Você está na página 1de 5

Berfikir Kefilsafatan Sebuah Pengantar yang Tidak Lengkap

i

Oleh: Banin Diar Sukmono

Apa itu filsafat? Dalam paper ini, saya berusaha untuk mengajak teman-teman
semua mengenal dunia filsafat.Saya biasa mengartikan filsafat sebagai sebuah usaha.
Usaha manusia untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dalam bidang apa? Tentunya
kita mengenal berbagai macam kebenaran di dunia ini, namun yang ingin ditemukan
filsafat adalah kebenaran yang hakiki. Kebenaran yang sejati. Bisakah manusia
melakukan itu? Mungkin saja, tetapi yang bisa saya garansikan adalah bahwa
jawabannya hanya sejauh kemampuan manusia saja. Filsafat adalah usaha manusia
untuk menemukan kebenaran sejauh kemampuannya.
Kata filsafat berasal dari Yunani Kuno (philosophia), yang secara
harfiah berarti "cinta akan kebijaksanaan. Jadi saat kita berfilsafat kita adalah orang-
orang yang mencintai kebijaksanaan, bukan orang bijaksana. Saya ingin menjernihkan
dulu arti kata ini sebelum kita masuk lebih jauh. Filsafat yang saya bicarakan bukanlah
filsafat dalam artian, hidup tanpa uang bukanlah filsafat saya, atau jangan
melarangku lagi, ini adalah prinsipku! filsafat yang akan saya bicarakan bukanlah
filsafat dalam artian tersebut. Filsafat dalam artian tersebut adalah filsafat sebagai way
of life. Sebagai prinsip hidup, dan lebih ideologis. Filsafat yang akan saya bicarakan
adalah studi tentang masalah-masalah umum dan mendasar, seperti persoalan realitas,
nilai-nilai, eksistensi, pikiran, dan pengetahuan.
Oleh beberapa orang, hal ini dikatakan sebagai hal yang gila!Mereka yang
berkata seperti itu sudah mengandaikan/menganggap bahwa dia sudah mengetahui apa
itu kenyataan (realitas), kebaikan (nilai-nilai), kehidupan (eksistensi) dan lain-lain. Tapi
benarkah mereka tahu? Bisakah kita menganggap bahwa apa yang kita rasakan adalah
kenyataan? Apakah yang kita anggap baik adalah baik yang benar-benar baik? Apakah
kita benar-benar menjalani kehidupan? Atau menjalani hal lain? Apakah kebenaran itu
mutlak atau sesuai budaya masing-masing? Apakah saya benar-benar mengetahui apa
yang saya ketahui?
1

Saat saya kecil, saya sering melihat film-film kartun superhero. Apakah teman-
teman masih ingat apakah sebutan bagi mereka? Tepat sekali, jawabannya adalah

1
Lih. T.Z. Lavine, Petualangan Filsafat dari Socrates ke Sartre (Yogyakarta: Jendela, 2002), xxi-xxvii, dia
merangkum banyak pertanyaan filsafat dengan lengkap
pembela kebenaran. Kebenaran bagi film itu sudah diandaikan seperti yang dibela
oleh para pahlawan superhero, namun jika kita melihat lebih jauh lagi bukankah ada
yang janggal dengan pernyataan itu? Bukankah sang musuh juga sering mengatakan
bahwa dirinya juga benar. Bukankah ini membingungkan? Ada dua kebenaran yang jika
kita tarik ke dunia luar film, hal itu menjadi sangat kabur. Saya akan simpan persoalan
ini untuk kita jawab di akhir,namun poin yang ingin saya sampaikan adalah kita sebagai
manusia butuh sebuah sikap.
Akhir-akhir ini gelombang enterpreneur memberikan sikap yang baik bagi kita,
orang-orang seperti Ippho Santosa, Bong Chandra, Bob Sadino, Yusuf Mansur dkk
meneriakkan Beranilah Bertindak! sekarang sudah saatnya juga kita meneriakkan
Beranilah Berpikir! untuk mengetahui apa yang benar-benar benar danuntuk
menjalani hidup secara lebih mantap!
Berpikir dalam artian berfilsafat mempunyai makna lain dari berfikir yang kita
fahami sehari-hari. Setidak-tidaknya dari sumber-sumber yang pernah saya baca, dan
dari kuliah-kuliah yang pernah saya ikuti, berpikir secara kefilsafatan mempunyai enam
prinsip dasar.Enam prinsip dasar ini digunakan untuk melihat dunia sebagai objek.
1. Radikal (mendalam) dan Komprehensif (menyeluruh)
Berpikir radikal artinya mendalam, berpikir hingga ke akar-akarnya. Filsafat
saat melihat sebuah fenomena selalu masuk hingga titik paling dalam. Jika
tidak, anda masih belum berfilsafat. Berpikir radikal biasa disebutkan dengan
pertanyaan apa? karena pertanyaan apa dapat menuntun kita menuju
jawaban yang esensial atau dan substansial. Esensial adalah hakikat yang
lebih bersifat abstrak sedangkan substansial adalah hakikat yang lebih
bersifat konkret
2
.
Contoh sederhana berpikir radikal adalah saat anda menyelidiki seorang
tersangka. Anda akan bertanya terus hingga sampai menemukan jawaban
yang paling radikal. Namun jika seorang penyidik berhenti saat telah
diketahui bahwa menurut bukti-bukti yang ada Pelakunya adalah Pampam,
maka berpikir filosofis membuat anda bertanya lebih dalam mengapa
Pampam menjadi pelakunya?, mengapa bisa dia melakukan itu? Apa yang
menyebabkan Pampam menjadi seperti itu?dst.
ii


