosial. Diskusi kelompok mengemuka pendapat sbb:.
pembinaan lanjut bukan pembinaan ke keluarga, tapi melihat klien
setelah kembali ke keluarga, bagaimana kondisi fisik, mental dan sosial
eks klien. Imbuh pengasuh A.
Menurut Pekerja Sosial (B) bahwa kegiatan pembinaan lanjut
sebagai kunjungan ke anak asuh pada saat Praktek Bimbingan
Keterampilan (PBK) berlangsung,
Sementara menurut pejabat struktural (X) menyatakan bahwa:
kegiatan pembinaan lanjut adalah suatu kegiatan untuk mengetahui
sejauh mana perkembangan klien yang telah selesai mengikuti
pembinaan dikembalikan ke keluarga dan atau disalurkan ke dunia
kerja baik dari sisi kendala di lapangan maupun kondisi dalam diri
anak.
Petugas (Z) dan pejabat struktural (Y) lainnya menyatakan
bahwa
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
31
kegiatan monitoring dan evaluasi, yang ditujukan terhadap eks klien
yang telah disalurkan baik ke dunia kerja maupun dikembalikan kepada
orang tua/keluarga. Pelaksaannya melalui pemantauan perkembangan
mental maupun sosial anak dan dilakukan melalui kunjungan ke
rumah atau tempat kerja.
Dengan demikian pembinaan lanjut dipahami sebagai mana
kegiatan monitoring dan evaluasi hasil pembinaan yang
selama ini rutin dilakukan PSAA Alyatama.
3. Pelaksanaan Pembinaan lanjut:
Kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh petugas
panti hanya pada saat anak praktek belajar kerja (PBK), dan
setelah anak kembali ke keluarga, dengan menggunakan
form monitoring dan evaluasi. Secara struktural kegiatan ini
dibawah tanggung jawab Seksi PAS, sementara pelaksana
tugas Monitoring dan Evaluasi atau pembinaan lanjut adalah
pejabat eselon IV (TU, Sie Rehsos), dibantu oleh pekerja sosial
serta pengasuh, selama 3 hari kerja. Bentuk kegiatannya melalui
home visit atau kunjungan ke tempat praktek kerja, ditujukan
pada alumni lulusan setahun lalu tetapi juga lulusan 2 tahun
sebelumnya. Hal ini dilakukan, karena jumlah kelulusan, pada
setiap tahun anggaran tidak sama Sebagaimana monitoring
dan evaluasi pada tahun 2011 ditujukan pada 25 orang eks
klien, sementara tahun 2010 ditjukan pada 15 orang eks klien.
Berikut lokasi kegiatan monitoring evaluasi pada TA 2011
Tabel 6. Lokasi Monev TA 2011
No Kabupaten/Kota Sasaran
1. Kerinci 1 orang
2. Merangin 3 orang
3. Serolangun 3 orang
4. Tebo 4 orang
5. Bungo 2 orang
6. Batanghari 3 orang
7. Jambi 3 orang
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
32
8. Tanjung Jabung Timur 2 orang
9. Tanjung Jabung Batar 1 orang
10. Muara jauh 2 orang
11. Sungai Penuh 1 orang
12. Palembang 1 orang
Jumlah 25 orang
4. Kendala Pelaksanaan Pembinaan Lanjut
Dukungan anggaran tidak sesuai dengan lokasi atau kondisi
lapangan. Wilayah dan kondisi geografis yang cukup jauh,
meski berada dalam satu kabupaten, tidak cukup ditempuh
dengan biaya perjalanan selama 3 hari untuk mengunjungi 3
orang eks klien. Misalnya kunjungan ke Kab.Batanghari.
Seharusnya disesuaikan dengan SPPD ke kabupaten dan sampai ke
lokasi tempat tinggal, sementara jarak dan lokasi tempat tinggal anak
tidak diperhitungkan kedalam biaya transportasi.
Upaya untuk mengatasi kendala :
a. Petugas berinisiatif mengumpulkan anak di kecamatan,
atau suatu tempat, sehingga tidak dapat mengobservasi
kondisi keluarga, mewawancarai orang tua atau kerabat
mereka.
b. Pembinaan lanjut atau kegiatan monitoring dan evaluasi
hasil pembinaan, dilaksanakan bersamaan dalam satu
perjalanan tugas seleksi atau penjangkauan anak pada
tahap awal.
Saran pengasuh, terhadap pelaksanaan pembinaan lanjut,:
a. Anggaran disesuaikan dengan jarak, lokasi tempat
tinggal anak; anggaran harus adil, transport lokal seharusnya
disesuaikan dengan lokasi tempat anak berada. Imbuh D.
b. Melakukan persiapan sebelum anak kembali ke keluarga
atau terminasi melalui kegiatan: Home visit sehingga
dapat diketahui apakah anak akan bekerja atau kembali
kekeluarga. Sebagaimana diungkapkan pengasuh,
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
33
(N) Home visit sebaiknya dilaksanakan untuk mendukung
pelaksanaan pembinaan lanjut. Sementara home visit yang selama
ini dilakukan hanya pada anak yang bermasalah
c. Pelaksanaannya dimulai saat anak di dalam panti sampai
menjelang berakhirnya pelayanan, sehingga petugas akan
mengetahui kehidupan keluarganya.
Sebagai mana dikemukakan oleh pengasuh (M),
Anak akan terpengaruh dari lingkungan. Jangan terfokus pada
anak saja, harusnya merubah pada keluarga, bagaimana anak
bisa bersekolah sementara keluarga tidak berubah seharusnya
keluarga diubah pola pikirnya.
d. Bimbingan reintegrasi anak ke masyarakat, tidak
cukup dengan cara penyuluhan pada Orang Tua, untuk
memotivasi keluarga tanpa melihat langsung kondisi
keluarganya.
e. Melibatkan Dinas Sosial sebagai lembaga yang memberi
rujukan dan menindaklanjuti pembinaan setelah anak
kembali ke keluarga.
5. Hasil Pembinaan Lanjut:
Berdasarkan isian form monitoring dan evaluasi hasil
pembinaan pada tahun anggaran 2010 dan 2011, diperoleh
gambaran bahwa:
a. Jumlah eks klien yang melanjutkan pendidikan ke Perguruan
Tinggi lebih sedikit dibandingkan yang bekerja, mencapai
95%. Hasil monitoring dan evaluasi tahun 2010: hanya
4 orang saja yang melajutkan sekolah, 1 orang kursus, 4
orang bekerja di swasta dan 6 orang kembali ke keluarga/
orang tua.
b. Terjadi perubahan kepengasuhan anak dari orang tua ke
kerabat. Sebagian besar tidak tinggal bersama orang tua
tetapi tinggal di rumah kontrakan, berada di kota besar
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
34
karena bekerja. Namun anak-anak yang lulus tahun 2011
sebagian besar masih tinggal bersama orang tua.
c. Kondisi fisik umumnya cukup sehat, hanya saja ada
beberapa anak yang tidak bersih dan tidak rapi, kondisinya
kurus, karena pola makan yang tidak teratur.
d. Umumnya eks klien, mampu beradaptasi dengan
kehidupan keluarga dan masyarakat, berperilaku sopan,
baik dan ramah, selain itu mampu akrab dan mampu
komunikasi dengan masyarakat, bahkan mengajarkan
keterampilan yang ia peroleh dari panti.
e. Ditemukan adanya eks klien berperilaku bebas karena
tidak ada pengawasan dari orang tua, dan menganggur.
f. Orang tua/keluarga cukup bangga dengan anak, karena
telah menyelesaikan pelayanan dalam panti, dan
hubungannya dengan orang tua cukup akrab, meski telah
lama tinggal di panti.
g. Peraturan dibuat selama anak dalam panti, sangat besar
manfaatnya bagi kehidupan eks klien, dimana hidupnya
menjadi disiplin dan mandiri.
h. Keterampilan yang diperoleh selama di panti dirasakan
kurang memadai untuk mencari pekerjaan, sehingga
mereka bekerja tidak sesuai dengan keterampilan bahkan
tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan yang
mereka tempuh..
Gambaran yang sama diperoleh dari penelusuran petugas
panti:
a. Kondisi Eks penerima saat kembali ke rumah, mengalami
hambatan dalam penyesuaian diri, terutama pada
keluarga yang tidak siap menerima anak. Orang tua
kurang merespon atau biasa-biasa saja saat mereka
kembali, ditambah dengan kondisi ekonomi pas-pasan,
membuat anak tidak kerasan tinggal berlama-lama di
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
35
rumah, karena merasa menjadi beban keluarga. Sebagian
besar menyatakan merasa tidak enak lama-lama tinggal di
rumah, seperti parasit keluarga. Hal ini menuntut anak untuk
keluar rumah dan mencari pekerjaan.
b. Kondisi keluarga dengan latar belakang ekonomi terbatas,
cenderung mendorong anaknya masuk ke panti, untuk
memenuhi kebutuhan sekolah. Hal ini memberi kesan
bahwa orang tua lepas tanggung jawab.
c. Rendahnya minat orang tua menyekolahkan anak atau
menghendaki anaknya maju, sebagaimana diungkapkan
pengasuh, yang menyatakan bahwa:
Fakta dimasyarakat, terdapat sanak saudara menjadi klien panti,
meski dilihat dari kemampuan keluarga, tergolong mampu, tetapi
tidak mendorong anak untuk masuk sekolah sekalipun sekolahnya
gratis. Sebaliknya jika anak, tidak berminat sekolah, maka orang
tua langsung menikahkan anak setelah lulus SMP.
Kondisi tersebut mendorong petugas mengajak anak
untuk menerima pelayanan dalam panti. Sebagaimana
temuan petugas saat melakukan penjangkauan:
Orang Tua yang tidak mau berpikiran maju, karena mereka tidak
punya keinginan agar anaknya bersekolah, dari awalnya perhatian
Orang Tua terhadap anak sangat minim, saat anak dikembalikan
ke keluarga, peran OrangTua tidak ada, sudah kondisi keluarganya
miskin dan ditawarkan sekolah gratis (di pesantren), tetap saja
Orang Tua tidak menginginkan anak disekolahkan.
d. Eks klien cenderung kembali tinggal dan hidup di kota
(Jambi), karena telah terbiasa dengan situasi tersebut
dibandingkan tetap berada di kampung sebagai tempat
tinggalnya. Sebenarnya sebagai gejala tersebut sebagai
urbanisasi terselubung, pemindahan penduduk dari
kampung-kampung ke kota besar. anak masuk ke panti
secara tidak langsung telah menciptakan urbanisasi terselubung.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
36
D. Gambaran Dan Analisa Kondisi Eks Klien
1. Gambaran Kondisi Eks Klien
- Sample yang diambil lulusan tahun 2009 s.d 2011,
sebagian besar dari anak yang ditemui, sudah bekerja,
baik yang bekerja di tempat PBK terdahulu, atau di tempat
kerja yang baru. Bagi anak yang bekerja mereka akan kost/
kontrak kamar atau tinggal di tempat kerja. Keinginan
melanjutkan sekolah mengalahkan keinginannya bekerja,
namun ada beberapa orang yang mengambil kursus dan
meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi.
- Tidak semua anak dapat tinggal berlama-lama dengan
keluarga/orang tua, karena beberapa alasan. Mereka akan
tinggal di rumah hanya 2 minggu- 2 bulan saja, selebihnya
mereka akan keluar rumah untuk mencari pekerjaan.
- Hampir keseluruhan anak menyatakan kebingungan
sesaat keluar dari panti, tidak mengetahui apa yang harus
diperbuat. Selama ini kehidupannya selalu terjamin,
kebutuhan sehari-hari selalu difasilitasi oleh panti.
Sementara hidup di luar panti harus mengurus segalanya
sendiri, tanpa bantuan orang lain termasuk kondisi
rumah, berbeda dengan kondisi panti. Gambaran tentang
kondisi eks klien setelah keluar dari panti, dapat dilihat
dari kasus-kasus berikut ini:
Kasus 1:
SR, (L). 21 tahun, belum menikah, lulus SLTA, anak ke 4 dari
4 bersaudara, yatim piatu. Berperawakan kecil, berkulit hitam.
Saat ini hidup bersama kakak perempuannya, yang sudah
berkeluarga di rumah kontrakan. Menjadi penghuni panti
sejak tahun 2004, atas informasi dari petugas Dinas sosial
yang melakukan kunjungan ke desanya. S yang yatim piatu
langsung didaftarkan menjadi penghuni panti.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
37
Setelah keluar dari panti: motivasinya ingin bekerja, meski ada
keinginan untuk melanjutkan sekolah. Pilihan keterampilan
komputer sangat bermanfaat bagi dirinya, sebagai modal
mencari pekerjaan. Sejak keluar dari panti subyek telah bekerja di
3 tempat, yakni di dealer motor, perusahaan batu bara dan saat
ini bekerja sebagai buruh di perusahaan rental alat berat. Dari
penghasilannya selama bekerja S sudah mampu mencicil motor.
S tidak mengalami hambatan dalam relasi sosialnya, S biasa
bergaul dengan sebayanya, juga dengan teman-teman se-
alumni panti (tergabung dalam IKAPAMA/ikatan alumni panti
Alyatama). Kunjungan petugas hanya saat PBK, bertanya
tentang kondisi S, hambatan yang dihadapi saat bekerja. S
menanggapi kegiatan panti; terlalu padat sehingga menyita
waktu belajarnya, sementara kegiatan yang ada tidak sesuai
dengan minat anak dan tidak seluruhnya dapat diikuti oleh
anak.
Kasus 2:
DC, (L). 21 tahun, anak ke 4 dari 7 bersaudara. Lulus SLTA.
Berperawakan tinggi, kulit putih bersih. Berasal dari keluarga
miskin, ayahnya berada di Kuala Tungkal, bekerja sebagai
buruh sayat karet . Alasan S masuk ke panti, karena ada
kemungkinan S akan DO setelah melihat ke dua kakaknya
DO dari Mts. Pada saat S kelas 2 SMA (2007), petugas Dinsos
menganjurkan S menjadi penghuni panti sosial.
Setelah lulus SMA (2009), S sempat menganggur selama
4 bulan, kemudian ditarik untuk bekerja di tempat magang
sebagai office boy. Keterampilan komputer yang diperoleh
di panti sangat bermanfaat, karena saat ini tidak hanya
bekerja sebagai office boy, tetapi juga sering diberi tugas untuk
mengetik naskah. Minatnya untuk belajar komputer cukup
besar, sehingga S selalu ingin belajar beberapa program
(Adobe Photoshop) dari salah seorang karyawan dibidang IT yang
sekaligus menjadi teman akrabnya.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
38
Pergaulannya saat ini lebih sering dengan teman kerjanya,
juga dengan teman-teman alumni panti. Ia jarang pulang
kerumah, karena untuk pulang ke rumah orang tuanya, merasa
menjadi parasit bagi keluarga yang seharusnya membantu orang tua.
Kasus 3:
RA, (P) 20 tahun, Lulusan MAN, berperawakan sedang, kulit
bersih dan berparas manis. Anak ke 1 dari 2 bersaudara,
orang tua sebagai buruh sayat di kebun karet. Menjadi anak
asuh panti sejak tahun 2007, lulus SMP, setelah mendengar
sosialisasi dari petugas panti dan Dinas Sosial yang datang
ke kampungnya. Alasannya menjadi anak asuh karena melihat
kondisi ekonomi orang tua tidak mampu dan ada kemungkinan
S tidak melanjutkan ke tingkat SLTA sehingga tawaran sebagai
anak asuh panti langsung disambut S. Setelah lulus MAN,
(2010), S pulang kerumah namun tidak tinggal lama di rumah,
meski sebenarnya S, ingin dan betah tinggal di rumah,
tetapi melihat kondisi rumah maka ia segera keluar rumah,
untuk mencari pekerjaan. Sudah seharusnya dirinya membantu
kebutuhan ekonomi Orang tua, setidaknya tidak tinggal dengan orang
tua, imbuh RA
Saat keluar dari panti, S sempat bingung karena tidak
ada informasi tentang lapangan pekerjaan, dan ternyata
tidak semua anak bisa mandiri serta melanjutkan sekolah.
Kemudian S pergi ke Palembang, untuk mencari pengalaman.
Menurutnya,
setelah selesai magang anak-anak pada kebingungan kemana
seharusnya mau pergi, seharusnya ada jaminan antara pengurus
panti dengan sumber pekerjaan. Solusinya kalau anak bingung,
mereka menghubungi alumni yang sudah bekerja, bagi yang belum
memiliki tmpat tinggal bisa tinggal sementara dengan kakak
alumni, karena untuk pulang ke orang tua tidak memungkinkan.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
39
Setahun bekerja di Palembang, kemudian kembali lagi ke kota
Jambi karena ayahnya menderita sakit. Selama di Palembang,
S bekerja di perusahaan elektronik sebagai tenaga marketing,
dan penjaga toko. Dari penghasilannya S bisa membantu
ekonomi keluarga. Tawaran pekerjaan cukup menjanjikan
(tenaga administrasi di Bandara), namun ditolak S karena
tidak menguasai komputer, karena selama di panti S memilih
ketrerampilan menjahit. Saat ini S bekerja sebagai penjaga
toko pakaian, penghasilannya sesuai UMR, cukup untuk
menghidupi dirinya sendiri dan adiknya yang juga tinggal di
panti, belum cukup untuk membantu ekonomi keluarga.
S memperoleh kunjungan dari petugas panti saat magang
(PBK), di hotel Al Faath, sebagai waitres. Minatnya untuk
memiliki usaha sendiri cukup besar pada diri S, misalnya dalam
usaha pertanian modern. Dimana S bisa mengembangkan
usaha di kampungnya, tapi keinginan itu hanya sebatas angan-
angan saja. karena memulai usaha itu perlu keterampilan tersendiri.
Saran pengembangan panti, sebaiknya :
a. Keterampilan diarahkan untuk masa depan, bukan hanya
pendidikan formal, karena tidak semua melanjutkan
sekolah.
b. Panti memberi akses terhadap dunia pekerjaan melalui
relasi luas petugas panti dengan perusahaan-perusahaan.
c. Bimbingan sosial ditingkatkan, terutama pada bimbingan
motivasi untuk pengembanganan diri, mempersiapkan
masa depan; memberi pandangan tentang kehidupan
masa depan di masyarakat .
Kasus 4
Hsb, (L), 20 tahun, lulusan SMK Niaga, berperawakan kecil,
dan bersih. Orang tua masih lengkap tinggal di Tanjung Jabung
Timur, anak ke 4 dari 7 bersaudara. Ayahnya menderita sakit
paru-paru basah, yang telah lama dideritanya ibu sebagai
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
40
pencari nafkah (buruh tani). Semua saudaranya hanya
lulusan SMP dan bekerja sebagai buruh. Setelah lulus SMP,
S mendapatkan informasi dan tawaran dari petugas Dinas
Sosial dan disambut dirinya karena sudah memperkirakan
tidak dapat melanjutkan sekolah,.
Lulus SLTA, (2010) S. kembali ke rumah namun hanya bertahan
selama seminggu, karena ada perasaan tidak betah, merasa
bingung karena menjadi beban orang tua.
Setelah S keluar panti,dirinya merasa:
banyak pikiran. Semakin lama semakin banyak beban, harus
mencari uang dan makan sendiri. Sementara itu untuk tinggal di
rumah sangat tidak memungkinkan karena melihat kondisi orang
tua dan adik-adiknya, yang menjadi beban bagi dirinya.
Menghadapi situasi itu, tidak ada dukungan dari petugas,
kemudian S curhat pada teman.
Sebenarnya komunikasi dengan pengasuh masih dibutuhkan,
tetapi tidak dilakukan karena, takut mengganggu dan pengasuh
masih punya anak kecil.
Padahal selama S di panti, sering curhat ke pengasuh.
Awal mencari pekerjaan S pergi ke kota (Jambi) numpang
di rumah kontrakan teman, tidur beralaskan lantai selama
2 minggu. Pernah bekerja di pabrik roti, bertahan selama 3
minggu, selanjutnya S mendapat panggilan dari tempatnya
magang radio, sebagai office boy namun diberi kepercayaan
oleh pemilik perusahaan sebagai operator. Sampai saat ini
telah dijalani selama 8 bulan. Waktu sehari-harinya banyak
dihabiskan di tempat kerjanya, namun S tetap bergaul dengan
sesama alumni.
Kasus 5
Ay, (P), 20 tahun, anak ke 2 dari 3 barsaudara, Orang tua
lengkap, sebagai buruh tani di kampung, berperawakan besar,
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
41
putih dan bersih. Lulusan SMK. Informasi tentang panti sosial
berasal dari sepupunya yang menjadi pegawai di Dinas Sosial,
karena orang tua tidak sanggup untuk membiayai sekolah,
maka S menyambut tawaran masuk panti.
Setelah lulus SMK, keinginan untuk bekerja lebih tinggi tetapi
terlebihdahulu ia kursus bahasa inggris selama 1 bulan dan
komputer selama 3 bulan. Diakuinya bahwa, setelah keluar
dari panti, S merasa bingung mau apa yang akan dikerjakan ?.
Kemudian S berkonsultasi dengan teman-teman sesama
alumni dan memperoleh informasi tentang pekerjaan. Saat
ini S bekerja sebagai pelayan toko dan tinggal di rumah
kontrakkan bersama teman-temannya.
Kasus 6:
Ir, (L), 20 tahun, yatim piatu, sejak usia 5 tahun ditinggal
ibu, kemudian kelas 3 SMP ditinggal ayah, dan memiliki 3
saudara tiri. Sebelum masuk panti, S hidup dengan ibu tiri
yang pensiunan guru. Mengingat kondisi dirinya sebagai anak
yatim piatu dan ibu (tiri) masih harus menanggung beban
bagi ke tiga adik-adiknya, maka tawaran menjadi anak asuh
langsung diterima dirinya.
Setelah lulus SLTA (keluar dari panti), S tidak langsung
tinggal dirumah, karena berbagai keterbatasan, kemudian
atas inisiatif pegawai desa setempat S diperbolehkan tinggal
di masjid. Untuk menghidupi dirinya, S bekerja membantu
tetangga yang membutuhkan tenaganya, sekaligus sebagai
penjaga masjid.
Kasus 7:
Slh, (L) 20 tahun, yatim piatu anak 1 dari 2 bersaudara . saat
ini hidup dengan ibu tiri dan bekerja sebagai buruh pembuat
genteng,
Setelah lulus SLTA, S kembali ke rumahnya, S sempat
bingung karena menganggur, kemudian S meminta pendapat
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
42
temannya untuk mencari pekerjaan. Sambil menunggu
tawaran pekerjaan S membantu ibunya membuat batu bata,
agar dapat menghasilkan upah cukup besar. S pernah bekerja
di pabrik roti, sebagai buruh cangkul kebun pisang dibelakang
pabrik roti, kemudian S keluar dan kembali membantu ibunya
membuat batu bata. Saat ini S bekerja serabutan, adakalanya
menjadi kuli bangunan (tukang), atau pekerjaan lainnya yang
membutuhkan tenaganya.
Pergaulan lebih banyak dengan sesama alumni panti dan S
lebih banyak curhat dengan mereka. Hubungannya dengan
pengasuh panti kurang erat dibandingkan saat di dalam panti,
namun komunikasi intens banyak dilakukan dengan salah satu
pegawai panti (satpam Panti) bahkan rumah kontrakannya
sering menjadi tempat berkumpul alumni panti. Kunjungan
dari petugas panti diperoleh saat S magang, sementara sejak
keluar dari panti, hampir tidak pernah dikunjungi petugas.
Kasus 8:
Sf, (L) 20 tahun, anak ke 6 dari 6 bersaudara, saat ini bersekolah
di STIMIK, S menjadi anak asuh atas ajakan petugas dan
alumni dari panti. Setelah lulus dan kelua dari panti, S merasa
bingung sebagaimana teman-teman lainnya. pada umumnya
anak-anak yang keluar dari panti merasa bingung, biasanya selalu
serba diurusin, setelah keluar repot dan kelabakan. Rata-rata anak
tinggal di rumah selama 2 (dua) minggu tetapi semua dirasakan
tidak betah bukannya ngusir tetapi lebih baik bekerja daripada di
kampung! imbuh Sf.
Menurutnya lagi, bahwa kehidupan di kampung monoton, tiap
hari yang dilakukan itu-itu saja dan pengaruh dari lingkungan
sangat kuat, hobi teman sebayanya hanya mabuk-mabukan, keluar
rumah malah suka malak. Belum lagi, kegiatan dompeng bekerja
di tambang emas, banyak dilakukan oleh teman-teman seusianya
seperti di kampungnya. Jika tidak bekerja, ujung-ujungnya dikawinin,
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
43
melihat teman yang dikawinkan usia muda, maka kondisi ini takut
terpengaruh pada dirinya.
Menjelang selesai pelayanan: biasanya perlakuan petugas
terhadap anak asuh, akan berbeda. Perhatiannya sudah mulai
berkurang apalagi setelah menghadapi UAN. Tidak ada lagi teguran,
meski melakukan pelanggaran, jarang diajak ngobrol lagi, jarang
diajak sharing, undangan dari pihak luar jarang diikut sertakan,
tanggung jawab sudah mulai dikurangi, tidak disuruh sholat tetapi
sangsi tetap berlangsung.
Saran terhadap panti :
a. Perlu diberi pengetahuan tentang kehidupan di
masyarakat, agar anak setelah keluar dari panti tidak terjadi
kebingungan dan tidak kelabakan, Diberi kesempatan
untuk bergaul atau terjun ke masyarakat, misalnya melalui
sholat Jumat bersama di masjid lingkungan masyarakat.
Terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan seperti saat
ada perayaan hari besar (17 Agustus). Jika kesempatan
ini diberikan maka setelah keluar dari panti dan hidup
bermasyarakat, anak asuh tidak mengadapi kebingungan
tidak tahu apa yang harus dibicarakan. tidak akan canggung dan
tidak ada rasa gak enak saat bergaul di masyarakat.
b. Bimbingan mental dan sosial perlu ditingkatkan terutama
pada bimbingan mental dan motivasi untuk maju dan
mampu menghadapi kehidupan di masyarakat.
2. Analisa Kondisi Eks Klien:
Mencermati kondisi eks klien, pasca pelayanan di PSAA
Alyatama, disandingkan dengan peran pembinaan lanjut
atau hasil monitoring dan evaluasi pembinaan panti, maka
dianalisis sbb:
a. Kondisi fisik, berbeda dibandingkan saat di dalam panti.
Penampilan kurus, kumal, tidak bersih. Kondisi ini lebih
menonjol pada eks klien yang belum bekerja, berbeda
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
44
halnya pada eks klien yang telah bekerja,. Terjaminnya
kebutuhan makan (3 kali sehari), pakaian selama tinggal
di panti, menjadi salah satu penyebab penampilannya
berbeda dengan saat di dalam panti.
b. Kondisi psikologis, pada hampir semua anak, menunjukkan
perasaan bingung saat keluar dari panti dan tidak merasa
betah tinggal berlama-lama di rumah.
Kebingungan yang terjadi pada eks klien sebagai gambaran
gagalnya panti menumbuhkan kepercayaan diri dan
kemandirian pada anak asuh setelah keluar dari panti.
Penyebab timbulnya kondisi tersebut adalah:
a. Tuntutan untuk mencari pekerjaan cukup tinggi sementara
keterampilan yang diperoleh tidak cukup sebagai modal
kerja. Kondisi ini menurunkan kepercayaan dirinya untuk
mampu bekerja.
b. Kegiatan keterampilan yang diberikan di PSAA hanya
sebagai penunjang bukan kegiatan utama, dan jenis
keterampilannya sama seperti di panti lainnya, yang
memiliki fokus pelayanannya pada keterampilan kerja.
Jika panti menjadi tempat bagi anak untuk memperoleh
keterampilan yang diorientasikan untuk bekerja maka hal ini
tidak sesuai dengan visi PSAA, imbuh pengasuh (F). Belum
lagi pelaksanaan keterampilan menjadi beban tersendiri
karena waktunya harus berbagi untuk kegiatan sekolah,
sehingga keterampilan yang diperoleh menjadi tanggung
kurang bermakna sebagai proses adaptasi anak dalam
dunia kerja.
c. Ikatan emosional antar anak asuh (dan alumni) lebih erat
dibandingkan anak dengan pengasuh, dimana seharusnya
pengasuh berperan sebagai pengganti orang tua. Teman-
teman alumni menjadi tempat curhat pada saat eks
klien menghadapi permasalahan. Idealnya kondisi ini
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
45
dapat termonitor dan terselesaikan jika pembinaan lanjut
dilaksanakan sesuai tujuan. Hubungan interpersonal
antar anak dan pengasuh bersifat formalitas, bukan
hubungan interpersonal layaknya antara anak dan orang
tua. Kondisi ini mencerminkan bahwa Pelayanan di PSAA
masih sebatas pemenuhan kebutuhan pendidikan dan
pemenuhan sandang, pangan dan papan, sementara
kebutuhan psikologis, belum dapat terpenuhi secara
optimal.
d. Tidak adanya intervensi pada keluarga, dimana kehidupan
keluarga tidak berubah dari saat anak masuk panti,
menimbulkan perasaan tidak nyaman bagi anak dan
menganggap dirinya sebagai parasit atau beban
bagi orang tua atau keluarga. Kondisi ini mendorong
anak keluar rumah, mencari pekerjaan ke kota, meski
harus menumpang di kontrakan teman-temannya yang
sudah bekerja. Termasuk tidak adanya intervensi dalam
pengasuhan, sehingga ditemukan perilaku eks klien,
sering begadang dan pulang malam, setelah berada di
rumahnya.
e. Proses mempersiapkan keluarga menjelang berakhirnya
pelayanan tidak dilakukan optimal, cukup melalui
pemanggilan orang tua ke panti memberitahukan
berakhirnya pelayanan. Home visit untuk melihat kesiapan
dan kehidupan keluarga atau tempat tinggal dimana anak
akan kembali tidak dilakukan.
f. Proses pengakhiran pelayanan tidak dilakukan secara
profesional, namun hanya berdasarkan pada kelulusan
sekolah (setara SLTA), bukan pada kesiapan keluarga
menerima anak kembali berada di lingkungan tempat
tinggalnya. Keputusan terminasi tidak melalui konsultasi
dengan pihak yang mengirim anak asuh, Instansi sosial,
atau keluarga yang memberikan ijin atas pengasuhan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
46
anak ke dalam panti, sehingga keluarnya anak dari panti
tidak melalui review terhadap perkembangan anak dan
keluarga.
g. Kontak petugas atau pekerja sosial dengan keluarga sebagai
bagian dari pelayanan, (Follow Up) tidak dilakukan, selama
anak menerima pelayanan sampai pengakhiran pelayanan.
Sebenarnya kontak bisa dilakukan melalui telephone atau
kunjungan rumah atau kombinasi keduanya. Infomasi
yang diperoleh terkait dengan perkembangan anak pasca
pelayanan, terutama perubahan perilaku yang diperoleh
selama pembinaan dalam panti tetap terjaga.
h. Kehidupan sosial di lingkungan tempat tinggalnya (Messo)
dipersepsi anak sudah berbeda dengan kehidupan yang
dialami anak selama di panti. Masih adanya budaya
menikahkan anak pada usia muda, serta kehidupan
pergaulan yang buruk di kampung dikhawatirkan
berpengaruh bagi kehidupannya.
Secara garis besar, kondisi yang dihadapi eks klien, sebagaimana
gambaran diatas, menunjukkan tidak optimalnya kegiatan
pembinaan lanjut dilaksanakan. Penyebabnya adalah:
a. Kegiatan monitoring dan evaluasi, hanya dilakukan pada
akhir pelayanan atau setelah anak kembali ke keluarga dan
saat anak bekerja/magang, bukan dilakukan sepanjang
anak menerima pelayanan. Idealnya monitoring disertai
dengan asesmen, untuk melihat kemajuan sebagaimana
rencana pelayanan, apakah relevan, teritegrasi dan
ada kesesuaian dengan tujuan yang akan dicapai.
Pelaksanaannya minimal 6 bulan sekali, setelah menerima
bimbingan, sehingga diketahui perkembangan, dan
kendala atau masalah yang dihadapi anak.
b. Pembinaan lanjut tidak dilaksanakan sesuai tujuan, yaitu
untuk membantu permasalahan yang masih dihadapi
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
47
anak, maka kebingungan pada saat anak keluar dari panti
tidak akan terjadi.
c. Keterbatasan anggaran yang berdampak pada jangkauan
pembinaannya, termasuk tidak dapat melakukan
intervensi pada keluarga.
d. Sistem dukungan atau pelayanan profesional dari
masyarakat tidak dioptimalkan. Peran instansi sosial
sebagai pihak yang merekomendasi anak menerima
pelayanan dalam panti, tidak terlibat dalam sistem
pelayanan, maka instansi sosial sebagai sistem sumber
memberikan dukungan atau akses ke lapangan pekerjaan
atau beasiswa melanjutkan sekolah. Jika hal tidak
dilaksanakan, maka memasukkan anak ke panti, dari
kampung ke kota, bukan sebagaiurbanisasi terselubung.
i. Pemilihan calon klien tidak berdasarkan kriteria, masih
banyak ditemukan anak asuh memiliki orang tua lengkap.
Pengalihan pengasuhan dari orang tua ke orang tua
pengganti (dalam panti) tidak menjamin sama dengan
pengasuhan oleh orang tua. Kriteria pengasuh yang
berbeda-beda dan tidak adanya evaluasi terhadap
pengasuhan dapat mempengaruhi pada kehidupan
psikologis anak
E. Penutup
Keberhasilan anak setelah keluar dari panti, ditentukan oleh
bagaimana pelayanan di panti sosial, yang mampu menciptakan
anak yang bertanggung jawab, mandiri, mampu beritegrasi dalam
kehidupan di masyarakat. Temuan dari pelaksanaan monitoring
dan evaluasi sebagai pembinaan lanjut disimpulkan sbb:
1. Kesimpulan
a) Kegiatan pembinaan lanjut belum mampu mengetahui,
melihat, memantau kondisi anak baik secara fisik, mental,
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
48
sosial setelah keluar dari panti. Meski menggunakan
form monitoring dan evaluasi, namun aspek-aspek yang
dinilai dan dimonitor lebih banyak untuk kepentingan
panti bukan ditujukan bagi kepentingan anak, terutama
tidak menemukan permasalahan yang dihadapi anak.
Selain itu, belum memperkuat kemampuan eks klien, dan
menyelesaikan kebingungan anak saat keluar dari panti
termasuk menangkap fenomena tidak betah berlama-
lama tinggal di rumah. Permasalahannya pelaksanaan
kegiatan dilakukan saat anak magang dan setelah anak
bekerja, sehingga permasalahan yang menonjol pasca
keluar dari panti tidak dapat terpantau petugas panti.
b. Kebijakan yang digunakan belum sepenuhnya dapat
diimplementasikan secara utuh, karena berbagai
kendala, seperti dalam perencanaan program pelayanan,
pemahaman pengasuh dan petugas tentang pengakhiran
pelayanan. Keterbatasan anggaran menyebabkan semua
hal yang diperlukan terkait pengakhiran pelayanan
disederhanakan, dan dilakukan secara rutinitas sehingga
membentuk pemahaman petugas tentang monitoring dan
evaluasi hasil pembinaan diasumsikan sebagai pembinaan
lanjut.
Standar Nasional Pengasuhan Anak untuk LKSA (2011),
menyebutkan bahwa kegiatan monitoring dilakukan
sepanjang rentang waktu anak menerima pelayanan
dalam panti, bukan pada akhir pelayanan. Melibatkan
orang tua dalam kegiatan pengakhiran pelayanan menjadi
bagian penting sebelum anak kembali ke keluarga.
c. Faktor penghambat dan pendukung:
1) Faktor Penghambat:
a) Perencanaan program pembinaan lanjut belum
menjadi bagian penting dari pelayanan dalam
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
49
panti, berimplikasi pada terbatasnya anggaran yang
menyesuaikan dengan lokasi dan kondisi geografis
tempat tinggal eks klien yang akan dikunjungi
petugas. Termasuk merencanakan kegiatan sebelum
pengakhiran pelayanan, seperti home visit, intervensi
ke keluarga, dan waktu pelaksanaan kegiatan, tidak
direalisasikan.
b) Terbatasnya pemahaman petugas panti tentang
kegiatan pembinaan lanjut, berimplikasi pada
fenomena yang terjadi pada eks klien seperti
kebingungan dan tidak betah berlama-lama di rumah
tidak tertangkap oleh petugas, saat monitoring dan
evaluasi.
2) Faktor pendukung :
a) Keinginan petugas panti untuk merubah mekanisme
pelayanan dalam panti, melalui dialog, antar pegawai
dan proses melibatkan anak terhadap pembuatan
aturan pelayanan panti.
b) Berlakunya Standar Nasional Pengasuhan Anak di
LKSA, menjadi acuan untuk membuat usulan program,
berdasarkan pasal-pasal yang tercantum didalamnya.
2. Rekomendasi
a. Perencanaan program pelayanan dalam panti, khususnya
kegiatan pembinaan lanjut diberi bobot yang sama dengan
kegiatan pelayanan lainnya, sehingga dapat melaksanakan
pembinaan lanjut secara optimal termasuk pengakhiran
pelayanan secara profesional.
b. Kegiatan monitoring dan evaluasi hasil pembinaan, tidak
pada akhir pelayanan, tetapi pada setiap jenis bimbingan
atau pembinaan, minimal 6 bulan sekali sehingga hasilnya
dapat segera ditindaklanjuti untuk perbaikan pelayanan.
Dalam hal ini form monitoring dan evaluasi perlu
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
50
disesuaikan untuk mengetahui dan menilai kondisi anak
asuh selama dalam panti maupun sesudah keluar dari
panti.
c. Sasaran monitoring dan evaluasi tidak terbatas pada
anak asuh, tetapi juga pada keluarga, terutama intervensi
tentang pengasuhan anak maupun pemberdayaan
keluarga sehingga tidak terjadi gap antara pelayanan
dalam panti dengan keluarga. Sekaligus mendukung
kebijakan pelayanan berbasis keluarga dan masyarakat
(family base & community base).
d. Peran dan fungsi pengasuh perlu ditinjau ulang, tidak
rangkap jabatan, (sebagaimana standar nasional
pengasuhan), sehingga pengasuh sebagai pengganti
orang tua dapat berfungsi optimal dan hak dan kebutuhan
anak memperoleh pengasuhan dan perlindungan dalam
panti tetap terpenuhi.
e. Jenis keterampilan diselaraskan dengan mata pelajaran
di sekolah, mengingat keterampilan yang diperoleh
dari Panti, sangat berguna bagi eks klien untuk mencari
pekerjaan. Seperti komputer, bahasa Inggris, atau terkait
mata pelajaran lainnya. Untuk mewujudkannya perlu
didukung dengan instruktur handal dan fasilitas memadai.
Hal ini akan meminimalisir kebingungan yang terjadi
pada eks klien saat keluar panti.
f. Membentuk mental wirausaha melalui bimbingan
keterampilan, dengan mengadakan perubahan pada
sistem bimbingan, seperi:
g. Keterampilan menjahit, diarahkan untuk membuat seragam
anak sekolah sampai terampil, sehingga anak percaya
diri untuk menangkap kesempatan untuk berusaha atau
mencari uang di tempat konveksi, saat keluar dari panti.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
51
h. Keterampilan Tata Boga, diarahkan pada pengolahan
dan pengemasan pangan sampai pemasaran, dengan
pengelolaan secara kelompok. Hal ini menjadi sarana
pembelajaran dalam mencari penghasilan.
i. Keterampilan berorientasi pada sumber daya lokal,
misalnya pertanian, perkebunan, peternakan, sesuai
dengan tempat tinggal asal, sehingga eks klien dapat
kembali ke tempat tinggalnya dapat mengembangkan
sumber daya yang tersedia.
j. Dukungan Instruktur handal dan fasilitas memadai sangat
diperlukan. Jika anggaran yang tidak mencukupi maka
pilihan jenis keterampilan cukup dua atau tiga jenis
keterampilan namun memiliki kwalitas memadai, bukan
jumlah keterampilan yang banyak tetapi tidak sesuai
dengan kebutuhan anak.
k. Panti sosial membuka jejaring dengan instansi sosial
tingkat kabupaten/kota dimana anak berasal, untuk
berpartisipasi dalam melakukan intervensi ke keluarga
maupun menindaklanjuti pembinaan lanjut.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
52
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
53
Bagian 3
PELAYANAN REHABILITASI SOSIAL ANAK NAKAL DAN
ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI PANTI SOSIAL
MARSUDI PUTRA (PSMP) ANTASENA MAGELANG
(Fokus pada Pembinaan Lanjut After Care Services)
Husmiati
A. Pendahuluan
Situasi krisis ekonomi dalam keluarga maupun dalam
masyarakat miskin, terlebih bagi anak-anak adalah awal mula
munculnya berbagai masalah sosial. Selain kondisi kemiskinan
yang makin parah, juga menyebabkan situasi menjadi semakin
sulit. Secara faktual, krisis ekonomi memang bukanlah satu-
satunya faktor yang menyebabkan anak-anak rawan terhadap
kenakalan, tetapi bagaimanapun krisis yang tak kunjung usai
menyebabkan daya tahan, perhatian dan kehidupan anak-anak
menjadi makin marjinal, khususnya anak-anak yang sejak awal
tergolong anak-anak rawan atau anak-anak yang rentan.
Anak yang rawan terhadap kenakalan adalah penggambaran
kelompok anak-anak yang karena situasi, kondisi, dan tekanan-
tekanan kultur maupun struktur menyebabkan mereka belum atau
tidak terpenuhi hak-haknya, dan seringkali dilanggar hak-haknya.
Inferior, rentan, dan marjinal adalah beberapa ciri yang diberikan
pada anak-anak ini. Inferior karena mereka biasanya tersisih dari
kehidupan normal dan terganggu proses tumbuh kembangnya
secara wajar. Sedangkan rentan, karena mereka sering menjadi
korban situasi, dan bahkan terlempar dari masyarakat (displaced
children). Marjinal, karena dalam kehidupan sehari-harinya
biasa mengalami bentuk eksploitasi dan diskriminasi, mudah
diperlakukan salah, mudah melakukan kesalahan, dan seringkali
pula kehilangan kemerdekaannya.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
54
Sebagai permasalahan sosial, disadari bahwa dalam menyikapi
persoalan anak-anak rawan terhadap kenakalan ini, pemerintah
bukan hanya dituntut untuk meningkatkan perlindungan sosial
tetapi juga dibutuhkan komitmen yang benar-benar serius yang
kemudian dioperasionalkan dalam bentuk program aksi bersama
yang konkrit dan kontekstual.
Permasalahannya adalah kenakalan bahkan tindak kriminal
tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, akan tetapi juga dilakukan
oleh anak-anak remaja usia sekolah, sehingga dikhawatirkan
hal tersebut dapat merusak tatanan moral, tatanan nilai-nilai
susila dan tatanan nilai-nilai ajaran agama serta beberapa aspek
kehidupan lainnya. Hal tersebut juga telah menimbulkan berbagai
macam dampak negatif dan telah mencemaskan kelangsungan
hidup berbangsa dan bernegara. Kurang siapnya mental anak-
anak remaja usia sekolah dalam menerima laju arus globalisasi,
bukanlah satu-satunya faktor penyebab kenakalan mereka. Ada
beberapa faktor lain yang dapat mendorong mereka menjadi
nakal dan kurang bertanggung jawab, diantaranya yang paling
dominan adalah faktor lingkungan keluarga (Arkan, 2006).
Kondisi perilaku dan kepribadian anak-anak remaja usia
sekolah dewasa ini sangat jauh dari yang diharapkan. Perilaku
mereka cenderung menyimpang dari nilai-nilai ajaran agama,
nilai-nilai sosial dan nilai-nilai budaya. Adanya anak-anak remaja
usia sekolah yang terjerumus pada pergaulan bebas atau bahkan
seks bebas, pemakai dan pengedar narkoba, terlibat dalam kasus-
kasus kriminal, seperti pencurian, perampokan dan pemerkosaan.
Hal ini menunjukkan betapa kondisi anak-anak remaja usia
sekolah pada saat ini berada dalam masalah besar.
Dua tipe kenakalan remaja dari empat tipe menurut Arkan
(2006), yaitu :
Satu, Anak-anak remaja usia sekolah yang bermasalah. Pada
tipe ini seorang anak sulit untuk menyesuaikan diri, kecuali pada
kalangan terbatas atau hanya pada kelompoknya saja. Perilaku
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
55
sosial dan akademiknya tergolong gagal. Prestasi di sekolah
sangat mengecewakan; di dalam keluarga selalu membuat
masalah; dalam lingkungan sosial selalu membuat onar; perilaku
menyimpangnya dilakukan terang-terangan; dan tidak merasa
berdosa apabila melakukan kesalahan. Dua, Anak-anak remaja
usia sekolah dengan masalah berat. Pada tipe ini kegagalan total
sudah terjadi. Ia masuk ke dalam lingkaran setan, mundur kena
maju pun kena. Perilakunya sudah tergolong kriminal; banyak
berurusan dengan polisi; dianggap sampah masyarakat; tanpa
prestasi akademik; terbiasa dengan minuman keras; narkoba
dan seks bebas. Keadaan ini tentunya menjadi tanggungjawab
negara, dan melalui Kementerian Sosial beban ini diharapkan
bisa mendapatkan solusi yang tepat. Melalui Direktorat Jenderal
Rehabilitasi Sosial didirikan panti-panti sosial yang menangani
anak nakal yang belakangan ini ditambah lagi dengan penanganan
anak yang berhadapan dengan hukum (ABH). Salah satu panti
yang ada adalah Panti Sosial Marsudi Putera (PSMP) Antasena
Magelang.
Secara umum, panti sosial mempunyai fungsi utama sebagai
tempat penyebaran layanan; pengembangan kesempatan
kerja; pusat informasi kesejahteraan sosial; tempat rujukan
bagi pelayanan rehabilitasi dari lembaga rehabilitasi tempat
di bawahnya (dalam sistem rujukan/referral system) dan tempat
pelatihan keterampilan. Sedangkan prinsip-prinsip dasar
penyelenggaraan panti sosial dan atau lembaga pelayanan
sosial lain yang sejenis adalah: (1) memberikan kesempatan yang
sama kepada mereka yang membutuhkan untuk mendapatkan
pelayanan; menghargai dan memberi perhatian kepada setiap
klien dalam kapasitas sebagai individu sekaligus juga sebagai
anggota masyarakat; (2) menyelenggarakan fungsi pelayanan
kesejahteraan yang bersifat pencegahan, perlindungan, pelayanan
dan rehabilitasi serta pengembangan; (3) menyelenggarakan
fungsi pelayanan kesejahteraan sosial yang dilaksanakan secara
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
56
terpadu antara profesi pekerjaan sosial dengan profesi lainnya
yang berkesinambungan; (4) menyediakan pelayanan berdasarkan
kebutuhan klien guna meningkatkan fungsi sosialnya; dan (5)
memberikan kesempatan kepada klien untuk berpatisipasi
secara aktif dalam usaha-usaha pertolongan yang diberikan.
(Balatbangsos, 2004).
Adapun proses pelayanan panti sosial meliputi (1) tahap
pendekatan awal; (2) asesmen; (3) perencanaan program
pelayanan; (4) pelaksanaan pelayanan; dan (5) pasca pelayanan.
Tahap pasca pelayanan terdiri dari penghentian pelayanan,
rujukan, pemulangan (penyaluran), dan pembinaan lanjut. Pada
tahap akhir pelayanan adalah pembinaan lanjut yang merupakan
rangkaian dari proses rehabilitasi sosial atau pemulihan, yang
ditujukan agar eks klien dapat beradaptasi dan juga berperan
serta di dalam lingkungan keluarga, kelompok, lingkungan kerja,
dan masyarakat.
Pembinaan lanjut (after care) dapat diberikan dalam berbagai
macam bentuk, tergantung pada kebutuhan masing-masing
eks klien. Program pembinaan lanjut merupakan bagian yang
integral dalam rangkaian proses pelayanan sosial dan tidak
dapat dianggap sebagai modalitas treatment yang berdiri sendiri.
Hal ini berkaitan dengan pemahaman umum bahwa setelah
klien menjalani program rehabilitasi primer di panti rehabilitasi,
mereka masih memerlukan perawatan atau lanjutan agar proses
reintegrasi ke masyarakat dapat berlangsung lancar. Pada
kenyataannya treatment tidak berhenti di dalam panti rehabilitasi
melainkan terus berlanjut sampai klien kembali ke masyarakat,
sehingga mampu mengembangkan gaya hidup yang sehat dan
menjadi manusia yang produktif (BNN,2008).
Akan tetapi konsep ideal dan tujuan akhir dari tahapan
pembinaan lanjut bagi eks klien selama ini masih belum maksimal.
Berbagai macam penafsiran makna dari tahapan pembinaan lanjut
masih ada. Masih banyak kendala yang dihadapi baik dari segi
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
57
pemahaman, pelaksanaan, pendanaan, komitmen, dukungan, dan
koordinasi antara pihak panti, stake holder, masyarakat, maupun
keluarga. Bermula dari isu inilah penelitian evaluasi pelaksanaan
rehabilitasi sosial, khususnya pada tahapan pembinaan lanjut di
PSMP Antasena Magelang dipandang perlu dilakukan.
Tujuan penelitian:
1. Mendapatkan data dan informasi tentang pemahaman
petugas panti sosial terhadap kegiatan rehabilitasi sosial,
serta tahapan pembinaan lanjut
2. Mendapatkan data dan informasi tentang kebijakan, program
dan kegiatan rehabilitasi sosial, serta tahapan pembinaan
lanjut
3. Mendapatkan data dan informasi tentang proses pelaksanaan
dan hasil yang dicapai (peran keluarga eks klien, masyarakat,
dan jejaring kerja) dari kegiatan rehabilitasi sosial, serta
tahapan pembinaan lanjut
4. Mendapatkan data dan informasi tentang peran lembaga
terkait (stake holder) dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial,
serta tahapan pembinaan lanjut
5. Mendapatkan data dan informasi tentang faktor-faktor
pendukung dan penghambat yang mempengaruhi rehabilitasi
sosial, serta tahapan pembinaan lanjut
Konseptualisasi
Kenakalan remaja, adalah istilah yang secara resmi digunakan
dalam Inpres 6/1971 yang disusul dengan pembentukan Badan
Koordinasi Pelaksanaan Instruksi Presiden No. 6 Tahun 1971 yang
didalamnya terdapat bidang Penanggulangan Remaja. Munculnya
istilah kenakalan anak-anak remaja usia sekolah dapat diketahui
diantaranya melalui berbagai macam tindakan dan tingkah laku
yang mereka lakukan, antara lain menunjukkan sikap kasar dalam
bertindak , bersikap suka menentang apabila diarahkan, bersikap
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
58
membantah apabila diperintah, minum-minuman keras, merokok,
nongkrong dijalan, coret-coretan di tembok, cenderung berbuat
sesuatu yang hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri dan merubah
suasana sekehendak hatinya.
Menurut Kartono (2010), kenakalan remaja sebagai produk
sampingan dari: (1) pendidikan massal yang tidak menekankan
pendidikan watak dan kepribadian anak, (2) kurangnya usaha orang
tua dan orang dewasa menanamkan moralitas dan keyakinan
beragama pada anak-anak muda, (3) kurang ditumbuhkannya
tanggungjawab sosial pada anak-anak remaja.
Dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja adalah suatu
reaksi atas kondisi sosial yang dialami oleh seorang remaja
yang tidak bisa menerima norma yang berlaku di masyarakat.
Sehingga kenakalan remaja adalah sebuah perbuatan reaksi
yang dilakukan untuk menentang kondisi sosial yang berlaku di
masyarakat,penentangan tersebut berakibat keluarnya seorang
remaja dari norma-norma sosial yang berlaku. Karena keluarnya
perbuatan seorang remaja dari norma-norma yang berlaku
di masyarakat, maka keadaan ini disebut sebagai perilaku
menyimpang. Proses rehabilitasi yang dilakukan ternyata dapat
mampu mengembalikan anak-anak yang menyimpang dan
dikatakan nakal kepada norma-norma yang berlaku.
Proses rehabilitasi sosial bisa merubah perilaku negatif (kenakalan
remaja).
Pelayanan sosial, adalah usaha-usaha untuk mengembalikan,
mempertahankan, dan meningkatkan keberfungsian sosial
individu-individu dan keluarga melalui sumber-sumber sosial
pendukung, serta proses-proses yang meningkatkan kemampuan
individu untuk mengatasi tekanan dan tuntutan kehidupan
sosial yang normal (Romanyshyn, dalam Fahrudin, 2012). Selain
itu pelayanan sosial juga sebagai kegiatan yang dilakukan di
dalam panti yang bertujuan mengurus anak dan remaja yang
menyandang masalah sosial untuk dibina guna penumbuhan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
59
dan pengembangan keterampilan sosial dan keterampilan kerja
sehingga anak dapat melaksanakan fungsi sosialnya sebagai
anggota masyarakat.
Rehabilitasi sosial, adalah segala tindakan fisik,
penyesuaian psikososial dan latihan vokasional, sebagai usaha
untuk melaksanakan fungsi sosial dan meningkatkan kemampuan
penyesuaian diri secara maksimal serta mempersiapkan klien
secara fisik, mental, sosial, dan vokasional untuk suatu kehidupan
yg optimal, sesuai dengan kelebihan dan kekurangannya (Hensie &
Campbell, 1970). Sedangkan menurut Kepmensos RI No. 07/HUK/
KBP/II/1984, rehabilitasi sosial sebagai suatu proses refungsional
dan pengembangan yang memungkinkan penyandang masalah
melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan masyarakat.
Pembinaan lanjut (after care), dilaksanakan setelah tahap
terminasi dalam proses pelayanan rehabilitasi sosial di dalam
panti sosial. Proses pelayanan sosial berakhir ketika terminasi
berlangsung. Namun karena tanggungjawab terhadap klien,
seringkali dilanjutkan dengan pelayanan lanjutan (after care).
Pembinaan lanjut yang dilaksanakan selama ini adalah interpretasi
dari prinsip-prinsip pekerjaan sosial. Pembinaan lanjut tidak
boleh lepas dari prinsip-prinsip yang digunakan dalam memandu
aktivitas praktik pekerjaan sosial.
Pembinaan lanjut yang diberikan pada eks klien setelah kembali
pada keluarganya. Tujuannya untuk memantau, membantu
eks klien agar lebih siap kembali beraktifitas dimasyarakat
dan untuk kemandiriannya. Agar mereka tidak kembali lagi
berperilaku menyimpang. Binjut merupakan bagian integral dari
setiap program pemulihan ataupun rehabilitasi sosial, sangat
dibutuhkan dan memainkan peran penting dalam membentuk
perubahan perilaku yang permanen.
Eks klien perlu mendapat perhatian karena mereka yang telah
mencapai kemajuan selama proses rehabilitasi didalam panti
sangat mungkin mundur kembali pada keadaan seperti sediakala.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
60
Perencanaan untuk melakukan pembinaan lanjut (after care) tidak
hanya memungkinkan menilai kelangsungan hasil yang dicapai,
tetapi juga membantu proses terminasi dengan menunjukkan
perhatian pekerja sosial maupun pihak lembaga pada eks klien
secara kontinyu (Fahrudin, 2012).
Metodologi
Pendekatan penelitian ini menggunakan desain evaluasi.
Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang relevan
untuk meneliti fenomena yang tejadi dalam suatu masyarakat,
karena pengamatan diarahkan pada latar belakang dan individu
secara holistic, serta memandangnya sebagai bagian dari suatu
keutuhan, bukan berdasarkan pada variable atau hipotesis (Lexy
Maleong, 2003)
Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini bermaksud
mendapat gambaran faktual rehabilitasi sosial dan pembinaan
lanjut pada panti-panti sosial pemerintah, baik kebijakan, program,
kegiatan, pelaksanaannya. Karena itu penting dalam penelitian
ini data dan informasi yang komprehensif dan mendalam akan
berbagai hal yang menyangkut pelaksanaan pembinan lanjut.
a. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di Panti Sosial Marsudi Putera (PSMP)
Antasena Magelang. Alasan memilih PSMP Antasena sebagai
lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa PSMP Antasena
adalah salah satu unit pelaksana teknis panti penanganan
anak nakal dan anak berhadapan dengan hukum di kabupaten
Magelang yang berada dalam dibawah Direktorat Rehabilitasi
Sosial Kementerian Sosial RI.
b. Sasaran substansi
1) Kebijakan, program dan kegiatan rehabilitasi sosial dan
pembinaan lanjut
2) Pemahaman petugas panti sosial terhadap kegiatan
rehabilitasi sosial dan pembinaan lanjut yang dilakukan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
61
oleh petugas panti sosial.
3) Pelaksanaan rehabilitasi sosial dan pembinaan lanjut
4) Hasil yang dicapai dari kegiatan rehabilitasi sosial dan
pembinaan lanjut (termasuk peran keluarga esk klien,
masyarakat, dan jejaring kerja/stake holder)
5) Faktor faktor yang mempengaruhi rehabilitasi sosial dan
Pembinaan lanjut (pendukung dan penghambat)
c. Sumber data
Sumber data dapat digali dari kepala panti, seksi PAS, seksi
rehabilitasi sosial, pekerja sosial, eks klien, keluarga eks kien,
dinas sosial provinsi, dinas sosial kabupaten, stake holder lainnya,
tempat kerja eks klien, dan masyarakat.
Untuk memperoleh gambaran kondisi eks klien dari hasil
dan pembinaan lanjut di PSMP Antasena, maka dilakukan studi
terhadap 10 (sepuluh) orang eks klien berdasarkan kriteria sebagai
berikut:
Eks klien yang telah memperoleh pelayanan / rehabilitasi
sosial di panti sosial antara 2009 - 2010.
Lokasi tempat tinggal eks klien terdapat di 2 lokasi yang
berbeda (kabupaten atau kota)
Sumber data tentang kondisi eks klien bisa diperoleh dari eks
klien dan/atau keluarganya, pekerja sosial, tokoh masyarakat
dan unit lainnya yang berperan dalam pembinaan eks klien.
d. Teknik Pengumpulan data
Wawancara mendalam, dengan menggunakan daftar
pertanyaan sebagai panduan (interview guide) untuk
memperoleh data dan informasi sesuai dengan tujuan
penelitian
Focus Group Discussin (FGD), untuk menghimpun berbagai
permasalahan yang dihadapi panti sosial dalam
pelaksanaan dan pembinaan lanjut dengan kepala panti,
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
62
Dinas Sosial Kabupaten/kota/provinsi dan unsur-unsur
fungsional yang terlibat dalam pelaksanaan proses
rehabilitasi sosial dan dan pembinaan lanjut
Observasi, terhadap pelaksanaan dan pembinaan lanjut
yang dilakukan oleh petugas panti, serta observasi
terhadap kondisi anak pasca pelayanan.
Studi dokumentasi, terhadap berbagai dokumen yang
dimiliki panti sosial yang relevan dengan tujuan penelitian
e. Analisa Data
Data dan informasi yang diperoleh dari lapangan akan dianalis
secara deskriptif kualitatif, meliputi reduksi data, penyajian,
penafsiran dan menyimpulkan. Analisis data mencakup
penelusuran kesenjangan antara kondisi yang diharapkan dengan
kondisi yang ada, yakni membandingkan data eks-klien panti
sosial dengan kebijakan, program, kegiatan dan pelaksanaan
rehabilitasi sosial serta dan pembinaan lanjut yang dilakukan oleh
PSMP Antasena Magelang.
B. Gambaran Umum Panti Sosial
Fungsi PSMP Antasena adalah: (1) membuat penyusunan
rencana dan program, evaluasi dan laporan, (2) pelaksanaan
registrasi, observasi, identifikasi, diagnosa, (3) pelaksanaan
layanan dan rehabilitasi yang meliputi mental, sosial, fisik dan
keterampilan, (4) pelaksanaan resosialisasi, penyaluran dan
lanjut, (5) pelaksanaan pemberian informasi dan advokasi, (6)
pelaksanaan pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan
rehabilitasi sosial, (7) pelaksanaan urusan tata usaha.
PSMP Antasena mempunyai visi pada tahun 2015 menjadi
pusat pengembangan pertolongan sosial pada anak nakal, pusat
studi atau penelitian dan pusat pelaksanaan sistem rujukan
berstandar nasional, profesional dan terpercaya. Sedangkan
misinya: (1) menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
63
sosial anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) dalam
sistem panti dengan menggunakan pendekatan multi disipliner,
teknik pelayanan yang unggul dan menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, (2) menyelenggarakan pengkajian model pelayanan
dan rehabilitasi sosial anak yang berhadapan dengan hukum, (3)
memfasilitasi tumbuh kembang motivasi dan usaha masyarakat
dalam menangani anak nakal.
Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia di PSMP Antasena terdiri dari pejabat
struktural, pekerja sosial fungsional, pembimbing keterampilan
sosial, keterampilan fisik dan keterampilan mental baik dari dalam
panti maupun yang sengaja di datangkan dari luar panti. Selain
itu di PSMP Antasena memiliki staf dan non organik (tabel 7).
Tabel 7. Sumber daya manusia (SDM) di PSMP Antasena
No. Jabatan Jumlah
1. Pejabat struktural 4 orang
2. Pekerja sosial fungsional 10 orang
3. Pembimbing keterampilan
(dalam)
13 orang
4 Pembimbing keterampilan (luar) 12 orang
5 Staf 25 orang
6 Non organik 6 orang
Sumber data: Sie.Rehsos PSMP Antasena
Berdasarkan tabel diatas, sumber daya manusia yang ada
di PSMP Antasena adalah pejabat struktural sebanyak 4 orang
yang terdiri dari kepala panti, kepala bagian tata usaha, kepala
seksi PAS, kepala seksi rehabilitasi sosial. Jumlah pekerja sosial
sebanyak 10 (sepuluh) orang dengan komposisi pekerja sosial
muda sebanyak 3 (tiga) orang, dan pekerja sosial trampil penyelia
sebanyak 7 (tujuh) orang. Pembimbing keterampilan baik dari
dalam maupun dari luar adalah mereka yang memberikan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
64
bimbingan keterampilan otomotif, perbengkelan, paving block,
pangkas rambut, menjahit, komputer, las, dan dekorasi ruangan.
PSMP Antasena memiliki struktur organisasi dengan
pembagian sebagai berikut: bagian tata usaha, seksi program dan
advokasi sosial, seksi rehabilitasi sosial, dan kelompok fungsional
pekerja sosial. Bagian tata usaha mempunyai tugas urusan
surat menyurat, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, rumah
tangga dan kehumasan. Seksi program dan advokasi sosial (PAS)
mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana dan proses,
pemberian informasi dan advokasi serta melakukan pemantauan,
evaluasi dan penyusunan pelayanan dan rehabilitasi sosial.
Sedangkan seksi rehabilitasi sosial tugasnya melakukan registrasi,
observasi, identifikasi, pemeliharaan jasmani dan penetapan
diagnosa perawatan, bimbingan pengetahuan dasar pendidikan,
mental, sosial, fisik, keterampilan resosialisasi, penyaluran dan
pembinaan lanjut. Tugas dan fungsi kelompok fungsional pekerja
sosial yaitu menyiapkan, melakukan, menyelesaikan kegiatan
pelayanan kesejahteraan sosial dan pengembangan kualitas
pelayanan kesejahteraan sosial.
Sarana dan prasarana
Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Antasena yang terletak
di Salaman Magelang Jawa Tengah, merupakan Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial, Kementerian
Sosial RI dengan berdasarkan surat Sekretaris Jenderal No.1502/
SJ-Orpeg/XII/2009. PSMP Antasena memiliki tugas pokok
memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat
prefentif, kuratif, rehabilitatif, promotif, dalam bentuk mental,
sosial, fisik dan pelatihan keterampilan, resosialisasi serta lanjut
bagi anak nakal agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam
kehidupan bermasyarakat serta pengkajian dan penyiapan
standar pelayanan dan rujukan.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
65
Fasilitas yang dimiliki oleh PSMP Antasena terdiri dari
bangunan kantor, wisma, asrama, aula, dapur, workshop, ruang
terapi, perpustakaan, dan lain-lain. Sasaran garapan PSMP
Antasena adalah anak yang berusia 10-18 tahun yang memilki
riwayat kenakalan mulai dari suka keluyuran, berjudi, mabuk,
mencuri, tindak asusila, berkelahi dan tindak kekerasan lainnya,
termasuk eks anak negara dan atau hasil putusan pengadilan
anak dan anak jalanan yang telah dibina melalui rumah singgah
yang berminat dan memerlukan pembinaan lebih intensif. Selain
itu orang tua/keluarga, lingkungan sosial, kelompok sebaya, dan
masyarakat juga menjadi sasaran garapan.
Program yang dilaksanakan oleh PSMP Antasena, yaitu (1)
pelayanan reguler, (2) daycare services, (3) family support, (4)
shelter workshop, (5) pelayanan jarak jauh, (6) penanganan anak
yang berhadapan dengan hukum, (7) Tim Reaksi Cepat.
Sedangkan jenis kegiatan yang dilakukan:
1. Pelayanan dan rehabilitasi secara menyeluruh dan terpadu,
yang terdiri dari kegiatan (a) Registrasi dan pengasramaan,
(b) fisik dan kesehatan, (c) mental, psikologi, agama, dan
kecerdasan, (d) sosial, (e) Konseling dan terapi (terapi
komunitas, terapi kelompok, dan konseling), (f) keterampilan
kerja: Vocational assesment dan vocational guidance, Vocational
training, Praktek belajar kerja, kewirausahaan, Karya wisata
2. Pelayananan day rehabilitation
3. Layanan kunjungandan latihan orang tua klien, dengan
kegiatan (a) pemberian informasi (b) konsultasi keluarga, (c)
parent training
4. Penyuluhan dan sosial masyarakat
5. Shelter workshop dan instalasi produksi
6. Penataan data rehabilitasi dan kajian evaluatif: (a) Identifikasi
masalah dan sistem sumber, (b) Kajian evaluasi dan efektifitas
pelayanan, (c) Pengembangan instrumen dan model pelayanan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
66
7. Kunjungan kerja
8. Seminar/lokakarya
10. Pelatihan teknis
11. Studi banding
12. Memberi kesempatan perguruan tinggi/lembaga penelitian
melakukan riset
13. Pengembangan lembaga dengan membuka unit usaha
produktif untuk umum (cuci dan servis mobil/motor,
pengelasan dan lainnya).
14. Pelayanan informasi dan konsultasi melalui website
15. Pendampingan terhadap ABH.
Kondisi klien
Prosedur penerimaan klien di PSMP Antasena melalui hasil
dari proses pendekatan awal ataupun penjangkauan langsung
yang datang dari PSMP Antasena melalui dinas atau instansi sosial
kabupaten/kota se Jawa tengah, Daerah istimewa Yogyakarta dan
Jawa Timur. Selain itu melalui yayasan/LSM/organisasi sosial
ataupun rujukan dari balai pemasyarakatan (BAPAS/LP Anak),
serta rujukan dari kepolisian, Kejaksaan maupun putusan /
tindakan hakim di pengadilan. Adapun persyaratan klien di PSMP
Antasena ditetapkan sebagai berikut: (1) anak atau remaja yang
dinyatakan nakal atas dasar hasil seleksi. (2) Umur 10 tahun
sampai dengan 18 tahun. (3) Anak atau remaja yang bermasalah
yang sudah atau belum melalui proses peradilan anak, (4) tidak
cacat jasmani dan mental. (5) tidak menderita penyakit menular/
kronis yang dibuktikan surat keterangan dokter.
Proses rehabilitasi sosial
Proses pelayanan sosial di PSMP antasena dengan sasaran
klien anak-anak yang bermasalah dengan perilaku putus sekolah
dan belakangan ditambah dengan kriteria anak yang bermasalah
dengan hukum (ABH). Dalam proses ini dilakukan koordinasi
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
67
lintas sektoral dengan instansi lembaga propinsi, kotamadya,
kabupaten, kecamatan, kelurahan, desa dan lembaga swadaya
masyarakat.
Proses Rehabilitasi Sosial atau pelayanan sosial di PSMP
Antasena dilaksanakan dengan tiga tahapan besar, yaitu kegiatan
(1) bimbingan sosial, (2) resosialisasi, dan (3) pembinaan lanjut.
Adapun tahapan bimbingan sosial meliputi:
1. Pendekatan awal (pre intake)
Tahap ini dilakukan oleh seksi program dan advokasi sosial
(PAS), seksi rehabilitasi sosial, dan pekerja sosial dibawah
pengawasan langsung kepala panti. Secara terperinci
pendekatan awal ini terdiri dari kegiatan: (a) orientasi dan
konsultasi, (b) identifikasi, (c) motivasi, dan (d) seleksi,
dilaksanakan dengan dua sistem, seleksi dilaksanakan
didaerah asal calon klien dan dilaksanakan di PSMP Antasena.
2. Penerimaan (intake)
Dalam tahap ini yang dilakukan adalah (1) pemanggilan, (2)
registrasi, (3) pengasramaan/akomodasi, (4) penyiapan file.
Tahapan ini dilaksanakan oleh seksi program dan advokasi
sosial (PAS), seksi rehabilitasi sosial, dan pekerja sosial
dibawah pengawasan langsung kepala panti.
3. Asesmen dan perumusan masalah.
Asesmen yang dilakukan dalam tahap ini, yaitu (1) problematika
psikososial, (2) vokasional, (3) perumusan rencana pelayanan.
Tahapan ini dilaksanakan oleh seksi program dan advokasi
sosial (PAS), seksi rehabilitasi sosial, dan pekerja sosial
dibawah pengawasan langsung kepala panti.
4. Bimbingan dan pelayanan sosial
Tahap ini dilaksanakan oleh seksi program dan advokasi sosial
(PAS), seksi rehabilitasi sosial, dan pekerja sosial dibawah
pengawasan langsung kepala panti. Kegiatan bimbingan dan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
68
pembinaan yang diberikan meliputi: (1) Bimbingan fisik, untuk
memulihkan kesehatan/perawatan diri, kebugaran, kondisi
fisik klien serta tersalurkannya potensi dan kegemaran yang
positif serta tertanamnya kedisiplinan dan sportifitas. Kegiatan
bimbingan fisik terdiri dari senam ksegaran jasmani (SKJ), olah
raga kebugaran, MFD, dasar beladiri, pemeliharaan kebersihan
lingkungan, dan kubro siswo. (2) Bimbingan mental, terdiri
dari mental psikologi, kesehatan mental, dan mental agama.
(3) Bimbingan sosial, untuk memulihkan dan mengembangkan
tingkahlaku yang positif sehingga mampu melaksanakan relasi
dan interaksi sosial dengan baik. Meliputi dinamika kelompok,
kemasyarakatan, etika sosial, kesenian musik, gamelan,
kesadaran hukum, morning meeting, dan pramuka.
5. Resosialisasi
Kegiatan yang dilaksanakan oleh seksi program dan advokasi
sosial (PAS), seksi rehabilitasi sosial, dan pekerja sosial
dibawah pengawasan langsung kepala panti ini meliputi
bimbingan kesiapan keluarga dan masyarakat untuk menerima
kembali eks klien sepulangnya dari PSMP Antasena nanti,
bimbingan hidup bermasyarakat pada klien, penyaluran dan
bimbingan usaha kerja.
6. Penyaluran dan pembinaan lanjut
Kegiatan dalam tahapan ini dimaksudkan sebagai sarana
untuk memantau perkembangan perubahan tingkahlaku
positif secara fisik, sosial dan keterampilan serta usaha kerja
sekaligus memberikan bimbingan dan konsultasi peningkatan
hidup bermasyarakat dan peran serta dalam pembangunanan,
peningkatan usaha kerja, serta bimbingan terhadap kendala
yang dialami klien setelah selesai mengikuti rehabilitasi sosial
di PSMP Antasena Magelang. Tahap ini dilaksanakan oleh
seksi program dan advokasi sosial (PAS), seksi rehabilitasi
sosial, dan pekerja sosial dibawah pengawasan langsung
kepala panti.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
69
7. Terminasi
Kegiatan dalam tahapan ini adalah melakukan rujukan. Rujukan
diberikan pada kepolisian apabila klien terutama dengan
status titipan kepolisian ataupun ABH tidak menunjukkan
adanya perubahan. Rujukan juga ditujukan pada rumah sakit
jiwa bagi klien yang mengalami gangguan mental.
tahapan dalam kegiatan ini dilaksanakan oleh seksi program
dan advokasi sosial (PAS), seksi rehabilitasi sosial, dan pekerja
sosial dibawah pengawasan langsung kepala panti.
C. Pembinaan Lanjut
Pemahaman tentang pembinaan lanjut
Pemahaman tentang pembinaan lanjut dari unit fungsional
maupun struktural di PSMP Antasena ternyata berbeda-beda. Bagi
unit struktural, pembinaan lanjut dilaksanakan untuk mengetahui
seberapa besar keberhasilan eks klien setelah keluar dari panti.
Indikator yang diukur diantaranya, keberadaan eks klien, aktivitas
yang dilakukan, perkembangan perilaku (mental, rohani, fisik,
kesehatan dan usaha kerja), serta meningkatnya kesiapan dan
kemampuan kerja. Selain itu, memonitoring kemandirian eks klien
dan apabila belum mandiri (belum mempunyai usaha sendiri), akan
diarahkan oleh petugas panti untuk mencari usaha yang tepat dan
sesuai dengan minat, serta diajarkan cara membuat proposal, dan
cara mengajukannya. Sedangkan menurut kelompok fungsional
pekerja sosial, pelaksanaan pembinaan lanjut masih belum
dipahami standar operasional (SOP) nya. Pengertian pembinaan
lanjut dan monitoring masih membingungkan pekerja sosial dan
petugas panti.
Pelaksanaan Pembinaan Lanjut
Dari hasil pengamatan dan wawancara, kegiatan pembinaan
lanjut di PSMP Antasena saat ini dilaksanakan oleh seksi
rehabilitasi sosial. Kegiatan pembinaan lanjut dilaksanakan dua
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
70
kali setahun selama dua tahun setelah klien selesai mengikuti
program rehabilitasi di PSMP Antasena. Alat yang digunakan dalam
kegiatan binjut ini adalah satu set instrumen atau daftar isian
yang akan diisi setelah berjumpa dengan eks klien di rumahnya
masing-masing. Daftar isian yang digunakan ini, menurut peneliti
masih bersifat monitoring. Informasi yang didapat masih kurang.
Jauh dari tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan pembinaan
lanjut ini. Hal ini diakui pula oleh pihak panti. Selain mengisi daftar
isian (instrumen), petugas panti juga memberikan motivasi pada
eks klien untuk membuat proposal pengajuan bantuan Usaha
Ekonomis Produktif (UEP). Apabila ada eks klien yang berminat,
maka proposal akan ditindaklanjuti oleh panti, dan biasanya eks
klien akan menerima bantuan stimulan ini beberapa bula kemudian.
Bagi eks klien yang menerima bantuan, proses pembinaan lanjut
akan diperpanjang, sebab petugas panti akan memonitor apakah
bantuan ini memang digunakan sebagaimana mestinya atau tidak.
Selain itu menginformasikan tentang bantuan stimulan yang ada,
petugas panti juga biasanya menginformasikan apabila ada pihak
dunia usaha sebagai jejaring kerja panti yang memerlukan anak-
anak eks klien untuk bekerja ditempatnya.
Setiap eks klien yang telah menyelesaikan program rehabilitasi
dan pelayanan sosial di PSMP Antasena mendapatkan juga
pembinaan lanjut di tempat tinggalnya masing-masing. Petugas
panti akan mendatangi sesuai alamat terakhir yang tercatat dalam
arsip panti.
Faktor pendukung dan penghambat
Faktor pendukung
Pelaksanaan pembinaan lanjut didukung oleh faktor semangat
dan motivasi petugas panti, kerjasama yang baik antara panti
dengan dinas sosial, aparat setempat, keluarga, dan jejaring kerja.
Data yang lengkap mengenai eks klien (by name by adress), jejaring
kerja, serta sarana dan prasarana penunjang.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
71
Faktor penghambat
Pelaksanaan pembinaan lanjut juga mengalami hambatan atau
kendala, diantaranya: (1) Tempat tinggal eks penyandang masalah
yang menyebar, beragam, dan cukup jauh, (2) ada beberapa dinas
sosial kabupaten yang kurang mendukung program panti, (3)
Koordinasi rutin belum dilaksanakan dengan semua stake holder,
(4) Sosialisasi rutin kurang dari 50%, (5) Anggaran terbatas, (6)
Pemahaman tentang pembinaan lanjut masih beragam, (7) Belum
tersedia panduan pembinaan lanjut yang representatif.
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Profil eks klien
Tabel 8, menjelaskan kondisi sepuluh eks klien yang dijadikan
informan dalam penelitian. Mulai dari tahun masuk panti, jenis
program yang diterima didalam panti, sifat program yang diikuti
selama dalam panti, dan jenis bantuan yang diterima.
Tabel 8. Kondisi informan eks klien
No informan Tahun masuk Jenis Program Sifat Program Jenis Bantuan
1. AF 2009 PBK day care UEP
2. AB 2009 - Reguler -
3. R 2009 PBK Reguler UEP
4. HA 2009 PBK Reguler UEP
5. NS 2010 - Reguler -
6. IR 2010 PBK Reguler UEP
7. W 2010 - Reguler UEP
8. AS 2010 - Reguler -
9. IY 2010 - Reguler -
10. N 2010 PBK Reguler UEP
Sumber: Seksi Rehabilitasi Sosial PSMP Antasena.
Tabel 9, mencoba menjelaskan secara sistematis, ringkas
dan lebih lengkap kasus dan kondisi psikososial eks klien di PSMP
Antasena yang dijadikan informan dalam penelitian ini.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
72
N
o
I
n
i
s
i
a
l

A
L
A
M
A
T
K
A
S
U
S
M
A
S
A

P
E
L
A
Y
A
N
A
N
B
A
N
T
U
A
N

A
F
T
E
R

C
A
R
E
K
E
G
I
A
T
A
N

/

U
S
A
H
A

A
F
T
E
R

C
A
R
E
K
O
N
D
I
S
I

S
O
S
I
A
L
-
P
S
I
K
O
L
O
G
I
S
1
.
A
F
D
u
s
u
n

S
a
l
e
m
b
u
,

C
i
t
r
o
s
o
n
o
,

G
r
a
b
a
g
,

M
a
g
e
l
a
n
g
.
M
a
b
u
k
,

k
e
l
u
y
u
r
a
n
,

m
e
l
a
w
a
n

o
r
a
n
g

t
u
a
.
J
a
n
u
a
r
i

2
0
0
9

s
/
d

D
e
s
e
m
b
e
r

2
0
0
9

P
r
o
g
r
a
m

d
a
y

c
a
r
e
.
B
a
n
t
u
a
n

U
E
P

k
o
m
p
r
e
s
o
r

d
a
n

p
e
r
a
l
a
t
a
n

b
e
n
g
k
e
l

m
o
t
o
r
B
e
n
g
k
e
l

m
o
t
o
r

b
e
k
e
r
j
a
s
a
m
a

d
e
n
g
a
n

t
e
m
a
n
.
S
u
d
a
h

a
d
a

p
e
r
u
b
a
h
a
n

p
e
r
i
l
a
k
u
,
S
t
a
b
i
l
,

s
u
d
a
h

m
a
m
p
u

m
a
n
d
i
r
i
,

s
u
d
a
h

m
e
n
i
k
a
h

d
a
n

m
e
m
i
l
i
k
i

a
n
a
k
.

M
e
n
j
a
d
i

p
a
n
u
t
a
n

a
n
a
k

m
u
d
a

d
i
s
e
k
i
t
a
r

t
e
m
p
a
t

t
i
n
g
g
a
l
n
y
a
.
2
.
A
B
D
u
s
u
n

T
i
r
t
o
,

G
r
a
b
a
g
,

M
a
g
e
l
a
n
g
.
K
e
l
u
y
u
r
a
n
,

b
e
r
k
e
l
a
h
i
,

k
o
m
u
n
i
k
a
s
i

d
e
n
g
a
n

o
r
a
n
g

t
u
a

b
u
r
u
k
.
J
a
n
u
a
r
i

2
0
0
9

s
/
d

D
e
s
e
m
b
e
r

2
0
0
9

P
r
o
g
r
a
m

r
e
g
u
l
e
r
T
i
d
a
k

m
e
n
e
r
i
m
a

b
a
n
t
u
a
n
T
i
d
a
k

a
d
a

k
e
g
i
a
t
a
n

/

u
s
a
h
a

y
a
n
g

d
i
l
a
k
u
k
a
n
.
L
e
b
i
h

b
a
i
k
,

s
u
d
a
h

m
e
m
p
u
n
y
a
i

r
a
s
a

t
a
n
g
g
u
n
g
j
a
w
a
b
,

r
a
s
a

b
e
r
s
a
l
a
h

j
i
k
a

t
i
d
a
k

m
e
m
b
a
n
t
u

o
r
a
n
g

t
u
a
,
b
i
s
a

m
e
m
b
e
d
a
k
a
n

p
e
r
g
a
u
l
a
n

y
g

b
a
i
k

a
t
a
u

s
a
l
a
h
.

A
k
t
i
f

m
e
m
b
a
n
t
u

b
i
l
a

a
d
a

g
o
t
o
n
g

r
o
y
o
n
g
.
3
.
R
D
u
s
u
n

S
e
p
a
t
e
n
,

M
a
r
d
i
g
o
n
d
o
,

K
a
j
o
r
a
n
,

M
a
g
e
l
a
n
g
k
e
l
u
y
u
r
a
n
,

b
e
g
a
d
a
n
g
,

,

m
a
l
a
s

b
e
l
a
j
a
r
,

k
o
m
u
n
i
k
a
s
i

d
e
n
g
a
n

o
r
a
n
g
t
u
a

s
a
n
g
a
t

b
u
r
u
k
.
J
a
n
u
a
r
i

2
0
0
9

s
/
d

D
e
s
e
m
b
e
r

2
0
0
9

P
r
o
g
r
a
m

r
e
g
u
l
e
r
B
a
n
t
u
a
n

U
E
P

p
e
r
l
e
n
g
k
a
p
a
n

r
e
k
o
n
d
i
s
i

b
o
l
a

l
a
m
p
u
.

B
e
n
g
k
e
l

r
e
k
o
n
d
i
s
i

b
o
l
a

l
a
m
p
u

d
i

r
u
m
a
h
.
M
e
l
a
n
j
u
t
k
a
n

s
e
k
o
l
a
h
,

i
n
g
i
n

b
a
n
t
u

o
r
a
n
g
t
u
a
,

m
e
m
i
l
i
h

t
e
m
a
n

b
e
r
g
a
u
l
,
a
k
t
i
f

d
i

m
a
s
j
i
d
.
4
.
H
A
D
u
s
u
n

T
a
n
o
m
,

T
a
n
j
u
n
g

A
n
o
m
,

K
e
p
i
l
,

W
o
n
o
s
o
b
o
M
a
b
u
k
,
m
i
n
u
m

m
i
n
u
m
a
n

k
e
r
a
s
,

b
e
g
a
d
a
n
g
,

k
e
l
u
y
u
r
a
n
,

k
o
m
u
n
i
k
a
s
i

d
e
n
g
a
n

o
r
a
n
g
t
u
a

s
a
n
g
a
t

b
u
r
u
k
.

J
a
n
u
a
r
i

2
0
0
9

s
/
d

D
e
s
e
m
b
e
r

2
0
0
9

P
r
o
g
r
a
m

r
e
g
u
l
e
r
B
a
n
t
u
a
n

U
E
P

s
a
t
u

u
n
i
t

k
o
m
p
r
e
s
o
r

d
a
n

s
e
p
e
r
a
n
g
k
a
t

a
l
a
t
/
k
u
n
c
i
-
k
u
n
c
i

u
n
t
u
k

s
e
r
v
i
s

m
o
t
o
r
B
e
n
g
k
e
l

m
o
t
o
r

d
a
n

t
o
k
o

o
n
d
e
r
d
i
l

m
o
t
o
r

.
T
e
l
a
h

k
e
m
b
a
l
i

b
e
r
s
o
s
i
a
l
i
s
a
s
i

d
g
n

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
,

m
e
n
j
a
d
i

p
a
n
u
t
a
n

r
e
m
a
j
a

d
i
t
e
m
p
a
t

t
i
n
g
g
a
l
n
y
a
,
t
e
l
a
h

m
e
n
i
k
a
h

d
a
n

s
e
c
a
r
a

e
k
o
n
o
m
i

t
e
l
a
h

m
a
n
d
i
r
i
.
T
a
b
e
l

9
.

