pada awal penyakit lesi nampak sarang-sarang neumonia berupa bercak- bercak seperti awan dengan batass tidak jelas. Jika lesi sdah dikelilingi jaringan ikat akan Nampak seperti bulatan berbatas tegs yang disebut tuberkuluma. Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula- mula berdinding tipis. Lama lama dinding jadi sklerotik dan terlhat menebal,sehingga terlihat baying bergaris. Jika terjadi klasifikasi bayangannya terlihat berdensitas tinggi. Pada tuberkolisis milier terlihat bercak- bercak halus yang tersebar merata. 2. Bronkopneumoni dan Pneumnoni. Bronkopneumnoni Bilateral bronchopneumonia : terlihat densitas berupa bercak-bercak yang difus di seluruh paru. Bronchopneumonia bila bilateral, seperti pada kasus ini, tetapi bisa juga hanya terbatas pada satu bagian paru saja. Bisa disebabkan oleh perbagai jenis inferksi, termasuk tuberkulosa. Pneumnoni Bila udara dalam alveoli digantikan oleh cairan eksudat, bagian paru tersebut terlihat putih pada foto. Ini bias mengenai sebagian atau seluru lobus (pneumonia lobaris ) atau berupa bercak bercak, mengenai alveolus secara difus (bronchopneumonia). Bila becak pneumonia tidak hilang dalam waktu 1 bulan, diperlukan nyelidikan lebih lanjut untuk mengesampikan adanya tuberkulosa atau tumor. 3. Bronkitis 1. Bronkitis akut Radang kataral akut bronkus berhubungan dengan ISPA, bila penyakit ini tidak parah dan tidak ditemukan komplikasi, tidak terdapat kelainan pada gambaran rontgent. Gambaran radiologis akan menunjukkan kelainan bila terdapat komplikasi pneumonitis pada penderita ISPA.
2. Bronkitis kronis Tidak selalu memberikan gambaran khas pada foto torak, pada foto rontgen akan tampak corakan yang ramai pada basal paru oleh karena penebalan dinding bronkus dan peribronkus dan bisa merupakan variasi normal. Tidak ada kriteria pasti untuk menegakkan diagnosis bronkitis kronik pada foto torak biasa. Menurut Meschan bronkitis kronik sebagian besar disebabkan karena infeksi spesifik dan non spesifik. Infeksi tadi menyebabkan spasme pada bronkus yang bisa menyebabkan gambaran foto seperti emfisema. Pada sisi lain emfisema kronik dan bronchitis asma kronik sama-sama dapat menyebabkan cor pulmonale kronik. Karenanya seringkali kedua penyakit ini (emfisema kronik dan bronchitis asma kronik) sulit dibedakan hanya dengan melihat hasil foto Rontgen, sehingga dapat menyebabkan kesalahan diagnosis.
Bronkitis kronik secara radiologis dibagi menjadi 3 kategori : 1. Ringan: corakan paru ramai di bagian basal. Corakan paru ramai yang dimaksud t idak berarti peningkatan jumlah dari bronkovaskuler namun merupakan peningkatan dari intensitas visualisasinya (akibat penebalan bronkovaskuler). Pada perokok sering terjadi variasi normal dari gambaran bronkus dimana juga terjadi peningkatan corakan akibat adanya infiltrat dari zat rokok yang dihisapnya.
2. Sedang : corakan paru ramai di bagian basal disertai emfisema, kadang-kadang disertai bronkiektasis di paracardial kanan dan kiri. Jadi pada foto akan tampak gambaran peningkatan corakan paru di bagian basal. Brokiektasis yang menyertai menyebabkan honey comb appearance. Hal ini dikarenakan adanya pelebaran bronkus. Pada pelebaran bronkus yang disertai cairan akan terlihat gambaran inverted bronkiektasis.