2
Filsuf-filsuf pertama Yunani awalnya memikirkan hal-hal yang substansial, seperti apakah arkhe (prinsip
pertama) dari segala sesuatu. Ada berbagai macam jawaban seperti air, yang tak terbatas, udara, api dll.. lebih
lengkap Lih. K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani (Yogyakarta: Kanisius, 2012)
Sedangkan berpikir komprehensif berarti berpikir secara menyeluruh. Semua
aspek dipertimbangkan dan dipikirkan. Tidak ada yang tidak masuk
jangkauannnya (pemikiran kita).
3
Beberapa dosen saya memberikan cara
yang sedehana untuk berpikir seperti ini. Jika anda melihat pensil apa yang
anda katakan. Anda berkata bahwa itu adalah pensil. Namun saat kita
berpikir komprehensif, jawaban yang keluar adalah pensil yang dipegang
oleh A, atau lebih komprehensif lagi pensil yang dipegang oleh A diruang
AA dst.Immanuel Kant, seorang filosof Jerman abad ke 18, bahkan berpikir
lebih radikal, dan komprehensif. Bukanya mencari apa yang paling dalam dia
justru bertanya sejauh mana kita bisa mengerti yang terdalam.
4

2. Kritis-Sistematis
Kritis dalam bahasa sederhanaya tidak mudah percaya untuk mencapai
kebenaran. Saat kita berfilsafat kita mau tidak mau harus kritis. Kita harus
melihat apa yang ada di balik sebuah fenomena. Ada banyak teori kritis, dari
Socrates (470-399 SM) hingga Habermas (1929- ). Sebagai contoh mari kita
sedikit melihat metode kritis dari Socrates. Socrates adalah filsuf pra modern
yang lahir, tinggal, dan meninggal di Athena. Dia terkenal dengan metode
kritisnya. Socrates selalu memulai kritiknya dengan menanyakan rumusan
tentang konsep kepada orang-orang yang dirasa ahli (seperti kebaikan,
keadilan, kesejahteraan dll), lalu melakukan pembantahan terhadap hal itu,
lalu membongkar lagi hingga sampai mendapat jawaban yang
hakiki.
5
Sistematis berarti jawaban yang kita buat akan membuentuk sebuah
sistem dunia.
3. Reflektif-Intuitif
Reflektif berarti bercermin. Refleksi berarti mengembalikan jawaban atas
persoalan kepada subjektivitas kita. Dalam refleksi ini kita berpikir secara
kontekstual, mencari kelebihan dan kelemahan pemikiran yang kita bentuk
sendiri, dan untuk membangun argumen yang lebih kuat dan lebih sempurna.
Intuisi adalah kesadaran langsung. Saat berfilsafat, kita harus mempunyai
kesadaran terhadap benda yang kita lihat. Henry Bergson (1859-1941)

3
Lih. Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004), 12
4
Uraian Immanuel Kant yang cukup bagus Lih, F.B. Hardiman, Pemikiran-pemikiran yang Membentuk Dunia
Modern (Jakarta: Erlangga, 2011)
5
Lih. Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), 27-32
mengartikannya sebagai insting yang menjadi sadar, yang mencapai taraf
refleksi.
6

4. Spekulatif
Spekulatuf adalah hal yang khas dalam filsafat. Bahasa mudahnya adalah
menebak. Namun pendasaran spekulatif didasarkan dari cara berfikir
filsafat yang lain (no 1-3, 5-7). Secara filosofis spekulasi mempunyai arti
menentukan subjek atau gagasan dan merenungkannya secara mendasar.
7