M
a
t
r
i
k

K
a
s
u
s

I
n
f
o
r
m
a
n

D
i

P
S
M
P

A
n
t
a
s
e
n
a
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
73

5
.
N
S
D
u
s
u
n

G
r
o
g
o
l
,

B
e
r
a
n
,

K
e
p
i
l
,

W
o
n
o
s
o
b
o
s
u
k
a

k
e
l
u
y
u
r
a
n
,

b
e
g
a
d
a
n
g
,

m
a
l
a
s

b
e
l
a
j
a
r
,

b
e
r
k
e
l
a
h
i
,

d
a
n

m
e
l
a
w
a
n

o
r
a
n
g

t
u
a
.
J
a
n
u
a
r
i

2
0
1
0

s
/
d

D
e
s
e
m
b
e
r

2
0
1
0

P
r
o
g
r
a
m

r
e
g
u
l
e
r
T
i
d
a
k

m
e
n
e
r
i
m
a

b
a
n
t
u
a
n
M
e
m
b
a
n
t
u

t
e
m
a
n

m
e
n
j
u
a
l

o
n
d
e
r
d
i
l

m
o
t
o
r

b
e
k
a
s
T
e
r
l
i
h
a
t

m
a
s
i
h

k
u
r
a
n
g

p
e
r
c
a
y
a

d
i
r
i
,

d
a
n

k
u
r
a
n
g

u
l
e
t

d
a
l
a
m

b
e
r
u
s
a
h
a

(
t
i
d
a
k

s
a
b
a
r
)
.

a
k
a
n

t
e
t
a
p
i

t
e
l
a
h

d
a
p
a
t

m
e
n
i
n
g
g
a
l
k
a
n

k
e
b
i
a
s
a
a
n

b
u
r
u
k
n
y
a

s
e
b
e
l
u
m

m
a
s
u
k

p
a
n
t
i
,

d
a
n

t
e
l
a
h

p
a
t
u
h

p
a
d
a

o
r
a
n
g

t
u
a
.
6
.
I
R
D
u
s
u
n

S
e
n
g
g
a
n
e
n
,

N
g
a
d
i
r
e
j
o
,

T
e
m
a
n
g
g
u
n
g
.
K
e
l
u
y
u
r
a
n

d
e
n
g
a
n
g

g
a
n
g
,

b
e
g
a
d
a
n
g
,

b
e
r
k
e
l
a
h
i
,

d
a
n

m
e
l
a
w
a
n

o
r
a
n
g

t
u
a
.
J
a
n
u
a
r
i

2
0
1
0

s
/
d

D
e
s
e
m
b
e
r

2
0
1
0

P
r
o
g
r
a
m

r
e
g
u
l
e
r
B
a
n
t
u
a
n

U
E
P

k
o
m
p
r
e
s
o
r

d
a
n

p
e
r
a
l
a
t
a
n

s
t
a
n
d
a
r

b
e
n
g
k
e
l

m
o
t
o
r
U
s
a
h
a

B
e
n
g
k
e
l

m
o
t
o
r

b
e
r
s
a
m
a

k
a
k
a
k
.
S
u
d
a
h

p
a
t
u
h

p
a
d
a

o
r
a
n
g

t
u
a
,

a
k
t
i
f

d
i

o
r
g
a
n
i
s
a
s
i

r
e
m
a
j
a

m
a
s
j
i
d
,

d
a
n

a
d
a

k
e
i
n
g
i
n
a
n

u
n
t
u
k

m
a
n
d
i
r
i
.
7
.
W
D
u
s
u
n

S
e
n
g
g
a
n
a
,

D
e
s
a

C
a
m
p
u
r

S
a
r
i
,

K
e
c
a
m
a
t
a
n

N
g
a
d
i
r
e
j
o
,

T
e
m
a
n
g
g
u
n
g
.

k
o
n
g
k
o
w


d
e
n
g
a
n

s
e
s
a
m
a

p
e
n
g
a
n
g
g
u
r
a
n
,

b
e
g
a
d
a
n
g
,

m
e
l
a
w
a
n

o
r
a
n
g

t
u
a
,

m
e
n
c
u
r
i
.

J
a
n
u
a
r
i

2
0
1
0

s
/
d

D
e
s
e
m
b
e
r

2
0
1
0

P
r
o
g
r
a
m

r
e
g
u
l
e
r
B
a
n
t
u
a
n

U
E
P

k
o
m
p
r
e
s
o
r

d
a
n

p
e
r
a
l
a
t
a
n

s
t
a
n
d
a
r

b
e
n
g
k
e
l

m
o
t
o
r

s
e
c
a
r
a

b
e
r
k
e
l
o
m
p
o
k

d
a
n

k
e
m
u
d
i
a
n

d
i
j
u
a
l

h
a
s
i
l

d
i
b
a
g
i

r
a
t
a

u
n
t
u
k

d
i
j
a
d
i
k
a
n

m
o
d
a
l

u
s
a
h
a
U
s
a
h
a

t
a
m
b
a
l

b
a
n
K
e
m
b
a
l
i

p
a
t
u
h

p
a
d
a

o
r
a
n
g

t
u
a
,

m
a
u

i
k
u
t

b
e
r
g
o
t
o
n
g

r
o
y
o
n
g

d
g

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
.

s
u
d
a
h

a
d
a

k
e
i
n
g
i
n
a
n

u
n
t
u
k

b
i
s
a

m
a
n
d
i
r
i
.
8
A
S
D
e
s
a

B
e
r
e
n
,

K
e
c
a
m
a
t
a
n

K
e
p
i
l
,

W
o
n
o
s
o
b
o
b
e
g
a
d
a
n
g
,

m
i
n
u
m
-
m
i
n
u
m
a
n

k
e
r
a
s
,

p
e
n
y
a
l
a
h
g
u
n
a
a
n

o
b
a
t
,

b
e
r
k
e
l
a
h
i

d
a
n

m
e
n
c
u
r
i
J
a
n
u
a
r
i

2
0
1
0

s
/
d

D
e
s
e
m
b
e
r

2
0
1
0

P
r
o
g
r
a
m

r
e
g
u
l
e
r
T
d
a
k

m
e
n
d
a
p
a
t

b
a
n
t
u
a
n

U
E
P
.
M
e
n
g
u
m
p
u
l
k
a
n

b
a
r
a
n
g

b
e
k
a
s
P
a
t
u
h

p
a
d
a

o
r
a
n
g

t
u
a
,

m
a
u

m
e
m
b
a
n
t
u

o
r
a
n
g

t
u
a
,

s
a
y
a
n
g

p
a
d
a

a
d
i
k
-
a
d
i
k
n
y
a
,

d
a
n

m
a
u

i
k
u
t

g
o
t
o
n
g

r
o
y
o
n
g

d
i
s
e
k
i
t
a
r

t
e
m
p
a
t

t
i
n
g
g
a
l
n
y
a
.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
74
9
.
I
Y
D
u
s
u
n

S
e
g
e
t
u
k
,

K
e
l
u
r
a
h
a
n

G
o
n
d
a
n
g
,

K
e
c
a
m
a
t
a
n

N
g
a
d
i
r
e
j
o
,

T
e
m
a
n
g
g
u
n
g
p
e
n
y
a
l
a
h
g
u
n
a
a
n

o
b
a
t
,

m
i
n
u
m

m
i
n
u
m
a
n

k
e
r
a
s
,

b
e
r
k
e
l
a
h
i

d
a
n

m
e
n
c
u
r
i
J
a
n
u
a
r
i

2
0
1
0

s
/
d

D
e
s
e
m
b
e
r

2
0
1
0

P
r
o
g
r
a
m

r
e
g
u
l
a
r
T
i
d
a
k

m
e
n
d
a
p
a
t

b
a
n
t
u
a
n

U
E
P
.
B
e
k
e
r
j
a

d
i

b
e
n
g
k
e
l

l
a
s
T
e
l
a
h

a
d
a

k
e
i
n
g
i
n
a
n

u
n
t
u
k

m
e
n
c
a
r
i

p
e
n
g
a
s
i
l
a
n

d
a
n

m
e
m
b
a
n
t
u

o
r
a
n
g

t
u
a
.
1
0
.
N
D
u
s
u
n

K
e
m
i
r
i
,

D
e
s
a

S
u
k
o
r
e
j
o
,

K
e
c
a
m
a
t
a
n

M
o
j
o
t
e
n
g
a
h
,

W
o
n
o
s
o
b
o
B
e
g
a
d
a
n
g
,

m
e
n
c
u
r
i
J
a
n
u
a
r
i

2
0
1
0

s
/
d

D
e
s
e
m
b
e
r

2
0
1
0
B
a
n
t
u
a
n

U
E
P

b
e
r
u
p
a

g
e
r
o
b
a
k

b
e
r
d
a
g
a
n
g

e
s

d
a
n

p
e
r
l
e
n
g
k
a
p
a
n
.
M
e
n
j
u
a
l

e
s

d
a
n

g
o
r
e
n
g
a
n

d
i

s
e
k
i
t
a
r

t
e
m
p
a
t

t
i
n
g
g
a
l
T
e
l
a
h

a
d
a

r
a
s
a

t
a
n
g
g
u
n
g
j
a
w
a
b

d
a
n

i
n
g
i
n

m
e
m
b
a
n
t
u

o
r
a
n
g

t
u
a
,

t
e
l
a
h

b
i
s
a

m
e
m
i
l
i
h

t
e
m
a
n

y
a
n
g

b
a
i
k
,

d
a
n

r
a
j
i
n

b
e
r
p
a
r
t
i
s
i
p
a
s
i

d
a
l
a
m

k
e
g
i
a
t
a
n

k
e
m
a
s
y
a
r
a
k
a
t
a
n
.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
75
Analisis kasus
Hal penting yang bisa dianalisis dalam hasil penelitian ini,
adalah sebagai berikut:
a. Pada umumnya klien mempunyai kasus yang bervariasi dari
kenakalan ringan sampai kenakalan berat bahkan sudah
mengarah pada tindak kriminal. Setelah menjalani program
rehabilitasi, pada umumnya klien telah mengalami perubahan
daripada kondisi sebelumnya. Perubahan tersebut ditunjukkan
dengan perilaku patuh pada orang tua, bersekolah kembali,
dan hidup bermasyarakat serta selektif dalam memilih teman
b. Eks klien yang dijadikan informan dalam penelitian ini secara
umum menunjukkan dapat berfungsi sosial dalam masyarakat.
Namun dari beberapa informan yang ada perubahan yang
dihasilkan bervariasi. Ada yang dianggap telah berfungsi
karena dapat mengembangkan usahanya dengan bantuan
UEP yang diterimanya, dan bagi mereka yang tidak dapat
membuat proposal dan tidak menerima bantuan UEP
ataupun tidak mempunyai modal untuk berusaha dianggap
gagal atau tidak dapat berfungsi sosial. Jika melihat situasi
dan kondisi ini, sebenarnya tujuan panti belum tercapai.
Hal ini karena keberhasilan seorang eks klien bukan diukur
dari apakah dia mendapat bantuan stimulan, ataupun dapat
melakukan usaha. Tetapi keberhasilan seorang eks klien
yang telah selesai menerima pelayanan rehabilitasi sosial di
dalam panti adalah apabila dia dapat melakukan fungsi-fungsi
sosialnya dengan baik sebagai warga masyarakat dan sebagai
warga negara. Dalam hal ini dia telah menyadari kesalahannya
dan mau berubah, telah dapat bersosialisasi dengan keluarga
maupun lingkungan tempat tinggalnya, ada keinginan untuk
mandiri, ada keinginan untuk sekolah lagi, dan lain-lain.
c. Program pembinaan lanjut memang merupakan bagian yang
integral dalam rangkaian proses pelayanan sosial dan tidak
dapat dianggap sebagai modalitas treatment yang berdiri
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
76
sendiri. Dalam hal ini ada continuity atau keberlanjutan,
dan ini tidak bermakna program pembinaan lanjut harus
dijalankan oleh panti, organisasi atau lembaga yang sama
yang menyelenggarakan program rehabilitasi. Berdasarkan
Petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (juknis)
tentang pelaksanaan kegiatan rehabilitasi sosial khususnya
pembinaan lanjut yang dikeluarkan oleh Kementerian Sosial
RI cq Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial bahwa pembinaan
lanjut merupakan keberlanjutan pelayanan namun menjadi
tugas dan tanggungjawab panti itu sendiri. Hal ini menandakan
telah terjadi over-role atau peranan yang berlebihan dari sebuah
pusat rehabilitasi dalam penyelenggaran pelayanannya. Hal
ini tidak sesuai dengan teori pelayanan dan rehabilitasi sosial
dan tidak pula didasarkan pada evidence-based practice and
research yang telah menjadi amalan lazim dalam pelayanan
dan rehabilitasi di berbagai negara maju di dunia.
d. Oleh sebab itu pelaksanaan program pembinaan lanjut tidak
bersifat universal karena dalam realitanya klien memperoleh
perlakuan berbeda. Jika program pembinaan lanjut
merupakan bagian integral dari proses rehabilitasi maka
program pembinaan lanjut seharusnya bersifat universal dan
setiap eks klien eligible untuk mendapatkan segala bentuk
bantuan dan pelayanan yang disediakan dalam program
pembinaan lanjut. Hasil penelitian menunjukkan tidak setiap
eks klien memperoleh bantuan UEP, hal ini akan memberi
kesan kepada eks klien dan keluarganya bahwa telah terjadi
diskriminasi dalam pemberian bantuan UEP pada program
pembinaan lanjut. Hakekatnya jika program pembinaan lanjut
mau dijalankan oleh pihak Panti maka setiap eks klien harus
memperoleh perlakuan dan pelayanan yang sama. Jika faktor
kesiapan eks klien baik secara fisik, mental dan sosial dalam
melaksanakan kegiatan UEP maka menjadi tugas Panti untuk
betul-betul mempersiapkan klien sebelum mereka dinyatakan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
77
berhasil menjalani program rehabilitasi. Dengan demikian
seharusnya pula, program rehabilitasi bagi anak nakal dan
anak yang berkonflik dengan hukum (ABH) harus bersifat
universal-individual artinya program untuk semua klien namun
disesuaikan dengan perkembangan, permasalahan dan
kebutuhan masing-masing klien. Oleh sebab itu, pengakhiran
pelayanan tidak boleh seragam waktunya untuk semua klien.
Pengakhiran atau terminasi harus didasarkan kepada evaluasi
menyeluruh mengenai kesiapan dan kemampuan klien.
e. Pelaksanaan program pembinaan lanjut yang saat ini
dilaksanakan oleh panti hanya didasarkan pada keputusan
Direktur Jenderal yang tidak mengalami perubahan dari segi
konten mengenai proses pelayanan di panti sejak era orde
baru. Demikian pula proses pelayanan yang ada saat ini
sebagaimana tercantum dalam keputusan tersebut tidak
didasarkan pada kajian atau evidence based-practice terkini
sejalan dengan perkembangan ilmu dan profesi pekerjaan
sosial, praktek berbasis hak asasi manusia dan pengelolaan
pelayanan (manage care) yang sistematik, sederhana, biaya
murah dan efektif dalam hasil yang dicapai.
f. Berdasarkan teori dan evidence based-practice yang terjadi di
beberapa Negara yang pelayanan dan rehabilitasi sosialnya
sudah demikian maju maka pelaksanaan pembinaan
lanjut seharusnya dilakukan oleh pihak atau organisasi
atau lembaga lain setelah klien selesai menjalani program
rehabilitasi dan pelayanan sosial di Panti. Dengan demikian
terjadi fairness dimana Panti harus dan sebaiknya hanya fokus
mengurus pelayanan dan rehabilitasi dalam lembaganya, dan
menyerahkan pembinaan lanjut kepada pihak lain.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
78
E. Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal
diantaranya;
1. Pemahaman petugas panti sosial terhadap kegiatan
rehabilitasi sosial cukup baik. Mereka telah melaksanakan
tiap tahapan sesuai dengan prosedur tetap kegiatan
rehabilitasi sosial. Akan tetapi pemahaman petugas tentang
tahapan pembinaan lanjut masih kurang tepat. Mereka masih
menggabungkan kegiatan monitoring dengan pembinaan
lanjut secara bersamaan. Padahal dari segi pengertian
maupun sasaran serta hasil yang diinginkan berbeda antara
monitoring dengan pembinaan lanjut.
2. Jumlah tenaga fungsional pekerja sosial yang berjumlah 10
(sepuluh) orang masih kurang, berbanding dengan jumlah
klien yang dilayani. Jumlah klien setiap angkatan lebih kurang
sekira 145 orang, artinya setiap pekerja sosial memiliki
tanggungjawab antara 14 sampai 15 orang klien. Kondisi
ini dapat menjadikan beban pagi pekerja sosial, mengingat
tingkat kesulitan dalam menangani anak nakal yang memiliki
beragam karakteristik dan tingkat kenakalan. Selain itu
kualitas pelayanan yang diberikan tidak maksimal.
3. Kebijakan yang terkait dengan program dan kegiatan
rehabilitasi sosial didasarkan Keputusan Menteri Sosial
Nomor 83/HUK/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti
Sosial di Lingkungan Departemen Sosial, Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial. Proses
pelaksanaan pembinaan lanjut diserahkan pada masing-
masing Unit Pelaksana Teknis (UPT) atau panti. Hasil yang
dirasakan setelah klien menerima pelayanan rehabilitasi
sosial di dalam panti, menurut keluarga sangat membantu
memereka memulihkan kondisi anak mereka yang tadinya
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
79
susah diatur dan sangat meresahkan. Untuk klien, dengan
mendapat pelayanan rehabilitasi didalam panti, sangat
membantu mereka dalam merubah perilaku buruk mereka,
dan memberikan mereka keterampilan yang dapat dijadikan
modal usaha. Bagi masyarakat, keberadaan eks klien yang
telah kembali dari panti sangat melegakan. para eks klien tidak
meresahkan masyarakat lagi, bahkan dapat dijadikan contoh
bagi anak2anak yang nakal, dan panti dapat dijadikan rujukan.
Keberadaan stakeholder dalam proses pelayanan rehabilitasi
sosial tidak dapat diabaikan. Justru sangat membantu panti
sebagai perpanjangan tangan panti di masyarakat. Juga sangat
membantu dalam proses rehabilitasi klien.
4. Proses rehabilitasi sosial diPSMP Antasena sudah dilaksanakan
sesuai dengan tahapan mulai dari penjangkauan sampai
dengan terminasi. Akan tetapi kegiatan pembinaan lanjut
dilaksanakan bersamaaan dengan monitoring, karena masih
adanya kerancuan pemahaman antara monitoring dan binjut.
5. Belum adanya kesamaan pemahaman tentang pembinaan
lanjut antara panti dengan dinas sosial. Bagi dinas sosial,
pembinaan lanjut sebagai perpanjangan tangan panti.
Sedangkan dalam kegiatan rehabilitasi sosial, pihak Dinas
Sosial melakukan outreach pada calon klien, melaksanakan
sosialisasi, mengantar calon klien ke panti, menghantar eks
klien kembali ke keluarganya, memberi bantuan dana/uang
saku untuk eks klien yang telah pulang.
Pelaksanaan rehabilitasi sosial dan pembinaan lanjut sangat
membutuhkan peranan dari stakeholder terutama pada
saat penyaluran dan pemantauan eks klien kembali pada
keluarganya dan masyarakat.
6. Dalam kegiatan rehabilitasi dan pembinaan lanjut terdapat
faktor faktor pendukung yang dapat dimanfaatkan berupa;
dukungan stake holder, jejaring kerja, keluarga, masyarakat,
namun demikian dalam pelaksanaan juga menemukan faktor-
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
80
faktor yang dapat menghambat pelaksanaan yaitu anggaran
yang kurang memadai, alamat eks klien yang suka berpindah-
pindah atau sangat jauh, pemahaman tentang pembinaan
lanjut yang tumpang tindih dengan monitoring.
Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian ini, ada beberapa
aspek yang perlu menjadi bahan rekomendasi untuk dilaksanakan
oleh berbagai pihak, yaitu:
1. Penambahan tenaga fungsional pekerja sosial secara
proporsional dengan jumlah klien
2. Peningkatan kapasitas pekerja sosial dan petugas panti antara
lain melalui pendidikan, pelatihan, dan bimbingan teknis dan
keterampilan.
3. Kegiatan pembinaan lanjut harus didasarkan pada model
pelaksanaan yang direkomendasikan (terlampir)
4. Perlu evaluasi mengenai pembinaan lanjut secara terukur
5. Penyusunan dan pembuatan buku saku tentang pelaksanaan
pembinaan lanjut khusus untuk digunakan dikalangan PSMP
Antasena saja.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
81
N
o
.
K
e
g
i
a
t
a
n
M
o
n
i
t
o
r
i
n
g
B
i
n
j
u
t

1
B
i
n
j
u
t

u
e
p

1
B
i
n
j
u
t

u
e
p

2
B
i
n
j
u
t

u
e
p

2
B
u
l
a
n

k
e

3

p
a
s
c
a

s
a
l
u
r
B
u
l
a
n

k
e

3

s
e
t
e
l
a
h

m
o
n
i
t
o
r
i
n
g
B
u
l
a
n

k
e

3

s
e
t
e
l
a
h

b
i
n
j
u
t

1
1

t
h

s
e
t
e
l
a
h

b
i
n
j
u
t

1
1

t
h

s
t
l
h

b
i
n
j
u
t

u
e
p

1
1


M
e
m
a
n
t
a
u

k
o
n
d
i
s
i

e
k
s

P
M

s
e
s
a
a
t

s
e
t
e
l
a
h

k
e
m
b
a
l
i

k
e

r
u
m
a
h


H
a
s
i
l

p
a
n
t
a
u
a
n

d
i
g
u
n
a
k
a
n

u
n
t
u
k

m
e
n
e
n
t
u
k
a
n

b
e
n
t
u
k

k
e
g
i
a
t
a
n

b
i
n
j
u
t

y
a
n
g

a
k
a
n

d
a
t
a
n
g

(
r
e
k
o
m
e
n
d
a
s
i
/
d
i
s
p
o
s
i
s
i
)
2


M
e
n
d
a
t
a
n
g
i

s
e
t
i
a
p

e
k
s

P
M

d
a
n

m
e
l
a
k
u
k
a
n

k
e
g
i
a
t
a
n

s
e
s
u
a
i

r
e
k
o
m
e
n
d
a
s
i

h
a
s
i
l

m
o
n
i
t
o
r
i
n
g

s
e
b
e
l
u
m
n
y
a


M
e
m
o
t
i
v
a
s
i

e
k
s

P
M

u
n
t
u
k

t
e
r
u
s

m
a
n
d
i
r
i
,

m
e
n
e
r
a
p
k
a
n

a
p
a

y
g

d
i
d
a
p
a
t

s
e
l
a
m
a

d
i

d
a
l
a
m

p
a
n
t
i


M
e
m
a
n
t
a
u

k
e
g
i
a
t
a
n

u
s
a
h
a

e
k
o
n
o
m
i
s

p
r
o
d
u
k
t
i
f

y
g

s
e
d
a
n
g

d
i
l
a
k
u
k
a
n

e
k
s

P
M


M
e
m
o
t
i
v
a
s
i

e
k
s

P
M

u
t
k

s
e
r
i
u
s

b
e
r
u
s
a
h
a

d
e
n
g
a
n

m
e
n
y
a
r
a
n
k
a
n

m
e
m
b
u
a
t

p
r
o
p
o
s
a
l

b
a
n
t
u
a
n

s
t
i
m
u
l
a
n

U
E
P
.


M
e
m
o
t
i
v
a
s
i

k
e
l
u
a
r
g
a

u
n
t
u
k

t
e
r
u
s

m
e
n
d
u
k
u
n
g

a
n
g
g
o
t
a

k
e
l
u
a
r
g
a
n
y
a

(
e
k
s

P
M
)

k
e
m
b
a
l
i

m
e
n
j
a
d
i

a
n
a
k

y
a
n
g

b
a
i
k


M
e
n
g
h
u
b
u
n
g
i

R
T
/
R
W

d
i
s
e
k
i
t
a
r

r
u
m
a
h

e
k
s

P
M

u
n
t
u
k

m
e
m
i
n
t
a

t
e
t
a
p

m
e
m
a
n
t
a
u
,

m
e
n
d
u
k
u
n
g
,
m
e
m
b
i
m
b
i
n
g
,

m
e
m
o
t
i
v
a
s
i

e
k
s

P
M

d
a
n

k
e
l
u
a
r
g
a
n
y
a
.


M
e
n
d
a
t
a
n
g
i
/
m
e
n
g
h
u
b
u
n
g
i

d
i
n
a
s

s
o
s
i
a
l

s
e
t
e
m
p
a
t

u
n
t
u
k

m
e
n
j
a
j
a
g
i

a
p
a
b
i
l
a

a
d
a

j
e
n
i
s

b
a
n
t
u
a
n

y
a
n
g

a
k
a
n

d
i
b
e
r
i
k
a
n

d
i
n
a
s

s
o
s
i
a
l

k
e
p
a
d
a

a
n
a
k
-
a
n
a
k

e
k
s

P
M
.
L
a
m
p
i
r
a
n

:
M
a
t
r
i
k

M
o
d
e
l

p
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n

P
e
m
b
i
n
a
a
n

L
a
n
j
u
t

K
l
i
e
n

D
i

P
S
M
P

A
n
t
a
s
e
n
a

M
a
g
e
l
a
n
g
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
82
N
o
.
K
e
g
i
a
t
a
n
M
o
n
i
t
o
r
i
n
g
B
i
n
j
u
t

1
B
i
n
j
u
t

u
e
p

1
B
i
n
j
u
t

u
e
p

2
B
i
n
j
u
t

u
e
p

2
B
u
l
a
n

k
e

3

p
a
s
c
a

s
a
l
u
r
B
u
l
a
n

k
e

3

s
e
t
e
l
a
h

m
o
n
i
t
o
r
i
n
g
B
u
l
a
n

k
e

3

s
e
t
e
l
a
h

b
i
n
j
u
t

1
1

t
h

s
e
t
e
l
a
h

b
i
n
j
u
t

1
1

t
h

s
t
l
h

b
i
n
j
u
t

u
e
p

1
3


M
e
n
g
u
n
j
u
n
g
i

r
u
m
a
h

d
a
n

t
e
m
p
a
t

u
s
a
h
a

e
k
s

P
M

y
a
n
g

t
e
l
a
h

d
i
s
e
t
u
j
u
i

p
r
o
p
o
s
a
l
n
y
a
.


M
e
m
b
a
w
a

b
a
n
t
u
a
n

s
t
i
m
u
l
a
n
t

U
E
P

k
e
p
a
d
a

e
k
s

P
M
.


M
e
m
o
t
i
v
a
s
i

e
k
s

P
M

u
n
t
u
k

m
e
m
a
n
f
a
a
t
k
a
n

b
a
n
t
u
a
n

y
a
n
g

d
i
b
e
r
i
k
a
n

s
e
m
a
k
s
i
m
a
l

s
u
p
a
y
a

b
a
n
t
u
a
n

t
i
d
a
k

d
i
t
a
r
i
k

l
a
g
i
.


M
e
m
i
n
t
a

d
u
k
u
n
g
a
n

k
e
l
u
a
r
g
a
/
o
r
a
n
g

t
u
a

u
n
t
u
k

t
e
r
u
s

m
e
m
b
i
m
b
i
n
g

a
n
a
k

m
e
r
e
k
a
.


M
e
m
i
n
t
a

R
T
/
R
W

u
n
t
u
k

b
a
n
t
u

m
e
m
a
n
t
a
u
,

m
e
m
o
t
i
v
a
s
i

e
k
s

P
M

d
a
l
a
m

b
e
r
u
s
a
h
a
.
9

b
u
l
a
n

s
e
t
e
l
a
h

m
o
n
i
t
o
r
i
n
g
4


M
e
n
d
a
t
a
n
g
i

r
u
m
a
h

d
a
n

t
e
m
p
a
t

u
s
a
h
a

s
e
t
i
a
p

e
k
s

P
M
.


M
e
m
o
t
i
v
a
s
i

e
k
s

P
M

u
n
t
u
k

t
e
r
u
s

m
a
n
d
i
r
i
,

m
e
n
e
r
a
p
k
a
n

a
p
a

y
a
n
g

d
i
d
a
p
a
t

s
e
l
a
m
a

d
i

d
a
l
a
m

p
a
n
t
i
.


M
e
m
a
n
t
a
u

k
e
g
i
a
t
a
n

u
s
a
h
a

e
k
o
n
o
m
i
s

p
r
o
d
u
k
t
i
f

y
a
n
g

s
e
d
a
n
g

d
i
l
a
k
u
k
a
n

e
k
s

P
M
.


M
e
m
b
e
r
i
k
a
n

i
n
f
o
r
m
a
s
i

p
e
l
u
a
n
g

k
e
r
j
a

b
a
g
i

e
k
s

P
M


M
e
m
o
t
i
v
a
s
i

k
e
l
u
a
r
g
a

u
n
t
u
k

t
e
r
u
s

m
e
n
d
u
k
u
n
g

a
n
g
g
o
t
a

k
e
l
u
a
r
g
a
n
y
a

(
e
k
s

P
M
)

k
e
m
b
a
l
i

m
e
n
j
a
d
i

a
n
a
k

y
a
n
g

b
a
i
k
.


M
e
n
g
h
u
b
u
n
g
i

r
t
/
r
w

d
i
s
e
k
i
t
a
r

r
u
m
a
h

e
k
s

P
M

u
n
t
u
k

m
e
m
i
n
t
a

t
e
t
a
p

m
e
m
a
n
t
a
u
,

m
e
n
d
u
k
u
n
g
,
m
e
m
b
i
m
b
i
n
g
,

m
e
m
o
t
i
v
a
s
i

e
k
s

P
M

d
a
n

k
e
l
u
a
r
g
a
n
y
a
.
1

t
a
h
u
n

s
e
t
e
l
a
h

b
i
n
j
u
t
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
83
N
o
.
K
e
g
i
a
t
a
n
M
o
n
i
t
o
r
i
n
g
B
i
n
j
u
t

1
B
i
n
j
u
t

u
e
p

1
B
i
n
j
u
t

u
e
p

2
B
i
n
j
u
t

u
e
p

2
B
u
l
a
n

k
e

3

p
a
s
c
a

s
a
l
u
r
B
u
l
a
n

k
e

3

s
e
t
e
l
a
h

m
o
n
i
t
o
r
i
n
g
B
u
l
a
n

k
e

3

s
e
t
e
l
a
h

b
i
n
j
u
t

1
1

t
h

s
e
t
e
l
a
h

b
i
n
j
u
t

1
1

t
h

s
t
l
h

b
i
n
j
u
t

u
e
p

1
5


M
e
n
g
u
n
j
u
n
g
i

r
u
m
a
h

d
a
n

t
e
m
p
a
t

u
s
a
h
a

e
k
s

P
M

y
a
n
g

t
e
l
a
h

d
i
b
e
r
i

b
a
n
t
u
a
n

s
t
i
m
u
l
a
n

U
E
P
.


M
e
m
o
t
i
v
a
s
i

e
k
s

P
M

u
n
t
u
k

m
e
m
a
n
f
a
a
t
k
a
n

b
a
n
t
u
a
n

y
a
n
g

d
i
b
e
r
i
k
a
n

s
e
m
a
k
s
i
m
a
l

m
u
n
g
k
i
n
.


M
e
m
i
n
t
a

d
u
k
u
n
g
a
n

k
e
l
u
a
r
g
a
/
o
r
a
n
g

t
u
a

u
n
t
u
k

t
e
r
u
s

m
e
m
b
i
m
b
i
n
g

a
n
a
k

m
e
r
e
k
a
.


M
e
m
i
n
t
a

r
t
/
r
w

u
n
t
u
k

b
a
n
t
u

m
e
m
a
n
t
a
u
,

m
e
m
o
t
i
v
a
s
i

e
k
s

P
M

d
a
l
a
m

b
e
r
u
s
a
h
a
.