3. Berat : ditemukan emfisema, bronkiektasis dan disertai cor pulmonale sebagai komplikasi.
4. Bronkiestasis
Gambaran foto dada (plain film ) pasien bronkiestasis posisi berdiri sangat bervariasi, tergantung berat ringannya kelainan serta letak kelainannya. Dengan gambaran foto dada tersebut kadang- kadang dapat ditentukan kelainannya, tetapi kadang-kadang sukar. Gambaran radiologis khas untuk broniektasis biasanya menunjukan ksta-kista kecil dengan fluid level, mirip seperti gambaran sarang tawon ( Honey comp appearance ) pada daerah yang terkena. Gambaran seperti ini hanya dapat ditentukan pada 13% kasus. Kadang-kadang gambaran radiologis paru pada bronkiektasis menunjukan adanya bercak-bercak pneumonia, fibrosis atau kolaps ( atelektsis ), bahkan kadang-kadang gambaran seperti pada paru normal (pada 7% kasus). Gambaran bronkiestasis akan jelas pada bronkogram. 5. Atelektasis
Kolaps bias mengenai seluruh paru, satu lobus (kolaps lobris) atau berupa bercak-bercak dengan hanya segmen kecil paru yang terkena (kolaps segmentalis atau subsegmentalis). Kolaps bias terjadi karena : a. Bronchus tersumbat oleh massa intriksik atau ekstrinsik, benda asing atau aspirasi. b. Penekanan paru oleh udara atau cairan dalam ruang pleura. Kolaps dapat didiagnosa dengan adanya : a. Peningkatan densitas dan menggerombolnya pembuluh darah paru. b. Perubahan letak hilus atau fisura ( ke atas atau ke bawah ). Pada keadaan normal letak hilus kanan lebih rendah dari hilus kiri. c. Pergeseran trachea, mediastinum atau fisura interlobaris ke arah bagian paru yang kolaps. d. Sisa paru bias amat berkembang (over- expandeded) dan demikian menjadi hipertranslussen. Lobus bawah paling besar kemungkinannya mengalami kolaps : tidak seperti pada pneumonia atau cairan, pengkatan densitas paru yang kopaps tidak selalu dapat dilihat pada kedua proyeksi. 6. emfisema a. Diafragma letak rendah dan datar. b. Ruang retrosternal melebar. c. Gambaran vaskuler berkurang. d. Jantung tampak sempit memanjang. e. Pembuluh darah perifer mengecil
7. Efusi pleura
Pada foto toraks (X Ray) permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dalam paru-paru sendiri. Kadang-kadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan adhesi karena radang(pleuritis). Perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi lateral dekubitus. Cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi. Cairan dalam pleura bias juga tidak membentuk kurva,karena terperangkap atau terlokalisasi. Keadaan ini sering terdapat pada daerah bawah paru- paru yang berbatasan dengan permukaan atas diagfragma. Cairan ini dinamakn juga sebagai efusi subpulmonik. Gambarannya pada sinar tembus sering terlihat sebagai diafragma yang terangkat. Jika terdapat bayangan dengan udara dalam lambung, ini cenderung menunukan efusi subpulmonik. Begitu juga dengan bagian kanan dimna efusi subpulmonik sering terlihat sebagai bayangan garis tipis (fisura) yang berdekatan dengan diafragama kanan. Untuk jelasnya bias dilihat dengan foto dada lateral dekubitus, sehingga gambaran perubahan efusi tersebut menjadi nyata. Pada pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat membantu sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi cairan terutama pada efusi yang terlokalisasi. Pemeriksaan CT scan/ dada dapat membantu. Adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekritarnya, sangat memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura. Pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena biasanya masih mahal. 8. Pneumothorax Pada pemeriksaan foto dada garis pleura viseralis tampak putih , Lurus atau cembung terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis. Celah antara kedua garis pleura tersebut tampak lusens karena berisi kumpulan udara dan tidak didapatkan corakan vascular pada daerah tersebut. Pada tension pneumotoraks gambaran foto dadanya tampak jumlah udara pada hemitoraks yang cukup besar dan susunan mediastinum yang brgeser kea rah kontralateral. Pada pemeriksaan Computed Tomogrphy (CT-scan) mungkin diperlukn apabila dengan pemeriksaan foto dada diagnosis belum dapat ditegakkan. Pemeriksaan ini lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapumoner serta untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer atau sekunder. Sensitivitas pemeriksaan CT- scan untuk mendiagnosis emfisema subpleura yang bias menimbulkan pneumotoraks spontan primer antara 80-90%. B. INFORMASI YANG DAPAT DIPEROLEH PADA ANAMNESA YANG KITA PEROLEH DARI PASIEN ADALAH SEBAGAI BERIKUT:
1. TBC paru Demam Batuk/ Batuk darah Sesak nafas Nyeri dada Malaise 2. Asma bronkiale Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodic batuk, mengi, dan sesak nafas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat dada, dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bensin. Meskipun pada mulanya batuk tanpa secret, tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret, baik yang mukoid putih kadang- kadang purulen. Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk tanpa disertai mengi. Perlu dilakukan cough variant asthma. Bila hal yang terakhir ini dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji provokasi bronkus dengan metakolin. Pada asma alergik, sering hubungan antara pemajaan alergen dengan pada asma tidak asma. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala terhadap factor pencetus non- alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang, infeksi saluran nafas ataupun perubahan cuaca. 3. Pneumoni pada anak Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi, tetapi seara umum adalah sebagai berikut : Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisa, malaise, penurunan napsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare; kadang- kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner. Gajala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea, nafas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis. C. TANDA YANG DIPEROLEH DARI PEMERIKSAAN FISIK PADA PENYAKIT: 1. TB Paru Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak menunjukan suatu kelainan pun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfitrasi secara asimtomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak didalam, akan sulit menemukan kelainan pada pemer iksaan fisis, karena hantaman getaran/ suara yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi dan auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisis, TB paru sulit dibedakan dengan pneumonia biasa. Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicurigai adanya infiltrasi yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronchial. Akan di dapatkan juga suara napas tambahan berupa ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bia infiltrate ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napasnya menjadi vestikular melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik. Pada tuberculosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang lua sering ditemukan atrofi dan retraksi otototot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi hiperinfilasi. 2. Asma bronchial. Pada pemeriksaan fisis asma bronchial tergantung dari derajat obstruksi saluran pernapasan. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, pernapasan cepat sampai sianosis dapat dijumpai pada pasien asma. Dalam praktek jarang dijumpai kesulitan dalam membuat diagnosis asma, tetapi sering pula dijumpai pasien bukan asma mempunyai mengi, sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menegkkan diagnosis. 3. Pneumonia Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara nafas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonates dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umunya tidak ditemukan kelainan.