Hal yang spekulatif inilah yang membedakan filsafat dari ilmu-ilmu positif,
karena dia tidak hanya berhenti dalam hal yang empiris atau dapat dirasakan.
5. Logis dan Rasional
Logis berarti kesimpulan-kesimpulan filsafat sudah sesuai dengan hukum-
hukum penyimpulan. Ada dua macam logika yaitu induktif dan deduktif. Jika
deduktif adalah menyimpulkan hal khusus dari hal yang umum, maka logika
induktif adalah menyimpulkan hal yang umum dari hal yang khusus.
Walaupun begitu, logika induktif dan deduktif tetap mempunyai azas
pemikiran yang sama, yaitu asas identitas, kontradiksi, penyisihan
kemungkinan ketiga, dan alasan yang mencukupi.
8
Logis juga berarti suatu
pernyataan harus runtut (konsisten).
Rasional menurut I. Kant (1724-1804) adalah bila sesuai dengansesuai
hukum-hukum Alam. Namun hingga sekarang konsep rasional atau
rasionalitas masih menjadi perdebatan. Sampai sejauh mana batas rasio kita
mengetahui sesuatu? Logis dan rasional adalah alat filsafat untuk
menyimpulkan statementnya. Kesimpulan filosofis yang paling penting adalah
harus logis dan rasional.
6. Bebas dan Bertanggun jawab
Saat berfilsafat, hal yang paling penting adalah melepaskan semua ikatan-
ikatan dogmatis yang menyelubungi pemikiran kita. Dosen saya pernah
berilustrasi: Jika anda berfilsafat, parkirkan dulu mobil adat, norma, aturan
agama dan budaya anda. Namun jangan lupa dikunci, kalau tidak nanti bisa
hilang.

6
Lih. K. Bertens, Filsafat Barat abd XX Prancis (Jakarta: Gramedia, 1996) 20
7
Lih, E. Sumaryono, Hermeneutik sebuah Metode Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 2012), 13
8
Lebih Lengkap Lih, A. Lanur, Logika Selayang Pandang (Yogykarta: Kanisius, 2007) 55-60
Beberapa orang mungkin berpikir itu adalah hal yang tabu, tapi belum ada
jaminan bahwa adat, norma dan budaya kita adalah norma, adat, dan budaya
yang baik dan benar. Filsafat mencoba membongkar tabir-tabir itu, namun
jika adat, norma, dan budaya kita adalah hal yang memang baik, tentunya kita
tidak perlu takut saat melakukan pengujian filosofis. Justru dengan berpikir
bebas kita dapat memberbaiki hal yang sudah disebutkan tadi.
iii

Lalu bagaimana dengan aturan agama, Filsafat dapat membantu untuk lebih
memahami agama kita. Dengan argumen yang sama, jika kita yakin kepada
agama kita adalah agama yang baik, tentunya dia dapat diuji dengan filsafat
dan tetap menang.Namun walaupun bebas, jawaban filosofis harus tetap
dapat dipertanggungjawabkan oleh aturan-aturan pemikiran yang ada.
Dengan cara berfikir seperti itulah, apa yang kita pikirkan dapat disebut dengan
berfilsafat. Bukan dengan salah satunya, tetapi dengan keseluruhannya. Semoga
bermanfaat!
Bisakah anda bayangkan sebuah dunia di mana tak ada lagi yang menanyakan
pertanyaan-pertanyaan filosofis, tak ada seorang pun yang berpikir filosofis? Sebuah
dunia di mana tak ada seorang pun yang menembus alam bawah nyata kehidupan sehari-
hari untuk berpikir mengenai apa yang nyata, benar, bernilai, pasti, dan berarti dalam
kehidupan manusia. Itu akan menjadi dunia yang berisi laki-laki, perempuan, dan anak-
anak mekanis yang bergerak di antara benada-benda fisik, sebuah dunia di mana kita
akan menjadi menusia kososng bergerak dalam gerakan tak berarti dan omongan kita
akan menjadi obrolan kosong! Tak ada yang dipertanyakan karen segala hal tidak lagi
bermakna dan tak perlu dipertanyakan lagi. T.Z. Lavine (Profesor Filsafat di George
Washington University)


i
Paper ini untuk teman-teman HIMA, mohon maaf jika kurang memadai sebagai sebuah pengantar.
ii
Saya memberikan tanda hitam dalam kata apa dan mengapa karena saat ini beberapa filsuf seperti Gilles
Delluze (1925-1995) dan Felix Guattari dalam What is Philosophy? juga berpendapat bahwa kata mengapa bisa
memberikan hal-hal yang esensial dan substansial.
iii
filsuf-filsuf postmodern seperti Baudrillard (1929-2007), Foucault (1926-1984), Lacan (1901-1981), dll
mengkritik dengan tajam adat, budaya, dan norma yang sudah ada. Menurut mereka budaya yang lahir
sekarang membuat orang memasuki dunia hyper-realitas (Baudrillard), sehingga mereka malah melupakan
dunia asli dan lebih percaya pada dunia yang hyper, seperti yang kita rasakan lewat dunia cyber-space. Mereka
juga mengkritisi norma pengetahuan yang ternyata selalu berelasi penuh dengan kekuasaan (Foucault). Dan
bahasa membentuk kita tumbuh sehingga menjadi diri kita sekarang (Lacan). Artinya untuk hal-hal tersebut (di
mana kita hidup dan tinggal) juga perlu untuk dipikirkan ulang landasannya

Você também pode gostar