M
e
r
e
k
o
m
e
n
d
a
s
i

d
i
n
a
s

s
o
i
s
i
a
l
,

a
p
a
r
a
t

s
e
t
e
m
p
a
t
,

b
a
h
w
a

p
a
n
t
i

t
e
l
a
h

s
e
l
e
s
a
i

m
e
n
a
n
g
a
n
i

e
k
s

P
M

d
a
n

s
e
p
e
n
u
h
n
y
a

m
e
n
j
a
d
i

t
a
n
g
g
u
n
g
j
a
w
a
b

k
e
l
u
a
r
g
a
,

d
i
n
a
s

s
o
s
i
a
l

(
t
e
r
m
i
n
a
s
i
)
1

t
a
h
u
n

s
e
t
e
l
a
h

b
i
n
j
u
t

U
E
P
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
84
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
85
Bagian 4
PANTI SOSIAL BINA REMAJA (PSBR) NAIBONAT:
TANTANGAN PENDIDIKAN MASA DEPAN
Indah Huruswati
Remaja, masa dimana individu berkembang dan mengalami
proses perubahan dari anak-anak menuju dewasa, yang ditandai
proses pematangan fisik dan psikologis, serta merupakan situasi
transisi dan pencarian identitas tentang siapa aku. Pengaruh diluar
dirinya bisa merubah sikapnya. Remaja putus sekolah secara individu
sama dengan remaja lainnya yang mempunyai keinginan, harapan dan
kebutuhan serta potensi, tetapi karena suatu sebab, baik dari dalam
diri maupun dari luar dirinya tidak bisa sekolah atau melanjutkan
sekolah formal. Panti Sosial Bina Remaja memberikan alternatif
pendidikan yang layak bagi persiapan anak terjun ke masyarakat.
A. Pendahuluan
Sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa kualitas
pendidikan sumber daya manusia di NTT, tergolong rendah. Masih
banyak penduduk yang berpendidikan rendah. Hal ini terlihat dari
persentase penduduk usia lima tahun ke atas yang berpendidikan
minimal tamatan SMP/sederajat sebesar 26,58% dari penduduk
NTT yang berjumlah 4,6 juta jiwa. Angka melek huruf penduduk
berusia lima tahun ke atas sebesar 83,35%, artinya, 83 dari 100
penduduk berusia lima tahun ke atas yang melek huruf.
Sementara itu data dari Komnas Perlindungan Anak (Kompas,
18/3, 2012), menyatakan bila dicermati peningkatan jumlah anak
putus sekolah di Indonesia cukup mengerikan. Perbandingannya
adalah sebagai berikut, pada tahun 2006 jumlah anak putus sekolah
masih sekitar 9,7 juta anak; namun setahun kemudian sudah
bertambah sekitar 20 % menjadi 11,7 juta jiwa. Tidak ada keterangan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
86
dari Komnas Perlindungan Anak, apakah jumlah tersebut merupakan
akumulasi data tahun sebelumnya, lalu ditambah dengan jumlah
anak-anak yang baru saja putus sekolah. Tapi kalaupun jumlah itu
bersifat kumulatif, tetap saja terasa sangat memprihatinkan.
Di Nusa Tenggara Timur, sebanyak 19.781 anak usia sekolah
yang tidak sekolah, lebih dari 62.000 lainnya tidak mampu
melanjutkan sekolah mereka sehingga total ada sekitar 82.000
anak terbengkalai pendidikannya. Sebanyak 930.000 lebih anak
usia sekolah saat ini tidak sepenuhnya menikmati pendidikan di
sekolah yang jumlahnya diperkirakan sekitar lebih dari 5.502.
Gambaran yang cukup memprihatinkan, remaja yang masih
labil dan mencari identitas diri terpaksa putus sekolah; terpaksa
meninggalkan teman-temannya yang masih terus bersekolah;
dan terpaksa menelan kenyataan pahit sebagai manusia yang
gagal dan tereliminasi. Ini adalah permasalahan sosial yang perlu
mendapat perhatian.
Data hasil penelitian Lembaga Penelitian Semeru (2008),
alasan utama mengapa anak di NTT tidak melanjutkan sekolah
ke SMP atau terpaksa putus sekolah adalah masalah akses
fisik atau keterpencilan dan akses keuangan. Masalah akses
fisik atau keterpencilan berkaitan dengan jarak yang jauh; jalan
yang buruk, berbukit, becek, dan kadang harus melewati sungai
tanpa jembatan; ketiadaan fasilitas SMP atau sekolah sederajat
yang dekat; dan ketiadaan sarana transportasi. Masalah
akses keuangan berkaitan dengan biaya penunjang sekolah
dan kebutuhan keluarga sehari-hari. Biaya penunjang sekolah
meliputi biaya-biaya transportasi, pembelian buku, LKS (lembar
kerja binaan), peralatan sekolah, seragam, dan uang jajan.
Ketidakberdayaan orang tua untuk memenuhi biaya penunjang
pendidikan yang mahal tersebut menyebabkan anak merasa malu
dan putus sekolah. Di NTT, akses keuangan juga berkaitan dengan
ketidaksanggupan orang tua untuk membayar uang denda absen
anak yang sudah bertumpuk (Lembaga Penelitian Semeru, 2008).
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
87
Angka kemiskinan di provinsi ini merupakan yang terbesar
kedua secara nasional. Menurut data Badan Pusat Statistik, dalam
laporan bulanan statistik April 2011 jumlah penduduk miskin NTT
mencapai lebih dari satu juta jiwa atau lebih dari 23% dari total
jumlah penduduknya yang mencapai 4,6 juta jiwa.
Anak tidak mau sekolah juga menjadi persoalan utama
mengapa anak tidak melanjutkan sekolah ke SMP atau terpaksa
putus sekolah. Anak tidak mau sekolah karena ia lebih memilih
membantu orang tuanya yang sedang menghadapi kesulitan
ekonomi dengan bekerja/mencari uang. Selain itu, ia juga merasa
tidak melihat masa depan yang lebih baik dengan melanjutkan
sekolah.
Harus diakui fenomena pekerja anak di NTT berkaitan erat
dengan tradisi atau budaya membantu orang tua. Sebagian
besar orang tua beranggapan bahwa memberi pekerjaan kepada
anak merupakan upaya proses belajar menghargai kerja dan
bertanggung jawab selain dapat melatih dan memperkenalkan
anak kepada dunia kerja. Mereka juga berharap dapat membantu
mengurangi beban kerja keluarga. Namun demikian, sejalan dengan
perkembangan waktu, fenomena anak yang bekerja,tentunya
banyak berkaitan dengan alasan ekonomi keluarga (masalah
kemiskinan) dan kesempatan memperoleh pendidikan serta
faktor sosial dan lingkungan.
Dari lapangan kerja yang digeluti oleh para pekerja anak,
persentase tertinggi adalah pekerja anak di sektor pertanian
(85,39%). Dapat dikatakan bahwa sektor ini merupakan
penampung sebagian besar pekerja anak yang pada umumnya
tidak memiliki latar belakang pendidikan yang memadai. Hal ini
cukup beralasan karena memang sektor ini tidak terlalu menuntut
pekerja dengan pendidikan yang tinggi sehingga memudahkan
mereka untuk bekerja di sektor ini. Meski UU Ketenagakerjaan
tidak membenarkan mempekerjakan anak di bawah umur 15
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
88
tahun, namun tampaknya masih banyak ditemui kasus-kasus
pekerja anak.
Satu peluang yang dapat diberikan Pemerintah dalam upaya
memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi bagi anak-anak
yang kurang memiliki kesempatan melanjutkan pendidikannya
adalah dengan proses pembelajaran melalui panti sosial bina
remaja. Pendidikan formal memang bukan segala-galanya, dengan
kata lain pendidikan tidak hanya didapat melalui pendidikan
formal atau yang sering disebut sekolah, tetapi pendidikan juga
didapat dalam lingkungan informal yang bersumber dari keluarga,
masyarakat dan lingkungan. Panti Sosial Bina Remaja Naibonat
tampaknya terdorong mencari alternatif pemecahan masalah
yang dihadapi remaja di lingkungannya. Melalui pelayanan dengan
sistem panti, dianggap sebagai alternatif terakhir apabila fungsi
dan peran keluarga ataupun masyarakat tidak mampu memberikan
pelayanan dan pemenuhan kebutuhan anggotanya, terutama
remaja yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya. Selain
metode pembelajaran teori, mereka juga menyediakan pelatihan
keterampilan menjahit, bordir, salon, komputer, perbengkelan.
Tujuan akhir pelayanan semacam ini adalah keberfungsian sosial
para binaannya, dalam arti remaja yang telah dididik dalam panti
dan setelah keluar, dapat menerapkan ilmunya di masyarakat
serta dapat memanfaatkan pengetahuan dan keterampilannya
untuk memperoleh pekerjaan yang dapat menunjang kehidupan
diri dan keluarganya.
Ada beberapa tahapan pelayanan yang diterima mereka selama
mengikuti kegiatan dalam panti, mulai dari tahap pendekatan
awal; asesmen; perencanaan program pelayanan; pelaksanaan
pelayanan; dan pasca pelayanan. Pada pasca pelayanan, mereka
dipersiapkan untuk penghentian pelayanan, rujukan, pemulangan
dan penyaluran. Ketika mereka sudah kembali ke masyarakat
pun, mereka masih menerima pembinaan lanjut yang merupakan
tahap akhir pelayanan dari serangkaian pelayanan yang diterima.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
89
Kegiatan ini ditujukan agar para remaja yang telah dibina dapat
beradaptasi dan berperan serta di dalam lingkungan keluarga,
kelompok, lingkungan kerja, dan masyarakat.
Dari pembinaan lanjut yang merupakan tahapan akhir dari
rangkaian proses pelayanan di panti, seringkali mengalami
berbagai kendala. Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan
di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) pada tahun 2009 (Puslitbang
Kesos), menunjukkan bimbingan lanjut pada sebagian besar PSBR
dilaksanakan terbatas pada eks binaan yang terjangkau oleh
anggaran, atau dilakukan bersamaan dengan sosialisasi program
lainnya di daerah. Kondisi tersebut terjadi karena pelaksanaan
pelayanan belum sepenuhnya didukung oleh pedoman yang
baku sehingga belum seluruh kegiatan dapat terlaksana optimal,
yang berujung pada minimnya dukungan masyarakat termasuk
dunia usaha terhadap eks binaannya. Oleh karenanya untuk
mengetahui sejauhmana kegiatan pembinaan lanjut dilaksanakan
dan dipahami, baik oleh petugas PSBR dan eks binaannya, maka
penelitian terhadap PSBR Naibonat Kupang dilakukan. Tentunya
ini dilakukan sebagai masukan bagi lembaga dan sekaligus
menjadi bagian penting dari keberhasilan program pelayanan
panti terhadap binaannya.
Agar data dan informasi lebih akurat, peneliti melakukan
kunjungan ke beberapa eks binaan PSBR untuk juga melihat dan
mengamati hasil kerja mereka sebagai wujud keberdayaan mereka.
B. Pengertian Putus Sekolah
Dalam kehidupan masyarakat, setiap anak yang telah
memasuki usia sekitar 7 tahun tentunya akan membutuhkan
pendidikan, bisa didalam rumah tangga maupun dalam lingkungan
yang formal seperti sekolah, kursus atau bahkan dalam lingkungan
masyarakat.
Di sini pendidikan diartikan sebagai usaha manusia untuk
membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dan budaya
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
90
masyarakat. Pendidikan dapat pula diartikan sebagai sebuah proses
timbal balik dari pribadi-pribadi manusia dalam menyesuaikan diri
dengan manusia lain dan dengan alam semesta (Khaeruddin, 2003).
Pada hakekatnya, pendidikan menjadi suatu keharusan
bagi setiap manusia secara keseluruhan. Anak-anak berhak
mendapatkan atau memperoleh pendidikan, baik secara formal,
informal maupun non formal, sehingga pada gilirannya ia akan
memiliki mental, akhlak, moral dan fisik yang kuat serta menjadi
manusia yang berbudaya tinggi dalam melaksanakan tugas,
kewajiban dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat.
Apabila karena suatu sebab, baik terpaksa atau tidak, anak
pada akhirnya tidak dapat melanjutkan pendidikannya, dalam arti
putus sekolah. Hal ini menjadi permasalahan yang membutuhkan
perhatian berbagai pihak. Pengertian putus sekolah adalah
seseorang yang telah masuk dalam sebuah lembaga pendidikan
baik itu pada tingkat SD, SMP, maupun SMA untuk belajar dan
menerima pelajaran tetapi tidak sampai tamat atau lulus kemudian
mereka berhenti atau keluar dari sekolah.
Pengertian putus sekolah dapat pula diartikan sebagai Drop-
Out (DO) yang artinya bahwa seorang anak didik yang karena
sesuatu hal, bisa disebabkan karena malu, malas, takut, sekedar
ikut-ikutan dengan temannya atau karena alasan lain sehingga
mereka putus sekolah ditengah jalan atau keluar dan tidak lagi
masuk untuk selama-lamanya.(Bangong Suyanto et-al, 2001).
Pendidikan formal memang bukan segala-galanya. Memang
dalam kenyataan yang umum, tingkat pendidikan berpengaruh
mutlak terhadap peluang bekerja, posisi di bidang kerja, tingkat
salary dan fasilitas yang dapat dinikmati; menentukan pula
terhadap perilaku individu dalam rumah tangga, serta tanggung
jawab sosialnya.
Dari data penduduk tentang angka putus sekolah di Indonesia,
terlihat sangat memprihatinkan. Dampak langsungnya, banyak
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
91
ditemui pengamen cilik dan usia remaja bertebaran di jalan-jalan
di seluruh wilayah negeri ini. Tidak hanya di kota-kota besar,
mereka hadir sampai di desa-desa dan menyebarkan gangguan
dan kecemasan.
Memang terkadang bekerja apapun adalah sebuah pesan
yang sangat jelas, meski sengaja disampaikan secara samar.
Artinya, dalam rangka berjuang untuk hidup atau demi melanjutkan
gaya hidup yang terlanjur konsumtif bagi sebagian orang; bisa saja
pada akhirnya, mereka menjadi pedagang asongan, pengamen,
pengemis, kuli panggul, pencopet, pedagang narkoba; atau
menjadi pembantu rumah tangga, kawin di usia dini atau menjadi
pelacur muda. Ini adalah kenyataan hidup yang harus dihadapi.
C. Pelayanan Rehabilitasi Sosial Bagi Remaja
Pelayanan rehabilitasi sosial remaja adalah proses/bantuan
pertolongan yang dilakukan secara terarah, terencana dan
sistematis kepada remaja yang menjamin dirinya berkemampuan
melaksanakan fungsi sosialnya secara memadai atas dasar
profesionalisme. Pelayanan tersebut mencakup bimbingan sosial,
psikososial, mental, fisik dan bimbingan keterampilan yang
dilaksanakan dalam waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan
dan masalah. Remaja dalam hal ini diartikan sebagai warga
Negara Indonesia laki-laki dan perempuan yang berusia antara
15 s/d 18 tahun karena faktor tertentu mengalami putus sekolah
SD, SLTP, SLTA dan terlantar. Anak Terlantar, adalah anak yang
berusia antara 15 s/d dibawah 18 tahun yang karena beberapa
kemungkinan seperti kondisi miskin/tidak mampu, salah seorang
dari orangtuanya/wali pengampu sakit, salah seorang/kedua
orangtuanya/wali pengampu atau pengasuh meninggal, keluarga
tidak harmonis, tidak ada pengampu/pengasuh, sehingga tidak
dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar, baik secara
jasmani, rohani maupun sosial.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
92
Kementerian Sosial mempunyai peran cukup strategis dalam
upaya pemberdayaan remaja ini dengan memfungsikan lembaga
pelayanan sosial yang sudah ada. Permasalahannya adalah
apakah Kementerian Sosial telah memiliki segala perangkat yang
diperlukan untuk pemberdayaan remaja dengan segala aspeknya,
baik dari sisi kesiapan SDM, sarana dan prasarana serta program
pengembangannya. Salah satu program pelayanan sosial yang
dikembangkan oleh Kementerian Sosial untuk membantu remaja
yang mengalami putus sekolah adalah melalui Panti Sosial Bina
Remaja (PSBR).
Didalam pelayanannya Panti Sosial Bina Remaja (PSBR)
memberikan pelayanan bimbingan fisik, mental, sosial dan
keterampilan terutama bagi remaja putus sekolah terlantar. Secara
profesional, upaya ini diharapkan menghasilkan anak binaan yang
memiliki kemampuan dan kemandirian serta berkembang secara
wajar dalam masyarakat dan terhindar dari berbagai kemungkinan
timbulnya masalah sosial baru, sehingga mereka dapat turut
berpartisipasi aktif dalam pembangunan.
D. Pengalaman Mengikuti Seleksi PSBR Naibonat
Sebelum para remaja yang terseleksi memperoleh bimbingan
di panti ini, PSBR Naibonat melakukan serangkaian kegiatan dalam
merekrut calon binaan. Kegiatan ini sekaligus sebagai sosialisasi
program atau penyebarluasan informasi umum tentang PSBR
kepada masyarakat dan instansi terkait. Untuk memperoleh calon
binaan sesuai dengan kriteria, tentunya amat sulit bila dilakukan
oleh Dinas Sosial Kabupaten sendiri. Karenanya lembaga ini
berkoordinasi dengan kelurahan/desa untuk mencari calon
binaan. Bagi calon binaanpun memang ada prosedur yang harus
dilakukan sebelum masuk PSBR, diantaranya harus melengkapi
persyaratan administratif dan direkomendasikan oleh kelurahan/
desa, yang utama adalah persyaratan ketidakmampuan keluarga
dalam memberikan pendidikan lanjutan bagi putra-putrinya.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
93
Masih banyak penduduk miskin di wilayah provinsi NTT ini yang
tidak mampu menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih
tinggi. Desa Naibonat sendiri yang berpenduduk sejumlah 9.649
jiwa (4.990 laki-laki dan 4.659 perempuan) dengan luas wilayah
22,47 km, memiliki rumahtangga miskin cukup banyak yaitu ada
sejumlah 1.101 rumahtangga miskin. Sebenarnya, anak-anak
bukannya tak mau bersekolah lebih tinggi. Namun, lebih karena
keadaan orangtua mereka yang sebagian besar buruh perkebunan/
pertanian itu tak cukup membiayai sekolah. Hal ini juga diakui
oleh sebagian besar anak binaan PSBR Naibonat. Pada akhirnya
mereka mencari alternatif usaha untuk menambah pengetahuan
sebagai bekal terjun ke masyarakat.
Penerimaan calon binaan di PSBR Naibonat harus melalui
beberapa prosedur dan lolos seleksi dengan berbagai
persyaratan. Menurut para eks binaan yang sempat dikunjungi
peneliti, mengatakan mereka diinformasikan dari kelurahan
bahwa PSBR Naibonat meminta beberapa anak untuk bisa
mengikuti kegiatan panti. Untuk mengikuti bimbingan tersebut,
mereka harus melengkapi beberapa persyaratan administratif,
diantaranya surat tidak mampu dari kelurahan, surat keterangan
dari orangtua, surat kesehatan, rekomendasi dari Dinas Sosial
kabupaten dilengkapi dengan ijasah, dan surat permandian atau
akte kelahiran.
Hal ini diakui oleh salah seorang pekerja sosial dari Dinas
Sosial Kota Soe, yang mendampingi peneliti ketika berkunjung ke
eks binaan. Dia mengatakan bahwa memang sebelum perekrutan
calon binaan, PSBR telah melakukan kegiatan: pengiriman surat
kepada Dinas Sosial kabupaten sekaligus sosialisasi dan informasi
tentang pelayanan sosial panti, panti juga memberikan leaflet dan
pemasangan spanduk penerimaan calon binaan. Kemudian setelah
calon binaan dari desa terseleksi di Dinas Sosial Kabupaten, panti
sekali lagi mengidentifikasi calon penerima pelayanan ini apakah
telah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. Baru setelah itu,
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
94
baik Dinas Sosial maupun panti melakukan pemberian motivasi
kepada calon penerima pelayanan dan masyarakat dimana calon
binaan bertempat tinggal.
Satu tahun dua kali dilakukan pengiriman calon binaan ke
PSBR, yaitu bulan Januari mengantar anak-anak calon binaan
dan bulan Juni selesai dibina. Kemudian pada bulan Juli mengirim
kembali anak-anak untuk angkatan kedua dan berakhir di bulan
Desember di tahun yang sama.
Memang PSBR Naibonat mempunyai jangkauan hingga
seluruh wilayah Indonesia Timur, tetapi dalam kenyataannya
anggaran untuk merekrut seluruh wilayah tersebut tidak cukup
memadai. Untuk wilayah sekitar provinsi NTT pun dengan jumlah
22 kabupaten tidak cukup terjangkau.
Pengalaman Nur dari Kota Soe, ketika awal masuk panti
memang memerlukan upaya tidak mudah. Ia masuk ke panti
pada bulan Januari hingga Juni tahun 2009 dan selesai mengikuti
bimbingan keterampilan, diberi Toolkit sebagai modal bekerja di
masyarakat.
Begitu mendengar informasi dari kantor Dinas Sosial, dia
langsung melengkapi persyaratan yang diminta. Memang tidak
mudah karena usianya ketika itu 25 tahun, seharusnya ini
sudah tidak masuk seleksi. Waktu itu keinginannya sangat kuat
untuk memperoleh keterampilan menjahit. Dia tertarik dengan
pendidikan yang diberikan PSBR dan keinginan membuka usaha
menjahit, menguatkan niat untuk mendaftar ke kantor kelurahan.
Sementara pada waktu itu keluarganya tidak mampu membiayai
kursus tambahan. Agar diterima dan lolos seleksi, ia menggunakan
ijazah SMP, meskipun waktu itu dia sudah menamatkan SMA-nya.
Beberapa prosedur diikutinya, dari tahapan administratif
dengan mengisi form dan memenuhi beberapa surat keterangan
yang diminta, hingga wawancara. Akhirnya setelah menyelesaikan
semua prosedur yang diminta, dan berkat keinginan yang kuat
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
95
untuk memperoleh pendidikan tambahan secara gratis, Nur
diterima sebagai binaan PSBR tahun 2009. Ia diharuskan
tinggal diasrama selama 6 bulan. Keterampilan yang diterima
adalah menjahit, sebagai bimbingan keterampilan yang utama.
Sedangkan bimbingan tambahannya adalah memasak (tataboga),
bimbingan mental, olahraga. Ada jadwal untuk setiap kegiatan.
Nur menganggap kegiatan-kegiatan yang diberikan oleh panti
sangat bermanfaat karena bisa digunakan untuk bekal membuka
usaha menjahit. Di panti ia diberi motivasi untuk bekerja.
Banyak ilmu yang ia terima, sehingga begitu keluar dari
panti, dimana sebelumnya tidak bisa menjahit, kini menjadi bisa
membuka usaha menjahit sendiri. Setelah keluar dari panti, ia
sempat magang dengan orang yang bisa menjahit. Kegiatan ini
tidak terkait dengan panti. Ia bekerja dengan orang yang masih
ada hubungan keluarga, yang berada di sekitar tempat tinggalnya
di Soe. Selama magang di tempat itu, ia tidak digaji hanya diberi
makan setiap hari. Yang ada dalam benaknya ketika itu adalah
ia mampu membuka usaha jahit sendiri kelak. Kegiatan magang
ini dianggap sebagai pembekalan bagi usahanya yang memang
sudah menjadi cita-citanya sebelum masuk panti. Ia sempat
mengikuti magang selama 8 bulan. Setelah itu, ketika ia merasa
sudah cukup mampu untuk mandiri, ia mencoba untuk membuka
usaha sendiri. Usianya ketika itu 25 tahun. Sudah keluar dari SMA.
Memang menurut petugas Dinas Sosial, setelah calon binaan
melengkapi persyaratan yang diminta, semua surat keterangan
dan rekomendasi dari Dinas Sosial Kabupaten dikirim ke PSBR
Naibonat untuk diseleksi. Kriteria umur yang harus dipenuhi
yaitu dari 12 tahun hingga 20 tahun. Tetapi sewaktu Nur masuk,
dia sudah berusia 25 tahun. Ini dianggap pengecualian karena
ada motivasi kuat untuk memperoleh pelatihan yang diberikan
panti. Dia mempunyai kemauan untuk mengembangkan dirinya.
Agak berbeda jika yang diterima adalah anak-anak yang sama
sekali tidak memiliki kemauan untuk berkembang. Salah seorang
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
96
petugas Dinas Sosial Kota Soe, yang mendampingi peneliti
ketika berkunjung ke eks binaan, mengatakan, dari pengalaman
mengurus dan menseleksi calon-calon binaan PSBR, mereka
yang tidak memiliki kemauan untuk belajar, pasti tidak bisa
menyelesaikan masa pendidikannya di asrama. Biasanya baru
seminggu di panti (masa orientasi), dia sudah minta kembali ke
keluarganya atau bahkan ada yang melarikan diri. Oleh karena
itu agak sulit mencari calon binaan yang benar-benar memiliki
kemauan untuk mengembangkan dirinya.
E. Visi Dan Misi PSBR Naibonat
Panti Sosial Bina Remaja mempunyai tugas memberikan
bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat,
promotif dalam bentuk bimbingan pengetahuan dasar, pendidikan,
fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan, resosialisasi
bimbingan lanjut bagi anak terlantar, putus sekolah agar mampu
mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat
serta pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rujukan.
(Kepmensos RI No 106/HUK/2009Pasal 22). Panti Sosial Bina
Remaja Naibonat (PSBR) adalah salah satu unit pelaksanaan teknis
(UPT) di lingkungan Kementerian Sosial RI, yang secara fungsional
bertugas memberikan bimbingan pelayanan danrehabilitasi sosial
terhadap anak terlantar putus sekolah yang berada di wilayah
Indonesia bagian Timur yang meliputi Propinsi Nusa Tenggara
Timur (NTT), NTB, Bali, Maluku dan Irianjaya/Papua.
UPT Bina Remaja Naibonat didirikan tahun 1979 dengan
nama Panti Penyantunan Anak (PPA) dan secara resmi beroperasi
pada tahun 1980. Pada tahun 1988 PPA diganti menjadi Sasana
Penyantunan Anak (SPA) sesuai surat keputusan Menteri Sosial RI.
No. 6/HUK/1988. Kemudian pada 23 April 1994 SPA berubah nama
menjadi UPT Bina Remaja Naibonat Kupang, sesuai surat keputusan
Menteri Sosial RI No. 4/HUK/1994, tentang perubahan UPT/Panti/
Sasana di lingkungan Departemen Sosial RI. UPT Bina Remaja (PSBR)
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
97
Naibonat Kupang diklasifikasikan sebagai panti tipe C.
Pada tahun 2000 ketika Departemen Sosial RI berubah
menjadi Badan Kesejahteraan Sosial Nasional (BKSN) kepemilikan
UPT Bina Remaja (PSBR) juga beralih kepemilikan menjadi milik
BKSN sekaligus menjadi Panti Percontohan. Perkembangan
selanjutnya, tahun 2003 sesuai Kepmensos RI No. 59/HUK/2003
tentang Organisasi dan tata kerja UPT Bina Remaja di lingkungan
Departemen Sosial maka PSBR Naibonat diklasifikasi menjadi
Panti tipe B eselon III/b dan sejak 2009 berdasarkan Kepmensos
RI No. 106/HUK/2009 berubah menjadi eselon III hingga kini.
Sesuai visinya PSBR Naibonat Kupang bercita-cita
mewujudkan citra dan kreatifitas berkarya bagi remaja menuju
kemandirian dan kesetaraan. Sementara itu beberapa misi yang
diemban, yaitu menciptakan lingkungan panti yang ASRI (Aman,
Sehat, Ramah, Indah dan Religius); menjalin relasi yang baik
dengan seluruh sistem sumber dan potensi bagi pemberdayaan
remaja; meningkatkan kualitas pelayanan dan rehabilitasi sosial
remaja putus sekolah terlantar; meningkatkan profesionalisme,
etos kerja dan moral pelayanan yang mengakar pada profesi
pekerjaan sosial; menjadikan Panti Sosial Bina Remaja (PSBR)
Naibonat sebagai solusi handal dalam program pengentasan
masalah remaja putus sekolah terlantar.
F. Sarana Prasarana PSBR Naibonat
PSBR Naibonat memiliki luas area sekitar 7 ha yang dilengkapi
dengan sarana dan prasarana fisik yang berasal dari sumber dana
operasional APBN, yaitu terdiri dari 1 unit gedung kantor, 1 unit
gedung konsultasi, 1 unit gedung lab komputer, 1 unit gedung
showroom, 14 unit asrama, 3 unit gedung keterampilan (otomotif/
bengkel, menjahit, pertukangan), 1 unit gedung/ ruang kelas,
gedung Aula, 1 unit gedung wisma tamu, poliklinik, sarana ibadah,
dapur umum dan ruang makan, rumah negara yang diperuntukan
sebagai rumah dinas, 1 unit gudang dan pos jaga.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
98
Tampaknya dari hasil pengamatan sebagian besar kondisi sarana
dan prasarana yang dimiliki panti masih relatif terawat dan layak pakai.
Hanya saja untuk beberapa peralatan keterampilan pada jurusan
keterampilan tertentu seperti montir, menjahit dan tata rias terlihat
alat-alat praktiknya usang atau tidak sesuai dengan perkembangan
saat ini, diantaranya untuk praktik sepeda motor yang masih
menggunakan buatan tahun lama. Hal ini dibenarkan oleh instruktur
sendiri bahwa sebagian sarana praktek seperti sepeda motor masih
menggunakan tahun lama.
Kondisi sarana dan prasarana tersebut ditopang oleh minimnya
dana operasional PSBR yang bersumber dari APBN melalui Direktorat
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI. Pada
prakteknya, dana tersebut dialokasikan untuk semua pos-pos
belanja pegawai, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana
panti, administrasi perkantoran dan pengadaan ATK, kegiatan
sosialisasi dan seleksi, pelayanan dan bimbingan termasuk kegiatan
keterampilan binaan, hingga biaya makan dan pakaian anak. Karena
itu dana tersebut tidak mencukupi untuk kebutuhan revitalisasi alat-
alat praktik untuk jenis keterampilan tertentu yang membutuhkan up-
dating sesuai perkembangan zaman.
G. Pelaksanaan Pelayanan Di PSBR Naibonat
Proses pelayanan dalam panti, diawali dengan pengisian form
oleh calon binaan saat pendaftaran masuk, dan registrasi pencatatan
calon binaan. Form ini berisi identitas, latar belakang keluarga, kondisi
sosial ekonomi keluarga, tujuan masuk panti, jurusan keterampilan
yang dipilih dan data-data lainnya. Selain pengisian form, calon binaan
juga menyerahkan kelengkapan persyaratan administrasi seperti KTP,
ijazah dan kelengkapan persyaratan lainnya. Berdasarkan form yang
telah diisi, pekerja sosial atau petugas panti melakukan wawancara
untuk memastikan kebenaran data dan informasi yang ditulis, dan
sekaligus memperhatikan kondisi fisik calon binaannya.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
99
Hasil seleksi seluruh calon binaan dibahas dalam pertemuan
panitia seleksi untuk menentukan calon binaan definitif. Dasar
pertimbangan yang digunakan dalam menentukan calon binaan
bisa diterima sebagai anak asuh/calon binaan di PSBR Naibonat
adalah :
1. Tingkat pendidikan calon binaan
2. Usia calon binaan
3. Kelengkapan administrasi calon binaan
4. Minat dan bakat calon binaan
5. Jurusan yang dipilih calon binaan yang disesuaikan dengan
kuota yang ada
Sebenarnya jangkauan layanan panti ini sampai ke seluruh
wilayah Indonesia Timur, tetapi karena anggaran tidak mencukupi
akhirnya hanya mampu melakukan jangkauan hingga pulau-pulau
di wilayah NTT saja, diantaranya pulau Sumba. Seluruh wilayah
jangkauan ada 22 kabupaten.
Menurut Kasie Rehsos: Kita sudah minta kepada kementerian
menambah alokasi anggaran untuk memberi pelayanan kepada anak-
anak dari wilayah timur. Anggaran yang ada sekarang ini hanya cukup
untuk menjangkau 75 anak (sejak th 1999) itu hanya anak-anak dari
NTT saja. Dan kami juga sudah lama meminta agar bisa menerima jumlah
penerima manfaat lebih dari 75 anak dalam setiap angkatan, tapitidak
pernah bisa terealisir. Memang anggaran sudah menggunakan standar
biaya khusus (SBK), jadi penghitungan jumlah penerima manfaat dan
jangkauan wilayah sudah dapat diprediksi sejak penyusunan anggaran di
awal tahun anggaran. Kapasitas daya tampung panti, termasuk tenaga
pengajar sebenarnya sudah siap untuk menerima layanan sejumlah 100
anak. Luas pantinya sendiri ada sekitar 7 ha, jadi tidak masalah dengan
sarana yang telah ada.
Kegiatan asesmen menghasilkan identifikasi sejumlah
permasalahan calon binaan yang nantinya digunakan sebagai
bahan masukan dalam proses pelayanan. Selain itu hasil asesmen
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
100
juga digunakan sebagai bahan pertimbangan menentukan jenis
keterampilan dan penempatan binaan dalam asrama. Penentuan
jenis keterampilan diharapkan sesuai dengan bakat dan minat
anak, sepanjang kuota masih memungkinkan. Sedangkan
penempatan binaan dalam asrama diatur sedemikian rupa agar
tidak terjadi penumpukan anak yang berasal dari satu daerah
atau satu etnis yang sama.
Sesuai dengan tujuannya, PSBR Naibonat menerima binaan
dengan kriteria remaja putus sekolah terlantar dengan batasan
usia sekitar 15 hingga 18 tahun dan menerima rujukan dari
lembaga lain, dalam arti dari panti asuhan anak, rumah singgah,
lapas anak, RPSA dan sebagainya. Kriteria lainnya yang juga
penting adalah anak tersebut berasal dari keluarga kurang mampu
secara ekonomi; mampu latih dan mampu didik (bukan tuna)
serta tidak cacat.
Untuk angkatan I kegiatan dimulai pada tanggal 1 Januari dan
berlangsung hingga tanggal 30 Juni. Angkatan II dimulai tanggal 1
juli hingga tanggal 30 Desember. Setiap angkatan jumlah binaan
ada 75 orang. Untuk bulan Desember, masa akhir kegiatan,
kadang-kadang juga tidak pas waktunya. Melihat situasi dan
kondisi, pernah juga tanggal 27 Desember harus diakhiri, karena
ketika anak-anak angkatan pertama belum keluar, sudah masuk
angkatan berikutnya.
Hasil asesmen anak disimpan dalam file dan diserahkan
kepada pekerja sosial atau petugas panti sebagai bahan dasar
untuk perencanaan pelayanan. Sesuai dengan hasil asesmen ini,
pekerja sosial bersama struktural menyusun rencana pelayanan
selama 6 bulan ke depan yang meliputi jenis kegiatan, jadwal
kegiatan dan petugas yang melaksanakan kegiatan. Jenis kegiatan
yang disusun meliputi: pelaksanaan orientasi, pelaksanaan
bimbingan sosial, kegiatan ekstra kurikuler, pemagangan dan
pasca pelayanan. Perencanaan pelayanan ini disusun oleh seksi
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
101
Rehabilitasi Sosial PSBR Naibonat, sedangkan pelaksanaan
kegiatan melibatkan tenaga dari dalam dan luar panti.
Masa orientasi merupakan tahap pengenalan program,
kegiatan, petugas dan lingkungan panti kepada calon binaan.
Kegiatan ini diisi dengan ceramah-ceramah dari kepala panti,
kepala seksi/Sub bag TU, instruktur dan pekerja sosial yang ada
di panti. Dalam masa orientasi ini juga diisi dengan pembinaan
fisik dan disiplin oleh Kepolisian Sektor Kupang, ceramah tentang
kesehatan dari Rumah sakit/Puskesmas Kecamatan dan Badan
Narkotika Provinsi NTT. Kegiatan ini bertujuan agar binaan
mengenal petugas dan program panti sekaligus untuk melatih
kedisiplinan binaan. Kegiatan orientasi ini dilakukan selama
seminggu sebelum kegiatan formal dilaksanakan.
Pada masa orientasi ini, seringkali terjadi binaan ingin kembali
ke rumah atau bahkan ada yang secara diam-diam kembali ke
daerah asalnya. Kejadian ini cukup menyulitkan bagi panti, karena
panti sudah diserahkan tanggungjawab membina anak-anak
mereka oleh keluarga dan Dinas Sosial kabupaten yang mengirim
mereka. Kalau sampai terjadi sesuatu hal terhadap diri binaan,
panti sulit mempertanggung-jawabkannya. Beberapa kasus, anak
yang melarikan diri tersebut berhasil dikembalikan ke panti dan
ada juga yang diinformasikan sudah sampai ke daerah asalnya.
Untuk menggantikan posisi binaan yang melarikan diri tersebut,
panti harus mencari binaan pengganti. Hal ini bisa diperoleh
dari dinas sosial kabupaten yang sama dengan asal binaan atau
apabila panti kesulitan mencari binaan apalagi waktu pemberian
kegiatan sudah mendesak, sebagai gantinya dicari binaan yang
tinggal di sekitar panti, tentunya dengan memenuhi kriteria/
persyaratan yang sudah ditentukan.
Seusai masa orientasi, binaan menjalani masa bimbingan
setiap hari dari pagi jam 8.00 sampai denganjam 13.00.Dari pagi
mereka melaksanakan kegiatan fisik diantaranya senam pagi,
olah raga dan gotong royong.Kegiatan olah raga antara lain volly
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
102
ball, futsal, sepak takraw, tenis meja dan bulu tangkis.Kegiatan ini
dibimbing oleh petugas dari dalam dan luar panti dengan tujuan
membentuk fisik binaan menjadi sehat dan bugar.
Bimbingan keterampilan dilaksanakan setiap hari Senin
sampai dengan Jumat dari jam 09.00 - 12.45 (3,75 jam). Jenis
keterampilan yang diberikan dibedakan atas dua jenis keterampilan.
Keterampilan pokok, meliputi: menjahit, pertukangan kayu/
Pelatihan Komputer & Pelatihan keterampilan mebeleir juga dilakukan perkelompok untuk setiap
satuan kegiatan.
Pelatihan Otomotif yang dilakukan secara kelompok untuk setiap satuan pekerjaan.
Pelatihan menjahit diikuti oleh siswa perempuan.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
103
mebeleir, dan otomotif. Sedangkan keterampilan penunjang,
meliputi: pertukangan batu, las listrik dan las karbit, tata rias dan
tata boga, pertanian, elektro dan ukir. Bimbingan keterampilan
dilakukan dalam bentuk teori di kelas dan praktek. Kegiatan ini
diakhiri dengan magang kerja yang disebut Praktek Belajar Kerja
(PBK) selama 1 bulan menjelang akhir pelayanan di perusahaan/
usaha pribadi.
Terkait dengan lamanya waktu pembinaan di PSBR Naibonat,
Kepala seksi rehsos memberikan tanggapan:
Kami pernah mengajukan usulan agar masa pembinaan diperpanjang
menjadi 1 tahun jangan hanya 6 bulan, dengan dasar pemikiran
bahwa apabila 1 tahun diberikan pembinaan, dianggap sudah cukup
menguasai teknik keterampilan yang diberikan. Daya serap penerimaan
materi pada anak-anak, berbeda satu sama lain. Anak-anak yang dari
desa yang jauh dari kota, 6 bulan adalah waktu yang sangat singkat.
Pelatihan yang penuh yang bisa diberikan hanya 4 bulan sementara
waktu lainnya dihabiskan untuk kegiatan/bimbingan sosial. Tetapi
usulan itu tidak pernah dipenuhi. Mental anak-anak belum siap ketika
keluar panti dibekali dengan toolkit (harus mengelola toolkit sendiri)
pada akhirnya toolkit yang diberikan tidak bisa digunakan karena
pada dasarnya mereka belum siap dilepas. Apalagi ketika di panti,
mereka melakukan kegiatan bersama-sama dengan teman-temannya
(per kelompok), tetapi ketika keluar mereka harus bekerja sendirian.
Selain bimbingan keterampilan, para binaan diberikan juga bimbingan
mental spiritual keagamaan yang dilaksanakan setiap hari oleh petugas
dari dalam dan luar panti.Juga ada bimbingan etika dan budi pekerti.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk membentuk sikap mental yang kuat,
berperilaku baik sesuai dengan norma dan memberikan pemahaman
yang komprehensif menyangkut konsepsi agama yang diharapkan bisa
dijadikan pedoman binaan dalam kehidupan sehari-hari.
Ada satu kegiatan yang dilakukan setiap tahun, yaitu
outbond di alam terbuka. Tidak seperti tahun-tahun lalu, tahun
ini outbond dilaksanakan di luar kabupaten. Di tengah cuaca
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
104
yang dingin dan berkabut di sekitar bulan mei, PSBR Naibonat
melaksanakan kegiatan Outbond. Tempat pelaksanaan yang
biasanya di dalam kabupaten/kota Kupang kali ini dilaksanakan
di kabupaten TTS, kabupaten yang terkenal akan cuaca dinginnya
tepatnya di kota Soe yang berjarak sekitar 120 Km dari PSBR
Naibonat. Kegiatan ini dirangkaikan dengan beberapa kegiatan
di antaranya: pertandingan persahabatan Unit Layanan Sepak
Bola dengan Tim Sepak bola junior kabupaten TTS, pertandingan
persahabatan Voli tim Regular putra dan putri PSBR Naibonat
dengan tim Voli putra dan putri SMKN 2 Kota Soe dan kegiatan
pentas seni rakyat. Tujuan kegiatan ini bukan hanya mencari
kemenangan dalam pertandingan tapi lebih untuk mempererat
kebersamaan dan persahabatan antara PSBR Naibonat dengan
masyarakat sekitar khususnya anak dan remaja di kabupaten TTS
selain itu untuk menambah kepercayaan diri penerima manfaat
dengan pertandingan persahabatan dan tampil di depan ratusan
masyarakat dalam kegiatan pentas seni rakyat.
Bimbingan sosial diberikan dalam bentuk ceramah,
bimbingan individu dan bimbingan kelompok. Sedangkan materi
bimbingan meliputi: pendidikan pancasila, kewirausahaan, etika
sosial, kepemimpinan, kesehatan bagi remaja, bimbingan hidup
bermasyarakat dan dinamika kelompok. Kegiatan ini biasanya
dilakukan pada sore hari, setelah istirahat siang. Sedangkan
pelaksana bimbingan sosial adalah pekerja sosial fungsional dan
petugas panti lainnya.
Perilaku binaan terus diamati oleh petugas yang mendampingi
mereka selama mengikuti kegiatan. Apakah binaan serius atau
tidak dalam mengikuti kegiatan; atau ada/tidak keingintahuan
untuk belajar; atau hanya asal ikut kegiatan saja. Terlihat dari
bagaimana mereka bekerjasama dengan teman-teman dalam
kelompoknya. Di sini bisa diartikan tujuan keberfungsian sosial
tercapai atau tidak. Hal inipun bisa dilihat dalam kehidupan di
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
105
asrama. Ketika kembali ke masyarakat dan anak itu bisa berubah
dari kondisi sebelum dibina berarti keberfungsian sosial tercapai.
Pengamatan didalam panti dilakukan oleh petugas panti,
pendamping, pengasuh asrama, pendamping keterampilan,
instruktur, piketnya. Juga kepala seksi rehsosnya. Sementara
pekerja sosial setelah bimbingan keterampilan, dia membina
anak-anak setelah usai kegiatan. Sedangkan sore dan malam
hari tugas diambil alih oleh pengasuh dan petugas Piket pagi
dan malam. Pagi harinya ketika masuk kelas diserahkan kepada
pendamping dan instruktur.
Untuk menunjang proses kinerja pelayanan dan bimbingan,
PSBR Naibonat memiliki sejumlah pegawai yang mempunyai
kompetensi dan keahlian di bidangnya masing-masing, dengan
susunan pegawai sebagai berikut:
No Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah
1. SD 2 2 4
2. SLTP - - -
3. SMU 5 2 7
4. Diploma 2 5 7
5. Strata 1 17 8 25
6. Strata 2 3 - 3
Sumber: Profil UPT Bina Remaja Naibonat, 2011
Dari data tersebut terlihat bahwa tenaga yang paling banyak
di panti ini berada pada tingkat pendidikan S1. Terkait dengan
program rehabilitasi, staf seksi rehabilitasi sosial ada 9 orang.
Mereka bertugas jaga piket bergantian satu hari 1 orang. Mereka
juga bertugas sekaligus sebagai pendamping binaan. Instruktur
dari luar, biasanya diambil dari perusahaan-perusahaan yang
terkait dengan jenis keterampilan yang diberikan. Pengasuh juga
bisa menjadi piket bila saat bertugas. Ironisnya, tenaga pekerja
sosial yang ada di panti ini hanya ada 1 orang. Menurut petugas
di sana, sulit mengajukan usulan jabatan fungsional pekerja sosial
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
106
di sana. Ada 2 orang staf di sana yang sudah mengusulkan untuk
menjadi fungsional pekerja sosial sejak dua tahun lalu, tetapi
hingga saat ini belum disetujui usulannya. Mereka mengatakan
apabila tidak disetujui usulannya, maka mereka akan mengajukan
jabatan fungsional lain, apakah itu sebagai fungsional perencana,
atau sebagai peneliti.
Ekstrakurikuler merupakan kegiatan tambahan yang bertujuan
menggali potensi bakat dan minat binaan dalam berbagai bidang
sesuai dengan sarana dan prasarana yang dimiliki panti. Sesuai
dengan ketersediaan fasilitas PSBR Naibonat, kegiatan yang
dilaksanakan meliputi: Bidang kesenian seperti band, rebana,
organ tunggal, seni tari dan vokal, serta komputer. Kegiatan
ini dilakukan 2 kali dalam seminggu. Setelah selesai mengikuti
pelatihan keterampilan, yang merupakan tugas dan fungsinya
seksi rehabilitasi sosial, data anak dan sekaligus pembinaannya
diserahkan kepada seksi Program dan Advokasi Sosial (PAS). Ini
menjadi tahap pasca pelayanan (terminasi dan bimbingan lanjut)
yang merupakan akhir pelayanan selama berada di panti.Kegiatan-
kegiatannya meliputi: bimbingan hidup bermasyarakat, evaluasi
semua materi bimbingan sosial dan keterampilan, penutupan
kegiatan secara resmi, pemberian toolkit, pemulangan binaan ke
daerah asal, dan bimbingan lanjut.
Kami berharap remaja yang telah mengikuti pelatihan bisa tuntas
dan menguasai betul keterampilan. Sehingga, kelak setelah lulus,
selain bisa bekerja secara mandiri, juga bisa menularkan ilmunya
kepada teman-teman lain di desanya atau tempat asalnya, khususnya
bagi remaja yang belum memiliki pekerjaan. Harapannya bisa turut
mengurangi angka pengangguran, kata Kepala Seksi Rehabilitasi
Sosial PSBR Naibonat.
H. Pemahaman Bimbingan Lanjut Oleh PSBR Naibonat
Kegiatan akhir dari pelayanan binaan di panti berupa
kegiatan evaluasi dalam bentuk ujian teori dan praktek sesuai
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
107
jenis keterampilan yang diikuti. Setelah itu, dengan berakhirnya
masa pembinaan dilakukan acara penutupan secara resmi yang
penyelenggaraannya diadakan di aula panti. Acara tersebut
dihadiri oleh kepala dan seluruh staf PSBR serta seluruh binaan.
Dalam kegiatan ini juga diserahkan toolkit yang diharapkan dapat
dimanfaatkan sebagai modal awal bagi eks binaan dalam membuka
usaha. Selang setahun keluar dari panti, pihak panti melakukan
bimbingan lanjut kepada eks binaan. Kegiatan ini dilaksanakan
dalam upaya memantau perkembangan binaan setelah dalam
jangka waktu tertentu kembali ke keluarga/masyarakat.
Pembinaan/bimbingan lanjut sebenarnya dapat diberikan
dalam berbagai macam bentuk, tergantung pada kebutuhan
masing-masing eks binaannya dan merupakan bagian yang
integral dalam rangkaian proses pelayanan sosial, serta tidak
dapat dianggap sebagai modalitas treatment yang berdiri sendiri.
Hal ini berkaitan dengan pemahaman umum bahwa setelah
binaan menjalani program rehabilitasi primer di panti rehabilitasi,
mereka masih memerlukan perawatan atau bimbingan lanjutan
agar proses reintegrasi ke masyarakat dapat berlangsung lancar.
Pada kenyataannya treatment tidak berhenti di dalam panti
rehabilitasi melainkan terus berlanjut sampai binaan kembali ke
masyarakat, mampu mengembangkan gaya hidup yang sehat
dan menjadi manusia yang produktif (BNN,2008). Namun dalam
kenyataannya, dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran bahwa
bimbingan lanjut dipahami sebagai monitoring dan evaluasi, juga
dimaksudkan sebagai upaya memberi motivasi kepada aparat
desa dan sekaligus melaporkan hasil pelayanan panti ke Dinas
Sosial Kabupaten/Kota terkait. Hal ini sebagai bukti jangan sampai
kabupaten/kota mengirim anak yang tidak ada manfaatnya,
sehingga hasil pelayanan tidak dapat terlihat. Diharapkan Dinas
Sosial Kabupaten sekaligus ikut memantau calon binaan yang
dikirimnya ke panti.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
108
Sementara menurut Woodside dan McClam (2003),
keberlanjutan pelayanan memiliki dua pengertian, yaitu 1).
keberlanjutan berarti bahwa pelayanan yang diberikan pada
klien tidak terputus dari tahap awal sampai terminasi dan
keberlanjutannya; dan 2). keberlanjutan pelayanan berarti
penyediaan layanan secara komprehensif. Didalamnya termasuk
intervensi dengan dukungan dari lingkungan, memelihara
hubungan dengan keluarga klien dan pihak-pihak lain dan jejaring
sosial yang menghubungkan dengan pelayanan-pelayanan yang
ada. Jadi sifatnya lebih menyeluruh dengan melibatkan unsur-
unsur terkait yang berada di lingkungan keberadaan eks binaan.
PSBR Naibonat dalam melaksanakan bimbingan lanjut memang
sudah menggunakan pedoman dan instrumen wawancara, namun
lebih ditujukan kepada Dinas Sosial dimana binaan berasal untuk
menilai eks binaan.
Menurut Kepala Seksi PAS:
Sebenarnya instrumen yang digunakan itu adalah instrumen
monitoring evaluasi, yang padahal di tahun inipula juga ada kegiatan
monitoring evaluasi selain bimbingan lanjut. Seharusnya monitoring
evaluasi dulu dilakukan, baru melakukan bimbingan lanjut untuk lebih
memantapkan program pengembangan usaha eks binaan. Kegiatan
ini sekaligus juga untuk mengetahui apakah metode pelayanan yang
diberikan panti sudah sesuai dengan kebutuhan, termasuk jumlah jam
pelayanan yang diberikan kepada binaan.
Menurutnya, memang bimbingan lanjut yang dilakukan
selama ini sifatnya masih monitoring.
Menjadi beban yang cukup berat bagi PSBR, dengan pemberian
pelatihan selama 6 bulan tapi dituntut hasil yang optimal dengan
harapan binaan langsung bisa membuka usaha sendiri.
Seperti dikatakan oleh Dinas Sosial Kota Soe:
apakah PSBR bisa memberikan bimbingan keterampilan lanjutan
karena dari informasi yang diperoleh dari eks binaan, keterampilan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
109
yang diberikan selama 6 bulan masih dianggap kurang memadai bagi
mereka untuk langsung memiliki/buka usaha.
Memang hal ini juga diakui oleh Kepala Seksi Rehsos:
Anak-anak yang pernah dibina di sini umumnya kurang kritis atau
kurang motivasi sehingga kegiatan yang diperoleh di panti tidak bisa
dikembangkan di lingkungan tempat tinggal mereka. Tidak ada usaha
untuk bekerja mencari penghasilan.
Bimbingan lanjut untuk tahun ini dilakukan pada tanggal 5-14
Maret 2012 yang ditujukan kepada eks binaan angkatan kedua
tahun 2010 dan angkatan pertama 2011. Kegiatan ini dilaksanakan
selama seminggu atau tergantung jauh atau dekatnya lokasi yang
dikunjungi. Ada pembedaan program untuk kedua angkatan
tersebut. Eks binaan angkatan kedua tahun 2010 mendapatkan
program pengembangan usaha, tapi untuk eks binaan angkatan
pertama tahun 2011 tidak ada lagi program pengembangan
usahanya. Hal ini terkait dengan sistem anggaran yang berlaku
pada tahun 2011 yang lalu, dimana ada pengefektifan pemanfaatan
anggaran.
Untuk tahun 2012 kegiatan bimbingan lanjut dilakukan di 12
kabupaten (dari 11 kabupaten untuk tahun 2010 dan 12 kabupaten
untuk tahun 2011). Lokasi ini dipilih dari kabupaten yang sama
untuk dua tahun angkatan, namun berbeda eks binaannya. Hal ini
juga disesuaikan dengan besarnya alokasi anggaran yang tersedia
untuk program bimbingan lanjut tersebut. Lokasi yang terpilih
adalah kabupaten Manggarai Timur, Manggarai Barat, Manggarai,
Ende, Sikka, Ngada, Lembata, Sumba Timur, Belu, Timor Tengah
Utara, kabupaten Kupang dan Kota Kupang. Jumlah petugas yang
melaksanakan bimbingan lanjut ini sebanyak 12 orang, terdiri dari
pegawai TU, pegawai pada seksi rehabilitasi sosial dan seksi PAS
serta dikoordinir oleh seksi PAS .
Tampaknya perjalanan untuk melaksanakan bimbingan lanjut
ini cukup menyulitkan bagi petugas panti, sebab umumnya
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
110
tempat tinggal binaan berada di daerah yang sulit dijangkau oleh
alat transportasi. Apalagi ditambah dengan tidak ditemukannya
eks binaan di alamat tersebut. Tidak semua eks binaan bekerja
dan menetap di tempat asal. Diantaranya sudah ada yang bekerja
di salon di Bali, Surabaya, atau ada juga yang merantau ke luar
kota.
Tidak semua laporan bimbingan lanjut yang disusun oleh
petugas, bisa diperoleh peneliti. Namun dari beberapa informasi
yang diperoleh, hasil yang dicapai adalah sebagai berikut: 1). Pihak
aparat desa umumnya mendukung kegiatan eks binaan, terutama
pembentukan kelompok usaha bersama; 2). Sertifikat otomotif
yang diperoleh dari hasil pembinaan di panti dapat digunakan
untuk memperoleh pekerjaan di perusahaan sebagai mekanik dan
sebagai nakhoda pada kapal pesiar; 3). Keterampilan otomotif
dapat digunakan untuk membuka bengkel motor dan tukang
ojeg; 4). Untuk binaan wanita yang mendapatkan keterampilan
menjahit, secara berkelompok membuka usaha jahit dan bordir;
5). Untuk binaan yang memperoleh keterampilan pertukangan/
mebeleir, bekerja pada perusahaan mebel yang cukup maju.
Eks binaan yang kebetulan bertempat tinggal berdekatan,
dapat memanfaatkan toolkit yang diberikan untuk membuka
usaha bersama. Pemberian toolkit disesuaikan dengan perekrutan
binaan diawal dan diberikan secara berkelompok. Biasanya
setiap kabupaten diambil beberapa anak, misalnya ada
anak yang memilih keterampilan perbengkelan dan ada yang
menjahit, tentunya dibedakan antara angkatan 2010 dan 2011
meskipun berada di kabupaten yang sama. Kelompok laki-laki
dengan usahamembuka bengkel dan anak-anak wanita dengan
usaha menjahit. Satu kelompok biasanya terdiri dari 3-4 anak.
Tampaknya dari beberapa kasus kelompok perbengkelan, yang
sempat didatangi oleh peneliti, tidak semua anggota kelompok
bekerja di bengkel pada waktu bersamaan. Ada yang mempunyai
pekerjaan lain dan siangnya melanjutkan kerja di bengkel.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
111
Begitupun dengan kelompok menjahit. Tidak semua anggota
kelompok bisa bergabung dalam satu tempat kerja. Pekerjaan
bisa dibagi untuk penyelesaiannya dan ada yang bekerja secara
bersama.
Ada beberapa catatan petugas, terkait dengan temuan hasil
bimbingan lanjut tersebut, yaitu: 1). Lokasi geografis yang sulit
dengan jarak tempat tinggal yang berjauhan, menyebabkan eks
binaan susah untuk bergabung dalam kelompok usaha bersama;
2). Kelompok usaha otomotif tidak dapat bertahan lama atau
bubar karena toolkit yang diberi berupa kunci-kunci tidak dapat
digunakan (drat/baut longgar); 3). Tidak ada modal untuk membeli
peralatan yang baru; 4). Kepercayaan masyarakat terhadap hasil
usaha eks binaan, masih kurang sehingga tidak ada konsumen;
5). Eks binaan menjahit, kurang percaya diri untuk membuka
usahanya sendiri.
Upaya yang dilakukan oleh petugas ketika melakukan bimbingan
lanjut adalah memberikan motivasi kepada eks binaan untuk
lebih percaya diri dalam melaksanakan pekerjaannya, dan untuk
eks binaan yang dianggap mampu untuk melanjutkan usahanya
dengan membentuk kelompok, disarankan untuk mengajukan
proposal bantuan permodalan yang ditujukan kepada Dinas
Sosial Nakertrans yang ada di wilayahnya. Selanjutnya petugas
panti melakukan koordinasi dengan Dinas Sosial di kabupaten
yang bersangkutan atas temuan lapangan dan menyarankan agar
proposal eks binaan PSBR Naibonat mendapat perhatian.
Kasus - Perkembangan Usaha Eks Klien:
Nur diberi bantuan (toolkit) ketika keluar dari panti berupa 1
buah mesin jahit yang ditaruh ditempat sekarang dia membuka
usaha. Sebenarnya bantuan itu diberikan untuk digunakan
bersama teman-teman kelompok dari desa yang sama. Ada
5 orang yang bergabung dengan Nur, tetapi hingga saat ini
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
112
Penghasilan dari
menjahit tidak
bisa dia hitung
karena langsung
terpakai untuk
kebutuhan hidup
sehar i - har i nya.
Untuk sewa ruang
dia harus membayar sebesar Rp. 135.000,- setiap bulan. Juga
digunakan untuk transport, dan makan sehari-hari selama ia
berada di kios jahit.
Kendala selama pelatihan di PSBR: banyak siswa yang dibina
di panti sehingga instruktur tidak bisa membagi perhatian
kepada individu-individu siswa, sementara itu waktu
pelatihannya juga singkat. Pada akhirnya dia hanya bisa
menerima kondisi apa adanya. Sewaktu Nur masih di panti,
dalam satu kelas menjahit ada sejumlah 30 siswa (laki-laki
dan perempuan).
Usaha jahit dan mesin jahit yang diberikan dari program
pengembangan usaha.
mereka tidak pernah datang dan mesin jahit digunakan oleh
Nur untuk melanjutkan usahanya. Hingga sekarang usaha
Nur semakin berkembang. Dia mampu menyewa ruang di
pasar, memberikan kursus menjahit kepada masyarakat yang
dilakukan di ruang usahanya itu. Untuk pengembangan usaha,
setiap eks siswa diminta untuk membuat proposal untuk
mengajukan bantuan sesuai dengan kebutuhan. Pada tanggal
5 mei 2012 Nur memperoleh bantuan lagi dari PSBR Naibonat
berupa mesin bordir. Ini diberikan karena melihat usahanya
berhasil dan Nur masih tetap melakukan hubungan baik
dengan PSBR hingga saat ini. Ia juga masih sering dikunjungi
oleh pihak panti maupun Dinas Sosial untuk monitoring
usahanya.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
113
I. Penutup
1. Kesimpulan
a. Generasi muda tampaknya semakin melihat pentingnya
pendidikan bagi masa depan mereka, sehingga meskipun
kondisi orangtua tidak memungkinkan mereka untuk
memberi peluang melanjutkan pendidikan secara formal,
ada upaya meningkatkan peluang bagi PSBR Naibonat
untuk memberi alternatif pendidikan yang tidak hanya
bisa dilakukan melalui bangku sekolah. Pendidikan non
formal melalui bimbingan keterampilan, mental dan
sosial dianggap mampu membekali mereka untuk terjun
ke masyarakat bersaing dalam dunia usaha. Namun
sayangnya, program yang sangat bagus hanya dilakukan
dalam kurun waktu yang relatif singkat dengan anggaran
yang terbatas. Membina manusia kreatif dan dapat
bersaing dalam dunia kerja tidak cukup hanya dalam
waktu 6 bulan. Apalagi jika dalam waktu terbatas tersebut,
harus terbagi lagi dengan berbagai kegiatan yang sifatnya
penanaman mental spiritual, ditambah lagi dengan jumlah
binaan yang terlalu besar untuk pengajaran di setiap
satuan kegiatan.
b. Jenis-jenis pelayanan yang diberikan dengan fasilitas
sarana prasarana diupayakan seoptimal mungkin oleh
pihak panti, tentunya juga dengan memikirkan kebutuhan
dan budaya lokal para binaannya. Hal ini terlihat dari
pemberian toolkit yang berkelompok dan sesuai dengan
yang dibutuhkan binaan dan kondisi tempat tinggal.
Hanya sayangnya lagi, faktor geografis tidak pernah
menjadi bagian pertimbangan sistem anggaran yang ada,
menyamaratakan alokasi anggaran untuk seluruh wilayah
nusantara tanpa memikirkan kesulitan jangkauan dan
kemudahan transportasinya.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
114
c. Pemahaman terhadap bimbingan lanjut yang seharusnya
sebagai mata rantai pembinaan yang tidak terputus,
menjadi terpisah dan dianggap selesai pelayanan.
Bimbingan lanjut dipahami sebagai monitoring evaluasi,
sehingga instrumen yang digunakan masih bersifat
pemantauan dan itupun ditujukan kepada Dinas Sosial
Kabupaten dimana anak itu berasal. Keterbatasan
anggaran menyebabkan tidak semua eks binaan diberikan
bimbingan lanjut dan terjadi pemilahan kemudahan
jangkauan lokasi ketika melaksanakan bimbingan lanjut.
Petugas yang melakukan bimbingan lanjut itupun tidak
dipertimbangkan kapasitasnya sebagai pembimbing dan
fungsional pekerja sosial, tetapi lebih bersifat pemerataan
untuk semua struktur yang ada di panti.
2. Rekomendasi
a. Pelayanan berbasis masyarakat (communty-based services)
merupakan mekanisme yang memberikan peluang
bagi setiap orang untuk memperkaya pengetahuan
dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup.
Paradigma pelayanan berbasis masyarakat ini dipicu oleh
demokratisasi dalam segala dimensi kehidupan manusia,
termasuk di bidang penyelenggaraan kesejahteraan
sosial. Mau tak mau kesejahteraan sosial masyarakat
harus dikelola secara desentralisasi dengan memberikan
tempat seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat.
Sebagai implikasinya, peningkatan kesejahteraan sosial
masyarakat menjadi usaha kolaboratif yang melibatkan
partisipasi masyarakat di dalamnya. Ada kerjasama
warga untuk memikirkan anak-anak putus sekolah di
lingkungannya dengan pemerintah. Sebagai sebuah
kerja sama, maka masyarakat diasumsi mempunyai
aspirasi yang harus diakomodasi dalam perencanaan dan
pelaksanaan suatu program layanan.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
115
b. Seharusnya sebelum dilakukan bimbingan lanjut, diadakan
dahulu monitoring evaluasi baru kemudian dilakukan
bimbingan lanjut. Ini untuk mengetahui berhasil atau
tidaknya pelayanan yang telah diberikan. Apakah mereka
bisa buka usaha atau tidak. Disinilah kemudian dilakukan
binjut atau bimbingan pemantapan kepada mereka
yang telah berhasil menerapkan ilmu/keterampilan yang
telah diperolehnya di panti. Setelah itu ada bantuan
usaha ekonomis produktif atau dapat dikatakan sebagai
pengembangan usaha.
c. Lamanya dilakukan bimbingan lanjut, seharusnya juga
menjadi pertimbangan. Apakah setahun setelah proses
layanan bisa langsung dibinjut atau 6 bulan. Sehingga
pada masa itu petugas binjut masih bisa bertemu dengan
eks binaan dan melihat perkembangan mereka.
d. Pengembangan usaha diperlukan ketika binjut sudah
dilaksanakan.
e. Bimbingan lanjut untuk PSBR Naibonat dalam
kenyataannya harus memiliki pedoman baku yang
dibedakan dengan penyandang masalah kesejahteraan
sosial lainnya, karena terkait dengan masa depan remaja
kita bahkan masa depan bangsa. Di dalam pedoman
tersebut dicantumkan beberapa hal, yaitu:
1) Terkait dengan kriteria binaan (hal ini sebagai
ketegasan kriteria proses penerimaan binaan panti),
termasuk usia diterima sebagai binaan secara tegas.
Tidak meloloskan anak yang usianya sudah tidak
remaja lagi meskipun punya keinginan kuat untuk
pengembangan dirinya.
2) Ada ketegasan koordinasi panti dengan instansi
terkait termasuk Dinas Sosial Kabupaten/Kota
dengan batasan kewenangannya. Koordinasi dimulai
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
116
sejak tahap perencanaan hingga bimbingan lanjut
dan terminasi. Bila diperlukan dibuat semacam
kesepakatan atau Surat Keterangan Bersama
pelaksanaan kegiatan, apalagi bila bisa menerapkan
pelayanan berbasis masyarakat (community-based
services), hal ini sangat diperlukan.
3) Langkah-langkah pelaksanaan bimbingan lanjut, dan
pihak-pihak yang dilibatkan dalam pelaksanaan ini
serta pembagian peran/tugas secara tegas, sehingga
tidak terjadi tumpang tindih kegiatan.
4) Pelaksanaan bimbingan lanjut mengikuti prosedur
kerja dalam panti dan penanganannya untuk
menjamin kepastian terlayaninya para pengguna
pelayanansecara baik.
5) Ada indikator keberhasilan eks binaan sehingga dia
perlu memperoleh bantuan pengembang usaha.
6) Ada ketegasan waktu dilaksanakannya bimbingan
lanjut.
7) Perencanaan anggaran untuk program bimbingan
lanjut perlu disesuaikan dengan jumlah binaan binaan
dan menjangkau hingga ke lokasi eks binaan.
8) Instrumen bimbingan lanjut harus tersedia dan baku
(ada standar).
9) Pelaporan bimbingan lanjut didokumentasikan yang
sewaktu-waktu bisa digunakan untuk program layanan
berikutnya.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
117
Bagian 5
STUDI TENTANG PEMBINAAN LANJUT (AFTER CARE
SERVICES) DI PANTI SOSIAL BINA DAKSA (PSBD)
Nurdin Widodo
Hemat Sitepu
A. Pendahuluan
Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) merupakan unit pelaksana
teknis yang mempunyai kedudukan sebagai lembaga yang
melaksanakan kegiatan operasional di bidang rehabilitasi sosial
orang dengan kecacatan untuk mempersiapkan mereka agar
memiliki berbagai keterampilan dan kesiapan mental, fisik, sosial
yang dibutuhkan bagi kepentingan hidupnya secara wajar sebagai
warga Negara dan sebagai anggota masyarakat. Pelayanan
dan rehabilitasi sosial ini memadukan unsur-unsur pemulihan,
pembinaan dan pengembangan secara tuntas melalui pelayanan
akomodasi, bimbingan dan pelatihan, kesehatan dan terapi
penunjang lainnya sehingga penyandang disabilitas tubuh dapat
melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat.
Panti Sosial dalam UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial, disebut sebagai Lembaga Kesejahteraan
Sosial (LKS) yakni organisasi sosial atau perkumpulan sosial
yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang
dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun
yang tidak berbadan hukum. Menurut Harry Hikmat (dalam
http://isearch.babylon.com/ Analisis Kebijakan pengembangan
panti sosial, Harry Hikmat), tugas dan tanggungjawab panti
sosial mencakup empat kategori, meliputi: (1) Bertugas untuk
mencegah timbulnya permasalahan sosial penyandang masalah
dengan melakukan deteksi dan pencegahan sedini mungkin ; (2)
Bertugas melakukan rehabilitasi sosial untuk memulihkan rasa
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
118
percaya diri, dan tanggungjawab terhadap diri dan keluarganya;
dan meningkatkan kemampuan kerja fisik dan keterampilan yang
dibutuhkan untuk mendukung kemandiriannya di masyarakat;(3)
Bertugas untuk mengembalikan PMKS ke masyarakat melalui
penyiapan sosial, penyiapan masyarakat agar mengerti dan mau
menerima kehadiran kembali mereka, dan membantu penyaluran
mereka ke pelbagai sektor kerja dan usaha produktif ; dan (4)
Bertugas melakukan pengembangan individu dan keluarga,
seperti mendorong peningkatan taraf kesejahteraan pribadinya;
meningkatkan rasa tanggungjawab sosial untuk berpartisipasi
aktif di tengah masyarakat; mendorong partisipasi masyarakat
untuk menciptakan iklim yang mendukung pemulihan; dan
memfasilitas dukungan psiko-sosial dari keluarganya. Sedangkan
fungsi utamanya, antara lain sebagai: tempat penyebaran layanan;
pengembangan kesempatan kerja; pusat informasi kesejahteraan
sosial; tempat rujukan bagi pelayanan rehabilitasi dari lembaga
rehabilitasi tempat di bawahnya (dalam sistem rujukan/referral
system) dan tempat pelatihan keterampilan.
Panti Sosial sebagai lembaga pelayanan kesejahteraan sosial,
dalam melaksanakan kegiatannya terikat dengan prinsip-prinsip
penyelenggaraan Panti Sosial dalam praktek pekerjaan sosial,
sebagaimana Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor
50/HUK/2004), yaitu : (1) Mengacu kepada rambu-rambu hukum
yang berlaku ; (2) Memberikan kesempatan yang sama kepada
mereka yang membutuhkan untuk mendapatkan pelayanan
; (3) Menghargai dan memberi perhatian kepada setiap klien
dalam kapasitas sebagai individu sekaligus juga sebagai anggota
masyarakat ; (4) Menyelenggarakan fungsi pelayanan kesejahteraan
sosial yang bersifat pencegahan, perlindungan, pelayanan
dan rehabilitasi serta pengem-bangan; (5) Menyelenggarakan
pelayanan kesejahteraan sosial yang dilaksanakan secara terpadu
antara profesi pekerjaan sosial dengan profesi lainnya yang
berkesinambungan ; (6) Menyediakan pelayanan kesejah-teraan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
119
sosial berdasarkan kebutuhan klien guna meningkatkan fungsi
sosialnya ; (7) Memberikan kesem-patan kepada klien untuk
berpartisipasi secara aktif dalam usaha-usaha pertolongan yang
diberikan ; (8) Memper-tanggungjawabkan pelaksanaan pelayanan
kesejahteraan sosial kepada pemerintah atau masyarakat.
Proses rehabilitasi sosial di Panti Sosial dilaksanakan
berdasarkan profesi pekerjaan sosial. Menurut Siporin (1975)
yang dikutip oleh Fahrudin (2002) dan Sukoco (1997), ada lima
tahap pelayanan sosial, yaitu: (1) engagement, intake dan contract, (2)
asesmen, (3) perencanaan, (4) intervensi, (5) evaluasi dan terminasi.
Berdasarkan Kepmenpan Nomor : Kep/03/M.PAN/1/2004
tentang Jabatan Fungsional Pekerja Sosial dan angka Kreditnya
diuraikan bahwa pelayanan sosial di dalam panti dilakukan
melalui proses: (1) Pendekatan awal, (2) Asesmen, (3) Perencanaan
intervensi, (4) Intervensi, (5) Evaluasi dan terminasi, (6) Bimbingan
lanjut. Sedangkan tahapan (proses) pelaksanaan Rehabilitasi
sosial Orang Dengan Kecacatan Tubuh Dalam Panti sesuai
pedoman (2010) meliputi: (1) pendekatan awal; (2) penerimaan;
(3) penelaahan dan pengungkapan masalah; (4) Rencana
penempatan dalam program; (5) bimbingan fisik, mental, sosial
dan keterampilan; (6) resosialisasi; dan (7) pembinaan lanjut.
Pembinaan lanjut merupakan proses akhir yang dilakukan
setelah klien kembali ke keluarga/masyarakat. Pembinaan lanjut ini
cukup penting sebagai usaha untuk melihat perkembangan klien
pasca rehabilitasi sosial. Pembinaan lanjut ini dilakukan dengan
cara melakukan kunjungan rumah (home visit) atau kunjungan ke
tempat kerja dan sekaligus memberikan bantuan pengembangan
usaha/ bimbingan peningkatan keterampilan eks klien.
Berdasarkan prinsip-prinsip pekerjaan sosial, maka bimbingan
lanjut dianggap perlu untuk dilakukan. Adapun tahapan dari
bimbingan lanjut adalah sebagai berikut:
1. Menyusun rancangan kegiatan bimbingan dan pembinaan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
120
lanjut terhadap eks penerima program pelayanan
kesejahteraan sosial.
2. Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut
terhadap eks penerima program pelayanan kesejahteraan
sosial melalui bimbingan dan penyuluhan sosial.
3. Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut
terhadap eks penerima program pelayanan kesejahteraan
sosial melalui bimbingan dan pendampingan secara individual.
4. Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut
terhadap eks penerima program pelayanan kesejahteraan
sosial melalui koordinasi dengan pihak terkait.
5. Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut
terhadap eks penerima program pelayanan kesejahteraan
sosial dengan menggali dan mengaitkan dengan sistem
sumber yang tersedia.
6. Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut
terhadap eks penerima program pelayanan kesejahteraan
sosial dengan menggali dan mengaitkan dengan memberikan
bantuan pengembangan usaha.
7. Memantau perkembangan eks penerima program pelayanan
kesejahteraan sosial dalam masyarakat.
8. Mengidetifikasi hambatan pelaksanaan kegiatan bimbingan
dan pembinaan lanjut terhadap eks penerima program
pelayanan kesejahteraan sosial.
9. Memberikan supervisi dalam pelaksanaan bimbingan dan
pembinaan lanjut terhadap pekerja sosial di bawahnya.
Pedoman yang dikeluarkan oleh Direktorat Rehabilitasi Sosial
Orang Dengan Kecacatan (RSODK) menjelaskan akan tugas dan
fungsi PSBD dalam melakukan pembinaan lanjut. Sementara
ini dijumpai permasalahan pelaksanaan pembinaan lanjut di
berbagai panti sosial, antara lain:
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
121
1. Pembinaan lanjut dipahami hanya sekedar kegiatan
monitoring, yang dilakukan dengan mengunjungi eks klien
baik ke keluarganya maupun ke tempat kerja.
2. Mobilitas eks klien panti sosial cukup tinggi, tempat tinggal
eks klien sering berpindah-pindah hingga ke luar daerah
sehingga menyulitkan petugas panti sosial dalam melakukan
pembinaan lanjut
3. Jangkauan pelayanan panti sosial yang cukup luas, tidak
sebanding dengan kondisi SDM dan anggaran yang ada.
4. Belum berfungsinya lembaga pengirim untuk melaksanakan
pembinaan lanjut pasca pelayanan panti sosial.
Studi tentang pembinaan lanjut (After Care Services) di Panti
Sosial Bina Daksa dimaksudkan untuk memperoleh gambaran
faktual tentang:
1. Proses rehabilitasi sosial yang dilakukan oleh PSBD
2. Kebijakan, program dan kegiatan PSBD dalam pembinaan
lanjut
3. Pemahaman petugas panti sosial terhadap pembinaan lanjut,
dan pelaksanaan pembinaan lanjut yang dilakukan oleh
petugas panti sosial
4. Hasil yang dicapai dari kegiatan pembinaan lanjut. (termasuk
peran keluarga eks klien, masyarakat, dan jejaring kerja/stake
holder)
Hasil studi diharapkan sebagai bahan pertimbangan
Kementerian Sosial dalam merumuskan kebijakan terhadap
peningkatan pelayanan sosial PSBD terkait dengan kegiatan
pembinaan lanjut.Studi ini menggunakan metode evaluasi dalam
pendekatan kualitatif. Lokasi terpilih adalah di PSBD Budi perkasa
Palembang dan PSBD Wirajaya Makassar. Informan studi meliputi
kepala PSBD, seksi-seksi/sub Bag Tata Usaha, pekerja sosial
fungsional dan instruktur. Untuk memperoleh gambaran kondisi
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
122
eks klien dari hasil pembinaan lanjut, ini akan dilakukan studi
terhadap 5 eks klien di setiap PSBD. Kasus-kasus yang menjadi
fokus penelitian ini pada rancangan awalnya dipilih berdasarkan
kriteria sebagai berikut:
1. Eks klien yang telah memperoleh pelayanan/rehabilitasi sosial
di panti sosial antara tahun 2009-2010
2. Lokasi tempat tinggal eks klien terdapat di 2 lokasi yang
berbeda (kabupaten atau kota
3. Sumber data tentang kondisi eks klien diperoleh dari eks
klien dan/atau keluarganya, pekerja sosial panti sosial, tokoh
masyarakat dan unit lainnya yang berperan dalam pembinaan
eks klien.
Dalam pelaksanannya, pemilihan informan eks klien
mengalami berbagai kendala, antara lain:
1. Meskipun informan eks klien ditentukan di 2 kota/kabupaten
ternyata mereka tersebar di pelosok desa yang tidak terjangkau
oleh kendaraan roda 4 atau roda 2
2. Masa rehabilitasi sosial di PSBD 2 tahun, sehingga hanya 20%
yang dinyatakan selesai, yang penyebarannya hingga di luar
provinsi.
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara
mendalam, focus group discussion, observasi dan studi
dokumentasi terhadap berbagai dokumen terkait dengan studi.
B. Gambaran Umum Panti Sosial
1. Kelembagaan
Pendirian PSBD didasarkan Keputusan Menteri Sosial RI
nomor 106/HUK/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti
Sosial di lingkungan Departemen Sosial, dan merupakan
Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kamenterian Sosial
yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
123
kepada Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial,
dan secara fungsional dibina oleh Direktur Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat (sekarang Rehabilitasi
Sosial Orang Dengan Kecacatan/RSODK).
PSBD mempunyai tugas memberikan bimbingan, pelayanan
dan rehabilitasi sosial yang bersifat kuratif, rehabilitative,
promotif dalam bentuk bimbingan pengetahuan dasar
pendidikan, fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan,
resosialisasi, bimbingan lanjut bagi para penyandang
cacat tubuh agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam
kehidupan bermasyarakat serta pengkajian dan penyiapan
standar pelayanan, pemberian informasi dan rujukan (pasal 2
Kepmensos nomor 106/HUK/2009).
PSBD dipimpin oleh seorang kepala dengan dibantu oleh
Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Program dan
Advokasi Sosial, Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial dan kelompok
jabatan fungsional serta koordinator Instalasi Produksi.
2. Sumber Daya Manusia
Jumlah tenaga PSBD Budi Perkasa Palembang 75 orang
sedangkan PSBD Wirajaya 69 orang, dengan tingkat pendidikan
sbb:
Tabel 10. Jumlah Tenaga Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No.
Tingkat
Pendidikan
PSBD Budi
Perkasa
PSBD Wirajaya Jumlah
1. SD 4 orang 5 orang 9 orang
2. SLTP 3 orang 2 orang 5 orang
3. SLTA 28 orang 10 orang 38 orang
4. D3/Sarjana Muda 3 orang 11 orang 14 orang
5. S1 16 orang 35 orang 51 orang
6. S2 2 orang 3 orang 5 orang
Jumlah 56 orang 69 orang 122 orang
Sumber: PSBD Budi Perkasa dan PSBD Wirajaya, 2012
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
124
Selain memiliki pegawai tetap (PNS), PSBD Budi Perkasa
juga memiliki 21 orang tenaga honor/kontrak yang meliputi
tenaga instruktur keterampilan, operator computer, sopir,
pramubakti, satpam dan juru masak. Sedangkan PSBD
Wirajaya juga memiliki 25 orang tenaga honor dan kontrak
meliputi: dokter umum, dokter orthopedic, instruktur, sopir,
satpam, petugas dapur dan kebersihan.
Pekerja sosial merupakan unsur pokok yang harus dimiliki
oleh setiap lembaga kesejahteraan sosial yang memberikan
pelayanan langsung kepada klien. Data PSBD Budi Perkasa
Palembang menunjukkan jumlah pekerja sosial sebanyak
8 orang, sedangkan di PSBD Wirajaya terdapat terdapat 15
orang pekerja sosial, 3 orang diantaranya akan memasuki
masa pensiun sehingga yang aktif tinggal 12 orang dengan
tingkat pendidikan yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 11. Jumlah Pekerja Sosial Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Tingkat Pendidikan PSBD Budi Perkasa PSBD Wirajaya Jumlah
1. SLTA 3 orang 3 orang 6 orang
2. D3/Sarmud - 1 orang 1 orang
3. S1 3 orang 8 orang 11 orang
4. S2 2 orang - 2 orang
Jumlah 8 orang 12 orang 20 orang
Sumber: PSBD Budi Perkasa dan PSBD Wirajaya
Pekerja sosial di kedua PSBD ini terbanyak adalah golongan
III dan IV. Mereka terpaksa melaksanakan pekerjaan sebagai
pekerja sosial pelaksana, mengakibatkan mengalami kesulitan
saat membuat laporan. Sebagian besar pekerja sosial di PSBD
Wirajaya juga diperbantukan di seksi PAS, seksi Rehabilitasi
sosial, Tata Usaha dan instruktur keterampilan
3. Sarana dan Prasarana
PSBD Budi Perkasa dan PSBD Wirajaya mempunyai lahan yang
cukup luas dan sarana prasarana yang cukup lengkap. Luas
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
125
tanah PSBD Budi Perkasa Pelembang 47.230 m
2
, sedangkan
fasilitas/bangunan meliputi bangunan kantor, gedung/ruang:
keterampilan, ruang teori, asesmen, instalasi produksi, pekerja
sosial, bengkel prothese, asrama putera dan puteri, wisma
tamu, koperasi, ruang data, studio music, dapur umum, dapur
umum dan pos satpam. Selain itu terdapat 2 unit kendaraan
roda 6, 6 unit kendaraan roda 4 dan 5 unit kendaraan roda
2, sedangkan sarana air bersih diperoleh dari PDAM dan 19
buah sumur gali.
Sarana dan prasarana yang dimiliki PSBD Wirajaya meliputi
sarana jalan, sarana bangunan (kantor, bengkel, aula,
keterampilan, olah raga, poliklinik, perpustakaan, wisma tamu,
asrama, poliklinik, masjid, workshop, dapur/ruang makan dan
pos satpam), sarana mobilitas (kendaraan roda 4 dan 2) dan
sarana kegiatan pelayanan.
Kondisi bangunan relatif cukup baik, namun sarana dan bahan
keterampilan pada umumnya masih menggunakan manual
dan produk lama, seperti keterampilan otomotif/montir yang
masih menggunakan motor lama dan menggunakan peralatan
manual, yang kurang sesuai dengan kondisi pasar.
4. Sumber Dana
Alokasi dana untuk terlaksaanya program pelayanan dan
rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan di PSBD berasal
dari APBN Kementerian Sosial yang teralokasikan didalam
DIPA setiap tahunnya. Secara umum anggaran ini terdiri dari
a. SBK (Satuan Biaya Khusus) yakni anggaran pelayanan
langsung sejak klien masuk panti hingga terminasi
b. Non SBK meliputi anggaran untuk pendekatan awal,
monitoring dan evaluasi, sosialisasi, pameran dan
kegiatan perencanaan
c. Belanja modal yakni anggaran untuk pembelian aset dan
biaya renovasi
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
126
d. Belanja mengikat yang digunakan untuk belanja pegawai
dan pemeliharaan rutin kantor
Kebijakan pemerintah tentang pemotongan tahun 2012
sebesar 10% berpengaruh pada kegiatan operasional panti
yang harus disesuaikan dengan skala prioritas.
Bila dilihat dari total anggaran, persentase anggaran untuk
kegiatan proses rehabilitasi sosial di PSBD Wirajaya di tahun
2011 dan 2012 sebesar + 33 %, sedangkan persentase
anggaran untuk pembinaan lanjut hanya sebesar 0,04% (tahun
2011) dan 0,05 % (tahun 2012) dari total anggaran proses
rehabilitasi sosial. Anggaran pembinaan lanjut yang tidak
sampai 1 % mengakibatkan kegiatan ini hanya bisa dilakukan
oleh 3 orang petugas dengan jangkauan wilayah terbatas.
5. Kondisi klien
Wilayah kerja PSBD Budi Perkasa Palembang meliputi provinsi
Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Lampung,
Kepulauan Riau dan Bangka Belitung. Daya tampung klien
sebanyak 120 orang dan masa pelayanan 1 s.d. 2 tahun yang
disesuaikan dengan kemampuan klien.
Sedangkan kapasitas tampung PSBD Wirajaya maksimum 210
orang. Klien berasal dari kawasan timur Indonesia meliputi:
Sulawesi, Maluku, Irian Jaya (Papua), Nusa Tenggara Tenggara
dan sebagian Kalimantan atau terdiri dari 15 provinsi, 28 kota
dan 170 kabupaten.
Masa rehabilitasi sosial klien bervariasi antara 6 bulan s.d. 2
tahun yang disesuaikan dengan tingkat pemahaman terhadap
berbagai bimbingan di PSBD. Tingkat pendidikan klien yang
sebagian besar tidak sekolah, tidak tamat SD dan tamat SD
berpengaruh pada proses rehabilitasi sosial klien di PSBD
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
127
C. Proses Rehabilitasi Sosial
1. Pendekatan Awal
Kegiatan ini meliputi konsultasi, motivasi dan seleksi calon,
dilakukan oleh PSBD dengan mendatangi instansi sosial
kabupaten/kota dalam usaha menginformasikan program
rehabilitasi sosial PSBD.
Beberapa permasalahan terkait dengan kegiatan ini antara
lain:
a. Belum semua instansi sosial memiliki data akurat tentang
penyandang disabilitas
b. Sosialisasi tentang program rehabilitasi sosial dari Instansi
sosial kepada masyarakat juga masih kurang.
c. Banyak lokasi terpencil yang tidak terjangkau oleh
kendaraan umum, biaya dan waktu mengakibatkan tidak
semua daerah terjangkau oleh kegiatan pendekatan awal.
d. Faktor budaya dan bahasa; tidak semua orang tua/
keluarga calon klien memahami bahasa Indonesia
e. Beberapa permasalahan terkait pendekatan awal ini antara
lain: ada keluarga yang menganggap proses rehabilitasi
sosial 2 tahun terlalu lama, minta modal usaha, orang
tua/keluarga tidak mengijinkan atau sebaliknya calon klien
yang tidak mau
f. Sistem administrasi keuangan cukup menjadi beban
petugas dalam melaksanakan tugasnya
2. Penerimaan
Pemanggilan calon klien yang memenuhi persyaratan melalui
Instansi sosial setempat. Registrasi merupakan kegiataan
penerimaan setelah klien diterima di PSBD. Beberapa
permasalahan terkait dengan kegiatan ini antara lain:
a. PSBD hanya menyediakan anggaran untuk biaya
pemanggilan dan pemulangan klien
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
128
b. Bila tidak memenuhi persyaratan meskipun sudah datang,
PSBD akan mengembalikan calon klien ke daerah asal
terutama yang memiliki penyakit kronis seperti kusta
yang belum dinyatakan sembuh oleh dokter dan penyakit
menular lainnya.
c. PSBD kadang-kadang mengalami kesulitan untuk
mendatangkan calon klien kurang mampu dan berasal
dari daerah-daerah terpencil. Sebagian besar Instansi
sosial setempat juga tidak mempunyai dana talangan
untuk biaya pengiriman calon klien.
d. Banyak keluarga calon klien yang harus mencari biaya dulu
untuk sampai ke PSBD. Hal ini mengakibatkan pengiriman
calon klien sering terlambat, sehingga berpengaruh pada
proses rehabilitasi sosial di PSBD
e. Sesuai dengan kapasitas daya tampung, bila jumlah klien
sudah terpenuhi ada sejumlah klien yang berstatus daftar
tunggu
3. Pengungkapan dan Pemahaman Masalah (Asesmen)
Asesmen ini dilaksanakan oleh pekerja sosial panti yang telah
menerima diklat dari JICA yang bekerjasama dengan Balai
Vokasional Cibinong. Asesmen ini meliputi: pemeriksaan
aspek fisik, mental psikologis, pengetesan daya motorik
sesuai tingkat pendidikannya, pemeriksaan dan wawancara
aspek sosial (ADL), pemeriksaan dan pengetesan aspek
vokasional. Beberapa permasalahan terkait dengan kegiatan
asesmen, antara lain
a. Hingga saat ini di setiap PSBD baru memiliki 2 asesor,
karena tidak semua pekerja sosial bisa melaksanakan
asesmen. Regenerasi masih menjadi hambatan karena
hingga saat ini belum ada program diklat, baik diklat yang
terkait dengan penyegaran petugas asesor yang sudah
ada maupun diklat calon asesor.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
129
b. Idealnya asesmen dilaksanakan selama dua bulan, namun
saat ini hanya dilakukan 2 minggu, karena alasan efisiensi.
Hal ini disikapi dengan tidak menggunakan semua alat
untuk digunakan asesmen. Sementara ada PSBD yang
menganggap waktu yang hanya 2 minggu masih kurang
efektif.
c. Idealnya asesmen dilakukan di dalam ruangan yang
nyaman, kedap suara dan waktu yang tepat, namun belum
dilakukan karena belum ada ruangan yang memenuhi
syarat. Alat-alat asesmen juga banyak yang rusak dan
belum diperbarui.
4. Rencana Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Rencana pelayanan dan Rehabilitasi sosial disesuaikan
dengan hasil asesmen. Secara umum sebagian besar klien
PSBD berasal dari keluarga ekonomi yang kurang mampu
dengan latar belakang pendidikan dan tingkat kecerdasan
terbatas, berasal dari desa-desa dan paling tinggi hanya lulus
SD. Diantara mereka ada yang sama sekali belum pernah pergi
ke kota. Klien yang belum mampu baca tulis harus mengikuti
program paket A selama 6 bulan. Sedangkan klien yang
dianggap telah mampu baca tulis bisa langsung mengikuti
program rehabilitasi sosial
5. Pelaksanaan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Pelayanan dan rehabilitasi sosial klien meliputi: pelayanan
makan, sandang dan asrama, pemeliharaan kesehatan,
bimbingan fisik, bimbingan penggunaan alat bantu, bimbingan
mental, agama, sosial dan keterampilan. Permasalahan terkait
dengan kegiatan ini antara lain
a. Teori dan praktek diberikan secara klasikal, sedangkan
materi disesuaikan dengan kemampuan klien. Tingkat
pendidikan dan masuknya klien yang berbeda-beda cukup
menyulitkan instruktur dalam memberikan materi. Kondisi
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
130
fisik (kecacatan), mental dan temperamen serta budaya/
adat kebiasaan yang dibawa dari daerah asal menjadikan
para instruktur harus sabar dan ekstra hati-hati dalam
menyampaikan materinya
b. Terbatasnya sarana dan bahan praktek, yang belum
sepenuhnya mengikuti perkembangan jaman.
c. Jumlah instruktur yang tidak sebanding dengan jumlah
klien. Menurut instruktur di dalam kelas paling tidak ada 3
kelompok yakni: anak yang baru datang, anak yang lama,
dan anak yang memerlukan bimbingan khusus.
6. Praktek Belajar Kerja (PBK),
PBK merupakan kegiatan pengembangan keterampilan
melalui magang kerja di tempat-tempat usaha yang menjadi
mitra PSBD. Melalui PBK diharapkan klien juga bersosialisasi
dengan dunia usaha, sekaligus belajar bagaimana mengelola
usaha dan melayani pelanggannya.
PSBD tidak menempatkan kegiatan PBK di perusahaan-
perusahaan besar, karena berdasarkan pengalaman, klien
hanya melaksanakan pekerjaan sebagai petugas kebersihan,
mencuci mobil dan pekerjaan lain yang tidak sesuai dengan
keterampilan yang diperoleh di PSBD. Magang di perusahaan
industri kecil/industri rumah justru lebih bermanfaat, karena
klien diberikan pembinaan yang sesuai dengan keterampilan
yang diperoleh di PSBD. Magang dilaksanakan selama 1 bulan.
Beberapa kendala dalam kegiatan PBK antara lain:
a. Waktu yang hanya 1 bulan dirasakan masih kurang.
Namun perpanjangan waktu akan mempengaruhi proses
rehabilitasi sosial.
b. Penyesuaian diri dengan lingkungan PBK perlu proses, klien
tidak langsung diberi kepercayaan untuk melaksanakan
pekerjaan yang beresiko.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
131
c. Bahan dan peralatan di perusahan/tempat usaha yang
tidak sesuai dengan yang ada di PSBD, akibatnya klien
menjadi canggung, kurang berani untuk menggunakan
alat-alat yang belum pernah dikenalnya. Ada perusahaan
yang menerima positif, selesai PBK klien langsung
dipanggil untuk bekerja di perusahaannya. Tawaran ini
belum sepenuhnya ditanggapi positif oleh klien, karena
ada klien yang ingin kembali ke kampungnya.
7. Penyaluran, Bimbingan Lanjut dan Terminasi
Kegiatan ini meliputi pemberian modal/paket kerja dan
penempatan kerja/penyaluran yakni pengembalian klien ke
daerah asal/instansi pengirim. Penempatan kerja merupakan
kegitan panti dalam usaha membantu klien memasuki
dunia kerja di perusahaan sesuai dengan keterampilan yang
diperoleh panti. Kendala yang dihadapi dalam penyaluran
klien antara lain:
a. Instansi sosial kabupaten/kota belum memfasilitasi
penyaluran kerja dan bantuan modal kerja
b. Instansi pemerintah/swasta masih belum sepenuhnya
peduli terhadap penyandang disabilitas
Bimbingan Lanjut, yang dilakukan setelah klien kembali
ke keluarga/masyarakat, sedangkan terminasi merupakan
penghentian pelayanan bila klien dinyatakan layak untuk
dihentikan pelayanan.
D. Pembinaan Lanjut
1. Kebijakan Teknis Pembinaan Lanjut
Secara umum pelaksanaan pembinaan lanjut mengacu pada
pedoman Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan Tubuh
Dalam Panti yang diterbitkan oleh Direktorat Rehabilitasi
Sosial Orang Dengan Kecacatan (RSODK) Ditjen Resos
Kementerian Sosial RI tahun 2010. Pedoman ini menjelaskan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
132
tentang tahap pembinaan lanjut yang meliputi: (1) Bimbingan
peningkatan kehidupan bermasyarakat dan berperan serta
dalam pembangunan; (2) Bantuan pengembangan usaha/
bimbingan peningkatan keterampilan; dan (3) bimbingan
pemantapan/peningkatan usaha.
Secara teknis PSBD Wirajaya juga menyusun Teknis Kegiatan
Bimbingan Lanjut. Petunjuk teknis ini mengatur tentang
sasaran, pelaksana, indikator keberhasilan dan tahap
pelaksanaan yang meliputi: pembentukan panitia, penentuan
daerah, pengajuan proposal, dana dan teknis pelaksanaan.
Petunjuk teknis ini masih sederhana karena belum memuat
pengertian tentang bimbingan lanjut, seksi yang bertanggung
jawab dalam pelaksanaan bimbingan lanjut apakah seksi PAS
atau Seksi Resos, siapa saja yang melaksanakan binjut apakah
semua pejabat struktural dan fungsional terlibat, kegiatannya/
tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh pelaksana lapangan
dan cara pelaksanannya. Meskipun demikian petunjuk teknis
ini bisa dimanfaatkan sebagai pedoman petugas dalam
melaksanakan pembinaan lanjut. Sedangkan di PSBD Budi
Perkasa Palembang tidak secara khusus membuat pedoman
sendiri, namun pelaksanaannya disesuaikan dengan anggaran
yang ada. Hal ini terlihat pada kegiatan pembinaan lanjut
yang dilaksanakan oleh PSBD Budi Perkasa Palembang tahun
2012 yang mengalami penyesuaian sebagai akibat kebijakan
pemotongan anggaran sebesar 10 %. Kegiatan pembinaan
lanjut yang direncanakan dilaksanakan di 10 lokasi terpaksa
dilakukan hanya di 6 lokasi yakni 1 lokasi di ibukota provinsi
Sumatera Selatan dan 5 kabupaten/kota lainnya di provinsi
yang sama.
2 Pemahaman tentang Pembinaaan Lanjut
Menurut pemahaman PSBD Budi Perkasa inti dari pembinaan
lanjut adalah kegiatan monitoring yang ditujukan untuk
melihat perkembangan klien pasca rehabilitasi sosial panti.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
133
Kegiatan ini dilakukan dengan cara melakukan kunjungan
rumah (home visit) dan kunjungan ke perusahaan/ tempat
kerja yang dilakukan oleh pekerja sosial, instruktur atau seksi
rehabilitasi sosial panti, melalui langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Kunjungan pertama ditujukan untuk melihat perkembangan
klien pasca rehabilitasi sosial panti. Melalui kegiatan
ini diharapkan teridentifikasinya permasalahan dan
kebutuhan eks klien
b. Kunjungan ke dua ditujukan untuk menindaklanjuti
permasalahan dan kebutuhan klien. Petugas
menghubungkan antara kebutuhan eks klien dengan
system sumber yang tersedia.
c. Kunjungan ke tiga yakni memberikan bantuan
pengembangan usaha. Instruktur berperan aktif dalam
usaha membantu eks klien mengembangkan usahanya
sesuai dengan keterampilan yang diperoleh dari panti.
d. Kunjungan ke empat yakni monitoring yang dilakukan oleh
pekerja sosial
Kegiatan ini disesuaikan dengan kondisi eks klien, Bagi eks
klien yang masih memerlukan pembinaan, idealnya pembinaan
lanjut dilakukan sebanyak 4 kali untuk setiap eks klien.
Pembinaan lanjut oleh sementara staf PSBD Wirajaya juga
dipahami dengan sebutan bimbingan lanjut. Pedoman
Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan Tubuh
Dalam Panti (2010) digunakan istilah pembinaan lanjut.
Kegiatan ini meliputi: (1) bimbingan peningkatan kehidupan
bermasyarakat dan berperan serta dalam pembangunan;
(2) bantuan pengambangan usaha/bimbingan peningkatan
keterampilan; dan (3) bimbingan pemantapan/ peningkatan
usaha. Sementara dalam Profil PSBD Wirajaya Makassar
(2011) digunakan istilah bimbingan lanjut yang meliputi
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
134
kegiatan bimbingan dan pemantapan kerja/usaha bagi klien
yang dilaksanakan setelah klien dikembalikan ke daerahnya.
Melalui kegiatan FGD (Focus Group Discussion) yang pesertanya
pejabat structural dan fungsional PSBD Wirajaya menyebut
dengan istilah bimbingan lanjut. Bimbingan lanjut ini dipahami
sebagai kegiatan monitoring untuk melihat perkembangan
eks klien, meliputi: pemberian motivasi, konsultasi tentang
proposal yang telah dibuat, mengidentifikasi permasalahan eks
klien dan menghubungkan antara kebutuhan/permasalahan
klien dengan sistem sumber.
3 Pelaksanaan Pembinaan Lanjut.
Penanggung jawab kegiatan pembinaan lanjut di PSBD adalah
Kepala seksi Rehabilitasi Sosial, yang dalam pelaksanaannya
melibatkan sebagian pekerja sosial fungsional dan instruktur.
Alat yang digunakan adalah instrument (daftar isian)
bimbingan lanjut, yang harus diisi oleh petugas/pekerja sosial.
Pelaksanaannya mengacu pada pedoman dan disesuaikan
dengan anggaran yang tersedia. Secara umum PSBD hanya
mampu melaksanakan pembinaan lanjut dengan sasaran klien
dan lokasi yang terbatas, dan tidak sebanding dengan luasnya
jangkauan wilayah kerja. PSBD Budi Perkasa menetapkan
sasaran pembinaan lanjut terhadap eks klien 5 tahun terakhir,
namun pelaksanaannya disesuaikan dengan anggaran yang
tersedia. Kebijakan pemotongan anggaran sebesar 10% di
tahun 2012 ini juga berpengaruh pada kegiatan pembinaan
lanjut, seperti di PSBD Wirajaya yang dirancang untuk 10
orang petugas, menjadi 3 orang. Sedangkan di PSBD Budi
Perkasa hanya dapat dilakukan di provinsi Sumetera Selatan
saja. Pelaksanaan pembinaan lanjut dilakukan selama 3 hari
pp, setiap petugas diberikan transport, biaya penginapan dan
uang harian.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
135
Pelaksanaan pembinaan lanjut diawali dengan identifikasi
daftar nama dan lokasi tempat tinggal eks klien yang berada
di wilayah tersebut. Sasaran pembinaan lanjut adalah semua
eks klien yang berada di wilayah tersebut. Petugas yang
melaksanakan kegiatan ini bisa juga sekaligus melaksanakan
pendekatan awal, dan terminasi.
a. Sesuai dengan anggaran yang tersedia dan kebijakan
pemotongan 10 persen berdampak pada kegiatan
pembinaan lanjut.
b. Hambatan pembinaan lanjut antara lain: tempat tinggal
klien yang cukup jauh dari transportasi umum, medan
yang cukup berat dan tempat tinggal klien yang tidak
menetap.
c. Setiap petugas yang melaksanakan pembinaan lanjut
diwajibkan membuat laporan. Melalui laporan ini dapat
diketahui perkembangan klien setelah kembali ke
keluarganya dan ada catatan yang perlu ditindaklanjuti.
Keterbatasan anggaran panti mengakibatkan belum
semua harapan dan keinginan klien bisa segera dipenuhi.
Beberapa permasalahan terkait dengan pembinaan lanjut
antara lain:
a. Kurangnya pembinaan lanjut mengakibatkan PSBD sulit
memantau perkembangan anak, sehingga tidak dapat
diketahui apakah tujuan PSBD dapat dicapai? Berapa
prosentase eks klien yang berhasil ?
b. Kondisi sosial ekonomi orang tua klien yang sebagian
besar berasal dari daerah-daerah terpencil, dan rendahnya
tingkat pendidikan sebagian besar klien berpengaruh
pada keberfungsian sosial klien di tengah-tengah keluarga
dan lingkungan masyarakat, sehingga dikhwatirkan tujuan
rehabilitasi sosial tidak tercapai
c. Tidak semua instansi sosial dapat memantau
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
136
perkembangan klien pasca rehabilitasi sosial panti, karena
keterbatasan SDM dan dana.
d. Petugas berusaha menjangkau eks klien meskipun
lokasi tempat tinggalnya cukup jauh, terpencil dan tidak
terjangkau oleh kendaraan umum atau dengan ojeg
dengan dana terbatas. Petugas sering tidak bisa bertemu
dengan eks klien karena pindah ke tempat lain yang tidak
diketahui alamatnya.
4. Hasil Pembinaan lanjut
PSBD Budi perkasa selama tahun 2010 pembinaan lanjut
hanya dapat menjangkau 66 orang di 4 provinsi, dan tahun
2011 menjangkau 37 orang klien di 5 provinsi. Hal ini tidak
sebanding dengan luasnya jangkauan wilayah kerja yang
meliputi Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu,
Lampung, Kepulauan Riau dan Bangka Belitung. Hingga tahun
2011 PSBD belum melaksanakan pembinaan lanjut eks klien
yang tinggal di Bengkulu, Lampung dan Kepulauan Riau.
Hasil pembinaan lanjut yang dilaksanakan di PSBD Wirajaya
Makassar tahun 2009 s.d. 2011 adalah sebagai berikut:
a. Tahun 2009 dilaksanakan di provinsi NTB dan Sulsel (7
kabupaten/kota), melibatkan 3 petugas, menjangkau 25
eks klien
b. Tahun 2010 dilaksanakan di provinsi NTB, Sulut dan
Gorontalo (7 kabupaten/kota), melibatkan 3 petugas,
menjangkau 35 eks klien
c. Tahun 2011 dilaksanakan di provinsi Sultra dan Sulsel (3
kabupaten), melibatkan 3 petugas, menjangkau 26 eks
klien
Sesuai indikator keberhasilan sebagaimana pedoman (2010),
hasil pembinaan lanjut berdasarkan studi kasus terhadap
eks klien PSBD Budi Perkasa Palembang dan PSBD Wirajaya
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
137
Makassar diperoleh gambaran sebagai berikut:
a. Eks klien yang berhasil membuka usaha mandiri:
1) Kasus DP; wanita, cacat folio kaki kanan sehingga harus
menggunakan tongkat, mengikuti keterampilan bordir
dan menjahit selama 1 tahun di PSBD Budi Perkasa. DP
mempunyai semangat tinggi, tidak mudah putus asa dan
pantang menyerah. Suami DP juga penyandang disabilitas
(amputasi kaki kiri) yang juga sama-sama alumni PSBD
Budi Perkasa. Setelah menikah mereka membuka usaha
penjahitan dan bordir dengan menyewa sebuah kios
sebesar Rp. 5.000.000,-/tahun. Semangat pantang
menyerah dibuktikan saat DP mengajukan proposal untuk
mendapatkan bantuan peralatan/perlengkapan penjahitan
ke Instansi Sosial setempat. Setelah dirasakan lambatnya
tanggapan instansi ini, DP mengajukan permohonan
bantuan ke Walikota Prabumulih yang kemudian memberikan
bantuan mesin over deg senilai Rp. 5.000.000,- Meskipun
penghasilannya baru Rp. 1.000.000,-/bulan, namun DP
optimis usahanya memiliki masa depan yang cukup baik
2) Kasus Srf; wanita, merupakan satu angkatan dengan DP,
dengan mengambil jurusan computer. Pendidikan SMA
menjadikan Srf cukup mudah menerima materi yang
diberikan oleh instruktur. Pasca rehabilitasi sosial Srf
merintis usaha rental computer, penjualan pulsa dan
asesoris HP serta penjualan barang kelontong bersama
suaminya (penyandang disabilitas/teman seangkatan)
yang membuka service HP. Sebagai modal awal Srf
memanfaatkan seperangkat computer yang dilengkapi
dengan printer serta sebuah disket bantuan PSBD Budi
Perkasa Palembang. Orang tua Srf sangat mendukung
kegiatan anaknya dengan menyediakan sebuah kios
sebagai tempat usahanya.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
138
b. Eks klien yang tidak kembali ke keluarga:
1) Kasus 6 anak, wanita asal Sulsel, NTB dan NTT mengikuti
keterampilan menjahit selama 2 tahun di PSBD Wirajaya.
Mereka berasal dari NTB dan NTT sempat kembali ke
daerah asal setelah mereka diberikan modal sebuah
mesin jahit. Merasa belum memperoleh pengalaman
yang cukup, mereka kembali ke Makassar dan bekerja
di Dkey Modis Makassar. Selain menerima upah,
fasilitas tempat tinggal dan makan, mereka diajarkan
keterampilan membordir dan membuat payet (motek-
motek). Perusahaan juga memberikan kesempatan untuk
mengembangkan keterampilannya sehingga kelak bisa
membuka usaha sendiri. Saat ini mereka merasa sudah
ada perubahan, yang sebelumnya merasa rendah diri,
malu, kurang percaya diri, tidak mau bergaul, menyendiri
dan tidak pernah keluar rumah, namun saat ini mereka
lebih percaya diri.
2) Kasus ES; perempuan, tamat SMA dengan jenis kecacatan
tangan kiri tidak berfungsi sejak lahir, mengikuti program
rehabilitasi sosial computer selama 1 tahun di PSBD Budi
Perkasa. Prestasinya cukup baik, dan mendapat prioritas
untuk mengikuti program lanjutan di Balai Besar Vokasional
Cibinong selama 1 tahun. Kemudian bekerja sebagai
kasir di sebuah salon di daerah Ciputat selama 2 tahun.
Selama 2 tahun bekerja, gaji sebesar Rp. 600.000,-/bulan
habis untuk biaya kontrak, makan dan kebutuhan lainnya.
Kemudiaan orang tuanya memanggil untuk kembali pulang.
Saat ini diajak temannya untuk membantu di counter HP,
dan bekerja di sebuah Salon di Kota Palembang. ES cukup
betah bekerja di salon, karena semua pegawai merupakan
penyandang disabilitas tubuh binaan Loka Bina Karya
(LBK) Dinas Sosial Kota Palembang. Ia cukup mandiri dan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
139
mempunyai kepercayaan diri yang kuat, harapannya dapat
membuka salon sendiri.
3) Kasus Ad, laki-laki usia 19 tahun, tamat SMP, cacat pada
tulang punggung sebagai akibat kecelakaan, mengikuti
keterampilan otomotif di PSBD Wirajaya Makassar 2 tahun.
Pasca rehabilitasi sosial di PSBD, Ad bekerja pada bengkel
motor milik Cina di Makassar dan hingga sudah berjalan
7 bulan dengan upah Rp. 600.000,-/bulan dan fasilitas
makan. Ad mengakui pasca rehabilitasi sosial menerima
bantuan modal kerja 1 set peralatan kerja, namun saat
ini belum dapat dimanfaatkan, karena belum mempunyai
tempat untuk usaha sendiri. Ad berharap akan peningkatan
pengetahuan/ pengalaman sambil mengumpulkan modal,
pada saatnya nanti akan kembali ke daerah asalnya untuk
membuka bengkel sendiri dengan memanfaatkan modal
kerja yang diperoleh dari PSBD
4) Kasus MA, laki-laki, mengikuti program rehabilitasi sosial
di PSBD selama 2 tahun dengan mengambil jurusan
elektronika. Sebelum memasuki kejuruan keterampilan,
MA mengikuti program kesetaraan pendidikan (setara
paket B). Hal ini dilakukan mengingat tingkat pendidikan
MA hanya SD, sehingga masih memerlukan tambahan
pengetahuan/ pendidikan untuk bisa mengikuti
keterampilan elektronika. Melalui temannya, MA bisa
bekerja di sebuah penjualan computer di Kabupaten Maros
dengan pekerjaan utamanya adalah service computer.
5) Kasus Shr, laki-laki, cacat polio sejak lahir, mengikuti
program rehabilitasi sosial di PSBD Wirajaya selama
2 tahun dengan mengambil keterampilan menjahit.
Saat ini Shr bersama-sama penyandang disabilitas
lainnya bekerja di Sandi Taylor yang pemiliknya juga
merupakan alumni PSBD Wirajaya. Shr merasa masih
banyak kekurangan terutama terkait dengan tuntutan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
140
konsumen yang menghendaki berbagai model baju
dan celana. Sandi Taylor juga memberikan kesempatan
kepada setiap anak agar bisa bekerja sesuai dengan
kemampuannya. Bila sudah merasa mampu diberi
kesempatan untuk mengembangkan usahanya di tempat
lain. Shr juga berharap dalam waktu 2 sampai 3 tahun bisa
mengumpulkan modal untuk menambah peralatan lain,
dan akan kembali ke kampungnya untuk membuka usaha
sendiri dengan memanfaatkan mesin jahit yang diberikan
panti.
6) Kasus Nsh; perempuan, mengikuti keterampilan jahit
selama 2 tahun. Nsh baru 2 bulan ini bekerja di penjahit
Marlina, bersama dengan 2 penyandang cacat lainnya.
Pemilik dan pekerjanya merupakan penyandang disabilitas
tubuh dari PSBD Wirajaya Makassar. Masih dalam proses
belajar, Nsh menerima upah sebesar Rp. 10.000,-/potong,
dan dalam sehari memperoleh upah sekuitar Rp. 50.000,-,
dan mendapat fasilitas makan dan tempat tinggal. Kondisi
demikian menambah kepercayaan diri Nsh, karena bisa ia
bisa bekerja dan menghasilkan uang. Setelah memperoleh
pengalaman/pengetahuan dan modal yang cukup, Nsh
akan kembali ke daerahnya untuk membuka usaha
penjahitan sendiri.
c. Kasus klien yang belum berhasil
1) Kasus EM, wanita, penyandang disabilitas (tidak
mempunyai telapak kaki kanan) sejak lahir, mengikuti
keterampilan menjahit di PSBD Budi Perkasa selama 1
tahun dan telah menikah. Tingkat pendidikan EM sampai
kelas IV SD dan orang tuanya bekerja sebagai buruh. Pasca
rehabilitasi sosial sifat pemalu dan rendah diri masih
cukup nampak pada EM, meskipun menurut orang tuanya
sudah jauh lebih baik dibanding sebelum masuk panti.
EM tidak memperoleh bantuan mesin jahit dari panti.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
141
Orang tuanya pun juga tidak mampu membelikan mesin
jahit. EM mendapat bantuan pinjaman mesin jahit dari
keluarganya, yang dimanfaatkan untuk menerima jahitan
dari warga sekitar. Usaha ini nampak tidak berkembang
karena disamping kondisi lingkungan, juga kemampuan
klien dalam bidang penjahitan masih terbatas. Warga
masih menganggap EM hanya mampu menambal dan
memperbaiki pakaian yang rusak, meskipun sebenarnya
klien juga mampu memotong dan menjahit pakaian
sebagaimana yang telah dipelajarinya di PSBD
2) Kasus AA, laki-laki, merupakan penyandang disabilitas
(kedua kakinya polio melitis, sebelah kanan ringan, sebelah
kiri berat), sehingga harus menggunakan dua tongkat
saat berjalan. AA mengikuti keterampilan elektronika
dan mendapatkan bantuan peralatan kerja seperti solder
dan mata, toolset, multitester, rol timah, sedotan timah
dan rak untuk tempat peralatan dari PSBD Budi Perkasa.
Menurut petugas panti, selama mengikuti kegiatan klien
tidak mempunyai prestasi menonjol. Latar belakang
pendidikan yang hanya tamat SMP dan kehidupan sehari-
harinya yang lebih banyak mengamen di jalan sebelum
masuk panti, menjadikan klien agak sulit menyesuaikan
diri dengan kehidupan panti. Saat ini AA membuka service
elektronika dengan memanfaatkan rumah milik kakaknya
sebagai bengkel kerja. Usaha ini belum sepenuhnya
berhasil karena sarana dan prasarana kerja masih terbatas
dan mayoritas konsumen berasal dari golongan ekonomi
lemah.
5. Analisis
Pada awal pelayanan di PSBD para penyandang disabilitas
tubuh yang menjadi sasaran studi mengalami kesulitan
dalam melakukan aktivitas jika dibandingkan dengan
orang yang normal karena secara fisik mereka mempunyai
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
142
kelemahan dalam tubuhnya. Kondisi ini menyebabkan mereka
mengalami rasa rendah diri, sehingga mengalami kesulitan
dalam menyesuaikan diri dengan kehidupan di panti. Namun
pasca rehabilitasi sosial kondisi yang ditemui pada saat ini
menunjukkan perilaku yang cukup signifikan dengan proses
rehabilitasi sosial yang diberikan. Perubahan ini dipengaruhi
oleh situasi dan kondisi lingkungan PSBD yang memberikan
pengaruh positif pada mereka. Perubahan dirasakan dan
diakui oleh eks klien dan keluarga antara lain lebih percaya
diri yang sebelumnya merasa rendah diri, malu, kurang
percaya diri, tidak mau bergaul, menyendiri dan tidak pernah
keluar rumah. Hal ini didukung oleh 2 orang informan keluarga
eks klien yang menyatakan adanya perubahan positif setelah
menerima program rehabilitasi sosial.
Pada aspek keterampilan, 2 orang eks klien juga telah membuka
usaha sendiri dengan mengembangkan keterampilan
yang diperoleh di PSBD. Demikian pula dengan eks klien
yang bekerja pada orang lain juga bisa mengembangkan
keterampilannya di perusahaan tempat mereka bekerja.
Mereka memperoleh upah, makan dan fasilitas tempat
tinggal. Aspek kemandirian memang belum terlihat, karena
masih menimba ilmu dan pengalaman serta pengumpualan
modal, yang nantinya akan dikembangkan ke daerah asal atau
kampung halaman. Menurut mereka dalam jangka waktu 2
3 tahun setelah memperoleh pengalaman akan membuka
usaha sendiri di daerahnya.
Pihak pengusaha juga memberikan dorongan dan motivasi
agar bisa mengembangkan usahanya di daerah asal, setelah
pengetahuan dan pengalamannya dirasakan cukup.
Perubahan positif eks klien memberikan gambaran tentang
keberhasilan PSBD dalam memberikan pelayanan dan
rehabilitasi sosial. Tumbuhnya kepercayaan dan harga diri
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
143
penyandang disabilitas merupakan modal awal menuju
kemandirian. Hal ini sesuai dengan tujuan penanganan
masalah sosial orang dengan penyandang disabilitas tubuh
di dalam panti yakni memulihkan kepercayaan dan harga
diri agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara lancar
dalam kehidupan bermasyarakat untuk menuju kemandirian.
Pulihnya kepercayaan diri ini dialami semua eks klien yang
menjadi sasaran studi, meskipun pada kasus-kasus tertentu
mereka masih sulit mengembangkan kemampuannya karena
kondisi keluarga dan lingkungannya.
Menurut Heru Sukoco (1991), keberfungsian sosial
mencakup kemampuan memenuhi kebutuhan, kemampuan
melaksanakan peranan sosial, dan kemampuan memecahkan
masalah. Keberfungsian eks klien ditunjukkan eks klien DP
yang berhasil melaksanakan fungsi sosialnya di tengah-
tengah keluarga dan masyarakat. DP bersama suaminya
mampu memenuhi kebutuhan hidupnya melalui usaha yang
dirintisnya. Bahkan DP juga menjadi ketua Himpunan Wanita
Disabilitas Indonesia (HWDI) yang dulu bernama Himpunan
Wanita Penyandang Cacat Indonesia (HWPCI) Kota Prabumulih.
yang memiliki agenda memperjuangkan hak-hak penyandang
disabilitas di daerahnya. Sedangkan eks klien Srf, melalui
dukungan orang tuanya mampu memenuhi kebutuhannya
dengan membuka usaha sendiri.
Pasca rehabilitasi sosial eks klien diberikan toolkit sebagai
modal kerja dan dikembalikan ke daerah melalui instansi Sosial
kabupaten/kota. Sebagian diantara mereka ada yang kembali
ke kota sebagaimana kasus-kasus eks klien yang masih bekerja
pada orang lain, dengan berbagai alasan antara lain: (1) masih
membutuhkan pengalaman dan modal kerja untuk membuka
usaha, (2) sulit memperoleh pekerjaan di daerahnya, (3) modal
usaha (toolkit) belum bisa digunakan karena tidak lengkap, (4)
sudah lapor dan minta bantuan untuk membuka usaha ke
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
144
instansi sosial kabupaten/kota namun tidak ada tanggapan.
Hal ini membuktikan lingkungan sangat berpengaruh pada
eksistensi klien di keluarga dan masyarakat. Demikian pula
dengan kasus-kasus anak yang belum berhasil sebagaimana
dialami EM dan AA menunjukkan bahwa kondisi keluarga,
lingkungan masyarakat dan kondisi mental klien berpengaruh
pada keberfungsian klien di keluarga dan masyarakat. Kondisi
tersebut menggambarkan kurang siapnya keluarga dalam
menerima klien pasca rehabilitasi sosial. Pelayanan dan
rehabilitasi sosial dalam panti selama ini masih berfokus
hanya pada klien, belum menyentuh keluarga dan masyarakat
sebagai bagian dari sistem klien. Studi terhadap eks klien
yang tidak kembali ke keluarga dan klien yang belum berhasil
diperoleh gambaran bahwa sumber permasalahan berada di
dalam keluarga. Sepanjang keluarga tidak disentuh baik oleh
PSBD maupun oleh unit/instansi lain, maka akan menjadi
hambatan keberfungsian eks klien di tengah-tengah keluartga
dan masyarakat. Sementara PSBD belum bisa berbuat banyak
karena keterbatasan anggaran, SDM, dan pedoman pelayanan
itu sendiri yang secara eksplisit tidak mencantumkan peran
keluarga dan masyarakat dalam proses pelayanan dan
rehabilitassi sosial.
Kurangnya dukungan masyarakat dalam memberikan
kesempatan pada klien untuk memanfaatkan keterampilan
yang diperoleh dari panti sosial, termasuk minimnya
pengakuan terhadap kemampuan yang mereka miliki,
melengkapi permasalahan yang dihadapi eks klien. Idealnya
pelayanan dalam panti lebih mengedepankan peran keluarga
dan masyarakat.
Sementara kondisi sosial ekonomi keluarga menjadi latar
belakang klien, apabila tidak disentuh, dapat dipastikan tujuan
pelayanan dan rehabilitasi sosial yang menyangkut keberfungsian
sosial klien di tengah-tengah keluarga dan masyarakat tidak akan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
145
tercapai. Peran pemerintah daerah (Instansi sosial kabupaten/
kota) juga masih sebatas memberikan rekomendasi/surat
pengantar saat klien masuk panti dan belum terlibat sepenuhnya
dalam pembinaan lanjut pasca rehabilitasi sosial.
E. Penutup
1. Kesimpulan
a. Kondisi PSBD sebagai input dari proses pelayanan dan
rehabilitasi sosial, secara umum kondisi SDM PSBD baik
dilihat dari jumlah maupun tingkat pendidikannya relatif
dapat mendukung proses rehabilitasi sosial. Namun
terdapat kesenjangan pekerja sosial fungsional dimana
jumlah pekerja sosial tingkat ahli (pangkat tinggi) lebih
banyak dibanding dengan tingkat terampil mereka
(pelaksana). Sementara jumlah instruktur juga masih
belum sebanding dengan jumlah klien.
b. Sarana dan prasarana PSBD cukup memadai, hanya
sarana asesmen dan sarana keterampilan (alat dan bahan
praktek) yang kurang memadai.
c. Alokasi dana untuk setiap tahapan rehabilitasi sosial
belum proposional, mengakibatkan beberapa kegiatan
tidak optimal seperti pendekatan awal, sosialisasi dan
pembinaan lanjut.
d. Sebagian besar klien berasal dari keluarga sosial ekonomi
rendah dan tingkat pendidikan yang juga rendah
berpengaruh pada proses rehabilitasi sosial di PSBD.
e. Proses rehabilitasi sosial sejak pendekatan awal hingga
terminasi telah dilakukan, meskipun tahap pendekatan
awal, bimbingan sosial, resosialisasi dan pembinaan lanjut
masih ditemukan berbagai masalah seperti; alokasi dana
yang belum proposional, lokasi tempat tinggal yang sulit
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
146
terjangkau kendaraan umum, dan peran instansi sosial
yang belum optimal.
f. Pembinaan lanjut dipahami sebagai kegiatan monitoring
untuk melihat perkembangan klien pasca rehabilitasi
sosial panti, dilakukan melalui kunjungan rumah (home visit)
dan kunjungan ke perusahaan/ tempat kerja oleh pekerja
sosial, instruktur atau seksi rehabilitasi sosial panti.
g. Sasaran pembinaan lanjut adalah eks klien yang berada
di wilayah kerja PSBD yang disesuaikan dengan anggaran
yang tersedia. Petugas yang melaksanakan kegiatan ini
sekaligus melaksanakan pendekatan awal, dan terminasi.
Meskipun berbagai keterbatasan, pembinaan lanjut dapat
dilaksanakan sesuai dengan anggaran yang tersedia.
h. Hasil yang dicapai berdasarkan studi kasus terhadap 16
eks klien:
1) Pasca rehabilitasi sosial rehabilitasi sosial sebanyak
11 eks klien yang telah kembali ke daerah asalnya,
terpaksa kembali ke kota karena kondisi lingkungan
yang kurang mendukung eksistensi mereka. Sebagai
upaya menambah pengetahuan dan pengalaman,
mereka telah bekerja pada perusahaan/perorangan
sesuai dengan keterampilannya.
2) Eks klien juga menunjukkan perilaku yang cukup
signifikan dengan proses rehabilitasi sosial yang
diberikan. Perubahan ini dipengaruhi oleh situasi dan
kondisi lingkungan PSBD yang memberikan pengaruh
positif pada mereka.
3) Aspek keterampilan, sebagian besar telah bekerja
sesuai dengan keterampilan yang diperoleh baik
membuka usaha sendiri maupun bekerja pada orang
lain. Mereka yang bekerja pada orang lain bersifat
sementara dalam upaya menambah pengetahuan dan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
147
pengalaman, untuk selanjutnya akan membuka usaha
sendiri di kampungnya.
4) Sebanyak 2 orang belum berhasil, karena kondisi
mental, rendahnya tingkat pendidikan, kondisi
keluarga dan lingkungan dimana klien tinggal
berpengaruh pada keberfungsian klien
2. Rekomendasi
a. Pekerja sosial dan instruktur merupakan tenaga
pokok dalam kegiatan rehabilitasi sosial. PSBD masih
memerlukan tenaga peksos dan instruktur karena terdapat
kesenjangan jabatan pekerja sosial tingkat ahli lebih banyak
dibandingkan dengan pekerja sosial tingkat trampil sebagai
pelaksana. Sementara melihat beban kerja para instruktur
yang harus memberikan pelayanan terhadap klien yang
mempunyai latar belakang pendidikan, kondisi mental
dan masuknya yang berbeda-beda, juga masih diperlukan
tenaga instruktur. Berdasarkan Keputusan Menteri Sosial
Nomor 50/HUK/2004 tentang Standardisasi Panti Sosial,
untuk Pekerja Sosial dan instruktur yang bertugas di PSBD
adalah 1:5. PSBD perlu mengembangkan jejaring kerja
dengan berbagai institusi/lembaga seperti:
1) BLK (Balai Latihan Kerja) milik Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi dalam usaha pengembangan
keterampilan baik yang menyangkut kurikulum dan
instruktur keterampilan
2) Dunia usaha dalam kegiatan PBK (Praktek Belajar
Kerja) dan membantu penyaluran kerja klien
3) Instansi sosial kabupaten/kota dalam rangka
pendekatan awal, sosialisasi, penyaluran kerja dan
pembinaan lanjut pasca rehabilitasi sosial panti
b. Proses rehabilitasi sosial terkait dengan pendekatan awal,
sosialisasi dan pembinaan lanjut perlu berkoordinasi
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
148
intensif dengan Instansi Sosial setempat. Dukungan
anggaran secara proporsional juga perlu dilakukan
sehingga kegiatan bisa dilakukan dengan optimal.
c. Keberhasilan rehabilitasi sosial PSBD selain ditentukan
oleh kondisi klien, juga ditentukan oleh kondisi keluarga
dan lingkungan sosialnya. Eks klien yang kembali ke kota
membuktikan lingkungan berpengaruh pada keberfungsian
mereka di tengah-tengah keluarganya. Sesuai dengan
perubahan paradigma yang mengedepankan peran dan
tanggung jawab keluarga dan masyarakat dibanding
dengan paradigma lama yang fokus pada pelayanan
berbasis institusi/ panti sosial, maka PSBD perlu
melibatkan keluarga dalam proses rehabilitasi sosial
dan menyiapkan keluarga dan masyarakat sebelum klien
dikembalikan ke keluarganya. Dukungan anggaran secara
proporsional diperlukan untuk kegiatan ini
d. Menyusun petunjuk teknis khususnya kegiatan yang
terkait dengan pendekatan awal, dan pembinaan lanjut
yang didalamnya memuat antara lain:
1) jenis kegiatan
2) pendahuluan/dasar pemikiran yang memuat; latar
belakang, permasalahan, tujuan, sasaran dan
pengertian/definisi operasional
3) Pelaksanaan kegiatan yang berisi antara lain:
Prinsip-prinsip kegiatan/pelayanan, proses kegiatan,
penanggung jawab, pelaksana kegiatan, uraian
kegiatan, dan indicator kegiatan
4) Pelaporan: berisi antara lain jenis laporan dan otline
laporan termasuk foto-foto kegiatan,
5) Penutup.
Prinsip-prinsip pekerjaan sosial harus menjadi
landasan pokok dalam kegiatan tersebut. Petunjuk
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
149
teknis ini dilengkapi dengan instrument (form-form)
sesuai dengan keperluan.
e. Pembinaan lanjut dapat dilakukan dengan cara melakukan
kunjungan rumah (home visit) dan kunjungan ke
perusahaan/tempat kerja yang dilakukan oleh pekerja
sosial, instruktur atau seksi rehabilitasi sosial panti,
melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1) Kunjungan pertama ditujukan untuk melihat
perkembangan klien pasca rehabilitasi sosial panti.
Hasil yang diharapkan melalui kegiatan ini adalah
teridentifikasinya permasalahan dan kebutuhan eks
klien panti
2) Kunjungan ke dua ditujukan untuk menindaklanjuti
permasalahan dan kebutuhan klien. Petugas
menghubungkan antara kebutuhan eks klien dengan
sistem sumber yang tersedia, diantaranya Instansi
sosial kabupaten/kota dalam usaha membantu
permasalahan eks klien. Apabila memungkinkan,
kegiatan ini bisa dilakukan pada kunjungan pertama
3) Kunjungan ke tiga yakni memberikan bantuan
pengembangan usaha. Dalam kegiatan ini instruktur
berperan aktif dalam usaha membantu eks
klien mengembangkan usahanya sesuai dengan
keterampilan yang diperoleh dari panti. Bantuan
pengembangan usaha diberikan bila eks klien sudah
ada usaha
4) Kunjungan ke empat yakni monitoring yang dilakukan
oleh pekerja sosial, dan bila tujuan rehabilitasi sosial
tercapai, maka langsung bisa dilakukan terminasi.
Pembinaan lanjut dapat dilakukan secara berulang-
ulang (kontinue) hingga indikator keberhasilan bisa
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
150
tercapai, dan hal ini sangat tergantung pada kondisi
klien
f. PSBD juga perlu menyusun modul kegiatan bimbingan-
bimbingan yang diberikan kepada klien seperti:
bimbingan sosial, bimbingan mental dan bimbingan
lain sesuai dengan kebutuhan.
g. Dalam usaha merealisasikan Undang-Undang No. 11
tahun 2011 tentang kesejahteraan sosial pasal 24,
maka instansi sosial di daerah perlu berperan aktif
dalam melaksanakan pembinaan lanjut. Pemerintah
pusat melalui PSBD telah berusaha memberikan
rehabilitasi sosial terhadap penyandang disabilitas
tubuh yang berada di daerah. Pasca rehabilitasi sosial
klien diserahkan kembali ke keluarganya melalui
instansi sosial daerah. Instansi sosial daerah perlu
memantau perkembangan eks klien dan memberikan
bantuan pengembangan usaha agar mereka bisa
berkembang dan berfungsi sosialnya secara wajar
di tengah-tengah keluarga dan masyarakat. Sejalan
dengan hal tersebut dukungan anggaran melalui APBD
setempat mutlak diperlukan.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
151
Bagian 6
PELAKSANAAN PELAYANAAN DAN REHABILITASI SOSIAL
PADA PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA (PSBRW);
(Sinergi Petugas Pelaksana Pelayanan Menuju
Keberhasilan Kemandirian Eks Klien)
Moh. Syawie
A. Pendahuluan
Konvensi Hak-hak Penyandang Cacat dalam resolusi PBB No.
61/106 tanggal 13 Desember 2006, Undang-undang Nomor 4
tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dan Peraturan Pemerintah
nomor 43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan
Sosial Penyandang Cacat, telah memberikan amanat untuk
memperhatikan aspek pendidikan, kesehatan, perlindungan
sosial, ketenagakerjaan, dan aksesibilitas. Pengukuhan eksisstensi
orang dengan kecacatan sesuai perangkat hukum yang ada
tersebut perlu mendapat dukungan dari semua pihak termasuk
orang dengan kecacatan itu sendiri (Pedoman Rehabilitasi Sosial
Orang Dengan Kecacatan (ODK) Rungu Wicara Dalam Panti, 2010).
Orang dengan kecacatan rungu wicara sebagai bagian dari
masyarakat Indonesia berhak mendapatkan pemenuhan hak-hak
dasarnya dalam bidang kesejahteraan sosial. Melalui program
pembangunan kesejahteraan sosial, diharapkan tidak seorang
pun orang dengan kecacatan rungu wicara sebagai warga Negara,
tertinggal dan tidak terjangkau dalam proses pembangunan.
Dengan demikian kesamaan kesempatan orang dengan kecacatan,
khususnya orang dengan kecacatan rungu wicara pada seluruh
aspek kehidupan harus diwujudkan.
Undang-Undang Kesejahteraan Sosial No.11 Tahun 2009,
menyatakan bahwa penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
harus terarah, terpadu, dan berkelanjutan baik yang dilakukan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
152
pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam
bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar
setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan
sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial dalam
lembaga maupun di masyarakat. Tujuan akhir pelayanan sosial
di lembaga pelayanan adalah keberfungsian sosial klien. Untuk
mencapai keberfungsian sosial tersebut proses pelayanan yang
diberikan dilakukan dalam sistem panti maupun non panti.
Pelayanan sistem panti merupakan alternatif terakhir apabila
fungsi dan peran keluarga ataupun masyarakat tidak mampu
memberikan pelayanan dan pemenuhan kebutuhan anggotanya.
Panti sosial adalah lembaga pelayanan kesejahteran sosial yang
memiliki tugas dan fungsi untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia dan memberdayakan penyandang masalah
kesejahteraan ke arah kehidupan normatif secara fisik, mental
dan sosial (Balatbangsos, 2004). Oleh sebab itu pelayanan
melalui sistem panti pada hakekatnya ditujukan untuk upaya-
upaya yang bersifat pencegahan, penyembuhan, rehabilitasi, dan
pengembangan potensi klien.
Panti Sosial mempunyai fungsi utama sebagai tempat
penyebaran layanan; pengembangan kesempatan kerja; pusat
informasi kesejahteraan sosial; tempat rujukan bagi pelayanan
rehabilitasi dari lembaga rehabilitasi tempat di bawahnya (dalam
sistem rujukan/referral system) dan tempat pelatihan keterampilan.
Sedangkan prinsip-prinsip dasar penyelenggaraan panti sosial
dan atau lembaga pelayanan sosial lain yang sejenis adalah:
(1) memberikan kesempatan yang sama kepada mereka yang
membutuhkan untuk mendapatkan pelayanan; menghargai
dan memberi perhatian kepada setiap klien dalam kapasitas
sebagai individu sekaligus juga sebagai anggota masyarakat;
(2) menyelenggarakan fungsi pelayanan kesejahteraan yang
bersifat pencegahan, perlindungan, pelayanan dan rehabilitasi
serta pengembangan; (3) menyelenggarakan fungsi pelayanan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
153
kesejahteraan sosial yang dilaksanakan secara terpadu
antara profesi pekerjaan sosial dengan profesi lainnya yang
berkesinambungan; (4) menyediakan pelayanan berdasarkan
kebutuhan klien guna meningkatkan fungsi sosialnya; dan (5)
memberikan kesempatan kepada klien untuk berpatisipasi
secara aktif dalam usaha-usaha pertolongan yang diberikan.
(Balatbangsos, 2004).
Proses pelayanan panti sosial meliputi (1) tahap pendekatan
awal; (2) asesmen; (3) perencanaan program pelayanan; (4)
pelaksanaan pelayanan; dan (5) pasca pelayanan. Tahap
pasca pelayanan terdiri dari penghentian pelayanan, rujukan,
pemulangan dan penyaluran dan pembinaan lanjut. Pada tahap
akhir pelayanan adalah pembinaan lanjut yang merupakan
rangkaian dari proses rehabilitasi sosial atau pemulihan, yang
ditujukan agar eks klien dapat beradaptasi dan juga berperan
serta di dalam lingkungan keluarga, kelompok, lingkungan kerja,
dan masyarakat.
Pembinaan lanjut dapat diberikan dalam berbagai macam
bentuk, tergantung pada kebutuhan masing-masing eks klien.
Program pembinaan lanjut merupakan bagian yang integral dalam
rangkaian proses pelayanan sosial dan tidak dapat dianggap
sebagai modalitas treatment yang berdiri sendiri. Hal ini berkaitan
dengan pemahaman umum bahwa setelah klien menjalani
program rehabilitasi primer di panti rehabilitasi, mereka masih
memerlukan perawatan atau bimbingan lanjutan agar proses
reintegrasi ke masyarakat dapat berlangsung lancar. Pada
kenyataannya treatment tidak berhenti di dalam panti rehabilitasi
melainkan terus berlanjut sampai klien kembali ke masyarakat,
mampu mengembangkan gaya hidup yang sehat dan menjadi
manusia yang produktif (BNN,2008)
Pada beberapa negara pembinaan lanjut dilakukan oleh
lembaga lain bukan oleh lembaga yang memberikan pelayanan
itu. Sebagai contoh di Amerika Serikat pembinaan lanjut
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
154
dilaksanakan oleh lembaga yang khusus melaksanakan aftercare
program antara lain Aftercare Research Program (ARP) dari
University California Los Angeles (UCLA), The Centre for Delinquency
and Crime Policy Studies (CDCPS) California State University Sacramento,
Loudoun Aftercare Program (LAP) Virginia, Millbury Aftercare Program,
Gulfstream Park Aftercare Program, Bakersfield Homeless Centre, dan
masih banyak lagi. Di Malaysia, pembinaan lanjut dilaksanakan
oleh Jabatan Kebajikan Masyarakat (di Indonesia semacam
Dinas Sosial). Pembinaan lanjut merupakan tugas dari lembaga
pelayanan lain yang merupakan lembaga khusus untuk program
pembinaan lanjut (aftercare program). Pembinaan lanjut adalah
penciptaan jejaring dukungan dalam masyarakat dan dalam
bidang kesejahteraan sosial dalam rangka membangun sumber-
sumber untuk klien. (http://www.odysseyhouse.com.au/our_
services/aftercare_ program/).
Berbeda dengan kenyataan diatas, di Indonesia pembinaan
lanjut dilaksanakan oleh panti itu sendiri. Pembinaan lanjut
merupakan tahapan terakhir dari proses pelayanan sosial
dan merupakan rangkaian dari proses rehabilitasi sosial atau
pemulihan, yang ditujukan agar eks klien dapat beradaptasi
dan berperan aktif dalam keluarga dan masyarakat. Oleh sebab
itu pembinaan lanjut di panti cenderung kurang fokus dan
pelaksanaan mengalami berbagai kendala. Adapun kendala
yang dimaksud diantaranya data sebaran eks klien yang cukup
beragam, anggaran yang kurang memadai, pemahaman tentang
pembinaan lanjut, kurang jelasnya lembaga pengirim saat eks
klien diterima dipanti. Pernyataan ini didukung juga oleh hasil
penelitian yang dilakukan di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) pada
tahun 2009, menunjukkan pembinaan lanjut pada sebagian besar
PSBR diilaksanakan terbatas pada eks siswa yang terjangkau
oleh anggaran, atau dilakukan terbatas bersamaan dengan
dilaksanakan sosialisasi program PSBR di daerah.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
155
Untuk memperoleh gambaran utuh tentang pelaksanaan
pembinaan lanjut ini, selain melihat juga bagaimana kondisi
panti dan proses rehabilitasi sosial yang dilakukan, maka perlu
dilakukan kajian berupa studi dokumentasi, wawancara dengan
mengumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang pembinaan
lanjut di panti sosial (PSBRW Efata Kupang dan PSBWR Melati
Bambu Apus) . Langkah berikutnya adalah perlu dilakukan
penelitian evaluasi mengenai pelaksanaan pembinaan lanjut
(aftercare).
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, maka pertanyaan
penelitian sebagai berikut. Bagaimana kondisi panti sosial, proses
pelyanan rehabiitasi sosialnya, dan bagaimana implementasi
kegiatan pembinaan lanjut yang dilakukan. Apa faktor pendukung
dan penghambat pelaksanaan pembinaan lanjut. Adapun tujuan
penelitian ini adalah untuk memperoleh data tentang kondisi
panti, proses kegiatan rehabilitasi sosial, data implementasi
pelaksanaan pembinaan lajut. Selain untuk mengetahui faktor
pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan kegiatan
pembinaan lanjut.
Ada beberapa konsep yang perlu dijelaskan dalam penelitian
ini, antara lain:
1. Panti Sosial adalah lembaga kesejahteraan sosial yang
memiliki tugas dan fungsi untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia dan memberdayakan para penyandang
masalah kesejahteraan sosial ke arah kehidupan normative,
baik secara fisik, mental maupun sosial (Pedoman Rehabilitasi
Sosial Orang Dengan Kecacatan (ODK) Rungu Wicara Dalam
Panti, 2010).
Orang Dengan Kecacatan (ODK) adalah orang yang
mempunyai kelainan fisik dan atau mental yang mengganggu
atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk
melakukan kegiatan secara selayaknya.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
156
Orang dengan Kecacatan Rungu Wicara adalah seseorang yang
menurut ilmu kedokteran dinyatakan mempunyai kalianan
atau ganggungan pada lat pendengaran dan bicara, sehingga
tidak dapat melakukan komunikasi secara wajar.
Panti Sosial Bina Rungu Wicara adalah Panti Rehabilitasi
Sosial orang dengan kecacatan rungu wicara yang mempunyai
tugas memberikan pelayanan rehabilitasi sosial yang meliputi
pembinaan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan
dan resosialisasi serta pembinaan lanjut bagi orang dengan
kecacatan rungu wicara agar mampu beroeran aktif dalam
kehidupan bermasyarakat.
2. Evaluasi Program
Evaluasi program adalah serangkaian kegiatan untuk
mengumpulkan informasi tentang realisasi atau implementasi
dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang
berkesinambungan dan terjadi dalam suatu organisasi
yang melibatkan sekelompok orang, yang bertujuan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah
keputusan selanjutnya.
Evaluasi adalah suatu upaya untuk mengukur hasil atau
dampak suatu aktivitas, program, atau proyek dengan cara
membandingkan dengan tujuan yg telah ditetapkan, dan
bagaimana cara pencapaiannya (Mulyono, 2009). Menurut
Rossi dan Freeman yang dikutip oleh Weinbach (2005),
evaluasi dan penelitian evaluasi adalah aplikasi sistematis
dari prosedurpenelitian sosialdalam menilaikonsepdan
desain,implementasi,dan manfaatprogram intervensisosial.
Selain itu, masih menurut pendapat Rossi dan Freeman,
penelitian evaluasi adalah cara yang sistematis yang digunakan
sebagai metode dalam penelitian untuk membuat penilaian
tentang efektivitas dan semuanya yang pantas/tepat, bernilai,
atau nilai dari suatu bentuk praktik pekerjaan sosial.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
157
Menurut Suharsimi Arikunto (2004 : 1) evaluasi adalah
kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya
sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan
untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil
keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah
menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak
decision maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil
berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan.
Suatu evaluasi program mempunyai beberapa tujuan,
diantaranya : (1) untuk mengkaji keberhasilan akhir dari
program, (2) untuk mengkaji lebih dalam bagaimana
program yang sedang dilaksanakan, (3) untuk memperoleh
informasi yang diperlukan dalam perencanaan program dan
pembangunan (Rubin dan Babbie, 2008).
Dari beberapa pernyataan mengenai evaluasi, maka dapat
disimpulkan bahwa evaluasi program merupakan kegiatan
yang membandingkan antara hasil implementasi dengan
kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat
keberhasilannya. Dari evaluasi kemudian akan tersedia
informasi mengenai sejauh mana suatu program telah dicapai
sehingga bisa diketahui bila terdapat selisih antara standar
yang telah ditetapkan dengan hasil yang bisa dicapai.
Program evaluasi dapat diklalisifikasikan dalam model evaluasi
formatif ataupun evaluasi sumatif (Rubin dan Babbie, 2008).
Penelitian ini menetapkan menggunakan model evaluasi
sumatif. Evaluasi sumatif lebih fokus kepada untuk mengkaji
keberhasilan akhir dari program dan untuk memutuskan
apakah harus dilanjutkan, diperbaiki atau dipilih sebagai
pilihan pertama diantara pilihan alternatif. Tergantung pada
apakah program ini berhasil, harus diperbaiki, ataukah program
ini tidak dapat dipertahankan (Rubin dan Babbie,2008).
Sejalan dengan pernyataan diatas, Wirawan (2011) juga
menyatakan evaluasi sumatif dibuat untuk menilai kegunaan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
158
suatu objek. Evaluasi sumatif digunakan untuk menilai suatu
program akan diteruskan, diperbaiki atau dihentikan saja.
Evaluasi ini juga untuk mengukur kinerja akhir objek evaluasi.
Indikator-indikator yang diukur antara lain:
a. Hasil dan pengaruh layanan atau intervensi program
(pembinaan lanjut).
b. Mengukur persepsi eks klien,keluarga, masyarakat,
jejaring kerja, stake holder mengenai layanan dan intervensi
program (pembinaan lanjut).
c. Menentukan sukses keseluruhan pelaksanaaan program
(pembinaan lanjut)
d. Menentukan apakah tujuan umum dan tujuan khusus
program (pembinaan lanjut) telah tercapai
e. Menentukan apakah eks klien,keluarga, masyarakat,
jejaring kerja, stake holder mendapatkan manfaat dari
program (pembinaan lanjut)
f. Menentukan komponen yang paling efektif dalam program
(pembinaan lanjut)
g. Menentukan keluaran (output) yang tidak diantisipasi dari
program (pembinaan lanjut)
3. Pembinaan Lanjut (after care)
Tahap akhir dari proses pelayanan dalam merencanakan
strategi memelihara perubahan yang telah dicapai haruslah
tepat. Eks klien perlu mendapat perhatian karena eks klien
yang telah mencapai kemajuan selama proses pertolongan
sangat mungkin mundur kembali pada keadaan seperti
sediakala. Perencanaan untuk melakukan pembinaan lanjut
(after care) tidak hanya memungkinkan menilai kelangsungan
hasil, tetapi juga membantu proses terminasi dengan
menunjukkan perhatian pekerja sosial maupun pihak lembaga
pada eks klien secara kontinyu (Fahrudin, 2002).
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
159
Proses pelayanan sosial berakhir ketika terminasi berlangsung.
Namun karena tanggungjawab terhadap klien, seringkali
dilanjutkan dengan pelayanan lanjutan (after care). Pembinaan
lanjut yang dilaksanakan selama ini adalah interpretasi dari
prinsip-prinsip pekerjaan sosial. Pembinaan lanjut tidak boleh
lepas dari prinsip-prinsip yang digunakan dalam memandu
aktivitas praktik pekerjaan sosial. Seperti yang dikemukakan
oleh Sheafor dan Horejsi (2003), diantaranya yaitu :
a. Seorang pekerja sosial harus dapat memaksimalkan
pemberdayaan kliennya
b. Seorang pekerja sosial harus terus menerus melakukan
evaluasi terhadap kemajuan dari perubahan yang dicapai
klien
c. Seorang pekerja sosial harus bertanggungjawab kepada
lembaga, masyarakat dan profesi pekerjaan sosial.
B. Proses Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial
Pada dasarnya tujuan program rehabilitasi sosial rungu wicara
pada Panti Sosial Bina Rungu Wicara (PSBRW) adalah terbina dan
terentasnya orang dengan kecacatan rungu wicara agar mampu
melaksanakan fungsi sosialnya dalam tatanan kehidupan dan
penghidupan masyarakat.
Berdasarkan hasil pengamatan dan studi literatur terlihat,
bahwa proses pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial
dilakasanakan dengan beberapa tahapan, yaitu pendekatan awal,
penerimaan, penelaahan dan pengungkapan masalah, bimbingan
sosial dan bimbingan keterampilan, resosialisasi dan bimbingan
lanjut (Tahapan PSBRW Melati, Pedoman Pelayanan 2010).
Bentuk pelayanan tersebut, yaitu:
1. Tahap rehabilitasi, tujuannya adalah untuk memulihkan rasa
harga diri, kecintaan kerja dan sekaligus memulihkan kemauan
dan kemampuan untuk melaksanakan fungsi sosial. Adapun
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
160
kegiatannya berupa: 1). Tahap pendekatan awal, merupakan
tahap memperoleh gambaran tentang permasalahan
penyandang disabilitas, sekaligus pemberian motivasi dan
seleksi, 2). Tahap Penerimaan, merupakan tahap registrasi bagi
calon klien, guna mendapatkan data obyektif dan menyeluruh
tentang permasalahan, tingkat kecacatan, minat bakat agar
dapat menentukan jenis pelayanan yang dibutuhkan. 3) Tahap
Bimbingan Sosial dan Keterampilan, merupakan tahapan
pemberian bimbingan rehabiltasi yang berupa: a) Bimbingan
fisik dan mental, dalam bentuk bimbingan agama, bahasa
isyarat/SIBI, budi pekerti, Pancasila, kecerdasan dan olahraga/
out bond. b) Bimbingan sosial dalam bentuk pramuka, dinamika
kelompok, kesenian/nyanyian isyarat, rekreasi, kerja bakti
lingkungan dan koperasi. c). bimbingan keterampilan yang
meliputi menjahit putra dan putri, salon/tatarias, kerajinan
tangan, pengelasan, pertukangan kayu, computer, tata boga
dan percetakan digital.
2. Tahap Resosialisasi, merupakan tahap persiapan klien untuk
dapat berintegrasi dengan lingkungan sosial masyarakat.
Pelaksanaan kegiatan ini berupa bimbingan kesiapan dan
peran serta masyarakat, praktek belajar kerja/PBK, usaha
ekonmis produktif/UEP, usaha kerja/wiraswasta, instalasi
produktif/IP dan penyaluran.
Adapun fasilitas peralatan bimbingan yang tersedia untuk
mendukung pelayanan adalah:
1. Peralatan keterampilan untuk sembilan jenis keterampilan
2. Peralatan bina wicara (speech therapy)
3. Peralatan tes pendengaran (audiometer)
4. Peralatan Assesment Vokasional
5. Peralatan sarana olehraga
Sedangkan untuk PSBRW Efata sedikit berbeda tahapannya
sungguhpun secara substansi tidak menjadi masalah. Adapun
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
161
tahapan yang dilakukan PSBRW Efata berdasarkan Standar
Pelayanan (2010) adalah meliputi tahapan pendekatan awal,
penerimaan, akomodasi, asesemen, perumusan rencana
pelayanan, pelayanan kesehatan dan terapi wicara, bimbingan
rehabilitasi sosial, resosialisasi, bimbingan lanjut dan advokasi
sosial.
1. Pendekatan awal merupakan serangkaian kegiatan
pra pelayanan yang terdiri dari: orientasi, konsultasi,
sosialisasi program, identifikasi, motivasi dan seleksi yang
dilaksanakan di tengah masyarakat melalui koordinasi dan
kerjasama dengan institusi sosial setempat serta pihak
terkait lainnya, dengan tujuan rekruitmen calon kelayan
dan penumbuhan dukungan dan partisipasi keluarga dan
masyarakat dalam proses rehabilitasi sosial tuna rungu
wicara.
Penanggung jawab pelaksanaan orientasi, konsultasi dan
sosialisasi program adalah seksi rehabilitasi sosial. Materi
sosialisasi program setidaknya meliputi tugas pokok dan
fungsi Panti Sosial Bina Rungu Wicara, permasalahan
sosial penyandang rungu wicara, kebutuhan-kebutuhan
pelayanan dan system sumber usaha kesejahteraan sosial
di bidang rehabilitasi sosial.
2. Penerimaan merupakan serangkaian kegiatan pelayanan
terdiri dari pemanggilan, klarifikasi data awal, registrasi
calon kelayan dan penandatanganan surat pernyataan
yang dilaksanakan oleh petugas dalam rangka penentuan
kelayan definitif dan menyepakati hak dan kewajiban
selama mengikuti pelayanan dan rehabilitasi sosial.
Pemanggilan/penjemputan dilakukan oleh seksi
rehabilitasi sosial, dan klarifikasi data dilakukan oleh
petugas dari unsuk struktural, fungsional dan profesi.
3. Akomodasi adalah serangkaian kegiatan dan fasilitas yang
diberikan kepada seluruh kelayan dengan memperhatikan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
162
kondisi masing-masing yang berupa penempatan kelayan
dan pemberian fasilitas di asrama, pemenuhan kebutuhan
makanan sehari-hari, pemenuhan kebutuhan sandang atau
seragam bimbingan, pemenuhan kebutuhan kebersihan
diri dan pemeliharaan kesehatan serta pemenuhan
pendampingan penyesuaian diri bagi kelayan baru.
4. Asesemen adalah serangkaian kegiatan yang terencana
yang terdiri dari kajian awal tentang kelayan, kleuarga,
masyarakat dan sistem sumber serta temu bahas kasus hasil
aseseman sebagai langkah awal untuk mengungkapkan
dan memahami kondisi obyektif, pada aspek fisik, mental,
sosial, vokasional dan dinamika problematika kelayan,
guna memprediksi tingkat kesiapan sasaran program
dan kebutuhan pelayanan rehabilitasi sosial dengan
pendekatan pekerja sosial dan multidispliner. Penanggung
jawab pelaksanaan asesemen adalah seksi Rehabilitasi
Sosial
5. Perumusan Rencana Pelayanan adalah serangkaian
kegiatan yang terncana melaui temu bahas kasus
untuk menentukan jenis pelayanan, system sumber
yang didayagunakan baik untuk pelayanan pokok
maupun penunjang guna pemenuhan kebutuhan serta
mengkomunikan program pelayanan kepada pihak kelayan
dan keluarga yang dilaksanakan oleh PSBRW melalui
pertemuan konsultasi atau informasi tertulis (Standar
Pelayan PSBRW Efata Kupang, 2010). Penanggung jawab
pelaksanaan perumusan rencana pelayanan adalah seksi
Rehabilitasi Sosial.
6. Pelayanan Kesehatan dan terapi wicara, adalah
serangkaian kegiatan yang mencakup pemeliharaan
jasmani, psikososial dan upaya kesehatan yang bersifat
pencegahan, penyembuhan, pemulihan serta peningkatan
yang meliputi: pelayanan kesehatan dan psikososial yang
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
163
bersifat komplementer kepada setiap kelayan dan atau
yang mengalami hambatan fungsi sehingga memiliki daya
kerja yang tinggi (work ability) dalam mengikuti pelayanan
dan rehabilitasi sosial. Penanggung jawab pelayanan
kesehatan dan terapi wicara adalah Dokter umum, Dokter
spesialis dan perawat serta terapis.
7. Bimbingan Rehabilitasi Sosial, merupakan batasan
menyusun SIBI (bahasa isyarat), Speech Terapi (terapi wicara)
dan Komtal (SSTK). Penanggung jawab pelaksanaan SSTK
adalah seksi Rehabilitasi Sosial. Pelaksana bimbingan
SSTK adalah pembimbing yang telah mengikuti pelatihan
SSTK.
8. Resosialisasi adalah suatu kegiatan bimbingan pasca
pelayanan dan rehabilitasi sosial yang melibatkan
keluarga, masyarakat dan institusi sosial dalam rangka
mempersiapkan kelayan untuk hidup sesuai dengan nilai-
nilai dan norma yang berlaku.
9. Bimbingan Lanjut adalah suatu kegiatan pengembangan
kemampuan sosial dan kinerja serta peningkatan
peran keluarga, masyarakat dan institusi sosial untuk
menetapkan kemandirian kelayan pasca pelayanan
danrehabilitasi sosial.
10. Advokasi Sosial adalah kegiatan perlindungan dan
pembelaan terhadap penerima pelayanan dalam
bentuk penyadaran hak dan kewajiban, pembelaan dan
pemenuhan hak-hak untuk pelayanan sesuai standar
melalui penetapan kebijakan lembaga dan pelayanan
yang responsive terhadap kepntingan kelayan,keluarga
dan masyarakat. Penanggung jawab pelaksanaan advokasi
sosial adalah seksi Program dan advokasi sosial. Pelayanan
advokasi sosial diberikan seluruh tahapan pelayanan
dan rehabilitasi sosial. Sasaran palayanan advokasi
sosial adalah penyandang tuna rungu wicara, keluarga,
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
164
masyarakat dan system sumber. (Standar Pelayanan
PSBRW Efata Kupang, 2010).
C. Gambaran Umum Panti Sosial
1. PSBRW Melati Bambu Apus Jakarta
a. Fasiltas Bangunan
PSBRW Melati Bambu Apus memiliki Tanah seluas 9.740
m, yang digunakan untuk bangunan kantor, asrama
klien (6 lokal), ruang bimbingan fisik dan mental, ruang
instalasi produksi (IP) ruang Speech therapy individu, ruang
Keterampilan (8 lokal), ruang perpustakaan, ruang data dan
rapat, kube Anggrek, aula/ruang serbaguna, ruang Belajar
(3 lokal), ruang makan, ruang poliklinik, mushalla, ruang
koperasi, rumah dinas pimpinan, rumah dinas petugas (6
unit), wisma tamu, dan pos satuan pengamanan
b. Fasilitas Klien meliputi: tempat tinggal Klien/Asrama,
pakaian seragam, permakanan, dan pelayanan kesehatan.
c. SDM; terdiri dari kepala Panti (Eselon III), pejabat Struktural
(Eselon IV) 3 orang, pejabat Fungsional (7 orang), staf (31
orang) dan tenaga honor (8 orang)
2. PSBRW Efata Kupang
a. Gedung dan bangunan
PSBRW Efata Kupang memiliki tanah seluas 50.460 m,
yang digunakan untuk banguan kantor, gedung pendidikan
(4 unit), asrama (7 unit), wisma, aula, gedung laboratorium,
gedung perpustakaan, bengkel, gedung kecerdasan,
dapur, poliklinik, jaringan air, pos jaga, garasi, show room,
ruang data, lapangan volly, selasar, 1 rumah dinas tipe C
dan 9 rumah dinas tipe E.
b. Alat transportasi
Untuk operasional panti, PSBRW Efata dilengkapi dengan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
165
kendaraan roda enam, empat dan dua.
c. Perlengkapan dan peralatan kantor; meliputi mesin potong
rumput, mesin jahit, mesin las listrik, computer, laptop,
printer, AC split, AC Window, faximile, genset, tempat tidur
kayu, tempat tidur besi, mesin foto copy dan kipas angin.
d. SDM; sebanyak 35 orang PNS dan 11 orang tenaga
kontrak/honor. Pegawai yang berstatus PNS terdiri dari
eselon III, eselon IV (3 orang), korpel/korlak (1 orang),
pelaksana (14 orang) dan fungsional 3 orang. Sedangkan
pegawai kontrak/honor terdiri dari: satpam, petugas
dapur, kebersihan, tukang kebun dan pengemudi.
D. Pembinaan Lanjut
Kebijakan Pembinaan Lanjut
Dasar kebijakan kegiatan pembinaan lanjut antara lain:
1. Undang-undang No 4 Tahun 1974 tentang Penyandang Cacat
2. Peraturan Pemerintah nomor 43 Tahun 1998 tentang upaya-
uapaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi Penyandang
cacat.
3. Peraturan Menteri Sosial Nomor 106/HUK/2009 tentang
organisasi dan Tata Kerja Panti-Panti Sosial di lingkungan
Kementerian Sosial
4. Berdasarkan uraian tugas Seksi Rehabilitasi Sosial PSBRW
Efata Naibonat Kupang.
Pemahaman Petugas
Adapun pemahaman petugas panti (pandangan Pekerja
Sosial dan Sie Resos) perihal pembinaan lanjut, antara lain: untuk
mengetahui bagaimana perkembangan anak setelah disalurkan.
Untuk mengetahui apakah peralatan yang diberikan digunakan
sebaimana mestinya, kalau tidak dipergunakan, perlu diketahui
apa sebabnya ?.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
166
Dari hasil pengamatan lapangan perihal pembinaan lanjut
yang dilakukan diwilayah DKI, terungkap bahwa pembinaan lanjut
dilaksanakan setelah proses pelayanan/rehabilitasi sosial selesai,
sedangkan untuk monitoring dilakukan sebelum penerima
pelayanan/eks klien selesai dalam proses rehabilitasi sosial/
disalurkan atau klien dalam proses magang.
Sedangkan di PSBRW Kupang monitoring merupakan
serangkaian kegiatan untk memantau secara terus menerus
tentang pelaksanaan program rehabilitasi sosial mulai dari
pendekatan awal sampai bimbingan lanjut dan terminasi dengan
tujuan bila terdapat hambatan dapat diketahui sedini mungkin
untuk segera dilakukan analisa dan perbaikan agar pencapai
target tiap-tiap tahapan rehabilitasi dapat lebih optimal (Standar
Pelayanan PSBRW Efata, 2010).
Penanggung jawab pelaksanaan monitoring kegiatan
pelayanan secara keseluruhan adalah Seksi Program dan Advokasi
Sosial. Waktu penyelesaian kegiatan monitoring selama tiga bulan
pada tiap triwulan, yaitu triwulan pertama Januari samapai dengan
Maret. Triwulan kedua April sampai Juni, triwulan tiga Juli sampai
dengan September, dan triwula empat Oktober sampai dengan
Desember.
Pelaksanaan Pembinaan Lajut
Pelayanan rehabilitasi sosial dan keterampilan penyandang
cacat rungu wicara merupakan suatu proses kegiatan yang
dilakukan secara terarah, sistimatis dan terorganisir yang
didalamnya mencakup Tahapan Kegiatan sesuai Peraturan
Menteri Sosial No. 106/HUK/2009 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Panti-Panti Sosial di lingkungan Kementerian Sosial, dengan
tujuan utama adalah menciptakan penyandang cacat tuna rungu
wicara yang produktif, mandiri dan tercapainya keberfungsian
sosial.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
167
Kegiatan pembinaan lanjut dilaksanakan melalui (1) kunjungan
rumah memberikan bimbingan motivasi kepada eks klien rungu
wicara dan keluarganya. (2), melalui kunjungan di tempat kerja
agar dapat memantabkan kerjanya.(3), melalui konsultasi berkala
baik kepada eks klien maupun kepaada keluarganya mengetahui
perkembangan usahanya (kalau mereka membuka usaha sendiri)
dan kondisi kehidupannya setelah selesai dari panti, dan (4)
menghubungi langsung eks klien dalam kehidupan bermasyarakat
sehari-hari.
Dari hasil kegiatan tersebut terungkap bahwa jenis pekerjaan
eks klien cukup bervariasi.
Oleh karenanya PSBRW Efata (Kupang) melakukan
kegiatan pengembangan kemampuan sosial dan kinerja serta
peningkatan peran keluarga, masyarakat dan institusi sosial
untuk memantapkan kemandirian kelayan pasca pelayanan dan
rehabilitasi sosial.
Pembinanan lanjut PSBRW Efata Naibonat dilaksanakan
setahun dua kali. Untuk tahun 2011 dilakukan bulan Agustus dan
September. Tahap I bulan Agustus 2011 meliputi wilayah Dataran
Timor (Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Kab.TTS, TTU, Bab. Belu,
Rote Ndao dan Alor).
Adapun bimbingan lanjut tahun 2010, dilakukan tiga tahap
yaitu tahap pertama bulan Maret, tahap kedua bulan Juli dan
tahap ketiga pada bulan Oktober 2010. Dengan persebaran
wilayah diantaranya Kabupaten Kupang, Kab. Nagekeo, Kab.
Flores Timur, Kabupaten Ende, dan Kabupaten Sumba Timur.
Untuk menjangkau eks klien PSBRW Naibonat peneliti hanya
mengunjungu mereka yang bertempat tinggal di dua Kabupaten,
yaitu Kabupaten Kupang dan Kabupaten TTS, karena anggaran
yang terbatas.
Untuk alumni PSBRW Naibonat Kupang kunjungan dilakukan
di Kabupaten Kupang (Desa Oeniko,Kecamatan Amabi Oefeto
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
168
Timur) dan Kabupaten Timur tengah Selatan (TTS), di desa Tufano,
Kecamatan Koalui. Eks klien yang dikunjungi lima orang dengan
keterampilan menjahit dan bengkel motor (tambal ban dan servis
kecil). Menurut informasi dari eks klien tersebut pendapatan
mereka sekitar Rp. 300 ribu sampai Rp 400 ribu, dan mereka
berusaha di lingkungan rumah sendiri.
Untuk eks klien PSBRW Melati, yang berada di wilayah
Bekasi (PT Hanum Collection), Pusat Industri Kecil (PIK) Cakung
(Perusahaan Garment PT Rocomoro) dan sekitar Jl Bambu Kuning
Jakarta Timur (Penjahit Pak Wawan), dan pabrik roti Kick Riski.
Adapun untuk wilayah DKI bisa ditemui tujuh anak eks klien.
Untuk wilayah DKI kebanyakan bekerja di perusahaan-perusahaan
tersebut di atas, dengan penghasilan rata-rata 700 ribuan sampai
satu juta bila lembur.
Dinamika Kondisi Eks Klien di PSBRW Melati Bambu Apus
1. M A, adalah alumni PSBRW tahun 2011. Belum menikah.
Pekerjaan sekarang menjahit, di Penjahit Pak Iwan beralamat di
Jl. Bambu Kuning Bambu Apus, Jakrta Timur. Berusia 21 tahun.
Menurut ayahnya, anaknya rajin, bekerja sesuai dengan jenis
keterampilan yang diperoleh di PSBRW Melati.
MA berasal dari Balaraja Banten. Penghasilan rata-rata
perbulan sekitar Rp. 400 ribu sampai Rp 500 ribuan. MA
bertempat tinggal sementara bersama Pak Iwan pemilik usaha
dimana MA bekerja. Selain MA di tempat Pak Iwan ada juga
penerima pelayanan dari panti yang sedang magang.
2. Jn, Perempuan, berusia 25 tahun. Bertempat tinggal di Jl
Citayem 4 Depok. Bekerja di perusahaan roti Ricky Kick. Belum
nikah. Sekilas Jn anak yang gesit, sudah bekerja sekitar dua
tahun. Dengan penghasilan sekitar Rp 500 ribuan perbulan.
Dari peninjauan lapangan terungkap lebih jelas bahwa
pengertian pembinaan lanjut dimaknai sebagai kegiatan
yang dilakukan apabila penerima pelayanan sudah selasai
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
169
dari pelayanan/rehabilitasi sosial yang dilakukan oleh
panti (berakhirnya masa pelayanan/terminasi). Sedangkan
monitoring adalah kegiatan yang dilakukan oleh petugas panti
selamam penerima pelayanan daam proses rehabilitasi sosial
(proses pelayanan).
Misalnya kasus MA, karena sebagai pekerja di penjahit Pak
Iwan merupakan kegiatan pembinaan lanjut, sedangkan dua
temannya MA (masih magang/praktek belajar kerja) yang ada
di penjahit Pak Iwan masih dalam proses pelayanan.
Menurut informasi monitoring evaluasi dilakukan biasanya
seminggu sekali. Dengan maksud untuk mengetahui apa yang
dilakukan anak-anak penerima pelayanan selama di tempat
kerja/perusahaan. Sedangkan pembinaan lanjut biasanya
dilakukan lima kali pertahun, dan juga tergantung kondisi
dan anggaran. Pembinaan lanjut dilakukan untuk mengetahui
kondisi di tempat kerja/perusahan, serta untuk mengetahui
informasi dari perusahaan perihal perilaku anak. Ada kesan
kuat kuat kebersamaan diantara mereka cukup kuat (karena
merasa senasib dan lebih mudah berkomunikasi sesama
mereka.
3. Puteri As, Usia 22 tahun, belum menikah. Pendidikan SMA
Paket C tahun 2010. Tanggal masuk panti 1 September 2008,
keluar dari panti tahun 2011. Sekarang bekerja di PT. Hanum
Colection. Komplek Pemda Bekasi Blok C 15 No. 5 Jati Asih
Bekasi, Jawa Barat. Jenis usaha menjahit pakaian wanita dan
laki-laki. Puteri tinggal menumpang dengan pemilik butik.
Pendapatan rata-rata menurutnya informasinya sekitar Rp.
500 ribu. Sepintas Puteri cukup gesit dan katanya cukup rajin.
Pekerjaan yang ditekuni sesuai dengan keterampilan yang
didapat dari panti yaitu menjahit.
4. KK, Usia 20 tahun. Pendidikan SMP Paket B. Tanggal masuk 9
Mei 2008, keluar panti 19 September 2011. Belum menikah,
pekerjaan sekarang menjahit. Berdasarkan informasinya
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
170
penghasilan rata-rata sekitar Rp. 400 ribu. Pekerjaan tersebut
sesuai dengan keterampilan yang didapat dari panti.
Bertempat tinggal menumpang di tempat Kokom bekerja.
Dalam keluarga Kokom ada lima orang anggota keluarga.
5. AS, berusia 19 tahun, alumni PSBRW tahun 2012. Pendidikan
SMP LB. Beralamat asal dari Jl. Blok Perulen Barat Rt 02/06
Desa Balai Rantai, Kecamatan Palimanan, Cirebon, Jawa Barat.
Belum kawin, sekarang bekerja sebagai karyawan di PT. Roco
Moro, sekarang bertempat tinggal mengontrak dekat tempat
kerja. Menurut penuturannya berpenghasilan rata-rata sekitar
Rp. 700 ribuan, kalau lembur bisa dapat sampai sekitar satu
jutaan rupiah, dan pengeluaran sekitar Rp. 500 ribuan. Di
Roco Moro bekerja sebagai penjahit pakaian wanita dan pria.
6. YPS, berusia 17 tahun, maasuk panti pada 16 Juni 2009, keluar
panti pada 17 Februari 2012. Belum menikah. Pendidikan
SD LB. Saat ini bekerja sebagai karyawati di PT. Rocomoro
(Garment). Berasal dari Jl. Pendidikan II Rt 001/06 No. 41 Kel.
Cijantung Jakarta Timur. Sekarang kost dengan temen-temen
dekat dengan temapat kerjanya. Berdasarkan informasinya
pendapatannya sekitar Rp. 700 ribuan. Kalau ada lembur
bisa mendapat sampai sekitar satu juatan rupauah. Pekerjaan
yang dilakaukan sesuai dengan jenis keterampilan yang
didapat dari panti, yaitu menjahit. Di Rocomoro YPS menjahit
pakaian wanita dan pria. Dan Yeni merasa senang dengan
pekerjaannya, karena sudah mendapat gaji dan bisa membeli
kebutuhan sehari-hari.
Dinamika Eks Klien di PSBRW Efata Naibonat
1. ADB, Perempuan, usia 24 tahun, keluar dari PSBRW tahun
2009. Pekerjaan menjahit. Belum menikah. Pekerjaan yang
digeluti sekarang sesuai dengan keterampilan yang diperoleh
pada waktu di PSBRW Efata.
Bertempat tinggal diB pendapatan rata-rata per bulan dari
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
171
pekerjaannya sekitar Rp 400 ribuan. Pada Natalan biasanya
pendapatannya berlebih karena banyak ordernya. Memang
alf terkesan komunikatif dan cukup kreatif dan ramah, serta
terkesan mudah bersosialisasi dengan kondisi lingkungan.
2. Sb, salah satu alumni dari PSBRW lulusan angkatan tahun
2008. Dengan keterampilan bidang perbengkelan motor.
Kesibukan yang dilakukan saat ini diantaranya usaha tambal
ban. Menurutnya pendapatan yang diperoleh perbulan
rata-rata sekitar Rp 500 ribuan. Sb mengharapakan adanya
bantuan Travo untuk mendukung pekerjaan diantaranya
untuk bisa mengelas.
3. OR, Ol demikian panggilannya, usianya 15 tahun, se orang
anak laki-laki. Keterampilan yang diambil waktu di panti
adalah keterampilan menjahit. Bertempat tinggal di desa
Oeniko, Kecamatan Amabi Oefeto Timur Kabupaten Kupang.
Tinggal bersama orang tuanya. Onli merupakan anak keempat.
Jumlah keluarga ada 6 orang. Ceritera dari orang tuanya Ol
tidak sekolah (SLB), sungguhpun ada minat untuk belajar.
Sekarang sudah mengenal huruf kata ibunya.
Boleh dikatakan Ol belum maksimal memanfaatkan
keterampilan yang di dapat selama dip anti. Berdasarkan
informasi factor usia waktu masuk di panti masih sekitar
10 tahun, sehingga mempengaruhi daya tangkap dalam
melaksanakan usaha jahit menjahit. Keterampilan yang bisa
dikerjakan baru mengecilkan baju yang longgar, dan memotong
celana yang kepanjangan, menurut kedua orang tuanya.
Keinganan untuk belajar masih ada. Misalnya ia ingin kembali
ke panti untuk lebih meningkatkan ketarmpilan menjahit,
minimal melihat secara dekat bagaimana bisa menjahit
dengan baik, tidak usah menjadi penerima pelayanan lagi,
mengingat berdasarkan aturan tidak memungkinkan untuk
kedua kalinya.
4. YEN, berumur 27 tahun, belum kawin. Eks klien di PSBRW
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
172
Efata, dengan keterampilan pertukangan kayu. Bertempat
tinggal di desa Oenova Kecamatan Amabi Oefeto Timur Kab.
Kupang. Masih tinggal bersama orang tua. Jumlah keluarga
YEN ada tujuh orang termasuk orang tuanya.
YEN sudah memiliki usaha sendiri, yaitu usaha meubel. Kisah
tentang YEN menurut orang tuanya relative sudah terampil,
dan sering dipanggil untuk memperbaiki rumah di sekitar
tempat tinggalnya. Juga pernah dipanggil oleh Puskesmas
untuk perbaikan jendela puskes dsb. Menurut ceritera
orang tuanya, bapak BN dan ibunya YN, dengan semangat
mengungkapkan bahwa YEN sedang menjalin cinta kasih
dengan alumni PSBRW Efata bernama ET, berusia 25 tahun,
bertempat tinggal di desa Oekam, Kec. Amanuban Timur,
Kab. TTS. ET tinggal bersama orang tuanya. ET memiliki
keterampilan menjahit, sesuai dengan jenis keterampilan
waktu berada di panti. Sekarang dia memiliki usaha menjahit.
Sayangnya, menurut orangtua YEN,
orangtua ET belum merestui hubungan anaknya tersebut.
Kisahnya sepasang penerima pelayanan sudah berhubungan
cukup lama dan pernah lari bersama demi cintanya yang
sudah cukup mendalam.
Kedua orang tua YEN sudah pernah berkunjung ke rumah
orang tua ET yang belum juga merestuinya. Bahkan
berdasarkan pengalaman. apabila alumni antara penerima
pelayanan menjalin hubungan keluarga ada indikasi usahanya
akan lebih mudah berkembang di bidang yang digeluti pada
masa di panti.
Faktor Pendukung dan Penghambat Pembinaan lanjut
Faktor penghambat;
- Untuk PSBRW Naibonat Kupang, faktor penghambat utama
adalah jauhnya lokasi dan sebaran asal eks klien dan kondisi
geografis, sebaran lokasi seperti tersebut di atas. Faktor
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
173
pendukung adalah kerjasama yang baik diantara petugas
pembinaan lanjut dan toleransi yang cukup tinggi diantara
mereka.
- Untuk PSBRW Melati DKI relatif tidak ada faktor penghambat
dibandingkan dengan wilayah di Naibonat Kupang.
Faktor pendukung adalah adanya kerja sama yang baik dan
kompak diantara petugas pembinaan lanjut pada setiap panti.
E. Analisis
Persepsi Instruktur : Sebuah Perspektif
1. Ada kesan semangat penerima pelayanan cukup tinggi. Yang
berlatar belakang dapat memahami baca tulis (SDLB/SMPLB)
cenderung lebih antosias, sungguhpun tidak selallu, artinya
ada yang tidak bisa baca tulis tapi daya tangkapnya cukup
bagus. Sebaiknya perbandingan antara Instruktur dengan
anak didik 10:1 (satu instruktur 10 anak didik) agar anak-anak
lebih fokus (Keterampilan Pertukangan)
2. Ada kesan anak didik pria lebih semangat dalam mengikuti
keterampilan tata rias. Ada variasi dalam penyerapan
pengetahuan keterampilan ketatariasan.
3. Untuk keterampilan menjahit putri, anak didik juga memiliki
variasi daya tangkap. Yang daya tangkapnya baik/cerdas
misalnya bisa membuat pola dasar dengan baik. Ada anak
yang dalam teori bagus tapi dalam praktek kurang demikian
sebaliknya. Modal utama yang penting adalah paham dulu.
4. Untuk tata boga, ada kecenderungan anak didik di bidang tat
rias lambat menerima pelajaran (cepat lupa). Untuk mengatasi
hal ini harus sering diulang-ulang, jadi dituntut kesabaran.
5. Dalam perspektif psikologis, yang dilihat lebih ke arah aspek
kepribadian. Ada kesan sebagian anak didik dalam keluarga
merasa diabaikan, kurang memperoleh kasih sayang yang
penuh. Hal ini terlihat dari hasil tes kepribadian (dilihat dari segi
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
174
psikologis). Hal tersebut menyebabkan, anak menjadi minder,
dan yang lebih parah bisa terjadi trauma. Untuk mengatasi hal
ini dibutuhkan waktu (cukup relatif bisa tiga hari, seminggu,
sebulan dst). Dengan demikian sebaiknya berhati-hati dalam
menghadapi anak penyandang rungu wicara.
Persepsi Keberhasilan Pelayanan (PSBRW Efata Naibonat)
Berdasarkan informasi bahwa PSBRW setiap tahunnya
menyalurkan anak sekitar 25-30 anak. Adapun anak yang
mendapatkan pembinaan lanjut tergantung anggaran yang
tersedia, dan mengadakan kontak dengan Dinas Sosial setempat.
Dalam pembinaan lanjut 25-30 anak yang disalurkan, ada tujuh
orang (28 persen) yang bisa bekerja dengan baik dan bisa mandiri,
sudah boleh dikatakan berhasil, demikian persepsi dari petugas
pelayanan panti.
Selain ini, indikator yang mudah dapat dilihat, antara lain:
mampu baca tulis dan menguasai keterampilan (jasa) yang dipilih
selama berada di panti.
Kendala yang dihadapi panti antara lain adalah anak asuh
sebagaian besar (95 persen) buta huruf. Ada kecenderungan
dalam hal ini lewat assement memegang peranan penting, karena
untuk melihat konsistensi keahlian mengerjakan alat tes (dalam
prosesnya melambat atau lebih cepat).
Sehubungan dengan kondisi tersebut, menurut pandangan
petugas panti, sebaiknya perlu pengadaan sarana Pendidik
bidang Tuna Rungu Wicara yang profesional dari akedemisi,
dengan maksud untuk pendidikan dasar klien agar lebih cepat
memahami proses pelayanan yang lain. Pekerja sosial sebaiknya
juga perlu ditambah dari yang sudah ada (lima Pekerja sosial
dan satu Penyuluh), sehingga proporsional satu pekerja sosial
menangani sepuluh anak didik. Sementara untuk Pekerja Sosial
sebaiknya perlu memahami perundang-undangan dan peraturan-
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
175
peraturan yang berkaitan dengan cacat rungu wicara, sebagai
modal melaksanakan advokasi.
Menurut informasi dari bagian keperawatan, sebagian besar
latar belakang kecacatan klien di panti adalah cacat dari lahir dan
karena sakit akibat ketidaktahuan orang tuanya tentang konsep
sakit/pengobatan serta kesulitan akses dalam menjangkau lokasi
tempat kesehatan (Puskesmas atau Postu).
Persepsi Dinas Sosial Provinsi Dalam Koordinasi
Perihal koordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi boleh
dikatakan cukup baik. Misalnya terdapat program kerjasama
dalam pendataan penyandang rungu wicara.
Bila ada program bantuan keterampilan juga kelayan eks
panti diberi dengan disesuaikan dengan basic keterampilan
dan diarahkan fokus keterampilan tersebut. Yang di bina di NTT
tanggung jawab Dinas Sosial, demikian menurut Bu Eva (Kasie
Resos Dinas Sosial Provinsi NTT). Memang Dinas Sosial biasanya
menangani klien luar panti. Untuk mendapatkan stimulan dari
Dinas dimungkinkan bila eks klien dari panti bisa menunjukkan
serifikat dari panti yang bersangkutan. Sehubungan dengan hal
tersebut, memang diperlukan pedoman Pembinaan lanjut , juga
perlu pendampingan dari orang di luar panti. Dengan demikian
dapat diketahui secara tepat perihal pemantauan klien.
Perlu forum yang simple bagi pendamping dalam proses
pembinaan lanjut, dan perlu juga sharing budget dari Kabupaten
untuk melaksanakan tugas tersebut. Perlu komitmen antar bidang
di Dinas Sosial Provinsi. Artinya ada kerja sama yang yang efektif
antara bidang rehabilitasi dan bidang pemberdayaan (agar eks
klien lebih teratasi masalah sosialnya secara berkelanjutan).
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
176
F. Penutup
1. Kesimpulan
a. Ada kesan kuat kedua panti tersebut telah melaksanakan
proses pelayanan rehabilitasi sosial sampai dengan
pembinaan lanjut kepada penyandang cacat rungu wicara
sesuai prosedur pedoman yang mereka buat dan disepakati
bersama (berdasarkan Standar Pelayanan PSBRW Efata
Kupang 2010 dan Pedoman Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial
Orang dengan Kecacatan Rungu Wicara PSBRW Melati Tahun
2010).
b. Berdasarkan Konvensi Hak-hak Penyandang Cacat dalam
resolusi PBB No. 61/106 tanggal 13 Desember 2006, Undang-
undang Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
dan Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 1998 tentang
Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat,
ada kesan kuat PSBRW Efata Naibonat dan PSBRW Melati
Bambu Apus telah melaksanakan amanat untuk memberikan
dan memperhatikan pelayanan kepada klien dalam aspek
pendidikan (keterampilan), kesehatan, perlindungan sosial,
ketenagakerjaan, dan aksesibilitas sesuai dengan kebijakan
kedua panti tersebut.
2. Rekomendasi
a. Kendala yang dihadapi panti antara lain untuk PSBRW
Efata Naibonat adalah penerima pelayanan/anak didik
sebagaian besar buta huruf. Ada kecenderungan dalam hal
ini lewat assement memegang peranan penting, mengapa
karena untuk melihat konsistensi keahlian mengerjakan
alat tes (dalam prosesnya melambat atau lebih cepat).
Sehubungan dengan kondisi yang demikian, menurut
pandangan petugas pelayanan PSBRW Efata sebaiknya
perlu pengadaan Pendidik bidang Tuna Rungu Wicara
yang professional dari akedemisi, dengan maksud untuk
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
177
pendidikan dasar klien agar lebih cepat memahami proses
pelayanan yang lain.
b. Dalam rangka optimalisasi pelayanan dalam panti, ada
pendapat bahwa Pekerja Sosial sebaiknya juga perlu
ditambah dari yang sudah ada (lima Pekerja Sosial dan
satu Pengasuh), sehingga proporsional satu Pekerja Sosial
menangani sepuluh ada didik. Sebaiknya Pekerja Sosial
perlu memahami perundang-undangan dan peraturan-
peraturan yang berkaitan dengan cacat rungu wicara,
sebagai modal melaksanakan advokasi.
c. Perlu ditambah tenaga psikolog agar penyelesaian aspek
psikologis lebih optimal dan pengadaan ruang tersendiri
untuk konsultasi. Saat ini baru ada satu psikolog untuk
menangani 125 klien, idealnya ada tiga psikolog.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
178
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
179
Bagian 7
EFEKTIVITAS PELAYANAN SOSIAL
MELALUI PANTI REHABILITASI SOSIAL PENYANDANG
DISABILITAS NETRA (PSBN)
Mulia Astuti
A. Pendahuluan
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah upaya yang
terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan
sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara,
yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan
sosial, dan perlindungan sosial (Undang-Undang Kesejahteraan
Sosial No.11 Tahun 2009). Melalui upaya tersebut diharapkan
tidak seorangpun warga negara termasuk penyandang disabilitas
tertinggal dan tidak terjangkau dalam proses pemenuhan
kebutuhan dasar dan hak-haknya.
Penyandang disabilitas netra sebagai individu pada
hakekatnya mempunyai potensi yang dapat dikembangkan.
Untuk mengembang kan potensi tersebut Kementerian Sosial RI
telah melaksanakan rehabilitasi sosial baik melalui sistem panti
maupun luar panti.
Panti Sosial Bina Netra (PSBN) sebagai unit pelaksana teknis
melaksanakan berbagai kegiatan untuk mempersiapkan para
penyandang disabilitas netra agar memiliki pengetahuan dan
keterampilan untuk dapat hidup secara wajar sebagai warga
negara dan anggota masyarakat. Dalam melaksanakan fungsinya
Panti Sosial Bina Netra dilengkapi dengan berbagai fasilitas, baik
yang berupa sarana dan prasarana fisik, alat-alat keterampilan
kerja, tenaga pelaksana maupun petunjuk teknis pelaksanaannya.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
180
Dalam melaksanakan kegiatannya panti sosial terikat dengan
prinsip-prinsip yang terdapat di dalam praktek pekerjaan sosial.
Beberapa prinsip yang menjadi dasar penyelenggaraan panti
sosial dan atau lembaga kesejahteraan sosial lain yang sejenis
(Balatbangsos, 2004) adalah: memberikan kesempatan yang
sama kepada mereka yang membutuhkan untuk mendapatkan
pelayanan; menghargai dan memberi perhatian kepada setiap
klien dalam kapasitas sebagai individu sekaligus juga sebagai
anggota masyarakat; menyelenggarakan fungsi pelayanan
kesejahteraan yang bersifat pencegahan, perlindungan, pelayanan
dan rehabilitasi serta pengembangan; menyelenggarakan fungsi
pelayanan kesejahteraan sosial yang dilaksanakan secara
terpadu antara profesi pekerjaan sosial dengan profesi lainnya
yang berkesinambungan; menyediakan pelayanan berdasarkan
kebutuhan klien guna meningkatkan fungsi sosialnya; dan
memberikan kesempatan kepada klien untuk berpatisipasi secara
aktif dalam usaha-usaha pertolongan yang diberikan. Saat ini
terdapat empat panti sosial bina netra (PSBN) yang dikelola oleh
Kementerian Sosial RI di Indonesia.
Tabel 12. Populasi Panti Sosial Bina Netra UPT Kementerian Sosial RI.
No Jenis Panti Sosial Lokasi
1. PSBNTumou Tou Manado, Sulawesi Utara
2. PSBN Tan Miyat Bekasi, Jawa Barat
3. PSBN Wiyata Guna Bandung, Jawa Barat
4. PSBN Mahatmiya Bali
Sumber: Direktorat Rehabilitasi Sosial ODK 2012
Fungsi utama panti sosial, antara lain sebagai pusat
rehabilitasi; pengembangan kesempatan kerja; pusat informasi
kesejahteraan sosial; tempat rujukan bagi pelayanan rehabilitasi
dari lembaga rehabilitasi di bawahnya (dalam sistem rujukan/
referral system) dan tempat pelatihan keterampilan.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
181
Pada umumnya proses rehabilitasi sosial melalui panti sosial
meliputi (1) tahap pendekatan awal; (2) asesmen; (3) perencanaan
kegiatan rehabilitasi; (4) pelaksanaan; (5) resosialisasi, (6)
pemulangan dan penyaluran, (7) pembinaan lanjut, dan (8)
terminasi. Pembinaan lanjut merupakan tahapan terakhir dari
proses rehabilitasi sosial di panti sosial.
Dalam implementasinya pelaksanaan rehabilitasi sosial
penyandang disabilitas melalui panti sosial belum maksimal
karena masih terdapat berbagai kendala (Hasil Penelitian di Panti
Sosial Bina Grahita 2010) antara lain: (a) dalam proses penerimaan
terutama dalam pengisian formulir, (b) dalam proses asesmen
yaitu rencana intervensi yang tidak sesuai dengan kondisi klien
sebenarnya, (c) dalam proses resosialisasi yaitu belum siapnya
sebagian orang tua menerima anak setelah direhabilitasi sosial di
panti, belum adanya dukungan masyarakat termasuk dunia usaha.
Disamping itu hasil penelitian lain yang dilakukan di Panti
Sosial Bina Remaja (PSBR) pada tahun 2009, menunjukkan
bimbingan lanjut pada sebagian besar PSBR dilaksanakan
terbatas pada eks siswa yang terjangkau oleh anggaran, atau
dilakukan terbatas bersamaan dengan dilaksanakan sosialisasi
program PSBR di daerah.
Guna memperoleh gambaran yang utuh tentang efektivitas
rehabilitasi sosial penyandang disabilitas netra melalui panti
sosial bina netra, maka pada tahun tahun 2012 Pusat Penelitian
dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial melakukan penelitian
evaluative pada dua panti sosial bina netra dibawah Kementrian
Sosial RI, yang dilakukan pada dua lokasi yaitu pada PSBN Tumou
Tou Manado dan Tan Miyat Bekasi.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui;(1) kondisi panti
yang merupakan input dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial,
(2) proses rehabilitasi sosial mulai dari pendekatan awal sampai
dengan terminasi; dan (3) hasil yang dicapai (output dan outcome),
(4) Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
182
Diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat bagi (1) Kementerian
sosial khususnya Direktorat Rehabilitasi Sosial (2) Bagi PSBN, dan
(3) Instansi Sosial kabupaten/kota dalam rangka pengembangan
kebijakan, program dan kegiatan rehabilitasi sosial melalui panti
sosial.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian evaluative
dengan pendekatan kualitatif. Pemilihan Lokasi penelitian
dilakukan secara purposive yaitu menentukan dua dari empat panti
sosial bina netra (PSBN) yaitu PSBN Tumou Tou Manado mewakili
luar Jawa dan PSBN Tan Miyat Bekasi mewakili Jawa. Pemilihan
informan juga purposive yaitu menentukan peserta diskusi
kelompok terarah (FGD). Adapun Informannya adalah sebagai
berikut: (a) Kabid/Kasi Rehabilitasi Sosial di Dinas/Instansi Sosial
provinsi, (b) Kabid/Kasi Rehabilitasi Sosial di dinas/instansi
sosial kabupaten/kota, (c) kepala panti sosial, (d) kepala seksi/
teknis panti, (e) pekerja sosial panti, (f) eks klien panti sosial,
(g) keluarga, anggota masyarakat, dan jejaring kerja. Dan untuk
eks klien pemilihan informan dilakukan secara snowball, dimana
peneliti menentukan informan, jika kurang tepat dicari lagi
informan berdasarkan petunjuk klien pertama. Dari kedua panti
diambil 10 eks klien, masing-masing panti 5 orang.
Teknik Pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara yaitu: (a)
wawancara perorangan dengan menggunakan daftar pertanyaan
sebagai panduan (interview guide) untuk memperoleh data dan
informasi dari eks klien dan petugas panti. (b) Focus Group Discussin
(FGD) atau wawancara kelompok di setiap panti sosial untuk
menghimpun berbagai permasalahan yang dihadapi panti sosial
dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial antara lain dengan kepala
panti, Dinas/instansi sosial kabupaten/kota/ provinsi dan unsur-
unsur fungsional yang terlibat dalam pelaksanaan pembinaan
lanjut. (c) Studi dokumentasi terhadap berbagai dokumen yang
dimiliki panti sosial yang relevan dengan tujuan penelitian
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
183
Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Data yang
telah terkumpul disusun, direduksi, disajikan, dilakukan penafsiran
dan menyimpulkan. Analisis data mencakup penelusuran
kesenjangan antara kondisi yang diharapkan menurut kebijakan
dan konseptual dengan kondisi yang ada, membandingkan data
eks klien panti sosial dengan tujuan yang diharapkan. Khusus
untuk proses pembinaan lanjut akan diulas secara khusus,
berhubung kegiatan ini adalah salah satu faktor penentu tingkat
keberhasilan.
Kerangka Konsep
Evaluasi
Menurut Rossi dan Freeman yang dikutip oleh Weinbach
(2005), evaluasi dan penelitian evaluasi adalah aplikasi sistematis
dari prosedur penelitian sosial dalam menilai konsep dan desain,
implementasi, dan manfaat program intervensi sosial. Selain itu,
masih menurut pendapat Rossi dan Freeman, penelitian evaluasi
adalah cara yang sistematis yang digunakan sebagai metode
dalam penelitian untuk membuat penilaian tentang efektivitas
dan semuanya yang pantas/tepat, bernilai, atau nilai dari suatu
bentuk praktek pekerjaan sosial.
Menurut Suharsimi Arikunto (2004 : 1) evaluasi adalah
kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya
sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan.
Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan
informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk
menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi
yang telah dilakukan.
Rehabilitasi Sosial
Rehabilitasi Sosial adalah kegiatan pelayanan sosial secara
utuh dan terpadu melalui pendekatan fisik, mental dan sosial,
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
184
agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal dalam
hidup bermasyarakat. Sedangkan fungsi sosial adalah kemampuan
dan peran seseorang untuk berintegrasi melalui komunikasi dan
interaksi dalam hidup bermasyarakat secara wajar. Rehabilitasi
Sosial bertujuan:
1. Memulihkan kembali rasa harga diri, percaya diri, kesadaran
serta tanggung jawab terhadap masa depan diri, keluarga,
maupun masyarakat atau lingkungan sosialnya
2. Memulihkan kembali kemauan dan kemampuan untuk dapat
melaksanakan fungsi sosial secara wajar
Kegiatan yang dilakukan dalam Rehabilitasi Sosial
1. Pencegahan, artinya mencegah timbulnya masalah peyandang
disabilitas,baik masalah datang dari dirinya sendiri, maupun
masalah yang datang dari lingkungannya.
2. Rehabilitasi; diberikan melalui bimbingan sosial dan
pembinaan mental, serta bimbingan keterampilan.
3. Resosialisasi; adalah segala upaya bertujuan untuk
menyiapkan penyandang disabilitas agar mampu berintegrasi
dalam kehidupan masyarakat
4. Pembinaan Tindak lanjut; diberikan agar keberhasilan klien
dalam proses rehabilitasi dan telah disalurkan dapat lebih
dimantapkan
Berdasarkan Kepmenpan Nomor: Kep/03/M.PAN/1/2004
tentang Jabatan Fungsional Pekerja Sosial dan angka Kreditnya
diuraikan bahwa pelayanan sosial di dalam panti dilakukan
melalui proses: (1) Pendekatan awal, (2) Asesmen, (3) Perencanaan
intervensi, (4) Intervensi, (5) Evaluasi dan terminasi, (6) Bimbingan
lanjut
Keputusan Menteri Sosial RI nomor 50/HUK/2004 tentang
Perubahan Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan
Sosial Nomor 193/Menkes-Kesos/III/2000 tentang Standardisasi
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
185
Panti Sosial menyebutkan bahwa standar khusus dalam pelayanan
panti sosial meliputi:
1. Tahap pendekatan awal: meliputi sosialisasi program,
penjaringan/pengjangkauan calon klien, seleksi calon klien,
penerimaan dan registrasi serta konferensi kasus
2. Tahap pengungkapan dan pemahaman masalah (asesment);
analisis kondisi klien, keluarga, lingkungan, karakteristik
masalah, sebab dan implikasi masalah, kapasitas mengatasi
masalah dan sumber daya, serta konfersnsi kasus
3. Tahap perencanaan program pelayanan; penetapan tujuan
pelayanan, penetapan jenis pelayanan dan sumber daya yang
digunakan
4. Tahap pelaksanaan pelayanan; diberikan sesuai dengan
kebutuhan, karakteristik dan permasalahan klien, sebagai
berikut: a). Bimbingan fisik dan kesehatan; b.) Bi mbi n g a n
mental dan psikososial; c). Bimbingan sosial; d). Bimbingan
pelatihan keterampilan; e). Bimbingan pendidikan; f).
Bimbingan individu; g). Bimbingan kelompok; h). Penyiapan
lingkungan sosial; i). Tahap pasca pelayanan; j). Penghentian
pelayanan; k). Rujukan; l). Pemulangan dan penyaluran; m).
Pembinaan lanjut
Tahap pembinaan lanjut dalam praktek pekerjaan sosial
adalah cukup penting dalam pencapaian keberhasilan pelayanan.
Pembinaan lanjut merupakan bagian dari manajemen kasus.
Menurut Maguire dan Lambert (2002), manajemen kasus digunakan
untuk mengelola, mengkoordinasi, dan memandu klien melalui
serangkaian langkah-langkah tertentu di lapangan. Langkah
tersebut termasuk antara lain asesmen awal yang mendefinisikan
masalah dan kekuatan, perencanaan, penghubungan dan
pengkoordinasian, pemantauan dan perubahan yang mendukung,
dan pada akhirnya meringkas serta menyelesaikan melalui
terminasi dan dilanjut dengan tahap pembinaan lanjut.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
186
Proses pelayanan sosial berakhir ketika terminasi berlangsung.
Namun karena tanggungjawab terhadap klien seringkali dilanjutkan
dengan pelayanan lanjutan (after care). Pembinaan lanjut tidak
boleh lepas dari prinsip-prinsip yang digunakan dalam memandu
aktivitas praktek pekerjaan sosial. Seperti yang dikemukakan oleh
Sheafor dan Horejsi (2003), antara lain yaitu :
1. Seorang pekerja sosial harus dapat memaksimalkan
pemberdayaan kliennya
2. Seorang pekerja sosial harus terus menerus melakukan
evaluasi terhadap kemajuan dari perubahan yang dicapai
klien
3. Seorang pekerja sosial harus bertanggungjawab kepada
lembaga, masyarakat dan profesi pekerjaan sosial
Menurut Woodside dan McClam (2003), keberlanjutan
pelayanan memiliki dua pengertian:
1. Keberlanjutan berarti bahwa pelayanan yang diberikan pada
klien tidak terputus dari tahap awal sampai terminasi dan
keberlanjutannya.
2. Keberlanjutan layanan berarti penyediaan layanan secara
komprehensif. Didalamnya termasuk intervensi dengan
dukungan dari lingkungan, memelihara hubungan dengan
keluarga klien dan pihak-pihak lain dan jejaring sosial yang
menghubungkan dengan layanan-layanan yang tersedia di
lingkungannya.
Berdasarkan prinsip-prinsip pekerjaan sosial, maka bimbingan
lanjut dianggap perlu untuk dilakukan. Adapun tahapan dari
bimbingan lanjut adalah sebagai berikut:
1. Menyusun rancangan kegiatan bimbingan dan pembinaan
lanjut terhadap eks penerima program pelayanan
kesejahteraan sosial.
2. Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
187
terhadap eks penerima program pelayanan kesejahteraan
sosial melalui bimbingan dan penyuluhan sosial.
3. Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut
terhadap eks penerima program pelayanan kesejahteraan
sosial melalui bimbingan dan pendampingan secara individual.
4. Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut
terhadap eks penerima program pelayanan kesejahteraan
sosial melalui koordinasi dengan pihak terkait.
5. Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut
terhadap eks penerima program pelayanan kesejahteraan
sosial dengan menggali dan mengaitkan dengan sistem
sumber yang tersedia.
6. Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut
terhadap eks penerima program pelayanan kesejahteraan
sosial dengan menggali dan mengaitkan dengan memberikan
bantuan pengembangan usaha.
7. Memantau perkembangan eks penerima program pelayanan
kesejahteraan sosial dalam masyarakat.
8. Mengidentifikasi hambatan pelaksanaan kegiatan bimbingan
dan pembinaan lanjut terhadap eks penerima program
pelayanan kesejahteraan sosial.
9. Memberikan supervisi dalam pelaksanaan bimbingan dan
pembinaan lanjut terhadap pekerja sosial di bawahnya.
B. Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Hasil penelitian di kedua PSBN ini meliputi gambaran umum
panti sosial yang merupakan input program, proses rehabilitasi
sosial mulai dari pendekatan awal sampai dengan terminasi, hasil
yang dicapai yang merupakan keluaran (output), manfaat (outcome)
dan dampaknya (impact), serta faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
188
1. Gambaran Umum Panti Sosial
Pada bagian ini membahas tentang sejarah panti, sumber
daya manusia (SDM), sarana dan prasarana, sumber dana,
kebijakan dan calon klien pada PSBN.
a. Sejarah Panti
PSBN Tumou Tou Manado
Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Tumou Tou Manado
merupakan unit pelaksana teknis (UPT) di bawah Kementerian
Sosial RI yang melaksanakan program rehabilitasi sosial bagi
penyandang disabilitas netra, agar mereka mampu memenuhi
kebutuhan diri dan keluarganya serta mampu berperan aktif
dalam kehidupan bermasyarakat.
Sejak berdiri tahun 1971 sampai sekarang PSBN Tumou
Tou telah merehabilitasi lebih dari 511 orang penyandang
disabilitas netra yang tersebar di provinsi wilayah timur
Indonesia dengan berbagai jenis pekerjaan seperti pegawai
negeri sipil (PNS), pengajar, pendeta, ustadz, wiraswasta,
panti pijat dan lain-lain.
PSBN Tan Miyat Bekasi
Panti Sosial Bina Netra Tan Miyat merupakan Unit Pelaksana
Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Sosial RI memberikan
pelayanan kesejahteraan sosial bagi penyandang disabilitas
netra untuk meningkatkan kemampuan fisik, mental dan
sosial agar menjadi warga masyarakat yang produktif. Panti
ini didirikan atas ide Prof. Sumantri Praptokusumo yang
diresmikan oleh Bapak Moeljadi Djoyomartono dengan
nama Pilot Proyek Asuhan Keluarga Anak-Anak Penyandang
Disabilitas Netra "Wisma Tan Miyat" yang berarti "Rumah
Tanpa Sinar", maka berdirilah Panti Rehabilitasi Penyandang
Disabilitas Netra "Wisma Tan Miyat" yang diresmikan oleh
Menteri Kesejahteraan Sosial pada tanggal 20 Desember
1959, berlokasi di Jl.R.SFatmawati Jakarta Selatan.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
189
Pada tahun 1961 diadakan kerjasama dengan Depdiknas
didirikan Sekolah Luar Biasa (SLB)/A Tan Miyat dalam rangka
untuk mencerdaskan anak-anak penyandang disabilitas
netra. Pada tahun 1992 berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Sosial RI No. 47/HUK/ 1992 Panti Rehabilitasi Penderita Cacat
Netra (PRPCN) Wisma Tan Miyat dipindahkan ke Jl. H.Moelyadi
Djoyomartono No.19 Bekasi Timur. Kemudian pada Tahun
1995 diadakan perubahan nama panti berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Sosial RI No.22/HUK/1995 menjadi Panti
Sosial Bina Netra (PSBN) "Tan Miyat" Bekasi.
b. Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber daya manusia pada panti sosial bina netra (PSBN)
Tumou Tou Manado berjumlah 27 orang yang terdiri dari
pejabat struktural, pejabat fungsional serta staf, dengan
kapasitas tampung panti 70 orang.
Sedangkan SDM pada PSBN Tan Miyat Bekasi berjumlah 49
orang dengan kapasitas tampung panti 120 orang. Disamping
itu juga ada tenaga kontrak dan honor sebanyak 17 orang
di PSBN Tumou Tou Manado dan 15 orang untuk PSBN Tan
Miyat Bekasi.
Jika dilihat dari kecukupan jumlahnya maupun kualitasnya,
pada kedua PSBN, berdasarkan status kepegawaian, jumlah,
dan rasionya dengan klien dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 13. Jumlah SDM Menurut Status Kepegawaian
No Status Kepegawaian
Tumou Tou Tan Miyat
F % F %
1 Pegawai Negeri Sipil 27 61.4 49 76.6
2 Pegawai Kontrak 13 29.5 15 23.4
3 Pegawai Honor 4 9.1 -
Jumlah 44 100.0 64 100.0
Sumber: Informasi dari PSBN Tumou Tou Manado dan PSBN Tan Miyat Bekasi 2012
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
190
Status kepegawaian di PSBN Tumou Tou Manado lebih
banyak persentase tenaga kontrak dan honorernya atau
sebaliknya lebih sedikit persentase PNS nya dibandingkan
PSBN Tan Miyat Bekasi. Hal ini disebabkan jumlah PNS
yang ada di Tumou Tou sangat kurang jumlahnya terutama
pekerja sosial fungsional. Hal Ini menjadi suatu permasalahan
tersendiri, dalam memberikan rehabilitasi. Menurut informan
hal ini disebabkan sistem perekrutan pegawai yang ada di
panti belum stabil. Pegawai panti bukan berasal dari warga
setempat, meski sistem regional sudah diberlakukan, Jika
mereka telah habis wajib kerjanya atau tidak betah bekerja
di panti maka mereka dengan mudah akan pindah ke bagian
lain. Untuk mengatasi masalah tersebut, dalam pembahasan
hasil penelitian di Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Utara
menyarankan dalam perekrutan pegawai memperhatikan
sarjana sosial yang berasal dari daerah setempat.
Selanjutnya, kualitas SDM dilihat dari latar belakang
pendidikannya
Tabel 14. Jumlah SDM Menurut Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan
Tumou Tou Tan Miyat
F % F %
1 SD 3 11.1 3 6.1
2 SMP - - 5 10.2
3 SLTA Non Kessos 5 18.5 10 20.4
4 SLTA Jurusan Kessos - - 3 6.1
5 Sarjana Muda/DIII 4 14.8 7 14.3
6 S1Non Kessos 4 14.8 6 12.2
7 S1 Kessos 8 29.6 11 22.5
8 Paska Sarjana (S2) 3 11.1 4 8.2
Jumlah 27 100.0 49 100.0
Sumber: Informasi dari PSBN Tumou Tou Manado dan PSBN Tan Miyat Bekasi 2012
Kualitas SDM di kedua panti sebenarnya sudah cukup
memadai, karena sebagian besar adalah D III ke atas.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
191
Demikian pula bidang keilmuannya sudah sesuai dengan yang
dibutuhkan.
Dari hasil wawancara kelompok (FGD) dan perorangan dengan
petugas panti diperoleh informasi bahwa :
SDM di PSBN Tumou Tou bila dilihat dari jumlahnya dan
kualitasnya masih dirasakan kurang. Seperti jumlah pekerja
sosial hanya 2 orang untuk kapasitas panti 70 orang,
sedangkan yang dibutuhkan 13 orang. Demikian pula tenaga
pembimbing keterampilan (instruktur) hanya 8 orang,
instruktur keterampilan khusus seperti kerajinan tangan
tidak ada dan tenaga administrasi (manajemen), khususnya
tenaga akuntan juga tidak ada. Dalam melaksanakan tugas
rehabilitasi sosial sehari-hari petugas yang ada merangkap
pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh tenaga
professional di bidangnya seperti psikolog, disamping itu
mendatangkannya dari luar misalnya untuk pelatih musik.
SDM di PSBN Tan Miyat tenaga yang ada lebih banyak
dibandingkan dengan PSBN Tumou Tou terutama tenaga
fungsional pekerja sosial, sehingga tidak tidak terjadi
perangkapan pekerjaan.
Bila dilihat dari rationya. antara petugas dengan klien untuk
PSBN Tumou Tou lebih kecil yaitu 1: 10, dan di PSBN Tanmiat
lebih kurang 1 : 6. Oleh sebab itu PSBN Tumou Tou masih
memerlukan tambahan petugas terutama pekerja sosial
Sarana Dan Prasarana
Secara umum sarana dan prasarana sudah memadai, namun
dari hasil FGD masih ada yang dirasakan kurang yaitu ruang
asesmen belum tersedia secara khusus baik di Tumou Tou
maupun di Tan Miyat masih bergabung dengan ruangan
lainnya. Disamping itu di Tan Miyat alat peraga dirasakan
kurang dan yang ada sudah relatif berusia tua.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
192
d. Sumber Dana
Semua sumber dana pada kedua panti berasal dari APBN,
namun dalam alokasi kegiatan tidak sama, demikian satuan
anggaran yang digunakan juga tidak sama. Pada panti Tumou
Tou kegiatan-kegiatan yang dilakukan di luar panti seperti
pendekatan awal, bimbingan lanjut dan terminasi dalam suatu
proses rehabilitasi sosial dikelompokkan dalam satuan biaya
umum (SBU), hanya kegiatan-kegiatan di dalam panti saja
yang termasuk satuan biaya khusus (SBK). Sedangkan pada
PSBN Tan Miyat seluruh kegiatan rehabilitasi sosial melalui
panti dikelompokkan kedalam SBK.
Bila dilihat dari pengalokasian pada setiap kegiatan proses
rehabilitasi, seperti bimbingan sosial, resosialisasi dan
bimbingan lanjut porsinya sangat kecil.
e. Kebijakan
PSBN Tumou Tou Manado
Kebijakan yang dijadikan acuan dalam melaksanakan kegiatan
rehabilitasi sosial pada PSBN Tumou Tou Manado adalah; a)
Pedoman Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan Netra
Dalam Panti yang dikeluarkan Menteri Sosial RI cq Direktorat
Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan Tahun 2010
sudah dimiliki, namun dalam pelaksanaan belum seluruhnya
diterapkan karena keterbatasan dana dan tenaga, b) Pedoman
Penilaian Jabatan Pekerja Sosial Tahun 2004, juga digunakan
oleh pekerja sosial sebagai acuan dalam melaksanakan tugas
sehari-hari terutama dalam menyusun instrument dalam
pelaksaan rehabilitasi sosial.
Permasalahannya menurut peserta FGD adalah
1) Nomenklatur penyandang cacat yang sering berubah-
ubah seperti Permensos RI belum sempat disosialisasikan
sudah berubah menjadi ODK dan selanjutnya berubah
lagi menjadi penyandang disabilitas, sehingga membuat
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
193
masyarakat menjadi bingung.
2) Perda tentang ODK belum ada, sehingga banyak terjadi
pelanggaran hak-hak penyandang disabilitas seperti
dalam memperoleh pekerjaan, quota 1 % belum dipenuhi,
masih terjadi diskriminasi. Contoh kasus penyandang
disabilitas netra kesulitan dalam membuat buku tabungan
karena menggunakan cap jempol sebagai pengganti tanda
tangan.
3) Akibat belum adanya Perda tentang penyandang
disabilitas, dinas sosial kabupaten/kota ataupun provinsi
kesulitan dalam mengalokasikan dana untuk mendukung
kegiatan pendataan khususnya untuk penyandang
disabilitas netra, sehingga PSBN kesulitan memperoleh
informasi tentang calon klien.
PSBN Tan Miyat Bekasi
Pada PSBN Tan Miyat Bekasi, pedoman yang dijadikan acuan
dalam melaksanakan kegiatan rehabilitasi sosial sama dengan
PSBN Tumou Tou yaitu pedoman yang dikeluarkan oleh
Kemanterian Sosial, tetapi PSBN Tanmiat telah menyusun
sendiri Standarisasi Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Penyandang Cacat Netra Panti Sosial Bina Netra Tan Miyat
Bekasi (2010) dan Modul Bimbingan Psikososial Bagi
Penyandang Cacat Netra Panti Sosial Bina Cacat Netra Tan
Miyat Bekasi (2010). Selain itu, juga menggunakan Pedoman
Penilaian Jabatan Pekerja Sosial Tahun sebagai acuan dalam
melaksanakan tugas sehari-hari terutama dalam menyusun
instrumen dalam pelaksaan rehabilitasi sosial.
f. Calon Klien
Kriteria penerimaan calon klien adalah:
1) Usia ; 9 s/d 35 tahun,
2) Tidak menderita cacat ganda
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
194
3) Surat pernyataan persetujuan orang tua/wali
4) Surat pengantar dari desa/kelurahan diketahui Dinas
Sosial kabupaten/kota setempat
5) Surat keterangan dokter (tidak memiliki penyakit menular),
seharusnya juga tentang derajat kecacatan.
Kriteria b sampai dengan e pada umumnya sama yaitu
persyaratan yang harus dilengkapi calon klien dan tidak
menjadi masalah.
6) Belum menikah, pada kriteria ini seolah-olah ada
diskriminasi bagi yang sudah menikah pada hal mereka
membutuhkan. Disarankan bisa juga yang sudah menikah
dengan persyaratan ada persetujuan istri/suami
Dari hasil penelitian diperoleh informasi tentang usia klien
yang ada dikedua panti adalah sebagaimana tabel berikut.
Tabel 15. Jumlah klien menurut kelompok umur
No.
Kelompok
Umur
Tumou Tou Tan Miyat
F % F %
1 9 14 2 2.86 29 24.17
2 15 -25 49 70.00 66 55.00
3 26 -30 14 2.00 16 13.33
4 31 -34/35 5 7.14 9 7.50
Jumlah 70 100.0 120 100
Sumber: Hasil FGD di PSBN Tumou Tou dan Tan Miyat
Dari hasil FGD diketahui kriteria umur pada kenyataannya di
lapangan ada yang di atas 35 tahun, tetapi masih potensial untuk
dididik dan dilatih di PSBN, dimana menurut sebagian informan
hal tersebut perlu mendapat perhatian. Disamping itu batas
bawah, anak usia 9-14 tahun belum layak untuk memperoleh
keterampilan di panti karena masih memerlukan bimbingan
orang tua. Pendidikan formal disabilitas anak seharusnya menjadi
tanggung jawab Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
195
pemenuhan hak pendidikan (sekolah inklusive). Sehubungan itu
disarankan klien di PSBN berusia 15 sampai dengan 40 tahun.
Berbeda dengan PSBN Tan Miyat Bekasi, usia yang diterima lebih
muda lagi yaitu mulai dari 7 tahun, Karena panti juga menyediakan
fasilitas sekolah formal dan asrama bagi yang masih bersekolah.
Hal ini juga merupakan pembahasan yang cukup menarik terkait
dengan fungsi panti sosial
2. Proses Rehabilitasi Sosial
a. Pendekatan Awal
Berdasarkan pedoman rehabilitasi sosial ODK netra dalam
panti, tahap pendekatan awal meliputi: orientasi dan
konsultasi, identifikasi, pemberian motivasi dan seleksi.
Dalam pelaksanaannya pada kedua panti seluruh kegiatan
termasuk penerimaan dilakukan dengan cara satu kali
kunjungan lapangan selama 1-3 hari oleh petugas panti yang
ditunjuk oleh kepala panti (Tumou Tou) dan pekerja sosial dan
seksi rehabilitasi sosial (Tan Miyat).
Permasalahannya adalah kurangnya dukungan dari dinas sosial
daerah asal dalam penyiapan data base tentang penyandang
disabilitas netra, dan partisipasi masyarakat (PSM, TKSK)
juga masih terbatas. Disamping adanya keterbatasan dana,
alokasi dana di PSBN juga tidak proporsional, dan tidak
mempertimbangkan jarak, dimana lokasi yang jauh dan dekat
alokasi dananya disamakan
b. Penerimaan
Pada tahap penerimaan, formulir yang telah diisi pada saat
pendekatan awal diseleksi oleh seksi PAS kemudian dilakukan
penjemputan oleh petugas panti atau diantar orang tua/Dinas
Sosial kabupaten/kota. Permasalahannya yaitu 1) kadang-
kadang orang tua tidak mengijinkan dan, anak berubah pikiran
akhirnya tidak mau dibawa ke panti, 2) banyak dinas sosial
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
196
tidak memakai surat pengantar, surat keterangan dokter, dan
tidak ada surat pemerintah setempat (Tumou Tou).
Sementara di PSBN Tan Miyat pemanggilan, registrasi dan
kesepakatan layanan dilakukan oleh Sie Rehsos dan Pekerja
Sosial, Pengasramaan oleh Kasubag TU dan Orientasi oleh
Pekerja Sosial. Permasalahan yang dikemukakan adalah
dananya sangat terbatas serta sarana dan prasarana kurang
memadai.
Bila diamati proses penerimaan di PSBN Tan Miyat lebih
professional dibandingkan dengan di PSBNTumou Tou karena
kegiatan yang dilakukan sesuai dengan pedoman rehabilitasi
sosial ODK Netra dalam panti. Hal ini ditunjang oleh jumlah
dan kualitas tenaga pelaksana khususnya jumlah Pekerja
sosial lebih memadai.
c. Penelaahan dan Pengungkapan Masalah (Assesmen)
Kegiatan ini bertujuan untuk memahami kondisi obyektif
permasalahan klien, tingkat kecacatan, minat dan bakat guna
menetapkan program rehabilitasi.
Pada tahap ini PSBN Tumou Tou melakukan diagnosa
psikologis, asesmen, wawancara dengan instrument,
konseling, pengisian bio data klien, keluarga. vokasional,
penentuan jenis keterampilan yang sesuai dengan minat
dan bakat calon klien. Kegiatan ini dilakukan oleh Pekerja
Sosial dan staf yang ada di panti. Permasalahan selama ini
memanfaatkan ruang yang ada/merangkap sebagai ruang
keterampilan. Belum tersedia ruang khusus untuk konseling
dan anggaran yang sangat minim .
Sementara di PSBN Tan Miyat kegiatan yang dilakukan pada
tahap ini adalah asesmen fungsional, klinis, vokasional,
problematik, dan psikolog. Dilaksanakan pada bulan Maret s/d
Mei oleh tim Asesmen panti yang terdiri dari Peksos, Psikolog
dan tenaga medis selama 3 hari di PSBN. Permasalahannya
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
197
adalah ruangan asesmen yang kurang memenuhi persyaratan,
atau tidak punya ruang khusus, hanya disekat saja,
Dari uaraian di atas diketahui bahwa kedua panti sudah
melaksanakan kegiatan itu sesuai pedoman, namun keduanya
mempunyai masalah yang sama yaitu belum tersedianya
ruangan asesmen secara khusus.
d. Pelaksanaan Bimbingan
Pada pedoman rehabilitaasi sosial PSBN ada tiga jenis bimbingan
yang harus diberikan pada panti yaitu: pertama, bimbingan
fisik dan mental bertujuan membina ketaqwaan terhadap
Tuhan YME dan terwujudnya kemauan dan kemampuan
klien agar dapat memulihkan harga diri, kepercayaan diri,
kestabilan emosi sehingga tercipta kematangan pribadi.
Kedua, bimbingan sosial yang bertujuan membina kesadaran
dan tanggung jawab sosial, serta meningkatkan kemampuan
menyesuaikan diri dengan lingkungkungan sosialnya. Ketiga,
bimbingan usaha dan keterampilan kerja bertujuan agar ODK
Netra memiliki keterampilan kerja dan usaha untuk menjamin
masa depannya.
Dalam pelaksanaan bimbingan dimasing-masing PSBN adalah
sebagai berikut.
Bimbingan di PSBN Tumou Tou
Pelaksanaan bimbingan dilakukan tiga tahap kegiatan yaitu
persiapan (kesehatan, OM/ADL), bimbigan dasar (kecerdasan,
brile), dan bimbingan kejuruan (anatomi, fisiologi, teori & praktek
pijat). Pada setiap tahap dilakukan bimbingan fisik, mental,
sosial dan kepramukaan. Tempat bimbingan di kelas dan di luar
kelas. Waktu masing - masing bimbingan keterampilan, minimal
1 tahun, secara keseluruhan maksimal 5 tahun.
Kendala yang dialami yaitu 1) tingkat pendidikan klien berbeda
yang dapat mengganggu pelaksanaan keterampilan. 2) Tingkat
kecerdasan yang berbeda-beda ( ada yg pintar sekali dan ada
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
198
yang bodoh sekali), 3) instruktur kadang - kadang melakukan
tugas dinas luar dan tidak ada yg menggantikan, 4) keluarga
sering kali tidak datang tepat waktu untuk menjemput
Bimbingan di PSBN Tan Miyat
Bimbingan fisik, mental dan sosial, dilakukan secara individulal
dan kelompok oleh Peksos, Staf Rehsos, Psikolog, Dokter dan
guru agama salama 1 s/d 2 tahun di dalam dan di luar panti.
Bimbingan kecerdasan melalui sekolah formal 9 th SD dan SMP
bagi anak usia 7 s/d 15 tahun, oleh guru Dikbud, Peksos dan
staf Rehsos. Biaya pendidikan oleh Dikbud pengasramaan,
seragam dan kebutuhan siswa menggunakan dana PSBN.
Bimbingan keterampilan, dilaksanakan selama 1 s/d 2 thn
oleh pembimbing keterampilan terlatih. Jenis keterampilan
yang diajarkan bersifat komprehensif yaitu sport massage,
segmen massage, Anma, shiatsu, reflexsi, cosmetic massage, dan zona
terapi. Bimbingan Hidup Sehari-hari, atau dikenal dengan
ADL, dilaksanakan 1 s/d 2 tahun oleh Peksos dilakukan
secara individual maupun kelompok. Bimbingan Orientasi
Dilaksanakan selama 3 bulan sebelum masuk ke program
vokasional dalam bentuk pengenalan baca tulis braille, etika
dan lingkungan PSBN.
Kendala dalam melaksanakan tugas sehari-hari 1) kurangnya
dukungan dari pihak keluarga dan masyarakat, 2) kurangnya
ruang praktek dan teori massage, 3) kurang alat peraga untuk
praktek anatomi, 4) petunjuk teknis rehabilitasi belum pada
kedua PSBN.
Dalam pelaksanaannya pada kedua panti mempunyai gaya
sendiri-sendiri, namun tujuannya sama. Tapi bila diamati
modul di PSBN Tan Miyat lebih terarah. Hal ini di dukung oleh
tenaga baik jumlah maupun kwalitas yang memadai, petujuk
teknis dan standar yang dimiliki PSBN Tan Miyat.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
199
e. Resosialisasi
Menurut pedoman rehabilitasi sosial, resosialisasi adalah suatu
kegiatan untuk mempersiapkan klien agar dapat berintegrasi
dalam kehidupan bermasyarakat. Ada beberapa kegiatan yang
dilakukan pada tahap ini yaitu: Pertama, bimbingan kesiapan
dan peran serta masyarakat, bertujuan menumbuhkan
kemampuan ODK netra dalam berintegrasi dimasyarakat
dan menumbuhkan kemauan masyarakat untuk menerima
kehadiran ODK netra dalam keluarga dan lingkungan sosialnya.
Kedua, bimbingan sosial hidup bermasyarakat, bertujuan
agar ODK netra mampu menyesuaikan diri dan melakukan
kegiatan hidup bermasyarakat. Ketiga, pembinaan bantuan
stimulans usaha ekonomis produktif, bertujuan agar klien
dapat berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan
memperoleh permodalan dan peralatan usaha kerja. Keempat,
bimbingan usaha/kerja produktif, bertujuan agar klien mampu
menerapkan keterampilan/usaha/kerja serta memanfaatkan
stimulan dalam pelaksanaan usha kerja. Kelima, penyaluran,
bertujuan agar klien mampu mendapatkan lapangan usaha/
kerja sesuai dengan keterampilan yang dimiliki dan perangkat
kerja yang ada.
Dalam pelaksanaannya pada kedua panti dapat dilihat pada
uraian berikut.
Pelaksanaan di PSBN Tumou Tou
Pada tahap ini seharusnya dilakukan bimbingan kesiapan
keluarga dan masyarakat tetapi tidak dilaksanakan oleh
kabupaten/kota/panti dan bimbingan kerja serta usaha,
dilaksanakan melalui kegiatan PBK selama 3 bulan. Pemberian
bantuan modal, hanya untuk beberapa siswa yang berprestasi.
Bimbingan hidup bermasyarakat, dilaksanakan secara praktis
tanpa modul/juknis. Kemudian penyaluran kerja, belum
bekerjasama dengan pihak-pihak terkait. Sebagian besar
dibantu oleh para alumni yang telah berhasil.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
200
Kendala dalam melaksanakan kegiatan ini antara lain
1) kegiatan ini belum dilaksanakan sesuai pedoman, 2)
pelaksanaannya belum melibatkan instansi sosial kabupaten/
kota dan dunia usaha.
Pelaksanaan di PSBN Tan Miyat
Kegiatan yang dilakukan pada tahap resosialisasi yaitu 1)
Penjajagan tempat usaha, dilakukan oleh Peksos dan Sie
Rehsos pada bulan Juni s/d Juli di lingkungan masyarakat
selama 2 hari; 2) Pembekalan hidup bermasyarakat, dilakukan
oleh Sie Rehsos dan Peksos: 3) Pembekalan pengelolaan
usaha, dilakukan oleh Sie Rehsos, Peksos dan Nara Sumber
pada bulan Juni selama 2 hari di PSBN. Nara sumber biasanya
diundang alumni yang berhasil; 4) Menyusun rencana aksi
usaha, dilaksanakan oleh Peksos, Sie Rehsos bersama
calon tempat usaha, penyandang disabilitas di PSBN dan
di lingkungan masyarakat selama 10 hari; 5) Penyaluran dan
bimbingan lanjut, dilaksanakan oleh Peksos dan Sie Rehsos
di tempat penyandang disabilitas berusaha selama 2 hari.
Bimbingan lanjut dilakukan 6 bulan setelah penyaluran dalam
bentuk monitoring dan evaluasi baik kunjungan langsung
maupun melalui telp. Jika ada masalah baru dilakukan
advokasi.
Kendala yang dirasakan pada tahap ini antara lain kurangnya
dukungan dari pihak terkait ( Pemda setempat dan lingkungan
masyarakat ) dan dana kurang memadai .
Bila dilihat pelaksanaan pada kedua panti, langkah-langkah
yang dilakukan PSBN Tan Miyat lebih mendekati buku
pedoman. Namun di kedua masih mengalami kendala yang
sama yaitu pengalokasian dana yang masih minim untuk
kegiatan ini.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
201
f. Bimbingan Lanjut
Menurut buku pedoman bimbingan lanjut adalah bimbingan
peningkatan kehidupan bermasyarakat dan berperan serta
dalam kegiatan pembangunan, tujuannya agar ODK netra
mampu berintegrasi dalam kehidupan bermasyarakat dan
berperan serta dalam kegiatan pembangunan
Pelaksanaan di PSBN Tumou Tou
Pada tahap ini dilakukan kegiatan peningkatan pemantapan
kerja, pemantapan stabilitas pelayanan rehabilitasi sosial,
dan kunjungan petugas dalam rangka motivasi, konsultasi
dengan menggunakan instrumen monitoring dan evaluasi.
Pelaksanaan di PSBN Tan Miyat
Pada PSBN Tan Miyat , kegiatan bimbingan lanjut merupakan
bagian dari tahapan resosialisasi. Bimbingan lanjut yang
dilakukan adalah berupa monitoring dan evaluasi dalam
rangka pemutusan hubungan
Bila dilihat dari pelaksanaan pada kedua panti, bimbingan
lanjut belum dilaksanakan secara maksimal sesuai pedoman.
Kegiatan pada buku pedoman juga belum dirumuskan sesuai
konsep yang dikemukakan oleh Seafor & Horejsi (2003) dan
Wrodside Mc Clam (2003). Sehubungan dengan itu buku
pedoman yang ada perlu dikaji lagi, karena secara konseptual
kegiatan ini adalah penting dan merupakan salah satu faktor
penentu keberhasilah rehabilitasi.
g. Terminasi
Terminasi dilakukan setelah klien memenuhi persyaratan
yaitu telah mantap sumber penghidupannya, berkemampuan
dan berkemauan melaksanakan fungsi sosialnya serta mampu
berperan serta dalam pembangunan.
Di PSBN Tumou Tou pemutusan hubungan kerja dilakukan
setahun setelah bimbingan lanjut..
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
202
Di PSBN Tan Miyat, Pada tahapan ini melakukan penilaian
terhadap eks klien. di rumah/tempat tinggalnya selama 2
hari. Aspek yang dinilai antara lain perilaku positif, kelancaran
usaha dan dukungan masyarakat lingkungan. Setahun
setelah penyaluran, ketiga aspek tersebut di atas sudah baik
semuanya maka dilakukan pemutusan hubungan oleh Pekerja
sosial secara formal dengan PSBN. Tempatnya bisa di Panti
dan bisa di masyarakat
3. Hasil Yang Dicapai
Hasil yang dicapai dapat dilihat dari pencapaian tujuan
program rehabilitasi melalui panti sosial atau manfaat yang
dirasakan. Dari program rehabilitasi yang telah dilakukan di dalam
panti maupun melalui kegiatan bimbingan lanjut setelah mereka
ke luar dari panti ada beberapa pihak yang merasakan manfaatnya
yaitu penyandang disabilitas, keluarga dan masyarakat di
lingkungannya serta panti sosial bina netra.
a. Penyandang Disabilitas
Keberhasilan klien dapat dilihat dari beberapa aspek antara
lain; bisa baca tulis braille, mampu melaksanakan ADL/OM,
dapat melakukan sport massage, shiatsu, refleksi, cosmetik
massage dan keterampilan lainnya seperti : musik, dan
kerajinan tangan. Kemudian dapat bekerja dan berpenghasilan.
Penghasilan mampu menghidupi diri dan keluarganya.
Mampu bersosialisasi dalam masyarakat dan turut aktif dalam
kegiatan masyarakat. Manfaat yang dirasakan oleh eks klien
dapat dilihat dari 10 informan yang dijadikan kasus dalam
penelitian ini yaitu lima masing-masing PSBN.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
203
Tabel 16. Kasus di PSBN Tumou Tou
No. Identitas
Tingkat
Keberhasilan
Keterangan
1 Z-2008,
laki-laki Kota
Kotamubagu
Berhasil Bekerja buka panti pijat sendiri, banyak
pasiennya, menjadi ketua pertuni, men
hidupi keluarga,dan dapat menabung.
2. TT-2008, laki-laki
Kota Manado
Berhasil Bekerja, punya ta bungan, belum beke
luaga, membantu orang tua dan sau
dara di kampung
3. AR-2010, laki-laki
Kota Manado
Berhasil Bekerja pada panti pijat milik tunet,
penghasilan cukup menghidupi istri, be
lum punya tabungan.
4. KP-2007,
Perempuan Kota
Kotamubagu
Kurang
berhasil
Bekerja, tetapi kalah bersaing dengan
pijat tradisional, kurang dukungan
pemda (izin dan pajak) menikah, punya
bayi.
5. SS-2007,
Perempuan Kota
Kotamubagu
Kurang
berhasil
Tidak bekerja, kare na orangtua over
pro tektif, belum meni kah (tidak
disetujui orantua)
Sumber: Hasil asesmen
Tabel 17. Kasus di PSBN Tan Miyat
No. Identitas
Tingkat
keberhasilan
Keterangan
1. R-2009, laki- laki,
SMP, Kota Bekasi
Berhasil Menikah dengan sesama tunet,
suami istri bekerja, bisa meng hidupi
keluarga, dan bisa menabung
2. SS-2010,
perempuan DII,
Kota bekasi
Berhasil Menikah, suami istri bekerja, peng
hasilan cukup meng hidupi keluarga,
menabung utk kon trak rumah
3. Yn-2010, 37 th, laki-
laki, Kota Bekasi
Berhasil Menikah, suami istri bekerja, peng
hasilan cukup menghidupi keluarga,
menabung
4. LS-2011,
perempuan, 33 th,
SMA, Kota Bekasi
Berhasil Menikah, suami istri bekerja, cukup
menghidupi kelu arga, menabung
utk kontrak rumah
5. Ir-2011 Cukup
berhasil
Bujangan, bekerja, cukup
menghidupi diri sendiri
Sumber: Hasil asesmen
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
204
Dari sepuluh kasus di atas tujuh diantaranya berhasil, satu
cukup berhasil, dan dua kurang berhasil.
Tingkat keberhasilan eks klien dapat dapat dikelompokkan
dalam empat kategori yaitu:
Sangat berhasil :
Mampu melaksanakan mobilitas, kegiatan sehari-hari
menguasi keterampilan, bekerja sesuai keterampilan yang
diperoleh, penghasilan cukup untuk diri sendiri dan keluarga
dan dapat menabung, bisa berintegrasi dengan lingkungan
sosial, pemerintah, masyarakat (LKS,TKSK dan dunia usaha)
mendukung kegiatan penyandang disabilitas dalam hal
melibatkannya dalam kegiatan kemasyarakatan, membantu
dalam melancarkan usaha Penyandang disabilitas
Berhasil:
Mampu melaksanakan mobilitas, kegiatan sehari-hari
menguasi keterampilan, bekerja sesuai keterampilan yang
diperoleh, penghasilan cukup untuk diri sendiri dan keluarga
dan dapat menabung.
Cukup Berhasil :
Mampu melaksanakan mobilitas, kegiatan sehari-hari
menguasi keterampilan, bekerja sesuai keterampilan yang
diperoleh, penghasilan cukup untuk diri sendiri bekerja sesuai
keterampilan yang diperoleh, penghasilan cukup untuk diri
sendiri.
Kurang berhasil :
Mampu melaksanakan mobilitas, kegiatan sehari-hari
menguasi keterampilan, tetapi tidak bekerja.
b. Perubahan Persepsi Keluarga dan Masyarakat/Lingkungan
1) Keluarga tidak terlalu melindungi penyandang disabilitas
netra.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
205
2) Masyarakat menghargai dan berkurangnya stigma
terhadap penyandang disabilitas netra kearah positif.
Mengetahui dan dapat memanfaatkan keterampilan
penyandang disabilitas netra.
3) Dunia Usaha dapat menerima penyandang disabilitas
netra sebagai tenaga kerja pada perusahaannya.
Dari informasi hasil penelitian diketahui bahwa adanya
kepercayaan keluarga dan rasa kagum masyarakat terhadap
eks klien yang bisa mobilitas sendiri di ruang publik, mampu
mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci dan
menyetrika, membersihkan rumah, memasak dan lainnya,
sehingga hilangnya stigma bahwa tuna netra hidupnya tergantung
dengan orang lain. Namun demikian Dunia usaha belum banyak
memanfaatkan tenaga kerja penyandang disabilitas netra di
perusahaannya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan antara
lain dukungan keluarga atau orang tua, pemda setempat (izin),
dunia usaha dan lamanya bekerja.
C. Penutup
1. Kesimpulan
a. Kondisi panti yang merupakan input dalam pelaksanaan
rehabilitasi sosial,
1) Jumlah pegawai masih dirasakan kurang terutama
pekerja sosial khususnya pada PSBN Tumou Tou.
2) Sarana dan prasarana panti sudah memadai, kecuali
ruang asesmen yang perlu tersendiri. Alat peraga yang
sudah tua yang perlu diperbaharui dan ditambah.
3) Terbatasnya dana yang tersedia yaitu tidak semua
kegiatan terdanai mempengaruhi hasil yang dicapai.
Pengalokasian dana dalam tahapan kegiatan belum
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
206
proporsional, demikian pula satuan anggaran
kegiatan di luar panti dikelompokkan dalam satuan
biaya umum (SBU), kegiatan di dalam panti pada
satuan biaya khusus (SBK) dan/atau seluruh kegiatan
dikelompokkan kedalam SBK.
4) Kebijakan yang ada yaitu Pedoman dan standard
rehabilitasi belum seluruhnya diimplementasikan
dalam input, proses rehabilitasi dan hasil yang
dicapai (out put dan outcome). Belum adanya Perda
yang mengatur hak-hak penyandang disabilitas di
daerah. Pedoman yang ada khususnya pembinaan
lanjut belum seluruhnya sesuai dengan prisip-prinsip
pekerjaan sosial
5) Kriteria calon klien seperti batasan umur , dan status
perkawinan perlu dikaji lagi.
b. Proses rehabilitasi sosial mulai dari pendekatan awal
sampai dengan terminasi
1) Seluruh tahapan dalam proses rehabilitasi sosial
pada umumnya sudah dilaksanakan, namun masih
ada beberapa kegiatan yang belum maksimal
pelaksanaannya seperti pendekatan awal, bimbingan
sosial, resosialisasi dan pembinaan lanjut.
2) Peran-peran yang seharusnya dilakukan dinas sosial
kab/kota dan provinsi, lembaga kesejahteraan sosial
terkait dan tenaga kesejahteraan sosial belum
sepenuhnya dilakukan kurangnya sinkronisasi dan
koordinasi antara panti dan daerah. Disamping itu
tidak adanya alokasi dana APBD untuk menunjang
kegiatan pendekatan awal dan pembinaan lanjut
3) Dalam melaksanakan bimbingan sosial dan
resosialisasi belum ada modul atau petunjuk
pelaksanaannya.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
207
c. Hasil yang dicapai
1) Penyandang Disabilitas
Pada umumnya terjadi perubahan pengetahuan dan
keterampilan, PD sudah bisa melaksakan kegiatan
sehari-hari secara mandiri, sudah bisa mobilitas di
arena publik, sudah bekerja, dan berpenghasilan.
Namun masih ada beberapa hambatan bagi PD untuk
melaksanakan fungsi sosialnya baik yang berasal dari
keluarga, pemerintah daerah dan pengusaha.
2) Keluarga dan masyarakat
Adanya perubahan presepsi keluarga dan masyarakat
terhadap penyandang disabilitas yang tadinya sangat
melindungi dan mengkhawatirkan jika bepergian di
ruang publik, sekarang mereka sudah percaya bahwa
PD bisa bekerja dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan
rumah tangga sendiri, namun masih ada keluarga
yang masih terlalu melindungi. Demikian pula dengan
pemerintah daerah dan dunia usaha masih ada yang
belum mendukung kegiatan ini
2. Rekomendasi
Bagi PSBN
a. Perlu memaksimalkan peran pegawai dan keberfungsian
sarana yang tersedia, terutama dalam bimbingan sosial,
resosialisasi dan pembinaan lanjut
b. Secara bertahap merencanakan penambahan jumlah
pegawai, sarana serta perlengkapan rehabilitasi sosial
c. Meningkatkan simtem pencatatan, pendokumentasian
dan pelaporan kegiatan-kegiatan rehabitasi sosial
d. Membuat petunjuk teknis atau modul khususnya
untuk kegiatan bimbingan sosial dan resosialisasi dan
pembinaan lanjut
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
208
Bagi Instansi Sosial Kabupaten/Kota Dan Provinsi
a. Menyediakan data base tentang penyandang disabilitas
b. Melaksanakan penyuluhan sosial atau sosialisasi
program-program rehabilitasi sosial yang dapat diakses
penyandang disabilitas
c. Ikut berperan dan mengajak partisipan masyarakat untuk
berperan dalam kegiatan pendekatan awal, resosialisasi,
binjut dan penyaluran eks klien panti ke lapangan , dengan
menganggarkan melalui dana APBD untuk kegiatan
tersebut
Bagi DPRD Kabupaten/Kota Dan Provinsi
a. Membuat Perda tentang Penyandang Disabilitas, agar
hak-hak mereka terpenuhi misalnya penerapan kuota 1%
b. Menyetujui anggaran untuk kegiatan pemenuhan hak
penyandang disabilitas
Bagi Kementerian Sosial c/q Drektorat Rehabibilitasi
Sosial ODK
a. Untuk menghindari kekurangan pegawai pada panti sosial
perlu memperbaiki sistem perekrutan pegawai khususnya
bagi panti sosial yang berada di luar jawa, dengan
melakukan perekrutan melalui provinsi setempat
b. Mengalokasikan anggaran bagi setiap tahapan kegiatan
secara proporsional
c. Mensosialisasikan peraturan perundang-undangan
tentang penyandang disabilitas yang baru seperti Undang-
Undang No.19 Tahun 2011 tentang Ratifikasi Hak-Hak
Penyandang Disabilitas
d. Menyempurnakan Pedoman Rehabilitasi Sosial bagi
Penyandang Disabilitas Netra melalui Panti Sosial.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
209
Bagian 8
PANTI SOSIAL BINA LARAS (PSBL) PHALA MARTHA,
SUKABUMI: PENANGANAN ORANG DENGAN
KECACATAN MENTAL EKS PSIKOTIK
Agus Budi Purwanto
Soeprapto Hadi
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
permasalahan kesejahteraan sosial Orang Dengan Kecacatan
(ODK) mental eks psikotik kini semakin berkembang dan kompleks.
Kondisi ini perlu disikapi secara profesional melalui penelaahan
mendalam, sistematis dan berkelanjutan. Panti Sosial Bina Laras
(PSBL) sebagai fasilitas rehabilitasi sosial berbasis panti, merupakan
satu alternatif penanganan dengan memberikan pelayanan melalui
berbagai program yang berorientasi pada pemenuhan hak dasar
dan pemberian kesempatan yang sama dalam berbagai aspek
kehidupan menuju keberfungsian sosial penyandang masalah.
Upaya yang dilakukan merupakan respon Pemerintah/Kementerian
Sosial dalam penanganan masalah eks psikotik. Pelayanan sosial
dengan pendekatan pekerjaan sosial yang dilakukan melalui berbagai
tahapan menuntut profesionalisme dan ketekunan pelaksana primer
pelayanan.
A. Pendahuluan
Permasalahan sosial yang dihadapi masyarakat yang dipicu
oleh berbagai faktor baik ekonomi, politik, budaya, sosial dan
lain sebagainya nampak semakin meningkat. Tekanan ekonomi,
politik maupun budaya yang tidak diimbangi kesiapan sikap,
mental masyarakat untuk menerima kenyataan akan berdampak
pada kondisi sosial psikologis masyarakat. Akhirnya tidak sedikit
yang bersangkutan hingga mengalami kecacatan mental/psikotik.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
210
Pesatnya kemajuan teknologi informasi di era global seperti
saat ini juga berdampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya
masyarakat. Disisi lain dengan berbagai macam perbedaan
kondisi masyarakat, tidak semua orang mempunyai kemampuan
yang sama untuk menyesuaikan dengan berbagai perubahan yang
terjadi di lingkungannya, sehingga timbul perasaan cemas, stres,
depresi dan lain-lain. Akibat dari hal tersebut gangguan jiwa saat
ini telah menjadi masalah kesehatan global, namun banyak orang
yang tidak menyadari jika mereka mungkin mengalami masalah
kesehatan jiwa, karena masalah kesehatan jiwa bukan hanya
gangguan jiwa berat saja.
Tekanan hidup yang menghimpit terkait dengan masalah
ekonomi, sosial, politik dan permasalahan internal keluarga yang
dianggapnya menimbulkan kegelapan masa depan menyebabkan
banyak masyarakat menderita sakit jiwa mulai dari yang
ringan sampai berat. Gangguan jiwa walaupun tidak langsung
menyebabkan kematian, namun akan menimbulkan penderitaan
yang mendalam bagi individu dan beban berat bagi keluarga, baik
mental maupun materi karena penderita menjadi kronis dan tidak
lagi produktif. M. Arif Budiman dalam Stigmatisasi Gangguan Jiwa
mengatakan bahwa berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) 1995, prevalensi gangguan jiwa di Indonesia 264 orang per
1000 penduduk terbagi atas psikosis (3/1000), demensia (4/1000),
mental (5/1000), emosional usia 15 tahun ke atas (140/1000)
dan emosional usia 5-14 tahun (114/1000). Hal yang paling
memilukan hati tingginya angka bunuh diri disertai pembunuhan
terhadap anak yang mereka kasihi. Kasus yang sudah semakin
prevalen ini perlu menjadi perhatian kita, terutama Pemerintah
dan kementerian terkait, untuk ditangani secara seksama agar
tidak menjadi semakin memburuk.
Untuk mengembalikan fungsi penyandang masalah
kecacatan mental/psikotik diperlukan pendekatan secara medis
maupun sosial. Penanganan secara medis menjadi kewenangan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
211
Kementerian Kesehatan (dalam hal ini Rumah Sakit Jiwa) baik
pemerintah maupun swasta dan untuk memulihkan fungsi
sosialnya, peran Kementerian Sosial menjadi tumpuan untuk
melakukan rehabilitasi.
Panti Sosial Bina Laras (PSBL) Phala Martha Sukabumi
merupakan salah satu unit teknis Kementerian Sosial yang
berfungsi memberikan pelayanan sosial kepada Orang Dengan
Kecacatan (ODK) Mental Eks Psikotik, dengan menggunakan
pendekatan ganda yaitu memberikan pelayanan kepada klien
maupun kepada orang tua/keluarga atau orang yang terkait
dengan klien. Dengan berbagai keterbatasan yang ada PSBL Pala
Martha sebagai lembaga rehabilitasi sosial senantiasa berupaya
untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
pelayanan sosial berdasarkan metode, pendekatan dan prinsip-
prinsip pekerjaan sosial maupun profesi lain yang terkait sejak
awal hingga akhir pelayanan.
Beberapa kondisi umum panti sosial yang ditemui dari kajian
awal (preelemenary research) banyak masalah yang dijumpai dalam
pelaksanaan pelayanan terutama pada pembinaan lanjut di
berbagai panti sosial, antara lain: a) Pembinaan lanjut dipahami
hanya sekedar kegiatan monitoring, yang dilakukan dengan
mengunjungi eks klien baik ke keluarganya maupun ke tempat
kerja, b) Jangkauan pelayanan panti sosial yang cukup luas, tidak
sebanding dengan kondisi SDM dan anggaran yang ada, c) Belum
berfungsinya lembaga pengirim untuk melaksanakan pembinaan
lanjut pasca pelayanan panti sosial.
Permasalahan dimaksud juga dihadapi PSBL Phala Martha,
dalam pelayanan seperti: pada proses pelayanan belum
terpenuhinya sarana prasarana pelayanan, keterbatasan kualitas,
kuantitas pelaksana pelayanan, kurangnya kajian model pelayanan
yang sesuai kondisi klien. Pelaksanaan Binjut yang belum optimal
karena keterbatasan anggaran dan luasnya jangkauan eks klien,
kurangnya peran institusi terkait.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
212
Dari berbagai kondisi tersebut Puslitbang Kesos pada TA.
2012 bermaksud melakukan penelitian pelayanan panti sosial
terutama melihat pelaksanaan dan hasil pembinaan lanjut.
Dari permasalahan umum yang ada, maka pertanyaan pada
penelitian ini adalah: a) Bagaimana proses rehabilitasi sosial yang
dilaksanakan, b) Bagaimana kebijakan, program dan kegiatan
pembinaan lanjut serta pemahaman petugas panti sosial terhadap
pembinaan lanjut, d) Bagaimana peran Pekerja Sosial dalam
pelayanan, khususnya pada pembinaan lanjut yang dilakukan
e) Bagaimana hasil yang dicapai dari kegiatan pembinaan lanjut
(termasuk peran keluarga eks klien, masyarakat, dan jejaring kerja/
stake holder) dan f) Faktor-faktor yang berpengaruh (pendukung
dan penghambat dalam pembinaan lanjut?
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan
informasi tentang: a) tentang proses rehabilitasi sosial yang
dilaksanakan; b) tentang kebijakan, program dan kegiatan
Pembinaan Lanjut yang dilakukan Pekerja Sosial; c) tentang
pemahaman petugas panti dalam hal Pembinaan Lanjut, praktek
pelaksanaannya dan hasil yang dicapai; d) tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi pelaksanaan Pembinaan Lanjut. Untuk
hal itu, sasaran substansi pada berfokus pada segala sumber/
informasi yang dianggap dapat menjawab tujuan penelitian.
Penelitian bersifat evaluatif dengan maksud untuk
mendapatkan gambaran faktual pelayanan, lebih fokus pada
pembinaan lanjut yang telah dilakukan panti. Terkait hal tersebut,
evaluasi pembinaan lanjut dilakukan dengan pendekatan
kualitatif, dan selanjutnya mendiskripsikan, menganalisis data
dan informasi yang komprehensif, mendalam tentang berbagai
hal yang menyangkut pelaksanaan pembinan lanjut, lebih fokus
pada peran Pekerja Sosial di dalamnya.
Pengumpulan data dilakukan melalui: a) Wawancara mendalam
dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai panduan
(interview guide); b) Focus Group Discussion (FGD) dengan unsur
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
213
struktural dan fungsional di panti yang terlibat dalam pelaksanaan
Pembinaan Lanjut (Pekerja Sosial, Dokter, Psikolog, Instruktur),
c) Observasi terhadap pelaksanaan Binjut yang dilakukan oleh
petugas panti dan observasi terhadap kondisi eks klien, dan d)
Studi dokumentasi terhadap berbagai dokumen yang dimiliki
panti sosial yang relevan dengan tujuan penelitian.
Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Terlebih
dahulu data dikelompokkan menurut indikator kegiatan yang
terdiri dari indikator inputs, proses, outputs dan outcomes.
Pelaksanaan rehabilitasi fungsi sosial bagi para Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), sebagaimana para
penyandang eks psikotik, pemerintah dalam hal ini Kementerian
Sosial melakukannya melalui pelayanan sosial di Panti Sosial.
Panti sosial adalah lembaga pelayanan kesejahteran sosial yang
memiliki tugas dan fungsi untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia dan memberdayakan penyandang masalah
kesejahteraan ke arah kehidupan normatif secara fisik, mental
dan sosial (Balatbangsos, 2004). Oleh sebab itu pelayanan
melalui sistem panti pada hakekatnya merupakan upaya-upaya
yang bersifat pencegahan, penyembuhan, rehabilitasi, dan
pengembangan potensi klien.
Panti mempunyai fungsi utama sebagai tempat penyebaran
layanan; pengembangan kesempatan kerja; pusat informasi
kesejahteraan sosial; tempat rujukan bagi pelayanan rehabilitasi
dari lembaga rehabilitasi tempat dibawahnya (dalam sistem
rujukan/referral system) dan tempat pelatihan keterampilan.
Prinsip-prinsip dasar penyelenggaraan panti sosial dan atau
lembaga pelayanan sosial lain yang sejenis adalah: (1) memberikan
kesempatan yang sama kepada mereka yang membutuhkan
untuk mendapatkan pelayanan; menghargai dan memberi
perhatian kepada setiap klien dalam kapasitas sebagai individu
sekaligus juga sebagai anggota masyarakat; (2) menyelenggarakan
fungsi pelayanan kesejahteraan yang bersifat pencegahan,
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
214
perlindungan, pelayanan dan rehabilitasi serta pengembangan;
(3) menyelenggarakan fungsi pelayanan kesejahteraan sosial
yang dilaksanakan secara terpadu antara profesi pekerjaan sosial
dengan profesi lainnya yang berkesinambungan; (4) menyediakan
pelayanan berdasarkan kebutuhan klien guna meningkatkan
fungsi sosialnya; dan (5) memberikan kesempatan kepada klien
untuk berpatisipasi secara aktif dalam usaha-usaha pertolongan
yang diberikan. (Balatbangsos, 2004).
Adapun proses pelayanan panti sosial meliputi (1) tahap
pendekatan awal; (2) assesment; (3) perencanaan program
pelayanan; (4) pelaksanaan pelayanan; dan (5) pasca pelayanan.
Tahap pasca pelayanan terdiri dari penghentian pelayanan,
rujukan, pemulangan/ penyaluran dan pembinaan lanjut.
Pembinaan lanjut merupakan tahap akhir pelayanan, dari proses
rehabilitasi sosial atau pemulihan, yang ditujukan agar eks klien
dapat beradaptasi dan berperan serta di dalam lingkungan
keluarga, kelompok, lingkungan kerja, dan masyarakat. Pembinaan
lanjut dapat diberikan dalam berbagai macam bentuk, tergantung
pada kebutuhan masing-masing eks klien.
Program pembinaan lanjut ini merupakan bagian yang
integral dalam rangkaian proses pelayanan sosial dan tidak dapat
dianggap sebagai modalitas treatment yang berdiri sendiri. Hal
ini berkaitan dengan pemahaman umum bahwa setelah klien
menjalani program rehabilitasi primer di panti rehabilitasi, mereka
masih memerlukan perawatan atau bimbingan lanjutan agar
proses reintegrasi ke masyarakat dapat berlangsung lancar. Pada
kenyataannya treatment tidak berhenti di dalam panti rehabilitasi
melainkan terus berlanjut sampai klien kembali ke masyarakat,
mampu mengembangkan gaya hidup yang sehat dan menjadi
manusia yang produktif (BNN,2008)
Didalam melakukan pelayanan kepada klien selama didalam
panti maupun setelah pelayanan, secara fungsional para Pekerja
Sosial mempunyai peran sentral, meskipun harus ditunjang
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
215
oleh peran fungsional lainnya seperti: perawat, dokter, psikolog,
instruktur keterampilan dan lain-lain.
Proses pelayanan sosial berakhir ketika terminasi berlangsung.
Namun karena tanggungjawab terhadap klien, seringkali
dilanjutkan dengan pelayanan lanjutan (after care). Pembinaan
lanjut yang dilaksanakan selama ini adalah interpretasi dari
prinsip-prinsip pekerjaan sosial. Pembinaan lanjut tidak boleh
lepas dari prinsip-prinsip yang digunakan dalam memandu
aktivitas praktik pekerjaan sosial. Seperti yang dikemukakan oleh
Sheafor dan Horejsi (2003), diantaranya yaitu: a) Seorang pekerja
sosial harus dapat memaksimalkan pemberdayaan kliennya, b)
Seorang pekerja sosial harus terus menerus melakukan evaluasi
terhadap kemajuan dari perubahan yang dicapai klien, dan c)
Seorang pekerja sosial harus bertanggungjawab kepada lembaga,
masyarakat dan profesi pekerjaan sosial.
Konsep pelayanan sosial menurut Alfred J. Khan yang dikutip
oleh Soetarso (1980), adalah pelayanan-pelayanan yang diberikan
oleh lembaga kesejahteraan sosial disebut dengan pelayanan
kesejahteraan sosial. Sedangkan menurut Romanyshyn yang
dikutip oleh Fahrudin (2011), pelayanan sosial sebagai usaha
untuk mengembalikan, mempertahankan dan meningkatkan
keberfungsian sosial individu dan keluarga melalui (1) sumber-
sumber sosial pendukung, (2) proses-proses untuk meningkatkan
kemampuan individu dan keluarga dalam mengatasi stres dan
tuntutan kehidupan sosial.
Pelayanan sosial dapat ditafsirkan dalam konteks kelembagaan
yang terdiri atas program-program yang disediakan berdasarkan
kriteria untuk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan-
pendidikan-kesejahteraan, untuk memudahkan akses pada
pelayanan dan lembaga-lembaga umumnya dan untuk membantu
mereka yang berada dalam kesulitan (Fahrudin, 2011).
Sebagaimana peran dokter dalam sistem pelayanan kesehatan,
guru dalam sistem pelayanan pendidikan, maka pekerja sosial
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
216
memiliki peran sentral dalam sistem pelayanan sosial. Sebagai
sebuah profesi kemanusiaan, pekerja sosial memiliki seperangkat
ilmu-pengetahuan (body of knowledge), keterampilan (body of skills)
dan nilai (body of values) yang diperolehnya melalui pendidikan
formal dan pengalaman profesional. Ketiga perangkat tersebut
membentuk pendekatan pekerjaan sosial dalam membantu
kliennya.
Mengacu pendapat Edi Suharto (2006), ada empat peran
profesi pekerjaan sosial dalam pelayanan sosial, yaitu: a)
Meningkatkan kapasitas orang dalam mengatasi masalah yang
dihadapinya. Dalam menjalankan peran ini, pekerja sosial
mengidentifikasi hambatan-hambatan klien dalam melaksanakan
tugas-tugas kehidupannya. Pekerja sosial juga menggali kekuatan-
kekuatan yang ada pada diri klien guna mengembangkan solusi
dan rencana pertolongan, b) Menggali dan menghubungkan
sumber-sumber yang tersedia di sekitar klien. Beberapa tugas
pekerja sosial yang terkait dengan peran ini antara lain: (1)
membantu klien menjangkau sumber-sumber yang diperlukannya;
(2) mengembangkan program pelayanan sosial yang mampu
memberikan manfaat optimal bagai klien; (3) meningkatkan
komunikasi diantara para petugas kemanusiaan; dan (4) mengatasi
hambatan-hambatan dalam proses pelayanan sosial bagi klien.
c) Meningkatkan jaringan pelayanan sosial. Tujuan utama dari
peran ini adalah untuk menjamin bahwa sistem kesejahteraan
sosial berjalan secara manusiawi, sensitif terhadap kebutuhan
warga setempat dan efektif dalam memberikan pelayanan sosial
terhadap masyarakat dan d) Mempromosikan keadilan sosial
melalui pengembangan kebijakan sosial. Dalam menjalankan peran
ini, pekerja sosial mengidentifikasi isu-isu sosial dan implikasinya
bagi kehidupan masyarakat. Kemudian, pekerja sosial membuat
naskah kebijakan (policy paper) yang memuat rekomendasi-
rekomendasi bagi pengembangan kebijakan-kebijakan baru
maupun perbaikan atau pergantian kebijakan-kebijakan lama
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
217
yang tidak berjalan efektif. Selain itu, dalam melaksanakan peran
ini, pekerja sosial juga bisa menterjemahkan kebijakan-kebijakan
publik kedalam program dan pelayanan sosial yang dibutuhkan
klien.
B. Gambaran Umum Panti Sosial
Panti Sosial Bina Laras (PSBL) Pala Martha Sukabumi,
berdiri sejak tahun 1945. Keberadaan panti ini berawal sebagai
tempat penampungan korban perang kemerdekaan, selanjutnya
berkembang menjadi tempat penampungan berbagai masalah
kesejahteraan sosial. Sebagaimana Keputusan Menteri Sosial
RI Nomor: 59/HUK/2003 Panti Sosial Bina Laras (PSBL) Pala
Martha Sukabumi merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis
Kementerian Sosial yang khusus menangani permasalahan
sosial Orang Dengan Kecacatan (ODK) Mental eks Psikotik. PSBL
Pala Martha saat ini memiliki daya tampung untuk memberikan
pelayanan kepada klien/Penerima Manfaat mencapai 160 orang
eks psikotik.
Secara operasional untuk mendukung proses pelayanan,
berdasarkan rekapitulasi data pegawai PSBL Pala Martha tahun
2011 saat ini panti memiliki Sumber Daya Manusia sejumlah 49
orang, dengan komposisi pejabat struktural: 4 orang (8,16%);
fungsional pekerja sosial: 21 orang (42,84%); Arsiparis: 1 orang
(2,04%) dan staf: 23 orang (46,92%). Untuk Pekerja Sosial saat
penelitian ini dilakukan jumlahnya tinggal 16 orang yang melayani
klien eks psikotik. Ditinjau dari latar belakang pendidikan pegawai
meliputi: Pasca Sarjana: 1 orang (2,04%); Sarjana: 15 orang
(30,6%); Diploma III: 4 orang (8,16%); SLA: 21 orang (42,84%);
SLP: 4 orang (8,16%) dan SD: 4 orang (8,16%)
Tenaga-tenaga ahli/profesional yang tidak dimiliki panti,
seperti: Dokter, Psikiater, perawat masih harus dilakukan kerjasama
dengan institusi lain. Dokter (1 orang) dari RSUD Sekarwangi,
Sukabumi; Psikiater (Tim) dari RSJ Grogol dan RS Marzuki Mahdi
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
218
Bogor dan Perawat (4 orang) merupakan tenaga honorer.
Untuk menunjang kelancaran operasional panti, didukung
tenaga kontrak kerja sebanyak 43 orang.
Ditinjau dari jumlah pegawai, khususnya Pekerja Sosial yang
jumlahnya tinggal 16 orang dan mempunyai peran langsung
dalam pelayanan kepada klien jika dibandingkan dengan jumlah
klien yang dilayani mencapai 160 orang/tahun, berarti 1 orang
Peksos harus menangani 10 orang klien (1 : 10). Jika idealnya
penanganan klien 1 : 5, maka jumlah Pekerja Sosial masih perlu
adanya penambahan.
Sarana prasarana untuk menunjang pelaksanaan pelayanan
kepada klien tersedia berbagai ruangan yang terdiri dari: R.
Perkantoran; R. Keterampilan; R. Kesehatan/Klinik; R. Motivasi/
Belajar; R. Isolasi; R. Aula; R. Asrama; Rumah Dinas; Wisma
Petugas; R. Pertemuan/Diskusi/CC; Lapangan Olah Raga R. Dapur;,
Sarana Kesenian dll, pada areal lahan panti yang luasnya kurang
lebih mencapai 6 Ha ( 3 Ha lokasi PSBL dan 3 Ha lokasi RPS).
Sarana keterampilan yang ada meliputi: keterampilan jahit-
menjahit, masak-memasak, pertukangan/cetak batako, seni
musik, pertanian dll.
C. Proses Rehabilitasi Sosial
Secara garis besar palayanan yang dilakukan oleh PSBL
Phala Martha kepada klien eks psikotik merupakan suatu proses
dimana setiap tahapan proses harus dilakukan dan saling
berkaitan. Tahapan proses pelayanan meliputi : Pendekatan Awal,
Penerimaan, Asesment, Pembinaan dan Bimbingan, Resosialisasi,
Pembinaan Lanjut, Evaluasi dan Terminasi.
1. Pendekatan Awal
Pendekatan awal merupakan tahapan kegiatan yang
mengawali keseluruhan kegiatan/proses rehabilitasi sosial,
untuk mempersiapkan kegiatan rehabilitasi sosial. Pelaksana
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
219
pada tahap ini adalah seksi Program dan Advokasi Sosial
(PAS), seksi Rehabilitasi Sosial (Rehabsos) dan Pekerja Sosial.
Kegiatan ini dilakukan sebelum calon klien masuk panti,
sampai pada penempatan calon klien di asrama dengan
mekanisme yang telah ditentukan.
Secara kronologis urutan kegiatan pada tahap Pendekatan
Awal meliputi kegiatan: orientasi dan konsultasi, identifikasi,
motivasi dan seleksi.
Orientasi dan konsultasi adalah kegiatan pengenalan
program pelayanan rehabilitasi sosial eks psikotik PSBL Pala
Martha dan penyampaian informasi tentang penerimaan/
pendaftaran calon klien kepada berbagai pihak untuk
mendapatkan dukungan dan bantuan serta partisipasinya
dalam mendapatkan calon klien penderita eks psikotik.
Kegiatan ini diawali pihak panti mengirimkan surat
pemberitahuan kepada Dinas Sosial Kabupaten/Kota
dan instansi terkait tentang dibukanya pendaftaran dan
penerimaan calon klien penderita eks psikotik untuk diberikan
pelayanan rehabilitasi. Pekerja Sosial melakukan penyuluhan
sosial langsung kepada masyarakat terutama pada wilayah
atau kantong-kantong dimana populasi penderita eks psikotik
cukup banyak.
Persyaratan yang harus dipenuhi calon klien meliputi: surat
keterangan/rujukan dari psikiater atau dokter RSJ, tidak
cacat ganda (fisik dan mental) dan berpenyakit menular,
rekomendasi Dinas Sosial setempat calon klien, masih berusia
17 - 45 tahun.
Identifikasi calon klien yang dilakukan oleh Pekerja Sosial
panti untuk memperoleh data dan informasi detail tentang
latar belakang permasalahan klien, potensi dan sumber
pelayanan yang ada di lingkungannya dengan menggunakan
formulir (baku) yang telah dipersiapkan oleh pihak panti.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
220
Dalam pelaksanaannya tidak semua data dan informasi
dimaksud dapat diperoleh secara lengkap, karena tidak semua
klien diantar oleh orang tuanya sendiri sehingga mereka tidak
tahu persis tentang latar belakang permasalahan dan hal-hal
lain yang diperlukan. Kondisi demikian yang menghambat
petugas (Pekerja Sosial) dalam mendiagnosa kondisi calon
klien.
Motivasi yang dilakukan secara profesional oleh Pekerja
Sosial panti kepada klien diharapkan dapat menumbuhkan
keinginan/kemauan, minat, pengertian dan pemahamannya
untuk mengikuti progran rehabilitasi sosial dengan kesadaran
sendiri dan bertanggung jawab. Selain itu Pekerja Sosial
panti juga memberikan penguatan kepada calon klien dan
keluarganya, memberikan penjelasan dan informasi tentang
kondisi panti, hak-hak dan kewajiban klien selama di dalam
panti, tata tertib dan aturan-aturan yang harus ditaati klien.
Seleksi klien dilakukan untuk menetapkan calon klien yang
benar-benar memenuhi persyaratan yang ditentukan. Selain
itu seleksi juga didasarkan pada realita, dimana kapasitas panti
sangat terbatas (maksimal 160 orang) sementara populasi
penderita eks psikotik jumlahnya semakin meningkat dan
animo untuk mengikuti program pelayanan rehabilitasi sosial
di dalam panti cukup besar. Seleksi terhadap calon klien
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu di dalam panti atau
petugas sosial panti jemput bola dengan mendatangi tempat
tinggal calon klien.
Mengacu data-data calon klien yang terkumpul, lalu Pekerja
Sosial melakukan case conference (CC) hasil seleksi untuk
membuat rekomendasi kepada pimpinan panti dalam
menentukan diterima atau tidaknya calon klien yang telah
diseleksi.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
221
2. Penerimaan.
Dari hasil seleksi, pimpinan panti menetapkan calon klien yang
layak dan memenuhi persyaratan untuk diterima sebagai klien
definitif di PSBL Phala Martha. Bagi calon klien yang diterima
selanjutnya dilakukan kegiatan registrasi, penempatan dalam
program rehabsos dan orientasi.
Registrasi dilakukan untuk pencatatan ke dalam buku
induk register, dan pengisian beberapa formulir yang telah
disiapkan untuk melengkapi data-data klien dan data wali
atau penanggungjawab klien. Kegiatan selanjutnya adalah
pembuatan surat perjanjian kontrak antara pihak panti yang
dalam hal ini diwakili seksi Rehabsos dengan pihak klien
dan keluarganya dan disyahkan pimpinan panti. Isi surat
perjanjian tersebut pada intinya adalah bahwa pelayanan
rehabilitasi sosial yang diberikan oleh PSBL Phala Martha
maksimal selama 2 (dua) tahun. Selama klien menjalani
proses rehabilitasi sosial di PSBL Phala Martha, orangtua atau
wali penanggungjawab tetap bertanggung jawab dan turut
berpartisipasi dalam proses rehabilitasi sosial klien dengan
kewajiban menjenguknya selama pelayanan.
Selanjutnya klien ditempatkan dalam asrama untuk segera
memulai dan mendapatkan pelayanan rehabilitasi sosial.
Beberapa kasus pernah terjadi saat pengasramaan, meskipun
dalam persyaratan secara medis telah sembuh dari gangguan
psikotik yang dinyatakan surat keterangan dari rumah sakit
jiwa terpenuhi, namun dalam kenyataannya banyak klien yang
diterima masih mengalami gangguan psikotis yang cukup
serius, ditandai dengan mengamuk, berontak. Terhadap
klien demikian terpaksa terlebih dahulu ditempatkan pada
ruang isolasi dan setelah kondisi emosionalnya stabil baru
dipindahkan ke ruang asrama bersama klien lainnya.
Klien yang mengalami gangguan kestabilan emosinya, maka
mereka mengalami kesulitan dan gangguan penyesuaian
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
222
dirinya dengan lingkungannya. Oleh karenanya pekerja sosial
panti selaku orang tua pengganti secara intensif melakukan
bimbingan orientasi untuk pengenalan lingkungannya,
memperkenalkan dengan sesama klien, pengenalan aturan
dan tata tertib yang berlaku serta larangan yang tidak boleh
dilanggar, pengenalan simbol-simbol misalnya mendengar
bunyi bel waktunya harus bangun tidur, waktunya harus tidur
dan tidak berkeliaran, bunyi adzan waktunya sholat, bunyi
musik di lapangan harus berkumpul untuk olah raga bersama
dan lain sebagainya. Lambat laun klien mulai memahami dan
merasa tenang/nyaman, sehingga mau dan bisa melakukan
kegiatan yang harus diikuti.
Secara umum perlu dipahami bahwa mekanisme penerimaan
klien di PSBL Pala Martha berbeda dengan panti sosial lainnya
yang waktu pelayanannya bersifat reguler. Penerimaan dapat
terjadi setiap saat selama kapasitas panti masih memadai
dan berakhir pelayanan dalam panti setelah habisnya masa
layanan 2 tahun. Menurut catatan bahwa setiap bulan
daftar calon klien yang ingin/perlu mendapatkan pelayanan
mencapai 10 15 orang penderita eks psikotik.
3. Asesmen
Assesmen dilakukan oleh Pekerja Sosial, Psikolog dan petugas
lainnya dalam rangka mengungkap, menelaah, memahami,
menganalisis dan menilai masalah klien. Assesment
Problematik, dilakukan untuk mendapatkan data dan
informasi mengenai latar belakang permasalahan klien terkait
dengan bakat, minat, kemampuan dan harapannya. Hasilnya
sebagai bahan pertimbangan untuk menempatkan klien dalam
program kegiatan yang tersedia, perencanaan masa depan
klien, pemecahan masalah klien dan pengembangannya.
Assesment Vokasional, untuk menentukan dan menempatkan
klien dalam program latihan keterampilan yang tersedia sesuai
dengan bakat, minat dan kemampuannya.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
223
Dari catatan hasil asesmen setiap klien, Pekerja Sosial
berupaya untuk dapat memberikan alternatif pendekatan
pelayanan yang tepat.
4. Pembinaan dan Bimbingan
Untuk memulihkan kondisi klien agar mau dan mampu
melakukan peran dan fungsi sosialnya, pelibatan klien secara
aktif merupakan hal yang sangat penting. Untuk itu bimbingan
kepada klien meliputi: bimbingan sosial, bimbingan mental
(psikologis dan spiritual), bimbingan fisik, bimbingan dan
latihan keterampilan.
Bimbingan Sosial dilakukan secara pribadi melalui (konseling),
secara kelompok (terapi kelompok/dinamika kelompok) dan
bimbingan sosial kepada masyarakat melui penyuluhan sosial
Untuk melakukan bimbingan sosial ini setiap Pekerja Sosial
bertanggungjawab terhadap antara 8 - 10 orang klien. Setiap
hari/pagi Peksos melakukan kontak dengan klien binaannya
untuk melihat dan mengingatkan berbagai hal seperti: mandi,
merapikan ruangan, minum obat dan menampung cerita
maupun keluhan klien.
Bimbingan kesenian (musik, menyanyi) dilakukan 1 2 kali
per minggu. Kegiatan ini dilaksanakan di Ruang Aula dan
diikuti dengan senang hati oleh semua klien dengan menyanyi
dan berjoget. Menurut Pekerja Sosial dan pelaksana lainnya,
kegiatan ini dapat menurunkan emosional klien dan meningkat
kreativitasnya
Bimbingan Mental (psikologis dan spiritual/agama), untuk
menumbuhkan, meningkatkan kemampuan klien dalam
mengatasi tantangan hidup dan permasalahan yang
dihadapinya, dengan cara yang tidak melanggar norma
sosial, norma agama melalui penanaman budi pekerti, ibadah
dan menumbuhkan pandangan hidup yang positif untuk
mengurangi gejal-gejala gangguan psikis.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
224
Bagi klien yang beragama Islam diajarkan untuk sembahyang
berjamaah setiap hari di mushola, belajar baca tulis Al Quran.
Bagi yang beragama Kristen dilakukan dengan mendatangkan
Pendeta atau membawa klien beribadah ke gereja terdekat.
Bimbingan Psikis dan Fisik, dilakukan untuk menjaga
kesehatan psikis dan fisik, kesegaran jasmani, kebersihan dan
penyampaian pengetahuan tentang kesehatan.
Pemeriksaan/konsultasi medik psikiatri dilakukan sebulan
sekali oleh Psikiater dari RS. M. Mahdi Bogor dan pemeriksaan
fisik kesehatan dilakukan oleh Dokter RSUD seminggu sekali
dan perawatan harian dilakukan setiap hari oleh Perawat di
Poliklinik panti.
Untuk kebugaran tubuh dilakukan olahraga senam (SKJ)
bersama minimal 3 kali seminggu di pagi hari dan juga
melakukan olah raga sesuai pilihan masing-masing klien.
Selain itu juga diberikan instruksi untuk bangun pagi
jam.05.00, merapikan kembali tempat tidur, membersihkan
ruangan bersama-sama dan mandi pagi yang dilakukan secara
rutin di bawah pengawasan Peksos panti sebagai orang tua
pengganti di masing-masing barak/asrama).
Bimbingan dan Pelatihan keterampilan, dilakukan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan klien dari
berbagai jenis keterampilan kerja dan usaha, yang diharapkan
dapat menunjang kehidupannya sepulangnya dari panti. Jenis
keterampilan yang diikuti oleh klien didasarkan pada hasil
assesmen yang telah dilakukan sebelumnya, namun tentunya
disesuaikan dengan jenis keterampilan yang tersedia di panti.
Adapun jenis keterampilan yang diberikan/diselenggarakan
antara lain: keterampilan menjahit, kerajinan tangan (bordir/
menyulam, dan membuat kesed), memasak, pembuatan
batako, pertanian/tanaman hias dan perikanan.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
225
Pelatihan keterampilan ditangani oleh instruktur dari setiap
jenis keterampilan bersama Pekerja Sosial dan dilakukan
di ruang/kelas keterampilan. Kegiatan ini sangat dirasakan
manfaatnya bagi klien (khususnya bagi PM yang kondisinya
telah stabil) untuk pengembangan dirinya. Dari setiap jenis
keterampilan diikuti oleh antara 20 - 30 orang klien.
5. Resosialisasi dan Penyaluran
Setelah selama 2 tahun klien menerima pelayanan sosial dalam
panti, klien harus dikembalikan kepada orang tua atau keluarga
untuk hidup normal dilingkungan masyarakat layaknya warga
masyarakat lainnya. Dalam rangka reunifikasi dan reintegrasi
klien diperlukan persiapan untuk klien, keluarga (orang tua
atau wali/penanggungjawab), warga masyarakat dilingkungan
tempat tinggal klien, organisasi sosial/LSM dan dunia usaha.
Bimbingan Resosialisasi berupa bimbingan pemantapan
kepada klien, konseling keluarga dan pemberian keterampilan
keluarga (parenting skill), penyuluhan sosial di lingkungan
tempat tinggal klien. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka
persiapan pemulangan klien yang telah selesai menjalani
proses rehabilitasi sosial dan menunjukkan kemajuan atau
perkembangan yang baik dan bagi klien yang sudah dua tahun
menjalani proses rehabilisi sosial di PSBL Phala Martha.
Bimbingan pemantapan kepada klien berupa bimbingan sosial
hidup bermasyarakat. Kegiatan dilakukan secara individu
meupun kelompok untuk menumbuhkembangkan kesadaran
klien, agar mengetahui, memahami, dan menghayati norma-
norma yang berlaku di masyarakat dimana klien bertempat
tinggal.
Konseling keluarga dilakukan untuk mendapat dukungan
dan kesiapan dari pihak keluarga, dengan kembalinya klien.
Dengan kondisi klien eks psikotik yang labil, sensitif dan
emosional, sehingga untuk menjaga keseimbangan/kestabilan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
226
emosionalnya mereka harus selalu minum penenang (sangat
tergantung pada obat-obatan), dan tidak boleh terlambat
minum obat. Mengingat kondisi itu peran keluarga sangat
penting, harus memberikan perhatian dan pengawasan
serta memperlakukannya dengan kasih sayang supaya klien
tetap percaya diri, mendapat perlakuan yang wajar, tidak
merasa tersisihkan dalam keluarga dan tidak merasa menjadi
beban keluarga. Mereka harus diberi kesempatan untuk
mengembangkan kapasitas dirinya, merasa mampu mengatasi
permasalahan dirinya dan tidak bergantung kepada orang lain.
Parenting skill kepada keluarga merupakan upaya untuk
lebih mendekatkan klien dengan lingkungan keluarganya.
Sebelum klien dipulangkan, orang tua/wali penanggungjawab
didatangkan ke panti dan diberi kesempatan bermalam
dan tidur bersama dengan klien selama 2 - 3 malam. Pada
kesempatan demikian Pekerja Sosial mengamati bagaimana
sikap,perilaku klien dan keluarganya berkomunikasi.
Lingkungan warga masyarakat di sekitar tempat tinggal klien
juga dipersiapkan melalui penyuluhan oleh Pekerja Sosial
panti. Pekerja Sosial mendatangi lingkungan tempat tinggal
klien untuk menjelaskan tentang kondisi perkembangan klien
selama pelayanan dan memotivasi warga sekitar agar dapat
memberikan respon positif terhadap kembalinya eks klien ke
tengah-tengah mereka.
Waktu, pelayanan sosial selama 2 tahun kepada eks psikotik
didalam panti bukanlah waktu yang singkat, namun demikian
pada saat berakhirnya masa pelayanan dan klien harus
disalurkan/dikembalikan kepada orang tua/keluarga, pada
umumnya pihak keluarga masih merasa keberatan dan terus
meminta kepada pihak panti agar klien tetap berada/dilayani
didalam panti. Hal demikian dikarenakan berbagai faktor
keluarga baik kondisi ekonomi, psikologis keluarga maupun
lingkungan terhadap penyandang eks psikotik, kurangnya
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
227
pengetahuan keluarga dalam merawat dan mendampingi eks
psikotik dan lain sebagainya.
Penyaluran: Untuk mengembangkan diri eks klien dari
pengetahuan maupun keterampilan yang diperoleh didalam panti
selama 2 tahun tersebut, berdasarkan hasil evaluasi kelayakan/
kemampuan eks klien bagi yang memenuhi standar, pihak panti
(Pekerja Sosial) akan membantu menyalurkan yang bersangkutan
ke dunia usaha/dunia kerja yang sesuai dengan keterampilan yang
dimiliki.
Setelah persiapan/pembekalan kepada keluarga maupun
lingkungan masyarakat selesai dilakukan, selanjutnya tepat
dengan habisnya masa kontrak pelayanan klien diserahterimakan
kepada pihak keluarga untuk dibawa pulang dan bergabung
dengan keluarga. Saat penyerahan klien dirumahnya, Pekerja
Sosial melakukan seremonial kecil mengundang pengurus
RT setempat, tokoh masyarakat untuk menjadi saksi. Untuk
menghadirkan petugas instansi Dinas Sosial setempat masih
dihadapkan berbagai kendala seperti kesibukan dinas, rumah
keluarga klien jauh dari kantor Dinas.
D. Pembinaan Lanjut Dan Peran Pekerja Sosial
Pembinaan Lanjut pada dasarnya merupakan upaya lanjutan
atau proses peningkatan dan pemantapan aktualisasi kualitas
kemampuan fisik, mental, sosial dan vokasional eks klien setelah
mendapatkan pelayanan dalam panti.
1. Mekanisme Pembinaan Lanjut
Kebijakan pelaksanaan dalam pembinaan lanjut dilakukan
beberapa kegiatan antara lain: a) bimbingan peningkatan
kualitas hidup bermasyarakat, b) pengembangan usaha kerja
dan c) bimbingan pemantapan/peningkatan usaha kerja.
Setelah semua itu berlangsung barulah dilakukan terminasi.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
228
Secara teknis pelaksanaan pembinaan lanjut (binjut) adalah
menjadi tanggungjawab Seksi Rehabilitasi Sosial (Rehabsos)
dan sebagai pelaksana di lapangan adalah para Pekerja Sosial.
Pembinaan Lanjut mulai dilaksanakan minimal setelah 6 bulan
eks klien dikembalikan kepada keluarganya dan berlangsung
selama dua tahun.
Oleh berbagai pihak yang terlibat dalam pelaksanaannya,
Pembinaan Lanjut dipahami sebagai berikut:
a. Pembinaan Lanjut adalah pembinaan lanjutan yang
harus dilakukan oleh pihak panti terhadap eks klien PSBL
Phala Martha yang telah dipulangkan kembali kepada
keluarganya.
b. Pembinaan lanjut dilakukan setelah tahap terminasi
pertama dimana klien selesai menjalani proses rehabilitasi
sosial di dalam panti dan dipulangkan kepada keluarganya
(minimal enam bulan setelah klien dipulangkan kepada
keluarganya) hingga pada tahap terminasi akhir yaitu
pemutusan hubungan, dimana eks klien sudah tidak lagi
menjadi tanggung jawab PSBL Phala Martha.
c. Kegiatan yang dilakukan petugas atau Pekerja Sosial, pada
saat home visit dalam rangka pembinaan lanjut kepada
eks klien, antara lain :
1) Melihat atau memonitor secara langsung keadaan
eks klien tentang kondisi kesehatan, aktivitas yang
dilakukan sehari-hari, komunikasi dengan orang tua,
keluarga dan lingkungan.
2) Memberikan bimbingan dan motivasi kepada eks klien
agar dapat menjalankan fungsi sosialnya secara wajar,
belajar dan memantapkan kemandirian, dan yang
terpenting agar eks klien tetap menjaga kesehatan
supaya tidak mengalami kekambuhan ulang, untuk itu
di ingatkan kembali agar tetap minum obat-obatan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
229
yang dianjurkan serta melakukan konsultasi dengan
dokter psikiater.
3) Memberikan bimbingan kepada orang tua atau
wali penanggungjawab tentang gangguan jiwa yang
dialami oleh eks klien, agar memperlakukan eks klien
dengan baik, selalu mengingatkan apabila mereka
lalai minum obat karena harus mengkonsumsi obat
(yang dianjurkan) sepanjang hidupnya.
4) Membimbing eks klien dan orang tuanya atau
wali penanggungjawab membuat proposal untuk
mendapatkan stimulan usaha ekonomis produktif
(UEP) dari PSBL Phala Martha.
5) Selain itu binjut dipahami sebagai upaya untuk tetap
menjalin hubungan dan komunikasi antara eks klien
dengan pihak PSBL Phala Martha.
2. Realisasi Pelaksanaan Binjut
Dalam melaksanakan pembinaan lanjut, berdasarkan
surat tugas dari lembaga (pimpinan panti), Pekerja Sosial
melakukan kunjungan rumah (home visit) kepada eks klien
dan keluarganya.
Dukungan untuk melakukan home visit dalam rangka
pembinaan lanjut terhadap eks klien yang berdomisili di
luar Kabupaten Sukabumi, kepada petugas diberikan uang
transpot dan uang saku.
Untuk mendapatkan gambaran kondisi perkembangan eks
klien Pekerja Sosial mengacu pada instrumen yang berisi daftar
pertanyaan yang ditujukan kepada eks klien dan keluarganya,
tentang berbagai hal terkait dengan perkembangan eks klien
baik fisik maupun sosial, sikap perilaku baik didalam keluarga
maupun lingkungan. Dalam rangka menggali informasi
tersebut Pekerja Sosial melakukan dialog dengan eks klien,
keluarga maupun warga masyarakat yang ada disekitar rumah
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
230
eks klien tersebut. Dari informasi yang diperoleh tersebut
dapat diketahui bagaimana perkembangan kondisi eks klien
menyangkut kondisi kesehatan fisik maupun fungsi sosialnya
di masyarakat.
Pada kesempatan kunjungan ini (home visit) Pekerja Sosial
kepada keluarga yang kondisi eks klien telah menunjukkan
perkembangan positif juga menjelaskan tentang kesiapannya
untuk mengajukan/menerima bantuan Usaha Ekonomi
Produktif (UEP). Usaha Ekonomi Produktif diberikan kepada
eks klien secara selektif berdasarkan laporan hasil home visit
dan proposal yang diajukan oleh eks klien dan keluarga atau
penanggungjawabnya. Proposal yang disetujui selanjutnya
diberikan bantuan UEP dalam bentuk barang dagangan
(barang kelontong, sembako dll.) atau berupa peralatan
(perkakas kerja).
Pembinaan lanjutan didalam lingkungan keluarga dan
masyarakat bagi eks klien pada dasarnya bukanlah semata-
mata menjadi tanggungjawab Pekerja Sosial (panti sosial) yang
telah memberikan pelayanan, namun menjadi tanggungjawab
bersama antara pihak panti, keluarga, masyarakat maupun
jejaring kerja panti (dalam hal ini lembaga pengirim, Dinas
Sosial setempat dimana eks klien berasal). Namun demikian
kenyataan di lapangan selama ini dirasakan bahwa peran
keluarga, aparat pemerintah setempat (Dinas Sosial setempat,
aparat desa, lembaga pengirim) dalam pembinaan kepada eks
klien belum dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Kendala yang dihadapi:
- Bagi pihak keluarga mengakui tidak bisa memberikan
perhatian khusus kepada eks klien karena masing-masing
anggota keluarga harus beraktivitas mencukupi kebutuhan
hidup;
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
231
- bagi aparat desa setempat menyatakan tidak memiliki
bekal kemampuan untuk melakukan pembinaan;
- bagi Dinas Sosial setempat tidak memiliki anggaran dan
petugas yang memadai untuk melakukan pembinaan
lanjut.
Dengan kondisi demikian pembinaan lanjut seolah-olah
hanya dilakukan oleh petugas/Pekerja Sosial PSBL Pala Martha
meskipun dengan segala keterbatasan baik anggaran maupun
waktu/hari pembinaan.
Sementara peran instansi terkait seperti: Dinas Sosial
setempat (asal eks klien), Dinas Tenaga Kerja, lembaga
pengirim, aparat pemerintah setempat, dalam pembinaan
lanjut belum menunjukkan peran positif sebagaimana yang
diharapkan.
Dari berbagai informasi tentang kondisi tersebut dikarenakan
beberapa kendala, seperti:
- bagi beberapa instansi terkait mengatakan bahwa tidak
adanya alokasi anggaran untuk melakukan pembinaan
lanjutan bagi penyandang masalah yang telah ditangani
oleh instansi lain (dalam hal ini Kementerian Sosial),
- kurangnya komunikasi dalam pelaksanaan pelayanan
- banyaknya tugas dari instansi sendiri.
3. Hasil yang Dicapai
Hasil yang dicapai dalam pelayanan panti lazimnya dilihat dari
bagaimana kondisi perkembangan eks klien setelah mereka
berada dan berinteraksi dengan keluarga maupun lingkungan
masyarakat. Hal ini tentunya oleh pihak panti hanya dapat
diketahui dari pelaksanaan pembinaan lanjut.
Untuk menggambarkan hasil yang dicapai PSBL Pala Martha
dari pelayanan sosial yang dilakukan dalam pembinaan
lanjut, mengacu pada data dan informasi yang diperoleh dari
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
232
berbagai sumber baik pelaksana pelayanan (pekerja sosial),
sasaran pelayanan dalam hal ini eks klien dan keluarganya,
masyarakat setempat maupun instansi terkait.
Dari kondisi kehidupan sosial eks klien yang telah
mendapatkan pembinaan lanjut dari Pekerja Sosial panti
dan menjadi sampel sasaran pada penelitian ini terlihat hasil
perkembangan sebagai berikut:
- Komunikasi eks klien dengan keluarga maupun masyarakat
sekitar pada umumnya terjalin komunikasi yang wajar,
namun perhatian untuk menjaga stabilitas emosional,
keteraturan minum obat, merawat diri, menciptakan
aktivitas dan mendampingi eks klien, diakui oleh orang
tua/keluarga masih kurang. Hal tersebut karena kesibukan
aktivitas masing-masing keluarga untuk kebutuhan sehari-
hari. Dengan demikian eks klien dirumah sering terputus
kontak keluarga dan akhirnya masih sering berbicara/
bergumam sendiri.
- Kontrol/konsultasi medis secara periodik ke Puskesmas
sebagaimana dianjurkan oleh Pekerja Sosial, pada
umumnya masih jarang dilakukan. Ketersediaan obat
lanjutan (generasi lama atau baru) juga menjadi kendala
bagi orang tua/keluarga karena kondisi ekonomi.
- Bagi eks klien yang telah mendapatkan bantuan UEP,
oleh keluarga umumnya diwujudkan dalam bentuk usaha
toko/berjualan. Dari UEP tersebut beberapa eks klien
beraktivitas untuk menjaganya, meskipun tetap dibantu/
diawasi oleh orang tua/anggota keluarga lainnya. Dengan
aktivitas tersebut eks klien dapat berkomunikasi dengan
pembeli (warga masyarakat sekitarnya).
- Keinginan eks klien untuk bertemu dengan Pekerja Sosial
dan teman-temannya yang masih di dalam panti sangat
besar (wujud keresahan) dengan dalih kangen/rindu.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
233
- Beberapa keluarga telah mewujudkan hal itu dengan
akhirnya mengantarkan untuk bersilaturahmi ke PSBL Pala
Martha. Menurut keluarga, hasil yang nampak sepulang
dari panti kondisi eks klien menjadi ceria dan beraktivitas
wajar, namun beberapa bulan keresahan itu muncul
kembali.
- Peran institusi terkait dalam hal ini Dinas Sosial setempat,
aparat pemerintah setempat belum melakukan tindakan
apapun pada fase pembinaan lanjut kepada eks klien
maupun keluarganya.
- Ditinjau dari segi kuantitas klien yang disalurkan kembali
ke keluarga setelah selesai mengikuti rehabilitasi berkisar
antara 70 - 80 orang klien per tahun.
- Sejumlah eks klien dengan segala keterbatasan panti,
yang terjangkau pelayanan pembinaan lanjut berkisar
antara 15 - 20 orang eks klien per tahun.
Dari beberapa eks klien yang telah mendapat pembinaan
lanjut, sebagai gambaran hasil yang dicapai dari rehabilitasi sosial
PSBL Phala Martha dicontohkan satu kisah eks klien bernama Ip
(nama samara)
1) Identitas
Nama : Ipe, Perempuan, Usia 35 tahun. Belum
menikah Pendidikan tamat SMA
Masuk panti : Agustus 2008; Keluar dari panti : Agustus
2010, pernah bekerja di PT. Sanyo. Anak
pertama dari 4 bersaudara dan tinggal
bersama kedua orang tuanya kandung.
Alamat : TB, Dpk.
2) Kondisi Klien Sebelum Masuk PSBL Phala Martha
Ipe adalah anak pertama dari pasangan Bpk. Z dengan Ibu W.
Ayah adalah pensiunan PNS, sedangkan Ibu adalah ibu rumah
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
234
tangga dan buka warung sembako kecil-kecilan di rumahnya.
Dari wawancara dengan kedua orangtua Ip di rumahnya, pada
hari Sabtu, tanggal 26 Mei 2012, diperoleh data dan informasi
sebagai berikut :
Awalnya Ipe adalah anak yang pintar/cerdas, tamat di SMA dia
mendapatkan PMDK dari UGM Yogyakarta. Namun sayangnya
Ipe tidak bisa memanfaatkan kesempatan tersebut karena
orang tuanya merasa tidak sanggup untuk membiayai. Mulai
saat itu, Ipe menunjukkan gejala gangguan psikotik, ditandai
dengan terjadinya perubahan sikap dan perilakunya sehari-
hari, misalnya Ipe yang selalu ceria dan ngomongnya banyak
menjadi Ipe murung, tertutup dan sering marah tanpa sebab
yang jelas (uring-uringan).
Setelah tamat SMA Ipe bersama teman-temannya sempat
melamar kerja dan diterima di pabrik S. Cmgs, Dpk sebagai
tenaga harian tetap. Menurut penuturan dari teman-
temannya di pabrik ia termasuk karyawan yang berprestasi.
Gagal impiannya untuk melanjutkan kuliah di perguruan tinggi
Ipe melampiaskan obsesinya ditempat kerjanya. Menurut adik
dan teman kerjanya, Ipe sangat disegani oleh sesama karyawan
lainnya karena semangat kerja dan hasil kerjanya sungguh
luar biasa. Selain itu dengan santun ia berani membela dan
memperjuangkan hak-hak karyawan terhadap pimpinannya.
Pada suatu ketika pabrik mengadakan seleksi bagi karyawan
yang telah memiliki masa kerja tertentu dan penilaian baik
dari atasan langsung (berprestasi), dan persyaratan lainnya,
untuk peningkatan status kepegawaian menjadi pegawai
bulanan tetap. Namun pada waktu itu Ipe belum/tidak
termasuk yang dipanggil untuk menjalani seleksi. Lalu Ip
protes kepada atasannya, mengapa ia tidak dipanggil untuk
menjalani seleksi? Sementara dia termasuk karyawan yang
diberi perdikat terbaik. Rupanya Ipe mendapatkan jawaban
yang tidak bisa memuaskan dirinya, lalu dia marah-marah.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
235
Kemarahannya membuat dirinya lepas kontrol, dan mulai saat
itulah Ipe mengalami depresi dan shock berat.
Kondisi kejiwaan Ipe semakin mencemaskan orang tuanya.
Segala upaya ditempuh untuk mengembalikan kepercayaan
dirinya, namun tidak berhasil bahkan semakin parah. Oleh
psikiater Ipe, dinyatakan mengalami gangguan psikotik dan
harus dirawat di RS Jiwa. Hampir satu tahun Ipe keluar masuk
RS Jiwa tetapi tidak ada kemajuan yang berarti. Kemudian
atas anjuran kenalan orang tuanya Ipe dibawa ke PSBL Pala
Martha.
3) Kondisi Klien Dalam Panti
Pada bulan Agustus 2008 dalam keadaan tidak berdaya Ipe
diantar oleh orang tua dan adik-adiknya ke PSBL Phala Martha.
Setelah melalui proses pendaftaran dan semua persyaratan
yang diperlukan terpenuhi, Ipe diterima di PSBL Phala Martha
untuk menjalani proses rehabilitasi sosial.
Untuk menenangkan kondisi kejiwaannya sementara
waktu Ipe ditempatkan di ruang isolasi. Sekitar dua minggu
kemudian, kondisi Ipe menunjukkan kemajuan. Dia mau diajak
bicara dan kata-kata yang pertama kali keluar dari mulut Ipe
yang selalu diingat oleh informan peksos panti adalah,aku
ini dimana, aku mau diapakan. Setelah diberi pemahaman
dimana dia sebenarnya, kenapa ia disini dan lain sebagainya,
akhirnya mengerti dan komunikasi berjalan lancar, kemudian
dipindahkan ke asrama putri untuk mendapatkan pelayanan
selanjutnya.
Ipe menjalani tahapan orientasi sampai memahami situasi
dan kondisi panti, ia merasa aman dan tenang ibarat seperti
rumah sendiri, turut menjaga dan memelihara kebersihan
asrama dan lingkungan sekitarnya, saling mengenal dan akrab
dengan sesama penghuni asrama. Dapat melakukan atau
mengurus dirinya sendiri dengan baik, memahami simbol-
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
236
simbol dan aturan tata-tertib yang berlaku.
Di dalam tahapan ini Ipe perlu waktu sekitar enam bulan, dan
Ip termasuk kategori cepat dibandingkan klien-klien lainnya,
yang sudah hampir dua tahun belum menunjukkan perubahan
sikap dan perilakunya.
Sesuai minatnya Ipe tertarik pada latihan keterampilan
membuat makanan olahan (membuat kue dan masakan
lainnya) dan mengikuti latihan keterampilan menjahit dan
bordir. Masing-masig kegiatan berlangsung selama 6 bulan.
Ip bisa mengikuti latihan keterampilan tanpa mengalami
kesulitan. Hubungan dengan sesama klien, para instruktur dan
pekerja sosial dapat terjalin secara harmonis dan normatif.
Disamping mengikuti latihan keterampilan, Ip juga wajib
mengikuti kegiatan bimbingan mental dan sosial, bimbingan
kerokhanian (agama), olah raga, kesenian. Ipe bisa menjalani
semua kegiatan yang telah diprogramkan. Menjalankan
ibadah sholat tanpa disuruh. Terlebih setelah statusnya
memasuki tahapan resosialisasi, hari-harinya lebih banyak
bersama dengan peksos untuk berkonsultasi menjelang
kepulangannya. Ipe mengalami situasi dilematis pada saat
menjelang kepulangannya. Dia cemas, karena selama dua
tahun seolah-olah ia mengasingkan diri dari keluarga dan
lingkungannya. Apa yang harus ia lakukan nanti setelah
kembali ke rumah, dan bagaimana menghadapi orang-orang
dilingkungannya. Itulah situasi yang dirasakan Ip waktu itu,
sebagaimana penuturan peksos panti. Keberhasilan Ip dalam
menjalani program rehabsos di panti tidak terlepas dari
peran dan dukungan keluarganya (orang tua dan saudara-
saudaranya), yang selalu datang mengunjungi. Kunjungan
mereka berdampak pada pemulihan kepercayaan diri Ipe,
dia merasa diperhatikan dan disayangi oleh keluarganya. Ini
terlihat jika keluarganya datang, Ipe nampak berseri-seri dan
ingin cepat-cepat ikut pulang ke rumah.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
237
4) Kondisi Eks Klien Di Rumah/Keluarga hingga penelitian ini
dilakukan
Berdasarkan wawancara langsung dengan eks klien (Ipe) dan
kedua orang tuanya, serta hasil observasi langsung terhadap
situasi dan kondisi keluarga dan lingkungan sekitarnya,
selanjutnya dapat disampaikan sebagai berikut.
a) Kondisi fisik eks klien
Berdasarkan pengamatan peneliti, secara fisik keadaannya
sangat baik, tampak sehat, tubuhnya berisi (tidak kurus
dan tidak terlalu gemuk) dan kulitnya bersih dengan wajah
ceria.
Dari wawancara dengan eks klien dan kedua orang
tuanya, dikatakan bahwa aktifitas Ipe lebih banyak
didalam lingkungan rumah, yaitu membersihkan rumah
dan sekitarnya, menyapu lantai dan mengepel, menyapu
halaman, membantu memasak, mencuci pakaian sendiri,
dan membantu menjaga warung. Kebetulan juga Ipe telah
mendapat bantuan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dari
PSBL Phala Martha dalam bentuk dagangan sembako
sesuai dengan proposal yang diajukan.
b) Kondisi mental dan sosial eks klien
Menurut orang tua Ipe, secara mental dan sosialnya
memang belum pulih kembali. Masih pendiam, dan orang
tua belum tega untuk pergi sendiri. Komunikasi dengan
tetangga yang datang berbelanja cukup baik. Sengaja
diberi kesempatan oleh ibunya untuk melayani pembeli
sendirian agar Ipe dapat lebih banyak bergaul dengan
tetangga tetangga dan cepat dapat mandiri.
Menurut ibunya, sebagai orang tua memang mengakui
bahwa melihat kondisi anaknya ia sangat mengkhawatirkan
jika Ipah pergi sendirian keluar rumah. Bahkan para
tetangganya pun berlaku demikian. Jika Ipe keluar agak
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
238
jauh dari rumah ada yang datang memberitahu dan
bilang : Ibu itu Ipah ada di sana mau kemana. Mereka
juga mengkhawatirkan kalau Ipe kabur. Orang tuanya
menyadari perlakuannya terhadap Ipe, kenapa tidak
memberi kesempatan agar Ipe untuk bergerak bebas,
kenapa terlalu membatasi ruang gerak Ipe. sehingga
sampai saat ini kondisi mental dan sosial Ipe belum
mengalami pemulihan seperti sedia kala.
c) Kondisi keluarga dan lingkungan
Komunikasi seluruh anggota keluarga dengan eks klien
(Ipe) sangat harmonis dan menyayangi, karena merasa
bersalah tidak bisa memenuhi keinginan anaknya untuk
melanjutkan kuliah. Orang tua eks klien trauma dengan
kejadian yang dialami oleh Ipe, sehingga mereka sangat
berhati-hati dalam menjaga eks klien, agar masalah
yang menimpa eks klien tidak terulang kembali. Namun
kenyataannya kasih sayang yang ditunjukkan kepada
eks klien nampaknya berlebihan, sehingga hal itu justru
membuat sifat ketergantungan eks klien terhadap
keluarganya. Kurang memberi kesempatan eks klien untuk
mandiri.
Hingga saat ini pun menurut pengakuan kedua orang
tuanya SK pensiunnya masih digadaikan di bank BRI
untuk biaya memperbaiki rumah. Dan jika melihat kondisi
rumahnya pada saat ini nampak bahwa rumah tersebut
belum lama di rehabilitasi. Dinding bangunan berupa
tembok, plapon terbuat dari triplek dan kerangka atap
dari kayu dan bambu, sedangkan atapnya dari genteng.
Penerangan rumah dari listrik dan sumber air yang
dipergunakan sehari-hari diambil dari sumur gali. Lokasi
rumah berada sekita 100 meter dari jalan utama, masuk
gang yang bisa dilewati oleh sepeda motor.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
239
Masyarakat lingkungannya sangat memahami kondisi Ipe
dan mereka sangat menyayangi, menerima apa adanya
bahkan terkesan prihatin dengan kondisi Ipe berbeda
dengan saat di sekolah.
4. Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Binjut.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pembinaan
lanjut antara lain:
a. Faktor Pendukung
1) Motivasi diri yang tinggi dari petugas (terutama
para Pekerja Sosial) untuk bertemu dan mengetahui
perkembangan eks klien yang pernah dilayaninya.
2) Penerimaan yang hangat/kekeluargaan dari orang
tua/keluarga eks klien kepada petugas panti pada
setiap saat kunjungan. Kondisi demikian karena
orang tua/keluarga eks klien sangat mengharapkan
adanya pembinaan terus menerus kepada eks klien.
Bagi petugas hal demikian dapat menghilangkan
keengganannya dalam melakukan pembinaan lanjutan
kepada eks klien.
3) Kerjasama yang cukup baik dengan instansi terkait
dalam proses pelayanan khususnya pihak rumah sakit
(dokter) dan masyarakat sekitar panti.
b. Faktor Penghambat
1) Masih adanya stigma keluarga/masyarakat bahwa
penyandang psikotik merupakan aib keluarga,
sehingga tidak terciptanya keterbukaan dan rasa
nyaman keluarga dalam merawatnya.
2) Keterbatasan anggaran untuk melaksanakan
pembinaan lanjut, sehingga target kunjungan baik
dari segi waktu maupun jumlah eks klien yang harus
dikunjungi tidak terjangkau.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
240
3) Rendahnya kepedulian keluarga khususnya pada
masa pasca pelayanan (setelah eks klien dikembalikan
kepada orang tua). Hal ini menyangkut menciptakan
komunikasi yang kontinyu, kedisiplinan minum obat,
membiasakan hidup teratur dan lain-lain sebagaimana
yang dilakukan selama pelayanan.
4) Banyaknya keluarga/orang tua eks klien yang
mengedepankan biaya daripada upaya dalam
rangka pemulihan eks klien. Artinya orang tua lebih
memilih mengeluarkan biaya kepada pihak lain untuk
perawatan anaknya daripada anaknya kembali berada
dirumah.
E. Penutup
1. Kesimpulan
Berdasarkan data dan informasi serta hasil observasi yang
dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal yang terkait dengan
mekanisme pelayanan maupun dinamika peran pekerja sosial
dalam pelayanan sosial yang dilaksanakan oleh PSBL Pala
Martha sebagi berikut:
- Pelaksanaan pelayanan sosial kepada orang dengan
kecacatan mental eks psikotik di PSBL Pala Martha
tidak bersifat reguler sebagaimana panti sosial lainnya.
Penerimaan klien dilakukan setiap saat menyesuaikan
kapasitas panti sesuai jadwal pengakhiran pelayanan
klien sebelumnya, dengan tetap melaui tahapan dan
persyaratan pokok bagi klien yang akan dilayani sesuai
standar pelayanan.
- Banyaknya populasi penyandang eks psikotik dan
keterbatasan daya tampung PSBL disikapi dengan
pengembangan model pelayanan eks psikotik yang
mengutamakan peran masyarakat berbasis keluarga
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
241
melalui layanan home care, layanan day care dan
pembentukan tim reaksi cepat (TRC). Dengan demikian
menuntut peran Pekerja Sosial lebih intens didalamnya,
sementara jumlah Peksos yang ada saat ini telah
memiliki beban binaan klien dalam panti saja mencapai 1
berbanding 10.
- Program yang diberikan dalam panti meliputi: bimbingan
sosial, bimbingan fisik, bimbingan mental dan bimbingan
keterampilan yang diberikan selama 2 (dua) tahun.
- Kendala yang dihadapi dalam pelayanan dapat
teratasi meskipun harus menyesuaikan dengan segala
keterbatasan pelayanan yang ada. Persiapan bimbingan
terhadap klien menjelang dikembalikan kepada orang
tua/keluarga dan masyarakat telah dilakukan, namun
demikian pada umumnya orang tua/keluarga masih berat
untuk menerima kembali klien dan menginginkan masih
tetap mendapatkan pelayanan dalam panti.
- Pekerja Sosial sebagai pelaksanan primer dalam pelayanan
berperan optimal dalam setiap tahapan.
Setelah 6 (enam) bulan eks klien berada dalam keluarga dan
lingkungan masyarakat, pihak panti (dalam hal ini Pekerja
Sosial) masih mempunyai kewajiban untuk melakukan
monitoring dan pembinaan lanjut kepada eks klien. Peran
Pekerja Sosial dalam pembinaan lanjut sangat intens
melakukan dialog dengan eks klien maupun orang tua/
keluarga mengenai kondisi dan perkembangan yang terjadi,
baik dilakukan melalui komunikasi telepon maupun kunjungan
langsung ke tempat tinggal eks klien.
Pekerja Sosial terus memberikan motivasi kepada keduanya
agar terus mengikuti anjuran terkait dengan kedisiplinan
terhadap pengobatan, komunikasi dalam keluarga dan
kemungkinan kemampuan eks klien untuk mengembangkan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
242
usaha ekonomis sesuai keterampilannya melalui pemberian
bantuan usaha/UEP.
- Pemberian bantuan UEP kepada eks klien umumnya
diwujudkan dalam usaha toko bahan kelontong, namun
pengelolaannya masih ditangani orang tua eks klien.
- Keterbatasan anggaran berdampak pada waktu dan
frekuensi kehadiran petugas dalam pembinaan lanjut
menjadikan pelaksanaan pembinaan kurang menyentuh
kebutuhan setiap eks klien.
- Peran serta Dinas terkait dalam hal ini Dinas Sosial belum
memiliki program pembinaan lanjut untuk eks klien
psikotik, termasuk Dinas Kesehatan (Puskesmas) belum
mendukung ketersediaan obat yang harus dikonsumsi eks
klien.
2. Rekomendasi
Dari berbagai kondisi yang ada selama proses pelayanan
dalam panti maupun pelayanan setelah eks klien kembali ke
keluarga dan lingkungan masyarakat, diajukan rekomendasi
sebagai berikut:
a. Dalam rangka optimalisasi hasil pelayanan diperlukan
peningkatan kuantitas maupun kualitas Pekerja Sosial yang
ada, mengingat selama ini rasio beban tugas masih cukup
tinggi, mencapai 1 berbanding10. Usulan penambahan
Peksos ke Biro Kepegawaian, Kemensos perlu terus
dilakukan. Peningkatan kualitas Peksos dalam pelayanan
dilakukan melalui Tugas Belajar maupun penyelenggaraan
diklat perlu diberikan bagi petugas PSBL .
b. Alokasi anggaran khususnya pada fase pembinaan lanjut
perlu mendapatkan porsi yang cukup, untuk peningkatan
intensitas waktu dan frekuensi kehadiran petugas
melakukan pembinaan kepada eks klien, keluarga dan
masyarakat.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
243
c. Koordinasi dan kerjasama dengan berbagai pihak dalam
pelayanan eks psikotik perlu ditingkatkan melalui dialog,
pertemuan-pertemuan periodik, penyampaian informasi
pada saat rapat dinas instansi/SKPD kabupaten/kota.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
244
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
245
Bagian 9
PEMBINAAN LANJUT PADA PANTI SOSIAL KARYA WANITA
(PSKW) MULYA JAYA PASAR REBO,
JAKARTA TIMUR
Setyo Sumarno
A. Pendahuluan
Tuna susila sebagai penyakit masyarakat, selalu muncul
dan merupakan masalah sosial yang sulit untuk ditangani.
Dikatakan masalah sosial karena didalam tindakannnya terdapat
penyimpangan-penyimpangan perilaku yang tidak sesuai dengan
norma agama, adat istiadat, selain keberadaannya meresahkan
warga masyarakat
Sulitnya menangani masalah tuna susila ini disebabkan
berbagai faktor seperti : faktor ekonomi, sosial, moral, budaya
bahkan faktor psikologis. Kartini Kartono dalam Patologi Sosial
menyebutkan bahwa penyebab terjadinya tindak tuna susila antara
lain; 1) adanya dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan
seks diluar ikatan pekawinan; 2) komersialisasi dari seks; 3)
merosotnya norma-norma susila dan agama; 4) kebudayaan
eksploitasi; 5) faktor ekonomi. Sedangkan akibat yang ditimbulkan
dari tindak tuna susila yaitu; 1) penyebarluasan penyakit kelamin; 2)
merusak sendi-sendi kehidupan keluarga; 3) memberikan pengaruh
demoralisasi kepada lingkungan; 4) merusak sendi-sendi moral,
susila, hukum, agama; 5) adanya eksploitasi manusia oleh manusia
lainnya. Walaupun permasalahan tersebut sulit ditangani, namun
pemerintah dan masyarakat tetap berupaya untuk menangani
masalah tersebut melalui sistem panti maupun non panti.
Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya yang melakukan
pelayanan rehabilitasi eks tuna susila, setiap tahun panti ini
merehabilitasi klien sebanyak 220 orang terbagi dalam dua
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
246
angkatan. Angkatan pertama, bulan Januari dan angkatan kedua
bulan Juli. Sedangkan untuk penyaluran, angkatan pertama jatuh
pada bulan Juni dan angkatan kedua jatuh pada bulan Desember.
Dalam pelaksanaannya dilakukan beberapa tahapan, mulai
dari: pendekatan awal; penerimaan; assesmen; bimbingan fisik,
mental, sosial, dan keterampilan kerja; resosialiasi; penyaluran;
pembinaan lanjut; dan diakhiri dengan kegiatan terminasi.
Diharapkan melalui pelayanan tersebut dapat pulihnya kondisi
fisik, mental, psikis, sosial klien serta berfungsinya kembali mereka
dalam kehidupan keluarga maupun lingkungan masyarakat.
Dari beberapa tahapan pelayanan yang dilakukan panti,
tahapan tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok
pelayanan yaitu tahap pelayanan di dalam panti dan tahap
pelayanan setelah keluar dari panti. Tahap pelayanan di dalam
panti meliputi, pendekatan awal dan penerimaan sampai pada
tahap resosialisasi, sedangkan penyaluran, pembinaan lanjut
sampai kegiatan terminasi masuk dalam pelayanan di luar panti.
Pelayanan di dalam panti merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
membekali klien dengan berbagai pengetahuan, keterampilan,dan
pembinaan mental spiritual, sedangkan pelayanan setelah keluar
dari panti adalah pembinaan lanjut dalam mewujudkan kesiapan
diri eks klien dengan lingkungan keluarga, masyarakat maupun
lingkungan usaha/pekerjaan. Pembinaan juga dilakukan kepada
keluarga atau lingkungan masyarakat agar mereka dapat menerima
eks klien layaknya anggota masyarakat lainnya dan diharapkan
juga dapat memberikan dorongan kepada eks klien dalam rangka
pemulihan dan penyesuaian diri dengan lingkungan.
Secara umum tahap pembinaan lanjut yang dilakukan
panti nampaknya hanya untuk mengetahui bagaimana kondisi
klien setelah disalurkan, apakah eks klien sudah mendapatkan
pekerjaan atau bagaimana usaha yang dilakukan terkait dengan
toolkit yang diberikan, itupun tidak seluruh eks klien mendapatkan
pembinaan lanjut terkait dengan terbatasnya anggaran yang
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
247
tersedia. Kondisi seperti ini sudah berlangsung cukup lama dan
belum ada solusi yang berarti, karena masih ada dua sisi pandang
yang berbeda. Bila dilihat dari tahapan yang ada, maka pembinaan
lanjut sepenuhnya menjadi tanggung jawab panti, karena tahapan
tersebut merupakan satu kesatuan pelayanan rehabilitasi sosial,
disisi lain pembinaan lanjut sudah diluar kewenangan panti,
kalaupun ada itu menjadi tanggung jawab bersama antara
pemerintah pusat dan tanggung jawab pemerintah daerah.
Dari berbagai kondisi tersebut Puslitbang Kesos Kementerian
Sosial melakukan penelitian Pada Panti Sosial: Studi kasus
pembinaan lanjut (after care services) Pasca Rehabilitasi sosial di
panti sosial. Pertanyaan pada penelitian ini adalah, bagaimana
pembinaan lanjut yang dilakukan PSKW Mulya Jaya. Tujuan
penelitian adalah untuk mendapatkan data dan informasi
tentang: 1) proses pelayanan dan rehabilitasi yang dilakukan
panti; 2) pemahaman panti terhadap binjut; 3) pelaksanaan
pembinaan lanjut; 4) hasil yang dicapai dalam pembinaan lanjut,
dan 5) faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembinaan lanjut.
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi
masukan kepada Direktorat Pelayanan Rehabilitasi Sosial dalam
penyusunan kebijakan pelayanan sosial lanjutan bagi klien
yang telah menjalani rehabilitasi, dan sebagai pedoman dalam
pengembangan kegiatan pembinaan lanjut pada eks klien panti
sosial.
Untuk memberikan pemahaman terhadap penelitian ini,
beberapa konsep sebagai kerangka dasar pemikiran dapat
digambarkan sebagai berikut :
Evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi
tentang bekerjanya sesuatu yang selanjutnya informasi tersebut
digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam
mengambil keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini
adalah menyediakan informasi (Suharsini Arikunto, 2004).
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
248
Selanjutnya Mulyono menyebutkan evaluasi adalah suatu upaya
untuk mengukur hasil atau dampak suatu aktivitas, program
atau proyek dengan cara membandingkan dengan tujuan yang
telah ditetapkan dan bagaimana cara pencapaiannya (Mulyono,
2009). Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan
evaluasi merupakan upaya atau kegiatan yang dilakukan untuk
mengumpulkan informasi guna membandingkan antara hasil
implementasi dengan kriteria dan standart yang telah ditetapkan
untuk melihat suatu keberhasilan program.
Pembinaan Lanjut merupakan serangkaian kegiatan yang
diarahkan kepada eks klien, keluarga dan masyarakat guna
lebih dapat memantapkan, meningkatkan dan mengembangkan
kemandirian eks klien dalam kehidupan serta penghidupan
yang layak (Departemen Sosial RI; 2007). Pembinaan lanjut
dilaksanakan setelah tahap penyaluran dalam proses pelayanan
rehabilitasi sosial di dalam panti.
Tuna Susila diartikan sebagai suatu tindakan seseorang yang
melakukan perbuatan seks dengan lain jenis secara berulang-
ulang tanpa ikatan perkawinan dengan mendapatkan imbalan.
Menurut buku Standart Pelayanan Minimal dan Rehabilitasi Sosial
pengertian tuna susila adalah seseorang yang melakukan hubungan
seksual dengan lawan jenis secara berganti-ganti pasangan di luar
perkawinan yang sah dengan tujuan mendapatkan imbalan uang,
materi atau jasa (Departemen Sosial RI; 2007).
Kemudian Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 23/HUK/1996,
mengartikan tuna susila sebagai seseorang wanita, pria dan
wanita pria (waria) yang melakukan hubungan seksual diluar
pernikahan dengan tujuan untuk mendapatkan imbalan jasa.
Sedangkan dalam buku istilah kesejahteraan sosial, tuna susila
merupakan perbuatan melakukan hubungan seksual diluar nikah
dengan tujuan mendapatkan imbalan. Selain itu dalam buku putih
rehablitasi sosial tuna susila (1996) disebutkan, bahwa wanita
tuna susila adalah wanita yang melakukan hubungan seks dengan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
249
lawan jenisnya secara berulang-ulang dan bergantian diluar
perkawinan yang sah dengan mendapat uang, materi atau jasa.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
tuna susila adalah perbuatan seks tanpa ikatan perkawinan
yang dilakukan dengan lawan jenis secara berulang-ulang dan
bergantian dengan mendapatkan imbalan. Dengan demikian,
maka motif dari tindak tuna susila tersebut tersebut adalah
menjadikan perbuatan tersebut sebagai mata pencaharian yang
dapat menghasilkan materi, uang dan jasa.
Pelayanan Sosial adalah sistem terorganisasi dari pelayanan-
pelayanan dan lembaga-lembaga sosial yang dimaksudkan untuk
membantu perorangan dan kelompok-kelompok untuk mencapai
standar kehidupan dan kesehatan yang memuaskan, serta
hubunganhubungan sosial dan pribadi yang memungkinkan
mereka untuk mengembangkan kemampuan sepenuhnya dan
meningkatkan kesejahteraan mereka serasi dengan kebutuhan-
kebutuhan keluarga dan masyarakat (Walter A. Fredlander; 1967).
R.M. Titmus membagi pelayanan sosial dalam dua konsep
yaitu: 1) konsep ini sama dengan model kesejahteraan sosial
yang bersifat Residual, yaitu suatu model yang berfungsi sebagai
sarana kontrol sosial dan untuk mempertahankan hukum serta
ketertiban. Konsep pelayanan sosial ini berhubungan dengan
pemecahan masalah sosial dan patologi sosial; dengan upaya
untuk membantu penyesuaian dan rehabilitasi perorangan
dan keluarga-keluarga terhadap nilai-nilai dan norma-norma
masyarakat. 2) konsep ini sama dengan model kesejahteraan yang
bersifat Institusional Redestributif. Konsep pelayanan sosial ini
sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu
di dalam masyarakat tanpa memperhatikan pertimbangan
nilai tentang perorangan maupun keluarga-keluarga, tanpa
memperhatikan apakah mereka mengalami masalah sosial atau
tidak (Soetarso; 1980).
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
250
Dengan demikian pelayanan sosial dapat didefinisikan
sebagai suatu fungsi yang terorganisasi, merupakan sekumpulan
kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk memberikan kemampuan
kepada perorangan, keluarga-keluarga, kelompok-kelompok dan
kesatuan-kesatuan masyarakat untuk mengatasi masalah sosial
yang diakibatkan oleh kondisi-kondisi yang selalu mengalami
perubahan. Pokok pikiran yang terkandung dalam definisi tersebut
adalah; 1) adanya sekumpulan kegiatan yang terorganisasi; dan 2)
kemampuan orang secara individu atau kolektif dalam mengatasi
masalah.
Rehabilitasi Sosial adalah serangkaian kegiatan pemberian
pelayanan sosial secara terencana dan profesional untuk;
1) memecahkan masalah klien dari lingkungan sosialnya; 2)
memulihkan rasa percaya diri klien; dan 3) meningkatkan status
dan perasaan sosial klien serta lingkungannya (Departemen
Sosial RI; 2007).
Penelitian ini bersifat diskriptif kualitatif untuk menggambarkan
secara umum proses pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi dan
lebih fokus pada kegiatan pembinaan lanjut yang dilakukan PSKW
Mulya Jaya. Lokasi penelitian adalah di Panti Sosial Karya Wanita
Mulya Jaya Jakarta Timur. Panti ini merupakan unit pelaksana
teknis di bidang pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna susila,
dibawah penanganan langsung pada Direktorat Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial Kementerian Sosial RI.
Sumber data diperoleh dari Kepala Panti, Seksi PAS, Seksi
Rehabilitasi, Pekerja Sosial, dan eks klien. Untuk memperoleh
gambaran tentang kondisi eks klien dari hasil pembinaan lanjut
di PSKW Mulya Jaya, dilakukan studi terhadap 10 orang eks klien
yang telah memperoleh pelayanan/rehabilitasi sosial di panti
sosial antara 2009 - 2011. Pengumpulan data dilakukan melalui
Wawancara mendalam, Focus Group Discussion, Observasi, terhadap
pembinaan lanjut yang dilakukan oleh petugas panti dan observasi
terhadap kondisi anak pasca pelayanan, serta dokumentasi,
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
251
yang relevan dengan tujuan penelitian. Data dan informasi yang
diperoleh dari lapangan akan dianalis secara deskriptif kualitatif,
meliputi reduksi data, penyajian, penafsiran dan menyimpulkan.
Analisis data mencakup penelusuran kesenjangan antara kondisi
yang diharapkan dengan kondisi yang ada, yakni membandingkan
data eks-penerima manfaat panti sosial dengan kebijakan,
program, kegiatan dan pelaksanaan rehabilitasi sosial serta dan
pembinaan lanjut yang dilakukan oleh PSKW Mulya Jaya
B. Gambaran Umum Panti Sosial
1. Kelembagaan
PSKW Mulya Jaya didirikan pada tahun 1959 yang berstatus
sebagai Pilot Proyek Pusat Pendidikan Wanita Departemen
Sosial. Pada tanggal 20 Desember 1960 panti ini dibuka oleh
Menteri Sosial RI ketika dijabat H. Moelyadi Djojomartono
dengan nama Mulya Jaya berdasarkan motto "Wanita Mulya
Negara Jaya".
Pada tahun 1963 panti tersebut diresmikan menjadi Panti
Pendidikan Wanita (PPW) Mulya Jaya dengan SK Menteri Sosial
RI Nomor.HUK/4-1-9/2005, tanggal 1 Juni 1963. Tahun 1969
panti tersebut disempurnakan menjadi Panti Pendidikan
Pengajaran Kegunaan Wanita (P3KW). Tahun 1979 berdasarkan
SK Menteri Sosial RI Nomor 41/HUK/Kep./XI/1979 tanggal 1
Nopember 1979 disempurnakan lagi menjadi Panti Rehabilitasi
Wanita Tuna Susila (PRWTS) Mulya Jaya.
Perkembangan selanjutnya dengan Keputusan Menteri
Sosial RI Nomor 14/HUK/1994, pada tanggal 23 April 1994
ditetapkan menjadi Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya
(PSKW). Kemudian pada tahun 1995 dengan SK Menteri Sosial
RI Nomor 22/HUK/1995, tanggal 24 April 1995 ditetapkan lagi
menjadi Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
252
Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya merupakan unit pelaksana
teknis di bidang pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna susila,
dibawah penanganan langsung pada Direktorat Pelayanan
dan Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial Kementerian Sosial RI.
Tujuan dari PSKW Mulya Jaya, yaitu memulihkan kondisi fisik,
mental, psikis, sosial, sikap dan perilaku wanita tuna susila
agar mereka mampu melaksanakan fungsi sosial secara
wajar dalam kehidupan keluarga maupun dalam masyarakat.
Sedangkan sasaran dari pelayanan dan rehabilitasi sosial
adalah wanita tuna susila dan korban trafficking.
Tugas pokok dari PSKW Mulya Jaya adalah memberikan
pelayanan, perawatan dan rahabilitasi sosial yang bersifat
preventif, kuratif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk
pembinaan/bimbingan fisik, mental, sosial, merubah sikap dan
tingkah laku serta pelatihan dan keterampilan, resosialisasi
dan pembinaan lanjut bagi para wanita tuna susila, agar
mampu melaksanakan fungsi sosialnya, mandiri dan berperan
aktif dalam kehidupan masyarakat, serta rujukan regional,
pengkajian dan pengembangan standar pelayanan, pemberi
informasi, serta koordimasi dan kerjasama dengan instansi
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
2. Sumber Daya Manusia
Dalam menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi sosial,
PSKW Mulya Jaya didukung dengan sumber daya manusia
berjumlah 50 pegawai. Sumber daya tersebut terdiri
dari, pejabat struktural, pejabat fungsional, pembimbing
keterampilan, dan tenaga lainnya. Latar belakang pendidikan
pegawai cukup bervariasi, mulai dari SD hingga S2 dengan
rincian sebagai berikut: S2 (1 orang), S1 (20 orang), SLTA
(17 orang), D3 (6 orang), S2 (3 orang), dan SLTP, SD (masing-
masing 2 orang). Dari komposisi latar belakang pendidikan
tersebut, nampak bahwa SDM yang ada di PSKW Mulya Jaya
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
253
cukup memadai. Khusus pendidikan S2 dimiliki oleh kepala
panti dan pekerja sosial.
Komposisi tenaga dilihat dari masing-masing bidang, jumlah
tenaga terbanyak pada bidang TU (16 orang), Pekerja Sosial
14 orang, Seksi Rehsos 11 orang dan Seksi PAS 8 orang.
Berdasarkan golongan, pegawai yang sudah menempati
golongan IV (6 orang), golongan III (31 orang) dan selebihnya
golongan II.
Untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan, PSKW Mulya
Jaya juga didukung tenaga fungsional arsiparis, penyuluh
sosial, dan terutama pekerja sosial. Saat ini, jumlah tenaga
fungsional arsiparis dan penyuluh sosial masing-masing 1
orang. Sedangkan jumlah pekerja sosial sebanyak 12 orang.
Jika dilihat banyaknya klien yang harus ditangani selama satu
angkatan selama 6 bulan sebanyak 110 orang, maka jumlah
pekerja sosial yang ada saat ini belumlah memadai. Dimana
satu orang pekerja sosial harus menangani 10 orang klien
dalam satu angkatan.
3. Sarana Prasarana
Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas, panti
memiliki fasilitas yang cukup memadai. Sarana dan prasarana
yang dimiliki Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya, sampai
dengan tahun 2011 terdiri dari :
a. Sarana dan Prasarana
PSKW Mulya Jaya menempati luas seluruhnya 19.700 M2.
Pemanfaatan lahan tersebut untuk gedung perkantoran
yang terdiri dari: ruang kerja/kantor, ruang rapat, aula/
ruang serbaguna, ruang seleksi, ruang konsultasi, dan
ruang data. Sedangkan untuk kepentingan proses
keterampilan, disediakan gedung pendidikan antara lain
untuk ruang keterampilan tata rias dan olah pangan,
ruang keterampilan menjahit manual, ruang menjahit High
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
254
Speed dan bordir, serta ruang untuk pendidikan.
b. Untuk klien PSKW Mulya Jaya disediakan fasilitas berupa
asrama, wisma, kamar, ruang makan dan dapur, serta
poliklinik dan ruang perawatan. Beberapa fasilitas
penunjang berupa lapangan tenis, lapangan olah raga,
taman, lahan pertanian, dan sarana ibadah berupa masjid
dan mushola.
4. Pendanaan
Sumber dana kegiatan PSKW Mulya Jaya dari APBN
Kementerian Sosial, adapun pendanaan dari APBN, 2 tahun
terakhir adalah sebagai berikut: tahun 2011 besar anggaran
Rp 7,8 Milyar, tetapi tahun 2012 sedikit menurun hanya RP
7,6 Milyar. Kemudian pengembangan kerjasama dan jaringan
kemitraan juga dilakukan, terutama berupa pelatihan dan
kegiatan praktek kerja (magang) yang dilakukan melalui
kerjasama dengan beberapa perusahaan.
5. Kondisi Klien (2009 - 2011)
Sebelum dijabarkan tentang kondisi klien tahun 2009 2011,
terlebih dahulu diuraikan tentang kapasitas tampung di PSKW
Mulya Jaya. Dalam satu tahun, PSKW Mulya Jaya merehabilitasi
klien sebanyak 220 orang, dibagi dalam 2 angkatan, yaitu
angkatan pertama (Januari - Juni); angkatan kedua (Juli -
Desember). Kriteria klien yang mendapatkan pelayanan dan
rehabilitasi sosial di PSKW Mulya Jaya adalah perempuan
berusia antara 21 - 25 tahun.
Dilihat dari tingkat pendidikan, ternyata sebagian besar
adalah tidak tamat SD 26 orang, 20 orang tamat SD, 21 orang
tamat SLTP bahkan sebanyak 12 orang buta huruf, tetapi
terdapat pula yang tamat SLTP sebanyak 21 orang. Demikian
halnya pada klien tahap ke 2, dimana pendidikan tamat
SD menduduki presentasi tinggi, dibandingkan pendidikan
lainnya. Demikian pula antara tidak tamat SLTP (14 orang)
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
255
dengan yang tamat SLTP (16 orang) agak seimbang, sementara
lulusan SLTA, jumlahnya hampir sama antara 12-15 orang.
Status perkawinan mereka, dari jumlah klien 110 orang
yang direhabilitasi, hampir sebagian berstatus janda (antara
44-60 orang), disusul belum pernah nikah antara 28-38 orang
dan bersuami atau status nikah antara 22-28 orang. Kondisi
seperti ini menunjukkan bahwa, mereka terjun melakukan
tindak prostitusi tidak pandang status mereka janda, masih
bujang atau sudah bersuami, yang penting untuk membantu
memenuhi kebutuhan dalam hidupnya jalan yang paling
mudah untuk mendapatkan uang adalah dengan melacurkan
diri.
Faktor ekonomi merupakan alasan utama klien yang
masuk ke PSKW Mulya Jaya. Hal ini terkait dengan rendahnya
tingkat pendidikan dan status perkawinan klien wanita tuna
susila yang berada di PSKW Mulya Jaya. Selain disebabkan
berbagai persoalan seperti, dijerumuskan, sakit hati, tidak
punya pekerjaan, dan masih banyak faktor penyebab lainnya.
Namun pada umumnya mereka melakukan hal tersebut
bersumber pada himpitan ekonomi.
Selanjutnya untuk bulan Juli sampai dengan bulan
Desember 2009 usia klien yang di rehabilitasi dipanti lebih
bervariasi, seperti pada angkatan I tahun 2009, usia klien yang
direhabilitasi termasuk dalam kategori usia produktif, yaitu
berkisar antara 16 tahun sampai dengan 35 tahun, walaupun
yang lainnya juga ada tetapi jumlahnya sedikit. sementara,
jumlah klien yang banyak berkisar usia 21 - 25 tahun sebanyak
35 orang, menyusul 26 30 tahun 29 orang dan 16 - 20
tahun 26 orang. Menariknya, diantara 110 orang klien yang
direhabilitasi terdapat dua orang yang umurnya masih belia
yaitu 14 tahun dan 15 tahun.
Mereka berasal dari berbagai wilayah Propinsi, seperti DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, lampung, Bengkulu,
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
256
Palembang, NTB, Bangka Belitung dan Sulawesi Tengah atau
Palu. Beberapa wilayah tersebut, jumlah terbanyak berasal
dari Propinsi Jawa Barat yaitu; Bekasi, Bogor, Indramayu,
Cianjur, Sukabumi, dan Karawang dlsb, sementara dari Jawa
Tengah, Jawa Timur, DKI Jakarta dan Palembang jumlahnya
hanya sedikit.
Mencermati kondisi klien pada penerimaan antara tahun 2009
s.d 2011, secara keseluruhan bila dilihat dari kelompok umur,
tingkat pendidikan maupun status perkawinan terlihat bahwa klien
yang direhabilitasi di PSKW Mulya Jaya, rata-rata berusia dibawah
35 tahun. Kemudian dilihat dari tingkat pendidikan umumnya
lulus SD, bahkan terdapat pula klien yang tidak mengenyam
pendidikan sama sekali atau buta huruf. Demikian pula dilihat
dari status perkawinan, jumlah yang paling dominan dengan
status janda, bila dibandingkan dengan yang sudah menikah atau
yang masih bujang. Kebanyakan mereka berasal dari wilayah Jawa
Barat, seperti yang telah diuraikan di atas, sedangkan klien yang
berasal dari wilayah luar Jawa jumlahnya tidak terlalu banyak.
Dengan kondisi yang demikian orang akan mudah terpengaruh
dengan hal-hal yang negatif entah itu bujukan teman, karena
tututan kebutuhan yang harus segera dipenuhi makan ataupun
karena tanggung jawab untuk menghidupi keluarganya. Hal
tersebut juga tidak jauh berbeda dengan status menikah, ataupun
yang masih bujang. Faktor ekonomi merupakan faktor yang paling
berpengaruh dalam melakukan tindak prostitusi.
C. Proses Rehabilitasi Sosial
Proses pelayanan dan rehabilitasi sosial kegiatan yang
dilaksanakan melalui tujuh tahapan kegiatan yaitu: pendekatan
awal dan penerimaan klien, assesmen, bimbingan fisik, mental,
sosial dan keterampilan, resosialisasi, penyaluran, terminasi,
bimbingan lanjut dan evaluasi. Jangka waktu kegiatan untuk
pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi wanita tuna susila
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
257
dilakukan selama 6 bulan, dengan materi pembinaan fisik mental
sosial dan keterampilan. Jenis keterampilan yang diberikan antara
lain: keterampilan tata rias pengantin, keterampilan tata rias
rambut, keterampilan menjahit High Speed, keterampilan menjahit
bordir, keterampilan olah pangan dan kuliner dan keterampilan
Komputer. Selanjutnya dilakukan praktek belajar kerja (PBK) atau
dengan istilah lain magang di perusahaan yang merupakan
mitra kerja PSKW Mulya Jaya.
Tahapan kegiatan meliputi
1. Pendekatan awal
Pendekatan awal yang dilakukan panti selama ini dengan
mengadakan pertemuan atau pendekatan ke pihak-pihak
terkait dalam rangka mendapatkan dukungan. Pendekatan
awal dilakukan pekerja sosial bekerjasama dengan kepala seksi
program dan advokasi sosial melaksanakan koordinasi dengan
Dinsos, Trantib dan pihak lainnya dalam rangka mendatangkan
calon klien, serta memberikan informasi mengenai program
penanganan PMKS (WTS) guna meningkatkan peran aktif
dari berbagai instansi setempat dalam pelaksanaan program
panti. Calon klien yang dikirim ke panti, hasil razia yang
dilakukan oleh Dinas Sosial, Trantib, Koramil dan aparat
keamanan lainnya, kemudian ditampung sementara di panti
Kedoya untuk diinvetarisir dan diberi penyuluhan seperlunya.
Dari penampungan sementara tersebut kemudian dikirim ke
Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya untuk mendapatkan
pelayanan dan rehabilitasi sosial.
2. Penerimaan
Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap penerimaan
adalah:
a. registrasi untuk mengetahui identitas klien dan
permasalahan yang dihadapi klien yang selanjutnya
dituangkan ke dalam formulir registrasi oleh Pekerja sosial.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
258
b. Pengungkapan dan penelaahan masalah, untuk menggali,
mengelompokkan dan pengolahan data yang akan
digunakan untuk menyusun studi kasus. Kegiatan
ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi
tentang bakat, minat, potensi yang dimiliki, kemampuan,
kelemahan dan harapan serta rencananya untuk masa
depan klien. Dengan mengetahui latar belakang klien,
informasi ini dapat dimanfaatkan untuk mendukung
upaya pemecahan masalah serta upaya-upaya lain untuk
mengembangkan kemampuan klien.
c. Penempatan dalam program pelayanan rehabilitasi
dilakukan untuk menempatkan klien kedalam program
bimbingan keterampilan kerja sehingga dapat menentukan
jenis program pelayanan yang tepat untuk klien.
Pada tahap penerimaan ini dilakukan case conference awal
untuk menyeleksi calon klien yang memenuhi syarat dan
yang tidak memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan.
Bagi calon klien yang memenuhi syarat, oleh seksi
rehabilitasi sosial dan pekerja sosial dilakukan assesmen.
Bagi calon klien yang tidak memenuhi syarat oleh seksi
PAS dan Pekerja Sosial dikembalikan pihak keluarga atau
dirujuk ke panti lainnya.
3. Assesmen
Pengungkapan dan pemahaman masalah dilakukan untuk
mendapatkan data lengkap klien baik menyangkut latar
belakang klien, permasalahan yang dihadapi, bakat, minat,
potensi, keinginan serta rencana klien untuk memperbaiki
kondisi hidupnya dimasa mendatang. Untuk memperoleh
informasi seperti ini, Pekerja Sosial mengadakan wawancara
dengan individu atau kelompok. Dari data yang berhasil
dikumpulkan, kemudian diadakan seleksi antara data yang
relevan dan tidak relevan dengan masalah yang dihadapi klien.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
259
Langkah selanjutnya adalah menyusun data dan menganalisa
hasil wawancara dalam file klien. Hal ini dimaksudkan untuk
menentukan sementara bidang keterampilan yang sesuai atau
terapi yang tepat. Kelengkapan keterangan Pekerja Sosial
mengadakan home visit untuk mengetahui kondisi keluarga
serta lingkungan tempat tinggal klien.
4. Bimbingan Fisik, Mental, Sosial dan Keterampilan Kerja
a. Bimbingan fisik, merupakan kegiatan berupa latihan jasmani
dengan tujuan untuk memelihara dan mengembangkan
kondisi fisik. Bimbingan fisik yang diberikan kepada klien
berupa: bimbingan kedisplinan, senam kebugaran latihan-
latihan jasmani, olah raga (volley, tenis meja, bulu tangkis,
futsal), dan penyampaian pengetahuan kepada klien dalam
rangka menjaga, merawat, meningkatkan kesehatan dan
ketahanan fisik mereka agar kondisinya dapat mendukung
kemampuannya.
b. Bimbingan mental, adalah bimbingan yang diberikan
kepada klien meliputi, agama, budi pekerti agar perilaku
klien sehari-hari sesuai dengan ajaran agama yang dianut
dan norma sosial yang berlaku. Kegiatan ini diwujudkan
dalam bentuk pelaksanaan ibadah, baca tulis Al-Qur'an,
etika pergaulan, nasehat penanaman budi pekerti yang
baik dan sikap hidup yang normatif, dibimbing oleh seorang
ustad. Sedangkan kedisplinan dalam mentaati tata tertib
yang berlaku dipanti pembinaanya dilakukan dari Polri dan
Koramil. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan iman
dan taqwa kepada tuhan, menumbuhkan, membangkitkan
dan mengembangkan kemauan klien agar mempunyai
pengetahuan tentang kesehatan mental dan memiliki rasa
tanggung jawab terhadap dirinya maupun tugas-tugas
yang dihadapinya
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
260
c. Bimbingan sosial adalah serangkaian kegiatan bimbingan
kearah tatanan kerukunan dan kebersamaan hidup
bermasyarakat, sehingga diharapkan dapat menimbulkan
kesadaran dan bertanggung jawab sosial baik lingkungan
keluarga maupun masyarakat. Materi yang diberikan
dalam bimbingan sosial meliputi, dinamika kelompok,
terapi kelompok, penyuluhan konseling dan group session.
Kegiatan ini bertujuan agar para klien dapat mengenal
nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku dan
dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat.
d. Bimbingan keterampilan kerja, kegiatan yang diberikan
klien berupa kursus atau latihan-latihan keterampilan,
baik bersifat teori maupun praktek yang disesuaikan
dengan kemampuan kemampuan yang ada pada diri klien
dengan tujuan agar klien dapat memiliki keterampilan yang
dapat dijadikan bekal hidupnya di masa mendatang. Jenis
latihan yang diberikan kepada klien meliputi, menjahit
manual, high speed, bordir, olah pangan atau tata boga, tata
rias penganten dan tata rias rambut.
5. Tahap Resosialisasi
Resosialisasi dilakukan untuk membaurkan kembali eks
klien kedalam lingkungan sosialnya, baik pribadi, anggota
keluarga, maupun anggota masyarakat dengan memberikan
motivasi kepada keluarga atau masyarakat, magang kerja
dan penjajagan lapangan pekerjaan. Kegiatan yang dilakukan
dalam resosialisasi meliputi:
a. Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat dengan:
1) Mempersiapkan klien agar dapat berintegrasi penuh
dalam kehidupan bermasyarakat secara normatif
melalui pemantapan keterampilan.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
261
2) Mempersiapkan masyarakat daerah asal lingkungan
masyarakat di lokasi penempatan kerja eks klien
mereka dapat menerima, mengajak serta untuk
terciptanya kemauan dan kemampuan keluarga dan
masyarakat untuk dapat menerima kembali mereka
untuk berperan aktif dan berintegrasi dalam kegiatan
masyarakat.
b. Bimbingan sosial masyarakat adalah serangkaian kegiatan
bimbingan yang diarahkan agar dapat mengetahui,
memahami, menghayati terhadap norma-norma yang
berlaku di masyarakat, sehingga dapat menghindar dari
kegiatan yang meningkatkan kemauan dan kemampuan
para eks klien untuk dapat melaksanakan tata kehidupan
masyarakat secara normatif.
c. Bimbingan bantuan stimulan usaha produktif, berupa
pengadaan bantuan atau peralatan bahan modal kerja
baik sekelompok klien maupun perseorangan guna
dijadikan bekal hidup mandiri sesuai dengan jenis mata
pencahariannya. Kegiatan ini bertujuan agar para eks klien
dapat berusaha/bekerjasama secara layak dan manusiawi
untuk menciptakan lahan bermata pencaharian guna
mendapatkan penghasilan untuk membiayai hidup diri
dan keluarganya.
d. Bimbingan usaha kerja/Bimbingan kemandirian adalah
serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan agar
klien memiliki pengetahuan dasar tentang kewirausahaan,
pemasaran dan beberapa jenis referensi lapangan kerja
yang mempekerjakan tenaga wanita sehingga memiliki
motivasi diri untuk menekuni lapangan kerja. Bimbingan
ini diberikan berdasarkan evaluasi selama klien berada
di panti yang merupakan pemantapan klien sebelum
disalurkan.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
262
6. Tahap Penyaluran
Pada tahap penyaluran terdapat empat pilihan untuk klien,
yaitu kembali ke pihak keluarga, menikah, rujuk dengan suami
bagi yang sudah menikah, dan bekerja. Bagi yang ingin bekerja,
panti menempatkan klien pada sektor usaha atau pekerjaan
produktif sesuai dengan jenis keterampilan kerja yang telah
diikuti. Kegiatan penyaluran disertai pemberian bantuan
stimulan usaha produktif sebagai modal hidup bermasyarakat.
Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan mata pencaharian
yang layak sebagai sumber penghasilan keluarga dalam
memperbaiki kualitas hidupnya. Kendala yang selama ini
dihadapi dalam penyaluran adalah pada waktu pemulangan
eks klien ketempat tujuan, belum sampai ditempat yang dituju
para germo atau mucikari atau orang yang mengkaryakan
mereka (klien) sudah terlebih dahulu menjemput yang
mengaku dirinya sebagai keluarga atau familinya. Mereka tahu
kapan waktu penyaluran dilakukan sehingga mereka mengikuti
pelepasan eks klien dari tangan petugas panti.
7. Tahap Bimbingan Lanjut dan Terminasi
Tahap ini dilaksanakan pada klien yang telah memperoleh
pelayanan rehabilitasi sosial dan reasosialisasi pada tahun
anggaran sebelumnya. Bimbingan lanjut merupakan upaya
untuk lebih memantapkan kemandirian bekas klien terutama
mereka yang karena berbagai sebab masih tetap memerlukan
bimbingan peningkatan/pemasaran dan sebagainya maupun
petunjuk yang bermaksud memperkuat kondisinya di
masyarakat. Bimbingan ini terdiri dari:
a. Bimbingan peningakatan kehidupan masyarakat dan
berperan serta dalam pembangunan. Kegiatan ini bertujuan
untuk memantapkan integrasi eks klien dalam kehidupan
bermasyarakat agar mereka mampu berperan serta dalam
kegiatan-kegiatan bermasyarakat di lingkungan dimana
mereka menjadi warganya.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
263
b. Bimbingan pengembangan usaha kerja dan Bimbingan
pemantapan usaha kerja terdiri dari 3 kegiatan antara lain:
1) Bimbingan pengembangan usaha kerja, kegiatan ini
dilaksanakan berdasarkan evaluasi. Tujuannya adalah
dimantapkannya dan dikembangkannya usaha/kerja
secara berkelompok, serta meningkatkan kemampuan
mereka dalam hal pengelompokan usahanya sekaligus
dalam rangka terintegrasi dengan masyarakat
lingkungannya.
2) Bimbingan pemantapan usaha kerja, bimbingan
ini dimaksudkan sebagai bimbingan pemantapan
berusaha dan pemantapan integrasinya dalam
masyarakat. Kegiatan ini bertujuan untuk
memantapkan dan mengembangkan usaha/kerja
secara lebih berdaya guna dan berhasil guna sehingga
eks klien dapat lebih memahami lapangan usaha/kerja
dan mampu berpartisipasi dalam pembangunan.
3) Bantuan Pengembangan Kelompok Usaha Bersama
(BPKUB)
Di dalam pelaksanaan tahapan bimbingan lanjut salah satu
alternatif upaya pengembangan berdasarkan evaluasi diperlukan
Bantuan Pengembangan Kelompok Usaha Bersama (BPKUB)
bagi eks klien yang memenuhi persyaratan dan potensial untuk
usaha kelompok. Kegiatan ini bertujuan agar para klien dapat
mengembangkan usahanya lebih berhasil dan dapat mandiri
dalam memenuhi kebutuhan hidup secara layak.
Terminasi merupakan suatu tahap akhir dari proses pelayanan
dan rehabilitasi, kegiatan ini dilakukan dalam rangka pemutusan
hubungan antara lembaga dengan klien, karena klien sudah
dianggap mampu untuk berusaha/berdiri sendiri dalam memenuhi
kebutuhannya.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
264
D. Pembinaan Lanjut
1. Kebijakan Teknis
Bimbingaan lanjut merupakan serangkaian kegiatan yang
diarahkan kepada eks klien, keluarga dan masyarakat guna lebih
dapat memantapkan, meningkatkan dan mengembangkan
kemandirian eks klien dalam kehidupan serta penghidupan
yang layak sebagaimana anggota masyarakat lainnya. Pada
tahapan bimbingan lanjut tidak hanya melihat kondisi eks
klien setelah disalurkan ke masyarakat, sudah bekerja atau
belum, punya usaha atau tidak, tetapi lebih jauh lagi mengarah
pada serangkaian kegiatan yang menyangkut penyesuaian
diri klien dengan keluarga ataupun masyarakat, aktivitas apa
saja yang dilakukan, bimbingan keterampilan, bimbingan
usaha yang kesemuanya untuk membimbing eks klien kearah
kemandirian.
Di dalam pembinaan lanjut terdapat tiga kegiatan yaitu,
bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat dan peran
serta dalam pembangunan, bantuan pengembangan usaha
atau bimbingan peningkatan keterampilan, dan bimbingan
pemantapan kemandirian dan peningkatan usaha kerja.
Dalam kegiatan pembinaan lanjut tidak semua eks klien
yang telah disalurkan dilakukan pembinaan lanjut. Eks
klien yang disalurkan semuanya diberi toolkit sesuai dengan
bidang keterampilan yang diikuti selama dipanti. Pembinaan
lanjut dilakukan setelah 2-3 bulan dari proses penyaluran
dan hanya dilakukan satu tahun satu kali. Eks klien yang
mendapatkan pembinaan lanjut berkisar 10 % dari total
klien yang direhabilitasi selama satu tahun (220 orang)
karena keterbatasan anggaran. Pembinaan lanjut dilakukan
bersamaan dengan pemberian stimulan sebesar Rp 800.000,-
per eks klien. Dengan suntikan dana stimulan ini diharapkan
eks klien dapat mengembangkan usahanya untuk kemandirian
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
265
mereka dimasa yang akan datang. Kondisi seperti inilah yang
kadangkala membuat kecemburuan diantara eks klien yang
mendapatkan stimulan dan yang tidak mendapatkan stimulan.
Setelah mereka keluar dari panti biasanya mereka jaringan/
kelompok alumni untuk saling memberikan informasi, baik
informasi masalah pekerjaan atau masalah-masalah lainnya
Sedangkan kriteria keberhasilan eks klien: kemandirian,
keaktifan siswa saat mengikuti pelayanan di panti, mampu
membantu perekonomian keluarga dengan pendapatan yang
halal.
2. Pemahaman Tentang Pembinaan Lanjut
Pemahaman pembinaan lanjut masih beraneka ragam,
menurut petugas panti lebih difahami sebagai monitoring dan
evaluasi terhadap eks klien dengan mengisi form yang sudah
baku sebagai alat untuk melihat kondisi eks klien setelah
keluar dari panti. Instrumen pembinaan lanjut/after care
berisikan tentang pertanyaan seputar kondisi eks klien dan
aktivitas yang dilakukan setelah selesai mengikuti rehabilitasi
dari panti seperti, kondisi sosial ekonomi, perkembangan
mental sosial, perkembangan keterampilan, perkembangan
keterampilan dan toolkit, hambatan atau kegagalan yang
dialami serta harapan yang diinginkan eks klien. Sebagian
petugas memahami pembinaan lanjut sebagai kunjungan
ke rumah eks klien dengan memberikan stimulan, sehingga
apabila mereka dalam melaksanakan pembinaan lanjut tidak
membawa stimulan, maka petugas tersebut merasa tidak
enak.
Dengan demikian pembinaan lanjut seperti ini lebih dipahami
sebagai penyampaian stimulan kepada eks klien untuk
dikembangkan, karena di dalam pembinaan terkandung
muatan bahwa eks klien tersebut sudah mengalami perubahan
sehingga layak untuk mendapatkan stimulan dari panti.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
266
Indikator keberhasilan pembinaan lanjut yang diukur dalam
pembinaan lanjut meliputi : perubahan sikap dan perilaku,
diterima dilingkungan keluarga/masyarakat, tidak kembali
jadi WTS, tempat tinggal menetap, menikah, kembali kepada
keluarga, rajin melaksanakan ibadah, ada usaha (buka warung,
bekerja dll).
3. Pelaksanaan Pembinaan Lanjut
Penanggungjawab dalam pembinaan lanjut adalah seksi
rehabilitasi dan dilaksanakan bersama-sama dengan seksi
PAS dan pekerja sosial. Menurut petugas panti PSKW Mulya
jaya, pembinaan lanjut yang selama ini dilakukan melalui dua
cara yaitu, melalui (1) kontak telepon dan (2) mendatangi
rumah eks klien. Pembinaan lanjut melalui telepon dilakukan
dalam rangka untuk mengetahui kondisi sementara eks klien
dan memastikan bahwa alamat tinggal mereka jelas, mudah
dijangkau sehingga apabila diadakan kunjungan rumah mudah
untuk dicari, dan kesediaan untuk menerima kedatangan
petugas dari panti. Cara kedua adalah mengadakan kunjungan
kerumah eks klien yang telah disalurkan ketengah-tengah
masyarakat. Dalam kunjungan tersebut petugas menanyakan
kondisi klien dengan panduan yang sudah disiapkan yang
memuat pertanyaan sebagai berikut :
a. Kondisi sosial ekonomi
Di dalam kegiatan bimbingan lanjut, kondisi sosial
ekonomi yang ditanyakan petugas meliputi, kegiatan yang
dilakukan sehari-hari, usaha yang dilakukan selama ini,
penghasilan rata-rata setiap hari, pekerjaan suami dan
penghasilannya, cukup tidaknya penghasilan tersebut
untuk memenuhi kebutuhan dalam keluarga, status
tempat tinggal dan kondisi bangunan, alat transportasi
yang dimiliki, makanan pokok sehari-hari hingga sarana
hiburan yang dimiliki
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
267
b. Perkembangan mental sosial
Untuk mengetahui perkembangan mental sosial eks
klien, informasi yang digali meliputi pelaksanaan ibadah
dalam keseharian, hubungan dengan anggota keluarga,
tetangga atau masyarakat sekitarnya, keterlibatan dalam
kegiatan di masyarakat (gotong royong, kerja bakti dll),
keiukutsertaan dalam organisasi sosial yang ada di
masyarakat, status kependudukan, stekma masyarakat
terhadap eks klien dan sikap eks klien apabila diajak lagi
terjun ke dunia prostitusi.
c. Perkembangan keterampilan dan toolkit
Dalam rangka mengetahui perkembangan keterampilan
dan toolkit yang diterima eks klien, pertanyaan yang
diajukan seputar masalah kemanfaatan bimbingan (sosial
fisik, mental dan keterampilan) yang diberikan pada
waktu di dalam panti, waktu pelayanan yang diberikan
selama enam bulan menurut eks klien terlalu lama/tidak,
perkembangan keterampilan yang diterima pada waktu
dipanti, hubungan pekerjaan dengan keterampilan yang
diperoleh dari panti, pemanfaatan toolkit, cukup tidaknya
bantuan yang diterima dan cocok tidaknya bantuan
dengan keterampilan yang diperoleh dari panti.
4. Hasil Pembinaan Lanjut
Keberhasilan pembinaan lanjut yang dilakukan oleh panti,
perlu partisipasi dari pihak-pihak terkait dalam upaya
melakukan perubahan sikap dan perilaku eks klien setelah
kembali hidup di tengah-tengah lingkungan masyarakat.
Partisipasi dalam bentuk dorongan atau motivasi dari pihak
terkait diperoleh dari :
a. Keluarga
Keluarga terutama suami dan anak-anak sangat mendukung
proses penyesuaian diri dengan lingkungan keluarga,
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
268
karena persoalan yang dialami eks klien tidak lepas dari
persoalan ekonomi didalam keluarga. Hal ini terlihat dari
hubungan diantara anggota keluarga cukup baik dan
harmonis, mereka saling bisa menerima keadaan. Bahkan
dari pihak keluarga mendorong eks klien membuka usaha
dengan dukungan anak dan suami. Disamping itu eks klien
dan keluarga juga sangat terbuka dengan petugas panti,
maupun Dinas Sosial. Hal lain adalah pada waktu peneliti
mau kunjungan ke rumah eks klien mereka dihubungi
terlebih dahulu dan mereka menunggu di pinggir jalan
agar mudah mencari tempat tinggalnya. Dari beberapa
tempat eks klien yang dikunjungi nampak seluruhnya
dapat menerima keadaan eks klien apa adanya.
b. Masyarakat
Masyarakat disekitar tempat tinggal eks klien tidak
mempermasalahkan tentang persoalan yang dialami eks
klien sebelumnya. Mereka saling tegur sapa layaknya
anggota masyarakat pada umumnya. Bahkan pada waktu
kunjungan kerumah eks klien, terlihat hubungan yang
cukup baik antara eks klien dengan anggota masyarakat
sekitarnya, sehingga tidak nampak dari masyarakat untuk
mengucilkan atau mempergunjingkan keadaan eks klien.
c. Jejaring kerja/stake holder (Dinas Sosial, Satpol PP, Polsek)
Seksi PAS melakukan sosialisasi kepada Dinas Sosial,
Satpol PP dan Polsek dalam rangka kerjasama untuk
mendapatkan dukungan dalam mendapatkan klien.
Sosialisasi dimaksudkan untuk memberitahu kepada
ketiga elemen tersebut bahwa PSKW Mulya Jaya telah
siap untuk menerima kiriman klien guna mendapatkan
rehabilitasi sosial dari panti. Aparat desa/kelurahan
(RT,RW,Kepala Desa) membantu dalam sosialisasi,
penjangkauan, memantau kondisi eks klien setelah
kembali pada keluarga.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
269
d. Dunia Usaha
Menyiapkan tempat untuk PBK: menyiapkan tempat untuk
bekerja eks klien dan memberi informasi kesempatan kerja
kepada pihak panti.
Dalam rangka pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada Wanita
Tuna Susila, PSKW Mulya Jaya Jakarta, memiliki Jaringan Kerjasama
yang cukup luas mendukung kegiatan bimbingan, meliputi:
1) Dinas sosial, Dinas ketenteraman & ketertiban/ Satpol PP
dalam pengiriman calon kelayan/siswa dan menindaklanjuti
hasil razia yang dilaksanakan.
2) International Organizaton of Migration (IOM) dalam
penanganan lanjutan dan memberikan perlindungan terhadap
terhadap korban trafficking/penjualan perempuan yang
dilacurkan.
3) Rumah Sakit POLRI Kramat Jati dalam hal rujukan dan
penanganan medis korban trafficking perempuan.
4) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dalam bantuan tenaga
medis atau dokter spesialis kulit dan kelamin untuk pemeriksaan
danpengolahan PMS penerima pelayanan di panti.
5) Lembaga Pendidikan Keterampilan Wanita dan Yayasan Tri
Dewi dalam bantuan tenaga instruktur keterampilan untuk
meningkatkan mutu pelatihan keterampilan (vocational).
6) Aparat keamanan setempat (Polsek dan Koramil Pasar Rebo),
dalam mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan.
7) Organisasi Wanita Aisyiyah, Organisasi Wanita Islam, Yayasan
Al Azhar, KUA, Pendeta dari Gereja, dalam pembinaan/
bimbingan mental agama.
8) Universitas Indonesia, Jurusan Kesejahteraan Sosial dan
Jurusan Psikologi, dalam membantu mengungkap dan
menangani permasalahan kelayan/ siswa.
9) Universitas Negeri Jakarta, dalam hal pembinaan fisik, berupa
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
270
tenaga instruktur olahraga.
10) Panti Sosial Asuhan Anak Balita Tunas Bangsa Cipayung
Jakarta, dalam rujukan/penitipan anak balita kelayan/siswa
yang sedang dibina.
5. Faktor yang berpengaruh
Faktor Pendukung dalam pelaksanaan pembinaan lanjut
meliputi:
a. Semangat dan motivasi petugas panti dalam melaksanakan
bimbingan lanjut.
b. Hubungan yang baik antara petugas binjut dengan eks
klien sehingga hubungan cukup akrab dan tidak membuat
jarak antara petugas dengan eks klien.
c. Kerjasama antara panti dengan Dinas Sosial, aparat
setempat, Satpol PP, dunia usaha, keluarga dan jejaring
kerja lainnya.
d. Data yang lengkap mengenai eks klien.
e. Sarana dan prasarana yang cukup memadai.
Faktor Penghambat:
a. Tempat tinggal eks klien yang berjauhan dan telah
pindah alamat tanpa memberitahukan pihak panti, akan
mempersulit pihak panti dalam pengumpulan melihat
perkembangan eks klien.
b. Terbatasnya anggaran untuk pembinaan lanjut, sehingga
tidak dapat menjangkau secara maksimal eks klien dalam
pembinaan lanjut,
c. Terdapat beberapa Dinas Sosial yang kurang mendukung
kegiatan,
d. Pemahaman pembinaan lanjut yang masih beragam,
e. Belum tersedianya panduan pembinaan lanjut yang
representatif.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
271
E. Kasus Dan Analisis
Untuk menggambarkan kondisi eks klien yang telah menjalani
pembinaan lanjut, berikut diuraikan beberapa contoh kondisi eks
klien.
Kasus I
1. Identitas Responden
AB tinggal di Kampung Pcl, Bekasi Selatan lahir pada tanggal
27 April 1974, pendidikan terakhir SD. Pekerjaan suami
sebagai pemotong ayam dan dikarunia anak bernama SL dan
sudah menikah dikarunia anak satu orang. AB tinggal bersama
suami, anak, menantu dan cucu di rumah kontrakan. Pekerjaan
yang dilakukan ditempat kontrakan tidak ada, hanya mereka
melakukan pekerjaan menjahit apabila ada order, itupun
dikerjakan di Garut (kampung halamannya).Dengan demikian
pendapatan tergantung dari ada tidaknya order. Selama
ini mesin jahit yang diberikan oleh panti di operasionalkan
adiknya di Garut. Pekerjaan yang dilakukan AB sesuai dengan
keterampilan yang diperoleh dari panti. Pada waktu dipanti
AB memilih keterampilan High Speed. AB pernah masuk
panti dua kali dalam kasus yang sama dan terakhir masuk
panti pada bulan Januari 2010 dan selesai pada bulan Juni
2010. Sebelum masuk panti AB pada waktu itu sedang keluar
rumah di daerah Poncol, tiba-tiba ada razia dari trantib dan
ditangkaplah mereka kemudian dikirim ke PSKW Mulya Jaya.
2. Kondisi Tempat Tinggal
AB tinggal dirumah kontrakan (rumah petak) dengan beaya per
bulan Rp 400.000,-. Kondisi rumah yang ditempati permanen
dengan tata ruang terbagi kedalam tiga bagian, yaitu ruang
depan merupakan ruang tamu, ruang tengah untuk kamar tidur
dan ruang belakang untuk dapur dan kamar mandi dengan
penerangan listrik. Perabotan yang dimiliki meliputi lemari,
tikar, meja dan dan TV yang dipajang di ruang tamu. Rumah
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
272
tersebut dihuni oleh 5 orang terdiri dari suami istri, anak,
menantu dan cucu. Dari anggota keluarga yang menempati
rumah tersebut merekalah yang mengalami masalah.
3. Diskripsi Pekerjaan
Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka mengandalkan
hidupnya dari pendapatan suami yang bekerja sebagai
pemotong ayam dengan pendapatan perharinya Rp 100.000,-
(sebulan Rp 1.000.000,-). Namun kadang kalanya bila sedang
pulang ke kampung halamannya (Garut) mereka menerima
jahitan dari warga sekitarnya untuk tambahan kebutuhan
hidupnya. Pendapatan gabungan (suami,istri) dimanfaatkan
untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, untuk membayar
kontrakan setiap bulan dan dimanfaatkan untuk mengangsur
kreditan motor. Dengan demikian bila ditanyakan tentang
keterampilan yang di terima dipanti sesuai dengan pekerjaan
jelas sesuai namun kemanfaatan dari toolkit tersebut belum
dimanfaatkan secara maksimal.
4. Diskripsi Kondisi Psikologis
Perubahan yang terjadi pada diri eks klien adalah bahwa
klien telah meninggalkan prostitusi dan hidup dalam keluarga
dengan tenteram, saling tegur sapa diantara anggota keluarga,
bahkan dilingkungan tempat tinggal mereka juga akrab dengan
masyarakat sekitarnya. Dalam aktivitas sehari-hari nampak
seperti layaknya keluarga lainnya, bahkan untuk kegiatan
keagamaan, kemasyarakatan dia selalu ikut membaur dengan
anggota masyarakat lainnya. Kegiatan usaha nampaknya
hanya untuk sambilan karena kepala keluarga telah dapat
memenuhi kebutuhan di dalam keluarganya
Kasus II
1. Identitas Responden
R, usia 37 tahun, pendidikan kelas 2 SD, pekerjaan membuat
kue dan sekarang tinggal di Cik, gg A, Kel, Jaka Mulya, Bekasi
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
273
Selatan (numpang dengan orang tua). Mereka menikah dengan
seorang pedagang sayur dan mempunyai 2 orang anak. Anak
pertama sudah menikah dan anak kedua masih sekolah kelas
V SD.
2. Kondisi tempat Tinggal
Eks klien tinggal bersama orang tuanya di perkampungan.
Walaupun mereka sudah berkeluarga dan mempunyai anak,
namun mereka lebih baik tinggal bersama orang tuanya, karena
belum mampu untuk mempunyai rumah sendiri, sekaligus
sambil menemani orang tuanya yang hidup sendirian. Kondisi
rumah yang ditempati semi permanen, sebagian dari tembok
tetapi sebagian lagi dari bilik. Di dalam tata ruang rumah
terdapat kamar tidur, ruang tamu, kamar mandi dan dapur
dengan penerangan listrik. Rumah tersebut dihuni 5 orang
termasuk orang tuanya
3. Diskripsi Pekerjaan
Dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, eks klien
mengandalkan pendapatan dari suami sebagai pedagang
sayur ditambah dengan eks klien dari jualan kue. Pendapatan
rata-rata perbulan dari kedua sumber tersebut berkisar Rp
1.000.000,-. Bila diperhitungkan dengan pengeluaran jelas
tidak cukup, karena untuk membayar listrik, sekolah anak
dan cicilan motor saja sudah banyak, ditambah dengan untuk
makan sehari-hari. Tetapi yang namanya rejeki ada saja untuk
menutup kebutuuhan dalam hidupnya. Eks klien disamping
jualan kue mereka juga sebagai pembantu rumah tangga di
satu keluarga dekat rumahnya
4. Diskripsi Kondisi Psikologis
Perubahan yang nampak pada diri eks klien adalah sekarang
sudah tidak melakukan prostitusi. Dalam keseharian eks klien
hidup tenang bersama sang suami. Mereka saling menghargai,
saling menerima, saling bahu membahu di dalam segala
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
274
kehidupannya. Untuk relasi dengan tetangga dan masyarakat
sekitarnya juga tidak ada masalah, bahkan kue hasil buatannya
dititipkan ke warung-warung disekitarnya. Pergaulan dengan
masyarakat sekitarnya cukup bagus layaknya masyarakat
lainnya, mereka saling tegur sapa sehingga tidak terlihat
adanya stigma stigma pada dirinya akibat dari perbuatan
pada masa lalu. Kegiatan pengajian juga sering diikuti oleh
eks klien.
Kasus III
1. Identitas Responden
K adalah seorang janda, karena bercerai dengan suaminya.
usia mereka 38 tahun dengan pendidikan terakhir kelas 3
SD. Mereka berasal dari S, kemudian pindah ke Jakarta untuk
mengadu nasib. Komariah tinggal dirumah kontrakan bersama
dua anaknya di Jln.B II, Kel Bin, Kecamatan Bekasi Barat
2. Kondisi tempat Tinggal
Tempat tinggal K cukup sederhana, dengan tata ruang kamar
tamu, kamar tidur dan dapur bersebelahan dengan kamar
mandi. Rumah yang ditempati K adalah rumah kontrakan
dengan beaya per bulan Rp 350.000,- Walaupun kondisinya
cukup sederhana namun rumah tersebut kelihatan bersih.
Didalam rumah terdapat perabotan rumah tangga terdiri dari
bifet, lemari, kursi dan perabotan lainnya. Sarana hiburan
yang dimiliki adalah TV dan radio. Penerangan yang digunakan
untuk setiap harinya memakai listrik. Dirumah inilah K tinggal
bersama kedua anaknya, adik dan ibunya, dan menjajakan
dagangannya berupa, makanan dan minuman
3. Diskripsi Pekerjaan
Usaha yang dilakukan K untuk menopang hidupnya dengan
berjualan minuman dan makanan. Hasil usaha tersebut dapat
memenuhi kebutuhan K shari-hari, arena dalam sebulan K dapat
mengantongi uang berkisar Rp 1.000.000,- s/d Rp 1.500.000,-.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
275
Adiknya yang sudah bekerja juga membantunya, tetapi tidak
seberapa, karena dalam satu bulan hanya Rp 100.000,- .
sedangkan pengeluaran untuk makan Rp 600.000,-/bulan dan
kontrakan Rp 350.000,-/bulan. Dengan pendapatan tersebut
nampaknya K masih dapat menyisihkan hasil usahanya untuk
ditabung. Bila dikaitkan dengan keterampilan yang diperoleh
dari panti, pekerjaan tersebut memang tidak sesuai, tetapi yang
penting usaha tersebut dapat menghidupi keluarganya.
4. Diskripsi Kondisi Psikologis
Perubahan yang terjadi pada dirinya adalah mereka tidak
lagi terjun ke dunia prostitusi. Mereka dapat kumpul dengan
anak, adik maupun orang tuanya dengan tenteram. Mereka
mau usaha untuk memenuhi kebutuhan di dalam keluarganya,
bahkan hubungan mereka cukup akrab walau sudah cerai
dengan suami. Tanggung jawab terhadap keluarga juga cukup
dibanggakan, karena jumlah tanggungan mereka tidak hanya
anak, tetapi adik dan orang tua. Hubungan dengan tetangga
dan masyarakat sekitarnya cukup akrab dan mereka saling
berkunjung layaknya orang bertetangga. K juga sering terlibat
dalam kegiatan kemasyarakatan, termasuk acara masak-
masak, sesuai dengan keterampilan yang diperoleh dari panti
yaitu olahan pangan, sehingga dalam masak memasak sudah
tidak asing bagi dirinya.
Analisis
Setelah mendapatkan program pelayanan dan rehabilitasi dari
Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya, eks klien telah mengalami
perubahan dari kondisi sebelumnya. Perubahan tersebut terlihat
dari, eks klien sudah kembali ke keluarga dengan hidup rukun,
tidak melakukan tindak prostitusi, ada usaha atau bekerja,
bahkan hasil pengamatan peneliti, mereka sudah dapat hidup
bermasyarakat, bersosialisasi dan hidup membaur dengan
masyarakat. Tidak terlihat pada dirinya bahwa mereka pernah
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
276
menjadi wanita tuna susila dan sebaliknya masyarakat dapat
menerima eks klien sebagai layaknya anggota masyarakat pada
umumnya. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh semangat dan
motivasi petugas panti dalam melaksanakan pembinaan lanjut
dan juga jalinan kerjasama/pembinaan yang baik antara petugas
pembinaan lanjut dengan eks klien sehingga hubungan cukup
akrab dan tidak membuat jarak antara petugas dengan eks klien.
Terdapat beberapa indikator keberhasilan panti dalam
memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada eks klien
diantaranya: adanya perubahan sikap dan perilaku, diterima
dilingkungan keluarga/masyarakat, tempat tinggal menetap, tidak
kembali jadi WTS, menikah, rajin melaksanakan ibadah, ada usaha
(buka warung, bekerja dll), mendapat stimulan Rp 800.000,-.
Terkait dengan indikator keberhasilan tersebut, apabila salah satu
indicator (tidak kembali jadi WTS) apakah itu belum dikatakan
berhasil?. Menurut peneliti apabila eks wanita tuna susila tersebut
sudah tidak menjalankan tindak tuna susila lagi, maka sudah
dapat dikatakan berhasil. Hal ini sejalan dengan salah satu misi
yang ada panti, yang menyebutkan bahwa eks klien dikatakan
berhasil apabila sudah beralih profesi atau tidak menjadi wanita
tuna susila lagi.
Pembinaan lanjut merupakan rangkaian proses pelayanan
dan rehabilitasi sosial di Panti Sosial dan sangat menentukan
kemandirian eks klien di masyarakat. Untuk mencapai keberhasilan
(kemandirian eks klien) secara maksimal, tugas tersebut tidak
dapat dilakukan sendiri. Untuk itu program pembinaan lanjut
ini harusnya mendapatkan perhatian baik dari segi anggaran,
pelaksanaan, ataupun komitmen bersama dengan lembaga lain
dalam keberlanjutan program dimaksud.
Setiap tahun panti melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi
sosial sebanyak 220 orang terbagi kedalam dua angkatan, namun
di dalam pelaksanaan pembinaan lanjut hanya 10 persen dari
jumlah klien yang direhabiltasi. Hal ini disadari bahwa faktor
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
277
penyebabnya antara lain, terbatasnya anggaran yang tersedia,
jumlah tenaga yang terbatas, ataupun jangkauan tempat tinggal
yang cukup jauh. Bila pembinaan lanjut akan dilakukan panti
secara menyeluruh, maka setiap klien seharusnya mendapatkan
perlakuan yang sama yaitu mendapatkan pembinaan lanjut
beserta stimulan yang diberikan kepada setiap eks klien.
Dalam pelaksanaan program pembinaan lanjut tidak mengikuti
perkembangan baru dan hanya didasarkan pada keputusan
Direktur Jenderal Pelayanan dan rehabilitasi Sosial. Padahal
permasalahan sosial dalam perkembangannya sudah mengalami
perubahan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Demikian halnya dengan proses pelayanan yang ada
saat ini juga tidak didasarkan pada kajian/penelitian sehingga
tidak dapat diketahui keberhasilan dari pelayanan dan rehabilitasi
sosial yang dilakukan panti.
G. Penutup
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Petugas panti telah melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi
sosial melalui beberapa tahapan, mulai pendekatan awal
sampai pada tahap terminasi.
2. Pemahaman petugas tentang pembinaan lanjut masih
ada kerancuan. Petugas masih menggabungkan kegiatan
pembinaan lanjut dengan kegiatan monitoring dan evaluasi
secara bersamaan, padahal dari segi pengertian maupun
sasaran serta hasil yang diinginkan antara monitoring dan
evaluasi dengan pembinaan lanjut tidak sama.
3. Panduan yang digunakan dalam pembinaan lanjut dengan
mengisi form yang telah dipersiapkan petugas, dan isinya
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
278
belum mencerminkan isi dari pada pembinaan lanjut, karena
lebih berorientasi pada pertanyaan monitoring dan evaluasi.
4. Dalam kegiatan rehabilitasi dan pembinaan lanjut terdapat
faktor-faktor yang berpengaruh. Faktor pendukung yang dapat
dimanfaatkan dalam pembinaan lanjut : dukungan dari jejaring
kerja, keluarga, stake holder, maupun masyarakat, sedangkan
faktor yang dapat menghambat pelaksanaan kegiatan adalah
anggaran yang terbatas, tempat tinggal eks klien yang
berjauhan dan telah pindah alamat tanpa memberitahukan
pihak panti, pemahaman tentang pembinaan lanjut yang
masih rancu dan masih tumpang tindih dengan monitoring
dan evaluasi.
5. Hasil pelayanan dan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan Panti
Sosial karya Wanita Mulya Jaya sangat dirasakan manfaatnya,
baik oleh klien sendiri ataupun keluarga setelah mereka
keluar dari panti. Manfaat yang dirasakan bahwa pelayanan
diberikan dapat merubah dirinya kearah kehidupan yang
baik seperti memiliki keterampilan,mempunyai usaha, dapat
menyesuaikan diri dengan masyarakat, hubungan dengan
petugas cukup akrab bahkan apabila diperbolehkan ada eks
klien yang menginginkan masuk panti lagi untuk mendapatkan
tambahan keterampilan yang lain dari panti.
Rekomendasi :
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian ini, beberapa aspek
yang perlu menjadi bahan rekomendasi untuk dilaksanakan oleh
berbagai pihak, yaitu:
1. Perlu adanya buku panduan pelaksanaan pembinaan lanjut
sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan binjut,
sehingga pemahaman tentang pembinaan lanjut tidak
bervariasi/berbeda-beda antara petugas satu dengan petugas
lainnya.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
279
2. Dalam pedoman pembinaan lanjut materi yang terkandung
di dalamnya meliputi : petugas pelaksana pembinaan lanjut,
waktu pelaksanaan pembinaan lanjut, frekwensi pembinaan
lanjut, Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan pembinaan
lanjut, materi untuk pembinaan lanjut, dan kriteria eks klien
yang memenuhi syarat untuk dilakukan pembinaan lanjut.
3. Anggaran untuk pembinaan lanjut perlu tambah, sehingga
quota terhadap pelaksanaan pembinaan lanjut dapat
ditingkatkan.
4. Koordinasi dengan pemerintah daerah perlu ditingkatkan dan
menjadi komitmen bersama dalam menangani masalah klien
mulai dari awal hingga akhir kegiatan.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
280
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
281
Bagian 10
PELAYANAN DAN REHABILITASI SOSIAL TERHADAP
GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI PANTI SOSIAL BINA
KARYA (PSBK) PANGUDI LUHUR :
Studi Kasus Pembinaan Lanjut
Ruaida Murni
A. Pendahuluan
Gelandangan dan pengemis (Gepeng) merupakan fenomena
sosial di kota-kota besar, karena sulitnya kehidupan di pedesaan
sebagai akibat laju pertumbuhan penduduk dan tanah garapan
yang semakin hari semakin berkurang. Sementara masyarakat
desa pada umumnya adalah para petani, yang sebagian besar
merupakan petani penggarap dan miskin. Mereka terpaksa
mencari tempat penghidupan lain yang diharapkan dapat
memberikan harapan masa depan yang lebih baik, dengan pergi
merantau ke kota. Daya tarik perkembangan pembangunan fisik,
sosial dan ekonomi di kota-kota yang cukup pesat, menimbulkan
arus perpindahan penduduk dari perdesaan ke daerah perkotaan.
Arus penduduk ini lebih lagi bertambah parah dengan adanya
daya dorong yakni pembangunan di perdesaan masih ketinggalan.
Urbanisasi ini mengakibatkan berbagai masalah sosial,
ekonomi, budaya, seperti meningkatnya kepadatan penduduk
di daerah perkotaan yang dapat menimbulkan benturan nilai-
nilai sosial, karena sebagian besar urbanisan merupakan warga
miskin, tidak mempunyai keterampilan, pendidikan terbatas
sehingga tidak mampu menyesuaikan diri dengan pola kehidupan
perkotaan.
Akibat ketidak-mampuan dalam menyesuaikan diri dengan
tuntutan pekerjaan di kota-kota besar terutama di sektor
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
282
formal, maka mereka menerima pekerjaan apapun dengan upah
berapapun, hanya sekedar untuk mempertahankan hidupnya.
Akibatnya mereka terpaksa tinggal di kolong jembatan, pinggiran
rel kereta api, bantaran sungai bahkan di kaki lima pertokoan dan
sebagainya, karena tidak mampu menyediakan tempat tinggal
bagi keluarganya.
Data Pusdatin Kesos menunjukkan bahwa adanya
pertambahan jumlah penyandang masalah sosial gelandangan
dan pengemis dari tahun 1987 sampai tahun 2002. Pada tahun
1987/1988 sebanyak 55.201 orang, tahun 1993/1994 berjumlah
76.184 orang, tahun 2000 bejumlah 49.271 orang dan tahun 2002
jumlah gelandangan mencapai 57.669 orang dan pada tahun 2010
jumlah gelandangan mencapai 25.662 jiwa dan pengemis 75.478
jiwa. Tahun 2011 jumlah gelandangan turun menjadi 18.599 jiwa,
sementara jumlah pengemis meningkat manjadi 78.262 jiwa.
Fenomena urbanisasi menurut Soekamto (1990:79), dapat di
tinjau dari dua faktor penyebab, yaitu adanya faktor pendorong
penduduk desa pergi meninggalkan daerah asalnya dengan
berbagai alasan, dan faktor kota yang menarik penduduk desa
untuk menetap di daerah perkotaan. Arus urbanisasi yang tidak
terkontrol ini menimbulkan masalah, karena kebanyakan dari
kaum urbanisasi tersebut kurang memiliki bekal pendidikan,
pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk dapat
bersaing mencari pekerjaan di kota.
Kebijakan pemerintah dalam penanganan masalah
gelandangan dan pengemis telah ditetapkan melalui Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan
Gelandangan dan Pengemis. Kemudian Keputusan Presiden RI
No. 40 /1983 tentang Koordinasi Penanggulangan Gelandangan
dan Pengemis. Serta Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 30/
HUK/96 tentang Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis
di Dalam Panti. Melalui usaha ini para gelandangan dan pengemis
mendapat pembinaan dan pendidikan untuk memulihkan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
283
mereka agar dapat berfungsi secara sosial dan ekonomi. Wujud
usaha yang bersifat rehabilitatif adalah dengan ditentukannya
metode pelayanan yang dikenal dengan sistem dalam panti yang
sebelumnya dikenal dengan sistem Lingkungan Pondok Sosial
(Liposos), sesuai dengan Kep. Mensos dan yang telah dilakukan
oleh Kementerian Sosial RI.
Panti Sosial Bina Karya (PSBK) merupakan lembaga kesatuan
kerja yang memberikan sarana dan prasarana untuk pelayanan dan
rehabilitasi sosial bagi penyandang masalah sosial gelandangan
dan pengemis berdasarkan profesi pekerjaan sosial (Kep Mensos
RI No. 22/HUK/1995). Pelayanan sosial yang dimaksud menurut
Romansyshyn yang dikutif oleh Fahrudin (2011) adalah sebagai
usaha untuk mengembalikan, mempertahankan dan meningkatkan
keberfungsian sosial individu dan keluarga melalui (1) sumber-
sumber sosial pendukung, (2) proses-proses untuk meningkatkan
kemampuan individu dan keluarga dalam mengatasi stres dan
tuntunan kehidupan sosial. Pelayanan sosial merupakan suatu
bentuk aktivitas yang bertujuan untuk membantu individu,
kelompok, ataupun kesatuan masyarakat agar mereka mampu
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, yang pada akhirnya mereka
diharapkan dapat memecahkan permasalahan yang ada melalui
tindakan-tindakan kerjasama ataupun melalui pemanfaatan
sumber-sumber yang ada di masyarakat untuk memperbaiki
kondisi kehidupannya.
Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Pangudi Luhur Bekasi sebagai
lembaga pelayanan rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis,
melaksanakan kegiatannya untuk membantu menyelesaikan
permasalahan gelandangan dan pengemis.
Informasi awal menunjukkan bahwa ketika PSBK melakukan
tahapan pelayan dan rehabilitasi, diketahui/tercatat beberapa
klien yang sebelumnya telah pernah mengikuti rehabilitasi di panti
sejenis di wilayah lain. Hal ini terkait dengan belum mampunya
eks klien di panti bersangkutan untuk mandiri sesuai dengan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
284
tujuan rehabilitasi. Hal tersebut tidak tertutup kemungkinan akan
terjadi pada eks klien atau warga binas sosial (WBS) PSBK yang
lain. Diduga hal ini terjadi karena lemahnya proses pelayanan
dan rehabilitasi yang dilakukan oleh PSBK, serta pelaksanaan
pembinaan lanjut terhadap eks WBS. Berdasarkan hal tersebut
Puslitbang Kessos perlu mengkaji proses pelayanan dan rehabilitasi
serta pembinaan lanjut yang dilaksanakan oleh PSBK Pangudi
Luhur. Studi ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi
tentang 1) proses pelayanan dan rehabilitasi yang dilaksanakan
PSBK; 2) pemahaman petugas panti terhadap pembinaan lanjut
dan bagaimana pelaksanaannya; 3) hasil pembinaan lanjut yang
dilaksanakan panti;dan 3) faktor penghambat dan pendukung
pelaksanaan pembinaan lanjut.
Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan
kepada Direktorat Pelayanan Tuna Sosial dalam penyusunan
kebijakan dalam pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi
terhadap gelandangan dan pengemis serta pembinaan lanjut
yang dilaksanakan oleh PSBK.
Penelitian ini menggunakan metode evaluasi dengan
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan
pendekatan yang relevan untuk meneliti fenomena yang terjadi
dalam suatu masyarakat, karena pengamatan diarahkan pada
latar belakang dan individu secara holistik dan memandangnya
sebagai bagian dari suatu keutuhan, bukan berdasarkan pada
variabel atau hipotesis, sebagaimana pendapat Lexy J Moleong
(2004) yang mengatakan bahwa, tradisi tertentu dalam ilmu sosial
yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada
manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan
orang-orang tersebut dalam bahasa dan peristilahannya. Jadi
alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri
sebagaimana instrumen kunci.
Untuk mendapatkan data yang akurat maka pengumpulan
data dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan daftar
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
285
pertanyaan terhadap eks warga binaan sosial, focus group
discussion (FGD) dengan pekerja sosial, pejabat struktural, unsur
yang terlibat dalam rehabilitasi dan pelaksanaan pembinaan
lanjut dan Dinas Sosial. Kemudian observasi terhadap kondisi eks
WBS dan pelaksanaan pembinaan lanjut, serta studi dokumentasi.
Analisa data dilakukan secara deskriptif kualitatif, meliputi reduksi
data, penyajian, penafsiran dan menyimpulkan.
B. Gambaran Umum Panti Sosial
1. Kelembagaan
Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur (PSBKPL) berdiri
berdasarkan SK Mensos RI Nomor 14 HUK/1994, tgl 23 April
1994, tentang Penamaan UPT pusat/panti/sasana di lingkungan
Departemen Sosial RI, yang sebelumnya bernama Panti
Rehabilitasi Gelandangan dan Pengemis dan Orang Terlantar
(PRPGOT). Kemudian berdasarkan SK menteri Sosial Nomor
59/HUK/2009 tgl 23 juli 2003 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Panti Sosial di lingkungan Departemen Sosial RI, maka
struktur organisasi PSBK terdiri dari 1 (satu) orang kepala, 1
(satu) Subbag Tata Usaha dan 2 (dua) seksi yaitu Seksi Program
dan Advokasi, Seksi Rehabilitasi Sosial dan kelompok jabatan
fungsional. Masing-masing seksi bertanggung jawab langsung
kepada pimpinan panti.
Tujuan pelayanan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan
PSBK, adalah untuk memulihkan fungsi sosial gelandangan
dan pengemis, antara lain dapat dilihat dari gelandangan
dan pengemis mampu merubah cara hidup dan cara mencari
penghasilannya sesuai dengan norma-norma yang berlaku di
masyarakat; gelandangan dan pengemis dapat dijangkau dan
mau mengikuti program pelayanan dan rehabilitasi sosial;
gelandangan dan pengemis mampu menjalankan fungsi dan
peran sosialnya di masyarakat secara wajar (Dit. Pelayanan
dan Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial, Ditjen. Yanrehsos, 2007).
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
286
2. Sumber Daya Manusia (SDM)
Jumlah pegawai PSBKPL, 75 orang, terdiri dari pegawai negeri
sipil 56 orang (76 %), dan tenaga honorer 19 orang (24 %),
dengan tingkat pendidikan S2 1 orang, S1/D4 sebanyak 13
orang, D3 sebanyak 9 orang, SLTA 3 orang, SLTP 1 orang
dan SD 1 orang. Sedangkan menurut jabatannya terdapat 4
orang pejabat struktural, 15 orang fungsional pekerja sosial,
penyuluh sosial, arsiparis, psikolog, dokter umum, dokter gigi
masing-masing 1 orang, 2 orang perawat, 10 orang instruktur,
4 orang Satpam, 6 orang tukang bangunan, 2 orang tukang
kebun, 1 orang supir dan 7 orang cleaning service dan staf
pendukung lainnya.
Perbandingan antara pekerja sosial dengan WBS
masih belum sesuai dengan kebutuhan pelayanan, yaitu 1
berbanding 14 sampai 15, idealnya 1 berbanding 9 sampai 10
(standarisai pelayanan dan rehabilitasi sosial PSBK). Menurut
Kepala PSBK: saat ini pegawai baru sudah diarahkan untuk menjadi
pekerja sosial, sehingga jumlah yang dibutuhkan dapat terpenuhi.
Jumlah peksos perempuan lebih banyak dari peksos laki-laki,
sementara kebutuhan peksos laki-laki lebih banyak, karena
terkait permasalahan-permasalahan yang sering terjadi seperti
perkelahian antar WBS, pelaksanaan piket malam hari dan
penaggulangan banjir ketika musim hujan yang membutuhkan
pegawai laki-laki.
Tingkat pendidikan pekerja sosial, terbanyak adalah
setingkat SMA 12 orang, (2 orang diantaranya adalah SMPS),
D3 (sosial) 1 orang dan sarjana sosial 3 orang. Hanya sebagian
kecil saja yang sudah mengikuti pendidikan/pelatihan yang
berkaitan dengan pelayanan yang berbasiskan kesejahteraan
sosial. Sebagian besar telah memiliki sertifikat pekerja sosial
fungsional sesuai dengan jenjang fungsionalnya. Menurut
pekerja sosial,
sertifikasi ini belum memuat kebutuhan pelayanan yang dilaksanakan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
287
pekerja sosial, karena sertifikasi hanya menetapkan bahwa peksos
yang bersangkutan adalah fungsional pekerja sosial pada tingkat
yang ditetapkan. Sedangkan pada pelayanan dan rehabilitasi yang
dilakukan membutuhkan keahlian sesuai dengan permasalahan yang
ditangani, seperti pekerja sosial anak, pekerja sosial remaja, pekerja
sosial Lanjut Usia dsb.
Selain pekerja sosial, tenaga lain yang dibutuhkan oleh
PSBKPL adalah instruktur keterampilan. Sebagian instruktur
yang terdapat di PSBKPL, tidak memiliki sertifikat yang
terkait dengan ilmu keterampilan yang diberikan kepada
WBS. Meskipun demikian mereka telah mendapatkan ilmu
keterampilan langsung dari lembaga praktek keterampilan,
atau belajar sendiri secara otodidak. Menurut Kepala Seksi
Rehabilitasi Sosial, para instruktur cukup menguasai dan mahir
dalam jenis keterampilan yang diberikan kepada WBS. Mereka juga
bukan termasuk tenaga honor panti.
3. Sarana Dan Prasarana.
PSBK Pangudi Luhur memiliki lahan seluas 51.616 M, terdiri
dari 44.412 M untuk bangunan (pondok WBS dan sarana
pendukung pondok dll), bangunan kantor 4.204 M dan
3.000 M untuk lahan percobaan pertanian. Ruang kantor
yang dimiliki adalah ruang kepala panti, ruang Tata Usaha,
ruang bendahara, ruang seksi Program dan Advokasi Sosial,
ruang seksi Rehabilitasi Sosial, ruang pekerja sosial 2 unit,
ruang psikologi, ruang bendahara, ruang dokter gigi. Selain
itu PSBKPL juga memiliki ruang untuk menunjang kegiatan
rehabilitasi yang dilaksanakan, seperti ruang rapat, ruang
tamu pekerja sosial, ruang tamu Taman Penitipan Anak, ruang
tamu kelas, ruang tamu poliklinik, ruang koperasi. Selain
ruangan yang dimiliki, PSBKPL juga didukung oleh berbagai
jenis sarana peralatan kantor yang cukup lengkap, baik sarana
kerja maupun sarana transportasi, namun diakui masih
dalam jumlah yang terbatas terutama computer dan sarana
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
288
transportasi. PSBKPL hanya memiliki 3 kendaraan roda empat
dan 2 kendaraan roda dua sehingga masih belum memadai
untuk operasional kegiatan PSBKPL.
Sarana pelayanan dan rehabilitasi; PSBKPL memiliki 31
asrama/pondok untuk tempat tinggal WBS, masing masing
pondok terdiri dari 5 pintu/rumah, masing-masing pintu/
rumah terdiri dari dua kamar tidur, satu ruang tamu dan 1 ruang
dapur (sebagian tidak memiliki ruang dapur). Satu pintu dihuni
oleh satu keluarga (ibu, bapak, anak usia sekolah) sedangkan
keluarga yang memiliki anak remaja bergabung dengan remaja
lain dalam satu rumah/pintu. Untuk bimbingan keterampilan
PSBKPL memiliki 9 unit ruang keterampilan, ruang pendidikan,
ruang TPA, aula, sarana kesenian, dua unit ruang rehabilitasi
dan satu unit Mushalla. Panti ini juga dilengkapi dengan
sarana olahraga, sarana kesenian dan satu unit Guest House.
Kemudian untuk pelayanan kesehatan,terdapat poliklinik
dan ruang rawat inap, sedangkan untuk perumahan pegawai
terdapat rumah dinas 1 unit tipe C, 14 unit tipe D dan 19 unit
tipe E.
4. Gambaran Warga Binaan Sosial (WBS)
Pada umumnya WBS berasal dari DKI Jakarta, Bekasi,
Bogor, Bandung, Karawang, Lebak Banten, Tangerang,
Malang, Cianjur, Garut, Sukabumi, lampung, Banyumas,
Kendal, Kebumen, Jombang, Situbondo, Magelang, Jember,
Banjarnegara, Sulawesi dan Kalimantan.
Jumlah WBS perangkatan (6 bulan) adalah 300 orang yang
terdiri dari balita, anak usia sekolah, remaja dan orang tua
serta lanjut usia yang masih produktif. Mereka ada yang
datang dengan status keluarga (istri, suami, anak) maupun
sendiri (bujang/gadis, janda/duda).
Tingkat pendidikan WBS yang dewasa bervariasi mulai dari
SD sampai tingkat SMA bahkan ada yang tidak tamat SD dan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
289
tidak pernah sekolah. Sebagian besar WBS di PSBK berasal dari
keluarga atau masyarakat yang rawan menjadi gelandangan
dan pengemis sedangkan gelandangan dan pengemis murni
hanya beberapa keluarga saja. Menurut pekerja sosial hal ini
dilakukan untuk mengantisipasi bertambah banyaknya jumlah
gelandangan dan pengemis dijalanan, sementara gelandangan
dan pengemis murni juga dilakukan agar mereka tidak lagi
hidup sebagai gelandangan dan pengemis.
Untuk mendapatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial
di PSBKPL, calon WBS perorangan maupun keluarga harus
memenuhi persyaratan yang ada yaitu, tidak memiliki penyakit
menular/kronis; tidak cacat fisik/mental; tidak sedang
berurusan dengan penegak hukum; bersedia mengikuti
program pelayanan panti; usia produktif (secara fisik dan
mental mampu dilatih).
Sebelum masuk panti kegiatan WBS adalah pengamen,
pedagang asong, pemulung, minta-minta dan tidak ada
kegiatan apa-apa. Setelah masuk panti, WBS memilih sendiri
jenis keterampilan yang akan diikuti sedangkan bimbingan
sosial lainnya harus diikuti oleh semua WBS. PenempatanWBS
dalam pelayanan dan rehabilitai berdasarkan pertimbangan
asesmen dan jenis keterampilan yang tersedia di panti. Jenis
keterampilan yang diikuti WBS adalah petukangan kayu,
petukangan las, montir motor, olah pangan, sablon, tata rias,
montir mobil, tahu tempe, dan pertanian
Untuk meningkatkan keterampilan membaca dan menulis
bagi WBS yang belum mampu tulis baca, diberikan paket A,
yang bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Bekasi. Jumlah
WBS yang mengikuti paket A pada tahun 2009 sebanyak 45
orang, 2010 sebanyak 61 orang dan tahun 2011 sebanyak 29
orang. Sedangkan bagi WBS yang memiliki anak balita, juga
tersedia TPA Bina Insani.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
290
C. Proses Rehabilitasi Sosial
1. Pendekatan awal.
Pendekatan awal dilakukan melalui sosialisasi program,
orientasi dan konsultasi, identifikasi masalah, motivasi dan
seleksi penerimaan. Kegiatan ini diawali dengan melakukan
kontak dengan Dinas Sosial Tk. II melalui surat pemberitahuan
tentang penerimaan warga binaan sosial di PSBKPL. Pada
tahap ini PSBK mensosialisasikan program PSBKPL kepada
Dinas Sosial setempat sekaligus melakukan konsultasi
tentang wilayah-wilayah yang menjadi kantong calon WBS.
Peserta sosialisasi terdiri dari tokoh masyarakat, petugas
dari kecamatan. Pada tingkat Kelurahan dan ke lokasi-
lokasi dimana calon WBS berada sosialisasi dilakukan oleh
Dinas Sosial. Pada saat yang sama pekerja sosial melakukan
identifikasi terhadap calon WBS serta potensi lingkungan yang
mendukung WBS ketika kembali dari panti. Beberapa kendala
dalam kegiatan ini antara lain:
a. Beberapa tahun terahir ini sosialisasi hanya sampai
tingkat Dinas Sosial saja, sehingga pekerja sosial tidak
bisa memotivasi secara langsung kepada calon WBS.
b. Surat yang dikirim ke Dinas Sosial, sering tidak sampai,
karena nomenklatur Dinas Sosial bergabung dengan
instansi lain, sehingga informasi tentang pelaksanaan
sosialisasi tidak sampai ke petugas.
c. Sosialisasi yang dilakukan oleh petugas panti atau petugas
lainnya tidak secara langsung sampai ke jenjang calon
WBS, sehingga terjadi kesalah pahaman terhadap program
yang akan dilaksanakan di PSBKPL. Calon WBS mengira
adanya uang saku, atau akan jaminan pekerjaan setelah
selesai mengikuti kegiatan di panti. Hal ini menimbulkan
masalah setelah berada di panti. Mereka tidak mau
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
291
mengikuti kegiatan panti, minta keluar atau secara diam-
diam keluar dari panti (kabur)
2. Penerimaan.
Pada tahap penerimaan dilakukan registrasi dan penempatan
dalam program rehabilitasi. Registrasi merupakan seleksi
yang kedua yang dilakukan oleh pekerja sosial dan psikolog,
untuk memastikan calon memenuhi syarat untuk diterima
sebagai WBS. Pada kesempatan ini pekerja sosial dan
psikolog berusaha menggali informasi dari WBS dengan
cara wawancara yang berkaitan dengan penempatan dalam
kegiatan keterampilan yang akan diberikan. Hasil wawancara
akan dijadikan data dasar untuk penempatan dalam program
rehabilitasi sosial sesuai dengan minat dan bakat yang
dimiliki masing-masing WBS dan tingkat pendidikan, serta
disesuaikan dengan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh
PSBK. Beberapa permasalahan terkait dengan penerimaan
antara lain:
a. Seringnya WBS memaksakan untuk mengikuti jenis
keterampilan yang tidak sesuai dengan kemampuannya,
sehingga sering terjadi penumpukan WBS dalam salah
satu jenis keterampilan yang tidak mengharuskan
kemampuan dimaksud, seperti olah pangan, tahu tempe
dan pengolahan susu kedelai.
b. Petugas sering dihadapkan pada dilematis pada calon
WBS yang datang sendiri dalam kondisi mengidap
penyakit tertentu yang tidak memenuhi persyaratan
namun membutuhkan bantuan. Menghadapai hal ini
petugas mempertimbangkan latar belakang calon WBS,
jika gelandangan dan pengemis murni tetap diterima
sebagai WBS, dengan resiko pengobatan secara intensif
ke Puskesmas.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
292
3. Asesmen
Assesmen atau pengungkapan dan pemahaman masalah
dapat dilakukan sepanjang WBS menerima bimbingan dan
rehabilitai sosial di PSBKPL. Asesmen yang dilakukan pada
awal penerimaan untuk menelusuri, menggali data WBS,
faktor-faktor penyebab masalahnya, tanggapannya serta
kekuatan-kekuatannya dalam rangka membantu dirinya
sendiri. Kemudian dikaji, dianalisa dan diolah oleh pekerja
sosial dan psikolog, untuk membantu upaya rehabilitasi
sosial dan resosialisasi bagi WBS. Selanjutkan berdasarkan
hasil registrasi dan asesmen, maka dilakukan penempatan
dalam program dan pondok. WBS yang berasal dari satu
daerah, tidak ditempakan dalam satu pondok. Asesmen juga
dilakukan apabila WBS bermasalah di panti, baik masalah
dalam keluarganya, maupun dengan tetangga sesama
WBS. Assesmen dilakukan oleh pekerja sosial, sedangkan
penyelesaian masalah dilakukan oleh pembimbing pondok,
namun jika melalui pembimbing belum terselesaikan, maka
akan diadakan Case Conference atau pembahasan kasus, yang
melibatkan pekerja sosial, struktural, psikolog, pembimbing
agama dan medis. Untuk mengupayakan penyelesaian masalah
WBS, tidak jarang dilakukan home visit, untuk mengetahui lebih
jauh kondisi keluarga sebelum masuk ke panti.
Kendala yang dihadapi dalam asesmen:
a. belum ada instrumen yang baku untuk melakukan asesmen
b. petugas asesmen/asesmentor belum memiliki ilmu
asesmen yang memadai sehingga hasil asesmen kadang
kala tidak sesuai dengan permasalahan yang dihadapi
WBS.
4. Pelaksanaan Bimbingan dan Rehabilitasi Sosial.
Pelayanan dan rehabilitasi terhadap gelandangan dan
pengemis di PSBKPL mencakup :
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
293
a. Bimbingan sosial
Bimbingan yang ditujukan kearah tatanan kerukunan dan
kebersamaan hidup bermasyarakat, sehingga diharapkan
dapat menimbulkan kesadaran dan tanggung jawab
sosial baik di lingkungan keluarga maupun dilingkungan
masyarakat. Bimbingan sosial dilakukan melalui teori dan
praktek hidup berteman, berrelasi dan bersosialisasi;
hidup bermasyarakat, bergotong royong, bertanggung
jawab dan bertoleran; hidup tertib dan berprilaku sesuai
aturan dan tata nilai yang berlaku di masyarakat; hidup
selalu optimis, bekerja keras dan percaya diri; bimbingan
pengetahuan dasar; kesehatan, keluarga berencana;
kewirausahaan dan keteraturan bermasyarakat dan
taat hukum. Teori bimbingan sosial dilakukan secara
klasikal, WBS dikelompokkan berdasarkan latar belakang
pendidikan (SD, SMP, SMA). Kemudian diskusi kelompok
dan dinamika kelompok, serta terapi komuniti yang
dilakukan melalui pertemuan pagi, bimbingan kelompok,
curahan hati/ pengalaman hidup.
b. Bimbingan fisik dan kesehatan
Bimbingan fisik dan kesehatan merupakan bimbingan
atau tuntunan untuk pengenalan dan praktek cara-cara
hidup sehat secara teratur dan disiplin agar kondisi badan/
fisik selalu dalam keadaan sehat. Pelayanan dan kegiatan
yang mendukung bimbingan fisik dan kesehatan melalui
pelayanan menu makanan yang diberikan dalam bentuk
natura yang diberikan dalam 5 hari sekali. Bahan makanan
yang diberikan per WBS adalah beras 2,5 kg, ikan/daging/
sarden/ayam (diberikan bergantian), telur, teh, gula, kopi,
minyak goreng, indomi, garam, gas 3 kg dan lain lain yang
diperlukan. Kemudian bimbingan fisik berupa olah raga,
PBB, outbound, kebersihan ketertiban dan keindahan (K3)
dan SKJ. Selain itu bimbingan kesehatan juga dilakukan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
294
dengan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan di
poliklinik milik panti, bimbingan hidup sehat, kesehatan
reproduksi, penyuluhan HIV/AIDS dan pelayanan Keluarga
Berencana. Sedangkan khusus untuk ibu hamil diadakan
pemeriksaan kehamilan dan imunisasi. Bagi anak balita
selain pemeriksanaan kesehatan secara rutin, juga
diberikan imunisasi sesuai kebutuhan anak balita serta
pemberian vitamin A. WBS yang sakit yang tidak bisa
diobati di poliklinik panti, maka akan dirujuk ke rumah
sakit Umum Bekasi, atau ke rumah sakit terdekat yang
telah diadakan kerjasama seperti Klinik, Rumah Bersalin/
Bidan dll.
Dalam pemeriksanaan kesehatan, kadangkala terdeteksi
penyakit yang berat yang diderita oleh WBS yang tidak
terdeteksi saat penerimaam WBS, seperti HIV/AIDS dan
narkoba. WBS seperti ini dirujuk ke panti lain yang sesuai
dengan permasalahannya untuk penanganan lebih lanjut.
Bimbingan fisik dan kesehatan dilaksanakan sesuai dengan
jadwal yang telah disusun dan dibimbing oleh pekerja
sosial bekerja sama dengan Polres Bekasi, Puskesmas/
kesehatan dan RSUD.
c. Bimbingan Mental Spiritual
Bimbingan mental spiritual ditujukan untuk memahami
diri sendiri dan orang lain melalui bimbingan keagamaan,
etika/ budi pekerti dan disiplin diri. Bimbingan spiritual
dilakukan melalui ceramah agama 2 kali/minggu, pengajian
1x seminggu, belajar membaca Al Quran 1x seminggu.
Bimbingan mental diberikan oleh pekerja sosial yang
dianggap mampu dalam bimbingan agama. Sementara
ceramah agama selain diberikan oleh petugas panti, juga
bekerja sama dengan Dep. Agama dan Pasantren.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
295
d. Bimbingan keterampilan kerja
Bimbingan keterampilan kerja ditujukan agar WBS
terampil dibidangnya sehingga memungkinkan mereka
mampu memperoleh pendapatan yang layak sebagai hasil
pendayagunaan keterampilan kerja yang dimiliki. Masing-
masing jenis keterampilan di bimbing oleh seorang
instruktur yang didampingi oleh seorang pekerja sosial.
Pekerja sosial dalam bimbingan keterampilan ini bertugas
untuk memantau dan memberi dorongan kepada WBS agar
setiap bimbingan dilakukan dengan tekun. Keterampilan
yang diberikan sesuai dengan minat dan bakat WBS yang
mencakup pertukangan kayu, pertukangan las, olahan
pangan, sablon, tata rias, montir mobil, montir motor,
tahu/tempe, menjahit, budi daya perikanan dan pertanian.
Menurut instruktur ruang yang digunakan untuk bimbingan
keterampilan terasa sempit, sehingga membatasi ruang gerak
WBS. Peralatan dan bahan keterampilan juga tidak mengikuti
perkembangan pasar.
5. Resosialisasi
Resosialisasi dilakukan satu bulan atau dua bulan sebelum
terminasi atau pemulangan WBS. Kegiatan ini dilakukan
ke lembaga pengirim/Dinas Sosial untuk memberitahukan
pemulangan WBS yang dikirim oleh lembaga/Dinas Sosial
setempat, karena telah selesainya pelayanan dan rehabilitasi
yang dilakukan PSBKPL. Kegiatan ini dilakukan oleh pekerja
sosial bekerjasama dengan Dinas Sosial. Kendala yang
dihadapi petugas/pekerja sosial dalam kegiatan ini, antara
lain:
a. Seringnya terjadi mutasi pejabat daerah, sehingga
pemahaman tentang kegiatan PSBKPL masih kurang.
Pekerja sosial terpaksa melakukan sosialisasi program
agar mereka memahami kegiatan PSBKPL
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
296
b. Waktu yang diberikan untuk resosialisasi hanya 3 hari untuk
lokasi jauh dan 1 hari lokasi dekat cukup menyulitkan
petugas dalam mengatur waktu terutama terkait dengan
tingkat kesibukan pejabat daerah.
Resosialisasi WBS dilakukan melalui kegiatan Praktek Belajar
Kerja (PBK) selama 1 bulan. Bagi WBS yang dianggap belum
menguasai atau belum mampu, maka tidak diikutkan
dalam PBK, bahkan bagi WBS yang sudah mampupun tidak
semua dapat diikut sertakan dalam PBK karena anggaran
yang tersedia terbatas. PBK dilakukan melalui kerja sama
dengan dunia usaha sesuai dengan jenis keterampilan WBS.
Beberapa jenis keterampilan tertentu, seperti olah pangan,
PBK dilakukan dengan mengolah makanan di panti, kemudian
menjualnya sendiri ke masyarakat sekitar.
Pada akhir pelayanan dan rehabilitasi sosial sebelum
pemulangan, WBS diberikan paket kerja sesuai dengan
jenis keterampilan. Paket ini merupakan bantuan stimulan
usaha produktif berupa bahan dan peralatan kerja untuk
melaksanakan praktek keterampilan yang sudah diberikan,
bertujuan agar mereka memiliki mata pencaharian dan
berpenghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-
hari. Pemberian paket ada yang berkelompok dan ada juga
yang perorangan.
6. Penyaluran
Penyaluran WBS diwujudkan dalam bentuk pengembalian ke
masyarakat, menyalurkan ke tempat kerja, dan menyalurkan
sebagai peserta transmigrasi. Penyaluran dilakukan setelah
selesai masa bimbingan dan rehabilitasi. Menurut Pekerja
sosial, secara khusus penyaluran ke tempat kerja pada saat
ini belum sepenuhnya dilakukan, oleh karena kepercayaan
dunia usaha terhadap eks WBS masih rendah. Dunia usaha
pernah mempekerjakan eks WBS namun banyak keluhan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
297
yang dihadapinya seperti keterampilannya yang masih
kurang, sikap terhadap pekerjaan juga masih kurang, masih
malas-malasan, setelah beberapa bulan bekerja sering
meninggalkan pekerjaan tanpa pamit dan membawa beberapa
peralatan kerja. Menurut pekerja sosial sikap eks WBS masih
sulit dikendalikan ketika sudah kembali ke masyarakat.
Kepercayaan yang sudah diberikan oleh pemilik usaha
sering disalahgunakan dengan membawa barang-barang dari
tempat usahanya, sehingga berimbas ke eks WBS yang lain
yang benar-benar mau memanfaatkan keterampilan yang
dimiliki dan benar-benar mau merubah hidupnya. Sementara
untuk mencari sendiri pekerjaan dengan modal keterampilan
yang dimiliki dari hasil bimbingan dari PSBK, eks WBS merasa
kesulitan, walaupun sudah menunjukkan sertifikat yang
diberikan oleh PSBK. Menurt Eks WBS sertifikat yang didapat
dari PSBK belum sepenuhnya diakui.
Penyaluran juga dilakukan dengan mengikutkan WBS dalam
program transmigrasi ke daerah Kalimantan Tengah, Gorontalo,
dan Maluku Utara. Proses untuk mengikuti program ini cukup
rumit, calon transmigran harus mengikuti persyaratan sesuai
ketentuan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
seperti persyaratan KTP dan dokumen pendukung lainnya.
Pengurusan KTP dan dokumen pendukung ini membutuhkan
biaya administrasi yang cukup besar, karena WBS bukan
berasal dari warga setempat.
7. Kegiatan Penunjang:
a. Pernikahan masal, ditujukan bagi WBS yang belum memiliki
buku nikah/akta nikah.
b. Khitanan masal untuk anak dari keluarga WBS
c. Widya wisata yang dilakukan setiap angkatan/ setiap 6
bulan sekali.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
298
d. Mengikuit Bazaar/pameran, untuk mensosialisasikan
kepada masyarakat tentang visi misi dan program-program
pelayanan dan rehabilitasi serta hasil-hasil shelter workshop
dan produksi hasil WBS.
e. Kegiatan Tim Reaksi Cepat (TRC).
Membantu penanganan permasalahan sosial secara cepat,
tepat dan terukur, terutama permasalahan gelandangan
dan pengemis dan orang terlantar yang belum tertangani
oleh dinas atau instansi terkait, sedangkan permasalahan
sosial di luar gelandangan dan pengemis hanya sebatas
mediator ke lembaga kesejahteraan sosial lainnya
f. Bhakti Sosial; dilakukan bersama dengan masyarakat
sekitar, kegiatan yang dilakukan antaranya adalah
membersihkan lingkungan perumahan sebagai upaya
menjaga dan mengantisipasi banjir yang setiap musim
hujan PSBK Pangudi Luhur mengalami kebanjiran
8. Rencana Program Kegiatan Tahun 2013
a. Pemberian Jaminan hidup kepada eks WBS sebesar Rp.
1.500.000,- per keluarga untuk jangka waktu 3 bulan
pertama setelah terminasi.
b. Pelayanan Home care bagi Gelandangan dan Pengemis yang
tidak masuk panti
c. Memberikan bantuan Usaha Ekonomi Produktif (UEP)
kepada 30 orang/keluarga eks WBS
d. Shelter work shop sebagai lanjutan dari instalasi produksi
guna memantapkan kemandirian eks WBS.
e. Famili group suport; keterlibatan keluarga (tokoh masyarakat)
dalam kegiatan rehabilitasi sosial PSBK
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
299
D. Pembinaan Lanjut
1. Kebijakan.
Dalam melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi terhadap
gelandangan dan pengemis, PSBKPL menggunakan panduan
Standarisasi Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi
Sosial Gelandangan dan Pengemis tahun 2007, yang disusun
oleh Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Tuna Sosial.
Sampai saat ini PSBKPL belum memiliki acuan atau panduan
lain untuk melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi terhadap
gelandangan dan pengemis, baik yang disusun oleh instansi
lain maupun yang disusun oleh PSBKPL sendiri. PSBKPL
memiliki instrumen yang disusun oleh pekerja sosial dan seksi
Rehabilitasi sosial sehingga diperkirakan dapat memenuhi
tujuan pembinaan lanjut yang dimaksud panti.
2. Pemahaman dan Pelaksanaan Pembinaan Lanjut.
Pembinaan lanjut merupakan rangkaian kegiatan bimbingan,
yang berada dibawah koordinasi seksi Rehabiliasi Sosial
PSBKPL. Adanya kekurang pahaman antara pengertian
pembinaan lanjut dan monitoring evaluasi yang dilakukan
oleh PSBKPL, mengakibatkan pelaksanaan pembinaan lanjut
dan monev sering dilakukan secara bersamaan di lokasi yang
sama. Perbedaannya hanya saja lama waktu, pembinaan
lanjut dilakukan 4 hari, sedangkan monitoring dan evaluasi
dilakukan selama 3 hari. Bila mengacu kepada buku panduan,
pembinaan lanjut dan evaluasi memiliki pengertian yang
cukup jelas, yaitu merupakan rangkaian kegiatan bimbingan
yang diarahkan kepada eks WBS dan masyarakat, guna lebih
dapat memantapkan, meningkatkan dan mengembangkan
kemandirian klien dalam kehidupan serta penghidupan yang
layak. Evaluasi untuk memastikan apakah proses pelayanan
dan rehabilitasi berlangsung sesuai rencana yang telah
ditetapkan sehingga dapat dilakukan pengahiran pelayanan.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
300
Sedangkan Pembinaan lanjut yang diartikan oleh PSBKPL
untuk mengetahui kondisi eks WBS setelah dipulangkan ke
masyarakat/keluarga. Terutama pemanfaatan paket yang
diberikan, pekerjaan, kondisi ekonomi, tempat tinggal dll,
yang dilaksanakan tiga bulan setelah pemulangan WBS
ke masyarakat. Pembinaan lanjut dilakukan oleh pekerja
sosial dan Seksi Rehabilitasi sosial, PSBKPL belum memiliki
panduan khusus tentang pelaksanaan pembinaan lanjut.
Karena keterbatasan anggaran, sehingga pembinaan lanjut
dilakukan hanya kepada kurang dari 1% eks WBS dan hanya
pada wilayah yang terbanyak eks WBS nya.
Menurut Pekerja sosial, ada ketidak nyamanan terhadap eks
WBS ketika melakukan pembinaan lanjut, karena pekerja sosial
tidak melakukan tindakan apapun yang terkait dengan kondisi
eks WBS, peksos hanya melakukan wawancara dan observasi
terhadap eks WBS. Mengacu pada buku Standard Pelayanan
Minimal Gelandangan dan pengemis, pada tahap pembinaan
lanjut ada tiga kegiatan yang harus dilakukan terhadap eks
WBS, tetapi ketiga kegiatan tersebut belum sepenuhnya dapat
dilaksanakan oleh petugas pembinaan lanjut. Seyogyanya
kegiatan tersebut harus dilakukan sebagai pembinaan
lanjutan terhadap eks WBS, seperti adanya tambahan modal
usaha untuk pengembangan usaha yang dilakukan oleh eks
WBS, sehingga apa yang diharapkan dari hasil pembinaan
dan rehabilitasi yang dilaksanakan di PSBK dapat terwujud,
sesuai dengan kegiatan pada tahap pembinaan lanjut yaitu
diberikan modal pengembangan usaha bagi eks WBS, yang
merupakan lanjutan dari pemberian toolkit pada saat terminasi
untuk melakukan usaha mandiri sehingga usahanya lebih
berkembang.
Pembinaan lanjut dilaksanakan selama 4 hari, baik di
wilayah luar Jawa (Kalimantan, Gorontalo) maupun wilayah
Jawa. Menurut pekerja sosial, bagi WBS yang mengikuti
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
301
transmigrasi (Kalimantan dan Gorontalo) biasanya selalu
dilakukan pembinaan lanjut. Wilayah transmigrasi merupakan
wilayah dengan transportasi yang cukup sulit, karena harus
menggunakan transportasi udara, darat bahkan sungai,
sehingga membutuhkan dana transportasi local untuk
menjangkau lokasi eks WBS. Selama ini pekerja sosial yang
melakukan pembinaan lanjut sering kesulitan dengan biaya
transportasi yang ada, sementara belum ada kerjasama
yang intensif dengan instansi sosial setempat maupun
instansi terkait lainnya dalam pelaksanaan pembinaan
lanjut. Instansi sosial menganggap bahwa kegiatan tersebut
sepenuhnya merupakan kegiatan PSBKPL yang tidak perlu
adanya keterlibatan instansi lain. Alasan lain instansi
terkait tidak memiliki anggaran untuk ikut melaksanakan
pembinaan lanjut. Bila kerjasama telah terjalin sejak awal
dapat mengurangi beban kerja PSBKPL dan meminimalisir
kemungkinan permasalahan yang dihadapi di lapangan, dan
keberhasilan eks WBS dalam meningkatkan tarap hidupnya
akan lebih berhasil.
WBS merupakan warga setempat, yang seharusnya instansi
terkait setempat (lembaga pengirim) ikut bertanggung jawab
melakukan pembinaan lanjut terhadap perkembangan
kesejahteraan eks WBS, bahkan ikut serta memberikan
modal pengembangan usaha eks WBS. Menurut salah satu
Instansi sosial, mereka tidak tahu apakah warga binaan sosial
PSBKPL yang berasal dari daerahnya sudah selesai mengikuti
rehabilitasi atau belum, demikian juga dengan kegiatan
rehabilitasi yang sudah dilakukan oleh PSBKPL. Terbatasnya
anggaran mengakibatkan pelaksanaan resosialisasi masih
terfokus pada daerah yang terbanyak mengirim warga binaan
sosial saja, sehingga informasi tentang kegiatan PSBKPL ada
yang tidak diterima oleh instansi sosial pengirim WBS.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
302
3. Hasil Pembinaan Lanjut
Laporan hasil pembinaan lanjut yang disusun oleh seksi
Rehabilitasi Sosial belum sepenuhnya memuat hasil
wawancara/instrumen yang dapat dijadikan sebagai acuan
perbaikan pelayanan dan rehabilitasi di PSBKPL. Hasil
pembinaan lanjut belum ditindak lanjuti, walaupun eks WBS
sedang bermasalah. Terbatasnya anggaran mengakibatkan
tindak lanjut hasil pembinaan lanjut tidak dapat diwujudkan,
terutama untuk pengembangan usaha eks WBS.
Pekerja sosial sebagai pelaksana pembinaan lanjut
seyogyanya ikut membuat laporan hasil pembinaan lanjut,
karena yang mengetahui kondisi eks WBS adalah pekerja
sosial yang melaksanakan pembinaan lanjut. Pekerja sosial
diharapkan mampu menganalisa permasalahan yang ada dan
menindaklanjuti hasilnya melalui usulan baik ke pimpinan
PSBKPL maupun oleh Dit Resos Tuna Sosial.
Hasil pembinaan lanjut ini juga menunjukkan sebagian eks
WBS menjual toolkit yang diberikan, karena terdesak oleh
kebutuhan, dan tidak bisa dimanfaatkan karena keterampilan
yang dimiliki belum cukup untuk menjalankan usaha. Proses
rehabilitasi yang cukup singkat dan rendahnya tingkat
pendidikan WBS mengakibatkan WBS belum mampu menyerap
semua bimbingan (teori dan praktek) meski diberikan selama
6 bulan lamanya.
Namun ada diantaranya WBS yang mampu mengembangkan
keterampilan yang diterima di PSBKPL, dengan membuat
usaha sendiri atau bekerja dengan orang lain. Artinya masih
ada keinginan dan kemampuan eks WBS untuk merubah
pola hidupnya menjadi anggota masyarakat dan mampu
menjalankan fungsi dan peran sosialnya di masyarakat secara
wajar, dengan mencari penghasilanya sesuai dengan norma-
norma yang berlaku di masyarakat.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
303
4. Faktor Pendukung Dan Penghambat Pelaksanaan
Pembinaan lanjut
a. Penghambat.
1) Terbatasnya anggaran, mengakibatkan pembinaan
lanjut setiap tahunnya hanya dilaksanakan satu
kali hanya pada lokasi yang terdekat dan terbanyak
eks WBSnya, dan waktu yang relatif singkat. Hal ini
mengakibatkan sebagian besar perkembangan eks
WBS tidak diketahui. PSBK tidak bisa mengetahui
keberhasilan secara maksimal dari pelaksanaan
bimbingan dan rehabilitasi yang dilaksanakan. Lokasi
pembinaan lanjut tidak selalu pada lokasi yang dekat,
pekerja sosial terpaksa menambah esktra perjalanan.
Komponen transport local dalam anggaran juga
tidak ada, petugas harus menyewa kendaraan
untuk menjangkau lokasi, terutama pada daerah
transmigrasi.
2) Peran serta instansi terkait/instansi pengirim belum
ada, sementara petugas juga belum memiliki data
awal mengenai keberadaan eks WBS, karena sering
pindah alamat.
3) Tidak adanya bantuan lanjutan untuk pengembangan
usaha, mengakibatkan eks WBS tidak dapat
mengembangkan usahanya secara maksimal.
b. Pendukung
1) Meskipun pembinaan lanjut dapat dilaksanakan
hanya di satu lokasi /tahun, dapat diketahui gambaran
kondisi sebagian kecil eks WBS.
2) Koordinasi yang baik antara pekerja sosial dan seksi
Resos dalam mempersiapkan dan melaksanakan
pembinaan lanjut meskipun berbagai kendala yang
dihadapi.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
304
3) PSBKPL telah memiliki instrumen sebagai alat yang
digunakan dalam pelaksanaan pembinaan lanjut.
E. Gambaran Dan Analisis Kasus Eks WBS
1. Gambaran Informan Eks WBS
Informan eks WBS yang menjadi sasaran penelitian adalah
berjumlah 13 orang berusia dari 19 s.d 43 tahun, berasal
dari Tangerang, Magelang, Ciamis, DKI Jakarta (pasar senen,
stasiun kereta Cikini). Jenis kegiatan sebelum masuk panti
adalah ngamen, pemulung, buruh tani, serabutan di pasar
dan tidak bekerja/gelandangan. Sebanyak 11 orang informan
sudah berumah tangga dan memiliki anak 1-5 orang. Sebagian
informan masuk PSBK berstatus bujang perempuan (gadis/
janda), bujang laki atau duda. Pada umumnya memiliki tingkat
pendidikan yang rendah, yaitu dari tidak pernah sekolah
sampai tingkat SMA.
Motivasi informan masuk PSBKPL cukup beragam, ada yang
ingin belajar keterampilan, masalah keluarga, dari pada tidur di
stasiun kereta, kemudian atas suruhan petugas/dinsos/panti,
dijanjikan pekerjaan dan keterampilan. Selama di PSBKPL
informan mengikuti semua kegiatan yang dilaksanakan,
seperti bimbingan sosial, bimbingan keterampilan yang
merupakan salah satu modal yang dapat dikembangkan untuk
mendapatkan penghasilan. Jenis keterampilan yang diikuti
adalah olah pangan/membuat bermacam jenis kueh, tahu
tempe dan susu kedelai, montir motor, salon, sablon.
Sebanyak 8 (delapan) orang informan eks WBS sudah
bekerja, walaupun tidak sesuai dengan jenis keterampilan yang
diikuti. Hal ini terjadi selain kesulitan mendapat pekerjaan di
tempat-tempat usaha, juga belum mampu mandiri dilihat
dari penguasaan keterampilan, dan ragu-ragu untuk memulai
usaha. Hal ini terkait dengan waktu yang digunakan untuk
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
305
melakukan rehabilitasi hanya 6 bulan dan secara efektif
diperkirakan 4 sampai 5 bulan, karena waktu 1 bulan dilakukan
untuk melengkapi administrasi, sehingga terlalu cepat untuk
dikembalikan ke masyarakat. Hal ini terbukti dari kondisi dua
orang eks WBS yang mengikuti program rehabilitasi selama
dua periode, artinya ada perpanjangan waktu pelayanan
dan rehabilitasi karena merasa belum mampu menerapkan
keterampilan yang diberikan di panti. Walaupun sebenarnya
tujuan utama pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi oleh
panti bukan pelaksanaan keterampilan, akan tetapi dengan
perubahan sikap dan perilaku WBS. Keterampilan hanya
sebagai alat mencari nafkah sesuai dengan norma-norma
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Menurut pekerja sosial, ketidak mampuan WBS bukan
hanya terkait waktu yang hanya 6 bulan di panti, tetapi juga
berkaitan dengan kondisi WBS yang kurang menyadari manfaat
pelayanan dan rehabilitasi sosial yang diberikan di panti.
Hal ini ditunjukkan oleh perilaku mereka yang sering malas-
malasan ketika mengikuti bimbingan keterampilan. Kondisi
tersebut dipengaruhi oleh rendahnya pendidikan, tidak
memiliki keterampilan, pasrah pada nasibnya, pemahaman/
pengalaman agama yang rendah, budaya (ketika di luar
panti banyak yang memberi sehingga ada harapan akan
terus diberi dan memiliki uang walaupun tidak bekerja) dan
adanya stigma masyarakat. WBS sebatas hanya mengikuti
saja kegiatan yang ada, sehingga setelah keluar belum
mampu berbuat sesuatu untuk diri dan keluarganya, akhirnya
kembali lagi menjadi gelandangan dan pengemis. Padahal
konsep yang dikembangkan di panti adalah perubahan sikap
dan berperilaku serta hidup mandiri sesuai norma-norma
kehidupan di masyarakat.
Pekerjaan eks WBS yang sudah bekerja adalah membuka
bengkel motor dan tambal ban (1 orang), showroom motor yang
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
306
ditempatkan di bagian bengkel motor (1 orang), depot isi
ulang air minum (1 orang), pabrik sparepart (1 orang), jual nasi
uduk, terima cuci setrika pakaian (1 oang), jualan gorengan
dan es (2 orang ), masuk yayasan tenaga kerja (1 orang) dan
kembali menekuni kegiatan semula yaitu sebagai pedagang
asongan (2orang). Salah satunya sebagai pedagang asongan
(rokok, kacang goreng, permen, tisu dll), sekaligus sebagai
pengamen, hal ini terpaksa dilakukan nya ketika dagangannya
sepi dari pembeli. Kegiatan sebagai pedagang asongan ini,
merupakan kegiatan yang semula ia tekuni sebelum masuk
ke PSBK. Penghasilan eks WBS dari pekerjaan yang ditekuni
antara Rp.30.000 - Rp.50.000/hari.
Tempat tinggal informan sebagian besar ngontrak, satu
orang tinggal di tempat kerja, dan 3 (tiga) orang bersama
orang tua. Mereka merasa kondisi tempat tinggal saat ini jauh
lebih baik jika dibandingkan sebelum mengikuti rehabilitasi,
karena sebelumnya ada yang tinggal di bawah jembatan
sekitar Matraman, stasiun kereta Cikni, pasar Senen. Sebagian
tinggal di kampung halaman dengan kondisi rumah kontrak/
sewa atau menempati rumah keluarga. Sedangkan informan
yang belum bekerja masih tinggal dengan orang tua.
2. Kasus Informan Eks Warga Binaan Sosial (WBS).
Sesuai dengan tujuan pelayanan dan rehabilitasi gelandangan
dan pengemis yaitu memulihkan fungsi sosial gelandangan
dan pengemis, diantaranya dapat dilihat dari kemampuan
mereka merubah cara hidup dan cara mencari penghasilan
sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, dan
mampu menjalankan fungsi dan peran sosialnya di masyarakat
secara wajar. Berikut ini kondisi eks WBS yang sudah bekerja
dan yang belum bekerja.
a. Eks WBS yang sudah Bekerja
Informan eks WBS yang sudah bekerja sejumlah delapan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
307
orang, dua orang diantaranya yang bekerja sesuai dengan
jenis keterampilan yang diikuti di panti yaitu bengkel motor.
Namun demikian sesuai atau tidak sesuai jenis pekerjaan
yang ditekuni eks WBS dengan jenis keterampilan yang
diikuti di panti, bukanlah merupakan faktor utama
dalam mendapatkan pekerjaan, yang terpenting adalah
eks WBS mampu berusaha mencari nafkah dengan cara
tidak mengemis di jalanan. Hal ini merupakan salah satu
keberhasilan dari PSBKPL dalam melakukan pelayanan
dan rehabilitasi terhadap gelandangan dan pengemis.
Menurut eks WBS, penghasilan yang didapat masih
belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Penghasilan yang diperoleh sebesar Rp.30.000-Rp.50.000/
hari dimanfaatkan untuk mengontrak rumah sederhana
dan kebutuhan sehari-hari.
Informan sangat bersyukur dengan kondisi ekonomi
saat ini, karena mereka mendapatkan penghasilan setiap
hari walaupun sedikit. Mereka mengatakan, dari pada
harus pulang kampung tidak ada pekerjaan tetap yang dapat
dijadikan sumber penghasilan. Berdasarkan ungkapan
tersebut dapat dikatakan, bahwa kondisi ekonominya saat
ini sudah jauh lebih baik, dan kehidupannya lebih tenang
dibanding sebelum masuk PSBKPL.
Satu hal yang dapat diperhatikan bahwa, keberhasilan
eks WBS pada satu sisi dengan memiliki pekerjaan dan
mendapatkan penghasilan, namun disisi lain, sebagian
dari mereka tidak mau pulang ke kampung halamannya.
Mereka sudah merasa nyaman dan berpenghasilan di
kota besar, sementara di kampung tidak memiliki sumber
penghasilan serta tidak punya lahan. Mereka banyak
tinggal di kota sehingga menjadi permasalahan bagi
pemerintah daerah setempat.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
308
Pada tahap sosialisasi dan resosialisai, potensi di daerah
perlu digali dan dimanfaatkan untuk mengembangkan potensi
WBS ketika sudah kembali ke masyarakat. Kerjasama dengan
Dinas Sosial setempat untuk memfasilitasi eks WBS dalam
mengembangkan potensinya di daerah asal, sesuai dengan
keterampilan yang dimiliki perlu dilakukan. Dinas Sosial perlu
menyediakan tempat usaha atau membantu WBS dengan
menghubungkan sumber yang relevan.
Pada tingkat pusat di Kementerian Sosial koordinasi
dan kerjasama antar unit kerja terkait juga perlu dilakukan,
seperti Dit Pemberdayaan Keluarga, Dit. Pelayanan Anak
serta integrasi dengan sektor lain. Melalui koordinasi dan
kerjasama ini diharapkan dapat menuntaskan PMKS termasuk
gelandangan dan pengemis. Melalui Direktorat Rehabilitasi
Sosial Tuna Sosial diharapkan dapat dilakukan kerjasama dan
koordinasi lintas unit dalam upaya preventif, rehabilitatif dan
pembinaan lanjut pasca rehabilitasi sosial.
Keberhasilan PSBK bukan dilihat dari kesesuaian pekerjaan
dengan jenis keterampilan yang diberikan di panti, tetapi
perubahan pola hidup dan bekerja sesuai dengan norma-
norma yang berlaku di masyarakat. Berdasarkan studi ini
terlihat bahwa sebagian besar informan eks WBS telah bekerja
sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, dan
tidak lagi menggelandang dan mengemis.
b. Eks Warga Binaan Sosial Yang Belum Bekerja.
Informan Eks WBS yang belum bekerja sebanyak 3 (tiga)
orang, jenis keterampilan yang diambil adalah sablon,
olah pangan dan bengkel motor. Salah satu informan
masih tinggal dengan orang tua dan belum menikah,
dua orang lainnya sudah menikah dan tinggal bersama
keluarga di rumah kontrakan. Mereka merasa belum
menguasai keterampilan yang diberikan di panti, sehingga
belum berani untuk membuka usaha sendiri. Keterampilan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
309
montir yang didapat dari PSBKPL, masih harus dipelajari
lebih lanjut atau sebenarnya masih harus mengikuti
pelayanan rehabilitasi. Informan lain merasa masih
kebingungan dalam mempraktekkan keterampilan yang
sudah diperoleh di panti, karena paket yang diberikan
tidak lengkap untuk melaksanakan atau mempraktekkan
keterampilan. Hingga saat ini mereka belum memperoleh
pekerjaan karena sangat sulit, meskipun telah berusaha.
Alasan lain peralatan/toolkit yang diberikan juga belum
bisa dimanfaatkan untuk membuka usaha karena tidak
lengkap. Paket/toolkit sampai saat ini masih tersimpan,
dengan harapan PSBKPL akan memberikan bantuan saat
ada kunjungan dari panti, sehingga dapat dimanfaatkan
untuk usaha. Informan yang lain belum berfikir untuk
melanjutkan keterampilan yang sudah diperoleh di panti
dan paket/toolkit yang diterima juga sudah dijual, karena
terdesak kebutuhan sehari-hari.
Uraian tersebut, menunjukkan pentingnya peran
pembinaan lanjut terutama bagi eks WBS yang mampu
mengembangkan kemampuannya. Pada kasus-kasus ini
pembinaan WBS disertai tambahan modal baik untuk
mengembangkan usahanya maupun untuk melengkapi
toolkit yang diberikan diperlukan.
c. Eks WBS yang Menekuni Kegiatan Semula.
Rehabilitasi yang telah dilaksanakan terhadap
gelandangan dan pengemis ternyata belum sepenuhnya
mampu meningkatkan kesejahteraan eks WBS, sebagai
mana dialami 2 informan eks WBS. Sebelum masuk
PSBK, mereka mencari nafkah dengan cara mengamen
dan sebagai pemulung. Sulitnya mencari pekerjaan
dan terbatasnya kemampuan untuk mengembangkan
keterampilan yang diperoleh dari PSBK, mengakibatkan
mereka kembali menekuni pekerjaan semula. Salah
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
310
seorang dari informan ini mengaku sudah pernah mencoba
untuk berjualan jajanan anak-anak (snek dan minuman),
dengan modal hasil menjual toolkit yang diberikan dari
panti. Namun belum dapat dikembangkan sebagai
pekerjaan utama, karena penghasilannya masih sangat
kecil. Modal utama yang seharusnya berkembang, namun
habis untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Akibatnya
tidak bisa lagi melanjutkan usahanya karena kehabisan
modal, sehingga kembali mengamen. Meskipun hingga
saat ini masih ngamen, namun masih berusaha untuk
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, serta berharap
adanya dukungan dari panti untuk memulai usaha sendiri.
Kondisi ini membuktikan pentingnya pembinaan lanjut
untuk memaksimalkan hasil pelayanan dan rehabilitasi
yang dilakukan PSBKPL dan/atau oleh instansi terkait/
Dinas Sosial/Lembaga pengirim. Eks WBS yang tidak lagi
kembali ke daerah asalnya, maka panti berperan penuh
dalam pembinaan lanjut.
F. Penutup
1. Kesimpulan.
a. SDM panti khususnya pekerja sosial, belum sesuai dengan
rasio kebutuhan (1:10), sementara perbanding antara
pekerja sosial dengan WBS selama ini 1 berbanding 14
sampai 15.
b. Belum ada instrumen yang baku untuk melakukan asesmen,
petugas asesmen/asesmentor juga belum memiliki ilmu
asesmen yang memadai sehingga hasil asesmen kadang
kala tidak sesuai dengan permasalahan yang dihadapi
WBS. Termasuk jenis keterampilan yang diberikan belum
sesuai dengan kebutuhan pasar, ruangan keterampilan
masih dirasakan sempit, dan belum ada ruang kedap
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
311
suara untuk bimbingan sosial, mengakibatkan kurang
optimalnya pemberian bimbingan keterampilan.
c. Kegiatan pembinaan lanjut disamakan dengan monitoring
evaluasi oleh petugas panti dan pelaksanaannya kadang
kala pada waktu yang bersamaan. Pembinaan lanjut hanya
dilakukan terhadap kurang dari 1 % dari jumlah eks WBS,
dan belum ada tindak lanjut, meski eks WBS sedang
menghadapi masalah. Pelaksanaan pembinaan lanjut
tidak didukung dengan dana dan waktu yang cukup, dan
belum ada keterlibatan instansi pengirim.
d. Secara ekonomi semua informan eks WBS masih belum
sepenuhnya mampu mencukupi kebutuhan hidupnya
sehari-hari (dikatakan masih pas-pasan), namun demikian
sudah memiliki penghasilan tetap, pendapatan secara
harian yang cukup untuk kehidupan dalam katagori sangat
sederhana (istilah yang dipakai yang penting makan
walaupun tanpa lauk pauk)
e. Adanya stigma masyarakat dan dunia usaha membuat
eks WBS kesulitan mendapat pekerjaan dari dunia usaha,
sertifikat yang diberikan panti belum mampu merubah
stigma tersebut.
f. Bagi eks WBS yang sudah menguasai keterampilan yang
diberikan, belum bisa membuka usaha sendiri, karena
masih membutuhkan modal cukup besar dibandingkan
dengan modal yang diberikan panti, seperti lahan/sewa
lahan, peralatan yang lebih lengkap, materi dll.
2. Rekomendasi
a. Perekrutan SDM untuk ditempatkan di PSBKPL sebagai
calon pekerja sosial fungsional oleh Biro Organisasi dan
Kepegawaian, untuk memenuhi kebutuhan akan pekerja
sosial. Mengikutsertakan pekerja sosial dalam pendidikan
dan latihan yang berfungsi sebagai pekerja sosial menurut
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
312
permasalahan dan jenjang usia PMKS, seperti pekerja
sosial anak, peksos remaja, peksos orang tua/lansia dll,
sehingga masing-masing peksos fokus untuk menangai
permasalahan yang ada pada jenjang usia tersebut.
Untuk memaksimalkan kemampuan pekerja sosial dalam
melaksanakan rehabilitasi sosial khususnya dalam
pelaksanaan asesmen terhadap Gelandangan dan
pengemis, maka perlu mengikutsertakan peksos dalam
diklat khusus tentang pelaksanaan asesmen, sehingga
selain pelaksanaan asesmen dapat dilakukan oleh peksos
sesuai dengan kaidahnya, peksos juga dapat membuat
instrumen asesmen yang baku.
b. PSBKPL perlu menyusun panduan teknis pelaksanaan
pembinaan lanjut dengan menyesuaikan dengan kondisi
panti dan WBS, sehingga pelaksanaan pembinaan lanjut
dapat dilaksankan secara maksimal. Kemudian anggaran
pembinaan lanjut perlu disesuaikan dengan kondisi
eks WBS, sehingga pelaksanaan pembinaan lanjut bisa
dilaksanakan lebih maksimal.
c. PSBKPL perlu memaksimalkan peran peksos dalam
pelaksanaan pembinaan lanjut, selain pelaksanaan di
lapangan, juga dalam penyusunan laporan lengkap dengan
analisa permasalahan eks WBS, sehingga hasil pembinaan
lanjut dapat ditindak lanjuti sesuai permasalahan yang
dihadapi eks WBS.
d. Walaupun tujuan PSBKPL bukan keterampilan, tetapi
untuk lebih menunjukkan keberhasilan pelayanan dan
rehabilitasi panti dan meningkatkan kesejahteraan sosial
WBS, maka untuk jenis keterampilan tertentu perlu adanya
perpanjangan wktu, sehingga WBS benar-benar mampu
meningkatkan kesejahteraan keluarganya dengan memiliki
keterampilan yang mampu dikembangkan oleh eks WBS.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
313
e. Untuk memaksimalkan hasil pelayanan dan rehabilitasi
terhadap gelandangan dan pengemis, maka perlu
kerjasama penanganan permasalahan WBS baik antar
unit kerja dilingkungan Kementerian Sosial seperti dengan
Dit. Pemberdayaan Keluarga, Dit. Pelayanan Sosial
Anak, Dit. Banjamsos, untuk secara bersama melakukan
pelayanan dan pemberdayaan terhadap WBS dan eks
WBS yang telah mengikuti rehabilitasi di PSBKPL, sehingga
permasalahan yang dihadapi eks WBS secara tuntas dapat
ditanggulangi dan pada ahirnya terlepas dari kemiskinan
yang menyebabkan mereka menjadi gelandangan dan
pengemis.
Kemudian integrasi antar Kementerian lain seperti dengan
Kementerian koperasi, Perindustrian, Kesehatan dan BPPT juga
akan lebih menjadikan eks WBS lebih eksis dalam meningkatkan
taraf hidupnya. Kerjasama antar sektor dalam menganggulangi
permasalahan kesejahteraan sosial dan dilakukan secara
bersamaan akan lebih membuahkan hasil yang diharapkan. Untuk
hal ini bukan saja PSBK sebagai unit pelaksana teknis yang harus
menjalankan program kerjasama, akan tetapi lebih luas kerjasama
dilakukan oleh Dit. Yanresos Tuna Sosial yang membawahi PSBKPL
yang berperan untuk melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi
bagi Gelandangan dan pengemis, melalui kerjasama ini.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
314
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
315
Bagian 11
EVALUASI PELAKSANAAN REHABILITASI SOSIAL PANTI
SOSIAL PAMARDI PUTRA (PSPP) GALIH PAKUAN BOGOR.
(Konsentrasi Pembinaan Lanjut)
Sri Gati Setiti
A. Pendahuluan
Panti Sosial merupakan salah satu model atau system
pelayanan kesejahteraan sosial berbasis lembaga (institutional
based) yang dikembangkan di Indonesia, selain Model atau system
yang berbasis keluarga (family based) dan berbasis masyarakat
(community based). Berbagai system pelayanan tersebut
diselenggarakan oleh pemerintah pusat,daerah dan masyarakat.
Didalam system panti sosial itu pelayanan kesejahteraan sosial
diberikan kepada penyandang masalah kesejahteraan sosial
(PMKS) dalam waktu tertentu, untuk memenuhi kebutuhan
sosial dasar klien/klien/residen dan memberikan bimbingan fisik,
mental, sosial , spiritual.
Panti sosial adalah lembaga pelayanan kesejahteran sosial yang
memiliki tugas dan fungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia dan memberdayakan penyandang masalah kesejahteraan
soaial kearah kehidupan normatif secara fisik, mental dan sosial
(Balatbangsos, 2004). Pelayanan melalui sistem panti pada
hakikatnya merupakan upaya-upaya yang bersifat pencegahan,
penyembuhan, rehabilitasi, dan pengembangan potensi klien. Panti
mempunyai fungsi utama sebagai tempat penyebaran layanan;
pengembangan kesempatan kerja; pusat informasi kesejahteraan
sosial; tempat rujukan bagi pelayanan rehabilitasi dari lembaga
rehabilitasi tempat di bawahnya (dalam sistem rujukan/referral system)
dan tempat pelatihan keterampilan. Sedangkan prinsip-prinsip
dasar penyelenggaraan panti sosial dan atau lembaga pelayanan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
316
sosial lain yang sejenis adalah: (1) memberikan kesempatan yang
sama kepada mereka yang membutuhkan untuk mendapatkan
pelayanan; menghargai dan memberi perhatian kepada setiap klien
dalam kapasitas sebagai individu sekaligus juga sebagai anggota
masyarakat; (2) menyelenggarakan fungsi pelayanan kesejahteraan
yang bersifat pencegahan, perlindungan, pelayanan dan rehabilitasi
serta pengembangan; (3) menyelenggarakan fungsi pelayanan
kesejahteraan sosial yang dilaksanakan secara terpadu antara profesi
pekerjaan sosial dengan profesi lainnya yang berkesinambungan;
(4) menyediakan pelayanan berdasarkan kebutuhan klien guna
meningkatkan fungsi sosialnya; dan (5) memberikan kesempatan
kepada klien untuk berpatisipasi secara aktif dalam usaha-usaha
pertolongan yang diberikan. (Balatbangsos, 2004).
Korban penyalah guna napza sebagai individu, pada
hakekatnya mempunyai potensi yang dapat dikembangkan.
Dalam upaya mengembangkan potensi tersebut, Kementerian
Sosial telah melaksanakan rehabilitasi sosial baik melalui
sistem panti maupun luar panti. Salah satu pelayanan dalam
panti dilaksanakan oleh Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) Galih
Pakuan Bogor. PSPP Galih Pakuan sebagai unit pelaksana teknis
melaksanakan berbagai kegiatan untuk mempersiapkan para eks
korban penyalahguna napza agar memiliki berbagai pengetahuan
dan keterampilan serta dapat hidup secara wajar sebagai warga
negara dan anggota masyarakat.
Pelaksanaan rehabilitasi sosial melalui panti sosial dari
beberapa hasil penelitian diketahui masih mengalami berbagai
kendala seperti: Dalam pelaksanaan pembinaan lanjut tidak
semua eks klien bisa dilakukan pembinaan, karena keterbatasan
dana, tenaga dan lokasi yang jauh.
Program pembinaan lanjut ini merupakan bagian yang
integral dalam rangkaian proses pelayanan sosial dan tidak dapat
dianggap sebagai modalitas treatment yang berdiri sendiri. Hal
ini berkaitan dengan pemahaman umum bahwa setelah klien
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
317
menjalani program rehabilitasi primer di panti rehabilitasi, mereka
masih memerlukan perawatan atau bimbingan lanjutan agar
proses reintegrasi ke masyarakat dapat berlangsung lancar. Pada
kenyataannya treatment tidak berhenti di dalam panti rehabilitasi
melainkan terus berlanjut sampai klien kembali ke masyarakat,
agar mampu mengembangkan gaya hidup yang sehat dan menjadi
manusia yang produktif (BNN,2008).
Rendahnya dukungan dari lembaga terkait, keluarga maupun
masyarakat dalam program pembinaan lanjut, sering kali mejadi
kendala pada kemajuan dan pemulihan eks klien dalam proses
pembinaan lanjut. Berdasarkan data dan informasi tersebut
di atas, maka perlu dilakukan kajian/studi penelitian tentang
pembinaan lanjut (after care) di panti sosial, khususnya panti Sosial
Pamardi Putra (PSPP) Galih Pakuan secara utuh.
Permasalahan napza secara umum disebut sebagai Crime
ordonary/kejahatan yang luar biasa. Dikatakan demikian karena
penyebarannya menjangkau diseluruh dunia, dananya tak
terbatas, korbannya terutama generasi muda, dampaknya
sangat luas. Di Indonesia korbanya tidak kurang dari 5000 orang,
setiap hari yang meninggal 50 orang. Namun dalam pelaksanaan
pelayanannya di panti menemui beberapa kendala.
1. Hasil kajian awal diketahui: a). Pelaksanaan pembinaan lanjut
dimaknai sebagai monitoring dengan kunjungan kepada klien
dan keluarganya. b). Kambuhnya kembali para eks klien kedalam
kelompok dan kembali sebagai pemakai. c). Luasnya jangkauan
dan makin meningkatnya pemakai dengan kompleksnya
permasalahan yang tidak sebanding dengan SDM, sarana dan
anggaran yang tersedia. Belum maksimalnya peran lembaga
pengirim terkait dalam melaksanakan pembinaan lanjut.
2. Permasalahan dalam pelaksanaan napza di Panti.
a. Kondisi tenaga, secara kualitas maupun kuantitas masih
kurang memadai.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
318
b. Keterbatasan dana, sarana, beberapa kegiatan penting
dihapuskan atau disederhanakan (termasuk pembinaan
lanjut).
c. Pelayanan rehabilitasi sosial di PSPP dilakukan melalui
tahapan khusus, namun tidak seluruh tahapan dapat
dilakukan, seperti pelayanan non keterampilan.
Penelitian ini bertujuan:
1. Teridentifikasinya pemahaman petugas dan pelaksanaan
tentang pembinaan lanjut.
2. Teridentifikasinya kebijakan pembinaan lanjut.
3. Teridentifikasinya pelaksanaan pembinaan lanjut oleh petugas
panti.
4. Teridentifikasinya hasil yang dicapai dalam pelaksanaan
pembinaan lanjut.
5. Teridentifikasinya faktor pendukung dan penghambat yang
turut mempengaruhi pembinaan lanjut.
Kerangka konsep
Evaluasi adalah suatu upaya untuk membandingkan kinerja
program yang nyata dengan beberapa standart tentang kinerja
program yang diharapkan terjadi dan mengambil kesimpulan
tentang efektivitas dan nilai sebuah program. Tujuan evaluasi
adalah untuk memastikan bahwa kebijakan dan programnya
telah memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu sangat
penting untuk menganalisa program, menentukan akibatnya yaitu
mengukur keberhasilan dan kegagalan dalam mencapai tujuan
program (wholey et al,1970.p.11).
Michael Scriven (1967) menjelaskan bahwa Evaluasi
formatif dilakukan ketika kebijakan program atau proyek mulai
dilaksanakan. Menurut Scriven, evaluasi formatif merupakan Loop
balikan dalam memperbaiki produk. The program evaluation standart
(1994) mendifinisikan evaluasi formatif sebagai evaluasi yang
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
319
didisain untuk memperbaiki suatu obyek, terutama ketika obyek
tersebut sedang dikembangkan.
Wohrthen dan Sanders (1979) evaluasi adalah mencari
sesuatu yang berharga (worth). Sesuatu yang berharga tersebut
dapat berupa informasi tentang suatu program, produksi serta
alternatif prosedur tertentu. Seseorang yang telah mengerjakan
sesuatu hal , pasti akan menilai apakah yang dilakukan tersebut
telah sesuai degan keinginan semua. Evaluasi adalah suatu upaya
untuk mengukur hasil atau dampak suatu aktivitas, program, atau
proyek dengan cara membandingkan dengan tujuan yg telah
ditetapkan, dan bagaimana cara pencapaiannya (Mulyono 2009).
Sumber lain Stufflebeam dalam worrthen dan Sanders(
1779:129) evaluasi adalah : proses of process of delineating, of taining
obtaining and profiding useful information for judgieng decition alternatifes.
Dalam evaluasi ada beberapa unsur yang terdapat dalam
evaluasi yaitu: adanya sebuah proses perolehan, penggambaran,
penyediaan informasi yang berguna dan alternatif keputusan.
Profesi Pekerjaan Sosial merupakan profesi pertolongan
yang memiliki beberapa prinsip pertolongan yang dibagi dalam
beberapa tahap yang lentur untuk klien yang beraneka ragam,
dengan penyelesaian yang bervariasi. Berdasarkan Kepmenpan
No: Kep/03.PAN/2004 tentang jabatan fungsional pekerja sosial
dan angka kredit diuraikan bahwa pelayanan sosial dalam panti
dilakukan melalui proses: 1). Pendekatan awal. 2). Asesmen, 3).
Rencana intervensi, 4). Intervensi, 5). Evaluasi dan terminasi , 6).
Pembinaan lanjut.
Tahap pembinaan lanjut sebagai tahap akhir proses pelayanan
yang telah dicapai, memerlukan perhatian yang serius, karena
masih ada eks klien yang kambuh kembali (relaps). Perencanaan
pembinaan lanjut memegang peran penting dalam mencapai
keberhasilan klien, tetapi juga membantu proses terminasi
dengan menunjukkan perhatian pekerja sosial mapun pihak
lembaga secara kontinu. (Fahrudin, 2002).
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
320
Peran Pekerja Sosial dalam pelayanan sosial antara lain:
Konsep pelayanan sosial menurut Alferd Khan yang dikutip
Sutarso (1980), adalah pelayanan-pelayanan yang diberikan
oleh lembaga kesejahteraan sosial tersebut dengan Pelayanan
Kesejahteraan Sosial. Sumber lain Romanyshyn yang dikutip oleh
Fahrudin (2011), pelayanan sosial sebagai upaya mengembalikan,
mempertahankan dan meningkatkan keberfungsian sosial individu
dan keluarga melalui: (1) sumber-sumber sosial pendukung (2).
Proses-proses untuk meningkatkan individu dan keluarga dalam
mengatasi stres dan tuntutan kehidupan sosial.
Mengacu kepada beberapa sumber tersebut, Evaluasi
program adalah serangkaian kegiatan untuk mengumpulkan
informasi tentang realisasi dan implementasi suatu kebijakan,
berlangsung dalam suatu proses yang berkesinambungan dan
terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok
orang, yang bertujuan untuk menentukan alternatif yang tepat
dalam mengambil suatu keputusan selanjutnya.
Penelitian evaluasi ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Pendekatan ini dinilai sebagai pendekatan yang relevan untuk
meneliti fenomena dalam suatu masyarakat, karena pengamatan
diarahkan kepada latar belakang individu, secara holistik dan
memandang sebagai bagian dari suatu keutuhan sebagaimana
dikemukakan Lexy Mauleong (2004).
Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Pamardi Putra Galih
Pakuan di Ciseeng, Bogor, Jawa Barat, terutama program
pembinaan lanjut. Sumber data diperoleh dari: Pejabat pembuat
kebijakan pusat, pejabat Dinas Sosial propinsi /Kabopaten/kota,
Pekerja sosial, eks klien, keluarga, tokoh masyarakat. Tehnik
pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam, FGD,
studi dokumentasi dan observasi. Analisis data secara diskriptif
kualitatif, mencakup penelusuran kesenjangan antara kondisi
yang diharapkan dengan kondisi yang ada antara eks klien dengan
kebijakan, program, kegiatan dan pelaksanaan pembinaan lanjut.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
321
Berdasarkan beberapa permasalahan tersebut, maka yang
menjadi pertanyaan penelitian adalah :
1. Bagaimana proses rehabilitasi sosial yang dilaksanakan oleh
panti PSPP ?
2. Bagaimana kebijakan, program dan kegiatan pembinaan lanjut
dilaksanakan ?
3. Bagaimana pemahaman petugas tentang pembinaan lanjut
dan bagaimana pelaksanaan pembinaan lanjut?
4. Bagaimana hasil yang dicapai ?
5. Apakah faktor pedukung dan penghambatnya.?
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi masukan
kepada :
1. Kementerian Sosial khususnya kepada Direktorat rehabilitasi
sosial dalam :
a. Penyusunan kebijakan pelayanan lanjutan bagi klien yang
telah menjalani rehabilitasi dalam panti sosial.
b. Pedoman bagi pengembangan kegiatan pembinaan eks
klien Panti Sosial.
2. Puslitbang Kesos untuk penelitian lanjutan
B. Gambaran Umum Panti Sosial
Panti ini memiliki tugas pokok melaksanakan pelayanan dan
rehabilitasi sosial yang bersifat preventiv, kuratif, rehabilitatif,
promotif, dalam bentuk: Bimbingan Fisik, Mental, Sosial dan
Pelatihan Keterampilan, resosialisasi serta bimbingan lanjut bagi
korban penyalahgunaan napza agar mandiri dan mampu berperan
aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
Sumber Daya Manusia di PSPP Galih pakuan, dilihat dari
statusnya, pejabat fungsional 41.78 %, struktural 1,46 % dan
tenaga kontrak 48,78 %. Berdasarkan jenis kelaminnya, mayoritas
SDM panti: laki - laki 27 orang dan perempuan 14 orang. Selain
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
322
itu, didukung tenaga kontrak 21 orang dan 5 orang tenaga
bantuan profesional. Gambaran latar belakang pendidikan yang
dimiliki SDM panti, sarjana (46,34%). SLTA dan D3 masing-
masing(19.51%), tenaga professional S2 (14,63 %)
Latar belakang disiplin ilmu yang dimiliki, belum cukup
memadai dalam mengemban tugas pelayanan di panti. Pelayanan
bagi penyalahguna narkoba memerlukan keahlian/pelatihan
khusus, yang masih terbatas. Ada (14, 63 %) yang belum pernah
mendapat pelatihan, (17,08 %) satu kali pelatihan. Jumlah
terbanyak (21,96 %) pelatihan dua kali. Bagi pejabat Panti, dilihat
dari usianya, hampir sepertiga pegawai berusia diatas 45 tahun,
tercatat 19,5% berusia diatas 51 tahun. Diantaranya pekerja
sosial berpengalaman dan berdedikasi tinggi, namun kader
penggantinya belum disiapkan. Hal tersebut dikeluhkan pekerja
sosial saat diskusi, bahwa selain jumlah pekerja sosial kurang,
pekerja sosial yang dikirim kepanti bukan pekerja sosial pilihan, tetapi
tenaga sisa.
Dilihat dari tenaga spesifikasi pekerja sosial, ada 17 tenaga
berlatar belakang pekerja sosial, sayangnya hanya 7 orang yang
sarjana. Selebihnya DIII dan SLTA yang belum pernah mengikuti
pelatihan profesi pekerjaan sosial. Secara ideal pelayanan panti
narkoba, membutuhkan 1 orang pekerja sosial setiap 5 klien.
kenyataannya 1 pekerja sosial menangani 13 klien.
Bila dilihat dari lamanya bekerja dipanti, ternyata lebih dari
separoh telah bekerja lebih dari 15 tahun. Ada 18 pegawai yang
bekerja lebih dari 10 tahun. Selanjutnya 6 orang yang sudah
bekerja lebih dari 20 tahun. Kondisi tersebut akan membawa
dampak kurang baik secara keseluruhan. Pada satu sisi ada yang
jenuh., namun ada juga yang sangat menikmati fasilitas yang
diberikan panti, dimana mereka akan menolak keras ketika akan
dipindahkan.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
323
Sarana dan Prasarana
1. PSPP memiliki tanah 71.540 m
2
. Bangunan Utama 19.251 m
2
,
terdiri dari 68 unit. Dikelilingi pagar tembok 5.130 m, jalan
kompleks 5.250 m
2
. Dilengkapi sarana air bersih 20 unit.
Sarana olah raga: lapangan sepak bola 2 unit, bola voli 1 unit,
bulu tangkis 1 unit, basket 3 unit, kolam terapi 1 unit. Jaringan
internet, HT 15 unit. Gedung data dan informasi, 39 jaringan
dan telephon 3 jaringan. Kendaraan operasional mobil 3 unit,
motor 2 unit, dengan kondisi tua.
2. Ruangan kantor dan peralatan.
Ruang kantor dan peralatan kondisinya cukup baik. Beberapa
rumah karyawan bocor dan kurang terawat. Kamar tidur
siswa perlu perbaikan, termasuk perbaikan saluran air. Pagar
beberapa tempat bolong dan ambruk. Ruang pelayanan
cukup representative. Penting mendapat perhatian: ruang
keterampilan, ruang belajar jumlah lampu maupun penyinaran
sangat terbatas. Peralatan keterampilan jumlahnya kurang,
motor dan mobil juga sudah ketinggalan jaman.
C. Profil Anak/Kondisi Klien.
PSPP memiliki daya tampung 180 klien, dengan menerapkan
system on-off, oleh karena itu jumlah mereka fluktuatif. Dilihat dari
jenis pelayanan yang diikuti, tahun 2009, klien yang dilayani di
program reentry hanya 15 %, tahun 2010 relatif cukup banyak, ada
36 % dan tahun 2011 hanya 11,65 %. Berbeda dengan pelayanan
di Primary, tahun 2009 berjumlah 85 %, tahun 2010 ada 64 % dan
tahun 2012 berjumlah 89,69 %. sesuai daya tampungnya.
Latar belakang pendidikan klien Tahun 2009, SLTP 29 %,
tahun 2010 tercatat 42 %. Lulusan SLTA tahun 2009 ada 60 %,
tahun 2010 tercatat 31 %. Perguruan tinggi tahun 2009 hanya
3%. Dilihat dari usianya umumnya berada diantara usia 18 s/d
21 tahun. Jenis napza yang digunakan, ternyata cukup bervariasi,
antara ganja, putau, sabu, obat maupun miras. Namun bila diteliti
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
324
secara seksama, jumlah tertinggi adalah pemakai miras. Tahun 2009,
pemakai miras 63,8 %, tahun 2010 dan tahun 2011 tercatat 5, 11%.
Keterampilan yang diikuti, ternyata ada yang tidak mendapat
keterampilan (non keterampilan), terutama mereka yang dilayani
di primary. Jumlah mereka cukup banyak, tahun 2009 tercatat
40 orang (22,22 %). Tahun 2010 tercatat (27,77%), tahun 2011
ada (32,22 %) tidak mendapat keterampilan. Menurut pekerja
sosial (R) menjelaskan bahwa sebenarnya mereka sangat mengharap
mendapat keterampilan. Sebagaimana teman-teman mereka.
Dilihat dari tahapan pelayanan, mulai intake sampai
pembinaan lanjut, tidak semua klien dapat mengikuti pelayanan
sampai selesai. Tahun 2009 tercatat 26 orang (14,4 %) Drop Out
(DO)/putus pelayanan. Tahun 2010 DO 50 orang (27,77 %), tahun
2011 ada 53 orang (29,4%) DO. Alasannya kabur/ tidak betah dan
hanya sedikit yang diambil orang tuanya.
Keberhasilan pelayanan dipanti juga ditentukan partisipasi
orang tua dalam memberikan dukungan kepada panti khususnya
kepada anak. Dukungan kuat didominir oleh orang tua keluarga
menengah ) pada anak yanga dilayani di primary, dalam satu bulan
dikunjungi lebih dari satu kali. Hal ini memberi manfaat kepada
anak, orang tua maupun panti. Berbeda dengan anak di re-entry
kebanyakan berasal dari keluarga kurang mampu, sehingga sampai
selesai pelayanan tidak pernah mendapat kunjungan keluarga.
D. Proses Rehabilitasi
Proses rehabilitasi sosial disebut juga pelayanan profesional.
Mengacu kepada Standar Pelayanan Dan Rehabilitasi Sosial
Korban Napza Dalam Panti. Kegiatan dilakukan melalui tahapan
pelayanan secara berurutan, mulai pendekatan awal, penerimaan,
asessment, bimbingan fisik, mental, sosial dan latihan keterampilan,
resosialisasi/reintegrasi dan diakhiri dengan penyaluran dan
pembinaan lanjut.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
325
1. Pendekatan awal /intake proses
Adalah kegiatan yang mengawali keseluruhan proses
rehabilitasi sosial, yang dilakukan dengan penyampaian
informasi program rehabilitasi sosial kepada masyarakat,
instansi terkait, organisasi sosial guna memperoleh dukungan
dan data awal calon dengan persyaratan sesuai dengan
ketentuan. Perekrutan dilakukan melalui: 1). Sosialisasi
program ke Dinas Sosial, desa, masyarakat. 2). Memberikan
motivasi kepada calon agar bergabung 3).Seleksi dan
menentukan calon. Pelaksanaaan dilakukan dengan menjaring
klien dari satu daerah ke daerah lain. Selama 3 hari ditargetkan
menjaring lebih dari 10 klien Imbuh petugas panti.
Proses Intake dilakukan dengan cara; pengamatan, diskusi
dengan instansi terkait, wawancara oleh pekerja sosial.
Hasilnya diharapkan memperoleh data tentang: latar
belakang keluarga, kondisi lingkungan, kesehatan, pendidikan,
pekerjaan, penyalah gunaan, riwayat pendataan dan lainnya.
Tugas ini dilakukan oleh sie PAS bekerja sama dengan Pekerja
sosial.
a. Orientasi dan konsultasi.
Orientasi; dilakukan sebagai upaya pengenalan lebih jauh
tentang klien. Konsultasi, untuk memberikan informasi
tentang penerimaan calon klien di PSPP, agar mendapat
dukungan partisipasi aktif dari berbagai fihak serta
terjalin kerjasama dengan instansi tekait. Identifikasi;
dilakukan agar calon memperoleh sumber potensial yang
mendukung program. Identifikasi juga untuk menjaring
informasi kondisi awal,meliputi: identitas diri, asal suku,
asal rujukan, seajarah pemakaian napza, keterlibatan
bidang lain, perilaku criminal, keinginana untuk putus
obat, kesiapan calon, resiko karena obat, gejala2 psikis
dan fisik, upaya2 yang dilakukan, gambaran tentang
keluarga, riwayat pendidikan dan pekerjaan, kegiatan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
326
keagamaan dan keuangan. Kegiatan dilakukan oleh SIE
PAS bekerjasama dengan lembaga terkait, masyarakat dan
keluarga.
b. Motivasi dan seleksi kegiatan.
Pemberian Motivasi dilakukan melalui penyuluhan sosial
kepada calon tentang pelayanan rehabilitasi sosial di
Panti. Melalui kegiatan ini diharapkan tumbuh pengertian,
minat dan pemahamanan calon untuk ikut pelatihan
dengan penuh tanggung jawab.
Kendalanya kadang Dinas Sosial tidak menyiapkan calon (walau
pendekatan melalui surat dilakukan). Nama calon yang tidak
sesuai dengan yang tertulis. Anak ingin mengikuti pelatihan,
tetapi orang tua tidak mengizinkan atau sebaliknya. Persepsi
masyarakat PSPP panti keterampilan bukan panti rehabilitasi.
Kendalanya respon masyarakat rendah karena kurangnya
informasi yang sampai ke masyarakat. Orang tua terlalu kawatir/
sayang anak, sehingga anak tidak dilepas/diambil saat pelatihan.
Seleksi; sebagai upaya memilih calon, agar mendapatkan
calon yang mempunyai kesadaran, tanggung jawab dan
mengikuti program sampai selesai.
Berbagai permasalahan diatas berdampak pada sulitnya memenuhi
kuota sesuai kriteria. Berangkat dari kondisi inilah maka proses
seleksi juga tidak selalu mulus, lolosnya anak bukan eks pengguna
juga terjadi.
Sebagaimana pernyataan anak yang lolos yang masuk ke
panti untuk mendapatkan keterampilan.
2. Penerimaan
Penerimaan sebagai kegiatan menetapkan penentuan klien
yang memenuhi syarat yang ditetapkan panti berdasar
data obyektif meliputi: Pengurusan administrasi, pengisian
formulir, penentuan persyaratan masuk panti dan pencatatan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
327
data klien dalam buku registrasi.
Calon residen yang datang masuk panti biasanya: didampingi
orang tua, dikirim RSKO setelah detoksifikasi, dikirim dinas/
terkait setelah pendekatan awal oleh petugas.
3. Asesmen (pengungkapan dan pemahaman masalah).
Asesmen ini bertujuan agar penempatan jurusan pelatihan
sesuai dengan minat, bakat yang mencakup penelusuran latar
belakang klien, diagnose permasalahan, menentukan langkah-
langkah rehabilitasi, dukungan pelatihan yang diperlukan dan
penempatkan klien dalam rehabilitasi. Berikutnya Penyusunan
Rencana Intervensi, yang disusun berdasar asesmen dan
pembahasan temu kasus (cese conference). Melalui cara ini
diharapkan akan menemukan jenis pelayanan sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi obyektif klien, juga pengelompokan
kebutuhan bimbingan. Kegiatan di dilakukan oleh tim
asesmen.
Kegiatan terkendala oleh: Latar belakang pendidikan dan
kebutuhan klien yang bervariasi. Tugas rangkap tenaga
sebagai solusi keterbatasan SDM.
4. Bimbingan fisik, mental, sosial dan keterampilan
Tahapan ini disebut sebagai tahap pemecahan masalah. Klien
mulai menerima program pelayanan. Bimbingan fisik meliputi:
perawatan kesehatan, olah raga dan pengentasan gizi.
Bimbingan sosial dengan: bermain, rekreasi, pemanfaatan
waktu luang, bimbingan kelompok dan motivasi klien.
Bimbingan mental berupa: bimbingan agama, budi pekerti,
Bimbingan keterampilan meliputi: keterampilan kerja dan
usaha.
a. Bimbingan fisik & kesehatan, kepulihan fisik dan menjaga
pola hidup sehat.
b. Bimbingan mental spiritual; untuk mengembangkan dan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
328
meningkatkan perilaku sesuai dengan norma dan nilai-
nilai agama yang berlaku dimasyarakat.
c. Bimbingan sosial, individu, untuk menumbuhkan dan
meningkatkan kapasitas sosial dan psikososial klien untuk
mencapai kepulihan. Melalui konseling individu, terapi
psikososial, role play dan simulasi. Bimbingan kelompok,
sebagai media menumbuhkan dan meningkatkan
kapasitas psikososial.
d. Bimbingan pelatihan keterampilan, bertujuan
mengembalikan kehidupan klien agar memiliki dan
meningkatkan keterampilan sebagai bekal menyelesaikan
tugas-tugas kehidupan sehari-hari (personal skill)
Dana, sarana, tenaga professional: (psikolog, psikiater,
para medis, guru agama, instruktur, dokter) masih menjadi
kendala. Dalam pelaksanaan kegiatan masih banyak yang
perlu ditingkatkan seperti: (FSG, NA, SNA, parenting skill).
Kenyataannya: Banyaknya klien yang tidak mendapat
keterampilan (22,22 % tahun 2009, 27,77% tahun 2010, 32,22
% tahun 2011). Hal ini memberi gambaran bahwa pelayanan
belum dapat dilakukan secara maksimal.
5. Resosialisasi /reintegrasi sosial.
Kegiatan ini bertujuan untuk menyiapkan eks klien, keluarga
dan lingkungan sosial dimana mereka tinggal. Dilakukan
untuk menumbuhkan kemauan dan kemampuan eks klien
berintegrasi ditengah kehidupan keluarga dan masyarakat
agar tidak terjadi pemberian stigma, sekaligus sebagai upaya
mencegah relapse. Kegiatannya berupa: family meeting dan
community meeting dengan tokoh.
Belum semua jenis dan sasaran kegiatan dilakukan maksimal.
Seperti Penjajagan PBK, pengantaran dan pelaksanaan PBK,
supervisi, bimbingan seting PBK. Kegiatan yang ditiadakan:
narcotic anonymous dan Saturday Night Activity. Ini berdampak
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
329
pada rasa suntuk, jenuh, bosan, akhirnya mendorong
keinginan untuk kabur.
6. Penyaluran/terminasi dan pembinaan lanjut.
Program ini sebagai upaya mengakhiri pelayanan profesional
kepada klien yang telah mengikuti rehabilitasi. Dilakukan
pemulangan klien kepada orang tua/wali, disalurkan ke
sekolah, perusahaan untuk penempatan kerja. Penyampaian
kepulihan klien kemajuan dan kondisi terakhir serta
alasan terminasi, setelah itu diberikan pembinaan lanjut.
Kegiatannya: Identifikasi keberhasilan, pertemuan eks klien,
home visit keluarga dan pengantaran oleh petugas/ keluarga.
Kendalanya keterbatasan uang transport untuk keluarga,
pengakhiran dan terminasi tahap satu/pemulangan klien dari
panti. Koordinasi dengan instansi terkait sangat terbatas.
Keluarga belum siap menerima anaknya kembali.
E. Pembinaan Lanjut
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembinaan lanjut, untuk
memantapkan kesembuhan dan kepulihan eks klien, membina
dan menciptakan lingkungan/masyarakat agar bebas napza.
Bimbingan lanjut seharusnya dilakukan secara berkala kepada eks
klien, agar tidak mengulangi perbuatannya lagi. Pembinaan lanjut
juga ditujukan kepada lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat
dan lain-lain agar dapat menciptakan lingkungan yang kondusif
bagi kebaikan eks klien (pedoman pembinaan lanjut, 2005)
Namun kenyataanya pembinaan lanjut dilakukan secara
terbatas. Hasil FGD karyawan maupun diskusi hasil penelitian
sementara, terungkap bahwa kebijakan pembinaan lanjut belum
ada acuannya, belum ada aturan baku dan ketegasan sikap dalam
pelayanan dan pembinaan lanjut. Hal ini menujukkan pelaksanaan
pembinaan lanjut belum maksimal.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
330
Pemahamanan petugas panti tentang pembinaan lanjut,
dimaknai sebagai pemberian bimbingan kapada eks klien yang
sudah keluar dari panti.
1. Proses pelaksanaan pembinaan lanjut.
Pembinaan lanjut seharusnya dilakukan kepada keluarga,
sekolah, tempat kerja atau klien melakukan aktivitas positif.
Pada kenyataanya sasaran pembinaan lanjut masih terbatas
pada eks klien dan keluarga. Dilakukan dengan cara home visit,
surat menyurat dan telepon. Kegiatannya berupa pendataan
eks klien dan mengisi instrumen. Pelaksana pembinaan lanjut
oleh sie PAS dan rehabilitasi sosial.
Selanjutnya bila dilihat dari jumlah yang dipembinaan lanjut.
Tahun 2008, hanya mampu menjangkau 40 orang (22,2% dari
jumlah klien). Kegiatan pembinaan lanjut hanya dilakukan
pada empat wilayah yang berlokasi dekat dengan panti: di
Bogor dibina 4 orang, Cianjur 5 orang, Kuningan 7 orang,
terbanyak di Bandung 25 orang. Tahun 2010 pembinaan
lanjut yang tercatat 58 eks klien (32,2%), meliputi enam
wilayah, Indramayu 15 orang, Cirebon 12 orang , Cianjur 9
orang , Depok 5 orang dan Bandung 8 orang.
2. Hasil pembinaan lanjut.
Keberhasilan pembinaan lanjut dapat dilihat dari kemampuan
eks klien untuk tidak menggunakan napza kembali (relaps) dan
melaksanakan fungsi sosialnya yaitu mampu memecahkan
masalah, memenuhi kebutuhan, melaksanakan peran secara
wajar dan normatif.
Hasil pembinaan lanjut Tahun 2008, ternyata tidak terlalu
menggembirakan. Eks klien yang bekerja hanya dicapai
oleh 20 orang (50%), selebihnya belum bekerja. Dilihat dari
kemampuan tidak menggunakan napza, ditunjukkan dengan
eks klien yang relaps yaitu hanya 3,5 %. Sementara hasil
pembinaan lanjut tahun 2010 pada 56 orang, menunjukkan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
331
eks klien yang sudah bekerja 19 orang (32,8 %), lainnya
masih menganggur, ada 4 orang (6,8%) kembali kesekolah.
Hal yang menggembirakan semua eks klien tersebut tidak
menggunakan napza lagi.
Keberhasilan panti dalam melakukan pembinaan lanjut juga
ditentukan oleh factor pendukung/penghambat.
Faktor pendukung ;
a. Panti memiliki tenaga pekerja sosial yang tangguh dan
berdedikasi walau jumlahnya terbatas. Mereka memiliki
jaringan dan hubungan intensif dengan eks klien diseluruh
lokasi.
b. Panti memiliki tenaga budys, pendamping, penyuluh dan
relawan yang siap membantu membri pelayanan.
Faktor penghambat
a. Kebijakan pembinaan lanjut belum ada kesepakatan antara
pelaksanaan dan acuan yang dipakai. Belum ada aturan baku
dan ketegasan sikap petugas dalam melaksanakan tugas
maupun pembinaan lanjut
b. Sebaran lokasi eks klien cukup luas, sementaa SDM, dana,
sarana dan kerja sama dengan instasi terkait masih terbatas.
c. Klien berusaha menghilangkan jejak karena stigma, kejaran
bandar, pengedar dan pemakai.
d. Beberapa kegiatan CC, FSG tak melibatkan keluarga karena
faktor akomodasi. Keluarga masih sulit/belum siap menerima
eks klien pasca rehabilitasi.
F. Gambaran Kasus
Beberapa kasus dibawah ini hanyalah sebagian dari sepuluh
kasus yang didalami. Hal ini dilakukan karena keterbatasan ruang,
oleh karena itu hanya ditampilkan yang dinilai cukup bervariasi.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
332
Kasus 1, RR.
RR, L, 28 th, dikenal dalam keluarga ia anak manis, tertib, rajin
dan tekun beribadah. Ayahnya pejabat salah satu Bank di Medan,
seorang pendeta yang disegani. Ia tumbuh sebagai remaja terdidik.
Lulus Sarjana, bekerja di Bank. Kariernya cemerlang. Keadaan
berubah total ketika ibundanya meninggal mendadak. Beberapa
hari ia mengurung diri. Tak ada yang berani dekat kecuali ayahnya
membawakan makanan sambil bertanya beberapa patah kata.
RR sangat terpukul, murung, marah, berontak, sampai depresi.
Berapa hari tak masuk kantor. Membuang suntuk, ia keluar kamar
mencari udara segar. Dalam sekejap RR didekati temannya sambil
bertanya suntuk ya?, sambil menawarkan obat penghilang
suntuk. nih coba penghilang suntuk. Dicobanya satu ampul, tidak
kerasa, dua ampul, ngak krasa sampai tiga ampul, terus berlanjut
sampai lima ampul. Sejak saat itu ia ketagihan, sekali menggunakan
perlu biaya Rp 500.000,- Celakanya, efek mengkonsumsi napza
terus meningkat. Setiap hari ia harus mengeluarkan uang sebesar
Rp 3.500.000,- sampai tabungan terkuras habis. Kebutuhan semakin
mendesak, kemudian, ia menilep uang nasabah sebesar Rp 20 juta.
Dan sempat berperkara, namun keluarganya buru-buru menutup
kasusnya. Hal itu, ia ulang kembali sampai akhirnya ia dipecat.
Saat menganggur kebutuhan akan naza tetap ada, maka ia mulai
mencuri uang orang tuanya, menjual barang-barang orang tuanya
sampai habis. Ayahnya tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan perilaku
RR menggunakan napza semakin meningkat. Untuk memenuhi
kebutuhannya akan napza, kemudian ia mulai mencuri, nyambret,
nodong, bahkan sempat merampok, sampai akhirnya tertangkap
dan dihukum satu setengah tahun. Orang tuanya merasa tidak
tega, melalui berbagai cara untuk meringankan hukumannya
dan berhasil hanya dihukum selama 7 bulan. Setelah keluar dari
penjara ia belum jera, kemudian melakukan tindak kriminal lagi,
sampai ditangkap dan kembali masuk penjara (LP di kaki gunung
Sibolangit). Hal itu ia lakukan berulang kali, sampai akhirnya
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
333
RR mengikuti RBM, dimana ia mendapat perawatan dan terapi,
selama beberapa bulan namun tidak berhasil. Kemudian beralih
kepelayanan medis dan psikhiater, juga tidak berhasil, dan RR
tetap menggunakan shabu. Selama empat tahun ia Keluar masuk
perawatan, sampai akhirnya mengalami gangguan jiwa (paranoid).
Upaya Orang tuanya untuk kesembuhan RR terus dilakukan,
dengan membatasi penggunaan napza, namun berujung pada
pemberontakakn RR, berantem dengan orang tua, bahkan sampai
melempar dan menghancurkan benda-benda di sekitarnya.
Akhirnya keluarga mengirim RR ke PSPP Galih Pakuan Bogor, dan
saat dikirim ke panti, ia memberontak, sambil mengancam lihat
nanti, tiga bulan lagi saya pakai narkoba. Kenyataannya sejak RR
masuk PSPP keadaan berubah sama sekali. Pelayanan pekerjaan
sosial dengan metode Teraphy Community (TC) mampu merubah
perilaku RR. Dimana Ia menemukan suasana kekeluargaan,
terdapat saling menghargai meski ia ditempa dan diuji dengan
berbagai perlakuan. Ia mulai aktif bergabung dengan lingkungan
panti, menjalankan semua tahap pelayanan mulai dari tahap
younger member, middle, Peer sampai Older, kemudian group terapi
dan family support group dijalankan klien dengan lancar. Tuturnya
hanya dipanti ini saya menemukan diri kembali, kekeluargaan ini yang
tidak saya temukan ditempat lain.
Proses pemulihan selama di panti sempat membuat dirinya
sakau, sampai badannya menggigil panas dingin. Namun, dengan
adanya pendekatan kekeluargaan di PSPP membuat RN mampu
menghadapinya, dan dapat melanjutkan proses pemulihan
kembali. Mendengar kemajuan RR, Orang tuanya cukup senang,
dan beberapa kali datang mengikuti Family sassion juga drop girl.
Setahun RR mendapat pelayanan dipanti, sampai ia selesai
menjalankan pelayanan, kemudian ia memilih untuk tinggal di
desa berdekatan dengan lingkungan panti. Saya tak akan kuat
melawan lingkungan narkoba dan saya memilih tenang hidup didesa yang
jauh dari keramaian. Imbuh RR.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
334
Buruknya lingkungan asal, kuatnya penetrasi pengedar
menjadi pendorong untuk tidak kembali kerumah orang tuanya.
RR memutuskan tinggal di desa, hidup berumah tangga dengan
gadis desa dan saat ini sedang hamil 5 bulan. Saat ini, mereka
tinggal di rumah bambu tua dipinggir sawah dimana dikelilingi
sanak saudara istrinya. Saat ini ia memiliki usaha ternak ikan,
yang dinilai cukup behasil karena telah membantu memenuhi
kebutuhan hidup bersama istrinya. Disamping itu ia mulai
berbaur dalam kegiatan kemasyarakatan. Perubahan yang dialami
cukup signifikan, dimana awalnya ia suka paranoid, terhadap
lingkungan sekitarnya, seperti benda didepannya disangka polisi,
selalu marah-marah, berontak, mengamuk bila tidak menemukan
napza. Tidak pernah menegur orang, sering bengong, tidur dan
malas-malasan. Sekarang ia dapat hidup wajar, ramah, terbuka,
banyak bercerita tentang berbagai pengalaman. Hubungan
harmonis dan saling tolong dengan keluarga, lingkungan, pekerja
sosial dan alumni (sebagai peer educator). Hubungannya dengan
sesama alumni cukup erat, saling membantu jika ada alumni yang
relaps, saling mendukung, menguatkan satu sama lain agar tidak
relaps dan dapat menjalankan kehidupan dengan normal.
Kasus, 2 AA
AA, L, 28 tahun, lulus sarjana muda, tinggal di Bogor.
Santun dan rendah hati, sedikit bicaranya dan lembut suaranya.
Gambaran semakin kuat ketika memaparkan hubungan
mesranya dengan bundanya. AA sangat disayang dan dimanja,
permintaannya selalu dikabulkan. Keadaan ini dimanfaatkan oleh
orang-orang disekitarnya. Bersama kelompok teman-temannya
ia mulai mencoba napza, dan lama kelamaan menjadi pengguna
berat berbagai jenis napza. Untuk memenuhi kebutuhan akan
napza, ia mulai mencuri uang orang tuanya, menjual perabotan
namun hal itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya,
selanjutnya ia mulai menerima tawaran sebagai kurir, akhirnya
menjadi pengedar bahkan bandar narkoba. Semua jenis napza
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
335
pernah dicobanya, bahkan berganti-ganti jarum suntik pernah
dilakukannya, dimana risiko terjangkit HIV mengintai. Kondisi AA
semakin kacau, keluarga mulai kewalahan dengan perilakunya,
berbagai jenis pelayanan telah diupayakan namun tidak ada yang
berhasil mengurangi kecanduannya terhadap narkoba. Akhirnya
ia dirujuk ke PSPP Galih Pakuan. Ia mampu menjalankan terapi
yang diberikan PSPP, dengan baik dan disiplin tinggi, sampai
akhirnya ia dapat berperan sebagai budy, Saat ini ia diperbantukan
di PSPP, untuk menolong klien lainnya dan hampir tiap hari ia
bekerja tanpa kenal waktu dan lelah agar dapat menyelamatkan
nyawa klien lainnya. Pengabdiannya yang tulus dan berbekal
pengalaman sebagai memakai, wawasan yang luas tentang napza
membuat ia dipercaya sebagai pear educator, untuk memberikan
penyuluhan diberbagai komunitas, termasuk melakukan kegiatan
bersama lembaga terkait (kepolisian, rumah sakit, lembaga
sosial). Setelah keluar dair panti ia menikah dan tinggal bersama
mertuanya. Untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari ia hanya
mengandalkan dari penghasilan dan kebaikan salah seorang
pekerja sosial. Ia mengakui, bahwa nilai-nilai hidup yang positif
diperoleh dari panti. Jangan sia-siakan waktu dengan kegiatan konyol
yang merugikan diri, tetapi diisi dengan kerja dan nilai-nilai positif .,
demikian AA ungkapkan. Ia berharap peran dan pengorbanan
AA terhadap panti dengan berbekal pengalamannya, dapat
ditingkatkan statusnya menjadi tenaga honorer panti. Kondisi
ini penting dilakukan untuk menjaga kondisinya tetap stabil,
dan sebagai imbalan terhadap tenaganya sebagai peer edukator,
dengan memenuhi kebutuhan hidup maupun untuk kondisi
kesehatan dirinya.
Kasus, 3, EA.
Lelaki 33 tahun,lulus SMP. Masuk PSPP tahun 2008.
Petualangan dengan ganja dan miras dilakukan saat nongkrong
rame-rame. membeli ganja dan miras dengan cara patungan di
warung dekatnya. Berawal dari coba-coba dan ikut-ikutan, sampai
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
336
akhirnya sering mabuk. Frekwensi pemakaiannya, dari seminggu
1x, menjadi 2 x, 3x bahkan setiap saat ada kesempatan untuk
berkumpul. Sejak itu hidupnya tidak teratur. EA yang dulunya santun
dan pendiam berubah menjadi sering uring-uringan, berperilaku
tidak tentu arah, dan mabuk mabukan. Keadaan berubah ketika
diketahui oleh pamannya (alumni panti). Setelah berembuk dengan
keluarga, kemudian EA diantar ke panti, dan menjalani pelayanan
selama setahun, mengikuti berbagai pelatihan dan keterampilan
motor serta las listrik. Saat di dalam panti, ia merasakan lelah luar
biasa, berpetualangan dengan napza, namun kini ia tobat dan
sudah meninggalkan penggunaan napza.
Selesai menjalani pelayanan dalam panti, kemudian ia
dikirim ke shelter work shop selama 3 bulan untuk memantapkan
keterampilannya. Saat Praktek belajar kerja, di salah satu bengkel
motor, kemampuannya kerja dinilai cukup baik akhirnya ia dapat
diterima sebagai karyawan di bengkel tsb. Setelah bekerja selama
2 tahun dan uang terkumpul, kemudian ia memutuskan untuk
membeli alat-alat melengkapi toolkit yang dimiliki. Sejak itu ia mulai
membuka usaha sendiri sebagai montir panggilan, dan berangan-
angan ingin membuka bengkel. Keinginannya direspon Ayahnya
kemudian dibuat bengkel darurat, di lahan yang khusus dibeli
oleh orang tuanya. Sekarang sudah memiliki rumah permanen
seluas 100 m lengkap dengan bengkel dan parkir seluas 100 m.
Sejalan dengan pesatnya usaha servis motor, kemudian
berkembang dengan menjual spare part. Saat ini memiliki asisten
2 orang (masih kerabat), dibantu 1 tenaga lainnya. Bahkan
tempatnya telah menjadi tempat magang siswa PSPP sebanyak
3 orang. Penghasilan bersih pada hari biasa Rp300.000,-sehari.
Bila ramai mencapai Rp 500,000. Mereka bekerja keras dan hanya
berhenti ketika pulang kampung /lebaran. Pekerja sosial sering
kali hadir dan komunikasi dengan dirinya seiring dengan hadirnya
siswa magang. Hasil usahanya digunakan untuk membangun
bengkel, sampai kondisi usahanya permanen
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
337
Faktor yang mendukung keberhasilan EA, yaitu lingkungan
tenang dan aman dari narkoba, keluarga menerima EA kembali
dengan senang dan penuh semangat, keterampilan yang diperoleh
mampu menjadi modal kerja Faktor penghambat: keberthasilan
hidup dan usahanya sering menjadi kecemburuan masyarakat
sekitarnya. Pelajaran yang paling berharga dia peroleh adalah
pendidikan hidup, disiplin, santun, mandiri, jujur, kerja keras,
bertanggung jawab dan rajin ibadah, yang ia gunakan dalam
bekerja dan hidup bersama masyarakat
Kasus, 4, N.
Lelaki, 19 tahun, lulus SMP tinggal di Cirebon. Keluar dari
panti tahun 2011. Rumahnya sederhana berada dilingkungan
perkampungan. Mengenal cimeng, bermula dari penasaran
dan coba-coba, gara-gara diledek teman-temannya kalau tidak
menggunakan benda haram itu bukan laki-laki, bukan pemberani,
sampai akhirnya beberapa kali Ia ditemukan teller oleh keluarganya.
Saat menyendiri, hati kecilnya merasakan hidupnya kacau, dan
beerkeinginan untuk hidup normal. Diakui oleh dirinya bahwa
ia anak jalanan, sering buat gara-gara, mengganggu orang yang
lewat, menantang, berantem, berpetualangan dengan berganti-
ganti perempuan, sering mengamuk, membuat keributan menjadi
perilakunya sehari-hari. Semua ini mencontoh dari ayahnya yang
juga seorang pecandu Main, madat, madon, maling dan mabuk (mo-
limo). Ingatannya masih menempel dikepalanya, dimana saat
NN kecil sering kali mendapat kekerasan bahkan sempat hendak
dicekik, oleh ayahnya saat ngamuk. Dan akan berhenti ketika
ibunya mulai berteriak-teriak.
Petualangan NN dengan napza berhenti ketika dilaporkan ke
pamong desa dan petugas panti. NN termotifasi untuk mengikuti
pelayanan dalam panti dari sesama teman nyimeng. Kemudian
beramai-ramai masuk menjadi penghuni PSPP. Berbagai pelatihan
dan keterampilan ia ikuti selama setahun, termasuk teman-teman
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
338
gengnya mengikuti kegiatan keterampilan dengan pilihan pada
keterampilan montir motor dan las listrik. Usai kegiatan dipanti
ia masuk Shelter Workshop selama 3 bulan. Mereka berencana
kembali sekolah, sambil membuka bengkel bersama teman-
temannya pada hari sabtu minggu. Setelah mengikutipelayanan
di panti, NN mulai sadar, mampu menghargai waktu, dan
mengisinya dengan kegiatan bermanfaat. Ia mulai mengerti nilai-
nilai positif tentang hidup, disiplin, kerja keras, jujur dll. Hubungan
dengan pengurus panti berlangsung melalui telepon, termasuk
komunikasi intensif dengan alumni lewat SMS, dimana mereka
terus memberi semangat.
Menurut dirinya, bahwa anak-anak seperti NN masih labil,
perlu pendampingan dan pembinaan lanjut secara intensif agar
dapat mempertahankan kepulihannya, sehingga dirinya bisa
dijadikan pear educator, di sekolah-sekolah maupun dilingkungan.
Kasus 5. S.
Klien Re-entry. L, 22 tahun, lulus SMK, anak ke 1 dari 2
bersaudara, bekerja sebagai buruh bengkel dan tinggal di tempat
bekerja (bengkel). Sejak SMP, orang tuanya sering bertengkar
dihadapan anak sampai akhirnya bercerai. Penyakit ibu semakin
parah bahkan sampai terganggu jiwanya. Kemudian S diasuh
oleh bibi (adik ibu) sementara ayah menikah kembali, memiliki
anak yang saat ini tinggal bersama S. Saat S kelas 2 SMA, S mulai
mengenal cimeng dan miras, terutama saat berkumpul dengan
teman-temannya yang dilakukan setiap hari minggu, Kebiasaan
tersebut menurutnya bisa mengurangi kebingungan dan
kegelisahan yang dihadapi. Saat lulus SMA, S mulai menyadari
akan kelanjutan sekolah dan bingung apa yang akan dilakukan,
kemudian S mengetahui dari temannya (alumni panti) bahwa
panti bisa merubah kebiasaan dirinya sekaligus memberikan
pelatihan keterampilan. Hal tersebut memberi motivasi dirinya
untuk mengikuti program pelayanan di PSPP untuk memperbaiki
diri sekaligus mandapat keterampilan. Tahun 2009, S bersama
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
339
temannya mendaftar diri ke PSPP, dan mengikuti program pelayanan
mulai dari bimbingan fisik, mental, sosial dan keterampilan
otomotif. Praktek Kegiatan Belajar (PKB) dilakukan di Bengkel
Yamaha, milik salah satu eks residen selama 2 bulan, Setelah
selesai dari PSPP, S mengikuti workshop bidang motor. Setelah
selesai S mendapatkan panggilan untuk bekerja di bengkel tempat
S magang. Menurut pegawai bengkel bahwa performance S saat
magang dan caranya bekerja, cukup bagus dan dapat diandalkan
sebagai pegawai (bagian mekanik) motor. Kesibukannya bekerja
membuat dirinya jarang bergaul nongkrong kembali dengan
teman-teman di lingkungan rumahnya. Pergaulannya sebatas
dengan teman sesama pegawai bengkel. Penghasilan sebesar Rp.
800.000,- digunakan untuk makan pagi dan malam serta sebagian
dikirim untuk keluarganya. Perubahan perilaku yang paling banyak
dialami adalah S mulai menghargai orang lain, lebih peduli, dan
percaya diri, tidak cuek, tidak egois, memperhatikan keluarga dan
tidak bergaul dengan teman-teman yang lalu. Jika menghadapi
masalah, maka ia akan mencari solusinya dan tidak melamun
namun dibawa ke pikiran positif. Keberhasilan menghadapi
masalah harus dikembalikaan kepada kemampuan dirinya sendiri
dan keluarga, kalau tidak ada yang membantu maka S akan
mencari teman yang tepat. Dalam hal ini peran peer edukator
dan pembimbing atau pekerja sosial. Selama ini pendampingan
Pekerja sosial hanya dilakukan di dalam panti, seharusnya juga
dilakukan pendampingan secara intensif setelah anak keluar dari
panti. Sementara pendampingan di luar panti, hanya dilakukan
1 minggu atau sebulan sekali, dengan mengontrol atau melihat
caranya bekerja tanpa bertanya tentang kondisi S selama bekerja,
Saran untuk pengembangan pelayanan: kegiatan pada malam
hari lebih diperhatikan atau ditingkatkan, kegiatan sharing atau
curhat secara individu lebih sering dilakukan, karena selama ini
hanya dilakukan secara kelompok, karena tidak semua anak bisa
bercerita (curhat) dalam kelompok
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
340
Kasus 6,
Klien re-entry, Q, Lelaki, 24 tahun, lulus Paket C, anak ke 1 dari 3
bersaudara, buruh jasa furniture (finishing). Saat ini S tinggal dengan
ayah dan ibu tiri serta ke 2 adik tiri adakalanya S tinggal bersama
ibu kandung, berhubung sedang bekerja dengan ayahnya maka
saat ini tinggal di rumah ayahnya. Kondisi rumahnya setengah
tembok, milik sendiri, berlantai ubin meski bagian belakang
rumahnya masih berdinding bilik, dengan penerangan listrik. Sejak
kelas 2 SMA, S, berada di jalan (jarang pulang ke rumah),sampai
4 tahun lamanya. Kehidupan S selama dijalan, kalo malam jadi
siang biasanya kegiatan pada malam hari kumpul-kumpul dengan
komunitas motor sambil minum-minuman keras, atau melakukan
balapan motor (track) yang dilakukan di jalan Pemda, mencuci
mobil dengan steam, menjadi tukang pungli pada supir truck yang
lewat malam hari. Namun kegiatan komunitas motornya namun S
tidak pernah mencoba menggunakan obat-obatan atau melakukan
tindak kekerasan sebagaimana dilakukan geng motor. Kebiasaan
hidup dijalanan diawali sejak ayah dan ibunya bercerai, Selama
hidup dijalanan, keluarganya (ayah.ibu maupun nenek) tidak pernah
mencarinya, karena pasti S akan pulang kerumah, meski hanya
sebentar. Sementara ini S tinggal di rumah sahabatnya yang menjadi
anggota komunitas motor. Setelah 4 tahun menjalani kehidupan
seperti demikian, seiring dengan meningkatnya usia, S mulai
timbul rasa jenuh, tidak mau gitu terus, kemudian atas informasi
dari teman (alumni) PSPP, Ia mengikuti pelayanan di PSPP (tahun
2008), mendaftar sendiri ke panti untuk memperoleh pelayanan,
serta menjalankan prosedur pendaftaran. Saat itu ayahnya tidak
setuju S masuk panti, karena ketidak tahuannya, namun akhirnya
dapat menerima Selama di PSPP, S mengikuti pelayanan mulai dari
fisik, mental sosial dan keterampilan. Kegiatan yang paling disukai
adalah kegiatan morning meeting serta bimbingan sosial lainnya,
karena hatinya menjadi tenang. Sementara keterampilan yang
diikuti adalah otomotif (bengkel motor).
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
341
Setelah keluar dari panti, terjadi perubahan perilaku dimana
S menjadi mandiri, mampu membantu (ekonomi) orang tua,
mendapatkan ilmu bersosialisasi sehingga bisa gaul, dapat
mempertahankan relasi dengan lawan jenis cukup lama,
memperoleh cara-cara mengatasi masalah, mudah memaafkan
atas kesalahan orang lain dan berani meminta maaf terlebih
dahulu, mampu berkomunikasi dengan Ayah dan Ibu, termasuk
mendapatkan nilai-nilai kehidupan yang harus ditingkatkan dan
meminimalis nilai-nilai kehidupan yang diperoleh di jalan. S
sempat mengikuti workshop untuk lebih mendalami keterampilan,
Setelah selesai workshop, S dibekali dengan tool kit bengkel motor,
serta stimulan sebesar 5 juta rupiah untuk membuka usaha
bengkel motor, termasuk biaya untuk kontrak tempat sebesar 1.5
juta rupiah ke kerabatnya, S sempat membuka bengkel di tempat
kontrakan, dan bengkelnya cukup laku, dengan tarif tergantung
pada kemampuan konsumen.
Saat membuka usaha bengkel masih saja ada yang mengecilkan
kemampuannya, berkomentar tentang dirinya, sebagai bekas anak
badung (nakal) atau orang yang suka sindir-sindir tentang dirinya,
namun hal tersebut tidak ditanggapi S. Bahkan ada diantaranya
konsumen yang lebih menyalahkan dirinya, bukan pada kondisi
barangnya. Sebutan bekas orang badung, membuat dirinya
menyesal akan perilakunya akan tetapi ia mampu menghadapinya
dengan tenang: sebagaimana diungkapkan S biar saja orang mau
bilang apa!, Cuek kalau dipikirkan terus tidak ada gunanya jadi
diterima saja, Kalau menghadapi masalah S selalu tahan dan
dibawa tidur, tidak diselesaikan dengan minum-minum lagi.
Usaha bengkel hanya bertahan selama setahun, karena
lokasinya di lembur (desa) serba hese (susah), rek neken bisi teu
kabayar (kalau dipaksa bayar nanti justru tidak bayar), imbuhnya.
Dan penghasilannya tidak mennetu sehingga tidak mampu
membayar uang kontrakan. Meski usaha bengkel telah berhenti
tetapi masih banyak yang memotivasi dirinya untuk membuka
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
342
bengkel kembali bahkan masih ada konsumen yang meminta jasa
dirinya. Saat memulai usaha membuka bengkel, petugas atau
Pekerja sosial panti tidak memonitor lagi kondisi S, mereka hanya
lewat ke bengkelnya padahal S menginginkan ada perbincangan
dengan petugas, terkait masalah usaha bengkelnya.
Kemudian S mulai menganggur dan jarang bergaul serta keluar
rumah, Sempat melamar kerja di bengkel sampai 3 kali namun
selalu ditolak karena tidak ada lowongan, ada kesan bahwa
penolakan tersebut dari latar belakang badung, seperti tidak ada
gunanya, tapi terimalah memang kaya begini !
Ia pernah bekerja sebagai buruh bangunan dan sekarang
sedang bekerja membantu ayahnya dalam finishing furnitur,
dengan upah Rp. 45.000,- perhari.
Saran: pada panti :
1. adanya pemantauan secara intensif, terutama untuk curhat
ke Pekerja sosial, supaya bisa mempertahankan kemampuan
dan keterampilan yang sudah diperoleh; memberikan
pendampingan saat hendak membuka usaha maupun bekerja.
2. Meningkatkan kemamampuan/keterampilan agar mampu
berani bersaing dengan usaha lain yang sejenis.
3. Membentuk Bentuk usaha dengan cara dikelompokkan
(Kube), agar usahanya dapat menghasilkan optimal.ulihan
masih perlu perjuangan keras. Setelah tujuh bulan di panti, ia
mengalami sakau, badannya seperti ditimpa beton sekarung,
gigi mengerenyit, badan
G. Penutup
1. Kesimpulan
a. Proses pelayanan rehabilitasi PSPP Galih Pakuan masih
menemui banyak kendala. Panduan yang ada tidak
selalu menjadi pedoman/acuhan dalam melaksanakan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
343
kegiatan. Belum semua kegiatan teranggarkan, beberapa
kegiatan disederhanakan/ditiadakan. Peralatan praktek
kurang memadai dan sudah usang. Tenaga pekerja sosial
masih kurang, Penempatan SDM tidak sesuai tusi, jenuh,
pelayanan kurang maksimal.
b. Sebagian klien Tidak mendapat keterampilan. Pelatihan
pelayanan adiksi bagi pekerja sosial terbatas. Sumber
permasalahan klien napza bersifat sosial psikologis. Perlu
tenaga akhli (counsellor adiksi, Psikolog, Psychiater, Pekerja
sosial profesional). Demikian juga fasilitas pada shelter
work shop masih terbatas.
c. Belum ada standar evaluasi kemajuan klien sampai
pengakhiran pelayanan (Pre-terminasi). Klien re-entry
hanya berdasarkan time limit 1 tahun, sementara perubahan
perilaku perlu kuntinum. Metode TC, sangat bermanfaat
bagi perubahan perilaku (eks) klien. Selain dipengaruhi
oleh kesadaran diri, orang tua dan lingkungan serta peran
Pendamping.
d. Proses pembinaan lanjut pada klien Primery dan re-entry,
belum mempersiapkan setting plan pasca rehabilitasi.
Pemberian stimulan bagi eks klien belum mendapatkan
pendampingan lanjutan. Persiapan lingkungan dan
keluarga bagi klien pasca rehabilitasi, masih terbatas,
keluarga belum siap menerima.
e. Pelaksanaan pembinaan lanjut (after care) pada klien primary
tidak dapat dibatasi waktu: perubahan perilaku klien
primary bersifat individual, perlu dampingan berkelanjutan
2. Rekomendasi
a. Perlu kesepakatan, konsistensi dan sosialisasi
berkelanjutan tentang berbagai pedoman sebagai acuan
baku dalam pelayanan dan pembinaan lanjut.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
344
b. Pendanaan yang memadai agar secara bertahap
melakukan pembenahan sarana/prasarana dengan aman
& memadai. Agar semua kegiatan dapat diselenggarkan
dengan maksimal.
c. Secara bertahap, melakukan penambahan pegawai, rotasi,
penempatan sesuai tusi, peningkatan kwalitas pelatihan
bagi Pekerja sosial. Memaksimalkan peran pegawai
dengan menetapkan tatip, reward punishman (sosialisasi
berkesinambungan).
d. Perlu menambah Shelter Workshop sesuai keterampilan &
jumlah klien, terutama dilokasi yang banyak penyalahguna
napza. Perlu pendampingan pada tahap pembinaan lanjut
e. Meningkatkan sistem pencatatan, pendokumentasian
dan pelaporan kegiatan-kegiatan rehabilitasi sosial dan
pembinaan lanjut.
f. Membuat petunjuk teknis atau modul khususnya untuk
bimbingan pembinaan lanjut.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
345
Bagian 12
IMPLIKASI KEBIJAKAN
Nurdin Widodo
Alit Kurniasari
Keberhasilan pelayanan dalam panti dapat diketahui dari
keberfungsian sosial eks klien dalam kehidupan masyarakat. Pembinaan
lanjut sebagai bagian integral dari proses pelayanan rehabilitasi
dalam panti, perlu mendapat perhatian yang sama dengan aspek
pelayanan lainnya. Peran pembinaan lanjut menjadi penting, karena
mengantarkan eks klien memasuki kehidupan di masyarakat. Temuan
penelitian dari berbagai panti sosial (UPT Kemsos) seperti di PSAA,
PSBR, PSMP, PSKW, PSBK, PSBD, PSBN, PSBRW, PSBL, PSPP khususnya
pada pembinaan lanjut (after care services) memberi gambaran tentang
proses pelayanan yang diperoleh eks klien selama dalam panti sosial,
termasuk gambaran kondisi masing-masing kelembagaan. Idealnya,
Panti-panti sosial dibawah pembinaan Kementerian Sosial tersebut,
menjadi lembaga percontohan bagi panti sosial milik masyarakat.
Dengan catatan bahwa pelayanan dalam panti menjadi altenatif
terakhir setelah keluarga dan masyarakat tidak mampu memberikan
pelayanan bagi penyandang masalah tersebut.
Sebagaimana terjadi perubahan pelayanan dengan paradigma
baru dari pendekatan pelayanan berbasis institusi (institusional base) ke
pelayanan berbasis keluarga (family base) dan masyarakat (Community
base), menjadi landasan dalam sistem pelayanan kesejahteraan sosial.
Dalam hal ini keluarga dan masyarakat semakin dituntut untuk berperan
dan terlibat aktif dalam mengatasi permasalahan kesejahteraan sosial di
masyarakat, tanpa menurunkan peran pemerintah daerah maupun pusat.
Berdasarkan temuan dan rekomendasi yang diperoleh dari
penelitian di berbagai panti sosial dimaksud, maka penting dibuat
suatu rujukan yang berimplikasi pada kebijakan agar pelayanan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
346
sosial dalam panti menjadi optimal dan mampu menjawab berbagai
permasalahan yang ditemukan.
A. Rehabilitasi Sosial Melalui Sistem Panti
Undang-undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial Pasal 1 (ayat 2) mengamatkan bahwa:
penyelenggarakaan kesejahteraan sosial adalah upaya yang terarah,
terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah
daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial, guna memenuhi
kebutuhan dasar bagi setiap warga negara yang meliputi rehabilitasi
sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.
Terdapat berbagai pendekatan pelayanan dan rehabilitasi
sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)
diantaranya berbasis keluarga (family base), masyarakat (community
base) dan institusi (institusional base). Pendekatan institusi
dilakukan melalui sistem panti (institutional based) yang saat ini
jumlah dan jenisnya tumbuh dan berkembang di Indonesia,
baik yang dikelola oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.
Dalam implementasinya memiliki permasalahan cukup kompleks,
dimana beban anggaran yang harus dikeluarkan tidak sebanding
dengan hasil yang diperoleh, termasuk tidak menurunkan jumlah
PMKS.
Rehabilitasi memiliki tujuan sebagaimana amanat dalam UU
11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial;
memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang
mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya
secara wajar yang dilaksanakan secara persuasif, motivatif, baik dalam
keluarga, masyarakat maupun panti sosial.
The National Council On Rehabilitation (1942), merumuskan:
rehabilitasi sosial adalah perbaikan atau pemulihan menuju
penyempurnaan ketidakberfungsian fisik, mental, sosial dan ekonomi
sesuai kapasitas potensi mereka.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
347
Sedangkan menurut LE.Hinsie & Canbell (dalam Zaenudin,
1994) rehabilitasi adalah:
segala tindakan fisik, penyesuaian psikologis dan penyesuaian diri
secara maksimal untuk mempersiapkan klien secara fisik, mental, sosial
dan vokasional bagi kehidupan sesuai dengan kemampuan. Dimana
pada prosesnya diarahkan untuk: (1) Mencapai perbaikan penyesuaian
klien sebesar-besarnya, (2) Kesempatan vokasional sehingga dapat
bekerja dengan kapasitas maksimal, (3) Penyesuaian diri dalam
lingkungan perorangan dan sosial secara memuaskan sehingga dapat
berfungsi sebagai anggota masyarakat.
Dalam kode etik rehabilitasi sosial (menurut Sri Widati : 2012)
telah ditetapkan bahwa kewajiban tenaga rehabilitasi meliputi;
(1) Individu dan keluarga yang direhabilitasi, (b) Masyarakat atau
pihak yang berkepentingan dalam proses rehabilitasi, (c) Teman sejawat
antar profesi, (d) Tanggung jawab profesional dan (e) Keterbukaan
pribadi.
Menurut Harry Hikmat (dalam Analisis Kebijakan
Pengembangan Panti Sosial), tugas dan tanggungjawab panti
sosial mencakup empat kategori.
1. Panti bertugas untuk mencegah timbulnya permasalahan
sosial penyandang masalah dengan melakukan deteksi dan
pencegahan sedini mungkin
2. Panti bertugas melakukan rehabilitasi sosial untuk
memulihkan rasa percaya diri, dan tanggungjawab terhadap
diri dan keluarganya; dan meningkatkan kemampuan kerja
fisik dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mendukung
kemandiriannya di masyarakat.
3. Panti bertugas untuk mengembalikan PMKS ke masyarakat
melalui penyiapan sosial; penyiapan masyarakat agar
mengerti dan mau menerima kehadiran kembali mereka; dan
membantu penyaluran mereka ke pelbagai sektor kerja dan
usaha produktif.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
348
4. Panti bertugas melakukan pengembangan individu dan
keluarga, seperti mendorong peningkatan taraf kesejahteraan
pribadinya; meningkatkan rasa tanggungjawab sosial untuk
berpartisipasi aktif di tengah masyarakat; mendorong
partisipasi masyarakat untuk menciptakan iklim yang
mendukung pemulihan; dan memfasilitas dukungan psiko-
sosial dari keluarganya.
Rehabilitasi sosial melalui panti sosial telah dilakukan melalui
beberapa tahapan yaitu (1) pendekatan awal, (2) asesmen, (3)
perencanaan program pelayanan, (4) pelaksanaan pelayanan dan
rehabilitasi sosial, serta (5) pasca pelayanan dan rehabilitasi sosial.
Disamping itu Kementerian Sosial telah menyusun standarisasi
pelayanan panti sosial melalui Keputusan Menteri Sosial No.
50/HUK/2004 tentang Standardisasi Panti Sosial, sebagai acuan
dalam penyelenggaraan rehabilitasi sosial, namun belum dihayati
dan difasilitasi secara memadai
Profesionalisasi pelayanan dan rehabilitasi sosial melalui
sistem panti dapat memulihkan dan meningkatkan kemampuan
seseorang yang mengalami disfungsi sosial. Rehabilitasi sosial
melalui sistem panti sosial ini memiliki kelebihan terutama
terkait dengan kelengkapan sarana dan prasarana, SDM,
dukungan anggaran dan program pelayanan lebih fokus, serta
profesionalisasi penanganan. Meski dibalik itu terdapat beberapa
kendala yang dihadapi sehingga pelayanan menjadi kurang
optimal. Sebagaimana hasil temuan penelitan menunjukkan
bahwa keluarga menjadi tempat asal klien sama sekali tidak
mendapat intervensi, sehingga hasilnya menjadi kurang
berimbang. Termasuk, tidak adanya keterlibatan institusi sosial
yang memberi rekomendasi klien untuk memperoleh pelayanan
dalam panti. Dengan demikian pelayanan dalam panti hanya
berfokus pada klien, bukan pada sistem klien. Akibatnya keluarga
dan masyarakat lingkungan eks klien belum mampu mendukung
perubahan yang terjadi pada eks klien pasca rehabilitasi sosial.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
349
Panti belum melaksanakan intervensi terhadap keluarga dan
masyarakat dari setiap langkah pelayanan, mulai dari pendekatan
awal, resosialisasi, dan pembinaan lanjut sesuai dengan prinsip-
prinsip-prinsip pekerjaan sosial. Sasarannya tidak hanya
penyandang masalah kesejahteraan sosial, tetapi juga keluarga,
masyarakat baik itu pemerintah daerah, dunia usaha, maupun
Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) dan Tenaga Kesejahteraan
Sosial (TKS) pemerhati masalah sosial.
B. Peran Keluarga Dan Masyarakat Dalam Rehabilitasi Sosial
Kondisi klien pasca pelayanan dan rehabilitasi sebagai output
dan sumber timbulnya permasalahan berasal dari klien dan sistem
yang mempengaruhinya, yaitu keluarga serta lingkungan sosialnya.
Dalam sistem klien, pelayanan dalam panti tidak hanya ditujukan
pada klien sebagai fokus pelayanan, melainkan keterlibatan
keluarga dan masyarakat sejak anak menerima pelayanan dalam
panti sama pentingnya dengan perlakuan pada klien.
Berdasarkan temuan hasil penelitian, diperoleh gambaran
bahwa keluarga dan masyarakat belum menjadi bagian pelayanan
dalam panti.
1. Kondisi klien pasca rehabilitasi sosial;
Ditemukan klien, pasca rehabilitasi sosial dalam panti tidak
kembali ke daerah asal, bahkan tidak kerumahnya melainkan
tinggal di tempat ibadah (Masjid), ada klien yang masih
menginginkan tinggal di panti sehingga menjadi beban panti.
Selain itu, masih ada klien tidak diterima oleh keluarga, tidak
betah berlama-lama di rumah, karena merasa menjadi beban
keluarga.
Kondisi tersebut menggambarkan keluarga tidak dipersiapkan
menerima klien pasca rehabilitasi sosial, karena selama ini
sistem layanan dalam panti hanya fokus pada klien, belum
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
350
menyentuh keluarga dan masyarakat sebagai bagian dari
sistem klien.
Padahal sebenarnya sumber timbulnya permasalahan berada
di dalam keluarga, sementara keluarga tidak dilakukan
intervensi, maka pelayanan klien selama dalam panti hasilnya
kurang optimal. Sepanjang keluarga klien tidak dilibatkan dalam
proses pelayanan dan rehabilitasi sosial, maka permasalahan
tersebut akan selalu muncul. Alasan tidak diikutsertakannya
keluarga dalam proses pelayanan dalam panti, karena dalam
pedoman panti tidak secara eksplisit mencantumkan peran
keluarga dalam proses pelayanan. Hal ini berimplikasi pada
perencanaan program layanan dan anggaran termasuk pada
penyediaan SDM yang profesional.
2. Kondisi masyarakat belum sepenuhnya menerima eks klien
kembali ke lingkungannya, seperti sulitnya mengakses pada
perolehan pekerjaan meski telah dibekali dengan keterampilan
dan toolkit sesuai jenis keterampilan. Kondisi ini menjadi
hambatan klien dalam keberfungsian sosialnya di tengah
keluarga dan masyarakat. Kurangnya dukungan masyarakat
berupa kesempatan pada klien untuk memanfaatkan
keterampilan yang diperoleh dari panti sosial, termasuk
minimnya pengakuan akan kemampuan yang mereka miliki,
melengkapi permasalahan yang dihadapi eks klien bahkan
menimbulkan penyandang masalah baru pasca rehabilitasi
sosial. Seperti pada kasus pengandang cacat, yang terpaksa
memanfaatkan kecacatannya untuk memenuhi kehidupannya
sehari-hari, bekerja sebagai pengamen.
Idealnya prose pelayanan klien dalam panti melibatkan peran
keluarga dan masyarakat. Panti melakukan review terhadap
perkembangan klien dan keluarga, sehingga informasi tentang
perkembangan klien dan hasil yang telah diperoleh eks klien
selama proses rehabilitasi pada panti sosial selalu diketahui
keluarga. Termasuk kegiatan sosialisasi, advokasi, koordinasi
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
351
dan aksesibilitas dari pihak panti sosial, terhadap sistem
sumber yang tersedia di lingkungan klien.
3. Peran pemerintah daerah sebagai instansi yang merujuk
klien memperoleh pelayanan dalam panti pada pendekatan
awal, menjadi salah satu penyebab eks klien tidak mendapat
pembinaan lanjutan dari instansi pengirim. Tidak adanya data
base PMKS, dan sistem jejaring dalam penanganan PMKS,
yang dapat berperan melakukan pembinaan lanjut bagi eks
klien, dan kurangnya keterlibatan Tenaga Kesejahteraan Sosial
(TKS) melengkapi kendala kurang optimalnya hasil capaian
klien pasca pelayanan dalam panti.
Peran keluarga dan masyarakat menjadi penting, mengingat
pemenuhan hak-hak dan akses kebutuhan seseorang
tidak bisa dipenuhi dan harus dilakukan oleh panti sosial.
Pemenuhan akan kasus sayang melalui pengasuhan orang
tua/keluarga tidak bisa digantikan dengan pengasuhan dari
orang tua asuh di dalam panti. Kenyataan hubungan diantara
keduanya bersifat formaliitas, ikatan emosional yang terjadi
sebatas hubungan klien dengan petugas, dan hubungan
tersebut putus sejalan dengan selesainya klien menerima
layanan. Belum lagi praktek nilai-nilai dan norma-norma
dalam keluarga dan masyarakat juga belum menjamin klien
memperolehnya dari panti sosial. Disamping itu masih adanya
keluarga yang lepas atau sengaja melepaskan diri dari tanggung
jawab sebagai orang tua, dengan menyerahkan klien ke panti
sosial, tanpa diikuti dengan komunikasi bahkan berakhir dengan
tidak menerima keberadaan klien sebagai bagian dari anggota
keluarga. Masalah tersebut nampak pada klien dari Panti Sosial
Bina Laras, dengan kasus psikotik, dan kasus penggunaan
napza, maupun klien panti soaial asuhan anak.
Dalam paradigma baru upaya penanganan klien tidak harus
dipenuhi oleh pemerintah dan negara melalui panti sosial
tetapi juga dilakukan oleh keluarga dan masyarakat. Dukungan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
352
keluarga sangat diperlukan atas keberhasilan rehabilitasi
anak/keluarganya. Seperti yang dikemukakan oleh Power,
Dell Orto, dan Gibbons (1988), bahwa keluarga dapat
menjadi sumber bantuan utama bagi rehabilitasi atau proses
penyesuaian seorang individu, atau juga dapat menjadi
batu sandungan yang signifikan menuju pencapaian tujuan
treatment. Keluarga dan orang terdekat lainnya mempengaruhi
cara individu merespon masalahnya, dan pada gilirannya,
keluarga dipengaruhi oleh masalah (seperti kecacatan)
yang terjadi pada seorang anggota keluarga. Keluarga yang
tidak dilibatkan dalam proses rehabilitasi akan lebih sulit
memberikan dukungan terhadap upaya rehabilitasi. Karena
itu, dalam merehabilitasi perlu mengikutsertakan orang tua/
keluarga agar lebih memahami masalah anaknya dan dapat
memberi perlakuan yang sebaiknya kepada anak agar tidak
selalu tergantung pada orang lain.
Dukungan masyarakat juga sangat diperlukan dalam proses
rehabilitasi sosial, hal ini sesuai dengan prinsip dasar
rehabilitasi sosial yang dikemukakan oleh Szymanski: 2005
dalam Sri Widati : 2012 antara lain:
(1) Masyarakat seyogyanya bertanggung jawab, melalui semua
lembaga publik dan swasta yang memungkinkan, untuk memberikan
layanan dan kesempatan kepada penyandang cacat. (2) Program
rehabilitasi harus dilaksanakan dengan keterpaduan antar disiplin
dan antar lembaga, (3) Rehabilitasi merupakan proses berkelanjutan
selama masih dibutuhkan. (4) Lembaga-lembaga swadaya masyarakat
merupakan mitra yang penting dalam upaya rehabilitasi.(5)
Penyandang cacat seyogyanya diajak untuk berperan sebagai ko-
perencana, co-evaluator, dan sebagai konsultan bagi penyandang cacat
lainnya, termasuk bagi professional
Sementara kondisi sosial ekonomi keluarga menjadi
latar belakang klien berpengaruh pada eksistensi klien.
Apabila keluarga tidak menjadi sasaran intervensi panti,
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
353
dapat dipastikan tujuan pelayanan dan rehabilitasi sosial
yang menyangkut keberfungsian sosial klien di tengah-
tengah keluarga dan masyarakat tidak akan tercapai. Peran
pemerintah daerah (Instansi sosial kabupaten/kota) juga
masih sebatas memberikan rekomendasi/surat pengantar
saat klien masuk panti dan belum terlibat sepenuhnya pada
saat pasca rehabilitasi sosial (kegiatan bimbingan lanjut).
Keluarga dan masyarakat juga perlu dibekali ilmu dan cara
melaksanakan rehabilitasi, terutama yang berkaitan dengan
kegiatan praktis keseharian klien di keluarganya. Ilmu dan cara
melaksanakan rehabilitasi dapat dilakukan oleh ahli rehabilitasi
dan pekerja sosial dalam hal:
a. Cara memberikan rehabilitasi di rumah sesuai dengan
permasalahan klien (seperti pada jenis kecacatan, kenakalan,
kelayakan pemenuhan kebutuhan hidup dll)
b. Cara mengatasi kesulitan yang timbul dalam pelaksanaan
rehabilitasi di rumah
c. Cara memecahkan masalah secara bersama, perlu diadakan
konsultasi dan dialog antara pekerja sosial dengan orang tua.
Dengan demikian kebijakan rehabilitasi sosial melalui panti
perlu dianalisis kembali dengan mengkomparasikan antara
konsep-konsep rehabilitasi sosial secara teoritik dengan pedoman
pelaksanaan rehabilitasi sosial, serta implementasi di lapangan.
Sebagai upaya melakukan pengembangan individu dan
keluarga. Panti Sosial bertugas dan bertanggung jawab mendorong
partisipasi masyarakat untuk menciptakan iklim yang mendukung
pemulihan; dan memfasilitas dukungan psiko-sosial dari
keluarganya. Rehabilitasi sosial melalui panti dapat memulihkan
dan meningkatkan kemampuan seseorang yang mengalami
disfungsi sosial. Pemulihan dan peningkatan kemampuan dapat
berkembang bilamana keluarga dan masyarakat dipersiapkan
sesuai prinsip-prinsip pekerjaan sosial. Keberfungsian keluarga
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
354
dan masyarakat merupakan konsekuensi logis dalam proses
rehabilitasi sosial agar tercipta pelayanan komprehensif dan
keberlanjutan.
Upaya mewujudkan hal ini Panti Sosial perlu dukungan
SDM dan dana secara proporsional, terutama untuk kegiatan
pendekatan awal, sosialisasi dan pembinaan lanjut.
C. Alternatif Model Rehabilitasi Sosial
Pelayanan dan Rehabilitasi sosial melalui sistem panti
merupakan alternatif terakhir apabila keluarga tidak dapat
menjalankankan fungsi dan perannya untuk memenuhi
kebutuhan anggota keluarganya. Panti-panti sosial telah berusaha
memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial sesuai dengan
kemampuan yang ada. Namun hasil yang telah dicapai dirasakan
masih belum optimal karena perkembangan jumlah dan sebaran
permasalahan sosial jauh lebih cepat bila dibanding dengan daya
jangkau, kapasitas dan kemampuan panti sosial. Bahkan ada panti
sosial yang terpaksa menerapkan daftar tunggu karena memiliki
daya tampung yang terbatas.
Berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh panti-panti sosial
menuntut peran keluarga dan berbagai kalangan yang ada
di masyarakat serta kemitraan dengan petugas panti untuk
melakukan pelayanan alternatif. Lingkup keluarga bisa orang tua
kandung atau kerabat, sedangkan lingkup masyarakat adalah tokoh
masyarakat, tokoh agama, adat, Karang Taruna maupun elemen
masyarakat lainnya. Beberapa alternatif model; rehabilitasi sosial
yang dapat dikembangkan oleh panti sosial antara lain:
1. Pelayanan dalam keluarga (home care services)
Petugas/pekerja sosial panti sosial mendatangi rumah PMKS
dan memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial sesuai
dengan permasalahan dan kebutuhannya. Orang tua atau
keluarganya juga bisa menjadi sasaran intervensi dan sekaligus
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
355
bertanggung jawab serta berperan aktif dalam proses
rehabilitasi sosial. Prinsip pelayanan ini adalah keluarga
berperan utama dalam proses pelayanan dan rehabilitasi
sosial terhadap PMKS. Alternatif model ini memerlukan
kesiapan SDM dan dana yang cukup. Uji coba model
alternative ini perlu dilakukan sebagai upaya memperoleh
tingkat efektivitas dan efisiensinya
2. Penjangkauan
Rehabilitasi sosial bertujuan untuk memulihkan kembali
rasa harga diri, percaya diri, kesadaran serta tanggung jawab
terhadap masa depan diri, keluarga maupun masyarakat atau
lingkungan sosialnya, dan memulihkan kembali kemauan dan
kemampuan agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara
wajar.
Panti-panti sosial memiliki keterbatasan dalam memberikan
rehabilitasi sosial bagi PMKS. Tersebarnya lokasi tempat
tinggal mereka, menuntut peningkatan peran panti sosial
melakukan penjangkauan (out treach). Berbagai keterbatasan
ini menuntut pengembangan model rehabilitasi sosial yang
selama ini lebih banyak dilakukan dalam panti dengan model
rehabilitasi sosial yang dilakukan di dalam keluarga dan
masyarakat sekitar Panti melalui kegiatan penjangkauan. Hal
ini memerlukan inovasi untuk mengubah sikap dan perilaku
masyarakat agar kesadaran kesetiakawanan sosial meningkat,
sesuai dengan permasalahan dan potensi daerah setempat,
sehingga tercapai peningkatan taraf kesejahteraan PMKS.
Rehabilitasi sosial merupakan hak dasar bagi PMKS, melalui
penjangkauan ini dapat memperluas jangkauan rehabilitasi
sosial yang ada di masyarakat sekaligus mengoptimalkan fungsi
panti sosial untuk memberikan rehabilitasi sosial kepada PMKS
di masyarakat. Dalam kegiatan ini klien tidak harus meninggalkan
keluarganya, sehingga diharapkan terjadi peningkatan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
356
keberfungsian sosial PMKS, keluarga dan masyarakat.
Sasaran penjangkauan adalah PMKS yang jauh dan sulit
terjangkau oleh panti sosial, atau mereka yang berada di dalam
masyarakat namun tidak menghendaki atau bersedia mengikuti
rehabilitasi sosial dalam panti. (seperti kasus pengguna napza,
penyandang cacat netra, fisik, mental, rungu wicara) karena
berbagai alasan.
Pelaksana penjangkauan merupakan tim yang melibatkan
berbagai tenaga profesi, dinas terkait dan unsur-unsur
masyarakat yang dapat mendukung pelaksanaan penjangkauan
seperti: fungsional (pekerja sosial) panti sosial, LSM peduli PMKS
sejenis,dan tenaga profesional/ahli misalnya psikolog, dokter,
rohaniwan, pendidik dan tenaga profesi lainnya serta unsur-
unsur/tokoh masyarakat setempat sesuai kebutuhan. Panti sosial
merupakan koordinator, didukung oleh pejabat struktural dan
instansi sosial provinsi/kabupaten/kota
Tujuan yang akan dicapai dari penjangkauan:
a. tersedianya data base PMKS,
b. diketahuinya peta PMKS,
c. terlaksananya rehabilitasi sosial berbasis masyarakat.
Keterlibatan keluarga-keluarga PMKS akan berdampak
pada timbulnya motivasi dan kesadaran secara kolektif dari
masyarakat, untuk :
d. mengubah perilaku masyarakat menjadi pendukung terhadap
keberadaan klien di masyarakat,
e. meningkatkan kesejahteraan sosial bagi PMKS dengan
memanfaatkan potensi dan sumber-sumber yang ada di
masyarakat,
f. mentransfer pemahaman dan pengetahuan kepada
masyarakat tentang PMKS dan kegiatan upaya rehabilitasi
sosial bagi PMKS.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
357
DAFTAR PUSTAKA
Alison, M. (1994). Pedagang jalanan dan Pelacur. Jakarta: LP3EK.
Arkan, A. (2006). Strategi Penanggulangan Kenakalan Anak-Anak Remaja
Usia Sekolah.
Astuti, M. (2010). Penelitian Pola Asuh dalam Keluarga. jakarta: P3KS
Press.
Astuti, M. (2010). Penelitian Tentang Rehabilitasi Sosial di PSBG. Jakarta:
P3KS Press.
Bagong, S. a. (2011). Pekerjaan Anak di Sektor Berbahaya. Surabaya:
Lutfhansa Mediatama.
Campbell, H. R. (1970). Psychiatry Dictionary 14 ed. London: Oxford
University Press.
Cart, M. G. (2005). Child Walfare for teh Twenty First Century. Columbia:
Columbia University Press.
Fahrudin, A. (2002). Kerja Sosial dan Isu-Isu Terpilih. Sabah: Universitas
Malaysia.
Fahrudin, A. (2011). Kesejahteraan Sosial, sebuah Pengantar. Jakarta: P3KS
Press.
Gunarsa, S. G. (1980). Psikologi Remaja. Jakarta: BPK Guning Mulia.
Harry, H. (2012). membangun Kebijakan Sosial, Perumusan, Mekanisme
dan Faktor yang Mempengaruhi.
Hepworth, D. R. (2001). Direct Social Practice, Theory and Skill 6 ed.
Pacific Grove: CA Brooks Cole Publishing.
Hermawati, I. (2001). Metode dan Tehnik Pekerjaan Sosial. Yogjakarta:
Adicita Karya Nusa.
Hurlock, E. B. (1973). Adolescent Development. Tokyo: Mc. Graw Hill
Kogakusha Ltd.
Iskandar, J. (2005). Dinamika Kelompok Organisasi dan Komunikasi Sosial.
Bandung: Puspaga.
Kartono, K. (2010). Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajagrafindo.
Khaerudin. (2003). Ilmu Pendidikan Islam. Makassar: Berkah Utami.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
358
Lambert, M. D. (2001). Clinical Social Work Beyond Generalist Practice with
Individuals, Groups and Families. London: Brook/Cole.
Maleong, J. L. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Martin, F. (2011). Improving Child Protection Responses in Indonesia; Leraning
from the Protection Home for Children. Jakarta: Save the Children.
Mulyono. (2009). Retrieved Maret 2012, from http://Penelitian -
Evaluasi-Kebijakan.
Rubin, R. W. (2005). Evaluating Social Work Services and Programs. Boston:
Pearson.
Rubin, R. W. (2008). Research Method in Social Work 6
th
editition. california:
Brooks Cole.
Santrock, J. W. (2003). Adolescence, Perkembangan Remaja. Jakarta:
Erlangga.
Sheafor, S. (2003). Introduction to Social Work Practice. New York: Mac
Millan.
Siporin, M. (1975). Introduction to Social Work Practice. New York: Mac
Millan.
Soekanto, S. (1991). Sosiologi Keluarga Tentang Ikheal Keluarga Remaja dan
Anak. Jakarta: Rineke Cipta.
Soemarjan, S. (1997, September 2). Kemiskinan Pandangan Sosiologi.
Sosiologi Indonesia .
Soetarso. (1980). Praktek Pekerjaan Sosial dalam Pembangunan Masyarakat.
Bandung: Kopma STKS.
Stein, T. J. (1981). Social Work Practice in Child Welfare. New Jersey:
Prentice Hall University of Illionis.
Suharto, E. (2006). Pembangunan Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial
Spektrum Pemikiran. Bandung: LSP Press.
Sukoco, D. H. (1991). Profesi Pekerja Sosial dan Proses Pertolongan.
Bandung: STKS.
Troung, T. D. (1992). Seks, Uang dan Kekuasaan, Pelacuran di Asia Tenggara.
Jakarta: LP3ES.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
359
Weinbach, R. W. (2005). Evaluating Social Work Services and Programs.
Boston: Pearson.
Widodo, N. (2011). Evaluasi Program Perlindungan Anak melalui RPSA.
Jakarta: P3KS Press.
Widodo, N. (2009). Studi Pelayanan Sosial Remaja Putus Sekolah Terlantar
melalui PSBR. Jakarta: P3KS Press.
Wirawan. (2011). Evaluasi Teori, Model, Standars Aplikasi dan Profesi.
Jakarta: Rajawali.
Woodside, M. D. (2003). Generalist Case Management; A Method of Human
Service Delivery. Pacific Groove CA: Brooks Cole.
Undang Undang No. 23 tahun 2002, tentang Perlindungan Anak
Undang Undang No. 11 tahun 2004, tentang Kesejahteraan Sosial
Departemen Sosial, (1983). Kepmensos No. 40/HUK/1983 tentang
Koordinasi Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis
Departemen Sosial, (2001). Intervensi Psikososial, Direktorat
Kesejahteraan Anak, Keluarga dan Lanjut Usia
Departemen Sosial, (2001). Model Pelayanan Rehabilitasi Terpadu Bagi
Korban Penyalahguna Napza Direktorat Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial Korban Napza.
Departemen Sosial, (2003). Pedoman re-entry pada metode Therapeutic
Community dalam Pelayanan Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan
Napza. Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban
Napza.
Departemen Sosial, (2003). Pedoman Re-Entry Pada Metode Therapeutic
Community Dalam Pelayanan Rehab Korban Penyalah Gunaan
Napza. Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban
Napza.
Departemen Sosial, (2004). Kepmensos No. 50/HUK/2004 tentang
Standarisasi Panti Sosial, Balitbangkesos
Departemen Sosial, (2005). Modul Resosialisasi dan Pembinaan Lanjut,
Bagi eks Penyalahguna Napza, Direktorat Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial Korban Napza.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
360
Departemen Sosial, (2006). Pedoman Peranan Pekerja sosial Dalam
Rehabilitasi Sosial Koban Penyalahgunaan Napza. Direktorat
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Napza.
Departemen Sosial. (2007). Pedoman Rehabilitasi Sosial Luar Panti Bagi
Penyalahguna Napza, Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi
Sosial Korban Napza.
Departemen Sosial, (2007). Panduan Pembentukan Kelompok Bantu Diri
(Self Help Group) Bagi Pecandu Napza Berdasarkan Prinsip 12
langkah, Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Korban Napza.
Departemen Sosial, (2007). Standarisasi Pelayanan Dan Rehabilitasi
Sosial Korban Napza Dalam Panti, Direktorat Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza.
Departemen Sosial RI, (2007). Pedoman Penyelenggaraan Panti Sosial
Karya Wanita (PSKW), Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi
Sosial Tuna Susila.
Departemen Sosial - Unicef-Save Children, (2007). Seseorang yang
Berguna, Kualitas Pengasuhan di Panti Sosial Asuhan Anak di
Indonesia.
Kementerian Sosial, (2009). Permensos No 106/HUK/2009 tentang
Sertifikasi bagi Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga
Kesejahteraan Sosial.
Kementerian Sosial.(2009), Panduan Praktis Pelaksanaan Shelter Workshop
eks Resident Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza,
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Napza.
Kementerian Sosial, (2009). Pedoman Assesmen Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahguna Napza. Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahgunaan Napza.
Kementerian Sosial, (2009). Rencana Strategis (RENSTRA) 2010-2014.
Dirjen Yanrehsos Departemen Sosial.
Kementerian Sosial, (2010). Standar Pelayanan PSBRW Efata Kupang,
Panti Sosial Bina Rungu Wicara (PSBRW) Efata Kupang,
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
361
Kementerian Sosial RI, (2010). Pedoman Rehabilitasi Sosial Orang Dengan
Kecacatan (ODK) Rungu Wicara Dalam Panti, Direktorat
Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan.
Kementerian Sosial RI. (2010). Pedoman Pelaksanaan rehabilitasi Sosial
Orang Dengan Kecacatan Rungu Wicara, Panti Sosial Bina Rungu
Wicara MELATI, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial.
Kementerian Sosial. Pedoman, (2010). Lembaga Informasi dan
Konsultasi, Narkotika Psikotropika Dan Zat Adiktif
Lainnya. Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaaan
Napza. Direktorat Pelayanan Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahgunaan Napza.
Kementerian Sosial, (2010). Pedoman Penjangkauan dan Pendampingan
Korban Penyalahgunaan Napza. Direktorat Rehabilitasi Sosial
Korban Penyalahgunaan Napza, Direktorat Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza.
Kementerian Sosial, (2010). Pedoman Shelter Workshop Bagi Alumni
Panti Sosial Rehabilitasi Sosial Galih Pakuan, Solusi Bagi
Penyalahguna Napza,
Kementerian Sosial, (2010. Pedoman Keterampilan Vocasional bagi
Korban Penyalahgunaan Napza. Direktorat Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial Korban Napza.
Kementerian Sosial (2011). Standar Nasional Pengasuhan Anak Di LKSA,
Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak.
Kementerian Sosial, (2012). Petunjuk Operasional Kegiatan PSBL Phala
Martha, Direktorat Pelayanan Rehabilitasi Sosial Eks
Psikotik.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
362
EDITOR DAN PENULIS
Fentini Nugroho, lahir di Palembang, 27 Nopember 1960,
pendidikan Ph.D dari Department of Social Work and Social
Policy, Curtin University, Australia (Disertasi tentang Community
Development for Poverty Alleviation) 2005, MA, Department of
Social Work, University of Kent, England, 1989 dan Dra. Jurusan
Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Indonesia (FISIP-UI), 1985. Penghargaan: Sertifikasi Dosen,
Kementerian Pendidikan Nasional RI, Ketua Program Studi Berprestasi
Peringkat I Universitas Indonesia, 2009, 10 Terbaik Ketua Program
Studi Berprestasi Tingkat Nasional 2009, Beasiswa World Bank untuk
menempuh Program Master di University of Kent, Canterbury, Inggris,
1987-1989, Tanda Kehormatan dari Presiden RI Satyalancana Karya
Satya 20 tahun, 2008 dan Piagam Tanda Kehormatan dari Presiden
RI Satyalancana Karya Satya 10 tahun, 2003. Pengalaman: Ketua
Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Indonesia 2012-present, Member of Education,
International Project and Language Comittees. International
Association of Schools of Social Work. 2012-present, Ketua Dewan
Pakar. Ikatan Pendidikan Pekerjaan Sosial/Kesejahteraan Sosial
Indonesia 2012-present, Comittee Member. Asian Pasific Association
for Social Work Education 2012-2014, Dewan Pakar, Konsorsium
Pekerjaan Sosial Indonesia 2011- present, Ketua. Ikatan Pendidikan
Pekerjaan Sosial/Kesejahteraan Sosial Indonesia 2010-present, Ketua
Prog. Pascasarjana Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, FISIP-UI
2007-present, ketua Jurusan Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, FISIP
- UI,1998 - 2001 dan Dosen Departemen Ilmu Kesejahteraan
Sosial, FISIP-UI.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
363
Alit Kurniasari, Magister Profesional Pengembangan
Masyarakat IPB (2004), Sarjana Psikologi Perkembangan Unpad
Bandung, (1984); Saat ini menjabat sebagai Peneliti Madya di
Puslitbang Kesos. Penelitian yang pernah dilakukan: meliputi Anak
Jalanan; Studi Penanganan Anak Berkonflik Hukum; Profil Pendamping
ABH; Permasalahan dan Kebutuhan Pengungsi Wanita dan Anak
Korban Konflik; Penelitian Kualitas Pengasuhan dan Pelayanan Panti
Sosial Asuhan Anak (PSAA) di Indonesia. (Save Children-Depsos),
Pengembangan Komunitas Peduli Anak; Pelayanan Sosial bagi eks TB
Paru; Penelitian prevalensi penyalahguna obat/napza padsa remaja di
kota besar. Sikap Masyarakat Terhadap Trafficking Anak; Tulisan yang
pernah dimuat di Jurnal Litbang Kessos meliputi: Pelayanan Sosial
bagi Eks Penyandang Penyakit TBC Berbasis Masyarakat (2002);
Faktor Penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga (2006); Partisipasi
Organisasi Sosial Lokal dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
(2006); Studi Penanganan Anak Berkonflik Hukum. Pernah menjadi
staf pengajar di STKS Bandung, dari tahun 1986 - 1995, pada mata
kuliah Psikologi Anak, Psikologi Abnormal dan Psikologi Sosial. Tahun
1996 - 2003 mengajar di program D2 Pendidikan Guru TK di Yayasan
Islamic Tangerang; Sejak Tahun 2010 menjadi Technical Asistance
di Program Kesejahteraan Sosial Anak Balita (PKSAB). Di Dit Anak
Kemensos.
Husmiati, lahir di Makassar pada tanggal 9 Oktober 1967. Tahun
2010 menamatkan kuliah program pasca sarjana (S3-Social Work) di
University Sains Malaysia. Tahun 2003 tamat kuliah pasca sarjana (S2-
Social Work) di Universiti Sains Malaysia. Pada tahun 1991 menamatkan
kuliah sarjana (S1-Pekerjaan Sosial) di Sekolah Tinggi Kesejahteraan
Sosial Bandung. Bermula tahun 1993 menjadi PNS dilingkungan
Kementerian Sosial RI. Sejak Januari 2012, penulis bergabung di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (Puslitbangkesos
Kemensos RI) sebagai peneliti dengan bidang kepakaran Pekerjaan
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
364
Sosial Klinis. Penulis pernah terlibat dalam penelitian tentang anak,
kelompok usaha bersama (KUBE), dan kinerja pekerja sosial.
Indah Huruswati, Peneliti Madya (IV/b) pada Puslitbang
Kesos, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesos, Kementerian Sosial.
Pengalaman penelitian pada Panti-panti Sosial Kementerian Sosial,
sejak tahun 1988. Hasilnya dituangkan dalam bentuk laporan
penelitian dan tulisan dalam Jurnal Ilmiah di Puslitbang Kesos di
antaranya tentang Survey Akreditasi Panti Sosial (2002), Profil
Panti Sosial Asuhan Anak (2000), Pelayanan Kesejahteraan Sosial
Anak melalui Panti Sosial Petirahan Anak (1996), Evaluasi Tempat
Penitipan Anak dalam rangka Penataan dan Standarisasi Pelayanan
Kesejahteraan Anak (1995), Evaluasi Program Penyantunan dan
Pengentasan Anak Terlantar melalui Sistem dalam Panti (1994) dan
Profil Panti Penyantunan Anak (1988).
Nurdin Widodo, lahir di Ngawi, 3 januari 1958, memperoleh
gelar Magister Ilmu Kesejahteraan Sosial di STISIP Widuri Jakarta.
Saat ini menjabat sebagai Peneliti Madya pada Pusat Penelitian
dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan dan
Penelitian Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI. Disamping
itu, sebagai Ketua Redaktur Jurnal Sociokonsepsia Puslitbang Kesos,
sekretaris tim penilai jabatan fungsional Litkayasa Kementerian Sosial
RI dan sekretaris P3KS Press. Penelitian yang telah dilakukan dan
dipublikasikan meliputi topik-topik yang berkaitan dengan Pelayanan
Anak Terlantar Putus Sekolah Melalui Panti Sosial Bina Remaja,
Hubungan Antar Kelompok Pribumi dan Etnis Cina di Jakarta, Peran
Lembaga Sosial dalam Penanganan Pengungsi, Pemberdayaan Pranata
Sosial, Pelayanan Kesejahteraan Sosial Tenaga Kerja di Sektor Industri,
Pengungsi Wanita dan Anak Korban Konflik dan Kerusuhan Sosial,
Potensi Sosial Dalam Pelaksanaan Ketahanan Sosial Masyarakat di
Kota Kendari, Pengembangan Uji Coba Model Pemberdayaan Remaja
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
365
Melalui Karang Taruna, Permasalahan Sosial Pengungsi Korban Poso
dan Upaya Penanggulangannya, Konflik Serta Modal Kedamaian Sosial
dalam Konsepsi Lintas Kalangan Masyarakat di Tanah Air (kerjasama
dengan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Penelitian Uji Coba Model
Penanganan Anak Terlantar Berbasis Kekerabatan, Penelitian Pengaruh
Subsidi Panti Terhadap Kelangsungan Penyelenggaraan Pelayanan
Sosial Dalam Panti, Penelitian TKI di malaysia, Pengembangan
Program Pendampingan Sosial Bagi Calon Pekerja Migran (TKI) dan
Keluarganya di Daerah Asal, Evaluasi Pelayanan Sosial Remaja Putus
Sekolah Terlantar melalui panti Sosial Bina Remaja dan Studi Kebijakan
Pengembangan Sakti Peksos di Panti Sosial Masyarakat, Evaluasi
program Perlindungan Anak melalui RPSA dan Studi Pemberdayaan
Fakir Miskin di Desa Barada, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten
Belu, Nusa Tenggara Timur.
Moch Syawie, lahir di Pekalongan 10 Mei 1955, pendidikan S2
Fakultas Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Program
Studi Sosiologi. Karier sebagai Pegawai Negeri Sipil diawali dengan
tugas di Kanwil Depsos Provinsi Lampung, 1986-1987 Petugas
Sosial Kecamatan (PSK) di Kecamatan Padangratu Lampung Tengah
(1984-1986), Balai Besar Penelitian Pengembangan dan Pelayanan
Kesejahteraan Sosial (B2P3KS) Yogyakarta (1988-1994), Peneliti pada
Pusat Penelitian Kesos Badan Litbang Kementerian. Sosial Jakarta,
dan Pusat Pengembangan Ketahanan Sosial, Kementerian Sosial RI.
Saat ini sebagai Peneliti Madya di Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial Jakarta. Disamping sebagai peneliti, penulis juga
pernah sebagai anggota Redaksi Jurnal Ketahanan Sosial Masyarakat
(2004 - 2010), dan sekretaris TP2I (2009-2011). Saat ini penulis sebagai
anggota Tim Penilai Peneliti Instani (TP2I) Kementerian. Sosial (2012-
2014), dan menjadi editor beberapa penelitian. Pernah mengajar di
STIE IBII Jakarta, STIE Trisakti Jakarta (1998- 2001), dan dosen Luar
Biasa Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta (1995 sampai
sekarang-2012. Aktif menulis pada jurnal ilmiah (JURNAL, INFORMASI,
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
366
dan TANSOSMAS, JURNAL Ekonomi Trisakti). Penelitian yang pernah
diklakukan dan diterbitkan antara lain: Penelitian yang sudah
dilakukan; Masyarakat Berketahanan Sosial Perspektif Multikultural,
Struktur-Struktur Mediasi Dalam Masyarakat Berketahanan Sosial,
Pemetaan Pranata Sosial Pada Komunitas Lokal, Jaringan Ketahanan
Sosial Masyarakat, Model Pengembangan dan Penguatan Ketahanan
Sosial Mayarakat; Masalah Kebutuhan Dan Sumber Daya Di Daerah
Teringgal. Penulis aktif mengikuti seminar dan pelatihan yang
berkaitan dengan metode penelitian dan pengembangan ketahanan
sosial masyarakat, dan membantu kegiatan di unit operasional di
lingkungan kementerian social RI, baik dalam penyusunan pedoman
maupun menjadi nara sumber
Mulia Astuti, lahir di Payakumbuh, Sumatera Barat (1954).
Pendidikan terakhir Pasca Sarjana (S2) Program Kajian Ketahanan
Nasional Universitas Indonesia (1997). Mengawali karir sebagai
pegawai negeri sipil Departemen Sosial RI (1978) dengan pendidikan
Sarjana Muda Pekerjaan Sosial dari STKS Bandung, ditempatkan di
Badan Penelitian dan Pengembangan Sosial. Mulai menjadi peneliti
(1987). Pada tahun 1982-1984 melanjutkan pendidikan di Sekolah
Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung (S1) sebagai tugas belajar. Pernah
ditempatkan pada jabatan struktural sebagai Kepala Bidang Program
pada Pusat Penelitian Kesejahteraan Sosial (2000), Kepala Bidang
Pemberdayaan Pranata Sosial (2001) dan Kepala Bidang Kerjasama
dan Publikasi (2006) pada Pusat Pengembangan Ketahanan Sosial
Masyarakat. Kemudian di mutasi ke Direktorat Jenderal Pelayanan
dan Rehabilitasi Sosial sebagai Kepala Sub Direktorat Pelayanan
Sosial Anak Terlantar (2007), terakhir Kasubdit Kelembagaan,
Perlindungan dan Advokasi Sosial (2009) pada Direktorat Pelayanan
dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat. Pernah mengikuti Asean
Training-Overview of Sosial Services (1991) di Singapura dan pernah
mengajar pada Universitas Satya Negara Indonesia (USNI) untuk
jurusan Kesejahteraan Sosial (1989-1994). Pada tahun 2010 kembali
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
367
pindah ke Puslibang Kesejahteraan sebagai peneliti madya. Sejak
tahun 1987 sampai sekarang aktif mengikuti kegiatan penelitian dan
menulis buku baik kelompok maupun perorangan, kegiatan seminar
dan menulis artikel yang dimuat pada Jurnal Kesejahteraan Sosial
maupun majalah ilmiah lainnya.
Agus Budi Purwanto, lahir di lereng Gunung Lawu Magetan,
25 Agustus 1959. Peneliti Muda pada Puslitbang Kesos, Kementerian
Sosial; Pendidikan Sarjana 1 (S1) Jurusan Pembangunan Masyarakat IKIP
Jkt, tahun 1986. Pelatihan yang pernah diikuti: Pelatihan Pengolahan
Data menggunakan Program SPSS, Badan Pusat Statistik, Jakarta,
tahun 1998, Pengolahan Data pada Penelitian yang diselenggarakan
oleh Badan Litbang Kesejahteraan Sosial, Pelatihan Metodologi
Penelitian Kualitatif kerjasama Badan Litbang Kesos, Depsos dengan
Laboratorium Kesejahteraan Sosial, FISIP UI, Depok, tahun 1993 dan
Pelatihan Peningkatan Kemampuan Tenaga Peneliti, kerjasama Badan
Litbang Kesos, Depsos dengan Laboratorium Sosiologi, FISIP UI,
Depok, tahun 1992.
Pengalaman Penelitian dan dipublikasikan 5 tahun terakhir:
Masalah, Kebutuhan dan Sumber Daya Daerah Tertinggal: Studi
Kasus di Kabupaten Mimika, Papua, tahun 2011, Masalah, Kebutuhan
dan Sumber Daya Daerah Perbatasan: Studi Kasus 5 Kabupaten di
Kalimantan, tahun 2009, 2010, Profil Pendamping Dalam Perlindungan
Anak Berkonflik Dengan Hukum, tahun 2009, Pemberdayaan
Masyarakat Melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial, tahun 2010, dan
Studi Pemberdayaan Fakir Miskin di Desa Barada, Kecamatan Malaka
Tengah, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, tahun 2011
Soeprapto Hadi, lahir di Yogyakarta, 17 Agustus 1949,
menamatkan pendidikan Sarjana Muda pada STKS Bandung pada
tahun 1979/1980 dan pendidikan S1 pada STIA-LAN Jakarta tahun
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
368
1989. Bekerja pada Kementerian Sosial sejak tahun 1970 pada BPPS
Yogyakarta. Saat ini bertugas pada Puslitbang Kesos Badiklit Kesos,
dan menduduki jabatan fungsional peneliti sebagai Peneliti Madya.
Setyo Sumarno, lahir di Solo, 8 Juni 1957. Menamatkan
program Sarjana Pekerjaan Sosial dari Sekolah Tinggi Kesejahteraan
Sosial (STKS) Bandung tahun 1983 dan Magister Kesejahteraan
Sosial dari STISIP Widuri 2010. Saat ini menjabat Peneliti Madya
pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial,
Badan pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Kementerian
Sosial RI. Pernah mengikuti beberapa kegiatan penelitian, meliputi
topik-topik berkaitan dengan: Penelitian Anak Jalanan, Lanjut Usia,
Kenakalan Remaja, Masyarakat Terasing, Paca, Napza, Karang Taruna,
Eks Kusta, Masalah Tenaga Kerja di Sektor Industri, Akreditasi
Panti Sosial, Penanganan Anak Terlantar Berbasis Kekerabatan,
Penanganan Lanjut Usia Berbasis Kekerabatan, Wanita Rawan Sosial
Ekonomi, Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat di
Pinggiran Hutan, Penyandang Cacat Berat, Penelitian Multi Layanan
Penyandang cacat, Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pembentukan
Lembaga Kesejahteraan Sosial, Penyerapan Tenaga Kerja Penyandang
Cacat dalam Pasar Kerja, Rehabilitasi Sosial Wanita Tuna Susila,
Pengembangan Lembaga Kesejahteraan Sosial untuk Mengatasi
Kemiskinan dan mengikuti berbagai kegiatan seminar ataupun diklat
lainnya. Pengalaman lainnya adalah bekerjasama dengan Safe the
Children UK, Sustainable Integrated Rural Development (SIRD)
-ASEAN-New Zealand dan beberapa lembaga lain dalam berbagai
kegiatan penelitian dan pengembangan sosial. Saat ini masih aktif
di Tim Redaksi majalah Sosiokonsepsia Puslitbang Kesos, Tim Penilai
Peneliti Instansi (TP2I) Kementerian Sosial dan sebagai Direktur
Pelaksana P3KS Press.
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
369
Ruaida Murni, Lahir di Takengon tanggal 17 Juli 1962,
menyelesaikan S1 di Universitas Negeri Jambi. Saat ini menjabat
sebagai Peneliti Muda pada Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan
Sosial, Kementerian Sosial RI. Dan sebagai anggota tim penilai
jabatan fungsional Litkayasa Kementerian Sosial RI. Penelitian yang
telah dilaksanakan antara lain Peranan Pelayanan dan Bantuan
Sosial Proyek Atma Brata CCF Terhadap Kesejahteraan Sosial
Keluarga Miskin di Kecamatan Cilincing; Pengembangan Metode dan
Teknik Penyuluhan dan Bimbingan Sosial Masyarakat Perkotaan dan
Pedesaan; Kebutuhan Pelayanan Kesejahteraan Sosial di Kawasan
Industri; Metode dan Teknik Pelayanan Anak Pada Kelompok Bermaian
dan Taman Penitipan Anak; Permasalahan Sosial Migran Perkotaan di
Propinsi Riau; Penelitian Kemandirian Penerima Pelayanan Panti Sosial
Asuhan Anak dan Panti Sosial Bina Netra; Model Rehabilitasi Sosial
Penyalahguna NAFZA di Beberapa Institusi Swasta; Pengembangan
Uji Coba Model Pemberdayaan Remaja Melalui Karang Taruna;
Akreditasi Panti; Uji Coba Model Pengentasan Anak Terlantar
Melalui Kekerabatan; Pergeseran Pola Relasi Gen di Yogyder Ex TKW;
Pemberdayaan Sosial Keluarga Pasca Bencana Alam; dan Uji Coba
Model Pemberdayaan Sosial Keluarga Pasca Bencana Alam.
Sri Gati Setiti, Lahir di : Surakarta, 23 Nopember 1947.
Memperoleh gelar Sarjana Muda Antropologi UGM, Sarjana
Antropologi UNHAS, Magister Kesejahteraan sosial di STISIP Widuri
Jakarta.Aktifitas & Karya tulis : Anggota PPI (Panitya Pembina Ilmiah)
Depsos. Anggota Tim Penilai Jabatan Fungsional Peneliti di Depsos.
Dewan redaksi di Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan
Sosial, Dewan juri Lomba Menulis Karya Tulis Masalah Sosial
Tingkat Nasional. Menduduki jabatan rangkap Peneliti dan Kasubid
Metodologi Pelayanan Sosial Puslitbang Depsos. Dosen tidak tetap
pada Universitas Mohamadiayah Jakarta Th 1984-1987. Dosen tidak
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
370
tetap di Universitas Satya Negara Th 1985-2000. Konsultan penelitian
Potensi Penyandang Cacat Di BPRCBD Cibinong Th 2008.Aktif dalam
pelayanan anak yatim di yayasan Ruhama. Aktif mendampingi wanita
dengan HIV / AIDS di Yayasan Pelita Ilmu Jakarta. Aktif di LPPM
Kosgoro. Aktif di LK3. Penelitian yang pernah dilakukan meliputi:
Masalah Narkoba di sekolah, Penyuluhan sebagai Gerak Dasar,
Peran LK3 Pada kesejahteraan sosial keluarga, Penanganan masalah
penyandang Cacat, Masalah kesejahteraan sosial di daerah Kumuh,
Karang Taruna, Peranan Wanita, Anak Jalanan, Tanggung Jawab dunia
Usaha, Profesionalismen Pengelolaan Orsos, Dampak Sosial Industri,
Peran GNOTA pada Kasejahteraan anak, Pola rekonsiliasi Masyarakat
Etnis di Daerah Konflik, Pemberdayaan Lanjut Usia, Pemberdayaan
Migran, dan Masalah TKI, Masalah anak nakal, masalah Trafiking
dan Asistensi pemberdayaan keluarga, Dampak sosial KUBE dan
Pemberdayaan keluarga miskin disekitar industri pertambangan.
Pemberdayaan wanita kepala rumah tangga miskin di Taruang -taruang
Pasaman Sumatra Barat. Aktif menulis di Majalah, koran, Jurnal ilmiah
dan Informasi Puslitbang Kesos. Email: Gati _ Setiti @ Yahoo.com
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
371
INDEKS
A
advokasi sosial, 64, 67, 68, 69, 106,
123, 161, 163, 166, 219, 257,
287, 364,
after care Service, b, v, viii, 5, 7, 10, 13,
53, 117, 121, 247, 318, 345
anak nakal, vii, 6, 10, 53, 55, 60, 63,
67, 77, 78, 367,
anak yang berkonflik dengan hukum, 77
asesmen, 2, 3, 19, 46, 56, 67, 88, 99,
100, 119, 125, 128, 145, 153,
181, 184, 185, 191, 196, 197,
203, 205, 218, 222, 23, 289,
292, 310, 312, 319, 327, 348
asesor, 128
ADL, 128, 197, 198, 202
APBD, 150, 206, 208
B
BLK, 147
body of knowledge, 216
body of skills, 216
body of values, 216
C
case conference, 220, 258, 292,
community based, 315
D
displaced children , 53
disabilitas, 10, 117, 127, 131, 137,
138, 139, 140, 141, 143, 150,
160, 179, 181, 184, 188, 189,
192, 193, 194, 195, 200, 202,
204, 206, 207, 208
day care, 71, 72, 241,
E
Ekstrakurikuler, 106
F
famili group suport, 298
focus group discussion, 8, 122, 134,
212, 250, 285
family based, 315
fenomena sosial, 281
G
guest house, 288
gelandangan, ix, 7, 11, 281, 282, 283,
284, 285, 289, 291. 293, 298,
299, 300, 304, 3055, 306, 307,
308, 312, 313
H
high Speed, 254, 257, 260, 271
home visit, 25, 31, 32, 33, 45, 49, 119,
133, 145, 149, 228, 229, 230,
259, 292. 329, 230
home care, 241, 298, 354
I
Identifikasi, 23, 62, 64, 65, 67, 99,
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
372
135, 161, 195, 219, 290. 326,
329
Instruktur, 21, 24, 26, 27, 50, 51,
98, 101, 105, 106, 112, 124,
129, 130, 133, 134, 137, 146,
147, 149. 173, 191, 198, 113,
115,225, 236, 269, 270, 286,
287, 295, 328,
Input, 145, 181, 187, 188, 193, 205,
206,
Impact, 187
institutional based, 315, 346
J
JICA, 128
K
kenakalan remaja, 54, 57, 58, 363
kriminal, 54, 55, 75, 333
kolaboratif, 114
keberfungsian sosial, 58, 88, 104,
105, 135, 143, 144, 152, 166,
209, 215, 283, 340, 353, 355
konsultasi, 25, 45, 65, 66, 67, 68, 97,
127, 134, 161, 162, 167, 177,
195, 201, 219, 224, 229, 232,
253, 290, 325, 326, 353
konseling, 25, 65, 196, 223, 225,
260, 328
kualitatif, 7, 9, 16, 60, 62, 121, 182,
183, 212, 213, 250, 251, 284,
285, 320, 321, 366
M
Massage, 198, 202
Motivasi, 25, 39, 43, 63, 67, 70, 93,
95, 107, 109, 111, 127, 134, 142,
160, 161, 167, 195, 201, 218,
219, 220, 228, 239, 260, 261,
267, 270, 276, 290, 304, 325,
326, 328, 339, 356
O
Observasi, 9, 16, 62, 64, 122, 213, 237,
240, 250, 285, 300
Orientasi, 24, 67, 96, 101, 161, 195,
196, 198, 219, 221, 222, 235,
290, 325
Output, 158, 181, 187, 349
out treach, 355
outcome, 181, 187, 206
otodidak, 287
over deg, 137
P
pembinaan Lanjut, iii, iv, vii, viii, ix, x, 2,
3, 4, 5, 7,, 8, 9, 10, 11, 13, 15,
16, 17, 18, 22, 29, 30, 31, 32, 33,
43, 45, 46, 47, 48, 49, 51, 53, 56,
57, 59, 60, 61, 62, 664, 67, 68,
69, 70, 71, 75, 76, 77, 78, 79, 80,
81, 88, 89, 117, 119, 120, 121,
122, 126, 131, 132, 133, 134,
135, 136, 145, 146, 147, 148,
149, 150, 153, 154, 155, 156,
158, 159, 165, 166, 167, 169,
172, 173, 175, 176, 181, 182,
185, 206, 211, 227, 228, 233,
239, 245, 248, 251, 264, 266,
270, 271, 276, 279, 281, 284,
299, 300, 303, 310, 316, 319,
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
373
321, 325, 329, 330, 344, 345,
354
Panti Sosial Asuhan Anak, vii, 5, 8, 10,
13, 19, 270, 361, 362, 368
Panti Sosial Marsudi Putra, 6, 8, 10, 53,
64
Panti Sosial Bina Remaja, vii, 2, 5, 8, 10,
85, 88, 89, 92, 96, 97, 154, 181,
361, 362,
Panti Sosial Bina Netra, 6, 8, 179, 180,
181, 182, 188, 189, 193, 202,
368
Praktek Belajar Kerja, 31, 65, 103, 130,
147, 160, 169, 257, 296, 336
Psikologis, 13, 29, 44, 45, 47, 72, 85,
128, 173, 174, 177, 196, 209,
223, 226, 245, 272, 274, 275,
343, 347
Psikolog, 21, 177, 191, 196, 198, 213,
215, 222, 286, 291, 292, 328,
343, 356
PAS, 31, 61 , 63, 64, 67, 68, 69, 106,
108, 109, 124, 132, 195, 219,
250, 253, 258, 266, 268, 311,
325, 326, 330
Primary, 324, 344,
personal skill, 328
psikotik, ix, 6, 10, 209, 210, 211, 213,
217, 218, 219, 220, 221, 222,
225, 226, 227, 234, 235, 239,
240, 242, 243, 351,
PM, 81, 82, 83, 225,
R
rehabilitasi sosial, iii, vii, viii, ix, x, 1, 2,
5, 6, 7, 8, 9, 10, 20, 24, 53, 55,
56, 58, 60, 61, 63, 66, 67, 69,
75, 76, 78, 91, 96, 98, 101, 105,
106, 117, 120, 123, 124, 125,
126, 127, 129, 131, 133, 135,
139, 142, 145, 146, 148, 151,
153, 154, 159, 163, 165, 167,
169, 175, 179, 181, 182, 187,
191, 194, 196, 201, 205, 206,
209, 212, 218, 219, 221, 228,
235, 247, 250, 252, 257, 262,
267, 276, 282, 285, 287, 291,
293, 296, 298, 300, 302, 305,
308, 312, 315, 321, 322, 325,
330, 344, 346, 347, 348, 349,
350, 352, 354, 355, 356,
resosialisasi, 62, 64, 67, 68, 96, 119,
123, 145, 156, 159, 160, 161,
163, 181, 184, 192, 199, 206,
207, 208, 218, 225, 236, 246,
252, 256, 260, 292, 296, 301,
322, 325, 329, 349,
referral system, 1, 55, 118, 152, 180,
213, 215
reentry, 324
S
SBK, 99, 125, 192, 206,
speech therapy, 160, 164,
sosialisasi, 2, 23, 25, 38, 71, 79, 89,
92, 93, 98, 125, 127, 145, 147,
154, 161, 181, 185, 208, 268,
269, 290, 296, 308, 325, 344,
350, 354
sector formal, 282,
sertifikasi, 287, 360
EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
374
shelter work shop, 298, 336, 343,
stake holder, 57, 61, 71, 79, 121, 158,
212, 268, 278
T
Terminasi, 3, 17, 19, 28, 29, 32, 45,
59, 60, 69, 77, 79, 106, 108,
116, 119, 125, 131, 135, 145,
146, 149, 158, 159, 166, 169,
181, 184, 185, 186, 187, 192,
201, 206, 218, 227, 228, 246,
256, 262, 277, 295, 298, 300,
319, 320, 329, 343,
Treatment, 56, 75, 107, 153, 214, 317,
352,
Toolkit, 94, 103, 106, 107, 110, 111,
113, 143, 146, 164, 165, 167,
267, 272, 300, 302, 309, 310,
336, 350
U
Usaha Ekonomis Produktif, 70, 81, 82,
115, 199, 229
up-dating, 98
urbanisasi, 35, 47, 281, 282
V
Vokasional, 59, 67, 128, 138, 160, 162,
196, 198, 222, 227, 347
W
work ability, 163,
WBS, 284, 285, 286, 287, 288, 289,
290, 291, 292, 293, 294, 295,
296, 297, 298, 299, 300, 301,
302, 303, 304, 305, 306, 307,
308, 309, 310, 311, 312, 313

EVALUASI PELAKSANAAN REHABI LI TASI SOSI AL PADA PANTI SOSI AL
375

Você também pode gostar